"Melompati Ramtoto: Keterampilan dan Kebahagiaan Anak-anak"
MEDIA ALTERNATIF DARI LIMBAH KULIT PISANG KEPOK
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan ilmu mikrobiologi sangat berkembang luas pada berbagai
bidang ilmu pengetahuan, misalnya kesehatan, pertanian, industri, lingkungan
hidup, bidang pangan, bahkan bidang antariksa (Waluyo, 2009). Mikrobiologi
adalah ilmu pengetahuan mengenai organisme hidup yang berukuran mikroskopis
dikenal dengan mikroorganisme atau jasad renik yang hanya dapat dilihat dengan
mikroskop (Pelczar, 2007).
Dalam bidang mikrobiologi, dibutuhkan teknik khusus untuk mempelajari
mikroorganisme, dan untuk menumbuhkan dan mempelajari sifat-sifat
mikroorganisme diperlukan suatu media sebagai tempat pertumbuhan
mikroorganisme. Media tersebut dapat berbentuk cair, padat, dan semi padat,
tergantung mikroorganisme yang akan ditumbuhkan (Anisah dan Rahayu, 2015)
Media pertumbuhan harus memenuhi persyaratan nutrisi yang dibutuhkan
oleh mikroorganisme (Atlas, 2004). Nutrisi yang dibutuhkan mikroorganisme
untuk pertumbuhannya meliputi karbon, nitrogen, unsur non logam seperti sulfur
dan fosfor, unsur logam seperti Ca, Zn, Na, K, Cu, Mn, Mg, dan Fe, Vitamin, Air,
dan Energi (Cappucino, 2014).
Sumber nutrisi yang hampir sama dengan media pertumbuhan
mikroorganisme sangat banyak dan belum di manfaatkan. Salah satunya adalah
limbah kulit pisang kepok. Limbah kulit pisang kapok tersebut memilki nutrisi
yang cukup sama dengan media untuk pertumbuhan bakteri. Kandungan gizi yang
terdapat pada kulit pisang kapok cukup banyak, yaitu, seperti karbohidrat, lemak,
protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C, dan air (Basse, 2000).
Peneliti terdahulu berhasil menemukan media alternatif untuk
pertumbuhan mikroorganisme dari bahan-bahan yang mudah ditemukan di alam.
Seperti yang dilakukan oleh arulananthan (2012) yang menggunakan beberapa biji
dari suku leguminoseae yaitu kacang tunggak, kacang hijau, kavang kedelai
hitam, dan kedelai untuk pertumbuhan berbagai macam bakteri seperti
Escherichia coli, Bacillus sp, Staphylococcus sp, Klebsiella sp, dan Pseudomonas
1
2. 2
sp. Selain bakteri, bahan-bahan tersebut juga dapat digunakan sebagai
pertumbuhan jamur (Ravimannam, 2014).
Media pertumbuhan bakteri juga dapat dibuat dari buah dan sayuran.
Menurut Deivanayaki (2012) yang melakukan penelitian tentang media
pertumbuhan bakteri dari sayur-sayuran seperti wortel, tomat, kubis, dan labu.
Beberapa buah juga digunakan untuk media pertumbuhan bakteri, seperti buah
avokad (Famurewa, 2008) dan buah bit (Al-Azzauy, 2011). Selain biji-bijian,
sayuran, dan buah, media pertumbuhan bakteri juga dapat dibuat dari berbagai
jenia umbi-umbian yang kaya akan karbohidrat, seperti singkong (Kwoseh, 2012),
kentang (Martyniuk, 2011), umbi palmirah dan sagu (Tharmila, 2011).
Pada saat ini banyak bahan-bahan yang berasal dari alam masih belum
digunakan dan dimanfaatkan. Harga media instant yang relatif mahal, serta
sumber daya alam yang mudah di dapat dan tidak memerlukan biaya yang mahal,
membuat peneliti ingin meneliti, serta untuk memberikan alternatif media
pertumbuhan mikroorganisme dari bahan-bahan yang berasal dari alam dan tidak
digunakan lagi (limbah) seperti kulit pisang kepok. Kandungan gizi yang cukup
sama dengan media pertumbuhan bakteri sehingga memungkinkan untuk
digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka peneliti ingin mengetahui berapakah
hitung angka kuman pada media alternatif kulit pisang kepok untuk pertumbuhan
bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Menghitung angka kuman bakteri Pseudomonas aeruginosa dan
Staphylococcus aureus pada media alternatif dari limbah kulit pisang kepok.
