1. GEOLOGI DAN EVALUASI KESTABILAN LERENG
PADATAMBANG NIKELTERBUKA
KECAMATAN PETASIATIMUR, KABUPATEN MOROWALI UTARA, PROVINSI
SULAWESI TENGAH
KAMIS, 4 FEBRUARI 2021
3. METODOLOGI & KAJIAN PUSTAKA
BATUAN ULTRAMAFIK
Menurut Streckeisen (1973), batuan ultramafic dibagi menjadi:
1. Peridotit, Merupakan batuan ultramafik dengan kandungan mineral olivin
dan piroksen, serta mineral mafik lainnya, dimana mineral olivin >40%.
Peridotit dapat dibagi menjadi
a. Dunit, terdiri atas >90% mineral olivin, dengan mineral aksesori
kromit.
b. Harzburgit, kandungan olivin dan orthopiroksen.
c. Wehrlit, kandungan olivin dan klinopiroksen
d. Lherzolit, kandungan olivin, klinopiroksen, serta ortopiroksen.
2. Piroksenit, Dibedakan menjadi ortopiroksenit, websterit, klinopiroksenit,
olivin ortopiroksenit, olivin websterit, dan olivine klinoprioksenit
berdasarkan jenis piroksennya.
3. Hornblendit, Merupakan batuan ultramafik dengan kandungan >90%
hornblenda
Gambar. Diagram Klasifikasi batuan ultramafic menurut
Streckeisen (1973)
4. METODOLOGI & KAJIAN PUSTAKA
ENDAPAN NIKEL LATERIT
Evans (1933), endapan nikel residual terbentuk karena tingginya intensitas pelapukan kimia batuan yang mengandung Ni di daerah
tropis, batuan tersebut adalah peridotit, serpentinit, dan beberapa batuan lainnya. Serpentinisasi peridotit akan merubah olivin menjadi serpentin
dan akan membentuk mineral pembawa Ni berupa garnierit. Ni dalam batuan ultramafik biasanya terdapat dalam mineral mafik. Pada umumnya
mempunyai proporsi : olivin > orthopiroksen > klinopiroksen. Kromit dan magnetit mungkin juga berisi sedikit Ni.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Bijih
Nikel Laterit :
1. Batuan asal
2. Iklim
3. Reagen-reagen kimia dan vegetasi
4. Struktur Batuan Beku
5. Topografi
6. Waktu
Gambar. Profil Laterit (Waheed, 2009)
5. METODOLOGI & KAJIAN PUSTAKA
KESTABILAN LERENG
Analisis kestabilan lereng didasarkan pada konsep keseimbangan batas (Limit Equilibrium). LEM adalah metode yang menggunakan
prinsip kesetimbangan gaya. Dalam menganalisis stabilitas lereng menggunakan metode kesetimbangan batas diperlukan metode irisan untuk
mendapatkan hasil faktor keamanan lereng. Material diatas permukaan gelincir dibagi menjadi beberapa irisan tegak.
Gambar. Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Irisan
6. GEOLOGI REGIONAL
FISIOGRAFI REGIONAL
Sulawesi terletak pada zona konvergen antara tiga
lempeng lithosfer, yaitu Lempeng Australia yang bergerak ke
utara, pergerakan ke barat Lempeng Pasifik, dan Lempeng
Eurasia di bagian selatan-tenggara. Sulawesi tengah tersusun
oleh Kompleks Pompangeo, batugamping malih, dan ofiolit.
Ofiolit juga disebut Lajur Ofiolit Sulawesi Timur, yang
didominasi oleh batuan ultrabasa dan basal serta sedimen
pelagik. Batuan ultramafik terdiri atas harzburgit, dunit,
werlit, lerzolit, websterit, serpentinit, dan peridotit.
Gambar. Peta Geologi Daerah Sulawesi (Parkinson, 1998)
7. GEOLOGI REGIONAL
STRATIGRAFI REGIONAL
Daerah penelitian termasuk kedalam Formasi Kompleks Ultramafik pada Geologi Lembar Bungku. Mandala Sulawesi Timur
meliputi Kompleks Ultramafik (Ku) yang sampai saat ini umumya masih dianggap yang paling tua. Batuannya terdiri dari harzburgit,
lherzolit, wehrlit, websterlit, serpentinit, dunit dan gabro.
Daerah
Penelitian
Gambar. Daerah Penelitian Pada Peta Geologi Lembar Bungku,
Sulawesi Oleh Simandjuntak, dkk. (1993)
Gambar. Korelasi Satuan Peta Dari Peta Geologi Regional
Lembar Bungku (Simandjuntak, dkk 1993)
8. GEOLOGI REGIONAL
TEKTONIK REGIONAL
Pergerakan Tektonik yang terjadi pada daerah Sulawesi
Tengah Sekarang:
1. Pembentukan Lempeng Oceanic pada zaman Kapur Awal-
Kapur Akhir.
