SlideShare a Scribd company logo
1 of 33
PARADIGMA MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PARADIGMA MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM:
(ANTARA IDEALITA DAN REALITA)
A. Pendahuluan
Masalah pendidikan Islam ditinjau dari berbagai aspeknya di Indonesia masih terus
dikaji, diteliti, dan sebagian hasil-hasilnya ada yang bisa dilaksanakan, dan banyak
pula yang masih tersimpan dalam loci, tidak tersosialisasikan dan mengendap di ruang
arsip yang sunyi dan sepi. Padahal biaya untuk kegiatan tersebut sangat besar, jika
dibandingkan dengan kebutuhan impor beras menjelang awal tahun 2007 ini, tetapi
pemanfaatannya tidak maksimal, untuk tidak disebut mubadzir.
Reformasi pendidikan dewasa ini yang dilaksanakan, seperti laporan Tim Depdiknas(
2001) menggunakan pendekatan, yaitu : 1) Berangsur-angsur sesuai kesiapan sumber
daya dan perangkat aturan;2) Partisipatori reformasi pendidikan dijalankan dengan
meningkatkan peran/keterlibatan pihak terkait pendidikan;3) Komprehensif reformasi
dilaksanakan dengan meliputi semua aspek pendidikan mencakup aturan, organisasi,
kurikulum, evaluasi, guru-guru, stakeholder, juga keuangan untuk semua jenis dan
jenjang pendidikan. 1
Masalah pengolahaan pendidikan Islam yang kini difokuskan adalah membuat
terobosan dan mengujicobakan hasil berbagai kajian dan penelitian sambil
menemukan alternative solusi dan paradigma dalam meningkatkan mutu kelembagaan
dan SDM. Lembaga-lembaga pendidikan Islam dari tingkat dasar hingga perguruan
tinggi, sudah lama melaksanakan manajemen secara persiap dan konvensional, masih
banyak aspek yang perlu dikajiuntuk memenuhi apa yang disebut TQM (Total Quality
Management).2 Sedangkan peningkatan mutu SDM sebagai pengelola lembaga
pendidikan Islam pun sudah banyak dilaksanakan baik melalui jenjang pendidikan,
pelatihan, dan kegiatan-kegiatan lain yang cukup besar menghabiskan biaya dengan
harapan agar dapat mendongkrak kinerja yang lebih bersinergi dalam melaksanakan
tugas-tugasnya.
1. Syarifuddin,M.Pd Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, Jakarta:Ciputat Press
2005, h.8.
2. James W.Cortada, Total Quality Management: Terapan dalam Manajemen Sstem
Informasi, Terj.Eko Suwardi, Yogyakarta: Penerbit Andi, 1996,h.10
Banyak pilihan sebenarnya terhadap manajemen pendidikan Islam saat ini yang telah
dilaksanakan. Di lingkungan Madrasah saja, baik Manajemen Mutu Terpadu (MMT),
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), Manajemen Berbasis
Madrasah (MBM), atau manajemen perubahan madrasah menuju kearah
pemberdayaan personil dan potensi madrasah untuk mencapai keunggulan kompertitif
dan keunggulan komfaratif antara satu madrasah dengan madrasah lain telah lama
dilaksanakan. Tetapi hasilnya masih terus dipantau, dikaji, dan diteliti kembali.
B. Manajemen Pendidikan Islam
Manajemen merupakan terjemahan secara langsung dari kata manajemen yang berarti
pengelolaan, ketatalaksanaan, atau tata pimpinan.3 Management berakar dari kata
kerja to manage yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, atau mengelola. 4
Pengertian yang sama dengan pengertian dan hakikat manajemen adalah al-tadbir
(pengaturan). Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur) yang dapat
kita temukan dalam al-Qur’an Q.S. 32:5 dan Q.S 10:31. 5
James H Donnelu, mendefinisikan : Manajemen adalah sebuah proses yang dilakukan
oleh suatu orang/lebih untuk mengatur kegiatan-kegiatan melalui orang lain sebagai
upaya untuk mencapai tujuan. 6 Kadarman mendefinisikan manajemen adalah suatu
rentetan langkah yang terpadu yang mengembangkan suatu organisasi sebagai suatu
system yang bersifat sosial ekonomi-teknik. Sementara Sondang P.Siagian menyatakan
bahwa manajemen adalah kemampuan/keterampilan untuk memperoleh suatu hasil
dalam rangka mencapai tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain. 7
3. Ramayulis. Ilmu pendidikan islam. Jakarta:Kalam Mulia 2004.h. 235
4. John M Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris,Jakarta:Gramedia.1993.h.362.
5. Firmannya:”Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik-
Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut
perhitungannmu.”(Q.S.As-Sajadah 32:05).” Katakanlah: Siapakah yang memberi
Rezeki kepadamu dari langit dan bumi siapakah yang yang kuasa (menciptakan)
pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang
mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala
urusan?” maka mereka akan menjawab:Allah”. Maka Katakanlah”Mengapa kamu
tidak bertaqwa kepada-Nya?” (Q.S Yunus 31) kedua ayat ini terdapat kata Yudabbiru
al-amra yang berarti mengatur urusan. Ahmad al-Syawi menafsirkan bahwa Allah
adalah pengatur alam(manager) karena manusia yang iciptakann-Nya telah dijadikan
sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan
sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini.
6. James H Donelly, Fundamentals of Management, Texas:Business Publication,
1984,h,99
7. A.M. kadarman dan Yusuf Udaya, Pengantar Ilmu Management, buku panduan
mahasiswa.Jakarta:Gramedia,1996,h.10
George R.Terry (1973) dalam bukunya The Principles of Management mengemukakan
habwa manajemen merupakan “sebuah kegiatan”, pelaksanaannya disebut managing
dan orang yang melakukannya disbut manager. Individu yang menjadi manajer
bertugas menangani tugas-tugas baru yang seluruhnya bersifat managerial yang
penting diantaranya ialah menghentikan kecendrungan untuk melaksanakan segala
sesuatunya seorang diri saja. 8
Manajemen mencakup kegiatan untuk mencapai tujuan, dengan fungsi dasar dan
proses manajemennya adalah planning, organizing, actuating dan controlling.
Semuanya dilakukan oleh individu-individu yang menyumbangkan upayanya yang
terbaik melalui tindakan-tindakan manajemen yang telah ditetapkan sebelumnya. 9
Jika menilik arti manajemen sebagaimana diuraikan diatas, maka manajemen dapat
kita lihat sebagai sebuah proses pemanfaatan semua sumber daya melalui orang lain
dan bekerjasama dengannya. Proses itu dimaksudkan untuk mencapai tujuan bersama
secara efektif, efisiens, dan produktif. Sedangkan, Pendidikan Islam merupakan proses
trans-internalisasi nilai-nilai islman kepada peserta didik sebagai bekal untuk mencapai
kebahagiaan dan kesejahtraan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, manajemen
dalam pendidikan islam dapat di definisikan sebagai proses pemanfaatan semua
sumber daya yang dimiliki (umat Islam, lembaga pendidikan/lainnya) baik perangkat
keras maupun lunak, pemanfaatan tersebut melalui kerjasama dengan orang lain
secara efektif, efisien, dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahtraan,
baik di dunia mauun di akhirat.
Sistem manajemen dalam pendidikan Islam merupakan proses yang koordinatif,
sistematik, dan integratif. Proses itu dimulai dari perencanaan. Pengorganisasian,
penggerakan, sampai pada pengawasan yang semuanya selalu didasari oleh nilai-nilai
Islam agar system tersebut dapat sekaligus mempunyai nilai-nilai yang material dan
sprituil.
1. Prinsip dan Aspek Manajemen Pendidikan Islami
Prinsip manajemen pendidikan islam baik secara implicit maupun eksplisit dapat
ditemukan dalam sebuah hadits, dimana hadists tersebut menekankan betapa besarnya
tanggung jawab seorang pemimpin. Kepemimpinan merupakan inti dalam
8. Syarifudin,M.Pd, Pengelolaan Madrasah (Pendekatan Teoritis dan Praktis).
Bandung: PSPM 2005,h.6
9 Ibid., h.7.
Sebuah manajemen organisasi. Karena itu secara secara implicit hadits Rasulullah
SAW., 10 tersebut juga berkaitan dengan masalah manajemen pendidikan. Sebab,
lembaga pendidikan Islam tidak akan dapat berjalan tanpa adanya kepemimpinan
yang mencerminkan manager.
Selanjutnya apa saja prinsip-prinsip manajemen Islami itu? Dalam kitab Fi Ijtamiyyab
al-Tarbiyah, karya Munir al-Husry Sarhan, disebutkan bahwa prinsip manajemen
Islami itu diantaranya ; (1) Ikhlas; (2) Kejujuran; (3) Amanah; (4) Adil; (5) Tanggung
Jawab; (6) Dinamis; (7) Praktis; dan (8) Fleksibel. 11Sementara Dr. Sanusi Uwes
menambahkan ada beberapa karakter kepemimpinan Islam yang mengantarkan
kepada kesuksesan kepemimpinan Rasulullah SAW., yakni (1) kejujuran, (2) keadilan,
(3) kelembutan hati, (4) kecerdasan, (5) keberanian, dan (6) sabar. 12
Dengan prinsip-prinsip tersebut, system manajemen pendidikan Islam ini akan mampu
memberikan konstribusinya pada peningkatan kinerja kelembagaan maupun
manajemen yang maslahat dunia-akherat. Arahan yang positif tersebut dimaksudkan
agar system manajemen Islami dewasa ini setahap demi setahap dapat menggeser dari
paradigma manajemen yang bersifat material (berat sebelah) berubah menjadi system
manajemen Islami yang benar-benar integrative-holistik. 13
Dalam aplikasinya, peranan manajemen sangat ditentukan oleh fungsi-fungsi
manajemen, dimana fungsi-fungsi inilah yang sesungguhnya menjadi inti dari
manajemen itu sendiri sebagai proses yang harus dilaksanakan oleh semua pihak yang
terlibat dalam sebuah organisasi . Fungsi-fungsi ini pula nantinya yang aan
menentukan berhasil dan tidaknya kinerja manajemen. Berikut uraian fungsi-fungsi
10 Sesungguhnya Abdullah Ibn Umar berkata : Saya mendengar Rasulullah bersabda;
Setiap dari kalian adalah pemimpin. Setiap dari kalian akan diminati
pertanggungjawaban tentang orang yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin dan dia
dimintai pertanggunjawaban tentang orang-orang yang dipimpinnya. Seorang laki-laki
(suami) adalah pemimpin dalam keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban
tentang orang-orang yang dipimpinnya. Seorang perempuan (istri) adalah pemimpin
dalam rumah tangga suaminya dan dia dimintai pertanggungjawaban tentang orang-
orang yang dipimpinnya. Seorang pelayan (pembantu) adalah pemimpin dalam harta
milik tuannya dan dia dimintai pertanggungjawaban tentang barang-barang
diurusinya (H.R Bukhari)
11 Munir al-Hursy Sarhan, Fi Ijtimaiyyah al-Tarbiyah, Kairo: Maktabah al-Anglo al-
Mishriyyah. 1978.h.69-71
12 Sanusi Uwes, Visi dan pondasi pendidikan (dalam perspektif Islam), Jakarta Logos,
2003h.182-193
13 Ibid., h.71
14 Walter m.McMahon, Sistem Informasi Manajemen Berbasis Efisien (Buku serial
Dasar-Dasar Perencanaan Pendidikan terbitan UNESCO), Jakara Logos, 2004 h,xv
Manajemen, yaitu: (1) Perencanaan (Palning); (2) Pengorganisasian (Organizing); (3)
Pengerakan (actuating) dan (4) Pengawasan (controlling)
Secara garis besar aspek manajemen pendidikan Islam adalah manajemen yang
mengacu pada aspek ; (1) institusi (lembaga), (2) structural (3) personalia (4) informasi,
(5) teknik, dan (6) lingkungan/masyarakatnya. 15
2. Manajemen Model Pembelajaran Efektif dan Unggulan
Model pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan Islami yang selama ini berjalan
dan menghasilkan SDM, lulusannya belum menunjukkan tingkat produktivitas yang
memenuhi selera tuntutan pasar. Kini mulai banyak diterapkan berbagai manajemen
pemebelajaran yang berorientasi efektif dan unggulan setelah diketahui perlunya usaha
perbaikan dan penyempurnaan manajerial kelembagaan dan peningkatan mutu
pengelola suatu pendidikan.
Pembelajaran efektif dan unggulan merupakan satu konsep yang memiliki cakupan
yang luas, dan digunakan dalam banyak hal, sebagaimana dikemukakan para pakar
manajemen pendidikan, Smith SM., bahwa pembelajaran merupakan suatu hasil,
fungsi, dan proses. Bila pembelajaran itu digunakan sebagai suatu proses. Maka suatu
percobaan dilakukan untuk menerapkan apa yang terjadi bila suatu pengalaman
belajar berlangsung. Untuk itu tidaklah salah bila pembelajaran ini diartikan sebagai
proses interaksi edukatif antara dua pihak (peserta didik dan pendidik) guna
perubahan, pembentukan dan pengendalian perilaku agar mencapai lulusan yang
marketable.
Karena itu pembelajaran diartikan sebagai suatu proses pendidikan yang dapat
memberikan hasil jika orang-orang berinteraksi dengan informasi (materi, kegiatan,
pengalaman). Untuk itu makna pembelajaran adalah : 1) Upaya mengorganisasikan
lingkungan belajar yang kondusif;2) mempersiapkan peserta didik untuk menjadi
warga masyarakat yang baik; dan 3) Suatu proses membantu menghadapi kehidupan
masyarakat sehari-hari.16 Maka ini menjelaskan bahwa seseorang akan menjadi warga
masyarakat yang baik nila ia dapat menyumbangkan dirinya bagi kehidupan yang baik
melalui proses, hasil dan fungsi pembelajaran.
15.Made Pidarta, Management Pendidikan di Indonesia, Jakrta; Bina Akasara,
1983.h.23;baca pula bahasan’Aspek Manajemen Pendidikan Islam “ ini dalam
Ramayulis, Op.Cit., h. 241-246.
16.Umedi, Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah, Jakarta: Direktorat
Pendidikan Menengah umum, Depdikbud,199,h.5
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan suatu model pembelajaran yang
dapat melibatkan siswa secara aktif, terutama unsur dinamisnya yang ada pada diri
guru agar dapat memotivasi membelajarkan siswa serta kondisi guru siap
memberdayakan (empowering) siswa. Model pembelajaran ini intinya merupakan pola
yang sudah direncanakan sedemikian rupa oleh tim ad hoc dan dijadikan pedoman
pelaksanaan pengajaran serta evaluasi belajar di kelas yang merupakan
pengejawantahan dari penyusunan kurikulum, pengaturan materi serta pemberian
petunjuk untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam pengajaran.
Dalam memilih model pembelajaran yang efektif dan unggulan, perlu dipertimbangkan
relevensi dan dukungannya terhadap pencapaian tujuan pengajaran. Perlu disadari
pula bahwa banyak model pembelajaran dan banyak pula gaya belajar dengan tujuan
berbeda-beda. Dalam prosesnya hendaknya ada inovasi model pembelajaran yang
utama dengan dukungan model lain, agar siswa menjadi aktif dan kreatif, serta
produkstif dalam belajar dengan melibatkan siswa dalam kegiatan proses belajar
mengajar. Salah satunya adalah dengan memilih model manajemen yang tepat sasaran.
Model manajemen yang ditawarkan para ahli ini diantaranya:
a. Model Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective)
Model manajemen ini merupakan aktivitas memadukan sumber-sumber pendidikan
menjadi satu kesatuan berdasarkan sasaran/tujuan-tujuan yang ingin dicapai, mulai
dari tujuan nasional hingga beberapa sasaran sesuai dengan sifat dan jenjang lembaga
pendidikan yang bersangkutan.
Menurut Giegold, Manajemen berdasarkan sasaran ini, prioritas utamanya
merumuskan tujuan lembaga pendidikan, kemudian dijabarkan menjadi sub fungsi,
kemudian menjadi unit kerja dan setiap unit kerja dijabarkan menjadi tugas-tugas
individu.17 Dari contoh tersebut nampak model ini lebih mengutamakan rumusan
tujuan secara teoritis yang kurang dapat dipraktikkan karena membatasi kreativitas
guru disekolah.
b. Manajemen Berdasarkan Struktur (Manajement by Structures)
Menurut Dale, model manajemen ini lebih bersifat mekanistis dalam mengatur
organisasi. Model manajemen ini mengatur pola organisasi dan memperjelas apa yang
harus dikerjakan oleh setiap personalia organisasi dan mengatur hubungan antara
pekerja kemudian digabung di bawah satu ketua.
17 William, C,Giegold, Manajemen by Objective, New York: McGraw Hill Book
Company, 1988,h.2
Jhonson menyatakan: Manajemen berdasarkan struktur ini lebih menekankan pada
pengaturan hubungan beberapa pekerjaan yang sama menjadi unit-unit kerja yang
secara hierarkis dalam organisasi pendidikan, tetapi tidak menyentuh proses
pendidikan. 18 Contoh model manajemen ini lebih bersifat sentralistik, mekanistik dan
tidak komprehensif.
c. Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management)
MBS merupakan kependekan dari Manajemen Berbasis Sekolah, yaitu model
pendekatan baru yang emudian berkembang dengan manajemen peningkatan mutu
pendidikan berbasis sekolah atau dalam nuansa yang lebih bersifat pengembangan
(devolepment) disebut”School Based Quakity Improvement”.
Model manajemen ini, merupakan alternatif dalam pengolahan pendidikan yang lebih
menekankan kepada kemandirian dan kreativitas sekolah. Konsepnya diperkenalkan
melalui teori”Effective School”oleh Edmon pada tahun 1979, sasrannya lebih
memfokuskan pada perbaikan proses pendidikan. Keunggulannya antara lain: (1)
Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (2) sekolah mempunyai misi dan target
mutu yang ingin dicapai, (3) sekolah mempunyai kepemimpinan yang kuat, (4) adanya
harapan yang tinggi dari personil sekolah (kepala sekolah, guru dan staf lainnya
termasuk siswa) untuk berprestasi, (5) adanya pengembangan staf sekolah yang terus
menerus sesuai dengan tuntutan IPTEK, (6) adanya pelaksanaan evaluasi yang terus
menerus terhadap berbagai aspek akademik dan administrasi dan pemanfaatan hasil
untuk penyempurnaan/perbaikan mutu dan (7) adanya komunikasi dan dukungan
intensif dari orang tua murid/masyarakat. 19
Pengembangan konsep manajemen ini didesain untuk meningkatkan kemampuan
sekolah dan masyarakat dalam mengelola perubahan pendidikan secara menyeluruh
mencakup kebijakan, strategi perencanaan, pengembangan isi kurikulum hasil inisiatif
sendiri berdasarkan ketentuan pemerintah dan otoritas pendidikan. Proses pendidikan
ini menuntut adanya perubahan sikap tingkah laku seluruh komponen sekolah, mulai
dari kepala sekolah, guru-guru dan tenaga kependidikan lainnya,
18 Ricard A.Hahson,et.al. The Theory and Management of System. Tird Edition,
Tokyo: Mc Graw, 1983,h.3.
19 Umedi, Op.Cit,h.5.
termasuk orang tua dan masyarakat. 20
Ada empat hal yang terkait dalam peningkatan mutu pendidikan, yaitu: (1) Perhatian
harus ditekankan kepada proses dengan terus menerus mengumandangkan
peningkatan mutu, (2) kualitas mutu harus ditentukan oleh penguasa jasa sekolah, (3)
prestasi harus diperoleh melalui pemahaman visi dan misi sekolah bukan dengan
pemaksaan aturan, dan (4) sekolah harus menghasilkan sekolah yang memiliki ilmu
pengetahuan, keterampilan, sikap arif bijaksana, karakter dan memiliki kematangan
semisional.21
Berbagai tuntutan seperti di atas, manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan
alternative paling tepat karena telah diuji oleh Edwar E. Lawler dan kawan-kawan.
Hasilnya, ternyata telah membawa dampak positif dalam peningkatan proses belajar.
Dalam berbagai informasi manajemen berbasis sekolah telah dicoba dibeberapa
Negara, antara lain Selandia Baru dan Chili.
d. Manajemen Berbasis Sekolah Madrasah (Madrasah Based Management)
MBM (Manajemen Berbasis Madrasah) merupakan strategi untuk mewujudkan
madrasah yang efektif dan produktif. MBM merupakan paradigma baru manajemen
pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada madrasah, dan pelibatan
masayarakat dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi ini diberikan
agar madrasah leluasa mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan
mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap
kebutuhan setempat. Dalam rangka peningkatan efisiensi mutu dan pemerataan
pendidikan. 22 Penekanan aspek-aspek tersebut sifatnya situasional dan kondisional
sesuai dengan masalah yang dihadapi dan politik yang dianut pemerintah.
MBM merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan yang memberikan otonomi
kepada madrasah untuk mengatur kehidupan sesuai dengan potensi, tuntutan, dan
kebutuhannya. Otonomi dalam manajemen merupakan potensi bagi madrasah untuk
meningkatkan kinerja para tenaga kependidikan, menawarkan partisipasi langsung
kelompok-kelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman
20 Djam Satari, Quality Asuusrance dalam Desentralisasi Pendidikan,
bandung:Universitas Pendidikan Indonesia,2000,h.1
21 Umedi, Loc.Cit.,h.6
22 E Mulyana, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung: Risdakarya, 2003,h.19-
38
Masyarakat terhadap pendidikan. Dengan penerapan MBM, madrasah memiliki “ful
authority and responsibility” dalam menetapkan program-program pendidikan dan
berbagai kebijakan sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan. 23
Untuk mewujudkannya, madrasah dituntut untuk menetapkan berbagai program dan
kegiatan, menentukan prioritas, mengendalikan pemberdayaan berbagai potensi
madrasah dan lingkungan sekitar, serta mempertanggungjawabkannya kepada
masyarakat dan pemerintah. Semua kebijakan dan program madrasah ditetapkan oleh
komite madrasah dan Dewan Pendidikan. Badan ini merupakan lembaga yang
ditetapkan berdasarkan musyawarah dari pejabat daerah setempat, komisi pendidikan
pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DRPD), pejabat pendidikan daerah, kepala
madrasah, kepala pendidikan, perwakilan orang tua peserta didik, dan tokoh
masyarakat.
Dalam rangka inilah tumbuh kesadaran akan pentingnya manajemen berbasis
madrasah, yang memberikan kewenangan penuh kepada madrasah dan guru dalam
mengatur pendidikan dan pengajaran, merencanakan, mengorganisasi, mengawasi,
mempertanggung jawabkan, mengatur serta memimpin sumber-sumber daya insani
serta barang-barang untuk membantu pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan
tujuan madrasah.
Manajemen berbasis madrasah ini perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan minat
peserta didik, guru-guru serta kebutuhan masyarakat setempat. 24 Untuk itu, dalam
perakteknya perlu dipahami fungsi-fungsi pokok manajemennya agar menjadi suatu
proses yang berkesinambungan.
3. Operasionalisasi Manajemen Pendidikan Islami pada Institusi
Ditemukan lima pendekatan yang strategis tentang manajemen pengembangan
madrasah, slaah satunya menurut M. Syarifudin, yaitu: 1) pendekatan berdasarkan
struktur; 2) pendekatan berdasarkan proses; 3) pendekatan berdasarkan fungsi; 4)
Pendekatan berdasarkan. pembagian kerja,
23 Nanang Fatah, Manajemen Berbasis Sekolah, strategi pemberdayaan sekolah dalam
rangka peningkatan mutu dan kemandirinan, Bandung, 2000,h.19.
24 Sepanjang sejarah perkembangannya, para pakar manajemen mengemukakan
fungsi manajemen itu menurut rangkaian dan urutannya yang berbeda-beda.
Perbedaan tersebut disebabkan antara lain keragaman latar belakang professional
pakar, perbedaan situasi yang dihadapi, variasi pendekatan yang digunakan dalam
menerapkan fungsi manajemen serta berkembangnya tuntutan dan kebutuhan, ilmu
pengetahuan, dan teknologi yang harus dipertimbangkan dalam penyelenggaraan
manajemen.
dan 5) Pendekatan berdasarkan gaya kepemimpinan (manajerial). 25 Dari kelima
pendekatan itu, baik MBM, MBS, MBO, MIS maupun manajemen convensional telah
banyak diberlakukan, namun hasilnya masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Sekedar untuk bahan makalah seminar yang disajikan saat ini kiranya informasi
uraian di bawah ini sudah sangat memadai.
1). Pendekatan Berdasarkan Struktur: Pendekatan ini pada hakekatnya menyoroti
organisasi-organisasi yang mewadahi suatu system, termasuk di dalamnya organisasi
pendidikan. Dengan menganut prinsip dasar rasionalis dan pentingnya orientasi
efisiensi dalam menjalankan roda organisasi. Dengan kata lain system dalam suatu
organisasi seyoyanya memperhatikan efektivitas, produktifitas, dan rasionalitas.
2) Pendekatan Berdasarkan Proses: Dalam pelaksanaannya, manajemen berdasarkan
proses pada umumnya mempunyai sepuluh langkah yaitu :
- Penentuan tujuan dan sasran yang ingin dicapai
- Perumusan dan penentuan strategi yang hendak ditempuh
- Penjabaran strategi menjadi rencana kerja
- Penjabaran rencana kerja menjadi program kerja
- Kegiatan pengorganisasian
- Kegiatan penggerakan tenaga pelaksanaan
- Pelaksanaan kegiatan operasional
- Pelaksanaan pwngawasan
- Kegiatan penelitian
- Penciptaan dan penggunaan system umpan balik
3) Pendekatan berdasarkan fungsi: Telah disepakati oleh para ahli bahwa mengukur
efisiensi dan efektivitas kerja sulit alat ukurnya, untuk itu ukuran utama dalam
pendekatan fungsi ini adalah “kepuasan” (clientele groups) dengan tingginya mutu
sebagai criteria utamanya. Dalam manajemen sistem pendidikan fungsi “pemberian
jasa” itu tetap didasarkan atas fungsi pengaturan. Artinya pihak-pihak yang terlibat
yaitu pemerintah, masyarakat, dan keluarga terlibat dalam dua fungsi sekaligus, yaitu
pelayanan dan pengaturan. Jika pemerintah karena kewenangannya terlibat dalam
fungsi penyelenggaraan, salah satu dasar pertimbangannya adalah volume pekerjaan.
Sebab pada dasarnya fungsi utama pemerintah adalah pengatur, sedangkan
masyarakat dan keluarga membantu tanggung jawab pemerintah terhadap
pengamalan fungsi tadi.
25 Syarifudin, M.Pd, Op.Cit.,h.45-58
4) Pendekatan Berdasarkan Pembagian Kerja: Pembagian kerja dalam manajemen
dapat dilakukan berdasarkan paling sedikit ada tiga criteria, yaitu pembagian kerja
berdasarkan fungsi, pembagian kerja berdasarkan spesialisasi dan pembagian kerja
berdasarkan wilayah kerja.
5) Pendekatan Berdasarkan Gaya Kepemimpinan (Manajerial): Penggabungan antara
pemahaman teoritis dan empiris, telah memberikan keyakinan yang semakin
mendalam dikalangan para ahli dan praktisi tentang betapa pentingnya peranan
kepemimpinan dalam seluruh proses manajemen dalam rangka pencapaian tujuan dan
berbagai perannya, jika bobot kepemimpinan sedemikian besar dalam upaya
pencapaian tujuan, maka mutu kepemimpinan mutlak perlu ditingkatkan, terutama
diarahkan pada peningkatan kemampuan para pejabatnya.
Dengan demikian, dari kelima pendekatan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa
manajemen pendidikan islam dan implementasinya bagi lembaga-lembaga pendidikan
Islam kiranya sudah dapat perlu dievaluasi hasilnya, baik menyangkut kelembagaan,
sumber daya manusianya, maupun prospeknya di masa yang akan dating.
C. Analisa
Ilmu manajemen telah berkembang sebagai fenomena kehidupan moder menyertai
kehadiran berbagai organisasi di masyarakat. Di dalamnya dimaksudkan untuk
pengelolaan kegiatan pendidikan dalam memenuhi kebutuhan masa depan hidupnya
secara bersama. Perilaku bekerjasama sebagai suatu yang bersifat fitrah didasarkan
pada prinsip tauhid, klalifah, dan amanah.26
Sopyan Syafri Harahap mengemukakan bahwa manajemen Islam diartikan sebagai
suatu ilmu manajemen yang berisi struktur teori yang menyeluruh dan konsisten serta
dapat dipertahankan dari segi empirisnya yang didasari pada jiwa dan prinsip-prinsip
Islam. Dengan kata lain, manajemen islami merupakan penerapan berbagai prinsip
Islami dalam mengelola organisasi ( madrasah, sekolah, pesantren, dan lembaga-
lembaga pendidikan Islam) untuk kebaikan dan kemajuan umat manusia. 26
26. Syarifudin M.Pd.,Op.Cit.,h.185
27. Syarifudin M.Pd.,Op.Cit.,h.100
1. Perencanaan Pendidikan Islami
Dalam rangka melakukan pekerjaan, seorang muslim hendaklah membuat
perencanaan. Pada hakikatnya pikiran agama dibangun atas dasar perencanaan masa
depan. Dengan membuat perencanaan pendidikan yang bermanfaat bagi hidupnya dan
membuat metode pendidikan dan pengajaran yang tepat, dapat mengantarkan dirinya
kepada tujuan, yaitu Allah dan mendapat balasan dari pada-Nya. 28
Merencanakan suatu kegiatan pendidikan merupakan tindakan awal sebagai
pengakuan bahwa suatu pekerjaan tidak semata-mata ditentukan sendiri
keberhasilannya, namun banyak factor lain yang harus dipersiapkan untuk
mendukungnya. Dalam al-Qur’an.
Al-Faruqi, menjelaskan bahwa masa depat umat Islam sebagai khalifah bertanggung
jawab akan kemammuran alam ada dua, yaitu: 1) meraih masa depan yang dekat yaitu
kebahagiaan hidup di dunia dan sekaligus. Dan 2) Meraih kebahagiaan hidup yang
jauh di akhirat. 29 Di sini jelas dalam perencanaan itu harus berdimensi ganda yaitu
hasil di dunia dan hasil di akhirat.
Dalam proses perencanaan ada keputusan bersama, maka perlu dipersiapkan segala
sumber daya manusia dan material untuk melaksanakan rencana bersama di dalam
segala bidang kehidupan. 30 Dalam konsep perencanaan, sesungguhnya terkandung di
dalamnya sifat tawakkal sebagai refleksi dari kekuatan dan keyakinan tauhid kepada
Allah. Menurut Qardhawi melaksanakan kegiatan dengan sebaik-baiknya, kemudian
harus diiringi tawakal sebagai proses perencanaan dan pelaksanaan yang baik menuju
keridhaan Allah.
Dalam realitanya, lembaga-lembaga pendidikan yang notabene berlabel Islam masih
tampak kurang memiliki perencanaan yang matang, sebagaimana perencanaan
madrasah memanfaatkan manajemen berbasis keislaman, kemdernan dan
Keindonesiaan, baik MBM, MBS, atau MBO.
28 Taufik Rahman, Moralitas Pemimpin dalam Perspektif al-Qur’an, Bandung:
Pustaka Satia. 1999,h.19
29 Q.S . Al-Baqarah, 2:201
30 Dalam al-Qur’an diungkapkan kisah nabi Yusuf yang membuat rencana makro
berjangka panjang tentang persiapan atau perencanaan pangan, sebagaimana
dijelaskan Allah dalam surat Yusuf ayat 47-49: Yusuf berkata: Supaya kamu bertanam
tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa, maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu
biarkan dan bulirkan kecuali sedikit untuk kamu makan kemudian sesudah itu akan
dating tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk
menghadapinya (tahun sulit) kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan.
Kemudian akan dating tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup), dan
di masa itu mereka memeras anggur (Q.S, Yusuf, 12:47-49). Kisah ini ini menjadi
pelajaran bagi setiap muslim, betapa pentingnya merencanakan tindakan untuk
mengantisipasi keperluan masa depan.
Di sini perlu kajian dan penelitian pendidikan yang mengarah pada peningkatan mutu
perencanaan MBM yang signifikan dengan tujuan pemberdayaan lembaga dan SDM
yang berkualitas dan unggulan, perencanaan yang operasional tersebut nantinya bisa
diaplikasikan pada tataran pelaksanaan yang terukur.
Secara empirik, bisa diilustrasikan perencanaan yang baik dalam pembelajaran di
lembaga-lembaga pendidikan berlabel islam, adalah perencanaan pembelajaran yang
dibuat langsung oleh guru untuk pembelajarannya, mereka membuat keputusan
berkaitan dengan apa isi pelajaran atau cakupannya, berapa lama waktu yang
digunakan dalam pengajaran, penilaian apa yang akan digunakan dan bagaimana
pengajaran tersebut akan dinilai. 31
Dalam perspektif ini, sebagai manajer guru membuat rencana pengajaran,
mengarahkan anak untuk belajar, memimpin anak-anak, memotitivasi dan
memanfaatkan sumberdaya dalam pembelajaran, serta mengawasi proses dan menilai
hasil pembelajaran. Secara operasional bisa dicontohkan dengan pembuatan
perencanaan operasional mengajar bagi setiap guru, seperti :
- Menjabarkan Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP/silabi) menjadi Analisis
Mata Pelajaran (AMP)
- Menghitung hari kerja efektif untuk setiap mata pelajaran, memperhitungkan hari
libur, hari untuk ulangan dan hari kerja yang tidak efektif
- Menyusun program tahunan (prota)
- Menyusun program semester/catur wulan
- Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP). Dalam kegiatan ini guru menyusun
rencana secara rinci mencakup pokok bahasan, sub pokok bahasan, dan tes formatif
yang dilakukan untuk mengetahui pencapaian tujuan pengajaran
- Rencaa pengajaran. Dalam kegiatan ini guru membuat rincian pelajaran. Harus ada
catatan kemajuan siswa setelah mengikuti pelajaran tertentu, untuk menjadi dasar
pelaksanaan ERP (evaluasi rancangan program) berikutnya.32
Kegiatan perencanaan kurikulum ini sejak dari AMP sampai RP sangat penting bagi
kegiatan selajutnya, maka peran kepala sekolah/madrasah dan pesantren sangat
penting dalam membimbing, mengarahkan dan membantu para guru yang mengalami
kesulitan dalam meyelesaikan kegiatan ini. Untuk memudahkan kelangsungan kegiatan
ini, dapat dilakukan kegiatan bersama dalam mata pelajaran sejenis melalui
musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
31 Mukhtar, dkk., Sekolah Berprestasi, Jakarta: Nimas Multima, 2003,h,52
32 Syarufudin, M.Pd., Loc,Cit., h. 240-244
2. Pengorganisasian Pendidikan Islam
Pengorganisasian pendidikan Islam merupakan segala sumber daya untuk
mengoptimalkan kemampuan masing-masing pribadi hingga terwujud kerjasama
dalam mencapai tujuan pendidikan Islami melalui peleaksanaan rencana.
Dalam kehidupan organisasi pendidikan Islam yang di dalamnya berisikan kumpulan
sejumlah orang, adanya pembagian bidang pekerjaan. Pembagian bidang pekerjaan
menciptakan adanya pemimpin dan anggota di mana dengan otoritas dan
keteladanannya mempengaruhi para anggota untuk bekerja secara sukarela dan
bersama-sama mencapai tujuan
Menurut Rahman, al-amanat diberikan kepada orang-irang yang berhak yaitu orang-
orang yang memiliki kompetensi intelektual dan manajerial dalam sebuah organisasi.
Sebab profesionalisme sangat dihargai dalam Islam. Allah berfirman dalam surat Al-
Isra ayat 84 yang artinya: Katakanlah: Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya
masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. 33
Adapun dalam konteks pengorganisasian, dapat kita contohkan salah satu aspek yang
pokok, yakni manajemen kurikulum. Manajemen kurikulum adalah suatu proses
mengarahkan agar proses pembelajaran berjalan dengan baik sebagai tolak ukur
pencapaian tujuan pengajaran oleh pelajar. Lebih lanjut dijelaskan bahwa, rangkaian
proses manajemen kurikulum di lembaga pendidikan, mencakup: bidang perencanaan,
pengorganisasian dan koordinasi, pelaksanaan, dan evaluasi/pengawasan. Aktivitas
manajemen kurikulum/pengajaran ini adalah kolaborasi kepala sekolah, dengan wakil
kepala sekolah bersama-sam guru melakukan kegiatan manajerial dimaksud agar
perencanaan berlangsung dan mencapai hasil yang baik.
Sebagai contoh, Pada tahap Pengorganisasian dan koordinasi ini kepala sekolah
mengatur pembagian tugas mengajar, penyusunan jadwal pelajaran dan kegiatan
ekstra kurikuler dengan rangkaian kegiatan sebagai berikut:
1. Pembagian tugas mengajar dan tugas lain secara merata sesuai keahlian dan minat
guru. Hal itu dapat meningkatkan motivasi kerja, puas, aman dan mendukung
kenaikan pangkat.
2. Penyusunan jadual pelajaran diupayakan agar guru mengajar maksimal 5 hari
dalam satu minggu, sehingga ada waktu pertemuan untuk MGMP atau istirahat.
33 Q.S. Al-Isra, 17 : 84
3. Penyusunan jadwal kegiatan perbaikan dan penganyaan bagi siswa yang belum
tuntas penugasan terhadap bahan ajar. 34
Kegiatan yang perlu untuk mendukung kegiatan kurikuler dan kegiatan lain yang
mengarah pembentuk keimanan dan ketaqwaan, kepribadian, kepemimpinan dan
keterampilan tertentu. Kegiatan penyusunan ini dimaksudkan untuk penyegaran
informasi pengetahuan guru tentang IPTEK dan metode, atau model pembelajaran bau
dalam pemanfaatan hari libur sekolah/madrasah dan pesantern
3. Tahap Pengendalian/Pengawasan
Proses pengawasan merupakan cara terakhir yang ditempuh dalam kegiatan
manajerial, setelah perencanaan, pengorganisasian dan penggerakan. Pengawasan atau
controlling merupakan proses pengamatan atau memonitor kegiatan organisasi untuk
menjamin agar semua pekerjaan berjalan sesuai rencana untuk mencapai tujuan.
Pengawasan pendidikan Islam menjadi sangat strategis sekali apabila setiap orang
dalam organissi harus menyadari pentingnya pengawasan agar tidak terjadi
penyimpangan. Namun perlu digaris bawahi bahwa nilai-nilai Islam mengajarkan
secara mendasar menganai pengawasan tertinggi atas perbuatan dan usaha manusia
baik secara individu maupun secara organisatoris adalah Allah SWT. Pengawasan dari
Allah SWT., adalah terletak pada sifat Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha
Melihat. Allah telah menegaskannya dalam al-Qur’an. 35
4. Kepemimpinan Pendidikan Islam
Kerangka dasar memahami konsep dasar an berbagai teori kepemimpinan. Istilah
kepemimpinan dalam bahasa Inggris disebut “leadership”. 36 Dalam konteks khalifah,
al-Maragi menggantikan sebagai pelaksana wewenang Allah dalam meralisasikan
berbagai perintah-Nya dalam kehidupan sesama manusia. Adapun Imam, adalah orang
yang memimpin ( berarti menjalankan kepemimpinan -
34 Syarifuddin,M.Pd., 0p.Cit.,h. 242-243
35 Dalam Q.S.An-Nisa’ 4: 135 yang artinya: Maka janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran dan jika kamu memutarbalikan kata-
kata atau enggan menjadi saksi sesungguhnya Allah maha Mengetahui segala apa yang
kamu kerjakan.
36 Menurut Rahman, sebutan untuk kepemimpinan dalam khazanah Islam yaitu:
Kahalifah, Imam dan Wali. Di samping Khalifah, iman dan wai sebutan untuk
pemimpin atau kepemimpinan dalam prakteknya juga dikenal, amir dan sultan yang
artinya menunjukkan pemimpin Negara. Karena itu ada fungsi ketatanegaraan yang
disebut Walikota dan walinegeri. Lihat Taufiq Rahman, Op.Cit., h.21.
Nya) bagi suatu kaum atau umat yang berada di jalan yang lurus. 37 Berkaitan dengan
wali, diartikan sebagai pelindung, karena para pemimpin, idealnya berfungsi sebagai
pengayom, pembimbing anggota/umatnya dari kesesatan dan kemelaratan. 38
Berkaitan dengan sifat-sifat pemimpin yang teruji, dapat dicontoh dari sifat Rasullah
SAWdalam memimpin umatnya. Allah berfirman: Maka disebabkan rahmat dari
Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap
keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekat, maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakal. 38
Dalam rangka menggerakkan orang lain untuk mau bekerja atau mengikuti secara
sukarela, maka para pemimpin atau manajer harus memiliki satu hal yang paling
penting yaitu adanya keteladanan atau charisma. Bersikap lemah lembut. Bersifat
pemaaf, rendah hati dan suka bermusyawarah dalam segala urusan untuk mengambil
putusan adalah rangkaian sifat pemimpin dalam hubungan dengan para bawahan dan
menggerakkan mereka sehingga mau melakukan pekerjaannya. Dengan kata lain,
keteladanan pemimpin atau manajer dalam hubungan timbale baliknya dengan para
bawahan merupakan salah satu penggerak mereka untuk berjalan dalam setiap setiap
pekerjaan.
Berkaitan dengan hakikat dan cirri-ciri manajemen Islami. Effendy menjelaskan ada
enam cirri sebagai berikut :
1. Manajemen berdasarkan akhlak yang luhur (akhlakul Karimah)
2. Manajemen terbuka. Artinya pengolaan yang sehat, dan terbuka (open minded) atau
tranparansi. Karena Jabatan sebagai pimpinan atau manajer adalah amanah yang
harus dipelihara dengan baik dan penuh keadilan
3. Manajemen yang demokratis. Konsekuensi dari sikap terbuka dalam manajemen.
Maka pengambilan keputusan atas musyawarah untuk kebaikan organisasi. Dengan
demikian tinggi keterlibatan anggota dalam pengambilan keputusan. Maka mereka
semakin berdaya dalam menjalankan pekerjaannya dan mendorong
37 Dalam Q.S. Al-Qhashas 28:5 artinya: dan kami hendaak memberi karunia kepada
orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka
pemmpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewrisi bumi.
38 Q.S Asy-Syura 42:46 Allah SWT berfirman yang artinya: Dan mereka sekali-kali
tidak mempunyai pelindung-pelindung yang dapat menolong mereka selai Allah. Dan
siapa disesatkan Allah maka tidaklah ada baginya sesuatu jalanpun (untuk
mendapatkan petunjuk )
39 Q.S Ali Imran, 3:159
Munculnya kepuasan kerja dengan dibarengi imbalan yang sesuai dengan kebutuhan
hidup, kemampuan organisasi dan ketentuan yang berlaku
4. Manajemen berdasarkan ilmiah. Dengan mengamalkan prinsip pengetahuan tidak
dikerjakan secara membabi buta. Artinya pimpinan dan manajer haruslah orang yang
berilmu pengetahuan karena dia yang akan merencanakan, mengarahkan, menambil
keputusan dan mengawasi pekerjaan tentu memerlukan ilmu penegtahuan yang luas
tentang organisasi, manajemen dan bidang pekerjaannya.
5. Manajemen berdasarkan tolong menolong (ta’awun). Prinsip tolong menolong atau
kerjasama adalah mengamalkan sunnatullah dalam menjalankan hidupnya sebagai
mahkluk sosial yang diciptakan Allah, dan hal ini sejalan dengan fitrah penciptaan
manusia.
6. Manajemen berdasarkan perdamaian.
Namun jika ditilik dari kacamata Sanusi Uwes, manajemen Islami terlihat pada visi
dan pondasi yang bersumber pada al-Qur’an, as-Sunnah dan Model kepemimpinan
Rasulullah SAW., yakni kejujuran, keadilan, kelembutan hati, kecerdasan, keberanian,
dan sabar.41
Menjadi makin jelasimplementasi manajemen pendidikan Islam yang berorientasi
modern, pimpinan lembaga-lembaga pendidikan Islam perlu melakukan perbaikan dan
peningkatan mutu dengan berbagai pendekatan manajemen Islami berorientasi pda
kebutuhan rakyat secara integralistik-holistik.
Pertama, ditilik dari segi konseptual teoritik dalam pelaksanaan lembaga pendidikan
Islam perlu seorang pimpinan ideal seperti manjer yang diharapkan yaitu:
1. Memiliki pengetahuan tentang manajemen pendidikan Islami yang meliputi kegiatan
mengatur dan menata, yaitu: PBM,kesiswaan, ketenangan. Alat pelajaran, sarana dan
prasarana, keuangan, dan hubungan kerja sama dengan masyarakat.
2. Memiliki keterampilan dalam bidang perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengkoordinasian, pengawasan dan penilaian pelaksanaan kegiatan yang ada di bawah
tanggung jawabnya.
3. Memiliki sikap: Memahami dan melaksanakan kebijaksanaan yang telah digariskan
oleh pemerintah, juga memahami pelaturan-peraturan serta mampu melaksanakannya,
serta mampu menghargai cara berpikir yang rasional, demokratis, dinamis, kreatif dan
terbuka terhadap pembaharuan pendidikan serta mau menerima kritik yang
membangun, selain saling mempercayai sebagian dasar dalam pembagian tugas. 42
40 Walter M.Mcahon,Op.Cit.,h. 65-67
41 Pandangan Sanusi Uwes tentang Visi dan Pondasi Pendidikan (dalam Perspektif
Islam khususnya tentang kepemimpinan Islam. Lebih rinci baca Sanusi Uwes Op.Cit.,
h.177-193.
42 Ibid.,h. 182-193
Kedua, Transparansi pimpinan dalam mengelola seluruh pelaksanaan kegiatan
pembelajaran yaitu; pengaturan penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran, urusan
tata usaha, personil, keuangan, sarana dan peralatan, urusan rumah tangga, asrama,
perpustakaan dan labolarorium, pembinaan kesiswaan, hubungan antara pemimpin,
guru dan siswa, selain itu pula, menyelenggarakan hubungan dengan orang tua siswa
dan masyarakat, melakukan pengendalian pelaksanaan seluruh kegiatan, dan
melakukan tugas-tugas lainnya yang semua itu perlu dijabarkan lebih lanjut melalui
forum diskusi ini.
Simpulan
Merujuk pada kesluruhan uraian konsep dan analisis, di bawah ini dikemukakan
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Konsep dan implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Manajemen Mutu
Terpadu (MMT), Manajemen Berbasis Madrasah (MBM). Manajemen Peningkatan
Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), atau manajemen perubahan madrasah menuju ke
arah pemberdayaan personil dan potensi madrasah merupakan cara strategis mencapai
keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif
Manajemen pendidikan Islami yang terus dimantapkan sistemnya, dipahami
bersumber pada nilai-nilai Islam yang berfungsi sebagai sumber motivasi dan inpirasi
bagi peningkatan kinerja pengelolaan pendidikan, proses pelaksanaan, perubahan
orirentasi kea rah tujuan yang lebih kualitatif, kompetitif, dan unggulan. Semua itu
memerlukan langkah strategis berupa tindakan manajerial yang inovatif, koperatif,
koordinatif dan komunikatif
Mekanisme operasional manajemen Islami dalam sebuah pendidikan Islam modern
yang seharusnya, perlu daya dukung financial, fasilitas sarana dan prasarana memadai
guna menunjang implementasi manajemen Islami terutana yang berkaitan dengan
pelaksanaan kurikulum, pengajaran, pembinaan kesiswaan baik keterampilan maupun
moral keagamaan/ibadah, Pengolahan ketenagaan (guru/karyawan), keuangan,
sarana/prasarana, serta hubungannya dengan lingkungan / masyarakat.
Impilasi konsep manajemen yang efisien dan efektif, tampak nyata pada beberapa
aspek yang tidak bisa berjalan menangkut kegiatan manajerial yaitu :
Pertama, pengaturan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki, sehingga semua unsur
dalam organisasi sudah mulai mau mengatur dan memanfaatkan job yang besentuhan
dengan segala sesuatuyang dimiliki seperti: Money, material, machine, method dan
market.
Kedua, tampak terhadap peningkatan kerjasama antar pimpinan, guru, personalia dan
masyarakat yang harus ditonjolkan adalah semua anggota melibatkan diri dalam
berbagai kegiatan untuk kepentingan pengembangan lembaga sehingga tumbuh dan
berkembang rasa memiliki (sense of belonging), rasa bertanggung jawab (sense of
resfonsibility), dan rasa berkompetisi (sense of competition) untuk memperoleh kualitas
yang diharapkan lembaga, Ketiga, dampak lain yang akan tampak pada langkah
obyektif pimpinan lembaga, Ketiga, dampak lain yang akan tampak pada langkah
obyektif pimpinan lembaga, guru, personil dan partisipasi masyarakat dalam mencapai
tujuan-tujuan lembaga, hal ini ditinjau pada proses dan keberhasilan pada siswanya.
Dampak yang senyatanya dari implementasimanajemen berbasis Islami ini serasi
dengan ungkapan setiap individu/pribadi bisa menerima keuntungan materi,
kebersamaan dan kepuasan kerja.
PERUBAHAN PARADIGMA ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN
DALAM SISTEM OTONOMI DAERAH
A. Pendahuluan
Undang Undang Otonomi Daerah meletakan kewenangan seluruh urusan pemerintah bidang
pendidikan dan kebudayaan yang selama ini berada pada pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah (kabupaten/kota). Kewenangan yang tersisa pada pemerintah pusat dan
propinsi lebih lanjut telah dirinci dalam peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000. Pergeseran
struktur kewenangan sistem administrasi pendidikan ini merupakan momentum yang tepat
untuk melakukan reformasi sistem pengelolaan pendidikan di sekolah. Pembangunan
pendidikan yang selama ini lebih banyak didominasi oleh pemerintah pusat sudah seharusnya
dirombak. Otonomi daerah dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, pemerataan,
keadilan, demokratisasi, dan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya lokal serta menggali
potensi dan keanekaragaman daerah, bukan untuk memindahkan masalah dari pusat ke
kabupaten dan kota. Sebagaimana tujuan otonomi daerah, reformasi pengelolaan
pendidikanpun ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan bagi seluruh lapisan
masyarakat, bukan memindahkan atau mengembangbiakkan masalah pendidikan yang
menjadi beban pemerintah pusat ke kabupaten dan kota. Peran pemerintah lebih banyak
ditekankan pada pelayanan agar proses pendidikan di sekolah berjalan secara efektif dan
efisien. Peran ini dapat dilakukan oleh semua jenjang pemerintahan, baik pusat, propinsi,
maupun kabupaten/kota. Kewenangan pemerintah dalam bidang pendidikan dapat bergeser
dari pusat ke kabupaten dan kota, ke propinsi, atau kembali ke pusat tergantung dari
perubahan konstelasi politik, akan tetapi fokus pembangunan pendidikan harus tetap pada apa
yang terjadi terhadap siswa di sekolah. Strategi pembangunan pendidikan yang tidak berfokus
pada pemberdayaan sekolah umumnya tidak memberi hasil yang memuaskan.
B. Prinsip Dasar Paradigma Administrasi Dan Manajemen Dalam Sistem Otonomi
Otonomi daerah yang digulir sejak tahun 2001 merupakan “angin segar” bagi daerah .
Dengan otonomi masing-masing daerah memiliki keleluasaan untuk mengatur rumah tangga
sendiri dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang dimiliki. Pada sisi lain otonomi
tidak serta- merta memberi dampak positif bagi daerah. Otonomi daerah direncanakan secara
bertahap dilaksanakan mulai tahun 2001. Tahun 2000 merupakan masa transisi untuk
menyiapkan semua perangkat peraturan perundangan operasional, penataan organisasi dan
struktur pemerintahan pusat dan daerah, dan pengembangan capasity building di tingkat
daerah. Karena itu, pada tahun 2000 kegiatan utama ditujukan untuk mendukung ketiga aspek
tersebut yang meliputi penerbitan peraturan pemerintah (PP) yang mengatur kewenangan
pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, reorganisasi departemen pusat
dan pemerintahan daerah, serta penyiapan sumber daya manusia serta pemberdayaan
masyarakat.
Otonomi daerah di bidang pendidikan secara tegas telah dinyatakan dalam PP Nomor 25
tahun 2000 yang mengatur pembagian kewenangan pemerintah pusat dan propinsi. Pemeritah
pusat hanya menangani penetapan standar kompetensi siswa, pengaturan kurikulum nasional
dan penilaian hasil belajar nasional, penetapan standar materi pelajaran pokok, pedoman
pembiayaan pendidikan, persyaratan penerimaan, perpindahan dan sertivikasi siswa, kalender
pendidikan dan jumlah jam belajar efektif. Untuk propinsi, kewenangan terbatas pada
penetapan kebijakan tentang penerimaan siswa dari masyarakat minoritas, terbelakang dan
tidak mampu, dan penyediaan bantuan pengadaan buku mata pelajaran pokok/modul
pendidikan bagi siswa.
Semua urusan pendidikan di luar kewenangan pemerintah pusat dan propinsi tersebut. Segala
kegiatan admnistrasi sepenuhnya menjadi wewenang pemerintah daerah tingkat II. Ini berarti
bahwa tugas dan beban PEMDA tingkat II dalam menangani layanan pendidikan amat besar
dan berat terutama bagi daerah yang capasity building dan sumberdaya pendidikannya
kurang. Karena itu, otonomi daerah bidang pendidikan bukan hanya ditujukan bagi daerah
tingkat II tetapi juga dibebankan bagi sekolah sebagai penyelenggara pendidikan terdepan
dan dikontrol oleh stakeholders pendidikan (orangtua, tokoh masyarakat, dunia usaha dan
industri, Dewan Perwakilan Rakyat, serta LSM pendidikan).
Sebagai Konsekuensi kebijakan ini, maka pelaksanaan konsepesi school-based Management
(Manajemen berbasis sekolah) dan community- based education (pendidikan berbasis
masyarakat) merupakan suatu keharusan dalam penyelenggaraan pendidikan dalam era
otonomi daerah. School-based management sebagai konsepsi dasar manajemen pendidikan
masa kini merupakan konsep manajemen sekolah yang memberikan kewenangan dan
kepercayaan yang luas lagi, sekolah berdasarkan profesionalisme untuk memenej organisasi
sekolah. Mencari, mengembangkan, dan mendayagunakan resources pendidikan yang
tersedia, dan memperbaiki kinerja sekolah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan
sekolah yang bersangkutan. Sebagian besar sekolah swasta sebenarnya telah melaksanakan
konsepsi ini walaupun sebagian dari mereka masih perlu meningkatkan diri dalam upaya
mencapai produktivitas sekolah yang diinginkan.
Fenomena perubahan paradigma manajemen pemerintahan berpengaruh terhadap dunia
pendidikan sehingga desentralisasi pendidikan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari.
Tentu saja desentralisasi pendidikan bukan berkonotasi negatif, yaitu untuk mengurangi
wewenang atau intervensi pejabat atau unit pusat melainkan lebih berwawasan keunggulan.
Kebijakan umum yang ditetapkan oleh pusat sering tidak efektif karena kurang
mempertimbangkan keragaman dan kekhasan daerah. Disamping itu membawa dampak
ketergantungan sistem pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan masyarakat setempat (lokal), menghambat kreativitas, dan menciptakan budaya
menunggu petunjuk dari atas. Dengan demikian desentralisasi pendidikan bertujuan untuk
memberdayakan peranan unit bawah atau masyarakat dalam menangani persoalan pendidikan
di lapangan. Banyak persoalan pendidikan yang sepatutnya bisa diputuskan dan dilaksanakan
oleh unit tataran di bawah atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang terjadi di
kebanyakan negara. Faktor-faktor pendorong penerapan desentralisasi terinci sebagai berikut
:
• Tuntutan orangtua, kelompok masyarakat, para legislator, pebisnis, dan perhimpunan guru
untuk turut serta mengontrol sekolah dan menilai kualitas pendidikan.
• Anggapan bahwa struktur pendidikan yang terpusat tidak dapat bekerja dengan baik dalam
meningkatkan partisipasi siswa bersekolah.
• Ketidakmampuan birokrasi yang ada untuk merespon secara efektif kebutuhan sekolah
setempat dan masyarakat yang beragam.
• Penampilan kinerja sekolah dinilai tidak memenuhi tuntutan baru dari masyarakat
• Tumbuhnya persaingan dalam memperoleh bantuan dan pendanaan.
Desentralisasi pendidikan, mencakup tiga hal, yaitu;
1. Manajemen berbasis lokasi (site based management),
2. Pendelegasian wewenang,
3. Inovasi kurikulum.
Pada dasarnya manajemen berbasis lokasi dilaksanakan dengan meletakkan semua urusan
penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Pengurangan administrasi pusat adalah konsekwensi
dari yang pertama dengan diikuti pendelegasian wewenang dan urusan pada sekolah. Inovasi
kurikulum menekankan pada pembaharuan kurikulum sebesar-besarnya untuk meningkatkan
kualitas dan persamaan hak bagi semua peserta didik. Kurikulum disesuaikan benar dengan
kebutuhan peserta didik di daerah atau sekolah. Pada kurikulum 2004 yang akan
diberlakukan, pusat hanya akan menetapkan kompetensi-kompetensi lulusan dan materi-
materi minimal. Daerah diberi keleluasaan untuk mengembangkan silabus (GBPP) nya yang
sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan daerah. Pada umumnya program
pendidikan yang tercermin dalam silabus sangat erat dengan program-program pembangunan
daerah. Sebagai contoh, suatu daerah yang menetapkan untuk mengembangkan ekonomi
daerahnya melalui bidang pertanian, implikasinya silabus IPA akan diperkaya dengan materi-
materi biologi pertanian dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pertanian. Manajemen
berbasis lokasi yang merujuk ke sekolah, akan meningkatkan otonomi sekolah dan
memberikan kesempatan kepada tenaga sekolah, orangtua, siswa, dan anggota masyarakat
dalam pembuatan keputusan.
Misi desentralisasi pendidikan adalah meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan, meningkatkan pendayagunaan potensi daerah, terciptanya
infrastruktur kelembagaan yang menunjang terselengaranya sistem pendidikan yang relevan
dengan tuntutan jaman, antara lain terserapnya konsep globalisasi, humanisasi, dan
demokrasi dalam pendidikan. Penerapan demokratisasi dilakukan dengan mengikutsertakan
unsur-unsur pemerintah setempat, masyarakat, dan orangtua dalam hubungan kemitraan dan
menumbuhkan dukungan positif bagi pendidikan. Kurikulum dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan lingkungan. Hal ini tercermin dengan adanya kurikulum lokal. Kurikulum juga
harus mengembangkan kebudayaan daerah dalam rangka mengembangkan kebudayaan
nasional.
Proses belajar mengajar menekankan terjadinya proses pembelajaran yang menumbuhkan
kesadaran lingkungan yaitu memanfaatkan lingkungan baik fisik maupun sosial sebagai
media dan sumber belajar, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan alat pemersatu bangsa.
C. Perubahan Paradigma Admnistrator Dan Manajer Pendidikan Dalam Perspektif Otonomi
Pendidikan
Pemberlakuan sistem desentralisasi akibat pemberlakuan Undang-Undang No.22 Tahun 1999
tentang otonomi pemerintahan daerah, memberi dampak terhadap pelaksanaan pada
manajemen pendidikan yaitu manajemen yang memberi ruang gerak yang lebih luas kepada
pengelolaan pendidikan untuk menemukan strategi berkompetisi dalam era kompetitif
mencapai output pendidikan yang berkualitas dan mandiri.
Dalam konteks otonomi pendidikan, secara alamiah (nature) pendidikan adalah otonom.
Otonomi pada hakikatnya bertujuan untuk memandirikan seseorang atau suatu lembaga atau
suatu daerah, sehingga otonomi pendidikan mempunyai tujuan untuk memberi suatu otonomi
dalam mewujudkan fungsi manajemen pendidikan kelembagaan.
Namun sejak dilaksanakannya otonomi pendidikan, ternyata pelaksanaannya belum berjalan
sebagaimana diharapkan, justru pemberlakuan otonomi membuat banyak masalah yaitu
mahalnya biaya pendidikan. Disamping itu para kepala sekolah (khusus sekolah negeri) baik
di tingkat SD, SMP dan SMA atau yang sederajat berhadapan dengan persoalan baru, sebagai
konsekuensi dari kewenangan Bupati/Walikota dalam menetapkan kebijakan-kebijakan
daerah. Kalau sebelum otonomi daerah kepala sekolah memiliki keleluasaan untuk
memimpin sekolah dengan menggerakan sumber daya sekolah, walaupun dengan cara yang
terbatas, namun saat otonomi daerah suasana tersebut tidak lagi berlangsung. Kepala sekolah
tidak cukup memiliki keleluasaan apalagi keberanian untuk menggerakkan sumber daya
sekolah.
Fenomena di atas merepresentasikan kuatnya intervensi Bupati/ Walikota terhadap kepala
sekolah. Tidak sedikit kepala sekolah di berbagai daerah yang dipindahkan ke sekolah lain,
ditarik ke dinas, atau bahkan dikembalikan sebagai guru biasa. Yang cukup menggelikan
adalah pengangkatan kepala sekolah pada sekolah tertentu, sangat bergantung pada sejauh
mana kedekatan dan dukungan politik kepada Bupati/Walikota, saat Pilkada atau melalui
program-programnya yang populis. Dalam hubungan dengan ini posisi kepala sekolah
menjadi strategis, namun tidak meningkatkan mutu manajemen sekolah. Soalnya, posisi yang
strategis tersebut tidak memiliki relevansi dengan misi pendidikan.
Pada satu sisi, wajar, kalau kepala sekolah ikut memberi kontribusi bagi keberhasilan
Bupati/Walikota dalam suksesi. Kalau dilakukan dengan suatu kesadaran bahwa kontribusi
tersebut pada gilirannya akan memberi dampak kepada meningkatnya mutu sekolah. Namun
realitas menunjukkan, bahwa dalam kasus ini kepala sekolah memiliki posisi tawar yang
sangat lemah, karena terhisap secara kedinasan pada Bupati/Walikota.
Kondisi di atas akan berakibat pada sikap apatis kepala sekolah dalam mengelola berbagai
sumber daya sekolah bagi peningkatan mutu sekolah. Idealisme untuk menciptakan budaya
mutu di sekolah tidak tumbuh, justru terperangkap dalam bayang-bayang kekuasaan
Bupati/Walikota. Idealisme kepala sekolah terkerangkeng dalam struktur kekuasaan yang
sangat determinan.
Pengertian otonomi dalam konteks desentralisasi pendidikan, mencakup enam aspek, yakni :
(1) Pengaturan perimbangan kewenangan pusat dan daerah,
(2) Manajemen partisipasi masyarakat dalam pendidikan,
(3) Penguatan kapasitas manajemen pemerintah daerah,
(4) pemberdayaan bersama sumber daya pendidikan,
(5) hubungan kemitraan “stakeholders” pendidikan
(6) pengembangan infrastruktur sosial.
Otonomi pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun
2003 adalah terungkap pada Bab Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang tua, Masyarakat
dan Pemerintah. Pada bagian ketiga Hak dan Kewajiban Masyarakat Pasal 8 disebutkan
bahwa “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
evaluasi program pendidikan ; pasal 9 Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan
sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”. Begitu juga pada bagian keempat Hak dan
Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pasal 11 ayat (2) “Pemerintah dan
Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi
setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun”. Khusus ketentuan bagi
Perguruan Tinggi, pasal 24 ayat (2) “Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola
sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan
pengabdian kepada masyarakat”.
D. Administrasi Dan Manajemen Dalam Akselerasi Peningkatan Mutu Pendidikan
Kebijakan desentralisasi akan berpengaruh secara signifikan dengan pembangunan
pendidikan. Setidaknya ada 4 dampak positif untuk mendukung kebijakan desentralisasi
pendidikan, yaitu :
1) Peningkatan mutu, yaitu dengan kewenangan yang dimiliki sekolah maka sekolah lebih
leluasa mengelola dan memberdayakan potensi sumber daya yang dimiliki;
2) Efisiensi Keuangan hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber pajak
lokal dan mengurangi biaya operasional;
3) Efisiensi Administrasi, dengan memotong mata rantai birokrasi yang panjang dengan
menghilangkan prosedur yang bertingkat-tingkat;
4) Perluasan dan pemerataan, membuka peluang penyelenggaraan pendidikan pada daerah
pelosok sehingga terjadi perluasan dan pemerataan pendidikan.
Pemberlakuan desentralisasi pendidikan mengharuskan diperkuatnya landasan dasar
pendidikan yang demokratis, transparan, efisien dan melibatkan partisipasi masyarakat
daerah. Muctar Buchori (2001) menyatakan pendidikan merupakan faktor penentu
keberhasilan pembangunan manusia, karena pendidikan berfungsi sebagai pengembang
pengetahuan, ketrampilan, nilai dan kebudayaan.
Desentralisasi pendidikan dapat terjadi dalam tiga tingkatan , yaitu Dekonstrasi, Delegasi dan
Devolusi (Fiorestal, 1997). Dekonstrasi adalah proses pelimpahan sebagian kewenangan
kepada pemerintahan atau lembaga yang lebih rendah dengan supervisi dan pusat. Sementara
Delegasi mengandung makna terjadinya penyerahan kekuasaan yang penuh sehingga tidak
lagi memerlukan supervisi dan pemerintah pusat. Pada Tingkat Devolusi di bidang
pendidikan terjadi apabila memenuhi 4 ciri, yaitu: (1) terpisahnya peraturan perundangan
yang mengatur pendidikan di daerah dan di pusat; 2) kebebasan lembaga daerah dalam
mengelola pendidikan; 3) lepas dari supervisi hirarkhis dan pusat dan 4) kewenangan
lembaga daerah diatur dengan peraturan perundangan. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, proses
desentralisasi pendidikan di Indonesia berdasarkan UU No.22 tahun 1999 lebih menjurus
kepada Devolusi, yang peraturan pelaksanaannya tertuang pada Peraturan Pemerintah No.25
Tahun 2000, seluruh urusan pendidkan dengan jelas menjadi kewenangan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, kecuali Pendidikan Tinggi. Kewenangan Pemerintah Pusat hanya
menetapkan standar minimal, baik dalam persyaratan calon peserta didik, kompetensi peserta
didik, kurikulum nasional, penilaian hasil belajar, materi pelajaran pokok, pedoman
pembiayaan pendidikan dan melaksanakan fasilitas (Pasal 2 butir II).
Otonomi pendidikan yang benar harus bersifat accountable, artinya kebijakan pendidikan
yang diambil harus selalu dipertanggungjawabkan kepada publik, karena sekolah didirikan
merupakan institusi publik atau lembaga yang melayani kebutuhan masyarakat. Otonomi
tanpa disertai dengan akuntabilitas publik bisa menjurus menjadi tindakan yang sewenang-
wenang.
Berangkat dari ide otonomi pendidikan muncul beberapa konsep sebagai solusi dalam
menghadapi kendala dalam pelaksanaan otonomi pendidikan, yaitu :
1) Meningkatkan Manajemen Pendidikan Sekolah
Menghadapi kondisi ini maka dilakukan pemantapan manajemen pendidikan yang bertumpu
pada kompetensi guru dan kesejahteraannya.
2) Reformasi Lembaga Keuangan Hubungan Pusat-Daerah
Perlu dilakukan penataan tentang hubungan keuangan antara Pusat-Daerah menyangkut
pengelolaan pendapatan (revenue) dan penggunaannya (expenditure) untuk kepentingan
pengeluaran rutin maupun pembangunan daerah dalam rangka memberikan pelayanan publik
yang berkualitas. Sumber keuangan diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah, Dana
perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain pendapatan yang syah dengan melakukan
pemerataan diharapkan dapat mendukung pelaksanaan kegiatan pada suatu daerah, terutama
pada daerah miskin. Bila dimungkinkan dilakukan subsidi silang antara daerah yang kaya
kepada daerah yang miskin, agar pemerataan pendidikan untuk mendapatkan kualitas sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
3) Kemauan Pemerintah Daerah Melakukan Perubahan
Pada era otonom, kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah daerah.
Bila pemerintah daerah memiliki political will yang baik dan kuat terhadap dunia pendidikan,
ada peluang yang cukup luas bahwa pendidikan di daerahnya akan maju. Sebaiknya, kepala
daerah yang tidak memiliki visi yang baik di bidang pendidikan dapat dipastikan daerah itu
akan mengalami stagnasi dan kemandegan menuju pemberdayaan masyarakat yang well
educated dan tidak pernah mendapat momentum yang baik untuk berkembang. Otonomi
pendidikan harus mendapat dukungan DPRD, karena DPRD-lah yang merupakan penentu
kebijakan di tingkat daerah dalam rangka otonomi tersebut.
4) Membangun Pendidikan Berbasis Masyarakat
Kondisi Sumber Daya yang dimiliki setiap daerah tidak merata untuk seluruh Indonesia.
Untuk itu, pemerintah daerah dapat melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, ilmuwan, pakar
kampus maupun pakar yang dimiliki Pemerintah Daerah Kota sebagai Brain Trust untuk turut
membangun daerahnya, tidak hanya sebagai pengamat, pemerhati, pengecam kebijakan
daerah. Sebaliknya, lembaga pendidikan juga harus membuka diri, lebih banyak mendengar
opini publik, kinerjanya dan tentang tanggung jawabnya dalam turut serta memecahkan
masalah yang dihadapi masyarakat.
5) Pengaturan Kebijakan Pendidikan antara Pusat dan Daerah
Pemerintah Pusat tidak diperkenankan mencampuri urusan pendidikan daerah Pemerintah
Pusat hanya diperbolehkan memberikan kebijakan-kebijakan bersifat nasional, seperti aspek
mutu dan pemerataan. Pemerintah pusat menetapkan standard mutu. Jadi, pemerintah pusat
hanya berperan sebagai fasilitator dan katalisator bukan regulator. Otonomi pengelolaan
pendidikan berada pada tingkat sekolah, oleh karena itu lembaga pemerintah harus memberi
pelayanan dan mendukung proses pendidikan agar berjalan efektif dan efisien.
E. Penutup
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep otonomi pendidikan mengandung
pengertian yang luas, mencakup filosofi, tujuan, format dan isi pendidikan serta admnistrasi
dan manajemen pendidikan itu sendiri. Implikasinya adalah setiap daerah otonomi harus
memiliki visi dan misi pendidikan yang jelas dan jauh ke depan dengan melakukan
pengkajian yang mendalam dan meluas tentang trend perkembangan penduduk dan
masyarakat untuk memperoleh konstruk masyarakat di masa depan dan tindak lanjutnya,