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk menghitung angka kuman bakteri Pseudomonas aeruginosa dan
Staphylococcus aureus yang tumbuh di media alternatif limbah kulit pisang dan
media pembanding yaitu Nutrient Agar (NA)
3. 3
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Penulis
Menambah wawasan dan memperdalam pengetahuan tentang media
alternatif untuk pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa dan
Staphylococcus aureus dan menerapkan ilmu yang di dapat.
1.4.2 Bagi Akademis
Memberikan informasi dan memperkaya hasil penelitian perpustakaan
Akademi Analis Kesahatan Yayasan Fajar Pekanbaru khususnya dalam bidang
Mikrobiologi.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Diharapkan dari hasil penelitian, masyarakat bisa memanfaatkan limbah
kulit pisang kepok untuk media alternatif pertumbuhan bakteri Pseudomonas
aeruginosa dan Staphylococcus aureus.
1.5 Keaslian Penelitian
Peneliti Judul referensi Hasil referensi Persamaan Perbedaan
Anisah dan
rahayu (2015)
Nurul aina
(2015)
Media alternatif
untuk
pertumbuhan
bakteri
menggunakan
sumber
karbohidrat yang
berbeda
Media alternatif
pertumbuhan
jamur
menggunakan
sumber
karbohidrat yang
berbeda
Media dari umbi
ganyong, umbi
gembili, dan umbi
garut dapat menjadi
media alternatif
untuk pertumbuhan
bakteri gram negatif
dan gram positif dan
media yang paling
baik adalah media
umbi gembili
Media dari umbi
ganyong, umbi
gembili, dan umbi
garut dapat menjadi
media alternatif
untuk pertumbuhan
jamur dan media
yang paling baik
adalah media umbi
ganyong
Menggunakan
bahan
karbohidrat yang
sama
Menggunakan
bahan
karbohidrat
yang sama
Jenis
Mikroorganisme
yang ditanam
dan diamati
adalah bakteri
Jenis
Mikroorganisme
yang ditanam
dan diamati
adalah jamur
4. 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Media Nutrient Agar (NA)
Nutrient Agar (NA) merupakan suatu medium yang berbentuk padat, yang
merupakan perpaduan antara bahan alamiah dan senyawa-senyawa kimia. NA
dibuat dari campuran ekstrak daging dan peptone dengan menggunakan agar
sebagai pemadat. Agar digunakan sebagai pemadat, karena sifatnya yang mudah
membeku dan mengandung karbohidrat yang berupa galaktam sehingga
tidak mudah diuraikan oleh mikroorganisme. Ekstrak beef dan pepton digunakan
sebagai bahan dasar karena merupakan sumber protein, nitrogen, vitamin serta
karbohidrat yang sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk tumbuh dan
berkembang (Amelia et al, 2005).
NA dibuat dengan komposisi agar – agar yang sudah dipadatkan sehingga
NA juga bisa disebut dengan nutrient padat yang digunakan untuk menumbuhkan
bakteri. Fungsi agar – agar hanya sebagai pengental namun bukan zat makanan
pada bakteri, agar dapat mudah menjadi padat pada suhu tertentu. Medium
Nutrient Agar adalah salah satu medium padat yang memiliki komposisi yaitu
agar – agar yang telah di panaskan dan mencair dengan suhu 950C
(Dwidjoseputro, 1994).
2.2 Pseudomonas aeruginosa
2.2.1 Klasifikasi
Pseudomonas aeruginosa termasuk dalam famili Pseudomonadaceae.
Pseudomonadaceae dan beberapa genus lain bersama beberapa organisme
tertentu, dikenal sebagai pseudomonad. Beberapa dari bakteri-bakteri ini pada
awalnya termasuk genus Pseudomonas tetapi kemudian dipindahkan ke genus
atau famili lain karena jauhnya jarak filogenetik mereka dari genus Pseudomonas.
Klasifikasi Pseudomonas aeruginosa menurut Bergey’s(1994) sebagai berikut:
4
5. 5
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Proteobacteria
Ordo : Pseudomonadales
Family : Pseudomonadaceae
Genus : Pseudomonas
Spesies : Pseudomonas aeruginosa
2.2.2 Morfologi
Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri gram negaif berbentuk batang
lurus, berukuran sekitar 0,5 x 2 um. Dapat ditemukan satu-satu, berpasangan, dan
kadang-kadang membentuk rantai pendek, tidak mempunyai selubung, serta
mempunyai flagel monotrika sehingga selalu bergerak.
