Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Dokumen tersebut membahas tentang biografi dan filsafat Ibnu Tufail khususnya melalui kisah Hayy Ibn Yaqzhan.
2) Kisah Hayy Ibn Yaqzhan menceritakan tentang seorang manusia yang dibesarkan di pulau terpencil tanpa pengajaran dan mampu mengenal Tuhan hanya melalui akalnya.
3) Melalui kisah tersebut, Ibnu Tufail ingin
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
Ibnu Thufail (Makalah Usman Jambak)
1. IBNU TUFAIL
(Hayy Ibn Yaqzhan)
Oleh: Usman Jambak1
1. Biografi
Nama lengkapnya adalah Muhammad Bin Abdul Malik, dengan gelar Abu
Bakar dan dinisbahkan kepada bani Qois. Dia dilahirkan di desa cadix
Granada Andalus, adapaun tanggal kepastian dari kelahirannya tidak begitu
diketahui secara pasti, namun para ahli penghubung sejarah memberitakan
kelahiran Ibnu Tufail pada abad ke-6 H, dan dalam buku Filsafat Islam, Prof. Dr.
Sirajuddin Zar menulis bahwa kelahiran Ibnu Tufail pada tahun 506/1110 M.
2. Filsafat Hayy Ibn Yaqzhan
Dikarenakan karya beliau yang tinggal adalah kisah Hayy Ibn Yaqhzan,
maka untuk mengetahui filsafat Ibn Tufail tentu dengan cara mentelaah kisah in,
sebab ia mengekpresikan filsafatnya dalam bentuk narasi. Ada yang mengatakan
bahwa kisah ini ditulis oleh Ibn Tufail sendiri sebagai jawaban atas permintaan
seorang sahabatnya yang ingin mengetahui hikmah ketimuran. Ada juga yang
mengatakan tulisan ini erat kaitannya dengan serangan Al-Ghazali terhadap dunia
filsafat. Dikala itu, orang-orang takut berfilsafat dan usaha-usaha filosof muslim
yang telah mendamaikan antara filsafat dengan agama telah sirna sama sekali.
Juga buku-buku filsafata selama ini hanya untuk kalangan tertentu, sekarang telah
dapat pula dipahami oleh orang awam. Karena itu amat logis buku Ibnu Tufail ini
ingin menetralisir keadaan dan ingin mengembalikan filsafat ke tempatnya yang
semula2.
Dari keringkasan isi cerita tersebut, sebenarnya Ibn Tufail hendak
mengemukakan kebenaran berikut ini, seperti yang yang ringkas oleh Nadhim al-
Jist dalam buku Qissat al-iman sebagaimana yang berikut :
1
Mahasiswa Pascasarjana IAIN Imam Bonjol Padang – Sumatera Barat
(oesmanjambak@yahoo.com)
2
ibid
[Bahan Kuliah Usman Jambak] Page 1
2. a. Urutan-urutan tangga ma’rifat yang ditempuh oleh akal, dimulai dari
obyek-obyek indrawi yang khusus sampai kepada pikiran-pikiran
universal.
b. Tanpa pengajaran dan petunjuk, akal manusia bisa mengetahui wujud
tuhan, yaitu dengan melalui tanda-tandanyapada makhluknya dan
menegakkan dalil-dalil atas wujudnya.
c. Akal manusia ini kadang-kadang mengalami ketumpulan dan ketidak
mampuan dalam mengemukakan dalil-dalil pikiran, yaitu ketika hendak
menggambarkan keazalian mutlak, ketidak akhiran, zaman Qodim, hudust
(baru) dan hal-hal lain yang sejenis dengan itu.
d. Baik akal menguatkan qodimnya alam dan kebaharuannya, namum
kelanjutan dari kepercayaan tersebut adalah satu juga yaitu adanya tuhan.
e. Manusia dengan akalnya sanggup mengetahui dasar-dasar keutamaan dan
dasar-dasar akhlak yang bersifat amali dan kemasyarakatan, serta
berhiaskan diri dengan dasar-dasar akhlak tersebut, disamping
menundukkan keinginan-keinginan badan pada hukum pikiran, tanpa
melalaikan badan, atau meninggalkan sama sekali.