merancang sistem pendidikan yang sesuai dengan karakteristik budaya bangsa Indonesia
yang Bhineka Tunggal Ika dalam perspektif tahun 2020. Kemandirian daerah itu harus
diawali dengan evaluasi diri, melakukan analisis faktor internal dan eksternal daerah guna
mendapat suatu gambaran nyata tentang kondisi daerah sehingga dapat disusun suatu strategi
yang matang dan mantap dalam upaya mengangkat harkat dan martabat masyarakat daerah
yang berbudaya dan berdaya saing tinggi melalui otonomi pendidikan yang bermutu dan
produktif.
PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM TERHADAP PENGEMBANGAN
KURIKULUM
Untuk mengawali tulisan ini,[1] penulis mengutip beberapa
pertanyaan Yang pernah dilontarkan oleh Sindhunata beberapa
waktu yang lalu seputar pendidikan kita hari ini, tentunya sebagai
sebuah refleksi untuk pengembangan dan pembaruan pendidikan di
masa depan. Bagaimana sebenarnya model pendidikan kita hari ini?
Dan bagaimana model pendidikan untuk masa depan? Manakah
pendidikan yang pas dan berguna untuk masa depan?[2] Inilah
pertanyaan yang biasanya membuat sibuk kita, meskipun kelihatan
sepele, hal ini perlu menjadi renungan bersama.
Akan tetapi, itukah sesungguhnya pertanyaan yang tepat dan mendesak untuk kita ajukan?
Akankah lebih tepat bagi kita untuk menanyakan: adakah sesungguhnya masa depan bagi
pendidikan?[3] Pertanyaan terakhir ini sungguh menyentak: Bagaimana jadinya, jikalau benar
bahwa sekolah, yang biasa dianggap tempat menyiapkan masa depan, ternyata ia sendiri tidak
mempunyai masa depan? Pertanyaan semacam ini mungkin terlalu ekstrim —terlebih bagi
mereka yang selama ini menjadi “pegawai pendidikan”—, dan mengada-ngada: Masak
sekolah tidak mempunyai masa depan lagi?
Namun, ada gunanya juga ketika kita menggeluti pertanyaan tersebut? Sebab bila kita cermati
bersama, pertanyaan itu sungguh berdasar pada gejala-gejala yang riil dan sudah pada tahap
menghawatirkan. Bila kita mau prihatin akan gejala tersebut, sementara kita tetap percaya
akan nilai dan perlunya sekolah buat kehidupan kapan pun jua, kita akan terbantu untuk tidak
hanya menyiapkan pendidikan masa depan, tapi juga “menyelamatkan” pendidikan dari
ancaman peniadaannya di masa depan.
Sekedar perlu kita mengingat, sekitar tiga puluh tahun lalu, Ivan Illich sudah mengingatkan
akan perlunya kita melakukan “de-sekolah-isasi” masyarakat. Illich skeptis akan kegunaan
sekolah (pendidikan) bagi hidup yang sesungguhnya dalam masyarakat. Dalam konteks lain,
peringatan Illich itu kini menemukan kembali aktualitasnya. Kini, di tengah kemajuan
teknologi, ekonomi dan globalisasi, sekolah bukanlah satu-satunya tempat belajar.
Sekolah, demikian juga institusi pendidikan lainnya, kehilangan monopoli sebagai pengantara
ilmu dan pendidik. Untuk dapat bertahan hidup, di mana pun dan kapan pun jua, orang harus
belajar terus menerus. Ia harus belajar di tempat kerjanya, dan dalam hampir setiap langkah
hidupnya. Bukankah Islam sendiri juga menyerukan akan hal itu??![4]
Lebih lanjut, proses belajar tersebut harus di”cerna ulang” ketika tempat dan pegangan yang
dikiranya sudah mapan tiba-tiba goncang karena pesatnya kemajuan dan meng”ejakulasi
dini”nya perubahan. Dalam keadaan demikian, apa yang diberikan sekolah terasa sudah tidak
relevan, dan orang tak dapat lagi mengandalkannya, kalau ia tidak ingin hidupnya macet
ditinggalkan zaman.
Sekarang, memasuki millennium ketiga, wacana hidup manusia sudah dibuka lebar-lebar.
Dan orang dihadapkan pada berbagai informasi. Dan itu semua tergantung bagaimana orang
harus menyikapi dan memanfaatkannya? Sebuah penelitian pendidikan di Jerman yang dibuat
oleh Delphi-Bewegung menyebutkan, semakin wacana kehidupan itu luas, dan semakin
informasi itu banyak, maka akan semakin sadar bahwa dirinya lemah dan tak berdaya
(ibidem). Sekali lagi hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan, yang didapatkan seseorang
lewat pendidikan, ternyata tidak dapat membantu apa-apa. Resep klasik “Jika kamu sukses di
masa depan, belajarlah di sekolah yang favorit” rasanya sudah tidak berlaku lagi. Sekolah
yang paling elit pun tidak mampu lagi membekali murid-muridnya dengan pengetahuan dan
pegangan yang memadai untuk menghadapi tantangan zaman ini.
Hal senada juga diungkapkan oleh salah satu pakar pendidikan Prancis, Roger Fauroux. Ia
mencontohkan hal tersebut di Prancis sendiri. Dulu Prancis sangat bangga dengan system
pendidikannya. Sekarang, berhadapan dengan kenyataan sosial yang ada, daya kekuatan
system itu ternyata pudar. Menurutnya, semakin lama pengaruh sekolah terhadap anak-anak
dan kaum muda semakin berkurang. Tampaknya dewasa ini, semakin sulit pendidikan
sekolah mengahantarkan ilmu kepada murid-muridnya.
Tidak hanya di Prancis, di banyak negara lain para guru diam-diam sering terjeblos ke dalam
konservatisme pendidikan. Menghadapi tuntutan perubahan yang demikian dahsyat ini, tak
mungkin lagi bila para guru bermentalkan “pegawai pendidikan”, mereka harus menjadi
pembelajar. Kendati sudah selesai pendidikannya sebagai pengajar, para guru harus
senantiasa belajar. Kalau tidak, mereka akan kedodoran mengikuti kemajuan murid-muridnya
yang diam-diam belajar dengan caranya sendiri. Hal ini sangat dimungkinkan, karena tersedia
sedemikian banyaknya sarana untuk mennyerap pengetahuan di luar sekolah.[5]
Di banyak negara, termasuk di Indonesia, sekolah adalah lembaga yang dibentuk oleh negara,
demi kepentingan negara.[6] Juga sekolah-sekolah swasta diadakan untuk membantu
kepentingan tersebut. Sehingga pada endingnya, hal ini akan menjadikan setumpuk persoalan
yang kemudian kita justifikasikan kepada sekolah sebagai sebuah lembaga yang penuh
kesalahan.
Tapi kemudian, mengapa kita sering mudah bersikap demikian terhadap sekolah, meskipun
kita sadar sikap demikian tidaklah sepenuhnya benar. Satu hal yang pasti, bahwa kita tidak
mau ikut bertanggung jawab terhadap dunia pendidikan. Pendidikan itu kita asumsikan
sebagai tanggung jawab sekolah dan guru-gurunya, bukan tanggung jawab orang tua,
politikus, pengusaha, dan anggota masyarakat lainnya. Sekolah lalu menjadi tempat sampah
bagi berbagai kejelekan dan kekeliruan. Lepas dari tanggung jawab semacam inilah yang
akhirnya membuat pendidikan kita remuk, dan jika hal itu diterus-teruskan, sungguh sekolah
tak akan lagi mempunyai masa depan. Pendidikan kita akan terjamin dan bermasa depan jika
tanggung jawab pendidikan itu tidak dipikulkan melulu pada bahu sekolah. Dengan kata lain,
pendidikan dan terpancang dalam paradigma lama, sebagai tanggung jawab sekolah harus
dilaksanakan berdasarkan paradigma baru: bahwa pendidikan harus dikembalikan kepada
masyarakat, dan anggota masyarakat bersama-sama memikul tanggung jawab pendidikan
anak-anaknya. Lebih jauh, paradigma baru ini akan menumbuhkan serentetan paradigma baru
yang lain bagi dunia kependidikan kita.
Ketika dikaitkan dengan pengembangan kurikulum, pergeseran paradigma pendidikan ini
akan sangat berimplikasi jauh bagi pengembangannya. Sehingga dengan lahirnya paradigma
baru pendidikan semacam ini, secara otomatis akan membuat dunia pendidikan sendiri
melakukan pengembangan di dalam tubuhnya, tak terkecuali pada pengembangan kurikulum.
tulisan ini sengaja dibuat khusus —sebagai salah satu bentuk tanggung jawab untuk
memotret kehadiran paradigma baru pendidikan ini, dengan membuahkan implikasi bagi
pengembangan kurikulum.
A. Mencermati Paradigma Baru Pendidikan
Sebelum kita lebih jauh membahas terhadap paradigma baru pendidikan akan lebih baiknya
kalau terlebih dahulu kita membahas tentang apa itu paradigma baru pendidikan.
Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia, paradigma diartikan sebagai daftar contoh
perubahan.[7] Paradigma shift yang berarti: perubahan model; pola; contoh; tafsir. Dalam
ilmu social paradigma merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada masa tertentu dan
dapat menggantikan dengan paradigma lama (dan kadang-kadang tidak ada hubungannya
dengan paradigma yang digantikannya). Dan konsep paradigma baru itu membawa
perubahan yang sangat mendasar.[8] Dalam ilmu pendidikan, paradigma diartikan sebagai
cara berfikir atau sketsa pandang menyeluruh yang mendasari rancang bangun system
pendidikan.[9]
Sebagaimana kata kunci yang telah menjadi rujukan sebelumnya, bahwa paradigma baru
pendidikan adalah bahwa pendidikan adalah tanggung jawab masyarakat, dan anggota
masyarakat bersama-sama memikul tanggung jawab pendidikan anak-anaknya. Hal ini tentu
sangat berbeda sekali dengan paradigma lama kita, bahwa pendidikan adalah tanggung jawab
dari skolah dan para pengelola institusi pendidikan.
Di situlah tampak jelas bahwa pendidikan tidak dapat tidak harus terkait dengan seluruh
aktifitas masyarakat, dalam seluruh sendi kehidupan social masyarakat. Sehingga pendidikan
harus terkait dengan politik, bahkan harus menjadi isu pilitik.[10]
Tanggung jawab masyarakat atas pendidikan itulah yang kiranya harus terus diupayakan bagi
keberlangsungan kehidupan pendidikan di negara kita. Sehingga manivestasi pertanyaan-
pertanyaan ekstrem dan mengada-ngada mengenai pendidikan kita bisa diminimalisir.
Mengapa demikian? Karena dengan paradigma baru tersebut seluruh mayarakat bertanggung
jawab atas kehidupan masyarakat. Sehingga ketiadaan pendidikan sekolah di masa depan itu
hanya menjadi utopia, atau bahkan keberadaan pendidikan sekolah yang notabene sebagai
sarana menuju masa depan betul-betul menjadi masa depan yang semestinya.
Dalam perkembangan selanjutnya, paradigma baru pendidikan itulah kiranya yang harus
menjadi dasar dan modal bagi demokratisasi pendidikan, yang dalam kurun abad millennium
kita dengung-dengungkan sehubungan dengan otonomi daerah. Dengan otonomi daerah mau
tak mau akan menjadi kewajiban dan tanggung jawab daerah.
Dalam kaitannya dengan hal di atas, pendidikan yang sentralistik tidak lagi relevan. Oleh
sebab itu, penyelenggaraan pendidikan yang sentralistik, yang mematikan inisiatif berfikir
manusia bukanlah merupakan pendidikan yang kita inginkan.[11]Seyogyanya, pendidikan
kita memikirkan dan mengatur pendidikan yang titik keberangkatannya pada “Manajemen
Berbasis Sekolah”. Pola pendidikan tidak hanya memerlukan suatu langkah-langkah teknis
dan finansial, tapi lebih-lebih suatu perubahan paradigma tanggung jawab dalam pendidikan,
yakni dari pendidikan sekolah sebagai penanggung jawab pendidikan menuju paradigma
masyarakat sebagai penanggung jawabnya.
Di balik paradigma lama, kita tahu bahwa diam-diam kita membiarkan pemerintah menjadi
penentu utama pendidikan. Dan selama orde baru, pemerintah habis-habisan melakukan hal
tersebut, sering hanya karena untuk mempertahankan kepentingannya. Bukankah banyak
indikasi yang mengarah kepada hal itu.[12] Mulai pendidikan sebagai alat Uniformitas
(penyeragaman) sampai kepada pendidikan yang mengingkari kebhinekaan[13]Sudah lama
kita di nina bobokkan untuk berenak-enak, tidak ikut bertanggung jawab dalam pendidikan.
Sekarang dengan adanya otonomi daerah tersebut, dan demokratisasi pendidikannya,
masyarakat tiba-tiba ditantang untuk ikut mengambil alih tanggung jawab tersebut. Satu hal
yang menjadi pegangan kita semua, jangan mengira bahwa hal tersebut mudah. Sebab sekali
lagi yang dituntut dari masyarakat adalah ikut bertanggung jawab atas pendidikan, bukan
sekedar membayar uang gedung dan uang sekolah. Untuk hal terakhir ini kiranya kita mesti
mengakui, bahwa kita belum siap dan belum terbiasa.
Terlebih, proses otonomi daerah tersebut disertai dengan proses demokratisasi hidup
ditangah-tengah maraknya globalisasai. Globalisasi yang ditandai dengan majunya
pengetahuan dan teknologi juga akan sangat berdampak bagi perkembangan pendidikan kita.
Sehingga wajar, kalau proses pendidikan haruslah mampu mengembangkan kemampuan
untuk berkompetisi di dalam kerjasama, mengembangkan sikap inovatif dan ingin selalu
meningkatkan kualitas. Hal yang signifikan kita tekankan adalah melalui pergeseran
paradigma lama menuju paradigma baru, hal ini dimaksudkan agar pandidikan kita,
sebagaimana bahasa Sindhunata mempunyai masa depan.[14]
B. Dasar- dasar Pengembangan Kurikulum
Untuk mengetahui implikasi dari paradigama baru di atas, kiranya penulis mencoba
memaparkan dulu dasar- dasar bagi pengembangan kurikulum. Masalah ini kiranya sangat
berkaitan dg seberapa jauh impliklasi yang diberikan oleh paradigma baru tersebut bagi
pengembangan kurikulum.
Pada dasarnya kurikulum ditentukan oleh guru (tenaga kependidikan).[15] Guru turut serta
dalam menyusun kurikulum, duduk bersama dalam suatu kepanitiaan pengembang
kurikulum, atau memberikan masukan kepada panitia pengembangan kurikulum. Prosedur
apapun yang ditempuh dalam pengembangan kurikulum, guru tetap memegang peran
penting, karena guru merupakan unsur penting yang menentukan berhasil atau gagalnya
pelaksanaan kurikulum pada suatu lembaga pendidikan sekoalah. Dengan kata lain, guru
terlibat langsung secara aktif dalam pelaksanaan kurikulum bersama siswa.
Bagaimana dengan masyarakat, yang notabene dalam paradigma baru pendidikan menjadi
penanggung jawab dalam proses pendidikan? Pada dasarnya masyarakat dapat turut
menentukan garis besar dan pola kurikulum yang akan dilaksanakan. Dalam hal ini mereka
sebagai penanggung jawab pendidikan harus terus eksis dalam pengembangan pendidikan
salah satunya melalui pengembangan kurikulum.
1. Pengertian Kurikulum
Kata kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang semula digunakan dalam bidang olah raga,
yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang harus ditempuh dalam kegiatan
berlari mulai dari start hingga finish.[16] Dalam bahasa Arab, ia biasa disebut dengan
manhaj, yakni jalan terang yang dilalui oleh manusia pada bidang kehidupannya.[17] Dalam
konteks pendidikan, kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik (guru) dengan
peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, ketrmpilan dan seluruh sikap, kepribadian,
dan sisi nilainya.
Pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli rupanya sangat bervariasi. Pengertian
itu dapat dilihat dari pengertian kurikulum lama maupun yang baru. Tetapi dari beberapa
definisifi iti dapat ditarik benang merahnya, bahwa di satu pihak menekankan pada isi
pelajaran atau mata kuliah, dan di lain pihak lebih menekankan pada proses atau pengalaman
belajar.[18]
Dalam Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Rumusan ini lebih spesifik yang mengandung
pokok-pokok pikiran sebagai berikut:[19]
a. Kurikulum merupakan suatu rencana/ perencanaan.
b. Kurikulum merupakan suatu pengaturan, berarti mempunyai sistematika dan struktur
terentu.
c. Kurikulum memuat/ berisikan isi dan bahan pelajaran, menunjuk kepada perangkat mata
ajaran atau bidang pengajaran tertentu.
d. Kurikulum mengandung cara, metode, atau strategi penyampaian pengajaran.
e. Kurikulum merupakan pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
f. Kendatipun tidak tertulis, namun telah tersirat di dalam kurikulum yakni kurikulum
dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan.
g. Berdasarkan poin e, maka kurikulum sebenarnya adalah suatu alat pendidikan.
2. Faktor-faktor Pengembangan Kurikulum
Ada lima factor penting yang mesti diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, yaitu:[20]
1. Filsafat Pendidikan
Dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum, filsafat pendidikan menjadi factor
penting yang harus diperhatikan. Signifikansi itu terlihat, karena ia mengandung nilai-nilai
atau cita-cita masyarakat. Berdasarkan nilai-nilai atau cita-cita itulah ditetapkan akan dibawa
ke manakah pendidikan pesrta didik. Dengan kata lain, ia menggambarkan manusia yang
diharapkan oleh masyarakat.
Sebagai suatu pandangan hidup maka filsafat pendidikan itu bukan merupakan hiasan lidah
belaka, melainkan harus meresapi tingkah laku semua anggota masyarakat. Artinya nilai-nilai
filsafat pendidikan tersebut harus dilaksanakan dalam kehidupan sehari- hari.
2. Masyarakat
Sekolah yang mendidik siswa untuk menjadi warga masyarakat yang modern harus
menyesuaikan kurikulumnya dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat
itu. Akibat kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan dan sebagainya, kiranya dituntut bagi
siswa untuk mengiringi perubahan tersebut. Realitas tersebut inilah yang perlu diperhatikan
dan disalurkan oleh kurikulum.
Karena para siswa itu kelak akan hidup di dalam masyarakat, akan kembali kepada mereka
dengan homogenitas perubahan di dalamnya. Sehingga kurikulum mau tak mau harus
menyediakan lingkungan pendidikan yang sejalan dengan kondidsi tersebut. Barulah dengan
cara ini, sekolah dapat menjadi lembaga social yang bermakna bagi kehidupan siswa
khususnya dalam dan bagi kehidupan masyarakat sekitarnya.
3. Siswa
Kurikulum yang seimbang adalah apabila kurikulum tersebut dapat dihayati oleh siswa dan
mengarahkannya ke tingkat perkembangan yang lebih dewasa, yakni terbentuknya pribadi
yang berintregasi. Hal ini hanya mungkin tercapai apabila kurikulum meneyediakan
lingkungan di mana siswa dapat melakukan kegiatan belajar mengajar, memuaskan
kebutuhannya, dan memberikan pengalaman yang kaya bagi kehidupannya.
4. Proses Belajar
Dalam proses belajar sendiri, proses belajar yang dilandasi lingkungan siswa harus juga
diperhatikan. Proses belajar seperti ini, sangat berkaitan demi tercapai tujuan pendidikan.
Sehingga proses belajar yang modern dan dengan kebutuhan, minat, aspirasi, masalah, dan
tuntutan perlu diperhatikan sebagai landasan pengembangan kurikulum.
5. Bentuk Kurikulum
Sebagaimana diketahui banyak bentuk kurikulum yang harus diperhatikan, sebagai landasan
pengembang kurikulum. Dari sekian banyak inilah perlu kiranya dipahami dan dimengerti
oleh pengembang demi tercapainya obsesi dalam pengembangan kurikulum.
C. Implikasi Paradigma Baru Pendidikan Terhadap Pengembangan Kurikulum
Dengan memperhatikan realitas paradigma baru pendidikan sekaligus memperhatikan dasar-
dasar pengembangan kurikulum di atas. Kiranya penulis memberanikan diri untuk menarik
benang merah, bahwa paradigma baru pendidikan sangat berimplikasi pada pengembangan
kurikulum.
Kita tahu bahwa aktualisasi pendidikan nasional dengan posisi dan paradigma baru menuntut
berbagai macam prinsip dasar yang harus dipegang. Mengutip beberapa prinsip yang
dikemukakan oleh H. A. R. Tilaar, antara lain:
1. Partsipasi masyarakat di dalam mengelola pendidikannya (Community Based Education)
Sesuai dengan tuntutan masyarakat demokrasi maka masyarakat harus ikut secara aktif dalam
menyelenggarakan pendidikannya. Dewasa ini kita lihat bagaimana pendidikan nasional telah
menjadi urusan birokrasi dimana masyarakat tidak ikut serta di dalamnya.
Salah satu konsekuensi dari partisipasi masyarakat untuk menghidupkan masyarakat baru
Indonesia adalah dengan partisipasi masyarakat di dalam mengelola pendidikan (Community
Based Education). Sederhananya hal ini menuntut masyarakat (orang tua, pemimpin
masyarakat local, pemimpin nasional), dunia kerja, dunia industri harus ikut serta di dalam
membina pendidikan.
2. Demokratisasi Pendidikan.
Dari realitas diatas sebagai salah satu cirri khas demokrasi yang berkembang, bahwa
pendidikan yang diupayakan oleh pihak masyarakat akan melahirkan demokratisasi
pendidikan. Selanjutnya partisipasi masyarakat menuntut otonomi dari lembaga-lembaga
pendidikan. Otonomi-otonomi lembaga pendidikan berarti lembaga-lembaga pendidikan
tersebut terlepas dari kungkungan birokrasi dan menjadi suatu lembaga professional dengan
tanggung jawab yang jelas. Otonomi lembaga pendidikan tidak mengurangi partisipasi
pendidikan di dalam menyelenggarakan pendidikan tersebut.
3. Sumber Daya Pendidikan Yang Professional.
Desentralisasi dan demokratisasi pendidikan memerlukan tenaga-tenaga yang trampil dan
professional. Hal ini diperlukan sebagai salah satu bentuk riil dari terwujudnya desenteralisasi
dan demokratisasi pendidikan dalam menuju kompetisi nasional maupun global.
4. Sumber Daya Penunjang Yang Memadai.
Memang diakui selama ini cukup banyak yang telah kita capai dan di dalam investasi
pengembangan pendidikan yang cukup besar. Namun demikian dilihat secara makro,
investasi pendidikan kita tergolong rendah dikawasan Asia. Berkaitan dengan ini peranan
masyarakat (pendidikan swasta) perlu mendapat kajian kembali.
Sehingga berdasarkan realitas diatas, banyak implikasi yang muncul dari pergeseran
paradigma pendidikan di Indonesia. Implikasi paradigma baru pendidikan tersebut antara
lain, pertama bahwa pengembangan kurikulum harus meeperhatikan realitas paradigma baru
pendidikan di Indonesia yang notabene telah menjadi salah satu landasan dalam
pengembangan kurikulum. Pada tahap upaya dalam mengembangkan kurikulum harus betul-
betul bertumpu pada realitas di atas.
Kedua, berkaitan erat dengan demokratisasi pendidikan ialah peninjauan kembali program-
program dalam berbagai jenjangnya. Kurikulum yang sentralistis dan sangat berat harus
ditinjau kembali sesuai dengan kebutuhan masyarkaat.
Ketiga, secara teknis penyusunan kurikulum nasional berisi petunjuk-petunjuk dasar saja,
kemudian diberikan isi yang nyata di dalam kurikulum yang dilaksanakan di masing-masing
daerah otonom. Kurikulum nasional tetap diperlukan karena kita hidup di dalam
ketatanegaraan yang satu.
Keempat, harus ada upaya bersama yang dijalankan oleh seluruh masyarakat, termasuk guru,
dalam melakukan pengembangan dalam kurikulum. Meskipun dalam praktiknya gurulah
yang nantinya berperan dalam mengolah dan melaksanakan kurikulum tersebut.
Kelima, bahwa kurikulum yang sebenarnya adalah masyarakat itu sendiri. Lingkungan
sebagai salah satu sarana pengembangan kurikulum, menjadi sebuah sarana dalam
berkurikulum. Sehingga peserta didik, selain mendapat kurikulum di sekolah, secara
langsung akan mengaplikasikan hal tersebul di lingkungan masing-masing.
Dari berbagai implikasi di atas kiranya paradigma baru pendidikan tersebut harus secara
serius dipahami sebagai salah satu kesatuan yang utuh bagi pengembangan kurikulum.
Dengan harapan keberadaan sekolah yang ideal bagi masa depan, serta bermasa depan bisa
terwujud. Sekaligus sekolah yang bermasa depan untuk menjadi proses hidup dalam
bermayrarakat bisa terjadi.
Meretas Paradigma Baru Manajemen Pendidikan Islam
Rabu, 30 November 2011 –
Tanjung Pati, 29 November 2011 Kementerian Agama memiliki komitmen yang kuat dalam
meningkatkan mutu pendidikan Indonesia khususnya pendidikan Islam, hal tersebut sejalan
dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor. 63 tahun 2009 Tentang Sistem
Penjaminan Mutu Pendidikan. SPMP mendefinisikan penjaminan mutu sebagai kegiatan
sistemik dan terpadu oleh satuan/program pendidikan, penyelenggara satuan/program
pendidikan baik yang dikelola oleh pemerintah atau masyarakat untuk meningkatkan
kecerdasan kehidupan bangsa melalui pendidikan. Pada tataran operasional, penjaminan mutu
pendidikan dilakukan melalui serangkaian proses dan sistem yang saling terkait untuk
mengumpulkan, menganalisa, dan melaporkan data mengenai kinerja dan mutu dari tenaga
kependidikan, program dan lembaga pendidikan. Drs.Ifkar.M.Ag Kasi Mapenda Kemenag
Lima Puluh Kota dalam laporan ketua panitia rapat evaluasi Seksi Mapenda tahun 2011
menjelaskan bahwa rapat evalausi seksi Mapenda yang digelar di Shago Bungsu Hall
Convention dari tanggal 29 dan 30 November 2011 merupakan agenda strategis bagi dunia
pendidikan Islam, harapan kita rapat evaluasi ini dapat melahirkan rekomendasi bagi
peningkatan mutu pendidikan, lebih mendalam alumi PGA Payakumbuh tahun 1988 ini
mengurai secara umum capaian kinerja pendidikan Islam baik yang ada di Madrasah dan
sekolah telah berjalan dengan baik dan sesuai dengan target capaian kita tahun ini, kedepanya
harapan kita adalah meningkatkan prestasi-prestasi yang telah dicapai tahun ini, disamping
itu kita perlu untuk melakukan refleksi dan proyeksi demi perbaikan mutu pendidikan Islam
pada tahun yang akan datang, tutur Drs.Ifkar.M.Ag mengakhiri laporanya. Sementara itu,
Drs.H.Gusman Piliang.M.M Kakan Kemeng Lima Puluh Kota dalam pengarahannya
menyampaikan ucapan terimakasih yang setinggi tingginya kepada seluruh komponen yang
telah berperan aktif dalam mensukseskan rapat evaluasi seksi Mapenda tahun2011 ini, kita
bersyukur dari berbagai capaian prestasi yang telah diukir madrasah dan guru PAI di sekolah
dalam satu tahun terakhir, tapi saya berpesan kita tidak boleh larut dalam prestasi tersebut,
karena tantangan dan perjuangan kita dimasa yang akan datang semakin berat, tegas
Kakan.Kemenag disambut meriah para peserta rapat. Lebih mendalam ayah tiga orang putra
ini menitipkan harapan kepada peserta rapat, ini merupakan momentum strategis bagi kita
untuk melakukan muhasabah atas kinerja seksi mapenda selama tahun 2011, saya yakin,
keberanian kita untuk berkaca diri akan menjadi modal besar kita dalam meretas perubahan
paradigma manajemen madrasah di masa yang akan datang, pinta Kakan Kemenag
mengakhir sambutanya. Setelah dibuka secara resmi oleh Drs.H.Gusman Piliang.M.M Kakan
Kemeng Lima Puluh Kota, acara rapat evaluasi dilanjutakan dengan penyampaian materi
dengan tema Kebijakan Kanwil Kementerian Agama Sumatera Barat dalam bidang
pendidikan Islam, Drs.H.Muchtim Syam Plt Kabid Mapendais Kanwil Kemenag Sumatera
Barat dalam paparanya menjelaskan secara umum perkembangan pendidikan Islam di
Madrasah dan PAI di sekolah telah mengalami lompatan yang sangat jauh bila di bandingkan
dengan kondisi kita pada tahun sembilan puluhan, sebagai contoh, sekarang ini capaian
madrasah dalam standar sarana dan prasarana sudah mengalami kemanjuan yang luar biasa,
kedepanya kita berharap peningkantan kwalitas dan kwantitas madrasah berjalan
berdampingan, kondisi ideal tersebut akan mengantarkan madrasah dan PAI disekolah pada
level pendidikan yang excellent serta berdaya saing, ucapa Drs.H.Muchtim Syam menutup
penyampaian materinya. Rapat evaluasi seksi Mapenda tahun 2011 ini di ikuti oleh unsur
kemenag, kepala madrasah, pengawas, perwakilan guru PAI, dan kelompok kerja profesi,
sebanyak tujuh puluh empat orang tercatat sebagai peserta rapat evaluasi seksi Mapenda
tahun 2011 ini. (APP)
Posted by datastudi ⋅ 7 December 2010 ⋅ Leave a Comment
Oleh: SYUAIB SULAIMAN
Masalah pendidikan merupakan masalah yang sangat penting
dan tidak bisa dipisahkan dari seluruh rangkaian kehidupan manusia. Kebanyakan manusia
memandang pendidikan sebagai sebuah kegiatan mulia yang akan mengarahkan manusia
pada nilai-nilai yang memanusiakan. Pandangan bahwa pendidikan sebagai kegiatan yang
sangat sakral dan mulia telah lama diyakini oleh manusia. Namun di dekade 70-an dua orang
tokoh pendidikan, yaitu Paulo Freire dan Ivan Illich melontarkan kritik yang sangat mendasar
tentang asumsi tersebut. Mereka menyadarkan banyak orang bahwa pendidikan yang selama
ini disakralkan dan diyakini mengandung nilai-nilai kebajikan tersebut ternyata mengandung
penindasan.
Pendidikan merupakan suatu perbuatan, tindakan, dan praktek. Namun, demikian pendidikan
tidak dapat diartikan sebgai satu hal yang mudah, sederhana, dan tidak memerlukan
pemikiran. Karena istilah pendidikan sebagai praktek, mengandung implikasi pemahaman
akan arah dan tujuannya.2 Karenanya proses pendidikan itu bukan hanya sekedar lahiriah dan
suatu prilaku kosong saja. Pendidikan tidak diarahkan untuk pendidikan itu sendiri,
melainkan diarahkan untuk pencapaian maksud, arah, dan tujuan di masa yang akan datang.
Dengan demikian, dimensi waktu dalam pendidikan tidak hanya terbatas pada waktu
sekarang, yaitu saat berlangsung pendidikan tersebut. Tetapi, pendidikan diarahkan pada
sikap, prilaku, dan kemampuan serta pengetahuan yang diharapkan akan menjadi pegangan
bagi anak didik dalam melaksanakan tugas hidupnya secara bertanggung jawab dan dapat
menjadi manusia yang seutuhnya, sebagaimana yang menjadi tujuan utama dalam
pendidikan.
Menurut Muhammad Iqbal, pendidikan bukan hanya proses belajar mengajar belaka untuk
mentransformasikan pengetahuan dan berlangsung secara sederhana dan mekanistik.
Melainkan, pendidikan adalah keseluruhan yang mempengaruhi kehidupan perseorangan
maupun kelompok masyarakat, yang seharusnya menjamin kelangsungan kehidupan budaya
dan kehidupan bersama memantapkan pembinaan secara intelegen dan kreatif. Proses
pendidikan ini mencakup pembinaan diri secara integral untuk mengantarkan manusia pada
kesempurnaan kemanusiannya tanpa mesti terbatasi oleh sistem transformasi pengetahuan
secara formal dalam lingkungan akademis. Pada akhirnya, pendidikan dalam arti luas
mencakup penyelesaian masalah-masalah manusia secara umum dan mengantarkan manusia
tersebut pada tujuan hidupnya yang mulia.
Menurut Freire, pendidikan bukan hanya kegiatan pengembangan kognitif anak didik,
melainkan pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan cinta dan keberanian. Sesungguhnya
menurut Freire, pendidikan ialah tindakan cinta kasih dan karena itu juga merupakan
tindakan berani. Pendidikan tidak boleh membuat orang yang akan menganalisis realitas
menjadi takut.
Kualitas yang dihasilkan dari output pendidikan sangat ditentukan oleh proses yang terjadi
dalam interaksi pendidikan. Keseluruhan proses dan metode dalam pendidikan didasarkan
pada tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan tersebut. Sedangkan tujuan pendidikan
ditentukan berdasarkan pilihan paradigma yang dijadikan dasar dalam pendidikan. Dari
asumsi tersebut terlihat betapa paradigma dalam pendidikan menjadi sesuatu hal yang
fundamental dan menentukan hasil dari pendidikan. Baik dan buruknya output dari
pendidikan sangat ditentukan oleh paradigma pendidikan yang dianut.
Henry Giroux dan Arronnawitz membagi paradigma pendidikan ke dalam tiga aliran utama,
yaitu :
1. Paradigma konservatif, yaitu paradigma pendidikan yang lebih berorientasi pada
pelestarian dan penerusan pola-pola kemapanan sosial serta tradisi. Paradigma pendidikan
konservatif sangat mengidealkan masa silam (past oriented) sebagai patron ideal dalam
pendidikan. Paradigma konservatif melahirkan jenis kesadaran sebagaimana yang disebutkan
oleh Paulo Freire, sebagai kesadaran magis. Yaitu jenis kesadaran yang tak mampu
mengkaitkan antara satu faktor dengan faktor lainnya sebagai hal yang berkaitan. Kesadaran
magis lebih melihat faktor diluar kesadaran manusia sebagai penyebab dari segala kejadian.
2. Paradigma pendidikan liberal, yaitu paradigma pendidikan yang berorientasi
mengarahkan peserta didik pada prilaku-prilaku personal yang efektif, dengan mengejar
prestasi individual. Sehingga yang terjadi adalah persaingan individual yang akan
mengarahkan peserta didik pada individualisme dan tidak melihat pendidikan sebagai proses
pengembangan diri secara kolektif. Paradigma pendidikan liberal melahirkan bentuk
kesadaran naif. Yaitu jenis kesadaran ini menganggap aspek manusia secara individulah yang
menjadi penyebab dari akar permasalahan.
3. Paradigma pendidikan kritis, yaitu paradigma pendidikan yang menganut bahwa
pendidikan adalah diorientasikan pada refleksi kritis terhadap sistem dan struktur sosial yang
menyebabkan terjadinya berbagai ketimpangan. Paradigma pendidikan kritis mengarahkan
peserta didik pada kesadaran kritis, yaitu jenis kesadaran yang melihat realitas sebagai satu
kesatuan yang kompleks dan saling terkait satu sama lain.
Paradigma pendidikan sangat berimplikasi terhadap pendekatan dan metodologi pendidikan
dan pengajaran. Salah satu bentuk implikasi tersebut adalah perbedaan bentuk dalam pola
belajar mengajar antara pola paedagogy dengan pola andragogy.
Bagi Freire, selaku tokoh penggagas pendidikan kritis. Pendidikan haruslah berorientasi
kepada pengenalan realitas diri manusia dan dirinya sendiri. Pengenalan akan realitas bagi
Freire tidak hanya bersifat objektif atau subjektif, tapi harus kedua-duanya secara sinergis.
Objektivitas dan subjektivitas dalam pengertian ini menjadi dua hal yang tidak saling
bertentangan, bukan suatu dikotomi dalam pengertian psikologis, kesadaran subjektif dan
kemampuan objektif adalah dua fungsi dialektis yang konstan/tetap dalam diri manusia. Oleh
karena itulah menurut Freire, pendidikan harus tampil metode yang mengarahkan manusia
pada perwujudan kesadaran subjektif yang kritis dan pemahaman akan realitas yang objektif
dan akan mengantarkan manusia pada suatu kesadaran kritis yang konstruktif dalam
membangun dunianya ke arah yang lebih konstruktif.