Gambar 2.1 Pseudomonas aeruginosa (Data Primer)
Pseudomonas aeruginosa menghasilkan satu atau lebih pigmen, yang
dihasilkan dari asam amino aromatic seperti tirosin dan fenilanin. Beberapa
pigmen tersebut antara lain :
- Piosinain, pigmen berwarna biru, dihasilkan strain piosianogenik
- Pioverdin, pigmen berwarna kuning
- Piorubin, pigmen berwarna merah, dan
- Piomelanin, pigmen berwarna coklat
2.3 Staphylococcus aureus
2.3.1 Klasifikasi
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat,
berdiameter 0,7-1,2 um, tersusun seperti buah anggur, fakultatif anaerob tidak
memiliki spora dan tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 oC,
6. 6
tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 oC) (Novick,
2000). Menurut Rosenbach (1884) klasifikasi Staphyloccus aureus yaitu :
Kingdom : Bacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacilli
Ordo : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus
2.3.2 Morfologi
Staphylococcus aureus adalah bakteri berbentuk bulat, bersifat gram
positif, biasanya tersusun dalam rangkaian tidak beraturan seperti buah anggur.
Beberapa diantaranya tergolong flora normal pada kulit dan selaput mukosa
manusia, menyebabkan penanahan, abses, berbagai infeksi piogen dan bahkan
septikimia yang fatal. Staphyloccus aureus mengandung polisakarida dan protein
yang berfungsi sebagai antigen dan merupakan subtansi penting didalam struktur
dinding sel, tidak membentuk spora, dan tidak membentuk flagel (Jawetz, 2005).
Gambar 2.2 Staphylococcus aureus (Data Primer)
Koloni pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan,
berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90% isolate klinik
menghasilkan Staphylococcus aureus yang mempunyai kapsul polisakarida atau
selaput tipis yang berperan dalam virulensi bakteri. Berbagai derajat hemolysis
disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan kadang-kadang oleh spesies
Stafilococcus lainnya (Jawetz, 2008).
7. 7
2.4 Pisang (Musa Paradisiaca)
Menurut sejarah pisang berasal dari asia tenggara kemudian di sebarkan
oleh para penyebar agama islam ke afrika barat, amerika selatan dan amerika
tengah. Selanjutnya pisang menyebar ke seluruh dunia, Negara-negara penghasil
pisang yang terkenal diantaranya Brazil, Fhilipina, Panama, Honduras, India,
Aquador, Thailand, Meksiko, Venezuela, dan Hawai. Indonesia merupakan
Negara penghasil pisang nomor empat di dunia (Satuhu dan Supriadi, 2000)
2.3 Gambar Pisang Kepok (Data Primer)
Adapun klasifikasi pisang (Musa Paradisiaca) menurut Tjitrosoepomo (2001) :
Kingdom : Plantae
Phylum : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Family : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa Paradisiaca
2.5 Kulit Pisang kepok
Bagian dari pisang yang selama ini masih jarang di manfaatkan adalah
kulit pisang melalui pengolahan yang sederhana, kulit pisang dapat diolah menjadi
bahan baku minuman anggur (wine) (Anonim, 2008), kulit pisang juga dapat di
manfaatkan untuk pembuatan nata (Lina Susanti, 2006), dan pati limbah kulit
pisang dapat juga digunakan sebagai bahan substituent tepung terigu dalam
pembuatan mie (Leyla Novuagustin, 2008).
Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup
banyak jumlahnya. Pada umumnya kulit pisang belum di manfaakan secara nyata,
8. 8
hanya dibuang sebagai limbah organik saja atau digunakan sebagai makanan
ternak seperti kambing, sapi, dan kerbau. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak
akan memiliki nilai jual yang meguntungkan apabila bisa dimanfaatkan sebagai
bahan baku makanan (Susanti, 2006).
Limbah kulit pisang masih belum mendapatkan penanganan yang cukup
karena pada limbah pisang masih mengandung pati, protein, dan serat yang cukup
tinggi. Masalah yang sering dihadapi pada industri kimia adalah pemanfaatan
bahan-bahan tidak berguna yang murah menjadi bahan bahan yang lebih berguna
dan bernilai tinggi.
Gambar 2.4 Kulit pisang kepok (Data Primer)
Keberadaan limbah kulit pisang banyak di jumpai dilingkungan sekitar
sehingga dapat mencemari lingkungan. Dengan demikian pemanfaatan limbah
kulit pisang kepok masih kurang maksimal.