f. Apa yang diperintahkan oleh syariat islam dan apa yang diketahui oleh
akal yang sehat dengan sendirinya, berupa kebanaran, kebaikan dan
keindahan dapat bertemu kedua-duanya dalam satu titik, tanpa
diperselisihkan lagi.
g. Pokok dari semua hikmah adalah apa yang telah ditetapkan oleh syara’
yaitu mengarahkan pembicaraan kepada orang lain menurut kesanggupan
akalnya dan membuka kebenaran dan rahasia-rahasia filsafat kepada
mereka, juga pokok pangkal segala kebaikan adalah menetapi batas-batas
syara’ dan meninggalkan pendalaman sesuatu.3
Sebagai bentuk corak filsafat Ibn Tufail, pada makalah ini kisah tentang
Hayy Ibn Yaqzhan akan dicantumkan secara ringkas, bahwa salafus shalih kita
terdahulu mengisahkan disuatu pulau dari berbagai banyak kepulauan di India,
yang terletak dibawah garis khatulistiwa, lahirkan seorang manusia tanpa ayah
3
A. Tasman Ya’cub, op.cit, h.99
[Bahan Kuliah Usman Jambak] Page 2
3. dan ibu, yang manusia tersebut dibesarkan oleh alam4, karena kepulauan tersebut
memiliki iklim dan keadaan tanah yang stabil serta dibentangi oleh cahaya dari
ufuk timur yang sempurna. Dipulau yang indah, luas, dan mukayafah (cocok
dengan habitat/keadaan) tersebut memiliki banyak sekali faedah-faedah dan nilai-
nilai kemakmuran bagi manusia, yang konon kabar dimiliki oleh seorang laki-laki
yang mempunyai keinginan yang kuat tinggal disana serta mempunyai saudara
perempuan yang cantik jelita5.
Dan didalam buku Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran dan
Peradaban karangan Taufik Abdullah pun digambarkan tentang kisah yang sama,
dengan mengisahkan seorang bayi laki-laki yang berada disebuah pulau, bayi itu
boleh jadi muncul karena terbentuknya percampuran tanah dan air sedemikian
rupa sehingga cocok untuk dimasuki oleh jiwa manusia, dan lahirlah bayi tersebut
dengan nama Hayy Ibn Yaqzhan. Bayi yang dibesarkan dan diasuh oleh alam ini
dapat terus hidup dengan lingkungannya, dan dapat berkembang baik menjadi
manusia dewasa yang berada dilingkungan alam binatang seperti seekor rusa
sebagaimana yang ada dalam buku tersebut. Akal sehatnya berkembang
sedemikian rupa menurut sunnahtullah sehingga dia bukan saja mampu berfikir
tentang dunia fenomena, namun juga dapat menangkap hal-hal yang absrak dan
mengetahui adanya tuhan, pencipta sekalian alam. Dia bahkan dengan mata
batinnya dapat melihat tuhan, dan merasa dekat denganNya serta merasa bahagia.
Tidak jauh dari pulau itu terdapat pula pulau lain yang dihuni oleh satu
masyarakat manusia. Absal dan salaman yang termasuk pemuka dalam
masyarakat itu adalah penganut agama wahyu, namun memiliki kecendrungan
yang berbeda. Absal banyak tertarik pada pengertian metaforis dan teks-teks
agama, sedangkan salaman lebih cendrung kepada arti-arti lahiriyah, sejalan
dengan sikap masyarakat umumnya pada pulau tersebut. Absal kemudian
mengasingkan diri dari masyarakat, dan pada suatu hari Absal menyeberang ke
pulau yang dihuni Hayy Ibn Yaqzhan, dan keduanya berjumpa dan setelah Hayy
Ibn Yaqzhan diajari pandai berbicara, keduanya saling berdialog dan berkisah.
4
Didalam buku karangan Yusuf Farhat di istilah dengan
kata-kata
5
Yusuf Farhat, op.cit, h.167
[Bahan Kuliah Usman Jambak] Page 3
4. Hayy dengan mudah dapat memahami dan menyetujui keterangan-keterangan
yang disampaikan oleh Absal tentang tuhan, syurga, neraka, hari berbangkit,
timbangan, jalan lurus dsb, sebagaimana yang diajarkan oleh wahyu. Disisi lain
Absal pun dengan mudah memahami apa yang diterangkan oleh Hayy tentang
hasil renungannya dengan alam dan pengalaman rohaniahnya dengan tuhan, dan
akhirnya kedua insan tersebut saling membenarkan satu dengan yang lain. Serta
keduanya bersepakat untuk menyeberang kepulau yang dihuni oleh salaman,
dengan maksud mengajak salaman dan masyarakat sepaya beragama dengan
pemahaman-pemahaman yang ada pada kedua insan tersebut. Dan ternyata
salaman dan masyarakatnya tidak tertarik dengan ajakan dari Hayy dan Absal,
hingga akhirnya keduanya sadar bahwa dengan pemahaman seperti yang
berkembang pada masyarakat itu tidak perlu diajak memahami agama seperti
yang dipahami oleh Hayy dan Absal, dan akhirnya keduanya kembali kepulau
yang tidak berpenghuni tadi dan melanjutkan ibadah serta tafakurnya depada
Tuhan seperti sebelumnya.6
Dari kisah Hayy Ibn Yaqzhan ini, Ibnu Tufail membuktikan bahwa
manusia yang masih bersih dan suci dan belum terpengaruh oleh fikiran dan
pemahaman lain akan mampu mengenal Allah sebagai sang khalid, dia juga bisa
membedakan antara yang baik dan yang buruk serta dia akan mengetahui bahwa
hidup ini akan berakhir dan akan ada balasannya. Inilah fitrah manusia, suci dan
bersih yang telah dianugrahkan oleh Allah Swt. Sebagaimana sabda Rasullah Saw
7
“setiap anak yang dilahirkan itu berada dalam keadaan fitrah (suci), maka
kedua Ibu Bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majudi (HR.
Muslim).
Dari hadits yang mulia ini dapat kita petik sebuah hikmah, jika seandainya
manusia itu dibiarkan dengan fitrahnya, maka dia akan berjalan dengan baik dan
bisa mengenal Allah seperti yang digambarkan oleh kisah diatas tadi. Seperti
filosof lain, Ibnu Tufail pun membahas beberapa permasalahan pokok dalam
6
Taufik Abdullah, op.cit, h.207-208
7
Suraij Ibn Yunus, , (Beirut: 1421-2000), cet.1, h.43
[Bahan Kuliah Usman Jambak] Page 4
5. kisah Hayy Ibn Yaqzhan, seperti ketuhanan, fisika, jiwa, epistemologi,
rekonsiliasi antara filsafat dengan agama.
1. Ketuhanan
Konsep ketuhanan, dengan arti seorang makhluk bisa meyakini adanya
pencipta alam semesta. Didalam kisah Hayy Ibn Yaqzhan, dengan kekuatan nalar
dan renungan terhadap alam sekitarnya, dia meyakini adanya pencipta, dia juga
meyakini bahwa alam yang indah dan tersusun rapi ini tidak mungkin ada dengan
sendirinya tanpa ada yang mengatur dan menciptakannya. Ada 3 argumen yang
dimukakan oleh Ibn Tufail untuk membuntikan adanya Allah, yaitu:
a. Argumen Gerak (al-harakah)
Bagi orang yang meyakini adana qodim, penggerak ini berfungsi
mengubah materi di alam dari potensial ke aktual, arti kata mengubah satu
bentuk ada kepada bentuk ada yang lain. Sementara itu, bagi orang yang
meyakini alam baru, penggerak ini berfungsi mengubah alam dari tidak ada
menjadi ada. Argemen gerak ini sebagai bukti alam qodim dan barunya belum
pernah dikemukakan oleh filosof muslim manapun sebelumnya, dan dengan
argemen ini Ibnu Tufail memperkuat argumentasi bahwa tanpa wahyu akal
dapat mengetahui adanya Allah.8
b. Argumen Materi (al-madat) dan bentuk (al-shurat)
Argumen ini didasarkan pada ilmu fisika dan masih ada korelasinya
dengan dalil yang pertama (al-harakat). Hal ini dikemukakan oleh Ibn Tufail
dalam kumpulan pokok pikiran yang terkait satu dengan yang lainnya, yaitu
sebagai berikut :
*. Segala yang ada ini tersusun dari materi dan bentuk
*. Setiap materi membutuhkan bentuk
*. Bentuk tidak mungkin bereksistensi penggerak
*. Segala yang ada untuk bereksistensi membutuhkan pencipta
8
Sirajuddin Zar, op.cit, h.213
[Bahan Kuliah Usman Jambak] Page 5
6. Dengan argumen ini dapat dibuktikan adanya Allah sebagai pencipta alam
ini, dia mahakuasa dan bebas memilih serta tidak berawal dan berakhir.
c. Argumen al-Ghaiyyat dan al-‘inayat al-ilahiyyat
Maksudnya segala sesuatu yang ada di alam ini mempunyai tujuan
tertentu, dan ini merupakan inayah dari Allah. Ibnu Tufail juga filosof lain
yang berpegang pada argumen ini sesuai dengan Qur’ani, dan menolak bahwa
alam diciptakan oleh Allah secara kebetulan.9
Menurut Ibn Tufail alam ini tersusun sangat rapi dan sangat teratur, semua
planet seperti matahri, bulan, bintang dan lain-lainnya teredar secara teratur.
Begitu jug ajenis hewan, semuanya dilengkapi dengan anggota tubuh yang
begitu rupa. Semua anggota tubuh tersebut mempunyai tujuan-tujuan tertentu
yang sangat efektif kemanfaatannya bagi hewan yang bersangkutan,
tampaknya tidak satupun ciptaan Allah ini yang tidak percuma.10 Ketiga
argumen yang dikemukakan oleh Ibn Tufail ini membuktikan adanya Allah
sebagai sang pencipta.
1. Fisika
Menurut Ibn Tufail alam ini qodim dan juga baru, alam qodim karena
Allah menciptakan sejal azali, tanpa didahului oleh zaman. Dilihat dari esensinya,
alam adalah baru karena wujudnya alam tergantung pada zat Allah.11
Sebagaimana ketika anda menggegamkan suatu benda, kemudian anda
menggerakkan tangan anda, maka benda mesti bergerak mengikuti gerak tangan
anda dan gerakan benda tersebut tidak terlambat dari segi zaman dan hanya
keterlambatan dari segi zat, demikianlah alam ini, semuanya merupakan akibat
dan diciptakan oleh Allah tanpa zaman. Firman Allah
“Sesungguhnya perintah-Nya apabila menghendaki sesuatu hanyalah berkata ;
Jadilah ! maka terjadilah ia” (QS. Yasin : 82)12
2. Jiwa
9
Ibid, h.215
10
Ibid
11
Ibid, h.216
12
ibid
[Bahan Kuliah Usman Jambak] Page 6
7. Jiwa manusia menurut Ibn Tufail adalah makhluk yang tertinggi
martabatnya. Manusia terdiri dari dua unsur yaitu jazad dan ruh, badan tersusun
dari unsur-unsur sedangkan jiwa tidak demikian. Jiwa bukan jisim dan bukan juga
sesuatu daya yang ada didalam jisim. Setelah badan hancur atau mengalami
kematian, jiwa akan lepas dari badan dan selanjutnya jiwa yang pernah mengenal
Allah selama berada dalam jasad akan hidup dan kekal.13
Ibn Tufail mengelompokan jiwa kepada tiga kelompok :
*. Jiwa yang sebelum mengalami kematian jasad telah mengenal Allah,
mengagumi kebesaran dan keagungannya dan sellu ingat kepada-Nya,
maka jiwa seperti ini akan kekal dalam kebahagiaan.
*. Jiwa yang telah mengenal Allah, tetapi melakukan maksiat dan
melupakan Allah, maka jiwa seperti ini akan abadi dalam kesengsaraan.
*. Jiwa yang tidak pernah mengenal Allah selama hidup, maka jiwa seperti
ini akan berakhir seperti hewan.
3. Epistemologi
Dalam epistemologi, Ibnu Tufail menjelaskan bahwa ma’rifat itu dimulai
dari pancaindra, dengan pengamatan dan pengalaman dapat diperoleh
pengetahuan indrawi, hal-hal yang bersifat metafisis dapat diketahui dengan akal
intuisi. Ma’rifat dilakuakan dengan dua cara yaitu dengan renungan atau
pemikiran, seperti yang dilakukan oleh filosof muslim dan tasawuf seperti yang
dilakukan oleh kaum sufi, kesesuaian antara nalar dan intuisi membentuk esensi
epistemologi Ibn Tufail, hal ini dapat diraih oleh seseorang tergantung kepada
latihan rohani, tingkat pemikiran dan renungan akal.14
4. Rekonsiliasi antara Filsafat dan Agama
Melalui roman filsafat Hayy Ibn Yaqzhan, Ibn Tufail menekankan bahwa
antara filsafat dan agama tidak bertentangan, dengan kata lain akal tidak
bertentangan dengan wahyu.15
Dari kisah yang digambarkan oleh Ibn Tufail, dimana tokoh Hayy dengan
renungan, pemikiran dan pengalaman sendiri, dia dapat mengetahui kebenaran,
13
Ibid, h. 217
14
Ibid, h. 218
15
Ibid, h. 219
[Bahan Kuliah Usman Jambak] Page 7
8. dan tatkala ia bertemu dengan absal yang membawa kebenaran berdasarkan
wahyu, ia langsung membenarkan dan mengimaninya, ini menunjukan bahwa
akal murni dan pemikiran yang tidak benar bertentangan dengan wahyu, maka apa
saja yang disampaikan oleh wahyu langsung diimani oleh akalm karena akal
meyakini kebenaran yang dibawa oleh wahyu disebabkan wahyu langsung datang
dari Allah yang tidak dikeragui lagi kebenarannya, seperti halnya pembenaran
Hayy terhadap apa yang dibawa oleh Absal.
Ibn Tufail menyadari, mengetahui dan berhubungan dengan Allah melalui
pemikiran akal murni yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang khusus, dan
orang awam tidak mungkin dapat melakukannya, justru itu bagi orang awam
sangat diperlukan adanya ajaran agama yang dibawa oleh Nabi.16
Agama diturunkan untuk semua orang dalam tingkatannya. Filsafat hanya
dapat dijangkau oleh orang yang bernalar tinggi yang jumlahnya sedikit. Agama
melambangkan dunia atas semua lambang-lambang eksoteris, agama penuh
dengan perbandingan, persamaan, dan persepsi-persepsi antopomorfis sehingga
cukup mudah dipahami oleh orang banyak, dan filsafat merupakan bagian dari
kebenaran esoteris yang menafsirkan lambang-lambang itu agar diperoleh
pengertian-pengertian yang hakiki. Kenyataannya ibn Tufail berusaha dengan
penuh kesungguhannya untuk merekonsiliasikan antara filsafat dan agama, Hayy
dalam roman filsafatnya, ia lambangkan sebagai akal yang dapat berkomunikasi
dengan Allah, sedangkan Absal ia lambang sebagai wahyu dalam bentuk esoteris
yang membawa hakekat, sementara salaman ia lambangkan sebagai agama yang
juga membawa kebenaran dalam bentukk esoteris, kebenaran yang dibawa filsafat
tidak bertetangan dengan kebenaran yang dikehendaki agama karena sumbernya
sama yakni Allah Swt.
d. Kesimpulan
Dari kisah roman yang dikisahkan oleh Ibn Tufail, kita dapat memetik
kesimpulan secara akal dan iman, bahwa sumber inti dari diri manusia adalah
kebenaran yang suci dan tidak ternoda, sehingga jika ada pengaruh luar yang
masuk, pengaruh tersebutlah yang merusak dan menodai kesucian diri manusia
16
Ibid
[Bahan Kuliah Usman Jambak] Page 8
9. tersebut, sebagaimana gambaran hadist dari Rasulullah Saw yang diriwayatkan
oleh Imam Muslim diatas tadi.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Farhat, Yusuf, , Ganef: -
, 1986, Cet.1
Zar, Sirajuddin, Filsafat Islam;Filosof dan Filsafatnya, jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004
Yunus, Suraij Ibn, , Beirut: 1421-2000, cet.1
Ya’cub, A. Tasman, Filsafat Islam; Profil filosof Islam dan Filsafatnya di
Dunia Timur Tengah dan Barat, Padang: IAIN Press 1999
Abdullah, Taufik, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran dan Peradaban,
Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoere
[Bahan Kuliah Usman Jambak] Page 9