More Related Content

What's hot

Makalah manajemen peserta didik
Makalah manajemen peserta didikMakalah manajemen peserta didik
Makalah manajemen peserta didik
Arfa Mantoeng
 
Ppt administrasi pendidikan
Ppt administrasi pendidikanPpt administrasi pendidikan
Ppt administrasi pendidikan
Lhya Baha
 
Unsur-unsur Manajemen Pendidikan
Unsur-unsur Manajemen PendidikanUnsur-unsur Manajemen Pendidikan
Unsur-unsur Manajemen Pendidikan
rizkiariandini
 
METODE-METODE DALAM PENDIDIKAN KOMPARATIF
METODE-METODE DALAM PENDIDIKAN KOMPARATIFMETODE-METODE DALAM PENDIDIKAN KOMPARATIF
METODE-METODE DALAM PENDIDIKAN KOMPARATIF
AndhinaFitrianitaPutri
 
Hakekat manusia dalam pandangan filsafat
Hakekat manusia dalam pandangan filsafatHakekat manusia dalam pandangan filsafat
Hakekat manusia dalam pandangan filsafat
Irma Puji Lestari
 
Manajemen pembiayaan pendidikan
Manajemen pembiayaan pendidikanManajemen pembiayaan pendidikan
Manajemen pembiayaan pendidikan
Spingibib Yuki
 

What's hot (20)

Makalah filsafat ilmu ILMU PENGETAHUAN DAN PENGETAHUAN ILMIAH
Makalah filsafat ilmu ILMU PENGETAHUAN DAN PENGETAHUAN ILMIAHMakalah filsafat ilmu ILMU PENGETAHUAN DAN PENGETAHUAN ILMIAH
Makalah filsafat ilmu ILMU PENGETAHUAN DAN PENGETAHUAN ILMIAH
 
Makalah manajemen peserta didik
Makalah manajemen peserta didikMakalah manajemen peserta didik
Makalah manajemen peserta didik
 
PPT manajemen kurikulum.pptx
PPT manajemen kurikulum.pptxPPT manajemen kurikulum.pptx
PPT manajemen kurikulum.pptx
 
Jenis-jenis Organisasi Kurikulum
Jenis-jenis Organisasi KurikulumJenis-jenis Organisasi Kurikulum
Jenis-jenis Organisasi Kurikulum
 
Ppt administrasi pendidikan
Ppt administrasi pendidikanPpt administrasi pendidikan
Ppt administrasi pendidikan
 
Unsur-unsur Manajemen Pendidikan
Unsur-unsur Manajemen PendidikanUnsur-unsur Manajemen Pendidikan
Unsur-unsur Manajemen Pendidikan
 
Hakikat IPA
Hakikat IPAHakikat IPA
Hakikat IPA
 
Makalah permasalan guru dan solusinya
Makalah permasalan guru dan solusinyaMakalah permasalan guru dan solusinya
Makalah permasalan guru dan solusinya
 
METODE-METODE DALAM PENDIDIKAN KOMPARATIF
METODE-METODE DALAM PENDIDIKAN KOMPARATIFMETODE-METODE DALAM PENDIDIKAN KOMPARATIF
METODE-METODE DALAM PENDIDIKAN KOMPARATIF
 
Pengembangan kurikulum powerpoint
Pengembangan kurikulum powerpointPengembangan kurikulum powerpoint
Pengembangan kurikulum powerpoint
 
Melakukan TUjuan Instruksional Khusus
Melakukan TUjuan Instruksional KhususMelakukan TUjuan Instruksional Khusus
Melakukan TUjuan Instruksional Khusus
 
lingkungan sebagai sumber belajar
lingkungan sebagai sumber belajarlingkungan sebagai sumber belajar
lingkungan sebagai sumber belajar
 
Instrumen Wawancara dan Observasi KKL di Sekolah Dasar
Instrumen Wawancara dan Observasi KKL di Sekolah DasarInstrumen Wawancara dan Observasi KKL di Sekolah Dasar
Instrumen Wawancara dan Observasi KKL di Sekolah Dasar
 
Hakekat manusia dalam pandangan filsafat
Hakekat manusia dalam pandangan filsafatHakekat manusia dalam pandangan filsafat
Hakekat manusia dalam pandangan filsafat
 
Pengertian Antropologi pendidikan
Pengertian Antropologi pendidikanPengertian Antropologi pendidikan
Pengertian Antropologi pendidikan
 
Manajemen pembiayaan pendidikan
Manajemen pembiayaan pendidikanManajemen pembiayaan pendidikan
Manajemen pembiayaan pendidikan
 
Makalah manajemen pembiayaan
Makalah manajemen pembiayaanMakalah manajemen pembiayaan
Makalah manajemen pembiayaan
 
Manajemen pendidikan islam ppt
Manajemen pendidikan islam pptManajemen pendidikan islam ppt
Manajemen pendidikan islam ppt
 
Makalah Pendidikan Sebagai Ilmu
Makalah Pendidikan Sebagai IlmuMakalah Pendidikan Sebagai Ilmu
Makalah Pendidikan Sebagai Ilmu
 
akhlak mahmudah dan madzmumah
akhlak mahmudah dan madzmumahakhlak mahmudah dan madzmumah
akhlak mahmudah dan madzmumah
 

Viewers also liked

Model manajemen pendidikan
Model manajemen pendidikanModel manajemen pendidikan
Model manajemen pendidikan
200409190711
 
Presentasi Konsep model manajemen pendidikan
Presentasi Konsep model manajemen pendidikanPresentasi Konsep model manajemen pendidikan
Presentasi Konsep model manajemen pendidikan
Blengep
 
Manajemen pendidikan islam gm
Manajemen pendidikan islam gmManajemen pendidikan islam gm
Manajemen pendidikan islam gm
Edwarn Abazel
 
ไทย 50
ไทย 50ไทย 50
ไทย 50
yyyim
 
สังคม
สังคมสังคม
สังคม
yyyim
 
Pat5
Pat5Pat5
Pat5
yyyim
 
01 introduction
01 introduction01 introduction
01 introduction
TRK2012
 
5f1dc380d99a13b24d1ce693df6f81cf
5f1dc380d99a13b24d1ce693df6f81cf5f1dc380d99a13b24d1ce693df6f81cf
5f1dc380d99a13b24d1ce693df6f81cf
yyyim
 
สุข 50
สุข 50สุข 50
สุข 50
yyyim
 
07.0%20 pat5tc75
07.0%20 pat5tc7507.0%20 pat5tc75
07.0%20 pat5tc75
yyyim
 

Viewers also liked (20)

Model manajemen pendidikan
Model manajemen pendidikanModel manajemen pendidikan
Model manajemen pendidikan
 
Presentasi Konsep model manajemen pendidikan
Presentasi Konsep model manajemen pendidikanPresentasi Konsep model manajemen pendidikan
Presentasi Konsep model manajemen pendidikan
 
Makalah Manajemen Pendidikan Islam
Makalah Manajemen Pendidikan IslamMakalah Manajemen Pendidikan Islam
Makalah Manajemen Pendidikan Islam
 
Manajemen pendidikan-islam deden-makbuloh-tuti alwiyah
Manajemen pendidikan-islam deden-makbuloh-tuti alwiyahManajemen pendidikan-islam deden-makbuloh-tuti alwiyah
Manajemen pendidikan-islam deden-makbuloh-tuti alwiyah
 
Manajemen pendidikan islam gm
Manajemen pendidikan islam gmManajemen pendidikan islam gm
Manajemen pendidikan islam gm
 
Makalah Manajemen Pendidikan Islam pdf
Makalah Manajemen Pendidikan Islam pdfMakalah Manajemen Pendidikan Islam pdf
Makalah Manajemen Pendidikan Islam pdf
 
Ppt kosep dan fungsi manajemen pendidikan islam
Ppt kosep dan fungsi manajemen pendidikan islamPpt kosep dan fungsi manajemen pendidikan islam
Ppt kosep dan fungsi manajemen pendidikan islam
 
paradigma baru pendidikan islam
 paradigma baru pendidikan islam  paradigma baru pendidikan islam
paradigma baru pendidikan islam
 
Mamajemen pendidikan-islam deden-makbuloh-sukmaidi
Mamajemen pendidikan-islam deden-makbuloh-sukmaidiMamajemen pendidikan-islam deden-makbuloh-sukmaidi
Mamajemen pendidikan-islam deden-makbuloh-sukmaidi
 
Twitter topic trends
Twitter topic trendsTwitter topic trends
Twitter topic trends
 
2
22
2
 
Dexter's campaign for launch in mumbai
Dexter's campaign for launch in mumbaiDexter's campaign for launch in mumbai
Dexter's campaign for launch in mumbai
 
ไทย 50
ไทย 50ไทย 50
ไทย 50
 
สังคม
สังคมสังคม
สังคม
 
6
66
6
 
Pat5
Pat5Pat5
Pat5
 
01 introduction
01 introduction01 introduction
01 introduction
 
5f1dc380d99a13b24d1ce693df6f81cf
5f1dc380d99a13b24d1ce693df6f81cf5f1dc380d99a13b24d1ce693df6f81cf
5f1dc380d99a13b24d1ce693df6f81cf
 
สุข 50
สุข 50สุข 50
สุข 50
 
07.0%20 pat5tc75
07.0%20 pat5tc7507.0%20 pat5tc75
07.0%20 pat5tc75
 

Similar to Paradigma manajemen pendidikan islam

Bahagian b
Bahagian bBahagian b
Bahagian b
Cik BaCo
 

Similar to Paradigma manajemen pendidikan islam (20)

PPT Makalah MPI. RIAN SAPUTRA.pptx
PPT Makalah MPI. RIAN SAPUTRA.pptxPPT Makalah MPI. RIAN SAPUTRA.pptx
PPT Makalah MPI. RIAN SAPUTRA.pptx
 
Activing dan Controling Pendidikan Islam
Activing dan Controling Pendidikan IslamActiving dan Controling Pendidikan Islam
Activing dan Controling Pendidikan Islam
 
Activing Dan Controling Pendidikan Islam
Activing Dan Controling Pendidikan IslamActiving Dan Controling Pendidikan Islam
Activing Dan Controling Pendidikan Islam
 
Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah
Manajemen Berbasis Sekolah/MadrasahManajemen Berbasis Sekolah/Madrasah
Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah
 
Kepemimpinan Pendidikan
Kepemimpinan PendidikanKepemimpinan Pendidikan
Kepemimpinan Pendidikan
 
Makalah konsep dan fungsi manajemen pendidikan
Makalah konsep dan fungsi manajemen pendidikanMakalah konsep dan fungsi manajemen pendidikan
Makalah konsep dan fungsi manajemen pendidikan
 
Prof. maisah, m.pd.i suhairi edi wardani riview jurnal managemen pesanteren d...
Prof. maisah, m.pd.i suhairi edi wardani riview jurnal managemen pesanteren d...Prof. maisah, m.pd.i suhairi edi wardani riview jurnal managemen pesanteren d...
Prof. maisah, m.pd.i suhairi edi wardani riview jurnal managemen pesanteren d...
 
