Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang sistem pemidanaan berdasarkan restorative justice dalam hukum pidana Indonesia. Ia menjelaskan prinsip-prinsip dan mekanisme dari pendekatan restorative justice dalam menyelesaikan kasus pidana, serta perbedaannya dengan pendekatan retributif. Dokumen ini juga membahas tujuan dari pemidanaan menurut undang-undang pidana Indonesia.
6. PIDANA
• Nestapa/derita
• Yang dijatuhkan dengan sengaja oleh
negara (melalui pengadilan)
• Dikenakan pada seseorang
• Yang secara sah telah melanggar
hukum pidana
• Melalui proses peradilan pidana
7. PEMIDANAAN
Penjatuhan Pidana/sentencing :
• Upaya yang sah
• Yang dilandasi oleh hukum
• Untuk mengenakan nestapa penderitaan
• Pada seseorang yang melalui proses
peradilan pidana
• Terbukti secara sah dan meyakinkan
• Bersalah melakukan suatu tindak pidana.
8. Teori-Teori Pemidanaan/
Tujuan Pemidanaan menurut doktrin
TeoriAbsolut/Retributif/Pembalasan
(lex talionis):
• Hukuman adalah sesuatu yang harus
ada sebagai konsekwensi
dilakukannya kejahatan;
• Orang yang salah harus dihukum
(E. Kant, Hegel, Leo Polak).
9. Teori Relatif/Tujuan (utilitarian)
• Menjatuhkan hukuman untuk tujuan tertentu,
bukan hanya sekedar sebagai pembalasan:
• Hukuman pd umumnya bersifat menakutkan,
o.k.i, seyogyanya : Hukuman bersifat
memperbaiki/merehabilitasi orang yang
“sakit moral” harus diobati.
• Tekanan pada treatment/pembinaan.
• Rehabilitasi, individualisasi pemidanaan.
• Anti punishment, model medis.
10. Tujuan Pemidanaan :
Berdasarkan Pasal 54 R-KUHP tahun 2008:
• Prevensi umum, mencegah dilakukannya tindak
pidana dengan menegakkan norma hukum demi
pengayoman kepada masyarakat
• Rehabilitasi & Resosialisasi, memasyarakatkan
terpidana, dengan melakukan pembinaan sehingga
menjadi orang yang baik dan berguna.
• Supaya mereka bisa kembali ke masyarakat (
• LP = Lembaga Pemasyarakatan):
• ” Mereka bukan penjahat, hanya tersesat, masih
ada waktu untuk bertobat .. ”
11. Tujuan Pemidanaan
• Restorasi, menyelesaikan konflik, memulihkan
keseimbangan dan mendatangkan rasa damai.
• Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
• Pemidanaan tidak dimaksudkan utk menderitakan
dan merendahkanmartabat manusia.
• Sampai saat ini Hukum Pidana Indonesia belum
memiliki Sentencing Guidelines (pedoman yang
memuat tentang pemidanaan), tp sudah dirumuskan
dalam Pasal 55 R-KUHP 2008.
12. Jenis - Jenis
KUHP (UU No. 1/1946)
Pidana
R-KUHP (2008)
Bab II Buku I Pasal 10 Bab III Buku I Pasal 65
A. Hukuman/Pidana Pokok :
1. Hukuman mati (death
penalty/capital punisment)
2. Hukuman penjara
3. Hukuman kurungan
4. Hukuman denda
5. Hukuman tutupan
(khusus utk perbuatan yang
patut dihormati) UU No. 20/1946
B.Hukuman/Pidana Tambahan:
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2. Perampasan barang-barang
tertentu
3. Pengumuman putusan hakim
A. Pidana Pokok :
1.Pidana penjara
2.Pidana tutupan
3.Pidana pengawasan
4.Pidana denda
5.Pidana kerja sosial
B. Pidana Tambahan :
1.Pencabutan hak-hak tertentu
2.Perampasan barang-barang
tertentu dan/atau tagihan
3.Pengumuman putusan hakim
4. Pembayaran ganti kerugian
5. Pemenuhan kewajiban adat
setempat dan/atau kewajiban menurut
hukum yang hidup dalam masyarakat
15. Restorative justice
“…is a form of conflict resolution and seeks to make it clear to
the offender that the behaviour is not condoned (welcomed),
at the same time as being supportive and respectful of the
individual/s.”
(Morrison, 2002)
16. PRINSIP-PRINSIP
• Menjadikan pelaku tindak pidana bertanggung
jawab memperbaiki kerugian yang ditimbulkan
akibat kesalahannya
• Memberikan kesempatan kepada pelaku tindak
pidana membuktikan kapasitas dan kualitasnya
disamping mengatasi rasa bersalahnya secara
konstruktif
• Melibatkan korban, keluarga dan pihak-pihak
lain dalam hal penyelesaian masalahnya
• Menciptakan forum untuk bekerjasama dalam
menyelesaikan masalah
• Menetapkan hubungan langsung dan nyata
antara perbuatan yang dianggap salah atau
jahat dengan reaksi sosial yang formal
18. TUJUAN
“…To create a participatory process that
addresses wrongdoing while offering respect
to the parties involved…”
“…(This is achieved) by facilitating a drift
back to law-supportive identities from law-
neutralising ones.”