2. Obduksi pada kala Eosen – Oligosen.
3. Subduksi pada kala Miosen Awal.
4. Kolisi pada kala Miosen Akhir.
Gambar. Tektonik Regional Sulawesi Timur (Kadarusman, 2004)
10. GEOLOGI DAERAH KEUNO
SATUAN PERIDOTIT
Sayatan tipis batuan beku plutonik ultrabasa ini
memiliki deskripsi batuan sebagai berikut : warna
absorbsi netral-kecoklatan, indeks warna 80%, Derajat
Kristalinitas Holokristalin, Granularitas Fanerik
sedang-kasar, Bentuk Kristal Subhedral-Anhedral,
Ukuran Kristal 0,5mm-5mm, Relasi Inequigranular
Hipidiomorfik, memiliki tesktur khusus Mesh
Structure pada mineral Olivin. Disusun oleh mineral
Olivin, Clinopiroksen, Orthopiroksen, Antigorit, dan
Opaq. Nama batuannya adalah Hazburgit menurut
Streckeisen (1973)
Gambar. Kenampakan singkapan Peridotit LP 26
tersingkap di area masuk daerah Pit, arah kamera N 302° E
Gambar. Analisis Petrografi LP 26 dengan Nama Hazburgit (Streckeisen, 1973)
Oli
Cli Ort
Opq
Anti
11. GEOLOGI DAERAH KEUNO
SATUAN SERPENTINIT
Sayatan tipis batuan metamorf non-foliasi ini
memiliki deskripsi batuan sebagai berikut : warna
absorbsi netral – kecoklatan, Struktur Liniasi, Tekstur
Nematoblastik, disusun oleh mineral Olivin,
Chrysotille, Antigorit, dan Opaq. Nama batuannya
adalah Serpentinit Winkler (1979)
Gambar. Kenampakan singkapan Serpentinit LP 85
tersingkap di Timur daerah Pit, arah kamera N 77° E
Gambar. Analisis Petrografi LP 85 dengan Nama Serpentint (Winkler, 1979)
Oli
Krsl
Anti
Opq
12. GEOLOGI DAERAH KEUNO
STRUKTUR KEKAR LP 59
Berdasarkan analisa kekar pada lokasi pengamatan 59 maka
didapatkan : shear joint 1 N 308° E/ 48°, shear joint 2 N 274° E/ 66°,
tegasan maksimum (T1) 37°, N 292° E, tegasan menengah (T2) 43°, N
68° E, tegasan minimum (T3) 35°, N 202°E
Gambar. Hasil Analisis Stereografis Kekar LP 59
Gambar. Data Pengukuran Kekar pada LP 59
Gambar. Kenampakan struktur kekar LP 59
tersingkap di daerah alur liar, arah kamera N 93° E
13. GEOLOGI DAERAH KEUNO
SEJARAH GEOLOGI
1. Pada zaman Kapur Awal (120 Ma.), batuan pada
daerah penelitian ini diperkirakan berasal dari Mid Oceanic
Ridge Samudra Pasifik.
2. Pada kala Eosen (40 Ma.), daerah Keuno (ESO)
bergerak kearah barat mendekati dengan batas dari
mikrokontinen Australia yang diapit oleh kerak samudra di
belakangnya. Pada kala Oligosen (30 Ma.) daerah Keuno
(ESO) mengalami obduksi dengan batas kerak samudra.
Gambar. Awal Pembentukan Sekuen Ofiolit Pada
Zona MOR Pada Zaman Kapur
Gambar. Obduksi yang Menyebabkan Zona Ofiolit Terangkat
ke Permukaan Pada Kala Eosen - Oligosen
14. Gambar. Tumbukan Mikrokontinen Banggai Sula dan
Sulawesi Bagian Barat Pada Kala Miosen Akhir
GEOLOGI DAERAH KEUNO
4. Saat Pliosen, seluruh area didominasi oleh block faulting
dan sesar utama seperti sesar Palu-Koro dan sesar Matano.
Pergerakan struktur sesar ini membentuk morfologi Pulau Sulawesi
yang sekarang (Sompotan, 2012). Sesar mendatar kiri pada lokasi
penelitian berkaitan dengan segmen dari sesar regional Matano.
3. Pada kala Miosen Akhir (10 Ma.) daerah Keuno (ESO)
mengalami kolisi akibat adanya pergerakan mikrokontinen
Banggai-Sula kearah barat sehingga menyebabkan daerah Keuno
(ESO) terangkat ke permukaan dan membentuk sesar naik.
SEJARAH GEOLOGI
Gambar. Pembentukan Sesar Mendatar Keuno Pada Berkaitan
Dengan Segmen Sesar Regional Matano Pada Kala Pliosen
15. GEOLOGI DAERAH KEUNO
POTENSI POSITIF
Gambar. Profil Nikel Laterit Pada LP 47
Gambar. Endapan Bijih Nikel Laterit
17. EVALUASI KESTABILAN LERENG
Bor yang berada pada penampang tersebut
merupakan bor : P162913, P162911, P162909, P162707,
P162505, dan BOR GEOTEK GT-01.
KORELASI LERENG A-A’
Lereng ini memiliki geometri lereng dengan sudut lereng sebesar 57⁰, panjang lereng 292 meter, dan berada pada elevasi 219 – 327
meter (memiliki perbedaan elevasi 108 meter), lereng ini cenderung mengarah utara - selatan dengan sayatan arah Azimuth N 0⁰ E/ N 180⁰ E.