Resume manajemen ayu
Resume manajemen ayuResume manajemen ayu
Resume manajemen ayu
 
Mahmud my., prof. hafzi ms uin sts jambi
Mahmud my., prof. hafzi ms uin sts jambiMahmud my., prof. hafzi ms uin sts jambi
Mahmud my., prof. hafzi ms uin sts jambi
 
Uts dasar dasar manajemen dinda maelani oktapiandi-l1_c021091
Uts dasar dasar manajemen dinda maelani oktapiandi-l1_c021091Uts dasar dasar manajemen dinda maelani oktapiandi-l1_c021091
Uts dasar dasar manajemen dinda maelani oktapiandi-l1_c021091
 
Modul manajemen
Modul manajemenModul manajemen
Modul manajemen
 
makalah manajemen sekolah-GINA AMRIL
makalah manajemen sekolah-GINA AMRIL makalah manajemen sekolah-GINA AMRIL
makalah manajemen sekolah-GINA AMRIL
 
Ayat-Ayat Manajemen Kepemimpinan Islam Pada Lembaga Pendidikan Islam.pdf
Ayat-Ayat Manajemen Kepemimpinan Islam Pada Lembaga Pendidikan Islam.pdfAyat-Ayat Manajemen Kepemimpinan Islam Pada Lembaga Pendidikan Islam.pdf
Ayat-Ayat Manajemen Kepemimpinan Islam Pada Lembaga Pendidikan Islam.pdf
 
Ayat-Ayat Manajemen Kepemimpinan Islam Pada Lembaga Pendidikan Islam.docx
Ayat-Ayat Manajemen Kepemimpinan Islam Pada Lembaga Pendidikan Islam.docxAyat-Ayat Manajemen Kepemimpinan Islam Pada Lembaga Pendidikan Islam.docx
Ayat-Ayat Manajemen Kepemimpinan Islam Pada Lembaga Pendidikan Islam.docx
 
UTS MIFTAHUL JANNAH. HADIS TEMATIK. SM V MD-D FDK UINSU 2019
UTS MIFTAHUL JANNAH. HADIS TEMATIK. SM V MD-D FDK UINSU 2019UTS MIFTAHUL JANNAH. HADIS TEMATIK. SM V MD-D FDK UINSU 2019
UTS MIFTAHUL JANNAH. HADIS TEMATIK. SM V MD-D FDK UINSU 2019
 
MAKALAH KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ISLAM.docx
MAKALAH KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ISLAM.docxMAKALAH KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ISLAM.docx
MAKALAH KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ISLAM.docx
 
Administrasi pendidikan islam alma
Administrasi pendidikan islam almaAdministrasi pendidikan islam alma
Administrasi pendidikan islam alma
 
Bahagian b
Bahagian bBahagian b
Bahagian b
 
Manajemen pendidikan-islam desen-makbuloh-siti faridah
Manajemen pendidikan-islam desen-makbuloh-siti faridahManajemen pendidikan-islam desen-makbuloh-siti faridah
Manajemen pendidikan-islam desen-makbuloh-siti faridah
 
Manajemen Organisasi Bidang Pendidikan (Presentasi)
Manajemen Organisasi Bidang Pendidikan (Presentasi)Manajemen Organisasi Bidang Pendidikan (Presentasi)
Manajemen Organisasi Bidang Pendidikan (Presentasi)
 

More from Edwarn Abazel

Faktor yang mempengaruhi kepemimpinan
Faktor yang mempengaruhi kepemimpinanFaktor yang mempengaruhi kepemimpinan
Faktor yang mempengaruhi kepemimpinan
Edwarn Abazel
 
Dasar dasar manajemen
Dasar dasar manajemenDasar dasar manajemen
Dasar dasar manajemen
Edwarn Abazel
 
Pengertian Manajemen Mutu Terpadu
Pengertian Manajemen Mutu TerpaduPengertian Manajemen Mutu Terpadu
Pengertian Manajemen Mutu Terpadu
Edwarn Abazel
 
filosofi mutu kinerja dan arti mmt
 filosofi mutu kinerja dan arti mmt filosofi mutu kinerja dan arti mmt
filosofi mutu kinerja dan arti mmt
Edwarn Abazel
 
Pengembangan lembaga pendidikan islam
Pengembangan lembaga pendidikan islamPengembangan lembaga pendidikan islam
Pengembangan lembaga pendidikan islam
Edwarn Abazel
 
Manajemen pendidikan madrasah ppt
Manajemen pendidikan madrasah pptManajemen pendidikan madrasah ppt
Manajemen pendidikan madrasah ppt
Edwarn Abazel
 
Pengertian metodologi studi islam
Pengertian metodologi studi islamPengertian metodologi studi islam
Pengertian metodologi studi islam
Edwarn Abazel
 
Managemen lembaga penddikan (new)
Managemen lembaga penddikan (new)Managemen lembaga penddikan (new)
Managemen lembaga penddikan (new)
Edwarn Abazel
 
Manajemen lembaga pendidikan
Manajemen lembaga pendidikanManajemen lembaga pendidikan
Manajemen lembaga pendidikan
Edwarn Abazel
 

More from Edwarn Abazel (20)

Faktor yang mempengaruhi kepemimpinan
Faktor yang mempengaruhi kepemimpinanFaktor yang mempengaruhi kepemimpinan
Faktor yang mempengaruhi kepemimpinan
 
Dasar dasar manajemen
Dasar dasar manajemenDasar dasar manajemen
Dasar dasar manajemen
 
Pengertian Manajemen Mutu Terpadu
Pengertian Manajemen Mutu TerpaduPengertian Manajemen Mutu Terpadu
Pengertian Manajemen Mutu Terpadu
 
filosofi mutu kinerja dan arti mmt
 filosofi mutu kinerja dan arti mmt filosofi mutu kinerja dan arti mmt
filosofi mutu kinerja dan arti mmt
 
Perilaku pemimpin
Perilaku pemimpinPerilaku pemimpin
Perilaku pemimpin
 
Pengembangan lembaga pendidikan islam
Pengembangan lembaga pendidikan islamPengembangan lembaga pendidikan islam
Pengembangan lembaga pendidikan islam
 
Geostrategi ppt
Geostrategi pptGeostrategi ppt
Geostrategi ppt
 
Otonomi daerah
Otonomi daerahOtonomi daerah
Otonomi daerah
 
Geopolitik ppt
Geopolitik pptGeopolitik ppt
Geopolitik ppt
 
Filsafat ilmu
Filsafat ilmuFilsafat ilmu
Filsafat ilmu
 
Filsafat manusia
Filsafat manusiaFilsafat manusia
Filsafat manusia
 
Manajemen pendidikan madrasah ppt
Manajemen pendidikan madrasah pptManajemen pendidikan madrasah ppt
Manajemen pendidikan madrasah ppt
 
analisis swot
analisis swotanalisis swot
analisis swot
 
Bab3revisi
Bab3revisiBab3revisi
Bab3revisi
 
Bab2revisi
Bab2revisiBab2revisi
Bab2revisi
 
Bab 1revisi
Bab 1revisiBab 1revisi
Bab 1revisi
 
Daftar pustaka
Daftar pustakaDaftar pustaka
Daftar pustaka
 
Pengertian metodologi studi islam
Pengertian metodologi studi islamPengertian metodologi studi islam
Pengertian metodologi studi islam
 
Managemen lembaga penddikan (new)
Managemen lembaga penddikan (new)Managemen lembaga penddikan (new)
Managemen lembaga penddikan (new)
 
Manajemen lembaga pendidikan
Manajemen lembaga pendidikanManajemen lembaga pendidikan
Manajemen lembaga pendidikan
 

Recently uploaded

BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
JuliBriana2
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
JarzaniIsmail
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
pipinafindraputri1
 
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 20241. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
DessyArliani
 

Recently uploaded (20)

MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
 
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 20241. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
 
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaKonseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf
668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf
668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf
 
