Penelitian ini mengkaji konsep diri seorang gay di Jakarta pada masa dewasa awal dengan menggunakan metode kualitatif. Subjek tunggal yang berusia di bawah 40 tahun diwawancarai mendalam untuk memahami pengalamannya sebagai gay di kota besar dan bagaimana hal itu mempengaruhi konsep dirinya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih baik bagi masyarakat tentang kehid
Jual Cytotec Di Majalengka Ori👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
Draft psikologi perkotaan
1. GAMBARAN KONSEP DIRI LGBT DEWASAAWAL DAERAH JAKARTA
Yanosta, Muhammad Ilham, Ridho Septadi, Niko, Natalia Anggia, Bonar Hutapea, M.SI.
Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara
Jalan Letjen S. Parman No. 1, Tomang, Grogol Pertamburan, Kota Jakarta Barat, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta 11440.
ABSTRACT
A Qualitative Description of The Self-Concept of A Gay on Early Adulthood in Urban Area.
The issue of LGBT in urban life is really a common thing as people can see them clearly in
public areas. However, we as a researchers would like to know better and dig deeper the
urban life from the people who come out as an LGBT, especially their self-concepts. It is
interesting to be inspected as this must be uncovered so the whole citizens who read this
journal may treat them in a better way. In 2017, there’s a man who has been joining some
LGBT communities in Jakarta and has gone through many ‘things’, good or bad, in his life-
span. He honestly told us some kind of informations that is privacy yet he doesn’t mind if the
informations are used for educational concerns. This journal contains how to deal with family
and urban people from a gay’s point of view, how to live a life with LGBT labelled, and what
the city does to him. There are around 27.700 gays live in Jakarta, but not all of them has
come out as an LGBT . Therefore this research is important to be created for absolutely an
education only.
Keywords : LGBT, Gay, Urban
2. Abstract
penelitian kualitatif dari konsep diri seorang gay pada masa dewasa awal di area perkotaan.
Isu LGBT di kehidupan perkotaan adalah hal yang biasa yang dapat orang jumpai di tempat-
tempat umum. Bagaimanapun, kami sebagai peneliti
mau mengetahui lebih baik dan lebih dalam lagi mengenai kehidupan perkotaan dari orang-
orang yang sudah mengakui dirinya sebagai LGBT, terutama konsep diri mereka. Hal ini
menarik untuk diinspeksi sebagaimana hal ini harus dibuka sehingga seluruh masyarakat
yang membaca jurnal ini dapat memperlakukan mereka dengan cara yang lebih baik lagi.
Pada tahun 2017, ada seorang laki-laki yang telah bergabung beberapa komunitas LGBT di
Jakarta dan telah melalui banyak hal baik dan buruk selama masa hidupnya. Dia dengan jujur
menceritakan kami beberapa macam informasi yang privasi namun dia tidak berkeberatan
jika informasi tersebut digunakan untuk kepentingan pendidikan. Jurnal ini berisi bagaimana
menangani keluarga dan masyarakat perkotaan dari sudut pandang seorang gay, bagaimana
cara menjalani hidup dengan diketahui sebagai LGBT, dan apa yang kota ini lakukan pada
dirinya. Ada sekitar 27.700 gay yang hidup di Jakarta, tetapi belum semua dari mereka telah
melakukan coming out sebagai LGBT. Oleh karna itu penelitian ini penting untuk dibuat dan
hanya untuk kepentingan pendidikan saja.
Kata kunci: LGBT, gay, perkotaan
.
3. PENDAHULUAN
Selama dekade, individu LGBT telah membuat rumah mereka di kota metropolitan besar.
Lingkungan seperti ini menawarkan individu LGBT rasa toleransi dan penerimaan yang lebih
besar daripada pengalaman mereka yang tinggal di daerah bukan perkotaan. Didalam
sejarah, pusat perkotaan telah menyediakan individu LGBT dengan kesempatan lebih besar
untuk mengekspresikan diri mereka dan untuk membentuk komunitas (Berube, 1990;
D’Augelli & Garnets, 1995; D’Emilio, 1985; Kennedy & Davis, 1993, dalam American
Psychological Association , 2012). D’Emilio (dalam American Psychological Association,
2012 ) memberi pujian pada imigran individu LGBT ke pusat perkotaan, diikuti dengan WWII
sebagai peran penting dalam evolusi pembentukan identitas dan budaya LGBT modern.