2.6 Kandungan Gizi Dalam Kulit Pisang Kepok
Umumnya masyarakat hanya memakan buahnya saja dan membuang kulit
pisang begitu saja. Buah pisang banyak mengandung karbohidrat baik isinya
maupun kulitnya. Kandungan gizi didalam kulit pisang salah satunya adalah
karbohidrat 18,50%, air 68,90 % dan kandungan vitamin (Gunawan, 2013).
Pisang mempunyai kandungan khrom yang berfungsi dalam 8etabolism
karbohidrat dan lipid. Khrom bersama dengan insulin memudahkan masuknya
glukosa ke dalam sel-sel. Kekurangan khrom dalam tubuh dapat menyebabkan
gangguan toleransi glukosa. Umumnya masyarakat hanya memakan buahnya saja
dan membuang kulit pisang begitu saja. Di dalam kulit pisang ternyata memiliki
kandungan vitamin C, B, kalsium, protein, dan juga lemak yang cukup. Hasil
analisis kimia menunjukkan bahwa komposisi kulit pisang banyak mengandung
9. 9
air yaitu 68,90 % dan karbohidrat sebesar 18,50 %. Komposisi zat gizi kulit
pisang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.1. Komposisi zat gizi kulit pisang kepok
No Zat gizi Kadar
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Air (g)
Karbohidrat (g)
Lemak (g)
Protein (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Zat besi (mg)
Vitamin b (mg)
Vitamin c (mg)
68,90
18,50
2,11
0,32
715
117
1, 60
0,12
17,50
Sumber: Balai penelitian dan pengembangan industri,jatim, Surabaya (1982)
Karbohidrat yang dikandung oleh kulit pisang kepok adalah amilum.
Amilum atau pati ialah jenis polisakarida karbohidrat (karbohidrat kompleks).
Amilum (pati) tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak
berbau. Amilum merupakan sumber energi utama bagi orang dewasa di seluruh
penduduk dunia, terutama di Negara berkembang oleh karena itu dikonsumsi
sebagai bahan makanan pokok. Disamping bahan pangan kaya akan amilum juga
mengandung protein, vitamin, serat, dan beberapa zat gizi penting lainnya (Johari
dan Rahmawati, 2006).
10. 10
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah experimental laboratory yakni
melihat pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus
menggunakan limbah kulit pisang kepok.
3.2 Tempat Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Akademi Analis Kesehatan
Yayasan Fajar Pekanbaru
3.3 Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Desember 2016 sampai
dengan Februari 2017.
3.4 Populasi Dan Sampel
3.4.1 Populasi
Penelitian ini menggunakan limbah kulit pisang kepok berada di Jalan
Pemuda, Kecamatan Payung Sekaki, Pekanbaru.
3.4.2 Sampel
Sampel yang dipakai pada penelitian ini menggunakan limbah kulit pisang
kepok yang dipakai untuk pembuatan pisang cryspi di jalan pemuda, Kecamatan
Paying Sekaki, Pekanbaru.
3.5 Teknik Sampling
Teknik sampling pada penelitian ini yaitu system random sampling dengan
mengambil sampel dibeberapa tempat yang berbeda secara acak, sebanyak tempat
yang telah disurvei.
10
11. 11
3.6 Alat Dan Bahan
3.6.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada uji ini adalah Cawan Petri, erlemeyer, hot
plate, spatula, timbangan analitik, colony counter, autoklaf, ose, rak tabung,
aluminium foil, spritus, incubator, kompor gas, blender, dan pisau.
3.6.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada uji ini adalah Kulit Pisang kepok,
Agar-agar, Gula, Media Nutrient Agar(NA), MC Forland, Aquades, strein bakteri
Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus.
3.7 Cara Kerja
3.7.1 Pembuatan Media Dari Sari Kulit Pisang Kepok
Siapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan. Potong kecil-kecil
dan cuci sampai bersih kulit pisang, timbang sebanyak 100 g, agar-agar 3,5 g, dan
gula 10 g. Kemudian kulit pisang di blender dengan aquades sebanyak 1000 ml
hingga halus, lalu saring dan ambil sarinya. Campur sari kulit pisang dengan gula
dan agar-agar kemudian dipanaskan, setelah panas Masukkan kedalam erlemeyer
dan tutup dengan aluminium foil. Sterilkan media dalam autoklaf pada suhu
1210C selama 15 menit. Tuang kedalam cawan petri
3.7.2 Penanaman Bakteri
Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan, kemudian bakar ose sampai
merah membara, ambil koloni dengan ose dari sampel, lalu ose digoreskan secara
ziq-zaq pada permukaan media, kemudian inkubasi pada suhu 370C selama 48
jam.