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
 
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 

Paradigma manajemen pendidikan islam

  • 1. PARADIGMA MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM PARADIGMA MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM: (ANTARA IDEALITA DAN REALITA) A. Pendahuluan Masalah pendidikan Islam ditinjau dari berbagai aspeknya di Indonesia masih terus dikaji, diteliti, dan sebagian hasil-hasilnya ada yang bisa dilaksanakan, dan banyak pula yang masih tersimpan dalam loci, tidak tersosialisasikan dan mengendap di ruang arsip yang sunyi dan sepi. Padahal biaya untuk kegiatan tersebut sangat besar, jika dibandingkan dengan kebutuhan impor beras menjelang awal tahun 2007 ini, tetapi pemanfaatannya tidak maksimal, untuk tidak disebut mubadzir. Reformasi pendidikan dewasa ini yang dilaksanakan, seperti laporan Tim Depdiknas( 2001) menggunakan pendekatan, yaitu : 1) Berangsur-angsur sesuai kesiapan sumber daya dan perangkat aturan;2) Partisipatori reformasi pendidikan dijalankan dengan meningkatkan peran/keterlibatan pihak terkait pendidikan;3) Komprehensif reformasi dilaksanakan dengan meliputi semua aspek pendidikan mencakup aturan, organisasi, kurikulum, evaluasi, guru-guru, stakeholder, juga keuangan untuk semua jenis dan jenjang pendidikan. 1 Masalah pengolahaan pendidikan Islam yang kini difokuskan adalah membuat terobosan dan mengujicobakan hasil berbagai kajian dan penelitian sambil menemukan alternative solusi dan paradigma dalam meningkatkan mutu kelembagaan dan SDM. Lembaga-lembaga pendidikan Islam dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, sudah lama melaksanakan manajemen secara persiap dan konvensional, masih banyak aspek yang perlu dikajiuntuk memenuhi apa yang disebut TQM (Total Quality Management).2 Sedangkan peningkatan mutu SDM sebagai pengelola lembaga pendidikan Islam pun sudah banyak dilaksanakan baik melalui jenjang pendidikan, pelatihan, dan kegiatan-kegiatan lain yang cukup besar menghabiskan biaya dengan harapan agar dapat mendongkrak kinerja yang lebih bersinergi dalam melaksanakan tugas-tugasnya. 1. Syarifuddin,M.Pd Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, Jakarta:Ciputat Press 2005, h.8. 2. James W.Cortada, Total Quality Management: Terapan dalam Manajemen Sstem Informasi, Terj.Eko Suwardi, Yogyakarta: Penerbit Andi, 1996,h.10 Banyak pilihan sebenarnya terhadap manajemen pendidikan Islam saat ini yang telah dilaksanakan. Di lingkungan Madrasah saja, baik Manajemen Mutu Terpadu (MMT), Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), Manajemen Berbasis Madrasah (MBM), atau manajemen perubahan madrasah menuju kearah pemberdayaan personil dan potensi madrasah untuk mencapai keunggulan kompertitif dan keunggulan komfaratif antara satu madrasah dengan madrasah lain telah lama dilaksanakan. Tetapi hasilnya masih terus dipantau, dikaji, dan diteliti kembali.
  • 2. B. Manajemen Pendidikan Islam Manajemen merupakan terjemahan secara langsung dari kata manajemen yang berarti pengelolaan, ketatalaksanaan, atau tata pimpinan.3 Management berakar dari kata kerja to manage yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, atau mengelola. 4 Pengertian yang sama dengan pengertian dan hakikat manajemen adalah al-tadbir (pengaturan). Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur) yang dapat kita temukan dalam al-Qur’an Q.S. 32:5 dan Q.S 10:31. 5 James H Donnelu, mendefinisikan : Manajemen adalah sebuah proses yang dilakukan oleh suatu orang/lebih untuk mengatur kegiatan-kegiatan melalui orang lain sebagai upaya untuk mencapai tujuan. 6 Kadarman mendefinisikan manajemen adalah suatu rentetan langkah yang terpadu yang mengembangkan suatu organisasi sebagai suatu system yang bersifat sosial ekonomi-teknik. Sementara Sondang P.Siagian menyatakan bahwa manajemen adalah kemampuan/keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka mencapai tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain. 7 3. Ramayulis. Ilmu pendidikan islam. Jakarta:Kalam Mulia 2004.h. 235 4. John M Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris,Jakarta:Gramedia.1993.h.362. 5. Firmannya:”Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik- Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitungannmu.”(Q.S.As-Sajadah 32:05).” Katakanlah: Siapakah yang memberi Rezeki kepadamu dari langit dan bumi siapakah yang yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” maka mereka akan menjawab:Allah”. Maka Katakanlah”Mengapa kamu tidak bertaqwa kepada-Nya?” (Q.S Yunus 31) kedua ayat ini terdapat kata Yudabbiru al-amra yang berarti mengatur urusan. Ahmad al-Syawi menafsirkan bahwa Allah adalah pengatur alam(manager) karena manusia yang iciptakann-Nya telah dijadikan sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini. 6. James H Donelly, Fundamentals of Management, Texas:Business Publication, 1984,h,99 7. A.M. kadarman dan Yusuf Udaya, Pengantar Ilmu Management, buku panduan mahasiswa.Jakarta:Gramedia,1996,h.10 George R.Terry (1973) dalam bukunya The Principles of Management mengemukakan habwa manajemen merupakan “sebuah kegiatan”, pelaksanaannya disebut managing dan orang yang melakukannya disbut manager. Individu yang menjadi manajer bertugas menangani tugas-tugas baru yang seluruhnya bersifat managerial yang penting diantaranya ialah menghentikan kecendrungan untuk melaksanakan segala sesuatunya seorang diri saja. 8 Manajemen mencakup kegiatan untuk mencapai tujuan, dengan fungsi dasar dan proses manajemennya adalah planning, organizing, actuating dan controlling. Semuanya dilakukan oleh individu-individu yang menyumbangkan upayanya yang terbaik melalui tindakan-tindakan manajemen yang telah ditetapkan sebelumnya. 9 Jika menilik arti manajemen sebagaimana diuraikan diatas, maka manajemen dapat kita lihat sebagai sebuah proses pemanfaatan semua sumber daya melalui orang lain
  • 3. dan bekerjasama dengannya. Proses itu dimaksudkan untuk mencapai tujuan bersama secara efektif, efisiens, dan produktif. Sedangkan, Pendidikan Islam merupakan proses trans-internalisasi nilai-nilai islman kepada peserta didik sebagai bekal untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahtraan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, manajemen dalam pendidikan islam dapat di definisikan sebagai proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (umat Islam, lembaga pendidikan/lainnya) baik perangkat keras maupun lunak, pemanfaatan tersebut melalui kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien, dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahtraan, baik di dunia mauun di akhirat. Sistem manajemen dalam pendidikan Islam merupakan proses yang koordinatif, sistematik, dan integratif. Proses itu dimulai dari perencanaan. Pengorganisasian, penggerakan, sampai pada pengawasan yang semuanya selalu didasari oleh nilai-nilai Islam agar system tersebut dapat sekaligus mempunyai nilai-nilai yang material dan sprituil. 1. Prinsip dan Aspek Manajemen Pendidikan Islami Prinsip manajemen pendidikan islam baik secara implicit maupun eksplisit dapat ditemukan dalam sebuah hadits, dimana hadists tersebut menekankan betapa besarnya tanggung jawab seorang pemimpin. Kepemimpinan merupakan inti dalam 8. Syarifudin,M.Pd, Pengelolaan Madrasah (Pendekatan Teoritis dan Praktis). Bandung: PSPM 2005,h.6 9 Ibid., h.7. Sebuah manajemen organisasi. Karena itu secara secara implicit hadits Rasulullah SAW., 10 tersebut juga berkaitan dengan masalah manajemen pendidikan. Sebab, lembaga pendidikan Islam tidak akan dapat berjalan tanpa adanya kepemimpinan yang mencerminkan manager. Selanjutnya apa saja prinsip-prinsip manajemen Islami itu? Dalam kitab Fi Ijtamiyyab al-Tarbiyah, karya Munir al-Husry Sarhan, disebutkan bahwa prinsip manajemen Islami itu diantaranya ; (1) Ikhlas; (2) Kejujuran; (3) Amanah; (4) Adil; (5) Tanggung Jawab; (6) Dinamis; (7) Praktis; dan (8) Fleksibel. 11Sementara Dr. Sanusi Uwes menambahkan ada beberapa karakter kepemimpinan Islam yang mengantarkan kepada kesuksesan kepemimpinan Rasulullah SAW., yakni (1) kejujuran, (2) keadilan, (3) kelembutan hati, (4) kecerdasan, (5) keberanian, dan (6) sabar. 12 Dengan prinsip-prinsip tersebut, system manajemen pendidikan Islam ini akan mampu memberikan konstribusinya pada peningkatan kinerja kelembagaan maupun manajemen yang maslahat dunia-akherat. Arahan yang positif tersebut dimaksudkan agar system manajemen Islami dewasa ini setahap demi setahap dapat menggeser dari paradigma manajemen yang bersifat material (berat sebelah) berubah menjadi system manajemen Islami yang benar-benar integrative-holistik. 13 Dalam aplikasinya, peranan manajemen sangat ditentukan oleh fungsi-fungsi manajemen, dimana fungsi-fungsi inilah yang sesungguhnya menjadi inti dari manajemen itu sendiri sebagai proses yang harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terlibat dalam sebuah organisasi . Fungsi-fungsi ini pula nantinya yang aan menentukan berhasil dan tidaknya kinerja manajemen. Berikut uraian fungsi-fungsi 10 Sesungguhnya Abdullah Ibn Umar berkata : Saya mendengar Rasulullah bersabda; Setiap dari kalian adalah pemimpin. Setiap dari kalian akan diminati pertanggungjawaban tentang orang yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin dan dia
  • 4. dimintai pertanggunjawaban tentang orang-orang yang dipimpinnya. Seorang laki-laki (suami) adalah pemimpin dalam keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban tentang orang-orang yang dipimpinnya. Seorang perempuan (istri) adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan dia dimintai pertanggungjawaban tentang orang- orang yang dipimpinnya. Seorang pelayan (pembantu) adalah pemimpin dalam harta milik tuannya dan dia dimintai pertanggungjawaban tentang barang-barang diurusinya (H.R Bukhari) 11 Munir al-Hursy Sarhan, Fi Ijtimaiyyah al-Tarbiyah, Kairo: Maktabah al-Anglo al- Mishriyyah. 1978.h.69-71 12 Sanusi Uwes, Visi dan pondasi pendidikan (dalam perspektif Islam), Jakarta Logos, 2003h.182-193 13 Ibid., h.71 14 Walter m.McMahon, Sistem Informasi Manajemen Berbasis Efisien (Buku serial Dasar-Dasar Perencanaan Pendidikan terbitan UNESCO), Jakara Logos, 2004 h,xv Manajemen, yaitu: (1) Perencanaan (Palning); (2) Pengorganisasian (Organizing); (3) Pengerakan (actuating) dan (4) Pengawasan (controlling) Secara garis besar aspek manajemen pendidikan Islam adalah manajemen yang mengacu pada aspek ; (1) institusi (lembaga), (2) structural (3) personalia (4) informasi, (5) teknik, dan (6) lingkungan/masyarakatnya. 15 2. Manajemen Model Pembelajaran Efektif dan Unggulan Model pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan Islami yang selama ini berjalan dan menghasilkan SDM, lulusannya belum menunjukkan tingkat produktivitas yang memenuhi selera tuntutan pasar. Kini mulai banyak diterapkan berbagai manajemen pemebelajaran yang berorientasi efektif dan unggulan setelah diketahui perlunya usaha perbaikan dan penyempurnaan manajerial kelembagaan dan peningkatan mutu pengelola suatu pendidikan. Pembelajaran efektif dan unggulan merupakan satu konsep yang memiliki cakupan yang luas, dan digunakan dalam banyak hal, sebagaimana dikemukakan para pakar manajemen pendidikan, Smith SM., bahwa pembelajaran merupakan suatu hasil, fungsi, dan proses. Bila pembelajaran itu digunakan sebagai suatu proses. Maka suatu percobaan dilakukan untuk menerapkan apa yang terjadi bila suatu pengalaman belajar berlangsung. Untuk itu tidaklah salah bila pembelajaran ini diartikan sebagai proses interaksi edukatif antara dua pihak (peserta didik dan pendidik) guna perubahan, pembentukan dan pengendalian perilaku agar mencapai lulusan yang marketable. Karena itu pembelajaran diartikan sebagai suatu proses pendidikan yang dapat memberikan hasil jika orang-orang berinteraksi dengan informasi (materi, kegiatan, pengalaman). Untuk itu makna pembelajaran adalah : 1) Upaya mengorganisasikan lingkungan belajar yang kondusif;2) mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga masyarakat yang baik; dan 3) Suatu proses membantu menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.16 Maka ini menjelaskan bahwa seseorang akan menjadi warga masyarakat yang baik nila ia dapat menyumbangkan dirinya bagi kehidupan yang baik melalui proses, hasil dan fungsi pembelajaran. 15.Made Pidarta, Management Pendidikan di Indonesia, Jakrta; Bina Akasara, 1983.h.23;baca pula bahasan’Aspek Manajemen Pendidikan Islam “ ini dalam Ramayulis, Op.Cit., h. 241-246. 16.Umedi, Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah, Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah umum, Depdikbud,199,h.5
  • 5. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif, terutama unsur dinamisnya yang ada pada diri guru agar dapat memotivasi membelajarkan siswa serta kondisi guru siap memberdayakan (empowering) siswa. Model pembelajaran ini intinya merupakan pola yang sudah direncanakan sedemikian rupa oleh tim ad hoc dan dijadikan pedoman pelaksanaan pengajaran serta evaluasi belajar di kelas yang merupakan pengejawantahan dari penyusunan kurikulum, pengaturan materi serta pemberian petunjuk untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam pengajaran. Dalam memilih model pembelajaran yang efektif dan unggulan, perlu dipertimbangkan relevensi dan dukungannya terhadap pencapaian tujuan pengajaran. Perlu disadari pula bahwa banyak model pembelajaran dan banyak pula gaya belajar dengan tujuan berbeda-beda. Dalam prosesnya hendaknya ada inovasi model pembelajaran yang utama dengan dukungan model lain, agar siswa menjadi aktif dan kreatif, serta produkstif dalam belajar dengan melibatkan siswa dalam kegiatan proses belajar mengajar. Salah satunya adalah dengan memilih model manajemen yang tepat sasaran. Model manajemen yang ditawarkan para ahli ini diantaranya: a. Model Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective) Model manajemen ini merupakan aktivitas memadukan sumber-sumber pendidikan menjadi satu kesatuan berdasarkan sasaran/tujuan-tujuan yang ingin dicapai, mulai dari tujuan nasional hingga beberapa sasaran sesuai dengan sifat dan jenjang lembaga pendidikan yang bersangkutan. Menurut Giegold, Manajemen berdasarkan sasaran ini, prioritas utamanya merumuskan tujuan lembaga pendidikan, kemudian dijabarkan menjadi sub fungsi, kemudian menjadi unit kerja dan setiap unit kerja dijabarkan menjadi tugas-tugas individu.17 Dari contoh tersebut nampak model ini lebih mengutamakan rumusan tujuan secara teoritis yang kurang dapat dipraktikkan karena membatasi kreativitas guru disekolah. b. Manajemen Berdasarkan Struktur (Manajement by Structures) Menurut Dale, model manajemen ini lebih bersifat mekanistis dalam mengatur organisasi. Model manajemen ini mengatur pola organisasi dan memperjelas apa yang harus dikerjakan oleh setiap personalia organisasi dan mengatur hubungan antara pekerja kemudian digabung di bawah satu ketua. 17 William, C,Giegold, Manajemen by Objective, New York: McGraw Hill Book Company, 1988,h.2 Jhonson menyatakan: Manajemen berdasarkan struktur ini lebih menekankan pada pengaturan hubungan beberapa pekerjaan yang sama menjadi unit-unit kerja yang secara hierarkis dalam organisasi pendidikan, tetapi tidak menyentuh proses pendidikan. 18 Contoh model manajemen ini lebih bersifat sentralistik, mekanistik dan tidak komprehensif. c. Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management) MBS merupakan kependekan dari Manajemen Berbasis Sekolah, yaitu model pendekatan baru yang emudian berkembang dengan manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah atau dalam nuansa yang lebih bersifat pengembangan (devolepment) disebut”School Based Quakity Improvement”. Model manajemen ini, merupakan alternatif dalam pengolahan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreativitas sekolah. Konsepnya diperkenalkan
  • 6. melalui teori”Effective School”oleh Edmon pada tahun 1979, sasrannya lebih memfokuskan pada perbaikan proses pendidikan. Keunggulannya antara lain: (1) Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (2) sekolah mempunyai misi dan target mutu yang ingin dicapai, (3) sekolah mempunyai kepemimpinan yang kuat, (4) adanya harapan yang tinggi dari personil sekolah (kepala sekolah, guru dan staf lainnya termasuk siswa) untuk berprestasi, (5) adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai dengan tuntutan IPTEK, (6) adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademik dan administrasi dan pemanfaatan hasil untuk penyempurnaan/perbaikan mutu dan (7) adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid/masyarakat. 19 Pengembangan konsep manajemen ini didesain untuk meningkatkan kemampuan sekolah dan masyarakat dalam mengelola perubahan pendidikan secara menyeluruh mencakup kebijakan, strategi perencanaan, pengembangan isi kurikulum hasil inisiatif sendiri berdasarkan ketentuan pemerintah dan otoritas pendidikan. Proses pendidikan ini menuntut adanya perubahan sikap tingkah laku seluruh komponen sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru-guru dan tenaga kependidikan lainnya, 18 Ricard A.Hahson,et.al. The Theory and Management of System. Tird Edition, Tokyo: Mc Graw, 1983,h.3. 19 Umedi, Op.Cit,h.5. termasuk orang tua dan masyarakat. 20 Ada empat hal yang terkait dalam peningkatan mutu pendidikan, yaitu: (1) Perhatian harus ditekankan kepada proses dengan terus menerus mengumandangkan peningkatan mutu, (2) kualitas mutu harus ditentukan oleh penguasa jasa sekolah, (3) prestasi harus diperoleh melalui pemahaman visi dan misi sekolah bukan dengan pemaksaan aturan, dan (4) sekolah harus menghasilkan sekolah yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap arif bijaksana, karakter dan memiliki kematangan semisional.21 Berbagai tuntutan seperti di atas, manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan alternative paling tepat karena telah diuji oleh Edwar E. Lawler dan kawan-kawan. Hasilnya, ternyata telah membawa dampak positif dalam peningkatan proses belajar. Dalam berbagai informasi manajemen berbasis sekolah telah dicoba dibeberapa Negara, antara lain Selandia Baru dan Chili. d. Manajemen Berbasis Sekolah Madrasah (Madrasah Based Management) MBM (Manajemen Berbasis Madrasah) merupakan strategi untuk mewujudkan madrasah yang efektif dan produktif. MBM merupakan paradigma baru manajemen pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada madrasah, dan pelibatan masayarakat dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi ini diberikan agar madrasah leluasa mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Dalam rangka peningkatan efisiensi mutu dan pemerataan pendidikan. 22 Penekanan aspek-aspek tersebut sifatnya situasional dan kondisional sesuai dengan masalah yang dihadapi dan politik yang dianut pemerintah. MBM merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan yang memberikan otonomi kepada madrasah untuk mengatur kehidupan sesuai dengan potensi, tuntutan, dan kebutuhannya. Otonomi dalam manajemen merupakan potensi bagi madrasah untuk
  • 7. meningkatkan kinerja para tenaga kependidikan, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman 20 Djam Satari, Quality Asuusrance dalam Desentralisasi Pendidikan, bandung:Universitas Pendidikan Indonesia,2000,h.1 21 Umedi, Loc.Cit.,h.6 22 E Mulyana, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung: Risdakarya, 2003,h.19- 38 Masyarakat terhadap pendidikan. Dengan penerapan MBM, madrasah memiliki “ful authority and responsibility” dalam menetapkan program-program pendidikan dan berbagai kebijakan sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan. 23 Untuk mewujudkannya, madrasah dituntut untuk menetapkan berbagai program dan kegiatan, menentukan prioritas, mengendalikan pemberdayaan berbagai potensi madrasah dan lingkungan sekitar, serta mempertanggungjawabkannya kepada masyarakat dan pemerintah. Semua kebijakan dan program madrasah ditetapkan oleh komite madrasah dan Dewan Pendidikan. Badan ini merupakan lembaga yang ditetapkan berdasarkan musyawarah dari pejabat daerah setempat, komisi pendidikan pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DRPD), pejabat pendidikan daerah, kepala madrasah, kepala pendidikan, perwakilan orang tua peserta didik, dan tokoh masyarakat. Dalam rangka inilah tumbuh kesadaran akan pentingnya manajemen berbasis madrasah, yang memberikan kewenangan penuh kepada madrasah dan guru dalam mengatur pendidikan dan pengajaran, merencanakan, mengorganisasi, mengawasi, mempertanggung jawabkan, mengatur serta memimpin sumber-sumber daya insani serta barang-barang untuk membantu pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan madrasah. Manajemen berbasis madrasah ini perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan minat peserta didik, guru-guru serta kebutuhan masyarakat setempat. 24 Untuk itu, dalam perakteknya perlu dipahami fungsi-fungsi pokok manajemennya agar menjadi suatu proses yang berkesinambungan. 3. Operasionalisasi Manajemen Pendidikan Islami pada Institusi Ditemukan lima pendekatan yang strategis tentang manajemen pengembangan madrasah, slaah satunya menurut M. Syarifudin, yaitu: 1) pendekatan berdasarkan struktur; 2) pendekatan berdasarkan proses; 3) pendekatan berdasarkan fungsi; 4) Pendekatan berdasarkan. pembagian kerja, 23 Nanang Fatah, Manajemen Berbasis Sekolah, strategi pemberdayaan sekolah dalam rangka peningkatan mutu dan kemandirinan, Bandung, 2000,h.19. 24 Sepanjang sejarah perkembangannya, para pakar manajemen mengemukakan fungsi manajemen itu menurut rangkaian dan urutannya yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut disebabkan antara lain keragaman latar belakang professional pakar, perbedaan situasi yang dihadapi, variasi pendekatan yang digunakan dalam menerapkan fungsi manajemen serta berkembangnya tuntutan dan kebutuhan, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang harus dipertimbangkan dalam penyelenggaraan manajemen.
  • 8. dan 5) Pendekatan berdasarkan gaya kepemimpinan (manajerial). 25 Dari kelima pendekatan itu, baik MBM, MBS, MBO, MIS maupun manajemen convensional telah banyak diberlakukan, namun hasilnya masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Sekedar untuk bahan makalah seminar yang disajikan saat ini kiranya informasi uraian di bawah ini sudah sangat memadai. 1). Pendekatan Berdasarkan Struktur: Pendekatan ini pada hakekatnya menyoroti organisasi-organisasi yang mewadahi suatu system, termasuk di dalamnya organisasi pendidikan. Dengan menganut prinsip dasar rasionalis dan pentingnya orientasi efisiensi dalam menjalankan roda organisasi. Dengan kata lain system dalam suatu organisasi seyoyanya memperhatikan efektivitas, produktifitas, dan rasionalitas. 2) Pendekatan Berdasarkan Proses: Dalam pelaksanaannya, manajemen berdasarkan proses pada umumnya mempunyai sepuluh langkah yaitu : - Penentuan tujuan dan sasran yang ingin dicapai - Perumusan dan penentuan strategi yang hendak ditempuh - Penjabaran strategi menjadi rencana kerja - Penjabaran rencana kerja menjadi program kerja - Kegiatan pengorganisasian - Kegiatan penggerakan tenaga pelaksanaan - Pelaksanaan kegiatan operasional - Pelaksanaan pwngawasan - Kegiatan penelitian - Penciptaan dan penggunaan system umpan balik 3) Pendekatan berdasarkan fungsi: Telah disepakati oleh para ahli bahwa mengukur efisiensi dan efektivitas kerja sulit alat ukurnya, untuk itu ukuran utama dalam pendekatan fungsi ini adalah “kepuasan” (clientele groups) dengan tingginya mutu sebagai criteria utamanya. Dalam manajemen sistem pendidikan fungsi “pemberian jasa” itu tetap didasarkan atas fungsi pengaturan. Artinya pihak-pihak yang terlibat yaitu pemerintah, masyarakat, dan keluarga terlibat dalam dua fungsi sekaligus, yaitu pelayanan dan pengaturan. Jika pemerintah karena kewenangannya terlibat dalam fungsi penyelenggaraan, salah satu dasar pertimbangannya adalah volume pekerjaan. Sebab pada dasarnya fungsi utama pemerintah adalah pengatur, sedangkan masyarakat dan keluarga membantu tanggung jawab pemerintah terhadap pengamalan fungsi tadi. 25 Syarifudin, M.Pd, Op.Cit.,h.45-58 4) Pendekatan Berdasarkan Pembagian Kerja: Pembagian kerja dalam manajemen dapat dilakukan berdasarkan paling sedikit ada tiga criteria, yaitu pembagian kerja berdasarkan fungsi, pembagian kerja berdasarkan spesialisasi dan pembagian kerja berdasarkan wilayah kerja. 5) Pendekatan Berdasarkan Gaya Kepemimpinan (Manajerial): Penggabungan antara pemahaman teoritis dan empiris, telah memberikan keyakinan yang semakin mendalam dikalangan para ahli dan praktisi tentang betapa pentingnya peranan kepemimpinan dalam seluruh proses manajemen dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai perannya, jika bobot kepemimpinan sedemikian besar dalam upaya pencapaian tujuan, maka mutu kepemimpinan mutlak perlu ditingkatkan, terutama
  • 9. diarahkan pada peningkatan kemampuan para pejabatnya. Dengan demikian, dari kelima pendekatan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa manajemen pendidikan islam dan implementasinya bagi lembaga-lembaga pendidikan Islam kiranya sudah dapat perlu dievaluasi hasilnya, baik menyangkut kelembagaan, sumber daya manusianya, maupun prospeknya di masa yang akan dating. C. Analisa Ilmu manajemen telah berkembang sebagai fenomena kehidupan moder menyertai kehadiran berbagai organisasi di masyarakat. Di dalamnya dimaksudkan untuk pengelolaan kegiatan pendidikan dalam memenuhi kebutuhan masa depan hidupnya secara bersama. Perilaku bekerjasama sebagai suatu yang bersifat fitrah didasarkan pada prinsip tauhid, klalifah, dan amanah.26 Sopyan Syafri Harahap mengemukakan bahwa manajemen Islam diartikan sebagai suatu ilmu manajemen yang berisi struktur teori yang menyeluruh dan konsisten serta dapat dipertahankan dari segi empirisnya yang didasari pada jiwa dan prinsip-prinsip Islam. Dengan kata lain, manajemen islami merupakan penerapan berbagai prinsip Islami dalam mengelola organisasi ( madrasah, sekolah, pesantren, dan lembaga- lembaga pendidikan Islam) untuk kebaikan dan kemajuan umat manusia. 26 26. Syarifudin M.Pd.,Op.Cit.,h.185 27. Syarifudin M.Pd.,Op.Cit.,h.100 1. Perencanaan Pendidikan Islami Dalam rangka melakukan pekerjaan, seorang muslim hendaklah membuat perencanaan. Pada hakikatnya pikiran agama dibangun atas dasar perencanaan masa depan. Dengan membuat perencanaan pendidikan yang bermanfaat bagi hidupnya dan membuat metode pendidikan dan pengajaran yang tepat, dapat mengantarkan dirinya kepada tujuan, yaitu Allah dan mendapat balasan dari pada-Nya. 28 Merencanakan suatu kegiatan pendidikan merupakan tindakan awal sebagai pengakuan bahwa suatu pekerjaan tidak semata-mata ditentukan sendiri keberhasilannya, namun banyak factor lain yang harus dipersiapkan untuk mendukungnya. Dalam al-Qur’an. Al-Faruqi, menjelaskan bahwa masa depat umat Islam sebagai khalifah bertanggung jawab akan kemammuran alam ada dua, yaitu: 1) meraih masa depan yang dekat yaitu kebahagiaan hidup di dunia dan sekaligus. Dan 2) Meraih kebahagiaan hidup yang jauh di akhirat. 29 Di sini jelas dalam perencanaan itu harus berdimensi ganda yaitu hasil di dunia dan hasil di akhirat. Dalam proses perencanaan ada keputusan bersama, maka perlu dipersiapkan segala sumber daya manusia dan material untuk melaksanakan rencana bersama di dalam segala bidang kehidupan. 30 Dalam konsep perencanaan, sesungguhnya terkandung di dalamnya sifat tawakkal sebagai refleksi dari kekuatan dan keyakinan tauhid kepada Allah. Menurut Qardhawi melaksanakan kegiatan dengan sebaik-baiknya, kemudian harus diiringi tawakal sebagai proses perencanaan dan pelaksanaan yang baik menuju keridhaan Allah. Dalam realitanya, lembaga-lembaga pendidikan yang notabene berlabel Islam masih tampak kurang memiliki perencanaan yang matang, sebagaimana perencanaan
  • 10. madrasah memanfaatkan manajemen berbasis keislaman, kemdernan dan Keindonesiaan, baik MBM, MBS, atau MBO. 28 Taufik Rahman, Moralitas Pemimpin dalam Perspektif al-Qur’an, Bandung: Pustaka Satia. 1999,h.19 29 Q.S . Al-Baqarah, 2:201 30 Dalam al-Qur’an diungkapkan kisah nabi Yusuf yang membuat rencana makro berjangka panjang tentang persiapan atau perencanaan pangan, sebagaimana dijelaskan Allah dalam surat Yusuf ayat 47-49: Yusuf berkata: Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa, maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dan bulirkan kecuali sedikit untuk kamu makan kemudian sesudah itu akan dating tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit) kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan. Kemudian akan dating tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup), dan di masa itu mereka memeras anggur (Q.S, Yusuf, 12:47-49). Kisah ini ini menjadi pelajaran bagi setiap muslim, betapa pentingnya merencanakan tindakan untuk mengantisipasi keperluan masa depan. Di sini perlu kajian dan penelitian pendidikan yang mengarah pada peningkatan mutu perencanaan MBM yang signifikan dengan tujuan pemberdayaan lembaga dan SDM yang berkualitas dan unggulan, perencanaan yang operasional tersebut nantinya bisa diaplikasikan pada tataran pelaksanaan yang terukur. Secara empirik, bisa diilustrasikan perencanaan yang baik dalam pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan berlabel islam, adalah perencanaan pembelajaran yang dibuat langsung oleh guru untuk pembelajarannya, mereka membuat keputusan berkaitan dengan apa isi pelajaran atau cakupannya, berapa lama waktu yang digunakan dalam pengajaran, penilaian apa yang akan digunakan dan bagaimana pengajaran tersebut akan dinilai. 31 Dalam perspektif ini, sebagai manajer guru membuat rencana pengajaran, mengarahkan anak untuk belajar, memimpin anak-anak, memotitivasi dan memanfaatkan sumberdaya dalam pembelajaran, serta mengawasi proses dan menilai hasil pembelajaran. Secara operasional bisa dicontohkan dengan pembuatan perencanaan operasional mengajar bagi setiap guru, seperti : - Menjabarkan Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP/silabi) menjadi Analisis Mata Pelajaran (AMP) - Menghitung hari kerja efektif untuk setiap mata pelajaran, memperhitungkan hari libur, hari untuk ulangan dan hari kerja yang tidak efektif - Menyusun program tahunan (prota) - Menyusun program semester/catur wulan - Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP). Dalam kegiatan ini guru menyusun rencana secara rinci mencakup pokok bahasan, sub pokok bahasan, dan tes formatif yang dilakukan untuk mengetahui pencapaian tujuan pengajaran - Rencaa pengajaran. Dalam kegiatan ini guru membuat rincian pelajaran. Harus ada catatan kemajuan siswa setelah mengikuti pelajaran tertentu, untuk menjadi dasar pelaksanaan ERP (evaluasi rancangan program) berikutnya.32 Kegiatan perencanaan kurikulum ini sejak dari AMP sampai RP sangat penting bagi kegiatan selajutnya, maka peran kepala sekolah/madrasah dan pesantren sangat penting dalam membimbing, mengarahkan dan membantu para guru yang mengalami
  • 11. kesulitan dalam meyelesaikan kegiatan ini. Untuk memudahkan kelangsungan kegiatan ini, dapat dilakukan kegiatan bersama dalam mata pelajaran sejenis melalui musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) 31 Mukhtar, dkk., Sekolah Berprestasi, Jakarta: Nimas Multima, 2003,h,52 32 Syarufudin, M.Pd., Loc,Cit., h. 240-244 2. Pengorganisasian Pendidikan Islam Pengorganisasian pendidikan Islam merupakan segala sumber daya untuk mengoptimalkan kemampuan masing-masing pribadi hingga terwujud kerjasama dalam mencapai tujuan pendidikan Islami melalui peleaksanaan rencana. Dalam kehidupan organisasi pendidikan Islam yang di dalamnya berisikan kumpulan sejumlah orang, adanya pembagian bidang pekerjaan. Pembagian bidang pekerjaan menciptakan adanya pemimpin dan anggota di mana dengan otoritas dan keteladanannya mempengaruhi para anggota untuk bekerja secara sukarela dan bersama-sama mencapai tujuan Menurut Rahman, al-amanat diberikan kepada orang-irang yang berhak yaitu orang- orang yang memiliki kompetensi intelektual dan manajerial dalam sebuah organisasi. Sebab profesionalisme sangat dihargai dalam Islam. Allah berfirman dalam surat Al- Isra ayat 84 yang artinya: Katakanlah: Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. 33 Adapun dalam konteks pengorganisasian, dapat kita contohkan salah satu aspek yang pokok, yakni manajemen kurikulum. Manajemen kurikulum adalah suatu proses mengarahkan agar proses pembelajaran berjalan dengan baik sebagai tolak ukur pencapaian tujuan pengajaran oleh pelajar. Lebih lanjut dijelaskan bahwa, rangkaian proses manajemen kurikulum di lembaga pendidikan, mencakup: bidang perencanaan, pengorganisasian dan koordinasi, pelaksanaan, dan evaluasi/pengawasan. Aktivitas manajemen kurikulum/pengajaran ini adalah kolaborasi kepala sekolah, dengan wakil kepala sekolah bersama-sam guru melakukan kegiatan manajerial dimaksud agar perencanaan berlangsung dan mencapai hasil yang baik. Sebagai contoh, Pada tahap Pengorganisasian dan koordinasi ini kepala sekolah mengatur pembagian tugas mengajar, penyusunan jadwal pelajaran dan kegiatan ekstra kurikuler dengan rangkaian kegiatan sebagai berikut: 1. Pembagian tugas mengajar dan tugas lain secara merata sesuai keahlian dan minat guru. Hal itu dapat meningkatkan motivasi kerja, puas, aman dan mendukung kenaikan pangkat. 2. Penyusunan jadual pelajaran diupayakan agar guru mengajar maksimal 5 hari dalam satu minggu, sehingga ada waktu pertemuan untuk MGMP atau istirahat. 33 Q.S. Al-Isra, 17 : 84 3. Penyusunan jadwal kegiatan perbaikan dan penganyaan bagi siswa yang belum tuntas penugasan terhadap bahan ajar. 34
  • 12. Kegiatan yang perlu untuk mendukung kegiatan kurikuler dan kegiatan lain yang mengarah pembentuk keimanan dan ketaqwaan, kepribadian, kepemimpinan dan keterampilan tertentu. Kegiatan penyusunan ini dimaksudkan untuk penyegaran informasi pengetahuan guru tentang IPTEK dan metode, atau model pembelajaran bau dalam pemanfaatan hari libur sekolah/madrasah dan pesantern 3. Tahap Pengendalian/Pengawasan Proses pengawasan merupakan cara terakhir yang ditempuh dalam kegiatan manajerial, setelah perencanaan, pengorganisasian dan penggerakan. Pengawasan atau controlling merupakan proses pengamatan atau memonitor kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan berjalan sesuai rencana untuk mencapai tujuan. Pengawasan pendidikan Islam menjadi sangat strategis sekali apabila setiap orang dalam organissi harus menyadari pentingnya pengawasan agar tidak terjadi penyimpangan. Namun perlu digaris bawahi bahwa nilai-nilai Islam mengajarkan secara mendasar menganai pengawasan tertinggi atas perbuatan dan usaha manusia baik secara individu maupun secara organisatoris adalah Allah SWT. Pengawasan dari Allah SWT., adalah terletak pada sifat Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat. Allah telah menegaskannya dalam al-Qur’an. 35 4. Kepemimpinan Pendidikan Islam Kerangka dasar memahami konsep dasar an berbagai teori kepemimpinan. Istilah kepemimpinan dalam bahasa Inggris disebut “leadership”. 36 Dalam konteks khalifah, al-Maragi menggantikan sebagai pelaksana wewenang Allah dalam meralisasikan berbagai perintah-Nya dalam kehidupan sesama manusia. Adapun Imam, adalah orang yang memimpin ( berarti menjalankan kepemimpinan - 34 Syarifuddin,M.Pd., 0p.Cit.,h. 242-243 35 Dalam Q.S.An-Nisa’ 4: 135 yang artinya: Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran dan jika kamu memutarbalikan kata- kata atau enggan menjadi saksi sesungguhnya Allah maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. 36 Menurut Rahman, sebutan untuk kepemimpinan dalam khazanah Islam yaitu: Kahalifah, Imam dan Wali. Di samping Khalifah, iman dan wai sebutan untuk pemimpin atau kepemimpinan dalam prakteknya juga dikenal, amir dan sultan yang artinya menunjukkan pemimpin Negara. Karena itu ada fungsi ketatanegaraan yang disebut Walikota dan walinegeri. Lihat Taufiq Rahman, Op.Cit., h.21. Nya) bagi suatu kaum atau umat yang berada di jalan yang lurus. 37 Berkaitan dengan wali, diartikan sebagai pelindung, karena para pemimpin, idealnya berfungsi sebagai pengayom, pembimbing anggota/umatnya dari kesesatan dan kemelaratan. 38 Berkaitan dengan sifat-sifat pemimpin yang teruji, dapat dicontoh dari sifat Rasullah SAWdalam memimpin umatnya. Allah berfirman: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekat, maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal. 38 Dalam rangka menggerakkan orang lain untuk mau bekerja atau mengikuti secara sukarela, maka para pemimpin atau manajer harus memiliki satu hal yang paling
  • 13. penting yaitu adanya keteladanan atau charisma. Bersikap lemah lembut. Bersifat pemaaf, rendah hati dan suka bermusyawarah dalam segala urusan untuk mengambil putusan adalah rangkaian sifat pemimpin dalam hubungan dengan para bawahan dan menggerakkan mereka sehingga mau melakukan pekerjaannya. Dengan kata lain, keteladanan pemimpin atau manajer dalam hubungan timbale baliknya dengan para bawahan merupakan salah satu penggerak mereka untuk berjalan dalam setiap setiap pekerjaan. Berkaitan dengan hakikat dan cirri-ciri manajemen Islami. Effendy menjelaskan ada enam cirri sebagai berikut : 1. Manajemen berdasarkan akhlak yang luhur (akhlakul Karimah) 2. Manajemen terbuka. Artinya pengolaan yang sehat, dan terbuka (open minded) atau tranparansi. Karena Jabatan sebagai pimpinan atau manajer adalah amanah yang harus dipelihara dengan baik dan penuh keadilan 3. Manajemen yang demokratis. Konsekuensi dari sikap terbuka dalam manajemen. Maka pengambilan keputusan atas musyawarah untuk kebaikan organisasi. Dengan demikian tinggi keterlibatan anggota dalam pengambilan keputusan. Maka mereka semakin berdaya dalam menjalankan pekerjaannya dan mendorong 37 Dalam Q.S. Al-Qhashas 28:5 artinya: dan kami hendaak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemmpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewrisi bumi. 38 Q.S Asy-Syura 42:46 Allah SWT berfirman yang artinya: Dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung-pelindung yang dapat menolong mereka selai Allah. Dan siapa disesatkan Allah maka tidaklah ada baginya sesuatu jalanpun (untuk mendapatkan petunjuk ) 39 Q.S Ali Imran, 3:159 Munculnya kepuasan kerja dengan dibarengi imbalan yang sesuai dengan kebutuhan hidup, kemampuan organisasi dan ketentuan yang berlaku 4. Manajemen berdasarkan ilmiah. Dengan mengamalkan prinsip pengetahuan tidak dikerjakan secara membabi buta. Artinya pimpinan dan manajer haruslah orang yang berilmu pengetahuan karena dia yang akan merencanakan, mengarahkan, menambil keputusan dan mengawasi pekerjaan tentu memerlukan ilmu penegtahuan yang luas tentang organisasi, manajemen dan bidang pekerjaannya. 5. Manajemen berdasarkan tolong menolong (ta’awun). Prinsip tolong menolong atau kerjasama adalah mengamalkan sunnatullah dalam menjalankan hidupnya sebagai mahkluk sosial yang diciptakan Allah, dan hal ini sejalan dengan fitrah penciptaan manusia. 6. Manajemen berdasarkan perdamaian. Namun jika ditilik dari kacamata Sanusi Uwes, manajemen Islami terlihat pada visi dan pondasi yang bersumber pada al-Qur’an, as-Sunnah dan Model kepemimpinan Rasulullah SAW., yakni kejujuran, keadilan, kelembutan hati, kecerdasan, keberanian, dan sabar.41 Menjadi makin jelasimplementasi manajemen pendidikan Islam yang berorientasi modern, pimpinan lembaga-lembaga pendidikan Islam perlu melakukan perbaikan dan peningkatan mutu dengan berbagai pendekatan manajemen Islami berorientasi pda kebutuhan rakyat secara integralistik-holistik. Pertama, ditilik dari segi konseptual teoritik dalam pelaksanaan lembaga pendidikan Islam perlu seorang pimpinan ideal seperti manjer yang diharapkan yaitu: 1. Memiliki pengetahuan tentang manajemen pendidikan Islami yang meliputi kegiatan mengatur dan menata, yaitu: PBM,kesiswaan, ketenangan. Alat pelajaran, sarana dan
  • 14. prasarana, keuangan, dan hubungan kerja sama dengan masyarakat. 2. Memiliki keterampilan dalam bidang perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan dan penilaian pelaksanaan kegiatan yang ada di bawah tanggung jawabnya. 3. Memiliki sikap: Memahami dan melaksanakan kebijaksanaan yang telah digariskan oleh pemerintah, juga memahami pelaturan-peraturan serta mampu melaksanakannya, serta mampu menghargai cara berpikir yang rasional, demokratis, dinamis, kreatif dan terbuka terhadap pembaharuan pendidikan serta mau menerima kritik yang membangun, selain saling mempercayai sebagian dasar dalam pembagian tugas. 42 40 Walter M.Mcahon,Op.Cit.,h. 65-67 41 Pandangan Sanusi Uwes tentang Visi dan Pondasi Pendidikan (dalam Perspektif Islam khususnya tentang kepemimpinan Islam. Lebih rinci baca Sanusi Uwes Op.Cit., h.177-193. 42 Ibid.,h. 182-193 Kedua, Transparansi pimpinan dalam mengelola seluruh pelaksanaan kegiatan pembelajaran yaitu; pengaturan penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran, urusan tata usaha, personil, keuangan, sarana dan peralatan, urusan rumah tangga, asrama, perpustakaan dan labolarorium, pembinaan kesiswaan, hubungan antara pemimpin, guru dan siswa, selain itu pula, menyelenggarakan hubungan dengan orang tua siswa dan masyarakat, melakukan pengendalian pelaksanaan seluruh kegiatan, dan melakukan tugas-tugas lainnya yang semua itu perlu dijabarkan lebih lanjut melalui forum diskusi ini. Simpulan Merujuk pada kesluruhan uraian konsep dan analisis, di bawah ini dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : Konsep dan implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Manajemen Mutu Terpadu (MMT), Manajemen Berbasis Madrasah (MBM). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), atau manajemen perubahan madrasah menuju ke arah pemberdayaan personil dan potensi madrasah merupakan cara strategis mencapai keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif Manajemen pendidikan Islami yang terus dimantapkan sistemnya, dipahami bersumber pada nilai-nilai Islam yang berfungsi sebagai sumber motivasi dan inpirasi bagi peningkatan kinerja pengelolaan pendidikan, proses pelaksanaan, perubahan orirentasi kea rah tujuan yang lebih kualitatif, kompetitif, dan unggulan. Semua itu memerlukan langkah strategis berupa tindakan manajerial yang inovatif, koperatif, koordinatif dan komunikatif Mekanisme operasional manajemen Islami dalam sebuah pendidikan Islam modern yang seharusnya, perlu daya dukung financial, fasilitas sarana dan prasarana memadai guna menunjang implementasi manajemen Islami terutana yang berkaitan dengan pelaksanaan kurikulum, pengajaran, pembinaan kesiswaan baik keterampilan maupun moral keagamaan/ibadah, Pengolahan ketenagaan (guru/karyawan), keuangan, sarana/prasarana, serta hubungannya dengan lingkungan / masyarakat. Impilasi konsep manajemen yang efisien dan efektif, tampak nyata pada beberapa aspek yang tidak bisa berjalan menangkut kegiatan manajerial yaitu : Pertama, pengaturan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki, sehingga semua unsur dalam organisasi sudah mulai mau mengatur dan memanfaatkan job yang besentuhan dengan segala sesuatuyang dimiliki seperti: Money, material, machine, method dan market.
  • 15. Kedua, tampak terhadap peningkatan kerjasama antar pimpinan, guru, personalia dan masyarakat yang harus ditonjolkan adalah semua anggota melibatkan diri dalam berbagai kegiatan untuk kepentingan pengembangan lembaga sehingga tumbuh dan berkembang rasa memiliki (sense of belonging), rasa bertanggung jawab (sense of resfonsibility), dan rasa berkompetisi (sense of competition) untuk memperoleh kualitas yang diharapkan lembaga, Ketiga, dampak lain yang akan tampak pada langkah obyektif pimpinan lembaga, Ketiga, dampak lain yang akan tampak pada langkah obyektif pimpinan lembaga, guru, personil dan partisipasi masyarakat dalam mencapai tujuan-tujuan lembaga, hal ini ditinjau pada proses dan keberhasilan pada siswanya. Dampak yang senyatanya dari implementasimanajemen berbasis Islami ini serasi dengan ungkapan setiap individu/pribadi bisa menerima keuntungan materi, kebersamaan dan kepuasan kerja.
  • 16. PERUBAHAN PARADIGMA ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN DALAM SISTEM OTONOMI DAERAH A. Pendahuluan Undang Undang Otonomi Daerah meletakan kewenangan seluruh urusan pemerintah bidang pendidikan dan kebudayaan yang selama ini berada pada pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (kabupaten/kota). Kewenangan yang tersisa pada pemerintah pusat dan propinsi lebih lanjut telah dirinci dalam peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000. Pergeseran struktur kewenangan sistem administrasi pendidikan ini merupakan momentum yang tepat untuk melakukan reformasi sistem pengelolaan pendidikan di sekolah. Pembangunan pendidikan yang selama ini lebih banyak didominasi oleh pemerintah pusat sudah seharusnya dirombak. Otonomi daerah dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, pemerataan, keadilan, demokratisasi, dan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya lokal serta menggali potensi dan keanekaragaman daerah, bukan untuk memindahkan masalah dari pusat ke kabupaten dan kota. Sebagaimana tujuan otonomi daerah, reformasi pengelolaan pendidikanpun ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat, bukan memindahkan atau mengembangbiakkan masalah pendidikan yang menjadi beban pemerintah pusat ke kabupaten dan kota. Peran pemerintah lebih banyak ditekankan pada pelayanan agar proses pendidikan di sekolah berjalan secara efektif dan efisien. Peran ini dapat dilakukan oleh semua jenjang pemerintahan, baik pusat, propinsi, maupun kabupaten/kota. Kewenangan pemerintah dalam bidang pendidikan dapat bergeser dari pusat ke kabupaten dan kota, ke propinsi, atau kembali ke pusat tergantung dari perubahan konstelasi politik, akan tetapi fokus pembangunan pendidikan harus tetap pada apa yang terjadi terhadap siswa di sekolah. Strategi pembangunan pendidikan yang tidak berfokus pada pemberdayaan sekolah umumnya tidak memberi hasil yang memuaskan. B. Prinsip Dasar Paradigma Administrasi Dan Manajemen Dalam Sistem Otonomi Otonomi daerah yang digulir sejak tahun 2001 merupakan “angin segar” bagi daerah . Dengan otonomi masing-masing daerah memiliki keleluasaan untuk mengatur rumah tangga sendiri dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang dimiliki. Pada sisi lain otonomi tidak serta- merta memberi dampak positif bagi daerah. Otonomi daerah direncanakan secara bertahap dilaksanakan mulai tahun 2001. Tahun 2000 merupakan masa transisi untuk menyiapkan semua perangkat peraturan perundangan operasional, penataan organisasi dan struktur pemerintahan pusat dan daerah, dan pengembangan capasity building di tingkat daerah. Karena itu, pada tahun 2000 kegiatan utama ditujukan untuk mendukung ketiga aspek tersebut yang meliputi penerbitan peraturan pemerintah (PP) yang mengatur kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, reorganisasi departemen pusat dan pemerintahan daerah, serta penyiapan sumber daya manusia serta pemberdayaan masyarakat. Otonomi daerah di bidang pendidikan secara tegas telah dinyatakan dalam PP Nomor 25 tahun 2000 yang mengatur pembagian kewenangan pemerintah pusat dan propinsi. Pemeritah pusat hanya menangani penetapan standar kompetensi siswa, pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar nasional, penetapan standar materi pelajaran pokok, pedoman
  • 17. pembiayaan pendidikan, persyaratan penerimaan, perpindahan dan sertivikasi siswa, kalender pendidikan dan jumlah jam belajar efektif. Untuk propinsi, kewenangan terbatas pada penetapan kebijakan tentang penerimaan siswa dari masyarakat minoritas, terbelakang dan tidak mampu, dan penyediaan bantuan pengadaan buku mata pelajaran pokok/modul pendidikan bagi siswa. Semua urusan pendidikan di luar kewenangan pemerintah pusat dan propinsi tersebut. Segala kegiatan admnistrasi sepenuhnya menjadi wewenang pemerintah daerah tingkat II. Ini berarti bahwa tugas dan beban PEMDA tingkat II dalam menangani layanan pendidikan amat besar dan berat terutama bagi daerah yang capasity building dan sumberdaya pendidikannya kurang. Karena itu, otonomi daerah bidang pendidikan bukan hanya ditujukan bagi daerah tingkat II tetapi juga dibebankan bagi sekolah sebagai penyelenggara pendidikan terdepan dan dikontrol oleh stakeholders pendidikan (orangtua, tokoh masyarakat, dunia usaha dan industri, Dewan Perwakilan Rakyat, serta LSM pendidikan). Sebagai Konsekuensi kebijakan ini, maka pelaksanaan konsepesi school-based Management (Manajemen berbasis sekolah) dan community- based education (pendidikan berbasis masyarakat) merupakan suatu keharusan dalam penyelenggaraan pendidikan dalam era otonomi daerah. School-based management sebagai konsepsi dasar manajemen pendidikan masa kini merupakan konsep manajemen sekolah yang memberikan kewenangan dan kepercayaan yang luas lagi, sekolah berdasarkan profesionalisme untuk memenej organisasi sekolah. Mencari, mengembangkan, dan mendayagunakan resources pendidikan yang tersedia, dan memperbaiki kinerja sekolah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan sekolah yang bersangkutan. Sebagian besar sekolah swasta sebenarnya telah melaksanakan konsepsi ini walaupun sebagian dari mereka masih perlu meningkatkan diri dalam upaya mencapai produktivitas sekolah yang diinginkan. Fenomena perubahan paradigma manajemen pemerintahan berpengaruh terhadap dunia pendidikan sehingga desentralisasi pendidikan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Tentu saja desentralisasi pendidikan bukan berkonotasi negatif, yaitu untuk mengurangi wewenang atau intervensi pejabat atau unit pusat melainkan lebih berwawasan keunggulan. Kebijakan umum yang ditetapkan oleh pusat sering tidak efektif karena kurang mempertimbangkan keragaman dan kekhasan daerah. Disamping itu membawa dampak ketergantungan sistem pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (lokal), menghambat kreativitas, dan menciptakan budaya menunggu petunjuk dari atas. Dengan demikian desentralisasi pendidikan bertujuan untuk memberdayakan peranan unit bawah atau masyarakat dalam menangani persoalan pendidikan di lapangan. Banyak persoalan pendidikan yang sepatutnya bisa diputuskan dan dilaksanakan oleh unit tataran di bawah atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang terjadi di kebanyakan negara. Faktor-faktor pendorong penerapan desentralisasi terinci sebagai berikut : • Tuntutan orangtua, kelompok masyarakat, para legislator, pebisnis, dan perhimpunan guru untuk turut serta mengontrol sekolah dan menilai kualitas pendidikan. • Anggapan bahwa struktur pendidikan yang terpusat tidak dapat bekerja dengan baik dalam meningkatkan partisipasi siswa bersekolah. • Ketidakmampuan birokrasi yang ada untuk merespon secara efektif kebutuhan sekolah setempat dan masyarakat yang beragam. • Penampilan kinerja sekolah dinilai tidak memenuhi tuntutan baru dari masyarakat • Tumbuhnya persaingan dalam memperoleh bantuan dan pendanaan. Desentralisasi pendidikan, mencakup tiga hal, yaitu; 1. Manajemen berbasis lokasi (site based management), 2. Pendelegasian wewenang,
  • 18. 3. Inovasi kurikulum. Pada dasarnya manajemen berbasis lokasi dilaksanakan dengan meletakkan semua urusan penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Pengurangan administrasi pusat adalah konsekwensi dari yang pertama dengan diikuti pendelegasian wewenang dan urusan pada sekolah. Inovasi kurikulum menekankan pada pembaharuan kurikulum sebesar-besarnya untuk meningkatkan kualitas dan persamaan hak bagi semua peserta didik. Kurikulum disesuaikan benar dengan kebutuhan peserta didik di daerah atau sekolah. Pada kurikulum 2004 yang akan diberlakukan, pusat hanya akan menetapkan kompetensi-kompetensi lulusan dan materi- materi minimal. Daerah diberi keleluasaan untuk mengembangkan silabus (GBPP) nya yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan daerah. Pada umumnya program pendidikan yang tercermin dalam silabus sangat erat dengan program-program pembangunan daerah. Sebagai contoh, suatu daerah yang menetapkan untuk mengembangkan ekonomi daerahnya melalui bidang pertanian, implikasinya silabus IPA akan diperkaya dengan materi- materi biologi pertanian dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pertanian. Manajemen berbasis lokasi yang merujuk ke sekolah, akan meningkatkan otonomi sekolah dan memberikan kesempatan kepada tenaga sekolah, orangtua, siswa, dan anggota masyarakat dalam pembuatan keputusan. Misi desentralisasi pendidikan adalah meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, meningkatkan pendayagunaan potensi daerah, terciptanya infrastruktur kelembagaan yang menunjang terselengaranya sistem pendidikan yang relevan dengan tuntutan jaman, antara lain terserapnya konsep globalisasi, humanisasi, dan demokrasi dalam pendidikan. Penerapan demokratisasi dilakukan dengan mengikutsertakan unsur-unsur pemerintah setempat, masyarakat, dan orangtua dalam hubungan kemitraan dan menumbuhkan dukungan positif bagi pendidikan. Kurikulum dikembangkan sesuai dengan kebutuhan lingkungan. Hal ini tercermin dengan adanya kurikulum lokal. Kurikulum juga harus mengembangkan kebudayaan daerah dalam rangka mengembangkan kebudayaan nasional. Proses belajar mengajar menekankan terjadinya proses pembelajaran yang menumbuhkan kesadaran lingkungan yaitu memanfaatkan lingkungan baik fisik maupun sosial sebagai media dan sumber belajar, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan alat pemersatu bangsa. C. Perubahan Paradigma Admnistrator Dan Manajer Pendidikan Dalam Perspektif Otonomi Pendidikan Pemberlakuan sistem desentralisasi akibat pemberlakuan Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang otonomi pemerintahan daerah, memberi dampak terhadap pelaksanaan pada manajemen pendidikan yaitu manajemen yang memberi ruang gerak yang lebih luas kepada pengelolaan pendidikan untuk menemukan strategi berkompetisi dalam era kompetitif mencapai output pendidikan yang berkualitas dan mandiri. Dalam konteks otonomi pendidikan, secara alamiah (nature) pendidikan adalah otonom. Otonomi pada hakikatnya bertujuan untuk memandirikan seseorang atau suatu lembaga atau suatu daerah, sehingga otonomi pendidikan mempunyai tujuan untuk memberi suatu otonomi dalam mewujudkan fungsi manajemen pendidikan kelembagaan. Namun sejak dilaksanakannya otonomi pendidikan, ternyata pelaksanaannya belum berjalan sebagaimana diharapkan, justru pemberlakuan otonomi membuat banyak masalah yaitu mahalnya biaya pendidikan. Disamping itu para kepala sekolah (khusus sekolah negeri) baik di tingkat SD, SMP dan SMA atau yang sederajat berhadapan dengan persoalan baru, sebagai konsekuensi dari kewenangan Bupati/Walikota dalam menetapkan kebijakan-kebijakan daerah. Kalau sebelum otonomi daerah kepala sekolah memiliki keleluasaan untuk memimpin sekolah dengan menggerakan sumber daya sekolah, walaupun dengan cara yang
  • 19. terbatas, namun saat otonomi daerah suasana tersebut tidak lagi berlangsung. Kepala sekolah tidak cukup memiliki keleluasaan apalagi keberanian untuk menggerakkan sumber daya sekolah. Fenomena di atas merepresentasikan kuatnya intervensi Bupati/ Walikota terhadap kepala sekolah. Tidak sedikit kepala sekolah di berbagai daerah yang dipindahkan ke sekolah lain, ditarik ke dinas, atau bahkan dikembalikan sebagai guru biasa. Yang cukup menggelikan adalah pengangkatan kepala sekolah pada sekolah tertentu, sangat bergantung pada sejauh mana kedekatan dan dukungan politik kepada Bupati/Walikota, saat Pilkada atau melalui program-programnya yang populis. Dalam hubungan dengan ini posisi kepala sekolah menjadi strategis, namun tidak meningkatkan mutu manajemen sekolah. Soalnya, posisi yang strategis tersebut tidak memiliki relevansi dengan misi pendidikan. Pada satu sisi, wajar, kalau kepala sekolah ikut memberi kontribusi bagi keberhasilan Bupati/Walikota dalam suksesi. Kalau dilakukan dengan suatu kesadaran bahwa kontribusi tersebut pada gilirannya akan memberi dampak kepada meningkatnya mutu sekolah. Namun realitas menunjukkan, bahwa dalam kasus ini kepala sekolah memiliki posisi tawar yang sangat lemah, karena terhisap secara kedinasan pada Bupati/Walikota. Kondisi di atas akan berakibat pada sikap apatis kepala sekolah dalam mengelola berbagai sumber daya sekolah bagi peningkatan mutu sekolah. Idealisme untuk menciptakan budaya mutu di sekolah tidak tumbuh, justru terperangkap dalam bayang-bayang kekuasaan Bupati/Walikota. Idealisme kepala sekolah terkerangkeng dalam struktur kekuasaan yang sangat determinan. Pengertian otonomi dalam konteks desentralisasi pendidikan, mencakup enam aspek, yakni : (1) Pengaturan perimbangan kewenangan pusat dan daerah, (2) Manajemen partisipasi masyarakat dalam pendidikan, (3) Penguatan kapasitas manajemen pemerintah daerah, (4) pemberdayaan bersama sumber daya pendidikan, (5) hubungan kemitraan “stakeholders” pendidikan (6) pengembangan infrastruktur sosial. Otonomi pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 adalah terungkap pada Bab Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang tua, Masyarakat dan Pemerintah. Pada bagian ketiga Hak dan Kewajiban Masyarakat Pasal 8 disebutkan bahwa “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan ; pasal 9 Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”. Begitu juga pada bagian keempat Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pasal 11 ayat (2) “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun”. Khusus ketentuan bagi Perguruan Tinggi, pasal 24 ayat (2) “Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat”. D. Administrasi Dan Manajemen Dalam Akselerasi Peningkatan Mutu Pendidikan Kebijakan desentralisasi akan berpengaruh secara signifikan dengan pembangunan pendidikan. Setidaknya ada 4 dampak positif untuk mendukung kebijakan desentralisasi pendidikan, yaitu : 1) Peningkatan mutu, yaitu dengan kewenangan yang dimiliki sekolah maka sekolah lebih leluasa mengelola dan memberdayakan potensi sumber daya yang dimiliki;
  • 20. 2) Efisiensi Keuangan hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber pajak lokal dan mengurangi biaya operasional; 3) Efisiensi Administrasi, dengan memotong mata rantai birokrasi yang panjang dengan menghilangkan prosedur yang bertingkat-tingkat; 4) Perluasan dan pemerataan, membuka peluang penyelenggaraan pendidikan pada daerah pelosok sehingga terjadi perluasan dan pemerataan pendidikan. Pemberlakuan desentralisasi pendidikan mengharuskan diperkuatnya landasan dasar pendidikan yang demokratis, transparan, efisien dan melibatkan partisipasi masyarakat daerah. Muctar Buchori (2001) menyatakan pendidikan merupakan faktor penentu keberhasilan pembangunan manusia, karena pendidikan berfungsi sebagai pengembang pengetahuan, ketrampilan, nilai dan kebudayaan. Desentralisasi pendidikan dapat terjadi dalam tiga tingkatan , yaitu Dekonstrasi, Delegasi dan Devolusi (Fiorestal, 1997). Dekonstrasi adalah proses pelimpahan sebagian kewenangan kepada pemerintahan atau lembaga yang lebih rendah dengan supervisi dan pusat. Sementara Delegasi mengandung makna terjadinya penyerahan kekuasaan yang penuh sehingga tidak lagi memerlukan supervisi dan pemerintah pusat. Pada Tingkat Devolusi di bidang pendidikan terjadi apabila memenuhi 4 ciri, yaitu: (1) terpisahnya peraturan perundangan yang mengatur pendidikan di daerah dan di pusat; 2) kebebasan lembaga daerah dalam mengelola pendidikan; 3) lepas dari supervisi hirarkhis dan pusat dan 4) kewenangan lembaga daerah diatur dengan peraturan perundangan. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, proses desentralisasi pendidikan di Indonesia berdasarkan UU No.22 tahun 1999 lebih menjurus kepada Devolusi, yang peraturan pelaksanaannya tertuang pada Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 2000, seluruh urusan pendidkan dengan jelas menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, kecuali Pendidikan Tinggi. Kewenangan Pemerintah Pusat hanya menetapkan standar minimal, baik dalam persyaratan calon peserta didik, kompetensi peserta didik, kurikulum nasional, penilaian hasil belajar, materi pelajaran pokok, pedoman pembiayaan pendidikan dan melaksanakan fasilitas (Pasal 2 butir II). Otonomi pendidikan yang benar harus bersifat accountable, artinya kebijakan pendidikan yang diambil harus selalu dipertanggungjawabkan kepada publik, karena sekolah didirikan merupakan institusi publik atau lembaga yang melayani kebutuhan masyarakat. Otonomi tanpa disertai dengan akuntabilitas publik bisa menjurus menjadi tindakan yang sewenang- wenang. Berangkat dari ide otonomi pendidikan muncul beberapa konsep sebagai solusi dalam menghadapi kendala dalam pelaksanaan otonomi pendidikan, yaitu : 1) Meningkatkan Manajemen Pendidikan Sekolah Menghadapi kondisi ini maka dilakukan pemantapan manajemen pendidikan yang bertumpu pada kompetensi guru dan kesejahteraannya. 2) Reformasi Lembaga Keuangan Hubungan Pusat-Daerah Perlu dilakukan penataan tentang hubungan keuangan antara Pusat-Daerah menyangkut pengelolaan pendapatan (revenue) dan penggunaannya (expenditure) untuk kepentingan pengeluaran rutin maupun pembangunan daerah dalam rangka memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Sumber keuangan diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah, Dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain pendapatan yang syah dengan melakukan pemerataan diharapkan dapat mendukung pelaksanaan kegiatan pada suatu daerah, terutama pada daerah miskin. Bila dimungkinkan dilakukan subsidi silang antara daerah yang kaya kepada daerah yang miskin, agar pemerataan pendidikan untuk mendapatkan kualitas sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
  • 21. 3) Kemauan Pemerintah Daerah Melakukan Perubahan Pada era otonom, kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah daerah. Bila pemerintah daerah memiliki political will yang baik dan kuat terhadap dunia pendidikan, ada peluang yang cukup luas bahwa pendidikan di daerahnya akan maju. Sebaiknya, kepala daerah yang tidak memiliki visi yang baik di bidang pendidikan dapat dipastikan daerah itu akan mengalami stagnasi dan kemandegan menuju pemberdayaan masyarakat yang well educated dan tidak pernah mendapat momentum yang baik untuk berkembang. Otonomi pendidikan harus mendapat dukungan DPRD, karena DPRD-lah yang merupakan penentu kebijakan di tingkat daerah dalam rangka otonomi tersebut. 4) Membangun Pendidikan Berbasis Masyarakat Kondisi Sumber Daya yang dimiliki setiap daerah tidak merata untuk seluruh Indonesia. Untuk itu, pemerintah daerah dapat melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, ilmuwan, pakar kampus maupun pakar yang dimiliki Pemerintah Daerah Kota sebagai Brain Trust untuk turut membangun daerahnya, tidak hanya sebagai pengamat, pemerhati, pengecam kebijakan daerah. Sebaliknya, lembaga pendidikan juga harus membuka diri, lebih banyak mendengar opini publik, kinerjanya dan tentang tanggung jawabnya dalam turut serta memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. 5) Pengaturan Kebijakan Pendidikan antara Pusat dan Daerah Pemerintah Pusat tidak diperkenankan mencampuri urusan pendidikan daerah Pemerintah Pusat hanya diperbolehkan memberikan kebijakan-kebijakan bersifat nasional, seperti aspek mutu dan pemerataan. Pemerintah pusat menetapkan standard mutu. Jadi, pemerintah pusat hanya berperan sebagai fasilitator dan katalisator bukan regulator. Otonomi pengelolaan pendidikan berada pada tingkat sekolah, oleh karena itu lembaga pemerintah harus memberi pelayanan dan mendukung proses pendidikan agar berjalan efektif dan efisien. E. Penutup Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep otonomi pendidikan mengandung pengertian yang luas, mencakup filosofi, tujuan, format dan isi pendidikan serta admnistrasi dan manajemen pendidikan itu sendiri. Implikasinya adalah setiap daerah otonomi harus memiliki visi dan misi pendidikan yang jelas dan jauh ke depan dengan melakukan pengkajian yang mendalam dan meluas tentang trend perkembangan penduduk dan masyarakat untuk memperoleh konstruk masyarakat di masa depan dan tindak lanjutnya, merancang sistem pendidikan yang sesuai dengan karakteristik budaya bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika dalam perspektif tahun 2020. Kemandirian daerah itu harus diawali dengan evaluasi diri, melakukan analisis faktor internal dan eksternal daerah guna mendapat suatu gambaran nyata tentang kondisi daerah sehingga dapat disusun suatu strategi yang matang dan mantap dalam upaya mengangkat harkat dan martabat masyarakat daerah yang berbudaya dan berdaya saing tinggi melalui otonomi pendidikan yang bermutu dan produktif.
  • 22. PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM TERHADAP PENGEMBANGAN KURIKULUM Untuk mengawali tulisan ini,[1] penulis mengutip beberapa pertanyaan Yang pernah dilontarkan oleh Sindhunata beberapa waktu yang lalu seputar pendidikan kita hari ini, tentunya sebagai sebuah refleksi untuk pengembangan dan pembaruan pendidikan di masa depan. Bagaimana sebenarnya model pendidikan kita hari ini? Dan bagaimana model pendidikan untuk masa depan? Manakah pendidikan yang pas dan berguna untuk masa depan?[2] Inilah pertanyaan yang biasanya membuat sibuk kita, meskipun kelihatan sepele, hal ini perlu menjadi renungan bersama. Akan tetapi, itukah sesungguhnya pertanyaan yang tepat dan mendesak untuk kita ajukan? Akankah lebih tepat bagi kita untuk menanyakan: adakah sesungguhnya masa depan bagi pendidikan?[3] Pertanyaan terakhir ini sungguh menyentak: Bagaimana jadinya, jikalau benar bahwa sekolah, yang biasa dianggap tempat menyiapkan masa depan, ternyata ia sendiri tidak mempunyai masa depan? Pertanyaan semacam ini mungkin terlalu ekstrim —terlebih bagi mereka yang selama ini menjadi “pegawai pendidikan”—, dan mengada-ngada: Masak sekolah tidak mempunyai masa depan lagi? Namun, ada gunanya juga ketika kita menggeluti pertanyaan tersebut? Sebab bila kita cermati bersama, pertanyaan itu sungguh berdasar pada gejala-gejala yang riil dan sudah pada tahap menghawatirkan. Bila kita mau prihatin akan gejala tersebut, sementara kita tetap percaya akan nilai dan perlunya sekolah buat kehidupan kapan pun jua, kita akan terbantu untuk tidak hanya menyiapkan pendidikan masa depan, tapi juga “menyelamatkan” pendidikan dari ancaman peniadaannya di masa depan. Sekedar perlu kita mengingat, sekitar tiga puluh tahun lalu, Ivan Illich sudah mengingatkan akan perlunya kita melakukan “de-sekolah-isasi” masyarakat. Illich skeptis akan kegunaan sekolah (pendidikan) bagi hidup yang sesungguhnya dalam masyarakat. Dalam konteks lain, peringatan Illich itu kini menemukan kembali aktualitasnya. Kini, di tengah kemajuan teknologi, ekonomi dan globalisasi, sekolah bukanlah satu-satunya tempat belajar. Sekolah, demikian juga institusi pendidikan lainnya, kehilangan monopoli sebagai pengantara ilmu dan pendidik. Untuk dapat bertahan hidup, di mana pun dan kapan pun jua, orang harus belajar terus menerus. Ia harus belajar di tempat kerjanya, dan dalam hampir setiap langkah hidupnya. Bukankah Islam sendiri juga menyerukan akan hal itu??![4] Lebih lanjut, proses belajar tersebut harus di”cerna ulang” ketika tempat dan pegangan yang dikiranya sudah mapan tiba-tiba goncang karena pesatnya kemajuan dan meng”ejakulasi
  • 23. dini”nya perubahan. Dalam keadaan demikian, apa yang diberikan sekolah terasa sudah tidak relevan, dan orang tak dapat lagi mengandalkannya, kalau ia tidak ingin hidupnya macet ditinggalkan zaman. Sekarang, memasuki millennium ketiga, wacana hidup manusia sudah dibuka lebar-lebar. Dan orang dihadapkan pada berbagai informasi. Dan itu semua tergantung bagaimana orang harus menyikapi dan memanfaatkannya? Sebuah penelitian pendidikan di Jerman yang dibuat oleh Delphi-Bewegung menyebutkan, semakin wacana kehidupan itu luas, dan semakin informasi itu banyak, maka akan semakin sadar bahwa dirinya lemah dan tak berdaya (ibidem). Sekali lagi hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan, yang didapatkan seseorang lewat pendidikan, ternyata tidak dapat membantu apa-apa. Resep klasik “Jika kamu sukses di masa depan, belajarlah di sekolah yang favorit” rasanya sudah tidak berlaku lagi. Sekolah yang paling elit pun tidak mampu lagi membekali murid-muridnya dengan pengetahuan dan pegangan yang memadai untuk menghadapi tantangan zaman ini. Hal senada juga diungkapkan oleh salah satu pakar pendidikan Prancis, Roger Fauroux. Ia mencontohkan hal tersebut di Prancis sendiri. Dulu Prancis sangat bangga dengan system pendidikannya. Sekarang, berhadapan dengan kenyataan sosial yang ada, daya kekuatan system itu ternyata pudar. Menurutnya, semakin lama pengaruh sekolah terhadap anak-anak dan kaum muda semakin berkurang. Tampaknya dewasa ini, semakin sulit pendidikan sekolah mengahantarkan ilmu kepada murid-muridnya. Tidak hanya di Prancis, di banyak negara lain para guru diam-diam sering terjeblos ke dalam konservatisme pendidikan. Menghadapi tuntutan perubahan yang demikian dahsyat ini, tak mungkin lagi bila para guru bermentalkan “pegawai pendidikan”, mereka harus menjadi pembelajar. Kendati sudah selesai pendidikannya sebagai pengajar, para guru harus senantiasa belajar. Kalau tidak, mereka akan kedodoran mengikuti kemajuan murid-muridnya yang diam-diam belajar dengan caranya sendiri. Hal ini sangat dimungkinkan, karena tersedia sedemikian banyaknya sarana untuk mennyerap pengetahuan di luar sekolah.[5] Di banyak negara, termasuk di Indonesia, sekolah adalah lembaga yang dibentuk oleh negara, demi kepentingan negara.[6] Juga sekolah-sekolah swasta diadakan untuk membantu kepentingan tersebut. Sehingga pada endingnya, hal ini akan menjadikan setumpuk persoalan yang kemudian kita justifikasikan kepada sekolah sebagai sebuah lembaga yang penuh kesalahan. Tapi kemudian, mengapa kita sering mudah bersikap demikian terhadap sekolah, meskipun kita sadar sikap demikian tidaklah sepenuhnya benar. Satu hal yang pasti, bahwa kita tidak mau ikut bertanggung jawab terhadap dunia pendidikan. Pendidikan itu kita asumsikan sebagai tanggung jawab sekolah dan guru-gurunya, bukan tanggung jawab orang tua, politikus, pengusaha, dan anggota masyarakat lainnya. Sekolah lalu menjadi tempat sampah bagi berbagai kejelekan dan kekeliruan. Lepas dari tanggung jawab semacam inilah yang akhirnya membuat pendidikan kita remuk, dan jika hal itu diterus-teruskan, sungguh sekolah tak akan lagi mempunyai masa depan. Pendidikan kita akan terjamin dan bermasa depan jika tanggung jawab pendidikan itu tidak dipikulkan melulu pada bahu sekolah. Dengan kata lain, pendidikan dan terpancang dalam paradigma lama, sebagai tanggung jawab sekolah harus dilaksanakan berdasarkan paradigma baru: bahwa pendidikan harus dikembalikan kepada masyarakat, dan anggota masyarakat bersama-sama memikul tanggung jawab pendidikan anak-anaknya. Lebih jauh, paradigma baru ini akan menumbuhkan serentetan paradigma baru yang lain bagi dunia kependidikan kita.
  • 24. Ketika dikaitkan dengan pengembangan kurikulum, pergeseran paradigma pendidikan ini akan sangat berimplikasi jauh bagi pengembangannya. Sehingga dengan lahirnya paradigma baru pendidikan semacam ini, secara otomatis akan membuat dunia pendidikan sendiri melakukan pengembangan di dalam tubuhnya, tak terkecuali pada pengembangan kurikulum. tulisan ini sengaja dibuat khusus —sebagai salah satu bentuk tanggung jawab untuk memotret kehadiran paradigma baru pendidikan ini, dengan membuahkan implikasi bagi pengembangan kurikulum. A. Mencermati Paradigma Baru Pendidikan Sebelum kita lebih jauh membahas terhadap paradigma baru pendidikan akan lebih baiknya kalau terlebih dahulu kita membahas tentang apa itu paradigma baru pendidikan. Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia, paradigma diartikan sebagai daftar contoh perubahan.[7] Paradigma shift yang berarti: perubahan model; pola; contoh; tafsir. Dalam ilmu social paradigma merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada masa tertentu dan dapat menggantikan dengan paradigma lama (dan kadang-kadang tidak ada hubungannya dengan paradigma yang digantikannya). Dan konsep paradigma baru itu membawa perubahan yang sangat mendasar.[8] Dalam ilmu pendidikan, paradigma diartikan sebagai cara berfikir atau sketsa pandang menyeluruh yang mendasari rancang bangun system pendidikan.[9] Sebagaimana kata kunci yang telah menjadi rujukan sebelumnya, bahwa paradigma baru pendidikan adalah bahwa pendidikan adalah tanggung jawab masyarakat, dan anggota masyarakat bersama-sama memikul tanggung jawab pendidikan anak-anaknya. Hal ini tentu sangat berbeda sekali dengan paradigma lama kita, bahwa pendidikan adalah tanggung jawab dari skolah dan para pengelola institusi pendidikan. Di situlah tampak jelas bahwa pendidikan tidak dapat tidak harus terkait dengan seluruh aktifitas masyarakat, dalam seluruh sendi kehidupan social masyarakat. Sehingga pendidikan harus terkait dengan politik, bahkan harus menjadi isu pilitik.[10] Tanggung jawab masyarakat atas pendidikan itulah yang kiranya harus terus diupayakan bagi keberlangsungan kehidupan pendidikan di negara kita. Sehingga manivestasi pertanyaan- pertanyaan ekstrem dan mengada-ngada mengenai pendidikan kita bisa diminimalisir. Mengapa demikian? Karena dengan paradigma baru tersebut seluruh mayarakat bertanggung jawab atas kehidupan masyarakat. Sehingga ketiadaan pendidikan sekolah di masa depan itu hanya menjadi utopia, atau bahkan keberadaan pendidikan sekolah yang notabene sebagai sarana menuju masa depan betul-betul menjadi masa depan yang semestinya. Dalam perkembangan selanjutnya, paradigma baru pendidikan itulah kiranya yang harus menjadi dasar dan modal bagi demokratisasi pendidikan, yang dalam kurun abad millennium kita dengung-dengungkan sehubungan dengan otonomi daerah. Dengan otonomi daerah mau tak mau akan menjadi kewajiban dan tanggung jawab daerah. Dalam kaitannya dengan hal di atas, pendidikan yang sentralistik tidak lagi relevan. Oleh sebab itu, penyelenggaraan pendidikan yang sentralistik, yang mematikan inisiatif berfikir manusia bukanlah merupakan pendidikan yang kita inginkan.[11]Seyogyanya, pendidikan kita memikirkan dan mengatur pendidikan yang titik keberangkatannya pada “Manajemen
  • 25. Berbasis Sekolah”. Pola pendidikan tidak hanya memerlukan suatu langkah-langkah teknis dan finansial, tapi lebih-lebih suatu perubahan paradigma tanggung jawab dalam pendidikan, yakni dari pendidikan sekolah sebagai penanggung jawab pendidikan menuju paradigma masyarakat sebagai penanggung jawabnya. Di balik paradigma lama, kita tahu bahwa diam-diam kita membiarkan pemerintah menjadi penentu utama pendidikan. Dan selama orde baru, pemerintah habis-habisan melakukan hal tersebut, sering hanya karena untuk mempertahankan kepentingannya. Bukankah banyak indikasi yang mengarah kepada hal itu.[12] Mulai pendidikan sebagai alat Uniformitas (penyeragaman) sampai kepada pendidikan yang mengingkari kebhinekaan[13]Sudah lama kita di nina bobokkan untuk berenak-enak, tidak ikut bertanggung jawab dalam pendidikan. Sekarang dengan adanya otonomi daerah tersebut, dan demokratisasi pendidikannya, masyarakat tiba-tiba ditantang untuk ikut mengambil alih tanggung jawab tersebut. Satu hal yang menjadi pegangan kita semua, jangan mengira bahwa hal tersebut mudah. Sebab sekali lagi yang dituntut dari masyarakat adalah ikut bertanggung jawab atas pendidikan, bukan sekedar membayar uang gedung dan uang sekolah. Untuk hal terakhir ini kiranya kita mesti mengakui, bahwa kita belum siap dan belum terbiasa. Terlebih, proses otonomi daerah tersebut disertai dengan proses demokratisasi hidup ditangah-tengah maraknya globalisasai. Globalisasi yang ditandai dengan majunya pengetahuan dan teknologi juga akan sangat berdampak bagi perkembangan pendidikan kita. Sehingga wajar, kalau proses pendidikan haruslah mampu mengembangkan kemampuan untuk berkompetisi di dalam kerjasama, mengembangkan sikap inovatif dan ingin selalu meningkatkan kualitas. Hal yang signifikan kita tekankan adalah melalui pergeseran paradigma lama menuju paradigma baru, hal ini dimaksudkan agar pandidikan kita, sebagaimana bahasa Sindhunata mempunyai masa depan.[14] B. Dasar- dasar Pengembangan Kurikulum Untuk mengetahui implikasi dari paradigama baru di atas, kiranya penulis mencoba memaparkan dulu dasar- dasar bagi pengembangan kurikulum. Masalah ini kiranya sangat berkaitan dg seberapa jauh impliklasi yang diberikan oleh paradigma baru tersebut bagi pengembangan kurikulum. Pada dasarnya kurikulum ditentukan oleh guru (tenaga kependidikan).[15] Guru turut serta dalam menyusun kurikulum, duduk bersama dalam suatu kepanitiaan pengembang kurikulum, atau memberikan masukan kepada panitia pengembangan kurikulum. Prosedur apapun yang ditempuh dalam pengembangan kurikulum, guru tetap memegang peran penting, karena guru merupakan unsur penting yang menentukan berhasil atau gagalnya pelaksanaan kurikulum pada suatu lembaga pendidikan sekoalah. Dengan kata lain, guru terlibat langsung secara aktif dalam pelaksanaan kurikulum bersama siswa. Bagaimana dengan masyarakat, yang notabene dalam paradigma baru pendidikan menjadi penanggung jawab dalam proses pendidikan? Pada dasarnya masyarakat dapat turut menentukan garis besar dan pola kurikulum yang akan dilaksanakan. Dalam hal ini mereka sebagai penanggung jawab pendidikan harus terus eksis dalam pengembangan pendidikan salah satunya melalui pengembangan kurikulum.
  • 26. 1. Pengertian Kurikulum Kata kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang semula digunakan dalam bidang olah raga, yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari start hingga finish.[16] Dalam bahasa Arab, ia biasa disebut dengan manhaj, yakni jalan terang yang dilalui oleh manusia pada bidang kehidupannya.[17] Dalam konteks pendidikan, kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik (guru) dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, ketrmpilan dan seluruh sikap, kepribadian, dan sisi nilainya. Pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli rupanya sangat bervariasi. Pengertian itu dapat dilihat dari pengertian kurikulum lama maupun yang baru. Tetapi dari beberapa definisifi iti dapat ditarik benang merahnya, bahwa di satu pihak menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah, dan di lain pihak lebih menekankan pada proses atau pengalaman belajar.[18] Dalam Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Rumusan ini lebih spesifik yang mengandung pokok-pokok pikiran sebagai berikut:[19] a. Kurikulum merupakan suatu rencana/ perencanaan. b. Kurikulum merupakan suatu pengaturan, berarti mempunyai sistematika dan struktur terentu. c. Kurikulum memuat/ berisikan isi dan bahan pelajaran, menunjuk kepada perangkat mata ajaran atau bidang pengajaran tertentu. d. Kurikulum mengandung cara, metode, atau strategi penyampaian pengajaran. e. Kurikulum merupakan pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. f. Kendatipun tidak tertulis, namun telah tersirat di dalam kurikulum yakni kurikulum dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan. g. Berdasarkan poin e, maka kurikulum sebenarnya adalah suatu alat pendidikan. 2. Faktor-faktor Pengembangan Kurikulum Ada lima factor penting yang mesti diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, yaitu:[20] 1. Filsafat Pendidikan Dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum, filsafat pendidikan menjadi factor penting yang harus diperhatikan. Signifikansi itu terlihat, karena ia mengandung nilai-nilai atau cita-cita masyarakat. Berdasarkan nilai-nilai atau cita-cita itulah ditetapkan akan dibawa ke manakah pendidikan pesrta didik. Dengan kata lain, ia menggambarkan manusia yang diharapkan oleh masyarakat.
  • 27. Sebagai suatu pandangan hidup maka filsafat pendidikan itu bukan merupakan hiasan lidah belaka, melainkan harus meresapi tingkah laku semua anggota masyarakat. Artinya nilai-nilai filsafat pendidikan tersebut harus dilaksanakan dalam kehidupan sehari- hari. 2. Masyarakat Sekolah yang mendidik siswa untuk menjadi warga masyarakat yang modern harus menyesuaikan kurikulumnya dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat itu. Akibat kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan dan sebagainya, kiranya dituntut bagi siswa untuk mengiringi perubahan tersebut. Realitas tersebut inilah yang perlu diperhatikan dan disalurkan oleh kurikulum. Karena para siswa itu kelak akan hidup di dalam masyarakat, akan kembali kepada mereka dengan homogenitas perubahan di dalamnya. Sehingga kurikulum mau tak mau harus menyediakan lingkungan pendidikan yang sejalan dengan kondidsi tersebut. Barulah dengan cara ini, sekolah dapat menjadi lembaga social yang bermakna bagi kehidupan siswa khususnya dalam dan bagi kehidupan masyarakat sekitarnya. 3. Siswa Kurikulum yang seimbang adalah apabila kurikulum tersebut dapat dihayati oleh siswa dan mengarahkannya ke tingkat perkembangan yang lebih dewasa, yakni terbentuknya pribadi yang berintregasi. Hal ini hanya mungkin tercapai apabila kurikulum meneyediakan lingkungan di mana siswa dapat melakukan kegiatan belajar mengajar, memuaskan kebutuhannya, dan memberikan pengalaman yang kaya bagi kehidupannya. 4. Proses Belajar Dalam proses belajar sendiri, proses belajar yang dilandasi lingkungan siswa harus juga diperhatikan. Proses belajar seperti ini, sangat berkaitan demi tercapai tujuan pendidikan. Sehingga proses belajar yang modern dan dengan kebutuhan, minat, aspirasi, masalah, dan tuntutan perlu diperhatikan sebagai landasan pengembangan kurikulum. 5. Bentuk Kurikulum Sebagaimana diketahui banyak bentuk kurikulum yang harus diperhatikan, sebagai landasan pengembang kurikulum. Dari sekian banyak inilah perlu kiranya dipahami dan dimengerti oleh pengembang demi tercapainya obsesi dalam pengembangan kurikulum. C. Implikasi Paradigma Baru Pendidikan Terhadap Pengembangan Kurikulum Dengan memperhatikan realitas paradigma baru pendidikan sekaligus memperhatikan dasar- dasar pengembangan kurikulum di atas. Kiranya penulis memberanikan diri untuk menarik benang merah, bahwa paradigma baru pendidikan sangat berimplikasi pada pengembangan kurikulum. Kita tahu bahwa aktualisasi pendidikan nasional dengan posisi dan paradigma baru menuntut berbagai macam prinsip dasar yang harus dipegang. Mengutip beberapa prinsip yang dikemukakan oleh H. A. R. Tilaar, antara lain:
  • 28. 1. Partsipasi masyarakat di dalam mengelola pendidikannya (Community Based Education) Sesuai dengan tuntutan masyarakat demokrasi maka masyarakat harus ikut secara aktif dalam menyelenggarakan pendidikannya. Dewasa ini kita lihat bagaimana pendidikan nasional telah menjadi urusan birokrasi dimana masyarakat tidak ikut serta di dalamnya. Salah satu konsekuensi dari partisipasi masyarakat untuk menghidupkan masyarakat baru Indonesia adalah dengan partisipasi masyarakat di dalam mengelola pendidikan (Community Based Education). Sederhananya hal ini menuntut masyarakat (orang tua, pemimpin masyarakat local, pemimpin nasional), dunia kerja, dunia industri harus ikut serta di dalam membina pendidikan. 2. Demokratisasi Pendidikan. Dari realitas diatas sebagai salah satu cirri khas demokrasi yang berkembang, bahwa pendidikan yang diupayakan oleh pihak masyarakat akan melahirkan demokratisasi pendidikan. Selanjutnya partisipasi masyarakat menuntut otonomi dari lembaga-lembaga pendidikan. Otonomi-otonomi lembaga pendidikan berarti lembaga-lembaga pendidikan tersebut terlepas dari kungkungan birokrasi dan menjadi suatu lembaga professional dengan tanggung jawab yang jelas. Otonomi lembaga pendidikan tidak mengurangi partisipasi pendidikan di dalam menyelenggarakan pendidikan tersebut. 3. Sumber Daya Pendidikan Yang Professional. Desentralisasi dan demokratisasi pendidikan memerlukan tenaga-tenaga yang trampil dan professional. Hal ini diperlukan sebagai salah satu bentuk riil dari terwujudnya desenteralisasi dan demokratisasi pendidikan dalam menuju kompetisi nasional maupun global. 4. Sumber Daya Penunjang Yang Memadai. Memang diakui selama ini cukup banyak yang telah kita capai dan di dalam investasi pengembangan pendidikan yang cukup besar. Namun demikian dilihat secara makro, investasi pendidikan kita tergolong rendah dikawasan Asia. Berkaitan dengan ini peranan masyarakat (pendidikan swasta) perlu mendapat kajian kembali. Sehingga berdasarkan realitas diatas, banyak implikasi yang muncul dari pergeseran paradigma pendidikan di Indonesia. Implikasi paradigma baru pendidikan tersebut antara lain, pertama bahwa pengembangan kurikulum harus meeperhatikan realitas paradigma baru pendidikan di Indonesia yang notabene telah menjadi salah satu landasan dalam pengembangan kurikulum. Pada tahap upaya dalam mengembangkan kurikulum harus betul- betul bertumpu pada realitas di atas. Kedua, berkaitan erat dengan demokratisasi pendidikan ialah peninjauan kembali program- program dalam berbagai jenjangnya. Kurikulum yang sentralistis dan sangat berat harus ditinjau kembali sesuai dengan kebutuhan masyarkaat. Ketiga, secara teknis penyusunan kurikulum nasional berisi petunjuk-petunjuk dasar saja, kemudian diberikan isi yang nyata di dalam kurikulum yang dilaksanakan di masing-masing daerah otonom. Kurikulum nasional tetap diperlukan karena kita hidup di dalam ketatanegaraan yang satu.
  • 29. Keempat, harus ada upaya bersama yang dijalankan oleh seluruh masyarakat, termasuk guru, dalam melakukan pengembangan dalam kurikulum. Meskipun dalam praktiknya gurulah yang nantinya berperan dalam mengolah dan melaksanakan kurikulum tersebut. Kelima, bahwa kurikulum yang sebenarnya adalah masyarakat itu sendiri. Lingkungan sebagai salah satu sarana pengembangan kurikulum, menjadi sebuah sarana dalam berkurikulum. Sehingga peserta didik, selain mendapat kurikulum di sekolah, secara langsung akan mengaplikasikan hal tersebul di lingkungan masing-masing. Dari berbagai implikasi di atas kiranya paradigma baru pendidikan tersebut harus secara serius dipahami sebagai salah satu kesatuan yang utuh bagi pengembangan kurikulum. Dengan harapan keberadaan sekolah yang ideal bagi masa depan, serta bermasa depan bisa terwujud. Sekaligus sekolah yang bermasa depan untuk menjadi proses hidup dalam bermayrarakat bisa terjadi.
  • 30. Meretas Paradigma Baru Manajemen Pendidikan Islam Rabu, 30 November 2011 – Tanjung Pati, 29 November 2011 Kementerian Agama memiliki komitmen yang kuat dalam meningkatkan mutu pendidikan Indonesia khususnya pendidikan Islam, hal tersebut sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor. 63 tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. SPMP mendefinisikan penjaminan mutu sebagai kegiatan sistemik dan terpadu oleh satuan/program pendidikan, penyelenggara satuan/program pendidikan baik yang dikelola oleh pemerintah atau masyarakat untuk meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa melalui pendidikan. Pada tataran operasional, penjaminan mutu pendidikan dilakukan melalui serangkaian proses dan sistem yang saling terkait untuk mengumpulkan, menganalisa, dan melaporkan data mengenai kinerja dan mutu dari tenaga kependidikan, program dan lembaga pendidikan. Drs.Ifkar.M.Ag Kasi Mapenda Kemenag Lima Puluh Kota dalam laporan ketua panitia rapat evaluasi Seksi Mapenda tahun 2011 menjelaskan bahwa rapat evalausi seksi Mapenda yang digelar di Shago Bungsu Hall Convention dari tanggal 29 dan 30 November 2011 merupakan agenda strategis bagi dunia pendidikan Islam, harapan kita rapat evaluasi ini dapat melahirkan rekomendasi bagi peningkatan mutu pendidikan, lebih mendalam alumi PGA Payakumbuh tahun 1988 ini mengurai secara umum capaian kinerja pendidikan Islam baik yang ada di Madrasah dan sekolah telah berjalan dengan baik dan sesuai dengan target capaian kita tahun ini, kedepanya harapan kita adalah meningkatkan prestasi-prestasi yang telah dicapai tahun ini, disamping itu kita perlu untuk melakukan refleksi dan proyeksi demi perbaikan mutu pendidikan Islam pada tahun yang akan datang, tutur Drs.Ifkar.M.Ag mengakhiri laporanya. Sementara itu, Drs.H.Gusman Piliang.M.M Kakan Kemeng Lima Puluh Kota dalam pengarahannya menyampaikan ucapan terimakasih yang setinggi tingginya kepada seluruh komponen yang telah berperan aktif dalam mensukseskan rapat evaluasi seksi Mapenda tahun2011 ini, kita bersyukur dari berbagai capaian prestasi yang telah diukir madrasah dan guru PAI di sekolah dalam satu tahun terakhir, tapi saya berpesan kita tidak boleh larut dalam prestasi tersebut, karena tantangan dan perjuangan kita dimasa yang akan datang semakin berat, tegas Kakan.Kemenag disambut meriah para peserta rapat. Lebih mendalam ayah tiga orang putra ini menitipkan harapan kepada peserta rapat, ini merupakan momentum strategis bagi kita untuk melakukan muhasabah atas kinerja seksi mapenda selama tahun 2011, saya yakin, keberanian kita untuk berkaca diri akan menjadi modal besar kita dalam meretas perubahan paradigma manajemen madrasah di masa yang akan datang, pinta Kakan Kemenag mengakhir sambutanya. Setelah dibuka secara resmi oleh Drs.H.Gusman Piliang.M.M Kakan Kemeng Lima Puluh Kota, acara rapat evaluasi dilanjutakan dengan penyampaian materi dengan tema Kebijakan Kanwil Kementerian Agama Sumatera Barat dalam bidang pendidikan Islam, Drs.H.Muchtim Syam Plt Kabid Mapendais Kanwil Kemenag Sumatera Barat dalam paparanya menjelaskan secara umum perkembangan pendidikan Islam di Madrasah dan PAI di sekolah telah mengalami lompatan yang sangat jauh bila di bandingkan dengan kondisi kita pada tahun sembilan puluhan, sebagai contoh, sekarang ini capaian madrasah dalam standar sarana dan prasarana sudah mengalami kemanjuan yang luar biasa, kedepanya kita berharap peningkantan kwalitas dan kwantitas madrasah berjalan berdampingan, kondisi ideal tersebut akan mengantarkan madrasah dan PAI disekolah pada level pendidikan yang excellent serta berdaya saing, ucapa Drs.H.Muchtim Syam menutup penyampaian materinya. Rapat evaluasi seksi Mapenda tahun 2011 ini di ikuti oleh unsur kemenag, kepala madrasah, pengawas, perwakilan guru PAI, dan kelompok kerja profesi,
  • 31. sebanyak tujuh puluh empat orang tercatat sebagai peserta rapat evaluasi seksi Mapenda tahun 2011 ini. (APP)
  • 32. Posted by datastudi ⋅ 7 December 2010 ⋅ Leave a Comment Oleh: SYUAIB SULAIMAN Masalah pendidikan merupakan masalah yang sangat penting dan tidak bisa dipisahkan dari seluruh rangkaian kehidupan manusia. Kebanyakan manusia memandang pendidikan sebagai sebuah kegiatan mulia yang akan mengarahkan manusia pada nilai-nilai yang memanusiakan. Pandangan bahwa pendidikan sebagai kegiatan yang sangat sakral dan mulia telah lama diyakini oleh manusia. Namun di dekade 70-an dua orang tokoh pendidikan, yaitu Paulo Freire dan Ivan Illich melontarkan kritik yang sangat mendasar tentang asumsi tersebut. Mereka menyadarkan banyak orang bahwa pendidikan yang selama ini disakralkan dan diyakini mengandung nilai-nilai kebajikan tersebut ternyata mengandung penindasan. Pendidikan merupakan suatu perbuatan, tindakan, dan praktek. Namun, demikian pendidikan tidak dapat diartikan sebgai satu hal yang mudah, sederhana, dan tidak memerlukan pemikiran. Karena istilah pendidikan sebagai praktek, mengandung implikasi pemahaman akan arah dan tujuannya.2 Karenanya proses pendidikan itu bukan hanya sekedar lahiriah dan suatu prilaku kosong saja. Pendidikan tidak diarahkan untuk pendidikan itu sendiri, melainkan diarahkan untuk pencapaian maksud, arah, dan tujuan di masa yang akan datang. Dengan demikian, dimensi waktu dalam pendidikan tidak hanya terbatas pada waktu sekarang, yaitu saat berlangsung pendidikan tersebut. Tetapi, pendidikan diarahkan pada sikap, prilaku, dan kemampuan serta pengetahuan yang diharapkan akan menjadi pegangan bagi anak didik dalam melaksanakan tugas hidupnya secara bertanggung jawab dan dapat menjadi manusia yang seutuhnya, sebagaimana yang menjadi tujuan utama dalam pendidikan. Menurut Muhammad Iqbal, pendidikan bukan hanya proses belajar mengajar belaka untuk mentransformasikan pengetahuan dan berlangsung secara sederhana dan mekanistik. Melainkan, pendidikan adalah keseluruhan yang mempengaruhi kehidupan perseorangan maupun kelompok masyarakat, yang seharusnya menjamin kelangsungan kehidupan budaya dan kehidupan bersama memantapkan pembinaan secara intelegen dan kreatif. Proses pendidikan ini mencakup pembinaan diri secara integral untuk mengantarkan manusia pada kesempurnaan kemanusiannya tanpa mesti terbatasi oleh sistem transformasi pengetahuan secara formal dalam lingkungan akademis. Pada akhirnya, pendidikan dalam arti luas mencakup penyelesaian masalah-masalah manusia secara umum dan mengantarkan manusia tersebut pada tujuan hidupnya yang mulia. Menurut Freire, pendidikan bukan hanya kegiatan pengembangan kognitif anak didik, melainkan pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan cinta dan keberanian. Sesungguhnya menurut Freire, pendidikan ialah tindakan cinta kasih dan karena itu juga merupakan tindakan berani. Pendidikan tidak boleh membuat orang yang akan menganalisis realitas menjadi takut.
  • 33. Kualitas yang dihasilkan dari output pendidikan sangat ditentukan oleh proses yang terjadi dalam interaksi pendidikan. Keseluruhan proses dan metode dalam pendidikan didasarkan pada tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan tersebut. Sedangkan tujuan pendidikan ditentukan berdasarkan pilihan paradigma yang dijadikan dasar dalam pendidikan. Dari asumsi tersebut terlihat betapa paradigma dalam pendidikan menjadi sesuatu hal yang fundamental dan menentukan hasil dari pendidikan. Baik dan buruknya output dari pendidikan sangat ditentukan oleh paradigma pendidikan yang dianut. Henry Giroux dan Arronnawitz membagi paradigma pendidikan ke dalam tiga aliran utama, yaitu : 1. Paradigma konservatif, yaitu paradigma pendidikan yang lebih berorientasi pada pelestarian dan penerusan pola-pola kemapanan sosial serta tradisi. Paradigma pendidikan konservatif sangat mengidealkan masa silam (past oriented) sebagai patron ideal dalam pendidikan. Paradigma konservatif melahirkan jenis kesadaran sebagaimana yang disebutkan oleh Paulo Freire, sebagai kesadaran magis. Yaitu jenis kesadaran yang tak mampu mengkaitkan antara satu faktor dengan faktor lainnya sebagai hal yang berkaitan. Kesadaran magis lebih melihat faktor diluar kesadaran manusia sebagai penyebab dari segala kejadian. 2. Paradigma pendidikan liberal, yaitu paradigma pendidikan yang berorientasi mengarahkan peserta didik pada prilaku-prilaku personal yang efektif, dengan mengejar prestasi individual. Sehingga yang terjadi adalah persaingan individual yang akan mengarahkan peserta didik pada individualisme dan tidak melihat pendidikan sebagai proses pengembangan diri secara kolektif. Paradigma pendidikan liberal melahirkan bentuk kesadaran naif. Yaitu jenis kesadaran ini menganggap aspek manusia secara individulah yang menjadi penyebab dari akar permasalahan. 3. Paradigma pendidikan kritis, yaitu paradigma pendidikan yang menganut bahwa pendidikan adalah diorientasikan pada refleksi kritis terhadap sistem dan struktur sosial yang menyebabkan terjadinya berbagai ketimpangan. Paradigma pendidikan kritis mengarahkan peserta didik pada kesadaran kritis, yaitu jenis kesadaran yang melihat realitas sebagai satu kesatuan yang kompleks dan saling terkait satu sama lain. Paradigma pendidikan sangat berimplikasi terhadap pendekatan dan metodologi pendidikan dan pengajaran. Salah satu bentuk implikasi tersebut adalah perbedaan bentuk dalam pola belajar mengajar antara pola paedagogy dengan pola andragogy. Bagi Freire, selaku tokoh penggagas pendidikan kritis. Pendidikan haruslah berorientasi kepada pengenalan realitas diri manusia dan dirinya sendiri. Pengenalan akan realitas bagi Freire tidak hanya bersifat objektif atau subjektif, tapi harus kedua-duanya secara sinergis. Objektivitas dan subjektivitas dalam pengertian ini menjadi dua hal yang tidak saling bertentangan, bukan suatu dikotomi dalam pengertian psikologis, kesadaran subjektif dan kemampuan objektif adalah dua fungsi dialektis yang konstan/tetap dalam diri manusia. Oleh karena itulah menurut Freire, pendidikan harus tampil metode yang mengarahkan manusia pada perwujudan kesadaran subjektif yang kritis dan pemahaman akan realitas yang objektif dan akan mengantarkan manusia pada suatu kesadaran kritis yang konstruktif dalam membangun dunianya ke arah yang lebih konstruktif.