Di Indonesia memang LGBT belum menjadi suatu hal yang normal. Masih banyak yang
menentang tentang keberadaan para kaum LGBT tersebut, berbeda dengan Negara-negara
yang sudah melegalkan LGBT. Selain itu, individu LGBT di kota-kota besar juga menghadapi
masalah yang unik yang mempengaruhi kesehatan fisik dan mental mereka. isu maginalisasi,
interaksi antar kota dan perilaku homopobik di kota, hubungan intim antara isu kesehatan
mental dan perilaku berbahaya, infeksi HIV yang baru, dan penggunaan obat-obatan
dilingkungan ini menyebabkan individu LGBT berada dalam situasi yang beresiko. Sama
seperti individu lain yang tinggal dikota besar, individu LGBT juga mengalami stres yang
disebabkan tinggal di area berpopulasi tinggi dan gaya hidup yang serba cepat.
Bagaimanapun juga untuk individu LGBT, stressor ini merupakan gabungan dari pandangan
homopobik. Sebagai hasilnya, individu LGBT yang tinggal di daerah kota-kota besar sering
mengalami gangguan kesehatan mental (American Psychological Association, 2012 ).
4. TINJAUAN TEORI
a. Citra Tubuh (Body Image)
Body Image (citra tubuh) adalah sikap individu terhadap dirinya baik disadari maupun tidak
disadari meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai ukuran dan dinamis karena
secara konstan berubah seiring dengan persepsi dan pengalaman-pengalaman baru.
Body image berkembang secara bertahap selama beberapa tahun dimulai sejak anak
belajar mengenal tubuh dan struktur, fungsi, kemampuan dan keterbatasan mereka. Body
image (citra tubuh) dapat berubah dalam beberapa jam, hari, minggu ataupun bulan
tergantung pada stimuli eksterna dalam tubuh dan perubahan aktual dalam penampilan,
stuktur dan fungsi (Potter & Perry, 2005).
b. Diri Ideal (Ideal Self)
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya bertingkah laku
berdasarkan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang
diinginkan/disukainya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang diraih. Ideal diri akan
mewujudkan cita-cita ataupun penghargaan diri berdasarkan norma-norma sosial di
masyarakat tempat individu tersebut melahirkan penyesuaian diri. Ideal diri berperan sebagai
pengatur internal dan membantu individu mempertahankan kemampuan menghadapi konflik
atau kondisi yang membuat bingung. Ideal diri penting untuk mempertahankan kesehatan dan
keseimbangan mental.
Pembentukan ideal self dimulai pada masa anak-anak dipengaruhi oleh orang yang dekat
dengan dirinya yang memberikan harapan atau tuntunan tertentu. Seiring dengan berjalannya
waktu individu menginternalisasikan harapan tersebut dan akan membentuk dari dasar ideal
diri. Pada usia remaja, ideal diri akan terbentuk melalui proses identifikasi pada orang tua,
guru dan teman. Pada usia yang lebih tua dilakukan penyesuaian yang merefleksikan
berkurangnya kekuatan fisik dan perubahan peran serta tanggung jawab.
5. c. Harga Diri (Self Esteem)
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisis
seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga diri diperoleh dari diri
sendiri dan orang lain, yaitu dicintai, dihormati, dan dihargai. Mereka yang menilai dirinya
positif cenderung bahagia, sehat, berhasil, dan dapat menyesuaikan diri. Sebaliknya, individu
akan merasa dirinya negatif, relative tidak sehat, cemas, tertekan, pesimis, merasa tidak
dicintai atau tidak diterima lingkungannya (Keliat B.A., 2005)
Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian. Harga diri akan
meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Harga diri akan sangat mengancam pada saat
pubertas, karena pada saat ini harga diri mengalami perubahan, karena banyak keputusan
yang harus dibuat menyangkut dirinya sendiri.
d. Pandangan LGBT Di Indonesia
Pada umunya, eksistensi LGBT, hak untuk menjadi LGBT, dan isu LGBT di Indonesia
masih menjadi perdebatan hangat. Anwar Abbas dari Muhammadiyah, salah satu dari dua
organisasi islam terbesar di Indonesia menjelaskan bahwa LGBT adalah penyakit yang harus
disembuhkan dan hal tersebut merupakan penyimpangan norma agama dan hukum alam.