3.7.3 Penanaman Pada Media Nutrient Agar (Na)
Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan, kemudian bakar ose sampai
merah membara, ambil koloni bakteri dari sampel, lalu ose di goreskan secara ziq-
zaq pada permukaan media, kemudian inkubasi pada suhu 370C selama 48 jam.
3.7.4 Hitung Jumlah Koloni
3.7.4.1 Pengenceran
Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan, kemudian masukkan 1 ml
suspensi dan 90 ml NaCL fisiologis ke dalam tabung reaksi (pengenceran 101),
12. 12
setelah itu siapkan 5 buah tabung reaksi, kemudian isi masing-masing tabung
denga NaCL fisiologis sebanyak 9 ml, masukkan sampel yang sudah dicampurkan
dengan NaCL tadi sebanyak 1 ml ke dalam tabung 1 (10-2) homogenkan,
masukkan 1 ml dari tabung 1 ke dalam tabung 2 (10-3) homogenkan, masukkan 1
ml dari tabung 2 kedalam tabung 3 (10-4) homogenkan, masukkan 1 ml dari
tabung 3 kedalam tabung 4 (10-5), homogenkan.
3.7.5.2 Penuangan Media Nutrient Agar (NA)
Siapkan alat dan bahan yang alan digunakan, kemudian ambil 1 ml
pengenceran sampel masukkan kedalam Petridis yang sudah diberi tanda No
sampel, kemudian tuangi Nutrient Agar dengan suhu 45 oC-50 oC sebanyak 20 ml,
diamkan sampai agar-agarnya membeku, inkubasi 37 oC selama 2 x 24 jam, posisi
agar-agar diatas.
3.8 Analisa Data
Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah tabel yang
menunjukan pertumbuhan koloni Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus
aureus pada media limbah kulit pisang kepok dan media Nutrient Agar (NA).
13. 13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan penelitian menggunakan limbah kulit pisang kepok sebagai
media alternatif untuk pertumbuhan bakteri P. aeruginosa dan S. aureus, didapat
hasil sebagai berikut :
Tabel 4.1 Rata-rata Hitung Angka Kuman bakteri S. aureus pada media
Nutrient Agar dan Media Limbah Kulit Pisang Kepok.
Perlakuan Rata-rata (cfu)
NA 742.066
100 gram 29.438
200 gram 430.459
300 gram 507.813
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa rata-rata koloni tertinggi
pada perlakuan menggunakan media limbah kulit pisang kepok terhadap hitung
angka kuman koloni S. aureus terdapat pada perlakuan 300 gram yaitu
507.813/cfu, sedangkan rata-rata koloni terendah S. aureus terdapat pada
perlakuan 100 gram yaitu 29.438/cfu. Sedangkan rata-rata koloni S. aureus pada
media Nutrient Agar (NA) yaitu 742.066/cfu.
Tabel 4.2 Rata-rata Hitung Angka Kuman bakteri P. aeruginosa pada media
Nutrient Agar dan Media Limbah Kulit Pisang Kepok
Perlakuan/ pengulangan Rata-rata (cfu)
NA 954.936
100 gram 8.332
200 gram 36.189
300 gram 852.843
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa rata-rata koloni tertinggi
pada perlakuan menggunakan media limbah kulit pisang kepok terhadap hitung
angka kuman P. aeruginosa terdapat pada perlakuan 300 gram yaitu 852.843/cfu,
sedangkan rata-rata koloni terendah P. aeruginosa terdapat pada perlakuan 100
13
14. 14
gram yaitu 8.332/cfu. Sedangkan rata-rata koloni P. aeruginosa pada media
Nutrient Agar (NA) yaitu 954.936/cfu.
4.2 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Limbah kulit pisang kepok
sebagai media alternatif untuk pertumbuhan bakteri P. aeruginosa dan S. aureus
dengan perlakuan yang sama dengan Media Nutrient Agar. Penanaman pada
media Limbah Kulit Pisang Kepok dengan perlakuan 100, 200 dan 300 gram
dengan pengulangan sebanyak tiga kali dengan pengenceran 101, 102, 103, 104 dan
105 untuk melihat populasi pertumbuhan koloni P. aeruginosa dan S. aureus .
Hasil dari pertumbuhan koloni dimedia Nutrient Agar dan Limbah Kulit
Pisang Kepok berbeda, pada media Nutrient Agar koloni yang tumbuh lebih besar
dan jelas. Sedangkan pada media Limbah Kulit Pisang Kepok koloni kecil dan
halus. Hal tersebut dipengaruhi oleh nutrisi yang terdapat pada media Nutrient
Agar dan Media Limbah Kulit Pisang Kepok berbeda.
Pertumbuhan koloni P. aeruginosa dan S. aureus pada media Nutrient
Agar lebih besar dan lebih mudah diamati, hal itu dikarenakan media Nutrient
Agar merupakan media yang sudah teruji untuk pertumbuhan bakteri, sehingga
proses pertumbuhan bakteri lebih optimal. Sedangkan pertumbuhan koloni P.
aeruginosa dan S. aureus pada media Limbah Kulit Pisang Kepok tidak begitu
optimal dikarenakan pada media kulit pisang masih memiliki senyawa yang
kompleks.
Manurut Ganjar, (2006) menyatakan bahwa kandungan yang kompleks
dalam media dapat menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk menguraikan komponen-komponen sederhana
yang dapat diserap sel dan digunakan untuk sintesis sel dan energi.
Dalam kondisi nutrisi yang baik waktu yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan bakteri relatif cepat, sebaliknya jika nutrisi yang dibutuhkan
tidak melimpah,sel-sel harus menyesuaikan dengan lingkungan dan
pembentukan enzim-enzim untuk mengurai substrat membutuhkan waktu
yang lebih lama (Madigan, 2011), dari hasil penelitian yang dilakukan,
pertumbuhan bakteri P. aeruginosa dan S. aureus pada media alternatif dari
15. 15
limbah kulit pisang kepok memerlukan waktu inkubasi yang lebih lama untuk
dapat melihat pertumbuhan koloni dengan jelas jika dibandingkan dengan media
nutrient agar.
Berdasarkan hasil hitung angka kuman koloni P. aeruginosa dan S.
aureus pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2, menunjukkan pertumbuhan koloni
pseudomonas aureginosa pada media limbah kulit pisang kepok pada perlakuan
100, 200 dan 300 gram rata-rata koloni tertinggi pada perlakuan 300 gram yaitu
852.843/cfu, sedangkan pertumbuhan rata-rata terkecil P. aureginosa terdapat
pada perlakuan 100 gram yaitu 8.332/cfu, sedangkan rata-rata koloni S. aureus
tertinggi terdapat pada perlakuan 300 gram yaitu 507.813/cfu dan rata-rata
terendah terdapat pada perlakuan 100 gram pada yaitu 29.438/cfu.
Berdasarkan hasil diatas, pertumbuhan S. aureus dengan perlakuan 300
gram dengan rata-rata koloni yaitu 852.843/cfu menjadi rata-rata tertinggi
pertumbuhan koloni pada media limbah kulit pisang kepok. Jadi, pertumbuhan P.
aureginosa pada media limbah kulit pisang kepok dibawah pertumbuhan S.
aureus
16. 16
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan, menggunakan media Limbah Kulit
Pisang Kepok dapat disimpulkan dan diketahui rata-rata hitung angka kuman
bakteri P. aureginosa pada media kulit pisang kepok pada perlakuan 100 gram
yaitu 8.332/cfu, pada perlakuan 200 gram yaitu 36.189/cfu dan pada perlakuan
300 gram yaitu 852.843/cfu, sedangkan rata-rata bakteri S. aureus pada media
kulit pisang kepok pada perlakuan 100 gram yaitu 29.438/cfu, pada perlakuan 200
gram yaitu 430.459/cfu, dan pada perlakuan 300 gram 507.813/cfu. Rata-rata
hitung angka kuman bakteri P. aureginosa pada media pembanding (NA) yaitu
954.936/cfu, sedangka rata-rata bakteri S. aureus pada media pembanding (NA)
yaitu 742.066/cfu.
5.2 Saran
Demi pengembangan ilmu pengetahuan diharapkan untuk melakukan
penelitian tentang karakteristik pertumbuhan bakteri P. aureginosa dan S. aureus
pada media limbah kulit pisang kepok dan melakukan uji yang lebih lengkap,
seperti menumbuhkan di media RBK dan melakukan pewarnaan gram.
16