PROFIL KLINIS PASIEN PREEKLAMSIA PADA RUANG ICU RSUD ZAINAL ABIDIN PAGAR ALAM.docx
1. PROFIL KLINIS PASIEN PREEKLAMSIA DI RUANG ICU RSUD ZAINAL ABIDIN
PAGARALAM
Putu Ari Kamanjaya HS1 Febri Jaya Gunawan2
1. Dokter Umum, Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin Pagaralam
2. Anestesiologis dan Terapi Intensif, Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin Pagaralam
ABSTRAK
Latar Belakang
Preeklampsia adalah salah satu klasifikasi dari pembagian hipertensi dalam
kehamilan dan merupakan salah satu faktor penyebab yang berhubungan
langsung dengan kematian ibu.3 Dari seluruh kehamilan, terjadi sekitar 3 – 8 %
kehamilan dengan preeklampsia (Teresa, Lam and Dierking, 2017) dan kejadian
kehamilan dengan preeklampsia di negara berkembang jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan negara – negara maju, dilaporkan mencapai tujuh kali lipat lebih banyak. Hal ini
menunjukkan pentingnya penanganan preeklampsia untuk meningkatkan derajat
kesehatan ibu dan anak di Indonesia. Insiden preeklampsia di Indonesia adalah
128.273/tahun atau sekitar 5,3% dan merupakan penyebab kematian ibu tertinggi ke dua
setelah perdarahan.
Seringkali, dibutuhkan perawatan tambahan di unit perawatan intensif (ICU) untuk
tatalaksana preeklamsia atau untuk mengendalikan komplikasi terkait. Perawatan intensif
pada wanita dengan preeklamsia dapat memberikan hasil yang lebih baik dan
menurunkan angka kematian ibu.7 Dirawat di ruangan intensif memiliki beberapa tujuan
yaitu untuk pemantauan intensif, ventilasi mekanis dan penatalaksanaan komplikasi dari
preeklamsia. Hasil luaran sangat bervariasi karena perbedaan tingkat keparahan
2. komplikasi preeklamsia. Oleh karena itu, perlu untuk melakukan evaluasi manajemen
terapi dan luaran hasil dari pasien kritis dengan preeklamsia di ICU.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang ICU RSUD Zainal Abidin Pagar Alam Way Kanan yang
merupakan ICU primer. RSUD Zainal Abidin Pagar Alam merupakan RS menerima
rujukan lebih dari 20 Puskesmas di wilayah Kabupaten Way Kanan. Jenis penelitian ini
adalah penelitian deskriptif Retrospektif dengan mengambil data rekam medis pasien
preeklampsia berat yang di rawat di ruang ICU. Populasi dari penelitian ini adalah semua
kasus preeklampisa berat di ruang ICU RSUD Zainal Abidin Pagar Alam Way Kanan
periode Januari 2014 – Desember tahun 2022 berjumlah 116 pasien. Teknik pengambilan
sampel pada penelitian ini adalah total sampling. Data penelitian ini merupakan data
sekunder yang diperoleh dari data rekam medis.
Hasil
Terdapat 2.297 kelahiran selama masa studi 8 tahun; 937 kelahiran pervaginam
dan 1.360 kelahiran sesar. Jumlah pasien obstetri yang dirawat di ICU sebanyak 184
orang, dari 702 pasien yang dirawat di ICU selama masa penelitian dan mewakili 26.2%
dari seluruh pasien yang dirawat di ICU. Tingkat penerimaan ICU obstetri adalah
184/2.297, atau 00 per 1000 kelahiran (0,8%) dan menyumbang 28.2% dari seluruh
penerimaan ICU (184/702). 116 (63%) pasien obstetrik menderita hipertensi selama
kehamilan.
Di antara 116 pasien dengan preeklampsia, 32/116 (27,5%) melahirkan anak
nulipara, 63/116 (54.3%) melahirkan anak ke 2-4, 21/116 (18.1%) melahirkan anak lebih
dari empat. 107/116 (92.2%) menjalani operasi caesar, dan 9/116 (7.7%) melahirkan
pervaginam. dan lebih dari separuh pasien lahir prematur (29/52).
Pasien yang dirawat di rumah sakit terbanyak adalah pasien nifas yaitu 48/52
(92,3%). Rata-rata lama rawat di unit perawatan intensif adalah 5,4 ± 3,1 hari. Rerata
usia ibu ibu dengan preeklampsia/eklampsia adalah 28,8 ± 5,8 tahun.
Tabel 1. Data profil klinis
3. Variabel Frekuensi
Usia 31.4±7.1*
Parietas (Presentase)
Nulipara 32(27.5)
2-4 63(54.3)
>4 21(18.1)
Usia Gestasi
(Presentase)
Preterm 19(16.3)
Aterm 93(80.1)
Postterm 4(3.4)
ANC (Presentase)
Lengkap 29(25)
Tidak Lengkap 87(75)
Jenis Persalinan
(Presentase)
Sectio Caesaria 102(92.2)
Pervaginam 9(7.7)
Lama Rawat ICU 3.02±0.9*
Intervensi selama masuk di Unit Perawatan Intensif
Terdapat 79 (68.1%) pasien yang dilakukan monitoring lanjutan di ICU tanpa di lakukan
intervensi. Tabel 2 menunjukkan intervensi utama di ICU adalah transfusi, ventilasi
mekanis dan pemberian vasoaktif. Sebagian besar pasien dirawat untuk mendapatkan
monitoring lanjutan, tranfusi darah, dukungan ventilasi mekanis (55,8%) atau
penggunaan obat vasoaktif (inotropik dan kronotropik).
*Rata-Rata, (SD)-Standar Deviasi
4. Intervensi Frekuensi
Tranfusi Darah 25(67.5%)
Ventilator 10(27%)
Vasoaktif 2(5.4%)
Komplikasi
Tabel 3 menunjukkan bahwa eklamsia, edema paru, dan sindrom HELLP merupakan
komplikasi utama pada wanita dengan preeklamsia. Dari 116 pasien, 35 (67,3%)
dipindahkan keluar unit ke bangsal, dan 17 meninggal (32,7%) sehingga angka kematian
ibu di ICU adalah 307 per 1000 persalinan dengan angka kematian sebesar 32,7%. Tiga
puluh wanita mengalami edema paru sendiri atau dengan gangguan ginjal; 14 wanita
dipindahkan dan 16 meninggal, sedangkan 21 pasien lainnya yang mengalami gangguan
ginjal, HELLP, sepsis, dll, dipindahkan keluar.
Komplikasi Frekuensi
Edema Paru 11 (37.9%)
Eklamsia 16 (55.1%)
HELLP Syndrome 2 (6.9%)
DISKUSI
Penelitian ini menunjukkan bahwa eklampsia pascapersalinan merupakan alasan utama
wanita hamil dengan hipertensi harus dirawat intensif dan kemungkinan berakibat fatal
jika edema paru menjadi komplikasi preeklamsia/eklampsia. Terdapat bukti substansial
mengenai konsekuensi bagi wanita dengan hipertensi selama kehamilan.1,2,3,4,5
Sebagian besar penelitian ini mengidentifikasi beberapa faktor kematian ibu setelah
tekanan darah tinggi selama kehamilan. Hasil kami menyoroti dampak edema paru,
komplikasi eklampsia/preeklamsia, terhadap morbiditas dan mortalitas pada wanita
dengan preeklamsia/eklampsia.
5. Lebih dari sepertiga perempuan tersebut NULIPARA. Preeklampsia/eklamsia diduga
merupakan penyakit yang menyerang kaum muda dan memiliki angka kelahiran yang
rendah. Hal ini sesuai dengan bukti epidemiologi bahwa preeklamsia umumnya terjadi
pada kehamilan pertama. Beberapa penelitian 8,9 di tempat lain menunjukkan bahwa 39
hingga 44% wanita preeklampsia adalah nulipara dan serupa dengan pengamatan kami.
Kejadian penyakit ini pada wanita nulipara menunjukkan angka kematian yang lebih
tinggi.
Karakteristik sosiodemografi lain yang mengkhawatirkan dari populasi ini adalah
mayoritas perempuan tidak memiliki layanan pranatal. Kegagalan dalam menggunakan
layanan antenatal telah diakui sebagai faktor penting yang menyebabkan hasil yang
buruk pada perempuan hamil.10,11 Memang benar, sebuah penelitian menemukan
peningkatan sepuluh kali lipat angka kematian ibu pada perempuan yang tidak
mengunjungi klinik antenatal. Negara kaya. .12 Konsekuensi dari kurangnya layanan
pranatal semakin parah ketika para wanita tersebut menerima layanan obstetri darurat,
yang seringkali berujung pada operasi caesar. Jumlah ini mencakup lebih dari separuh
pasien dalam penelitian ini dan serupa dengan laporan lainnya.9 Faktanya, Singh dkk13
menunjukkan bahwa wanita dengan gangguan hipertensi lebih mungkin memerlukan
operasi caesar saat hamil dibandingkan wanita dengan tekanan darah normal. Oleh
karena itu, sangat penting bagi perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang cukup
agar dapat mengikuti kelas antenatal, karena hal ini tampaknya berperan dalam outcome
ibu.
Penatalaksanaan perawatan kritis telah disarankan untuk kehamilan dengan komplikasi
preeklampsia.7 Hal ini diperlukan karena preeklamsia merupakan kelainan multisistem
yang memerlukan pendekatan multidisiplin dalam penatalaksanaannya. Dukungan
ventilasi mekanis dan pemantauan lanjutan merupakan intervensi utama dalam
penelitian ini. Secara khusus, penderita preeklampsia/eklampsia dengan perubahan
kesadaran sering kali memerlukan intervensi untuk mempertahankan oksigenasi yang
memadai sekaligus meminimalkan aktivitas metabolisme di organ lain. Mungkin perlu
untuk menentukan durasi ventilasi untuk setiap pasien sehingga dapat memberikan
6. gambaran tingkat keparahan gangguan pernapasan. Namun, sebuah penelitian yang
memiliki insiden penggunaan ventilasi mekanis yang relatif tinggi mengamati bahwa
pasien mendapatkan intervensi dalam jangka waktu yang singkat.14 Selain itu,
persalinan pada wanita hamil tampaknya tidak memberikan manfaat yang sama pada
gagal napas dibandingkan pada preeklamsia/ eklamsia.15 Pemahaman ini penting untuk
perawatan ventilasi pada pasien ini.
Perkembangan edema paru sendiri atau bersamaan dengan komplikasi preeklampsia
lainnya merupakan faktor risiko prognosis yang buruk. Mekanisme terjadinya edema paru
penting untuk memahami perjalanan penyakit. Sebuah penelitian menemukan bahwa
89% wanita dengan edema paru akut menderita preeklamsia.16 Oleh karena itu, hal ini
merupakan komplikasi umum dari preeklamsia dan beberapa faktor berhubungan
dengannya. Hal ini termasuk kerusakan endotel dan kebocoran cairan, usia ibu 17-18
tahun, operasi caesar, peningkatan indeks massa tubuh, dan kardiomiopati yang tidak
diketahui.19 Kerusakan endotel merupakan etiologi preeklamsia yang diketahui dan
paling umum terjadi.Semua pasien harus menjalani operasi caesar; dua faktor yang
berhubungan dengan perkembangan edema paru pada preeklamsia/eklampsia.
Preeklamsia/eklampsia menyebabkan pasien mengalami hipoproteinemia secara
keseluruhan. Mungkin perlu menentukan volume dan jenis cairan yang digunakan untuk
perawatan perinatal pada wanita hamil sebelum masuk ke ICU. Sebuah penelitian
menemukan insiden edema paru yang lebih tinggi pada wanita hamil terjadi pada wanita
yang menerima kristaloid selama pengobatan.16 Hal ini dapat memberikan informasi
lebih lanjut tentang penyebab edema paru karena beban penyakit atau pengobatan.
Namun, penting untuk membatasi pemberian cairan pada kelompok pasien ini.
Beberapa orang percaya bahwa ada trade-off antara membatasi asupan cairan dan risiko
terjadinya gagal ginjal akut. Nekrosis tubular akut diperkirakan dapat diobati dengan
dialisis, dan pengobatan edema paru terbatas. Data kami cenderung menghindari edema
paru karena tingginya morbiditas dan mortalitas pada wanita dengan
preeklamsia/eklamsia. Sebuah penelitian yang membandingkan hasil di dua pusat
kesehatan dengan pemberian cairan yang banyak dan terbatas menemukan bahwa
7. peningkatan asupan cairan menyebabkan peningkatan risiko penyakit pada wanita
selama periode perinatal.16 Penting untuk menghindari sebisa mungkin komplikasi,
semakin baik. Jika terdapat masalah pemberian cairan, dosis anjuran 80 ml/jam mungkin
cukup untuk mengurangi risiko edema paru atau gagal ginjal.
KESIMPULAN
Ada keterbatasan dalam interpretasi hasil kami. Pertama, ini merupakan penelitian
retrospektif dengan kesulitan yang jelas seperti catatan yang tidak lengkap, dokumentasi
yang buruk, atau informasi yang hilang. Tinjauan terhadap berbagai sumber informasi
klinis digunakan untuk meminimalkan kekhawatiran ini. Kedua, hanya pasien yang
dirawat di ICU yang diteliti. Mungkin ada pasien dengan preeklamsia berat/eklampsia
yang tidak datang ke unit perawatan intensif dan tidak menerima pengobatan. Namun,
hubungan antara edema paru dan outcome buruk pada wanita preeklampsia/eklampsia
yang dirawat di unit perawatan intensif menyoroti pentingnya penelitian ini. Pembatasan
cairan dan menghindari edema paru selama pengobatan dapat meningkatkan hasil.
usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 16 1 .9 .9 .9
17 2 1.7 1.7 2.6
18 1 .9 .9 3.4
20 2 1.7 1.7 5.2
21 3 2.6 2.6 7.8
22 5 4.3 4.3 12.1