Menurut Abbas, LGBT tidak ada hubungannya dengan isu hak asasi manusia dan oleh karna
itu negara harus membantu mereka menyembuhkannya bukan mentoleransi atau bahkan
melegalkan keinginan mereka. Isu LGBT juga telah ditolak oleh Majelis Ulama Indonesia.
Menurut Makruf Amin, pemerintahan dan masyarakat tidak seharusnya menyediakan
kesempatan untuk melegalkan pernikahan sesama jenis karena itu akan membahayakan
generasi di masa mendatang (Muthmainnah, 2016).
Pada isu LGBT, Majelis Ulama Indonesia juga mengisukan Fatwa no. 57 pada 31
Desember 2014, menyatakan bahwa menjadi lesbian atau gay, melakukan tindakan sodomi,
memperkosa, dan hubungan homoseksual antara heteroseksual yang tidak dilegitimasikan
melalui pernikahan agama dianggap sebgai tindakan tidak sah dan harus dihukum. Hal inni
bukan pertama kalinya Majelis Ulama Indonesia melihat pandangan ini. Pada 11 Oktober
6. 1997, Majelis Ulama Indonesia mengisukan fatwa kepada status waria yang sangat
homofobik. Fatwa ini menggambarkan waria sebagai sesuatu yang dilarang dan disugestikan
bahwa mereka harus dikembalikan menjadi pria yang dianggap normal dan melalui berbagai
macam cara. Sebagai tambahan, Aisyiyah, organisasi Muhammadiyah yang otonom, pada
diskusi rahasia juga mengekspresikan pertentangan terhadap LGBT karena menjadi LGBT
dianggap menyimpang dari ajaran Islam (Muthmainnah, 2016).
e. Dewasa Awal
Dewasa awal yang kami maksud adalah mereka beumur 18-40 tahun (Hurlock, 1999). Lalu
Dariyo (2003) juga menjelaskan bahwa dewasa awal adalah mereka yang berumur 20-40
tahun. Kami mengambil subjek dengan karakteristik dewasa awal karena menurut Santrock
(2002) masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja dan menjalin hubungan dengan lawan
jenis, terkadang menyisakan sedikit waktu untuk hal lainnya. Dimasa ini para individu sudah
menjalin hubungan bersama pasangannya dan menjalani tahap yang lebih serius.
Menurut Hurlock (1980) ada beberapa tugas dari dewasa awal yaitu, a) mulai bekerja, b)
memilih pasangan, c) mulai membina keluarga, d) mengasuh anak, e) mengelola rumah
tangga, f) mengambil tanggung jawab, dan g) mencari kelompok social yang menyenangkan.
7. METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif atau naturalistic karena dilakukan pada
kondisi yang alamiah. Metode kualitatif menurut Creswell (1998) adalah suatu proses
penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu
fenomena sosial dan masalah manusia.Peneliti membuatsuatu gambaran kompleks, meneliti
kata-kata, membuat laporan terinci dari pandangan responden dan melakukan studi pada
pada situasi yang dialami. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2007) menyebutkan metode
kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
Subjek Penelitian
Tujuan dari pemilihan subjek penelitian dalam penelitian fenomenologi adalah untuk
mendapatkan subjek yang mengalami fenomena sesuai dengan fokus penelitian yang telah
ditentukan oleh peneliti (Sandelowski, 1986).
Penelitian ini dilakukan di kota Jakarta. Penentuan subjek penelitian dilakukan dengan
menggunakan teknik purposive sampling, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan
tertentu. Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini, maka subjek penelitian dikhususkan pada
individu perkotaan dengan LGBT. Jumlah subjek penelitian ditentukan sebanyak satu orang.
Adapun kriteria subjek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Warga Kota Jakarta;
2. Telah coming out sebagai orang dengan LGBT;
3. Usia 18 Tahun atau lebih;
Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen penelitian adalah peneliti itu sendiri.
Peneliti menjadi human instrument yang berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih
8. informan sebagai sumber daya, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data,
menganalisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan.