(Braithwaite, 1999)
19. MENGAPA PERLU Restorative Justice
• Pemidanaan membawa masalah
lanjutan bagi keluarga pelaku kejahatan
• Pemidanaan pelaku kejahatan tidak
melegakan/menyembuhkan korban
• Proses formal peradilan pidana terlalu
lama, mahal dan tidak pasti
• Pemasyarakatan, sebagai kelanjutan
pemidanaan, juga berpotensi tidak
menyumbang apa-apa bagi masa depan
narapidana dan tata hubungannya
dengan korban
21. Restorative justice, PERWUJUDAN
• Hadirnya kelembagaan baru
melengkapi lembaga yang sudah
ada
• Cara pandang, semangat, motivasi
yang tumbuh di kalangan
pelaksana peradilan
• Peraturan, regulasi atau manual
yang baru atau khusus
22. Sebagai proses peradilan pidana, restorative justice,
berpotensi terlihat sejak :
• Fenomena
kejahatan/penyimpang
an diketahui/teramati
– Sebagian dianggap tak
termaafkan, serius dan
berimplikasi besar
– Sebagian lain dianggap
layak memperoleh
diskresi dan sensitivitas
dalam perlakuan
– Oleh polisi dan jaksa
• Posisi & keberadaan
pihak-pihak terkait
dengan kejahatan/
penyimpangan tertentu
telah jelas
– Sebagian ada yang
mendapat ganjaran
– Sebagian lain tidak
mendapat perhatian
– Oleh pengadilan dan LP
23. Prinsip-Prinsip Implementasi Restorative
Justice dalam konteks LP
• Tidak menderogasi narapidana dalam
bentuk perlakuan tidak manusiawi/sub-
standar
• Mendukung narapidana menjadi orang
yang patuh hukum saat kembali ke
masyarakat
• Menempatkan masa pembinaan sebagai
ajang menyetarakan kembali hubungan
narapidana dan korban
24. Retributive Justice
• Retributive Justice :
Pemidanaan untuk tujuan pembalasan
• Restorative Justice :
Keadilan yang merestorasi pelaku harus
mengembalikan kepada kondisi semula;
Keadilan yang bukan saja menjatuhkan sanksi
yang seimbang bagi pelaku namun juga
memperhatikan keadilan bagi korban.
25. RESTORATIF JUSTICE MODEL RETRIBUTIF JUSTICE MODEL
Kejahatan dirumuskan sebagai pelanggaran seseorang
terhadap orang lain, dan diakui sebagai konflik.
Kejahatan dirumuskan sebagai pelanggaran terhadap
Negara, hakekat konflik dari kejahatan dikaburkan dan
ditekan.
Titik perhatian pada pemecahan masalah
pertanggungjawaban dan kewajiban pada masa depan.
Perhatian diarahkan pada penentuan kesalahan pada masa
lalu (sesuatu yang sudah terjadi)
sifat normative dibangun atas dasar dialog negosiasi. Hubungan Para pihak bersifat perlawanan, melalui proses
yang teratur dan bersifat normative.
Restitusi sebagai sarana perbaikan para pihak,
rekonsiliasi dan restorasi sebagai tujuan utam.
Penerapan penderitaan untuk penjeraan dan pencegahan
keadilan dirumuskan sebagai hibungan hak, dinilai atas
dasar hasil.
Keadilan dirumuskan dengan kesengajaan dan dengan
proses.
Sasaran perhatian pada perbaikan kerugian social Kerugian social yang satu digantikan oleh yang lain
masyarakat merupakan fasilitator didalam proses
restorative.
Masyarakat berada pada garis samping dan ditampilkan
secara abstrak oleh Negara
Peran korban dan pelaku tindak pidana diakui, baik
dalam masalah maupun penyelesaian hak-hak dan
kebutuhan korban. Pelaku tindak pidana didorong untuk
bertanggungjawab.
Aksi diarahkan dari Negara pada pelaku tindak pidana,
korban harus pasif
Pertanggungjawaban sipelaku dirumuskan sebagai
dampak pemahaman terhadap perbuatan dan untuk
membantu memutuskan yang terbaik.
Pertanggungjawaban sipelaku tindak pidana dirumuskan
dalam rangka pemidanaan.
Tindak pidana dipahami dalam konteks menyeluruh,
moral, social dan ekonomis
Tindak pidana dirumuskan dalam terminology hukum yang
bersifat teoritis dan murni tanpa dimensi moral, social dan
ekonomi.
stigma dapat dihapus melalui tindakan restoratif Stigma kejahatan tak dapat dihilangkan