adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
Sejarah perang badar
1. Sejarah Perang Badar
Perang Badar merupakan awal perhelatan senjata dalam kapasitas besar yang dilakukan
antara pembela Islam dan musuh Islam. Saking hebatnya peristiwa ini, Allah namakan hari
teradinya peristiwa tersebut dengan Yaum Al Furqan (hari pembeda) karena pada waktu itu,
Allah, Dzat yang menurunkan syariat Islam, hendak membedakan antara yang haq dengan yang
batil. Di saat itulah Allah mengangkat derajat kebenaran dengan jumlah kekuatan yang terbatas
dan merendahkan kebatilan meskipun jumlah kekuatannya 3 kali lipat. Allah menurunkan
pertolongan yang besar bagi kaum muslimin dan memenangkan mereka di atas musuh-musuh
Islam.
Sungguh sangat disayangkan, banyak di antara kaum muslimin di masa kita melalaikan
kejadian bersejarah ini. Padahal, dengan membaca peristiwa ini, kita dapat mengingat sejarah
para shahabat yang mati-matian memperjuangkan Islam, yang dengan itu, kita bisa merasakan
indahnya agama ini.
Sebelum melanjutkan tulisan, kami mengingatkan bawa tujuan tulisan bukanlah
mengajak anda untuk mengadakan peringatan hari perang badar, demikian pula tulisan tidak
mengupas sisi sejarahnya, karena ini bisa didapatkan dengan merujuk buku-buku sejarah.
Tulisan ini hanya mencoba mengajak pembaca untuk merenungi ibrah dan pelajaran berharga di
balik serpihan-serpihan sejarah perang Badar.
Latar Belakang Pertempuran
Suatu ketika terdengarlah kabar di kalangan kaum muslimin Madinah bahwa Abu Sufyan
beserta kafilah dagangnya, hendak berangkat pulang dari Syam menuju Mekkah. Jalan mudah
dan terdekat untuk perjalanan Syam menuju Mekkah harus melewati Madinah. Kesempatan
berharga ini dimanfaatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat untuk
merampas barang dagangan mereka. Harta mereka menjadi halal bagi kaum muslimin. Mengapa
demikian? Bukankah harta dan darah orang kafir yang tidak bersalah itu haram hukumnya?
Setidaknya ada dua alasan yang menyebabkan harta Orang kafir Quraisy tersebut halal bagi para
shahabat:
1. Orang-orang kafir Quraisy statusnya adalah kafir harbi, yaitu orang kafir yang secara terang-
terangan memerangi kaum muslimin, mengusir kaum muslimin dari tanah kelahiran mereka di
Mekah, dan melarang kaum muslimin untuk memanfaatkan harta mereka sendiri.
2. Tidak ada perjanjian damai antara kaum muslimin dan orang kafir Quraisy yang memerangi
kaum muslimin.
Dengan alasan inilah, mereka berhak untuk menarik kembali harta yang telah mereka
tinggal dan merampas harta orang musyrik.
2. Selanjutnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat bersama tiga ratus sekian belas
shahabat. Para ahli sejarah berbeda pendapat dalam menentukan jumlah pasukan kaum muslimin
di perang badar. Ada yang mengatakan 313, 317, dan beberapa pendapat lainnya. Oleh karena
itu, tidak selayaknya kita berlebih-lebihan dalam menyikapi angka ini, sehingga dijadikan
sebagai angka idola atau angka keramat, semacam yang dilakukan oleh LDII yang menjadikan
angka 313 sebagai angka keramat organisasi mereka dengan anggapan bahwa itu adalah jumlah
pasukan Badar.
Di antara tiga ratus belasan pasukan itu, ada dua penunggang kuda dan 70 onta yang
mereka tunggangi bergantian. 70 orang di kalangan Muhajirin dan sisanya dari Anshar.
Sementara di pihak lain, orang kafir Quraisy ketika mendengar kabar bahwa kafilah
dagang Abu Sufyan meminta bantuan, dengan sekonyong-konyong mereka menyiapkan
kekuatan mereka sebanyak 1000 personil, 600 baju besi, 100 kuda, dan 700 onta serta dengan
persenjataan lengkap. Berangkat dengan penuh kesombongan dan pamer kekuatan di bawah
pimpinan Abu Jahal.
Allah Berkehendak Lain
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para shahabat keluar dari Madinah dengan
harapan dapat menghadang kafilah dagang Abu Sufyan. Merampas harta mereka sebagai ganti
rugi terhadap harta yang ditinggalkan kaum muhajirin di Makah. Meskipun demikian, mereka
merasa cemas bisa jadi yang mereka temui justru pasukan perang. Oleh karena itu, persenjataan
yang dibawa para shahabat tidaklah selengkap persenjataan ketika perang. Namun, Allah
berkehendak lain. Allah mentakdirkan agar pasukan tauhid yang kecil ini bertemu dengan
pasukan kesyirikan. Allah hendak menunjukkan kehebatan agamanya, merendahkan kesyirikan.
Allah gambarkan kisah mereka dalam firmanNya:
َإَذَ يَعِ ُكيم عُ َ ُه َ ِ يََِ عُ ُإَِعَ َْيَِعأ يَّعذ ُْهََ ي عك عَُُّعن هيعن يُيعْ عْعأ عُ ُإَِعَ ْعَهِعن يُُُّع عَيُْه َ ُع ُديم َ ُه عَي عْ عَّع ُْعِ عُ يِيأْعمياعِي هَعََُ هَ يََِ ُيعن
ُِع يَيِْعَُِ
“Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan
(yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai
kekekuatan senjata-lah yang untukmu (kamu hadapi, pent. Yaitu kafilah dagang), dan Allah
menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-
orang kafir.” (Qs. Al Anfal: 7)
Demikianlah gambaran orang shaleh. Harapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
para shahabat tidak terwujud. Mereka menginginkan harta kafilah dagang, tetapi yang mereka
dapatkan justru pasukan siap perang. Kenyataan ini memberikan pelajaran penting dalam
masalah aqidah bahwa tidak semua yang dikehendaki orang shaleh selalu dikabulkan oleh Allah.
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, tidak ada yang mampu mengendalikan keinginan Allah.
Sehebat apapun keshalehan seseorang, setinggi apapun tingkat kiyai seseorang sama sekali tidak
mampu mengubah apa yang Allah kehendaki.
Keangkuhan Pasukan Iblis
3. Ketika Abu Sufyan berhasil meloloskan diri dari kejaran pasukan kaum muslimin, dia langsung
mengirimkan surat kepada pasukan Mekkah tentang kabar dirinya dan meminta agar pasukan
Mekkah kembali pulang. Namun, dengan sombongnya, gembong komplotan pasukan kesyirikan
enggan menerima tawaran ini. Dia justru mengatakan,
“Demi Allah, kita tidak akan kembali sampai kita tiba di Badar. Kita akan tinggal di sana
tiga hari, menyembelih onta, pesta makan, minum khamr, mendengarkan dendang lagu
biduwanita sampai masyarakat jazirah arab mengetahui kita dan senantiasa takut kepada kita…”
Keangkuhan mereka ini Allah gambarkan dalam FirmanNya,
َ ُه عُ ي ُه ي ُّياعَّ ُُعَ يُيع َوعِ عُ ي ْهيَ عهْعُ يب عُ ًَع ع ُإيء يْبعِيْ ُُيَ َْدعَعَ ُِعي هَْعذ ََِِْْعأ عه عُِمُّ يَََ ْيعَاعمَُعِ ْعمي
“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan
rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan
Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan…” (Qs. Al-Anfal: 47)
Mereka tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan itu di bawah pengaturan Allah,
karena ditutupi dengan kesombongan mereka. Mereka tidak sadar bahwa Allah kuasa membalik
keadaan mereka. Itulah gambaran pasukan setan, sangat jauh dari kerendahan hati dan tawakal
kepada Yang Kuasa.
Kesetiaan yang Tiada Tandingnya
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa yakin bahwa yang nantinya akan
ditemui adalah pasukan perang dan bukan kafilah dagang, beliau mulai cemas dan khawatir
terhadap keteguhan dan semangat shahabat. Beliau sadar bahwa pasukan yang akan beliau
hadapi kekuatannya jauh lebih besar dari pada kekuatan pasukan yanng beliau pimpin. Oleh
karena itu, tidak heran jika ada sebagian shahabat yang merasa berat dengan keberangkatan
pasukan menuju Badar. Allah gambarkan kondisi mereka dalam firmanNya,
معي ُُّع ُُيَ يمع عب مععدعََُعن ْعمعذ ْيعَء يْبعِعَ ُُّعيييَُيَمَُ ُعيَ ًِْْ يَعِ هييم عُ ياَعََُْي
“Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal
sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya.” (Qs. Al Anfal:
5)
Sementara itu, para komandan pasukan Muhajirin, seperti Abu Bakr dan Umar bin Al
Khattab sama sekali tidak mengendor, dan lebih baik maju terus. Namun, ini belum dianggap
cukup oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau masih menginginkan bukti konkret
kesetiaan dari shahabat yang lain. Akhirnya, untuk menghilangkan kecemasan itu, beliau
berunding dengan para shahabat, meminta kepastian sikap mereka untuk menentukan dua
pilihan: (1) tetap melanjutkan perang apapun kondisinya, ataukah (2) kembali ke madinah.
Majulah Al Miqdad bin ‘Amr seraya berkata, “Wahai Rasulullah, majulah terus sesuai
apa yang diperintahkan Allah kepada anda. Kami akan bersama anda. Demi Allah, kami tidak
4. akan mengatakan sebagaimana perkataan Bani Israil kepada Musa: ‘Pergi saja kamu, wahai
Musa bersama Rab-mu (Allah) berperanglah kalian berdua, kami biar duduk menanti di sini saja.
[1]‘” Kemudian Al Miqdad melanjutkan: “Tetapi pegilah anda bersama Rab anda (Allah), lalu
berperanglah kalian berdua, dan kami akan ikut berperang bersama kalian berdua. Demi Dzat
Yang mengutusmu dengan kebenaran, andai anda pergi membawa kami ke dasar sumur yang
gelap, kamipun siap bertempur bersama engkau hingga engkau bisa mencapai tempat itu.”
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan komentar yang baik terhadap
perkataan Al Miqdad dan mendo’akan kebaikan untuknya. Selanjutnya, majulah Sa’ad bin
Muadz radhiyallahu ‘anhu, komandan pasukan kaum anshar.
Sa’ad mengatakan, “Kami telah beriman kepada Anda. Kami telah membenarkan Anda.
Andaikan Anda bersama kami terhalang lautan lalu Anda terjun ke dalam lautan itu, kami pun
akan terjun bersama Anda….” Sa’ad radhiyallahu ‘anhu juga mengatakan, “Boleh jadi Anda
khawatir, jangan-jangan kaum Anshar tidak mau menolong Anda kecuali di perkampungan
mereka (Madinah). Sesungguhnya aku berbicara dan memberi jawaban atas nama orang-orang
anshar. Maka dari itu, majulah seperti yang Anda kehendaki….”
Di Sudut Malam yang Menyentuh Jiwa…
Pada malam itu, malam jum’at 17 Ramadhan 2 H, Nabi Allah Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam lebih banyak mendirikan shalat di dekat pepohonan. Sementara Allah
menurunkan rasa kantuk kepada kaum muslimin sebagai penenang bagi mereka agar bisa
beristirahat. Sedangkan kaum musyrikin di pihak lain dalam keadaan cemas. Allah menurunkan
rasa takut kepada mereka. Adapun Beliau senantiasa memanjatkan do’a kepada Allah. Memohon
pertolongan dan bantuan dari-Nya. Di antara do’a yang dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berulang-ulang adalah,
“…Ya Allah, jika Engkau berkehendak (orang kafir menang), Engkau tidak akan disembah. Ya
Allah, jika pasukan yang kecil ini Engkau binasakan pada hari ini, Engkau tidak akan
disembah…..”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulang-ulang do’a ini sampai selendang beliau
tarjatuh karena lamanya berdo’a, kemudian datanglah Abu Bakar As Shiddiq radhiyallahu ‘anhu
memakaikan selendang beliau yang terjatuh sambil memeluk beliau… “Cukup-cukup, wahai
Rasulullah…”
Tentang kisah ini, diabadikan Allah dalam FirmanNya,
ُإَِعَعَ يياِعن يَّعِيُ ع عمَُ اعَيم يمع عب ي يَْدِ ُكيم َْ يَُت عُ يلْعيَُع ُآ لع ُْعِ َْ يَُتْعِ عقَُيََ ََُعَعذ ُِعي هَ يلَْاَب ييِ ييََُْوعَّ َْيعَعْل ُِعي هَ َْ يااعُعِ
) نعْييع ه َذ ُإََُييَ12) ع ُه هييأعِ َِعَََّْ عب عُ ع ُه يَيبْعََِ ُُعَ عُ َِعَََّْ عب عُ ع ُه ْيبْعُ ُإََهِعوي معيَعك يلْعْيََُ َ ِي عُ (13)
“Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku
bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman”. Kelak akan Aku
jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan
pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian itu adalah karena
5. sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang Allah dan
Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya.” (Qs. Al Anfal: 12-13)
Bukti kemukjizatan Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
Seusai beliau menyiapkan barisan pasukan shahabatnya, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam berjalan di tempat pertempuran dua pasukan. Kemudian beliau berisyarat, “Ini tempat
terbunuhnya fulan, itu tempat matinya fulan, sana tempat terbunuhnya fulan….”
Tidak satupun orang kafir yang beliau sebut namanya, kecuali meninggal tepat di tempat yang
diisyaratkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bara Peperangan Mulai Menyala
Yang pertama kali menyulut peperangan adalah Al Aswad Al Makhzumi, seorang yang
berperangai kasar dan akhlaknya buruk. Dia keluar dari barisan orang kafir sambil menantang.
Kedatangannya langsung disambut oleh Hamzah bin Abdul Muthallib radhiyallahu ‘anhu.
Setelah saling berhadapan, Hamzah radhiyallahu ‘anhu langsung menyabet pedangnya hingga
kaki Al Aswad Al Makhzumi putus. Setelah itu, Al Aswad merangkak ke kolam dan tercebur di
dalamnya. Kemudian Hamzah menyabetkan sekali lagi ketika dia berada di dalam kolam. Inilah
korban Badar pertama kali yang menyulut peperangan.
Selanjutnya, muncul tiga penunggang kuda handal dari kaum Musyrikin. Ketiganya
berasal dari satu keluarga. Syaibah bin Rabi’ah, Utbah bin Rabi’ah, dan anaknya Al Walid bin
Utbah. Kedatangan mereka ditanggapi 3 pemuda Anshar, yaitu Auf bin Harits, Mu’awwidz bin
Harits, dan Abdullah bin Rawahah. Namun, ketiga orang kafir tersebut menolak adu tanding
dengan tiga orang Anshar dan mereka meminta orang terpandang di kalangan Muhajirin.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Ali, Hamzah, dan Ubaidah bin
Harits untuk maju. Ubaidah berhadapan dengan Al Walid, Ali berhadapan dengan Syaibah, dan
Hamzah berhadapan dengan Utbah. Bagi Ali dan Hamzah, menghadapi musuhnya tidak ada
kesulitan. Lain halnya dengan Ubaidah. Masing-masing saling melancarkan serangan, hingga
masing-masing terluka. Kemudian lawan Ubaidah dibunuh oleh Ali radhiyallahu ‘anhu. Atas
peritiwa ini, Allah abadikan dalam firmanNya,
يا عب ييِ َْمعوع َُ يْيعمُوعَ يي ع عءُإيَ
“Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling
bertengkar mengenai Rabb mereka (Allah)…” (Qs. Al Hajj: 19)
Selanjutnya, bertemulah dua pasukan. Pertempuran-pun terjadi antara pembela Tauhid
dan pembela syirik. Mereka berperang karena perbedaan prinsip beragama, bukan karena rebutan
dunia. Sementara itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di tenda beliau, memberikan
komando terhadap pasukan. Abu Bakar dan Sa’ad bin Muadz radhiyallahu ‘anhuma bertugas
menjaga beliau. Tidak pernah putus, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa melantunkan
do’a dan memohon bantuan dan pertolongan kepada Allah. Terkadang beliau keluar tenda dan
mengatakan, “Pasukan (Quraisy) akan dikalahkan dan ditekuk mundur…”
6. Beliau juga senantiasa memberi motivasi kepada para shahabat untuk berjuang. Beliau
bersabda, “Demi Allah, tidaklah seseorang memerangi mereka pada hari ini, kemudian dia
terbunuh dengan sabar dan mengharap pahala serta terus maju dan pantang mundur, pasti Allah
akan memasukkannya ke dalam surga.”
Tiba-tiba berdirilah Umair bin Al Himam Al Anshari sambil membawa beberapa kurma
untuk dimakan, beliau bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah surga lebarnya selebar langit dan
bumi?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.” Kemudian Umair mengatakan:
“Bakh…Bakh… (ungkapan kaget). Wahai Rasulullah, antara diriku dan aku masuk surga adalah
ketika mereka membunuhku. Demi Allah, andaikan saya hidup harus makan kurma dulu,
sungguh ini adalah usia yang terlalu panjang. Kemudian beliau melemparkan kurmanya, dan
terjun ke medan perang sampai terbunuh.”
Dalam kesempatan yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil
segenggam pasir dan melemparkannya ke barisan musuh. Sehingga tidak ada satu pun orang
kafir kecuali matanya penuh dengan pasir. Mereka pun sibuk dengan matanya sendiri-sendiri,
sebagai tanda kemukjizatan Beliau atas kehendak Dzat Penguasa alam semesta.
Kuatnya Pengaruh Teman Dekat Dalam Hidup
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk membunuh Abul Bakhtari. Karena
ketika di Mekkah, dia sering melindungi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang memiliki
inisiatif untuk menggugurkan boikot pada Bani Hasyim. Suatu ketika Al Mujadzar bin Ziyad
bertemu dengannya di tengah pertempuran. Ketika, itu Abul Bakhtari bersama rekannya. Maka,
Al Mujadzar mengatakan, “Wahai Abul Bakhtari, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam melarang kami untuk membunuhmu.”
“Lalu bagaimana dengan temanku ini?”, tanya Abul Bakhtari
“Demi Allah, kami tidak akan membiarkan temanmu.” Jawab Al Mujadzar.
Akhirnya mereka berdua melancarkan serangan, sehingga dengan terpaksa Al Mujadzar
membunuh Abul Bakhtari.
Kemenangan Bagi Kaum Muslimin
Singkat cerita, pasukan musyrikin terkalahkan dan terpukul mundur. Pasukan kaum
muslimin berhasil membunuh dan menangkap beberapa orang di antara mereka. Ada tujuh puluh
orang kafir terbunuh dan tujuh puluh yang dijadikan tawanan. Di antara 70 yang terbunuh ada 24
pemimpin kaum Musyrikin Quraisy yang diseret dan dimasukkan ke dalam lubang-lubang di
Badar. Termasuk diantara 24 orang tersebut adalah Abu Jahal, Syaibah bin Rabi’ah, Utbah bin
Rabi’ah dan anaknya, Al Walid bin Utbah.
Demikianlah perang badar, pasukan kecil mampu mengalahkan pasukan yang lebih besar
dengan izin Allah. Allah berfirman,
7. ُِع يَي ْهوَ عَّعَ َ ُه عُ ي ُه ييُكيأي ًً عَُّيُعذ ًَّعبيِ ُْعاعاعن نَّعاُّياعب نَّعبيِ ُُيَ ُإعذ
“…Betapa banyak golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin
Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Qs. Al Baqarah: 249)
Mereka…
Mereka menang bukan karena kekuatan senjata, Mereka menang bukan karena kekuatan jumlah
personilnya, Mereka MENANG karena berperang dalam rangka menegakkan kalimat Allah dan
membela agamaNya…