Teknik Pengumpulan Data
Sugiyono (2013) menyebutkan dalam penelitian kualitatif pengumpulan data dilakukan
pada natural setting (kondisi alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data
lebih banyak pada participant observation (observasi partisipan), in-depth interview
(wawancara mendalam), dan dokumentasi.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, berdasarkan teori dari Creswell
(1998). Pada bukunya yang berjudul Qualitative Inquiry and Research Design, Creswell
mengemukakan teknik analisis data sebagai berikut:
1. Deskripsikan pengalaman pribadi subjek terhadap fenomena yang diteliti. Hal ini
bertujuan untuk mengesampingkan pengalaman pribadi peneliti sehingga fokus utama
dalam penelitian ini adalah langsung pada subjek penelitian.
2. Ambil pernyataan-pernyataan penting dari subjek kemudian gabungkan pernyataan
tersebut dengan kebermaknaan.
3. Peneliti kemudian menuliskan deskripsi tentang apa yang subjek alami terhadap
fenomena (textural description).
4. Selanjutnya peneliti kemudian menuliskan deskripsi tentang bagaimana pengalaman
subjek tersebut dapat terjadi (structural description).
5. Terakhir, peneliti menuliskan deskripsi gabungan (composite description) yang
menggabungkan kedua deskripsi pada tahap sebelumnya.
9. HASIL PENELITIAN
a. Gambaran Proses Pengambilan Data
Subyek
Peneliti mencari subjek dengan bertanya kepada kerabat peneliti yang sesuai dengan
karakteristik subjek yang diinginkan. Kemudian peneliti mendapat subjek pertama melalui
kerabat peneliti yang merupakan salah satu teman pada masa SMA. Lalu, kerabat peneliti
memberikan kontak media sosial LINE subjek. Peneliti menanyakan kepada subjek tersebut
melalui kontak yang sudah diberikan untuk bersedia menjadi partisipan dan membuat janji
pertemuan untuk diwawancarai. Wawancara dilakukan pada hari Selasa, 4 April 2017 di Jco
Mall Taman Anggrek, Jakarta Barat. Wawancaradimulai pada pukul 11.10 sampai11.40 WIB.
Sebelum melakukan wawancara, peneliti telah meminta izin pada subjek bahwa wawancara
ini akan direkam dengan handphone. Subjek cukup ramah dan mudah untuk diajak berbicara
sehingga wawancara pun berlangsung cukup baik.
Tabel 1. Jadwal Wawancara Subjek
Aspek Subjek Informan
Inisial AY
Wawancara:
Hari/ tgl
Tempat
Waktu
Selasa, 4 April 2017
Jco Mall Taman
Anggrek, Jakarta
Barat
10. Pukul 11.10 – 11.40
WIB
b. Proses Pengolahan Data dan Analisis Data
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengolahan terhadap data yang diperoleh melalui
wawancara. Proses pengolahan data dimulai dengan menyusun transkip wawancara dalam
bentuk verbatim. Setelah selesai menyusun verbatim, penulis melakukan analisis dan refleksi.
Analisis yang dilakukan berupa coding dan kesimpulan. Coding yang peneliti lakukan yaitu
mengelompokkan jawaban/ pernyataan subyek ke dalam tabel kategorisasi. Saat analisis dan
refleksi selesai dibuat, peneliti kemudian melanjutkan pengolahan data lanjutan. Pengolahan
data dilanjutan dengan mengkaitkan dan menganalisis hasil wawancara dengan teori utama
mengenai motivasi.
c. Gambaran Partisipan Penelitian
Gambaran Partisipan (AY)
Partisipan dengan inisial AY ini adalah seorang laki-laki yang lahir di Jakarta pada tanggal
2 Agustus 1996 sehingga saat ini subjek berusia 21 tahun. Pendidikan terakhir subjek adalah
SMA dan saat ini ia merupakan mahasiswadi salah satu universitas swastadi daerah Jakarta.
Pekerjaan ayah subjek adalah wiraswasta sedangkan pekerjaan ibu subjek adalah sebagai
ibu rumah tangga. Subjek memiliki berat badan sekitar 55 kg dan tinggi badan 167 cm.
Subjek memiliki warna kulit putih kekuningan dan cerah. Latar belakang pendidikan subjek
yaitu ia menempuk pendidikan SD, SMP, dan SMA di Jakarta. Subjek memiliki pergumulan
sebelum ia memutuskan untuk coming out dan akhirnya memutuskan untuk coming out pada
saat kelas 2 SMA. Saat subjek coming out, ia berusia 16 tahun.