Ketebalan zona saprolitnya sekitar 8 meter.
Gambar. Material Properties Penampang Lereng A – A’
Gambar. Geometri Penampang Lereng A – A’ serta Keterangan Bor Pada Lereng
Gambar. Faktor Gangguan Pada Lereng Salah Satunya
Adalah Aktivitas Alat Berat
Nama Material Warna Berat Volume
(kN/m )
3 Kriteria Keruntuhan Kohesi
(KPa)
Sudut Geser
Dalam (KPa)
UCS (KPa) mi GSI
Top Soil
Limonit
Saprolit
BedRock
Mohr-Coulomb
Mohr-Coulomb
Mohr-Coulomb
Generalised
Hoek-Brown
18.338
17.162
17.162
20.692
26.086
21.575
11.081
35.678
35.107
28.236
649.396 20 50
Selatan
18. EVALUASI KESTABILAN LERENG
KESTABILAN LERENG AKTUALA-A’
Gambar. Kestabilan Lereng Aktual Penampang A – A’ (Kriteria Keruntuhan Morgenstern - Price)
Nilai FK 0,896
Selatan
20. EVALUASI KESTABILAN LERENG
REKOMENDASI LERENG A-A’
Gambar. Rekomendasi Lereng Penampang A – A’ Tanpa Beban (Kriteria Keruntuhan Morgenstern – Price)
Nilai FK 1,476
Selatan
21. EVALUASI KESTABILAN LERENG
REKOMENDASI LERENG A-A’
Gambar. Rekomendasi Lereng Penampang A – A’ Dengan Beban (Kriteria Keruntuhan Morgenstern – Price)
Nilai FK 1,443
Selatan
22. KESIMPULAN
KESIMPULAN
1. Kondisi Geologi Daerah Telitian
a. Kondisi Geomorfologi Desa Keuno dibagi menjadi : Bentukasal antropogenik terdiri dari Lahan Bukaan
Tambang (A1). Bentukasal denudasional terdiri dari Bukit Laterit (D1) dan Lereng Laterit (D2).
b. Stratigrafi Desa Keuno dibagi menjadi : Satuan Peridotit dan Satuan Serpentinit. Kedua satuan ini termasuk
dalam formasi Komplek Ultramafik pada Kapur Awal - Kapur Akhir.
c. Struktur Geologi Desa Keuno ditemukan : Kekar gerus dengan arah tegasan utama relatif barat–timur dan
timur laut-barat daya, Sesar Mendatar Kiri berkedudukan N 109° E/ 74° dengan nama Left Slip Fault. Sesar
Naik Kanan berkedudukan N 200° E/ 72° dengan nama Right Reverse Slip Fault (Rickard, 1972).
d. Sejarah Geologi Daerah Keuno : Batuan terbentuk pada zaman Kapur Awal (120 Ma.), dari pembekuan
magma pada Mid Oceanic Ridge Samudra Pasifik. Pada kala Oligosen (30 Ma.) daerah Keuno mengalami
obduksi sehingga terdapat beberapa bagian mengalami pengangkatan. Pada kala Miosen Akhir (10 Ma.)
daerah Keuno mengalami kolisi sehingga menyebabkan daerah Keuno terbentuk sesar naik yang dapat. Saat
Pliosen, seluruh area didominasi oleh block faulting dan sesar utama seperti sesar Matano.
e. Potensi geologi positif pada daerah penelitian yakni terdapatya endapan nikel laterit yang bernilai ekonomis.
Potensi negatif pada daerah penelitian yakni dearah rawan gerakan massa tanah dan perubahan bentuk
morfologi akibat kegiatan penambangan nikel.
23. KESIMPULAN
2. Kajian Kestabilan Lereng Aktual
a. Kelas massa batuan pada zona Bedrock memiliki nilai dengan nilai Geological Strength Index sebesar 45
dan 50.
b. Untuk intensitas kelongsoran berdasarkan nilai faktor keamanan (Bowles,1991). Dari hasil penelitian
didapatkan bahwa pada penampang lereng aktual A - A’ tergolong dalam kelas labil (FK 0,896), sedangkan
pada penampang lereng aktual B - B’ tergolong dalam kelas stabil (FK 2,313), dan pada penampang lereng
aktual C - C’ tergolong dalam kelas stabil (FK 1,926)
24. KESIMPULAN
3. Kajian Rekomendasi Lereng
a. Terdapat 2 Rekomenasi Lereng, tidak diberi beban dan diberi beban. Pada lereng yang diberi beban,
peneliti mengasumsikan setiap bench menerima tekanan dari excavator tipe PC 300 dengan lebar track 3
meter sebesar 21,67 KN/m2. Dari hasil penelitian semua lereng mendapatkan FK > 1,2 yang termasuk
lereng stabil menurut Bowles, 1991. Rekomendasi yang diberikan yakni mengubah geometri lereng
dengan lebar tiap bench selebar 3,5 m, beda tinggi crest dan toe setinggi 6 meter, dan Bench Face Angle
sebesar 60°.