Dalam melakukan coming out, subjek melakukan kepada teman-teman pertama kali kelas
1 SMP, lalu kepada keluarga kelas 2 SMA. Pada awalnya subjek mendapatkan penolakan
11. dari lingkungan keluarga. Ia sudah merasakan ada hal tidak biasa yang ada pada dirinya pada
saat kelas 6 SD. Subjek berpikir bahwa dia tidak seperti teman-teman pria lainnya yang suka
dengan lawan jenisnya, berbeda dengan dirinya yang malah menyukai laki-laki. Dari
kesadaran tersebut subjek mulai memahami dirinya secara perlahan. Berdasarkan teori ideal
self, subjek merasa orientasi seksual yang dimilikinya adalah biasa saja. Hal ini sama seperti
rata-rata orang yang memiliki rasa suka terhadap orang lain. Bagi dirinya, menyukai seorang
laki-laki sama saja seperti seorang heteroseksual menyukai lawan jenisnya. Tidak ada
perbedaan yang berpengaruh terhadap cara pandang tersebut.
Tabel 2. Latar belakang Subjek
Dimensi Nama
AY
Jenis Kelamin Laki-laki
Usia (tahun) 20
Status Mahasiswa
Tempat dan tanggal lahir Jakarta, 2 Agustus 1996
Pendidikan Terakhir SMA
Pekerjaan Ayah Wiraswasta
Pekerjaan Ibu Ibu rumah tangga
12. d. Ideal Self
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya bertingkah laku
berdasarkan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang
diinginkan/disukainya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang diraih. Ideal diri akan
mewujudkan cita-cita ataupun penghargaan diri berdasarkan norma-norma sosial di
masyarakat tempat individu tersebut melahirkan penyesuaian diri.
Subjek kami memiliki konsep ideal self yang akan dianggap berbeda dengan kebanyakan
individu. Subjek AY memiliki ideal self yang mendorong AY untuk mendeklarasikan diri
sebagai gay. Hal ini didukung oleh ungkapan FA yaitu,
“.. aku lebih mengarah ke gay yah.. lebih ngarah ke gay.. ee punya teknik sosialyang tinggi….”
Subjek AY juga menyadari dirinya sendiri dan mampu mengontrol dirinya untuk tetap pada
konsep diri yang ideal pada dirinya sendiri. Sesuai dengan hal yang dikemukakan oleh subjek
“…..: gua tuh anak nakal, tapi nakal gak nakal-nakal banget.. nakal dalam arti ee suka
berperilaku ngebantah, ee tapi itu sebenarnya ekploratif aja. trus abis itu, sang.. gue itu
orangnya sangat.. berusaha untuk mengerti orang lain…”
Dalam menjalin komitmen juga subjek mempunyai pandangan untuk masa depannya seperti
yang dikatakan subjek
“….. (nikah) sama cowok, yes. (nikah) Di Luar (negeri). Di Indonesia kalau sempet, kalau bisa
kayaknya….”
Namun subjek masih merasa tidak harus untuk mengutarakan langsung kepada lingkungan
bahwa diriya adalah gay. Subjek hanya akan memberi tahu bila ditanya.
13. “…..untuk sekarang kalau untuk open nggak tiba-tiba gue bilang “oi gue gay loh”. Nanti kalau
dia tanya baru gue come out…”
e. Self Esteem
Menurut Keliat, harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga diri
diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, yaitu dicintai, dihormati, dan dihargai. Mereka yang
menilai dirinya positif cenderung bahagia, sehat, berhasil, dan dapat menyesuaikan diri.
Sebaliknya, individu akan merasa dirinya negatif, relative tidak sehat, cemas, tertekan,
pesimis, merasa tidak dicintai atau tidak diterima lingkungannya.
Subjek memiliki sikap terhadap penghargaan terhadap diri, seperti yang dikatakan oleh AY
“….ada juga waktu itu pernah ketemu di tengah jalan gitu ‘Vo.. lu masih gitu Vo?’ ‘hah? Lagi
masih apaan?’ ‘ya itu gitu’ ‘ya apa.. gitu?’ ‘suka ama cowok’ ‘ooh masih masih kok, gak
berubah kok tenang aja’ gituu….”
Subjek juga pernah merasakan saat tingkat kepercayaan dirinya rendah seperti pada saat
penolakan dari keluarga yang diterima yang membuat self esteem menjadi rendah
“…..mostly makian, ‘anak gak guna’ ‘masa depan mau jadi apa’ abis itu ‘aku bunuh kamu’
hehehe gitu-gitu sih. Apa sih yang diharap.. apa sih yang dirasain seorang anak kalau ibunya
ngomong sendiri atau bapaknya ngomong gitu….”
Setelah menemukan komunitas yang sesuai dengan diri AY, hal tersebut membantu AY
meningkatkan kembali self esteem dirinya
“……seru juga sih lari rame-rame trus abis itu ada yang koar-koar (menyuarakan tentang
LGBT) gitu kan……”
14. KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Subjek AY adalah mahasiswa yang sudah lama melakukan coming out. Ia memiliki
komunitas LGBT dan tempat berkumpul para LGBT. Keluarga sudah menerima, meskipun
begitu pada awalnya terjadi penolakan terhadap orientasi seksual AY. Ia pernah dibilang ingin
dibunuh oleh ayahnya, namun seiring dengan waktu pada akhirnya keluarga dapat menerima
pengakuan dari AY dengan konsekuensi sikap keluarga overprotective terhadap AY.
Penerimaan dari lingkungan pertemanan AY juga ada. Namun sepertinya di kota metropolitan,
sikap acuh memengaruhi penerimaan terhadap kaum LGBT.
Subjek memiliki konsep diri ideal yang mendorong AY untuk memberanikan diri membuat
pengakuan bahwa dirinya adalah gay. Ideal self subjek untuk mengutarakan pandangan serta
isi pikiran yang ada pada diri subjek, serta untuk mendapatkan penerimaan dari lingkungan
serta keluarga inti.
Tingkat penghargaan terhadap diri subjek juga salah satu faktor yang mendorong ia untuk
melakukan coming out pada lingkungannya. Cibiran dan nyinyir yang diterima tidak digubrik
oleh AY karena menganggap orang-orang yang mencibir LGBT adalah orang-orang yang
tidak mengerti tentang LGBT dan kurang memiliki pengetahuan tentang hal itu.
Saran
Saran Teoritis
Konsep diri ideal dan harga diri berpengaruh dalam kehidupan individu, terlebih dalam cara
pandang atau perspektif berpikir individu. Gambaran diri ideal yang dimiliki diri mempengaruhi
pengambilan sikap dan cara berpikir. Penelitian ini juga sangat mungkin untuk dikembangkan
kembali. Teori juga dapat diperluas, guna untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Saran Praktis
Saran bagi pembaca. Pembaca diharapkan dapat memahami arti sesungguhnya LGBT
dan memiliki sudut pandang baru tentang kaum LGBT.
15. Saran bagi penelitian selanjutnya. Bagi para peneliti lainnya, agar dapat mengembangkan
penelitian ini dengan lebih baik.
16. DAFTAR PUSTAKA
Creswell, J. W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design; Choosing Among
Five Traditions. The United States of America: Sage Publication, Inc.
Dariyo, A. (2003). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Hurlock, B.E. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Perkembangan Sepanjang Rentang
Kehidupan (5th ed.). Jakarta: Erlangga.
Moleong, L. J. (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Muthmainnah, Y. (2016) LGBT Human Right in Indonesian Policies. Indonesian Feminist
Journal, 4(1), 20, Retrieved from
http://www.jurnalperempuan.org/uploads/1/2/2/0/12201443/ifj_vol_4_2016_-
yulianti_mutmainah-lgbt_human_rights_in_indonesian_policies.pdf
Riadi, M. (2013). Pengertian dan Komponen Konsep Diri. Diunduh dari:
http://www.kajianpustaka.com/2013/09/pengertian-dan-komponen-konsep-
diri.html.
Sandelowski, M. (1986). “The Problem of Rigor in Qualitative Research”. Journal
of Science. (8), 3, 27-37.
Santrock, John, W. (1995). Life-span Development: Perkembangan masa hidup (5th ed.).
Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Sugiyono. (2013). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta.