SlideShare a Scribd company logo
1 of 12
The 6th
University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang
Sanksi Pidana Pelaku Penghinaan terhadap
Lambang Negara
(Analisis Perkara Nomor.211/Pid.Sus /2016/PN Blg)
Yulia Kurniaty1*
, Totok Priyo Husodo2
, Basri3
1,2,3
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang
*Email: yuliakurniaty@ummgl.ac.id
Keywords:
sanksi; penghinaan;
Lambang Negara
Abstrak
Lambang negara merupakan manifestasi kebudayaan yang berakar pada
sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan
kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Untuk itu setiap perbuatan yang mencoret, menulisi,
menggambari, atau membuat rusak, menodai, menghina atau merendahkan,
menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk,
warna, dan perbandingan ukuran; membuat lambang untuk perseorangan,
partai politik, perkumpulan, organisasi atau perusahaan, menaruh huruf,
kalimat, angka gambar atau tanda-tanda lain, kepada pelakunya dapat
dijatuhi sanksi pidana maksimal 5 (lima) tahun dan denda maksimal Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
1. PENDAHULUAN Tidak ada alasan bagi kita untuk
Pancasila sebagai lambang negara berkata tidak tahu akan makna dari lambang
Indonesia, tidak hanya sekedar simbol yang negara Indonesia, apalagi jika sampai tidak
tidak memiliki arti. Didalamnya terkandung mengenal apa bentuk lambang negara.
makna filosofis yang menjadi sendi-sendi Pengenalan tentang lambang negara telah
dalam melaksanakan kehidupan berbangsa dimulai sejak taman kanak-kanak walaupun
dan bernegara, yang terpatri pada simbol- hanya sebatas mengenal gambarnya saja.
simbol seperti perisai, bintang, kepala Kemampuan ini ditingkatkan pada saat
banteng, pohon beringin, rantai, padi dan mengenyam pendidikan di sekolah dasar,
kapas, pita bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika, yakni sampai dengan memahami apa arti atau
yang dicengkeram erat oleh kaki burung makna simbol-simbol yang ada dalam
garuda.Simbol-simbolituhendaknya lambang negara itu, beserta bagaimana contoh
diejawantahkan dalam perilaku setiap warga sikap dan perilaku kita sebagai warga negara
negara Indonesia bukan sekedar untuk Indonesia terkait simbol tersebut.
pajangan semata. Kasus artis Zaskia Gotik yang
tersangkut masalah hukum dengan tuduhan
ISSN 2407-9189 251
The 6th
University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang
telah menghina lambang negara Indonesia di
sebuah acara hiburan yang disiarkan live di
salah satu channel TV swasta di Indonesia
menarik untuk dikaji secara mendalam dari
sisi hukum pidana. Dalam pembelaan dirinya
artis tersebut menyatakan bahwa kalimat yang
ia lontarkan hanya sebatas bercanda dan tidak
ada maksud untuk menghina pihak manapun
juga. Namun pernyataan artis tersebut menuai
banyak kritik dan kecaman, tidak sedikit
kelompok masyarakat menuntut agar ia
dikenai sanksi sebagai bahan pembelajaran
bagi semua orang untuk tidak main-main atau
berhati-hati dalam bersikap dan berbicara,
utamanya terkait dengan lambang negara.
Bahkan aparat yang berwajib sampai turun
tangan, sehingga sang artispun sering bolak-
balik kantor Polisi untuk dimintai keterangan.
Selain Zaskia Gotik, seorang aktifis
muda asal Toba Samosir, Sumatera Utara,
harus menjalani persidangan di Pengadilan
Negeri Balige akibat perbuatannya
mengunggah gambar dirinya sedang
menendang gambar burung garuda yang
terlukis di sebuah dinding di kampungnya.
Selain itu, dalam akun facebook nya ia
menuliskan Pancasila berikut sila-sila yang
terkandung di dalamnya berbeda dengan yang
seharusnya sehingga dinilai mengandung
penghinaan terhadap lambang negara (Gambar
burung Garuda dan Pancasila).
Fenomena degradasi sikap
menghormati lambang negara yang dialami
oleh generasi muda Indonesia menimbulkan
rasa keprihatinan yang mendalam bagi
penulis. Untuk itu, melalui karya ilmiah ini,
penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh
tentang apa saja jenis sanksi pidana bagi orang
yang disangka sebagai pelaku penghinaan
terhadap lambang negara. Kajian ini bertujuan
agar diketahui dan menjadi pelajaran bagi
masyarakat luas untuk lebih berhati-hati
dalam mengunggah gambar maupun kata-kata
dalam akun media sosialnya sehingga tidak
bermasalah dengan hukum atau bahkan
sampai menjalani pidana.
2. METODE
Jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian hukum normatif, dengan
spesifikasi penelitian adalah terapan, yaitu
bagaimana penerapan sanksi atas pasal yang
didakwakan kepada pelaku penghinaan
terhadap lambang negara. Bahan penelitian
berasal dari bahan hukum primer yaitu
Undang-undang No.24 Tahun 2009 Tentang
Bendera, Bahasa Dan Lambang Negara Serta
Lagu Kebangsaan; Peraturan Pemerintah
No.43 Tahun 1958 Tentang Penggunaan
Lambang Negara dan KUHP; dan bahan
hukum sekunder yaitu literatur yang
membahas tentang ilmu hukum pidana.
Metode penelitian yang digunakan adalah
statue approach yaitu menelusuri peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang
sanksi pidana pelaku penghinaan terhadap
Lambang Negara dan case approach yaitu
mengkaji Putusan Perkara Pengadilan Negeri
Balige Nomor. 211/Pid.Sus /2016/PN Blg
tentang penghinaan terhadap Lambang
Negara. Data yang diperoleh dianalisis dengan
cara explanatoris yaitu menjelaskan tentang
sanksi pidana pelaku penghinaan terhadap
Lambang Negara.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Pengertian Dan Sejarah Lambang Negara
Pemerintah Indonesia telah membuat peraturan
mengenai lambang negara yang termuat dalam
Undang-undang Republik Indonesia No.24
Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa Dan
Lambang Negara Serta Lagu Kebangsaan.
Dalam Undang-undang tersebut ditegaskan
bahwa bendera, bahasa, lambang negara
dan lagu kebangsaan merupakan sarana
pemersatu, identitas dan wujud eksistensi bangsa
yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan
negara sebagaimana diamanatkan dalam
undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945; merupakan
manifestasi kebudayaan yang berakar pada
sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam
252 ISSN 2407-9189
The 6th
University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang
keragaman budaya, dan kesamaan dalam
mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pengertian Lambang Negara diatur
dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-undang No.24
Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa Dan
Lambang Negara Serta Lagu Kebangsaan,
yaitu : Lambang Kesatuan Republik
Indonesia yang selanjutnya disebut sebagai
Lambang Negara adalah Garuda Pancasila
dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Penggunaan lambang negara diatur dalam
UUD 1945 pasal 36A dan UU No 24 Tahun
2009 tentang Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
(Lembaga Negara 2009 Nomor 109, TLN
5035). Sebelumnya lambang negara diatur
dalam Konstitusi RIS, UUD Sementara
1950, dan Peraturan Pemerintah No. 43
Tahun 1958.
Lambang negara Indonesia berbentuk
burung Garuda yang kepalanya menoleh ke
sebelah kanan (dari sudut pandang Garuda),
perisai berbentuk menyerupai jantung yang
digantung dengan rantai pada leher Garuda,
dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang
berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu”
ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh
Garuda. Lambang ini dirancang oleh Sultan
Hamid II dari Pontianak, yang kemudian
disempurnakan oleh Presiden Soekarno, dan
diresmikan pemakaiannya sebagai lambang
negara pertama kali pada Sidang Kabinet
Republik Indonesia Serikat tanggal 11
Februari 1950. Lambang negara Garuda
Pancasila diatur penggunaannya dalam
Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1958
[11].
Sejarah dipilihnya Garuda sebagai
lambang negara Indonesia, tidak lepas dari
kisah burung Garuda yang melambangkan
kebajikan, pengetahuan, kekuatan,
keberanian, kesetiaan, dan disiplin. Sebagai
kendaraan Wishnu, Garuda juga memiliki
sifat pemelihara dan penjaga tatanan alam
semesta. Dalam tradisi Bali, Garuda
dimuliakan sebagai "Tuan segala makhluk
yang dapat terbang" dan "Raja agung para
burung", digambarkan sebagai makhluk
yang memiliki kepala, paruh, sayap, dan
cakar elang, tetapi memiliki tubuh dan
lengan manusia. Biasanya digambarkan
dalam ukiran yang halus dan rumit dengan
warna cerah keemasan, digambarkan dalam
posisi sebagai kendaraan Wishnu, atau
dalam adegan pertempuran melawan Naga
[11].
Menurut Bung Hatta dalam buku
“Bung Hatta Menjawab” untuk
melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet
tersebut Menteri Priyono melaksanakan
sayembara. Terpilih dua rancangan lambang
negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II
dan karya M Yamin. Pada proses
selanjutnya yang diterima pemerintah dan
DPR adalah rancangan Sultan Hamid II.
Karya M. Yamin ditolak karena
menyertakan sinar-sinar matahari yang
menampakkan pengaruh Jepang. Setelah
rancangan terpilih, dialog intensif antara
perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS
Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad
Hatta, terus dilakukan untuk keperluan
penyempurnaan rancangan itu. Mereka
bertiga sepakat mengganti pita yang
dicengkeram Garuda, yang semula adalah
pita merah putih menjadi pita putih dengan
menambahkan semboyan "Bhineka Tunggal
Ika". Tanggal 8 Februari 1950, rancangan
lambang negara yang dibuat Menteri Negara
RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada
Presiden Soekarno. Rancangan lambang
negara tersebut mendapat masukan dari
Partai Masyumi untuk dipertimbangkan
kembali, karena adanya keberatan terhadap
gambar burung Garuda dengan tangan dan
bahu manusia yang memegang perisai dan
dianggap terlalu bersifat mitologis [11].
Soekarno terus memperbaiki bentuk
Garuda Pancasila. Pada tanggal 20 Maret
1950 Soekarno memerintahkan pelukis
istana, Dullah, melukis kembali rancangan
ISSN 2407-9189 253
The 6th
University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang
tersebut; setelah sebelumnya diperbaiki
antara lain penambahan "jambul" pada
kepala Garuda Pancasila, serta mengubah
posisi cakar kaki yang mencengkram pita
dari semula di belakang pita menjadi di
depan pita, atas masukan Presiden Soekarno.
Dipercaya bahwa alasan Soekarno
menambahkan jambul karena kepala Garuda
gundul dianggap terlalu mirip dengan Bald
Eagle, Lambang Amerika Serikat. Untuk
terakhir kalinya, Sultan Hamid II
menyelesaikan penyempurnaan bentuk final
gambar lambang negara, yaitu dengan
menambah skala ukuran dan tata warna
gambar lambang negara. Rancangan Garuda
Pancasila terakhir ini dibuatkan patung besar
dari bahan perunggu berlapis emas yang
disimpan dalam Ruang Kemerdekaan
Monumen Nasional sebagai acuan,
ditetapkan sebagai lambang negara Republik
Indonesia, dan desainnya tidak berubah
hingga kini [11].
3. 2. Pengertian Tindak Pidana Penghinaan
Terhadap Lambang Negara
Dalam berbagai literatur hukum
pidana, dapat kita jumpai beragam istilah
tindak pidana, seperti peristiwa pidana,
kejahatan, perbuatan pidana dan tindak
pidana. C.S.T Kansil menggunakan istilah
“peristiwa pidana”, karena dalam peristiwa
pidana yang diancam dengan pidana bukan
saja yang berbuat atau bertindak tetapi juga
yang tidak berbuat (melanggar
suruhan/gebod) atau tidak bertindak [1].
Moeljatnomenggunakanistilah
“perbuatan pidana”, yang diartikan sebagai
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hukum larangan mana disertai ancaman
(sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi
barangsiapa melanggar larangan tersebut [2].
Digunakannya istilah “perbuatan pidana”
oleh Moeljatno dengan argumen, kata
“perbuatan” menggambarkan suatu
pengertian yang abstrak yang menunjuk
kepada dua keadaan yaitu :
a. Adanya kejadian tertentu yang dilarang
untuk dilakukan.
b. Adanya orang yang berbuat yang
menimbulkan kejadian itu.
Moeljatno menjelaskan bahwa antara
kejadian dan orang yang menimbulkan
kejadian itu ada hubungan yang erat, antara
satu dengan yang lainnya tidak dapat
dipisahkan. Hanya oranglah yang dapat
menimbulkan kejadian yang dilarang. Kata
peristiwa mengandung pengertian yang
konkrit, yang hanya menunjuk pada kepada
suatu kejadian yang tertentu saja [2].
Sedangkan Sudarto tidak
mempermasalahkan istilah yang berlainan itu
sepanjang orang yang mendengar istilah
tersebut memahami yang yang dimaksud
oleh lawan bicaranya. Namun demikian Prof.
Sudarto memilih untuk menggunakan istilah
tindak pidana sebagaimana istilah yang
sering dipakai oleh pembentuk undang-
undang, sehingga telah lebih dahulu familiar
di masyarakat dan mereka memahami apa
maksud dari istilah tindak pidana [5].
Wirjono Prodjodikoro merupakan
salah satu ahli hukum yang menggunakan
isstilah tindak pidana dengan penjelasan,
suatu perbuatan yang pelakunya dapat
dikenai hukum pidana [3]. Dari kalimat
tersebut dapat disimpulkan walaupun
Wirjono menggunakan istilah yang sama
dengan Sudarto namun makna dari istilah
tersebut serupa dengan Moeljatno, yakni
adanya unsur perbuatan yang dilarang dan
adanya orang yang melakukan perbuatan
yang dilarang.
Adanya berbagai istilah, apakah
peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau
tindak pidana hendaknya tidak menimbulkan
perdebatan atau selisih paham yang berujung
pada konflik keilmuan, namun ada baiknya
disikapi sebagai khazanah keilmuan yang inti
sarinya adalah adanya dua hal yaitu
perbuatan yang dilarang dan adanya orang
(sebagai pelaku perbuatan yang dilarang itu).
254 ISSN 2407-9189
The 6th
University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang
Pemisahan unsur perbuatan dan
orang, di dalam ilmu hukum pidana
dikategorikan sebagai penganut mazhab
dualistis. Mazhab dualistis ini muncul
sebagai reaksi atas berlakunya mazhab
Monistis. Mazhab monistis ini tidak
memisahkan unsur perbuatan (criminal act)
dari unsur orang (pelaku atau criminal
responsibility), sehingga dalam pandangan
Monistis melihat keseluruhan (tumpukan)
syarat untuk adanya pidana, kesemuanya
merupakan sifat dari perbuatan [5].
Kebalikan dari mazhab Monistis, mazhab
dualistis memisahkan unsur criminal act dari
criminal responsibility. Konsekuensinya
adalah kepada orang yang disangka sebagai
pelaku tindak pidana belum tentu dapat
dijatuhi pidana atau diminta
pertanggungjawaban pidana sepanjang tidak
terdapat alasan pembenar maupun alasan
pemaaf pada dirinya [4]. Dalam ilmu hukum
pidana, alasan pembenar dan pemaaf ini
dikenal sebagai alasan penghapus
pemidanaan (strafuitsluitingsgrond atau
grounds of impunity) yang diatur dalam Pasal
44 KUHP (tidak sempurnanya akal), Pasal 48
KUHP (daya paksa), Pasal 49 KUHP
(pembelaan diri terpaksa), Pasal 50 KUHP
(melaksanakan perintah undang-undang) dan
Pasal 51 KUHP (melaksanakan perintah
jabatan).
Pengertian tindak pidana penghinaan
terhadap lambang negara dapat kita telusuri
dari beberapa pasal dalam beberapa peraturan
perundang-undangan. Di dalam pasal-pasal
tersebut telah dirumuskan kualifikasi
perbuatan yang dilarang untuk dilakukan
(unsur obyektif). Dengan demikian apabila
ada orang yang melakukan perbuatan tersebut
dapatlah didakwa telah melakukan tindak
pidana penghinaan terhadap lambang negara
karena telah memenuhi unsur obyektif. Pasal-
pasal tersebut adalah :
1) Pasal 154a KUHP : barang siapa
menodai bendera kebangsaan Republik
Indonesia dan lambang Negara Republik
Indonesia, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun atau
pidana denda paling banyak empat puluh
lima ribu rupiah.
Perbuatan yang dilarang oleh
undang-undang untuk dilakukan dalam
Pasal 154a ini adalah menodai, dalam
bab Penjelasan pasal ini diterangkan
maksud kata menodai adalah perbuatan
yang dilakukan dengan sengaja untuk
menghina (R.Soesilo, 1991:133).
2) Pasal 57 Undang-undang No.24 Tahun
2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan
Lambang Negara, Serta Lagu
Kebangsaan. Setiap orang dilarang:
a) Mencoret, menulisi,
menggambari, atau membuat
rusak Lambang Negara dengan
maksud menodai, menghina
atau merendahkan
kehormatan Lambang Negara;
b) Menggunakan Lambang Negara
yang rusak dan tidak sesuai
dengan bentuk, warna, dan
perbandingan ukuran;
c) Membuat lambang untuk
perseorangan, partai politik,
perkumpulan, organisasi dan atau
perusahaan yang sama atau
menyerupai Lambang Negara;
dan
d) Menggunakan Lambang Negara
utnuk keperluan selain yang diatur
dalam Undang-undang ini. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia [10]
pengertian mencoret, menulisi,
menggambari, atau membuat
rusak, menodai, menghina atau
merendahkan adalah sebagai berikut :
pengertian perbuatan mencoret adalah
membubuhi coretan pada tulisan dan
sebagainya; mencoreng; menggaris
panjang; menghapuskan; meniadakan.
Pengertian menulisi adalah membuat
huruf (angka dan sebagainya) dengan
pena (pensil, kapur, dan sebagainya);
ISSN 2407-9189 255
The 6th
University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang
menggambar; melukis; membatik.
Pengertian menggambari adalah
memberi gambar pada; menghiasi dengan
gambar. Pengertian menodai adalah
menjadikan ada nodanya; mengotori;
mencemarkan; menjelekkan (nama baik);
merusak (kesucian, keluhuran dan
sebagainya). Pengertian menghina
adalah merendahkan; memandang rendah
(hina, tidak penting); memburukkan
nama baik orang; menyinggung perasaan
orang (seperti memaki-maki,
menistakan).
3) Pasal 68 Undang-undang No.24 Tahun
2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan
Lambang Negara, Serta Lagu
Kebangsaan : setiap orang yang
mencoret, menulisi, menggambari,
atau membuat rusak Lambang Negara
dengan maksud menodai, menghina,
ataumerendahkankehormatan
Lambang Negara, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 57 huruf a, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pengertian kata mencoret,
menulisi, menggambari, atau membuat
rusak, menodai, menghina atau
merendahkan, sama dengan penjelasan
yang ada pada Pasal 57 Undang-undang
No.24 Tahun 2009.
4) Pasal 69 Undang-undang No.24 Tahun
2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan
LambangNegara,SertaLagu
Kebangsaan Dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun atau
denda paling banyak Rp. 100.000.000,00
(seratus juta rupiah) setiap orang yang :
a) Dengan sengaja menggunakan
Lambang Negara yang rusak atau
tidak sesuai dengan bentuk,
warna, dan perbandingan ukuran;
b) Membuat lambang untuk
perseorangan, partai politik,
perkumpulan, organisasi
dan/atau perusahaan yang sama
atau menyerupai Lambang
Negara; atau
c) Dengan sengaja menggunakan
Lambang Negara untuk
keperluan selain yang diatur
dalam Undang-undang ini.
Pengertian kata menggunakan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah memakai (alat, perkakas);
mengambil manfaatnya, melakukan
sesuatu dengan. Sedangkan pengertian
kata membuat menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah menciptakan
(menjadikan, menghasilkan); membikin,
melakukan, mengerjakan; menggunakan
(untuk), memakai (untuk), menyebabkan,
mendatangkan [10].
5) Pasal 15 Peraturan Pemerintah No.43
Tahun 1958 Tentang Penggunaan
Lambang Negara :
a) Barangsiapamelanggar
ketentuan-ketentuan tersebut
dalam Pasal 12 dan 13 dihukum
dengan hukuman kurungan
selama-lamanya tiga bulan atau
dengan denda sebanyak-
banyaknya lima ratus rupiah.
b) Perbuatan-perbuatan tersebut
pada ayat 1 pasal ini dipandang
sebagai pelanggaran.
6) Pasal 12 Peraturan Pemerintah No.43
Tahun 1958 Tentang Penggunaan
Lambang Negara melarang hal-hal
sebagai berikut :
a) Dengantidakmengurangi
ketentuan-ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah tentang
Panji dan bendera Jabatan, maka
dilarang menggunakan
Lambang Negara bertentangan
dengan Peraturan Pemerintah ini.
b) Pada Lambang Negara dilarang
menaruh huruf, kalimat, angka
gambar atau tanda-tanda lain.
256 ISSN 2407-9189
The 6th
University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang
c) Dilarang menggunakan Lambang
Negara sebagai perhiasan, cap
dagang, reklame perdagangan
atau propaganda politik dengan
cara apapun.
7) Pasal 13 Peraturan Pemerintah No.43
Tahun 1958 Tentang Penggunaan
Lambang Negara melarang : lambang
untuk perseorangan, perkumpulan,
organisasi partikeur atau perusahaan
tidak boleh sama atau pada pokoknya
menyerupai Lambang Negara.
Pasal 12 dan 13 PP No.43 Tahun
1958 melarang menggunakan lambang
negara untuk perhiasan, cap dagang, reklame
perdagangan, propaganda politik. Pengertian
kata menggunakan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah memakai (alat,
perkakas), mengambil manfaatnya,
melakukan sesuatu dengan. Adapun
pengertian kata menaruh adalah meletakkan,
menempatkan; membubuh (nama,cap dan
sebagainya), menambah (rempah-rempah,
garam, dan seterusnya), mengenakan
(memberi dan sebagainya) sesuatu pada [10].
Berdasarkan identifikasi terhadap
unsur obyektif dari tujuh pasal yang
menjabarkan tindak pidana penghinaan
terhadap lambang negara dapat dipahami
bahwa pengertian tindak pidana penghinaan
terhadap lambang negara adalah apabila
seseorang melakukan perbuatan sebagai
berikut :
a. Menodai (terdapat dalam Pasal 154a
KUHP).
b. Mencoret, menulisi, menggambari, atau
membuat rusak, menodai, menghina atau
merendahkan kehormatan (terdapat
dalam Pasal 57, 68 dan 69 Undang-
undang No.24 Tahun 2009).
c. Menggunakan Lambang Negara yang
rusak atau tidak sesuai dengan bentuk,
warna, dan perbandingan ukuran; atau
membuat lambang untuk perseorangan,
partai politik, perkumpulan, organisasi
dan/atau perusahaan yang sama atau
menyerupai Lambang Negara (terdapat
dalam Pasal 69 Undang-undang No.24
Tahun 2009).
d. Menaruh huruf, kalimat, angka gambar
atau tanda-tanda lain [8].
e. Menggunakan Lambang Negara untuk
lambang untuk perseorangan,
perkumpulan, organisasi partikeur atau
perusahaan tidak boleh sama atau pada
pokoknya menyerupai Lambang Negara
(terdapat dalam Pasal 13 PP No.43
Tahun 1958).
3.3. Sanksi Hukum Bagi Pelaku Tindak
Pidana Penghinaan Terhadap Lambang
Negara
Segenap warga Negara Indonesia
memiliki hak dan kewajiban untuk
memelihara, menjaga dan menggunakan
Bendera Negara, Bahasa Indonesia, dan
Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
untuk kehormatan dan kedaulatan bangsa
dan negara. Ketentuan mengenai hak dan
kewajiban warga negara ini diatur dalam
Pasal 65 Bab VI Undang-undang No.24
Tahun 2009. Dengan demikian setiap
perilaku maupun perkataan kita harus dijaga
agar tidak merusak kehormatan Bendera
Negara, Bahasa Indonesia, dan Lambang
Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Bagi setiap orang yang melakukan
perbuatan atau mengeluarkan perkataan
sehingga menodai, menghina atau
merendahkan Bendera Negara, Bahasa
Indonesia, dan Lambang Negara, serta Lagu
Kebangsaan tentu akan ada sanksi pidana
yang akan diberikan sebagai upaya
penjeraan bagi pelaku agar tidak mengulangi
perbuatan yang sama dikemudian hari dan
peringatan bagi orang lain agar tidak
melakukan hal serupa.
Pengaturan tentang hukuman bagi pelaku
tindak pidana penghinaan terhadap lambang
negara dapat ditemui dalam 3 (tiga) dasar hukum
yaitu :
ISSN 2407-9189 257
The 6th
University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang
1) KUHP.
2) Undang-undang No.24 Tahun 2009
Tentang Bendera, Bahasa Dan Lambang
Negara Serta Lagu Kebangsaan.
3) Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1958
Tentang Penggunaan Lambang Negara.
Tabel 1 (terlampir) menjabarkan
lebih detail lagi pasal-pasal dari ketiga
peraturan hukum di atas, mengenai sanksi
hukum bagi pelaku tindak pidana penghinaan
terhadap lambang negara.
Dalam Pasal 10 KUHP diatur
ketentuan mengenai urutan penjatuhan
pidana terdiri atas:
a. Pidana Pokok
1. Mati.
2. Penjara.
3. Kurungan.
4. Denda.
b. Pidana Tambahan.
1. Pencabutan beberapa hak tertentu.
2. Perampasan barang tertentu.
3. Pengumuman keputusan hakim.
Berdasarkan tabel di atas dapat
dipahami bahwa ancaman pidana bagi pelaku
tindak pidana penghinaan terhadap lambang
negara adalah bervariasi, berdasarkan
kualifikasi perbuatan yang ia lakukan
sebagaimana diatur dalam pasal terkait.
Dengan demikian, apabila ancaman pidana
tersebut diatas dikualifikasikan berdasarkan
Pasal 10 KUHP maka diperoleh keterangan
sebagai berikut :
1. Ancaman pidana penjara maksimal 5
(lima) tahun.
2. Ancaman pidana kurungan maksimal 3
(tiga) bulan.
3. Ancaman pidana denda maksimal Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3.4. Upaya Pencegahan Agar Tidak Terjadi
Tindak Pidana Penghinaan Terhadap
Lambang Negara
Sanksi hukum bagi pelaku tindak
pidana penghinaan terhadap Lambang
Negara tidaklah ringan, yaitu penjara
maksimal 5 (lima) tahun dan denda
maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah). Untuk itu setiap orang yang
tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia wajib untuk menjaga
perilaku maupun tutur katanya sehingga
tidak terjerat masalah hukum.
Tidak ada toleransi bagi orang-orang
yang “iseng”, baik melalui tutur kata dengan
maksud bercanda (kasus Zaskia Gotik)
maupun perbuatan misalnya membuat
gambar karikatur maupun rekayasa foto. Hal
ini penting untuk dicermati mengingat
Lambang Negara merupakan sarana
pemersatu, identitas dan wujud eksistensi
bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan
kehormatan negara.
4. KESIMPULAN
Lambang negara merupakan
manifestasi kebudayaan yang berakar pada
sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam
keragaman budaya, dan kesamaan dalam
mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu setiap
perbuatan yang mencoret, menulisi,
menggambari, atau membuat rusak, menodai,
menghina atau merendahkan, menggunakan
Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai
dengan bentuk, warna, dan perbandingan
ukuran; membuat lambang untuk
perseorangan, partai politik, perkumpulan,
organisasi atau perusahaan, menaruh huruf,
kalimat, angka gambar atau tanda-tanda lain,
kepada pelakunya dapat dijatuhi sanksi
sebagai berikut :
1. Ancaman pidana penjara maksimal 5
(lima) tahun.
2. Ancaman pidana kurungan maksimal 3
(tiga) bulan.
3. Ancaman pidana denda maksimal Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pengaturan tentang ancaman hukum bagi
pelaku tindak pidana penghinaan terhadap
lambang negara dapat ditemui dalam 3 (tiga)
peraturan perundang-undangan, yaitu :
1. KUHP
258 ISSN 2407-9189
The 6th
University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang
2. Undang-undang No.24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa Dan Lambang
Tentang Bendera, Bahasa Dan Lambang Negara Serta Lagu Kebangsaan
Negara Serta Lagu Kebangsaan. (Lembaran Negara Republik Indoesia
3. Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1958 Tahun 2009 Nomor 109)
Tentang Penggunaan Lambang Negara. [9] Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1958
Tentang Penggunaan Lambang Negara
REFERENSI (Lembaran Negara Republik Indoesia
[1] Kansil , CST dan Christine S.T Kansil, Tahun 158 Nomor 71)
2004, Pokok-Pokok Hukum Pidana [10] www.kbbi.web.id
Hukum Pidana Untuk Setiap Orang, PT. [11] http://www.ipapedia.web.id/2014/11/sejar
Pradnya Paramita, Jakarta ah-asal-usul-lambang-negara.html,
[2] Moeljatno, 1987, Azas-azas Hukum diakses tanggal 26 April 2016.
Pidana, PT Bina Akasara, Jakarta [12] https://news.detik.com/berita/3258897/sa
[3] Prodjodikoro, Wirjono, 2003, Asas-asas hat-ditahan-karena-ubah-pancasila-jadi-
Hukum Pidana Di Indonesia, PT. Refika pancagila-pkb-itu-kritikan, diakses
Aditama, Bandung Agustus 2017
[4] Remmelink, Jan, 2003, Hukum Pidana [13] https://putusan.mahkamahagung.go.id/put
Komentar Atas Pasal-Pasal Terpentinng usan/f894aff54f36a8f8f8dd33e7a2999ce2
Dari Kitab Undang-undang Hukum , diakses Agustus 2017
Pidana Belanda Dan Padanannya Dalam [14] http://batakgaul.com/news/dua-tahun-
Kitab Undang-undang Hukum Pidana setelah-sahat-gurning-menendang-
Indonesia, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka garuda-pancasila-48-1.html, diakses
Utama Agustus 2017
[5] Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Yayasan [15] http://medan.tribunnews.com/2017/04/21/
Sudarto Fakultas Hukum UNDIP, kasus-pancagila-sahat-gurning-tidak-
Semarang terbukti menghina-lambang-negara,
[6] Schaffmeister , D., Nico Keijzer, E.P.H. diakses Agustus 2017
Sitorus, 2007, Hukum Pidana, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung
[7] Undang-undang No.1 Tahun 1946
Tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana
[8] Undang-undang No.24 Tahun 2009
ISSN 2407-9189 259
The 6th
University Research Colloquium
2017 Universitas Muhammadiyah Magelang
Lampiran
Tabel 1. Sanksi Pidana Pelaku Penghinaan Terhadap Lambang Negara
NO DASAR HUKUM ISI PASAL
1 Pasal 154a KUHP Barang siapa menodai bendera kebangsaan
(Bab V MENGENAI Republik Indonesia dan lambang Negara Republik
Kejahatan Terhadap Indonesia, diancam dengan pidana penjara
Ketertiban Umum) paling lama empat tahun atau pidana denda
paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.
2 Pasal 57 Undang-undang Setiap orang dilarang :
No.24 Tahun 2009 a. Mencoret, menulisi, menggambari, atau
Tentang Bendera, Bahasa, membuat rusak Lambang Negara dengan
Dan Lambang Negara, maksud menodai, menghina atau merendahkan
Serta Lagu Kebangsaan kehormatan Lambang Negara;
b. Menggunakan Lambang Negara yang rusak
dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan
perbandingan ukuran;
c. Membuat lambang untuk perseorangan, partai
politik, perkumpulan, organisasi dan atau
perusahaan yang sama atau menyerupai
Lambang Negara; dan
d. MenggunakanLambang Negara utnuk
keperluan selain yang diatur dalam Undang-
undang ini.
3 Pasal 68 Undang-undang Setiap orang yang mencoret, menulisi,
No.24 Tahun 2009 menggambari, atau membuat rusak Lambang
Tentang Bendera, Bahasa, Negara dengan maksud menodai, menghina,atau
Dan Lambang Negara, merendahkan kehormatan Lambang Negara,
Serta Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
4 Pasal 69 Undang-undang Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
No.24 Tahun 2009 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.
Tentang Bendera, Bahasa, 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) setiap orang
Dan Lambang Negara, yang :
Serta Lagu Kebangsaan a. Dengan sengaja menggunakan Lambang
Negara yang rusak atau tidak sesuai dengan
bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;
b. Membuat lambang untuk perseorangan,
partai politik, perkumpulan, organisasi
dan/atau perusahaan yang sama atau
menyerupai Lambang Negara; atau
c. Dengan sengaja menggunakan Lambang
Negara untuk keperluan selain yang diatur
dalam Undang-undang ini.
5 Pasal 15 Peraturan 1) Barangsiapa melanggar ketentuan-ketentuan
Pemerintah No.43 Tahun tersebut dalam Pasal 12 dan 13 dihukum dengan
260 ISSN 2407-9189
The 6th
University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang
1958 Tentang hukuman kurungan selama-lamanya tiga
Penggunaan Lambang bulan atau dengan denda sebanyak-
Negara banyaknya lima ratus rupiah.
2) Perbuatan-perbuatan tersebut pada ayat 1 pasal
ini dipandang sebagai pelanggaran.
Sumber data : diolah dari beberapa peraturan perundang-undangan
Tabel 2. Analisis Perkara Nomor. 211/Pid.Sus /2016/PN Blg Tahun 2017
Nama Terdakwa Sahat Safiih Gurning
Alamat Jalan Sigura-gura Desa Tangga Batu Satu, Kecamatan
Parmaksian, Toba Samosir
Jenis Perkara Pidana Khusus
Lembaga Peradilan Pengadilan Negeri Balige
Majelis Hakim 1. Azhary P. Ginting, S.H (Ketua)
2. Arief Wibowo, S.H., M.H (Anggota)
3. Hans Prayugotama, S.H (Anggota)
Perbuatan yang dilakukan • 12 Januari 2014, Sahat mengunggah foto dirinya yang
terdakwa sedang menendang lambang negara pada sebuah mural
di pinggir Jalan Paritohan, Kecamatan Pintupohan
Maranti, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa).
• pada dinding akun Facebook-nya, mahasiswa Institut
Teknologi Medan (ITM) itu juga menulis status yang
tajam mengkritik kondisi negara, sebagai berikut :
“PANCASILA itu hanya „LAMBANG Negara Mimpi,”‟
tulis Sahat kala itu.
“Yang benar adalah Pancagila:
1. Keuangan Yang Maha Kuasa;
2. Korupsi Yang Adil Dan Merata;
3. Persatuan Mafia Hukum Indonesia;
4. Kekuasaan Yang Dipimpin Oleh Nafsu Kebejatan
Dalam Persekongkolan dan Kepurak-Purakan;
5. Kenyamanan Sosial Bagi Seluruh Keluarga Pejabat
dan Wakil Rakyat.
Semboyan: "BERBEDA- BEDA SAMA RAKUS."
Pasal yang didakwakan Pasal 154a KUHP dan Pasal 57 UU Nomor 24 Tahun
2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta
Lagu Kebangsaan
Amar Putusan Bebas
Berkekuatan Hukum Ya
Tetap
Dasar Pertimbangan • Majelis hakim menilai jika Sahat Gurning tidak
Hakim terbukti melakukan pelecehan dan penghinaan
terhadap burung garuda sebagai lambang negara.
• Hakim menilai bahwa gambar yang ditendang
terdakwa bukan lambang negara.
• Majelis hakim juga menilai jika unsur lambang negara
ISSN 2407-9189 261
The 6th
University Research Colloquium
2017 Universitas Muhammadiyah Magelang
dan unsur mensrea (sikap batin jahat/maksud) tidak
terpenuhi.
Analisis penulis terhadap Pasal yang dituduhkan Jaksa Penuntut Umum tidak
Putusan Bebas Terdakwa terbukti unsur-unsurnya :
Sahat Safiih Gurning Pasal 154a KUHP :
• Unsur “Barang siapa” : terbukti, karena terdakwa
adalah orang/manusia (WNI, dibuktikan dengan
adanya KTP) yang mampu bertanggung jawab
dikarenakan sehat akal dan pikirannya.
• Unsur “menodai” : tidak terbukti, karena tidak ada
niat jahat (mens rea) pada saat akan melakukan
perbuatan yang didakwakan, niat terdakwa adalah
memprotes proses penegakan hukum (korupsi) yang
dirasa tidak adil.
Pasal 57 UU Nomor 24 Tahun 2009 :
 Unsur “Mencoret, menulisi, menggambari, atau
membuat rusak” : tidak terbukti, karena perbuatan
terdakwa adalah menendang lukisan Burung Garuda
di dinding tembok
 Unsur “dengan maksud menodai, menghina atau
merendahkan kehormatan Lambang Negara” : tidak
terbukti, karena tidak ada niat jahat (mens rea) pada
saat akan melakukan perbuatan yang didakwakan, niat
terdakwa adalah memprotes proses penegakan hukum
(korupsi) yang dirasa tidak adil.
Sumber data : diolah dari berbagai sumber
262 ISSN 2407-9189

More Related Content

Similar to Sanksi Pidana Pelaku Penghinaan Lambang Negara

RESUME AGENDA 1 emmi w.pdf
RESUME AGENDA 1 emmi w.pdfRESUME AGENDA 1 emmi w.pdf
RESUME AGENDA 1 emmi w.pdfEmiWahyuni4
 
Soal US PPKn SMP 9 K13 HK TIGA JUHAR.docx
Soal US PPKn SMP 9 K13 HK TIGA JUHAR.docxSoal US PPKn SMP 9 K13 HK TIGA JUHAR.docx
Soal US PPKn SMP 9 K13 HK TIGA JUHAR.docxTamrinSiburian
 
Analisis Kasus Penistaan Agama
Analisis Kasus Penistaan AgamaAnalisis Kasus Penistaan Agama
Analisis Kasus Penistaan AgamaTotok Priyo Husodo
 
Indah rani fatmawati 21312065 if 21 b.pkn
Indah rani fatmawati 21312065 if 21 b.pknIndah rani fatmawati 21312065 if 21 b.pkn
Indah rani fatmawati 21312065 if 21 b.pknindahranifatmawati
 
PPT KASUS-KASUS PELANGGARAN HAM
PPT KASUS-KASUS PELANGGARAN HAMPPT KASUS-KASUS PELANGGARAN HAM
PPT KASUS-KASUS PELANGGARAN HAMDoris Agusnita
 
Ketahanan Nasional Pendidikan Kewarganegaraan
Ketahanan Nasional Pendidikan KewarganegaraanKetahanan Nasional Pendidikan Kewarganegaraan
Ketahanan Nasional Pendidikan KewarganegaraanAhmad Eriadi
 
Rpp ppkn sma xi bab 6 pertemuan 1
Rpp ppkn sma xi bab 6 pertemuan 1Rpp ppkn sma xi bab 6 pertemuan 1
Rpp ppkn sma xi bab 6 pertemuan 1eli priyatna laidan
 
Pancasila sebagai dasar negara
Pancasila sebagai dasar negaraPancasila sebagai dasar negara
Pancasila sebagai dasar negarainasalsa
 
napak tilas penegakan hak asasi manusia di indonesia
napak tilas penegakan hak asasi manusia di indonesianapak tilas penegakan hak asasi manusia di indonesia
napak tilas penegakan hak asasi manusia di indonesiaAdelia Nurhaziza
 
Perlindungan hukum potensi nasional
Perlindungan hukum potensi nasionalPerlindungan hukum potensi nasional
Perlindungan hukum potensi nasionalAhmad Solihin
 
Bab IV garuda pancasila sebagai lambang negara
Bab IV garuda pancasila sebagai lambang negaraBab IV garuda pancasila sebagai lambang negara
Bab IV garuda pancasila sebagai lambang negarayudikrismen1
 
JURNAL MOOC PPPK NURSIDA R SINAGA.docx
JURNAL MOOC PPPK NURSIDA R SINAGA.docxJURNAL MOOC PPPK NURSIDA R SINAGA.docx
JURNAL MOOC PPPK NURSIDA R SINAGA.docxNURSIDAROYANTIBRSINA
 
Geostrategi (modul etika, profesional dan humaniora)
Geostrategi (modul etika, profesional dan humaniora)Geostrategi (modul etika, profesional dan humaniora)
Geostrategi (modul etika, profesional dan humaniora)fikri asyura
 

Similar to Sanksi Pidana Pelaku Penghinaan Lambang Negara (20)

RESUME AGENDA 1 emmi w.pdf
RESUME AGENDA 1 emmi w.pdfRESUME AGENDA 1 emmi w.pdf
RESUME AGENDA 1 emmi w.pdf
 
Soal US PPKn SMP 9 K13 HK TIGA JUHAR.docx
Soal US PPKn SMP 9 K13 HK TIGA JUHAR.docxSoal US PPKn SMP 9 K13 HK TIGA JUHAR.docx
Soal US PPKn SMP 9 K13 HK TIGA JUHAR.docx
 
Kelompok 3
Kelompok 3Kelompok 3
Kelompok 3
 
Analisis Kasus Penistaan Agama
Analisis Kasus Penistaan AgamaAnalisis Kasus Penistaan Agama
Analisis Kasus Penistaan Agama
 
Indah rani fatmawati 21312065 if 21 b.pkn
Indah rani fatmawati 21312065 if 21 b.pknIndah rani fatmawati 21312065 if 21 b.pkn
Indah rani fatmawati 21312065 if 21 b.pkn
 
Bela Negara
 Bela Negara Bela Negara
Bela Negara
 
PPT KASUS-KASUS PELANGGARAN HAM
PPT KASUS-KASUS PELANGGARAN HAMPPT KASUS-KASUS PELANGGARAN HAM
PPT KASUS-KASUS PELANGGARAN HAM
 
Ketahanan Nasional Pendidikan Kewarganegaraan
Ketahanan Nasional Pendidikan KewarganegaraanKetahanan Nasional Pendidikan Kewarganegaraan
Ketahanan Nasional Pendidikan Kewarganegaraan
 
Rpp ppkn sma xi bab 6 pertemuan 1
Rpp ppkn sma xi bab 6 pertemuan 1Rpp ppkn sma xi bab 6 pertemuan 1
Rpp ppkn sma xi bab 6 pertemuan 1
 
Pancasila sebagai dasar negara
Pancasila sebagai dasar negaraPancasila sebagai dasar negara
Pancasila sebagai dasar negara
 
napak tilas penegakan hak asasi manusia di indonesia
napak tilas penegakan hak asasi manusia di indonesianapak tilas penegakan hak asasi manusia di indonesia
napak tilas penegakan hak asasi manusia di indonesia
 
Dosa dosa kampanye parpol
Dosa dosa kampanye parpolDosa dosa kampanye parpol
Dosa dosa kampanye parpol
 
Ppt isna
Ppt isnaPpt isna
Ppt isna
 
Perlindungan hukum potensi nasional
Perlindungan hukum potensi nasionalPerlindungan hukum potensi nasional
Perlindungan hukum potensi nasional
 
Bab IV garuda pancasila sebagai lambang negara
Bab IV garuda pancasila sebagai lambang negaraBab IV garuda pancasila sebagai lambang negara
Bab IV garuda pancasila sebagai lambang negara
 
JURNAL MOOC PPPK NURSIDA R SINAGA.docx
JURNAL MOOC PPPK NURSIDA R SINAGA.docxJURNAL MOOC PPPK NURSIDA R SINAGA.docx
JURNAL MOOC PPPK NURSIDA R SINAGA.docx
 
Rangkuman PKn
Rangkuman PKnRangkuman PKn
Rangkuman PKn
 
Geostrategi (modul etika, profesional dan humaniora)
Geostrategi (modul etika, profesional dan humaniora)Geostrategi (modul etika, profesional dan humaniora)
Geostrategi (modul etika, profesional dan humaniora)
 
Makalah tugas sosiologi hukum
Makalah tugas sosiologi hukumMakalah tugas sosiologi hukum
Makalah tugas sosiologi hukum
 
Makalah tugas sosiologi hukum
Makalah tugas sosiologi hukumMakalah tugas sosiologi hukum
Makalah tugas sosiologi hukum
 

More from Totok Priyo Husodo

Laporan Akhir Magang Fakultas Hukum
 Laporan Akhir Magang Fakultas Hukum Laporan Akhir Magang Fakultas Hukum
Laporan Akhir Magang Fakultas HukumTotok Priyo Husodo
 
Muhammadiyah dan Isu Kontemporer
Muhammadiyah dan Isu KontemporerMuhammadiyah dan Isu Kontemporer
Muhammadiyah dan Isu KontemporerTotok Priyo Husodo
 
Proses Pembayaran dengan Letter Of Credit (L/C)
Proses Pembayaran dengan Letter Of Credit (L/C)Proses Pembayaran dengan Letter Of Credit (L/C)
Proses Pembayaran dengan Letter Of Credit (L/C)Totok Priyo Husodo
 
Makalah Hukum Islam RA’YU SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM
Makalah Hukum Islam RA’YU SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAMMakalah Hukum Islam RA’YU SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM
Makalah Hukum Islam RA’YU SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAMTotok Priyo Husodo
 
Makalah tindak pidana dosen johny
Makalah tindak pidana dosen johnyMakalah tindak pidana dosen johny
Makalah tindak pidana dosen johnyTotok Priyo Husodo
 
Materi Hukum Pidana tentang Kemampuan Bertanggung Jawab
Materi Hukum Pidana tentang Kemampuan Bertanggung JawabMateri Hukum Pidana tentang Kemampuan Bertanggung Jawab
Materi Hukum Pidana tentang Kemampuan Bertanggung JawabTotok Priyo Husodo
 
Materi Tindak Pidana Perkosaan
Materi Tindak Pidana PerkosaanMateri Tindak Pidana Perkosaan
Materi Tindak Pidana PerkosaanTotok Priyo Husodo
 
Karya tulis ilmiah UPAYA PENINGKATAN RETORIKA,TENDENSI DAN KOMPETENSI BAKAT D...
Karya tulis ilmiah UPAYA PENINGKATAN RETORIKA,TENDENSI DAN KOMPETENSI BAKAT D...Karya tulis ilmiah UPAYA PENINGKATAN RETORIKA,TENDENSI DAN KOMPETENSI BAKAT D...
Karya tulis ilmiah UPAYA PENINGKATAN RETORIKA,TENDENSI DAN KOMPETENSI BAKAT D...Totok Priyo Husodo
 
STUDI KASUS HUKUM PERDATA PERIKATAN
STUDI KASUS HUKUM PERDATA PERIKATANSTUDI KASUS HUKUM PERDATA PERIKATAN
STUDI KASUS HUKUM PERDATA PERIKATANTotok Priyo Husodo
 

More from Totok Priyo Husodo (14)

Laporan Akhir Magang Fakultas Hukum
 Laporan Akhir Magang Fakultas Hukum Laporan Akhir Magang Fakultas Hukum
Laporan Akhir Magang Fakultas Hukum
 
Materi Hukum Adat
Materi Hukum AdatMateri Hukum Adat
Materi Hukum Adat
 
Muhammadiyah dan Isu Kontemporer
Muhammadiyah dan Isu KontemporerMuhammadiyah dan Isu Kontemporer
Muhammadiyah dan Isu Kontemporer
 
Proses Pembayaran dengan Letter Of Credit (L/C)
Proses Pembayaran dengan Letter Of Credit (L/C)Proses Pembayaran dengan Letter Of Credit (L/C)
Proses Pembayaran dengan Letter Of Credit (L/C)
 
Makalah Hukum Islam RA’YU SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM
Makalah Hukum Islam RA’YU SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAMMakalah Hukum Islam RA’YU SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM
Makalah Hukum Islam RA’YU SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM
 
Makalah tindak pidana dosen johny
Makalah tindak pidana dosen johnyMakalah tindak pidana dosen johny
Makalah tindak pidana dosen johny
 
Makalah Hukum Internasional
Makalah Hukum InternasionalMakalah Hukum Internasional
Makalah Hukum Internasional
 
Materi Hukum Pidana tentang Kemampuan Bertanggung Jawab
Materi Hukum Pidana tentang Kemampuan Bertanggung JawabMateri Hukum Pidana tentang Kemampuan Bertanggung Jawab
Materi Hukum Pidana tentang Kemampuan Bertanggung Jawab
 
Mazhab Dalam Ilmu Hukum
Mazhab Dalam Ilmu Hukum Mazhab Dalam Ilmu Hukum
Mazhab Dalam Ilmu Hukum
 
Materi Tindak Pidana Perkosaan
Materi Tindak Pidana PerkosaanMateri Tindak Pidana Perkosaan
Materi Tindak Pidana Perkosaan
 
Materi Tentang Agama
Materi Tentang AgamaMateri Tentang Agama
Materi Tentang Agama
 
Materi Antropologi Hukum
Materi Antropologi HukumMateri Antropologi Hukum
Materi Antropologi Hukum
 
Karya tulis ilmiah UPAYA PENINGKATAN RETORIKA,TENDENSI DAN KOMPETENSI BAKAT D...
Karya tulis ilmiah UPAYA PENINGKATAN RETORIKA,TENDENSI DAN KOMPETENSI BAKAT D...Karya tulis ilmiah UPAYA PENINGKATAN RETORIKA,TENDENSI DAN KOMPETENSI BAKAT D...
Karya tulis ilmiah UPAYA PENINGKATAN RETORIKA,TENDENSI DAN KOMPETENSI BAKAT D...
 
STUDI KASUS HUKUM PERDATA PERIKATAN
STUDI KASUS HUKUM PERDATA PERIKATANSTUDI KASUS HUKUM PERDATA PERIKATAN
STUDI KASUS HUKUM PERDATA PERIKATAN
 

Recently uploaded

HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKIHAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKIdillaayuna
 
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum ViktimologiSaktaPrwt
 
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptxmohamadhafiz651
 
interpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptxinterpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptxekahariansyah96
 
pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docx
pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docxpdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docx
pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docxINTANAMALINURAWALIA
 
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...Indra Wardhana
 
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptxPENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptxmuhammadarsyad77
 
materi hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usahamateri hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usahayunitahatmayantihafi
 
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdfUU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdfSumardi Arahbani
 
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHANBENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHANharri34
 

Recently uploaded (10)

HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKIHAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
 
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
 
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
 
interpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptxinterpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptx
 
pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docx
pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docxpdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docx
pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docx
 
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
 
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptxPENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
 
materi hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usahamateri hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usaha
 
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdfUU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
 
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHANBENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
 

Sanksi Pidana Pelaku Penghinaan Lambang Negara

  • 1. The 6th University Research Colloquium 2017 Universitas Muhammadiyah Magelang Sanksi Pidana Pelaku Penghinaan terhadap Lambang Negara (Analisis Perkara Nomor.211/Pid.Sus /2016/PN Blg) Yulia Kurniaty1* , Totok Priyo Husodo2 , Basri3 1,2,3 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang *Email: yuliakurniaty@ummgl.ac.id Keywords: sanksi; penghinaan; Lambang Negara Abstrak Lambang negara merupakan manifestasi kebudayaan yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu setiap perbuatan yang mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak, menodai, menghina atau merendahkan, menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran; membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi atau perusahaan, menaruh huruf, kalimat, angka gambar atau tanda-tanda lain, kepada pelakunya dapat dijatuhi sanksi pidana maksimal 5 (lima) tahun dan denda maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 1. PENDAHULUAN Tidak ada alasan bagi kita untuk Pancasila sebagai lambang negara berkata tidak tahu akan makna dari lambang Indonesia, tidak hanya sekedar simbol yang negara Indonesia, apalagi jika sampai tidak tidak memiliki arti. Didalamnya terkandung mengenal apa bentuk lambang negara. makna filosofis yang menjadi sendi-sendi Pengenalan tentang lambang negara telah dalam melaksanakan kehidupan berbangsa dimulai sejak taman kanak-kanak walaupun dan bernegara, yang terpatri pada simbol- hanya sebatas mengenal gambarnya saja. simbol seperti perisai, bintang, kepala Kemampuan ini ditingkatkan pada saat banteng, pohon beringin, rantai, padi dan mengenyam pendidikan di sekolah dasar, kapas, pita bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika, yakni sampai dengan memahami apa arti atau yang dicengkeram erat oleh kaki burung makna simbol-simbol yang ada dalam garuda.Simbol-simbolituhendaknya lambang negara itu, beserta bagaimana contoh diejawantahkan dalam perilaku setiap warga sikap dan perilaku kita sebagai warga negara negara Indonesia bukan sekedar untuk Indonesia terkait simbol tersebut. pajangan semata. Kasus artis Zaskia Gotik yang tersangkut masalah hukum dengan tuduhan ISSN 2407-9189 251
  • 2. The 6th University Research Colloquium 2017 Universitas Muhammadiyah Magelang telah menghina lambang negara Indonesia di sebuah acara hiburan yang disiarkan live di salah satu channel TV swasta di Indonesia menarik untuk dikaji secara mendalam dari sisi hukum pidana. Dalam pembelaan dirinya artis tersebut menyatakan bahwa kalimat yang ia lontarkan hanya sebatas bercanda dan tidak ada maksud untuk menghina pihak manapun juga. Namun pernyataan artis tersebut menuai banyak kritik dan kecaman, tidak sedikit kelompok masyarakat menuntut agar ia dikenai sanksi sebagai bahan pembelajaran bagi semua orang untuk tidak main-main atau berhati-hati dalam bersikap dan berbicara, utamanya terkait dengan lambang negara. Bahkan aparat yang berwajib sampai turun tangan, sehingga sang artispun sering bolak- balik kantor Polisi untuk dimintai keterangan. Selain Zaskia Gotik, seorang aktifis muda asal Toba Samosir, Sumatera Utara, harus menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Balige akibat perbuatannya mengunggah gambar dirinya sedang menendang gambar burung garuda yang terlukis di sebuah dinding di kampungnya. Selain itu, dalam akun facebook nya ia menuliskan Pancasila berikut sila-sila yang terkandung di dalamnya berbeda dengan yang seharusnya sehingga dinilai mengandung penghinaan terhadap lambang negara (Gambar burung Garuda dan Pancasila). Fenomena degradasi sikap menghormati lambang negara yang dialami oleh generasi muda Indonesia menimbulkan rasa keprihatinan yang mendalam bagi penulis. Untuk itu, melalui karya ilmiah ini, penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang apa saja jenis sanksi pidana bagi orang yang disangka sebagai pelaku penghinaan terhadap lambang negara. Kajian ini bertujuan agar diketahui dan menjadi pelajaran bagi masyarakat luas untuk lebih berhati-hati dalam mengunggah gambar maupun kata-kata dalam akun media sosialnya sehingga tidak bermasalah dengan hukum atau bahkan sampai menjalani pidana. 2. METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, dengan spesifikasi penelitian adalah terapan, yaitu bagaimana penerapan sanksi atas pasal yang didakwakan kepada pelaku penghinaan terhadap lambang negara. Bahan penelitian berasal dari bahan hukum primer yaitu Undang-undang No.24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa Dan Lambang Negara Serta Lagu Kebangsaan; Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1958 Tentang Penggunaan Lambang Negara dan KUHP; dan bahan hukum sekunder yaitu literatur yang membahas tentang ilmu hukum pidana. Metode penelitian yang digunakan adalah statue approach yaitu menelusuri peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang sanksi pidana pelaku penghinaan terhadap Lambang Negara dan case approach yaitu mengkaji Putusan Perkara Pengadilan Negeri Balige Nomor. 211/Pid.Sus /2016/PN Blg tentang penghinaan terhadap Lambang Negara. Data yang diperoleh dianalisis dengan cara explanatoris yaitu menjelaskan tentang sanksi pidana pelaku penghinaan terhadap Lambang Negara. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Pengertian Dan Sejarah Lambang Negara Pemerintah Indonesia telah membuat peraturan mengenai lambang negara yang termuat dalam Undang-undang Republik Indonesia No.24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa Dan Lambang Negara Serta Lagu Kebangsaan. Dalam Undang-undang tersebut ditegaskan bahwa bendera, bahasa, lambang negara dan lagu kebangsaan merupakan sarana pemersatu, identitas dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; merupakan manifestasi kebudayaan yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam 252 ISSN 2407-9189
  • 3. The 6th University Research Colloquium 2017 Universitas Muhammadiyah Magelang keragaman budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengertian Lambang Negara diatur dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-undang No.24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa Dan Lambang Negara Serta Lagu Kebangsaan, yaitu : Lambang Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut sebagai Lambang Negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Penggunaan lambang negara diatur dalam UUD 1945 pasal 36A dan UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan (Lembaga Negara 2009 Nomor 109, TLN 5035). Sebelumnya lambang negara diatur dalam Konstitusi RIS, UUD Sementara 1950, dan Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1958. Lambang negara Indonesia berbentuk burung Garuda yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan (dari sudut pandang Garuda), perisai berbentuk menyerupai jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno, dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950. Lambang negara Garuda Pancasila diatur penggunaannya dalam Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1958 [11]. Sejarah dipilihnya Garuda sebagai lambang negara Indonesia, tidak lepas dari kisah burung Garuda yang melambangkan kebajikan, pengetahuan, kekuatan, keberanian, kesetiaan, dan disiplin. Sebagai kendaraan Wishnu, Garuda juga memiliki sifat pemelihara dan penjaga tatanan alam semesta. Dalam tradisi Bali, Garuda dimuliakan sebagai "Tuan segala makhluk yang dapat terbang" dan "Raja agung para burung", digambarkan sebagai makhluk yang memiliki kepala, paruh, sayap, dan cakar elang, tetapi memiliki tubuh dan lengan manusia. Biasanya digambarkan dalam ukiran yang halus dan rumit dengan warna cerah keemasan, digambarkan dalam posisi sebagai kendaraan Wishnu, atau dalam adegan pertempuran melawan Naga [11]. Menurut Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari yang menampakkan pengaruh Jepang. Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Mereka bertiga sepakat mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan "Bhineka Tunggal Ika". Tanggal 8 Februari 1950, rancangan lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan kembali, karena adanya keberatan terhadap gambar burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap terlalu bersifat mitologis [11]. Soekarno terus memperbaiki bentuk Garuda Pancasila. Pada tanggal 20 Maret 1950 Soekarno memerintahkan pelukis istana, Dullah, melukis kembali rancangan ISSN 2407-9189 253
  • 4. The 6th University Research Colloquium 2017 Universitas Muhammadiyah Magelang tersebut; setelah sebelumnya diperbaiki antara lain penambahan "jambul" pada kepala Garuda Pancasila, serta mengubah posisi cakar kaki yang mencengkram pita dari semula di belakang pita menjadi di depan pita, atas masukan Presiden Soekarno. Dipercaya bahwa alasan Soekarno menambahkan jambul karena kepala Garuda gundul dianggap terlalu mirip dengan Bald Eagle, Lambang Amerika Serikat. Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara. Rancangan Garuda Pancasila terakhir ini dibuatkan patung besar dari bahan perunggu berlapis emas yang disimpan dalam Ruang Kemerdekaan Monumen Nasional sebagai acuan, ditetapkan sebagai lambang negara Republik Indonesia, dan desainnya tidak berubah hingga kini [11]. 3. 2. Pengertian Tindak Pidana Penghinaan Terhadap Lambang Negara Dalam berbagai literatur hukum pidana, dapat kita jumpai beragam istilah tindak pidana, seperti peristiwa pidana, kejahatan, perbuatan pidana dan tindak pidana. C.S.T Kansil menggunakan istilah “peristiwa pidana”, karena dalam peristiwa pidana yang diancam dengan pidana bukan saja yang berbuat atau bertindak tetapi juga yang tidak berbuat (melanggar suruhan/gebod) atau tidak bertindak [1]. Moeljatnomenggunakanistilah “perbuatan pidana”, yang diartikan sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut [2]. Digunakannya istilah “perbuatan pidana” oleh Moeljatno dengan argumen, kata “perbuatan” menggambarkan suatu pengertian yang abstrak yang menunjuk kepada dua keadaan yaitu : a. Adanya kejadian tertentu yang dilarang untuk dilakukan. b. Adanya orang yang berbuat yang menimbulkan kejadian itu. Moeljatno menjelaskan bahwa antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu ada hubungan yang erat, antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Hanya oranglah yang dapat menimbulkan kejadian yang dilarang. Kata peristiwa mengandung pengertian yang konkrit, yang hanya menunjuk pada kepada suatu kejadian yang tertentu saja [2]. Sedangkan Sudarto tidak mempermasalahkan istilah yang berlainan itu sepanjang orang yang mendengar istilah tersebut memahami yang yang dimaksud oleh lawan bicaranya. Namun demikian Prof. Sudarto memilih untuk menggunakan istilah tindak pidana sebagaimana istilah yang sering dipakai oleh pembentuk undang- undang, sehingga telah lebih dahulu familiar di masyarakat dan mereka memahami apa maksud dari istilah tindak pidana [5]. Wirjono Prodjodikoro merupakan salah satu ahli hukum yang menggunakan isstilah tindak pidana dengan penjelasan, suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukum pidana [3]. Dari kalimat tersebut dapat disimpulkan walaupun Wirjono menggunakan istilah yang sama dengan Sudarto namun makna dari istilah tersebut serupa dengan Moeljatno, yakni adanya unsur perbuatan yang dilarang dan adanya orang yang melakukan perbuatan yang dilarang. Adanya berbagai istilah, apakah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana hendaknya tidak menimbulkan perdebatan atau selisih paham yang berujung pada konflik keilmuan, namun ada baiknya disikapi sebagai khazanah keilmuan yang inti sarinya adalah adanya dua hal yaitu perbuatan yang dilarang dan adanya orang (sebagai pelaku perbuatan yang dilarang itu). 254 ISSN 2407-9189
  • 5. The 6th University Research Colloquium 2017 Universitas Muhammadiyah Magelang Pemisahan unsur perbuatan dan orang, di dalam ilmu hukum pidana dikategorikan sebagai penganut mazhab dualistis. Mazhab dualistis ini muncul sebagai reaksi atas berlakunya mazhab Monistis. Mazhab monistis ini tidak memisahkan unsur perbuatan (criminal act) dari unsur orang (pelaku atau criminal responsibility), sehingga dalam pandangan Monistis melihat keseluruhan (tumpukan) syarat untuk adanya pidana, kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan [5]. Kebalikan dari mazhab Monistis, mazhab dualistis memisahkan unsur criminal act dari criminal responsibility. Konsekuensinya adalah kepada orang yang disangka sebagai pelaku tindak pidana belum tentu dapat dijatuhi pidana atau diminta pertanggungjawaban pidana sepanjang tidak terdapat alasan pembenar maupun alasan pemaaf pada dirinya [4]. Dalam ilmu hukum pidana, alasan pembenar dan pemaaf ini dikenal sebagai alasan penghapus pemidanaan (strafuitsluitingsgrond atau grounds of impunity) yang diatur dalam Pasal 44 KUHP (tidak sempurnanya akal), Pasal 48 KUHP (daya paksa), Pasal 49 KUHP (pembelaan diri terpaksa), Pasal 50 KUHP (melaksanakan perintah undang-undang) dan Pasal 51 KUHP (melaksanakan perintah jabatan). Pengertian tindak pidana penghinaan terhadap lambang negara dapat kita telusuri dari beberapa pasal dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Di dalam pasal-pasal tersebut telah dirumuskan kualifikasi perbuatan yang dilarang untuk dilakukan (unsur obyektif). Dengan demikian apabila ada orang yang melakukan perbuatan tersebut dapatlah didakwa telah melakukan tindak pidana penghinaan terhadap lambang negara karena telah memenuhi unsur obyektif. Pasal- pasal tersebut adalah : 1) Pasal 154a KUHP : barang siapa menodai bendera kebangsaan Republik Indonesia dan lambang Negara Republik Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah. Perbuatan yang dilarang oleh undang-undang untuk dilakukan dalam Pasal 154a ini adalah menodai, dalam bab Penjelasan pasal ini diterangkan maksud kata menodai adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menghina (R.Soesilo, 1991:133). 2) Pasal 57 Undang-undang No.24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan. Setiap orang dilarang: a) Mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina atau merendahkan kehormatan Lambang Negara; b) Menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran; c) Membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; dan d) Menggunakan Lambang Negara utnuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-undang ini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia [10] pengertian mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak, menodai, menghina atau merendahkan adalah sebagai berikut : pengertian perbuatan mencoret adalah membubuhi coretan pada tulisan dan sebagainya; mencoreng; menggaris panjang; menghapuskan; meniadakan. Pengertian menulisi adalah membuat huruf (angka dan sebagainya) dengan pena (pensil, kapur, dan sebagainya); ISSN 2407-9189 255
  • 6. The 6th University Research Colloquium 2017 Universitas Muhammadiyah Magelang menggambar; melukis; membatik. Pengertian menggambari adalah memberi gambar pada; menghiasi dengan gambar. Pengertian menodai adalah menjadikan ada nodanya; mengotori; mencemarkan; menjelekkan (nama baik); merusak (kesucian, keluhuran dan sebagainya). Pengertian menghina adalah merendahkan; memandang rendah (hina, tidak penting); memburukkan nama baik orang; menyinggung perasaan orang (seperti memaki-maki, menistakan). 3) Pasal 68 Undang-undang No.24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan : setiap orang yang mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, ataumerendahkankehormatan Lambang Negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pengertian kata mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak, menodai, menghina atau merendahkan, sama dengan penjelasan yang ada pada Pasal 57 Undang-undang No.24 Tahun 2009. 4) Pasal 69 Undang-undang No.24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan LambangNegara,SertaLagu Kebangsaan Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) setiap orang yang : a) Dengan sengaja menggunakan Lambang Negara yang rusak atau tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran; b) Membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; atau c) Dengan sengaja menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-undang ini. Pengertian kata menggunakan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah memakai (alat, perkakas); mengambil manfaatnya, melakukan sesuatu dengan. Sedangkan pengertian kata membuat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah menciptakan (menjadikan, menghasilkan); membikin, melakukan, mengerjakan; menggunakan (untuk), memakai (untuk), menyebabkan, mendatangkan [10]. 5) Pasal 15 Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1958 Tentang Penggunaan Lambang Negara : a) Barangsiapamelanggar ketentuan-ketentuan tersebut dalam Pasal 12 dan 13 dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau dengan denda sebanyak- banyaknya lima ratus rupiah. b) Perbuatan-perbuatan tersebut pada ayat 1 pasal ini dipandang sebagai pelanggaran. 6) Pasal 12 Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1958 Tentang Penggunaan Lambang Negara melarang hal-hal sebagai berikut : a) Dengantidakmengurangi ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah tentang Panji dan bendera Jabatan, maka dilarang menggunakan Lambang Negara bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini. b) Pada Lambang Negara dilarang menaruh huruf, kalimat, angka gambar atau tanda-tanda lain. 256 ISSN 2407-9189
  • 7. The 6th University Research Colloquium 2017 Universitas Muhammadiyah Magelang c) Dilarang menggunakan Lambang Negara sebagai perhiasan, cap dagang, reklame perdagangan atau propaganda politik dengan cara apapun. 7) Pasal 13 Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1958 Tentang Penggunaan Lambang Negara melarang : lambang untuk perseorangan, perkumpulan, organisasi partikeur atau perusahaan tidak boleh sama atau pada pokoknya menyerupai Lambang Negara. Pasal 12 dan 13 PP No.43 Tahun 1958 melarang menggunakan lambang negara untuk perhiasan, cap dagang, reklame perdagangan, propaganda politik. Pengertian kata menggunakan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah memakai (alat, perkakas), mengambil manfaatnya, melakukan sesuatu dengan. Adapun pengertian kata menaruh adalah meletakkan, menempatkan; membubuh (nama,cap dan sebagainya), menambah (rempah-rempah, garam, dan seterusnya), mengenakan (memberi dan sebagainya) sesuatu pada [10]. Berdasarkan identifikasi terhadap unsur obyektif dari tujuh pasal yang menjabarkan tindak pidana penghinaan terhadap lambang negara dapat dipahami bahwa pengertian tindak pidana penghinaan terhadap lambang negara adalah apabila seseorang melakukan perbuatan sebagai berikut : a. Menodai (terdapat dalam Pasal 154a KUHP). b. Mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak, menodai, menghina atau merendahkan kehormatan (terdapat dalam Pasal 57, 68 dan 69 Undang- undang No.24 Tahun 2009). c. Menggunakan Lambang Negara yang rusak atau tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran; atau membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara (terdapat dalam Pasal 69 Undang-undang No.24 Tahun 2009). d. Menaruh huruf, kalimat, angka gambar atau tanda-tanda lain [8]. e. Menggunakan Lambang Negara untuk lambang untuk perseorangan, perkumpulan, organisasi partikeur atau perusahaan tidak boleh sama atau pada pokoknya menyerupai Lambang Negara (terdapat dalam Pasal 13 PP No.43 Tahun 1958). 3.3. Sanksi Hukum Bagi Pelaku Tindak Pidana Penghinaan Terhadap Lambang Negara Segenap warga Negara Indonesia memiliki hak dan kewajiban untuk memelihara, menjaga dan menggunakan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan untuk kehormatan dan kedaulatan bangsa dan negara. Ketentuan mengenai hak dan kewajiban warga negara ini diatur dalam Pasal 65 Bab VI Undang-undang No.24 Tahun 2009. Dengan demikian setiap perilaku maupun perkataan kita harus dijaga agar tidak merusak kehormatan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Bagi setiap orang yang melakukan perbuatan atau mengeluarkan perkataan sehingga menodai, menghina atau merendahkan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan tentu akan ada sanksi pidana yang akan diberikan sebagai upaya penjeraan bagi pelaku agar tidak mengulangi perbuatan yang sama dikemudian hari dan peringatan bagi orang lain agar tidak melakukan hal serupa. Pengaturan tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana penghinaan terhadap lambang negara dapat ditemui dalam 3 (tiga) dasar hukum yaitu : ISSN 2407-9189 257
  • 8. The 6th University Research Colloquium 2017 Universitas Muhammadiyah Magelang 1) KUHP. 2) Undang-undang No.24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa Dan Lambang Negara Serta Lagu Kebangsaan. 3) Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1958 Tentang Penggunaan Lambang Negara. Tabel 1 (terlampir) menjabarkan lebih detail lagi pasal-pasal dari ketiga peraturan hukum di atas, mengenai sanksi hukum bagi pelaku tindak pidana penghinaan terhadap lambang negara. Dalam Pasal 10 KUHP diatur ketentuan mengenai urutan penjatuhan pidana terdiri atas: a. Pidana Pokok 1. Mati. 2. Penjara. 3. Kurungan. 4. Denda. b. Pidana Tambahan. 1. Pencabutan beberapa hak tertentu. 2. Perampasan barang tertentu. 3. Pengumuman keputusan hakim. Berdasarkan tabel di atas dapat dipahami bahwa ancaman pidana bagi pelaku tindak pidana penghinaan terhadap lambang negara adalah bervariasi, berdasarkan kualifikasi perbuatan yang ia lakukan sebagaimana diatur dalam pasal terkait. Dengan demikian, apabila ancaman pidana tersebut diatas dikualifikasikan berdasarkan Pasal 10 KUHP maka diperoleh keterangan sebagai berikut : 1. Ancaman pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun. 2. Ancaman pidana kurungan maksimal 3 (tiga) bulan. 3. Ancaman pidana denda maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 3.4. Upaya Pencegahan Agar Tidak Terjadi Tindak Pidana Penghinaan Terhadap Lambang Negara Sanksi hukum bagi pelaku tindak pidana penghinaan terhadap Lambang Negara tidaklah ringan, yaitu penjara maksimal 5 (lima) tahun dan denda maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Untuk itu setiap orang yang tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib untuk menjaga perilaku maupun tutur katanya sehingga tidak terjerat masalah hukum. Tidak ada toleransi bagi orang-orang yang “iseng”, baik melalui tutur kata dengan maksud bercanda (kasus Zaskia Gotik) maupun perbuatan misalnya membuat gambar karikatur maupun rekayasa foto. Hal ini penting untuk dicermati mengingat Lambang Negara merupakan sarana pemersatu, identitas dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara. 4. KESIMPULAN Lambang negara merupakan manifestasi kebudayaan yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu setiap perbuatan yang mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak, menodai, menghina atau merendahkan, menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran; membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi atau perusahaan, menaruh huruf, kalimat, angka gambar atau tanda-tanda lain, kepada pelakunya dapat dijatuhi sanksi sebagai berikut : 1. Ancaman pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun. 2. Ancaman pidana kurungan maksimal 3 (tiga) bulan. 3. Ancaman pidana denda maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pengaturan tentang ancaman hukum bagi pelaku tindak pidana penghinaan terhadap lambang negara dapat ditemui dalam 3 (tiga) peraturan perundang-undangan, yaitu : 1. KUHP 258 ISSN 2407-9189
  • 9. The 6th University Research Colloquium 2017 Universitas Muhammadiyah Magelang 2. Undang-undang No.24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa Dan Lambang Tentang Bendera, Bahasa Dan Lambang Negara Serta Lagu Kebangsaan Negara Serta Lagu Kebangsaan. (Lembaran Negara Republik Indoesia 3. Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1958 Tahun 2009 Nomor 109) Tentang Penggunaan Lambang Negara. [9] Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1958 Tentang Penggunaan Lambang Negara REFERENSI (Lembaran Negara Republik Indoesia [1] Kansil , CST dan Christine S.T Kansil, Tahun 158 Nomor 71) 2004, Pokok-Pokok Hukum Pidana [10] www.kbbi.web.id Hukum Pidana Untuk Setiap Orang, PT. [11] http://www.ipapedia.web.id/2014/11/sejar Pradnya Paramita, Jakarta ah-asal-usul-lambang-negara.html, [2] Moeljatno, 1987, Azas-azas Hukum diakses tanggal 26 April 2016. Pidana, PT Bina Akasara, Jakarta [12] https://news.detik.com/berita/3258897/sa [3] Prodjodikoro, Wirjono, 2003, Asas-asas hat-ditahan-karena-ubah-pancasila-jadi- Hukum Pidana Di Indonesia, PT. Refika pancagila-pkb-itu-kritikan, diakses Aditama, Bandung Agustus 2017 [4] Remmelink, Jan, 2003, Hukum Pidana [13] https://putusan.mahkamahagung.go.id/put Komentar Atas Pasal-Pasal Terpentinng usan/f894aff54f36a8f8f8dd33e7a2999ce2 Dari Kitab Undang-undang Hukum , diakses Agustus 2017 Pidana Belanda Dan Padanannya Dalam [14] http://batakgaul.com/news/dua-tahun- Kitab Undang-undang Hukum Pidana setelah-sahat-gurning-menendang- Indonesia, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka garuda-pancasila-48-1.html, diakses Utama Agustus 2017 [5] Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Yayasan [15] http://medan.tribunnews.com/2017/04/21/ Sudarto Fakultas Hukum UNDIP, kasus-pancagila-sahat-gurning-tidak- Semarang terbukti menghina-lambang-negara, [6] Schaffmeister , D., Nico Keijzer, E.P.H. diakses Agustus 2017 Sitorus, 2007, Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung [7] Undang-undang No.1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [8] Undang-undang No.24 Tahun 2009 ISSN 2407-9189 259
  • 10. The 6th University Research Colloquium 2017 Universitas Muhammadiyah Magelang Lampiran Tabel 1. Sanksi Pidana Pelaku Penghinaan Terhadap Lambang Negara NO DASAR HUKUM ISI PASAL 1 Pasal 154a KUHP Barang siapa menodai bendera kebangsaan (Bab V MENGENAI Republik Indonesia dan lambang Negara Republik Kejahatan Terhadap Indonesia, diancam dengan pidana penjara Ketertiban Umum) paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah. 2 Pasal 57 Undang-undang Setiap orang dilarang : No.24 Tahun 2009 a. Mencoret, menulisi, menggambari, atau Tentang Bendera, Bahasa, membuat rusak Lambang Negara dengan Dan Lambang Negara, maksud menodai, menghina atau merendahkan Serta Lagu Kebangsaan kehormatan Lambang Negara; b. Menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran; c. Membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; dan d. MenggunakanLambang Negara utnuk keperluan selain yang diatur dalam Undang- undang ini. 3 Pasal 68 Undang-undang Setiap orang yang mencoret, menulisi, No.24 Tahun 2009 menggambari, atau membuat rusak Lambang Tentang Bendera, Bahasa, Negara dengan maksud menodai, menghina,atau Dan Lambang Negara, merendahkan kehormatan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 4 Pasal 69 Undang-undang Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 No.24 Tahun 2009 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. Tentang Bendera, Bahasa, 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) setiap orang Dan Lambang Negara, yang : Serta Lagu Kebangsaan a. Dengan sengaja menggunakan Lambang Negara yang rusak atau tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran; b. Membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; atau c. Dengan sengaja menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-undang ini. 5 Pasal 15 Peraturan 1) Barangsiapa melanggar ketentuan-ketentuan Pemerintah No.43 Tahun tersebut dalam Pasal 12 dan 13 dihukum dengan 260 ISSN 2407-9189
  • 11. The 6th University Research Colloquium 2017 Universitas Muhammadiyah Magelang 1958 Tentang hukuman kurungan selama-lamanya tiga Penggunaan Lambang bulan atau dengan denda sebanyak- Negara banyaknya lima ratus rupiah. 2) Perbuatan-perbuatan tersebut pada ayat 1 pasal ini dipandang sebagai pelanggaran. Sumber data : diolah dari beberapa peraturan perundang-undangan Tabel 2. Analisis Perkara Nomor. 211/Pid.Sus /2016/PN Blg Tahun 2017 Nama Terdakwa Sahat Safiih Gurning Alamat Jalan Sigura-gura Desa Tangga Batu Satu, Kecamatan Parmaksian, Toba Samosir Jenis Perkara Pidana Khusus Lembaga Peradilan Pengadilan Negeri Balige Majelis Hakim 1. Azhary P. Ginting, S.H (Ketua) 2. Arief Wibowo, S.H., M.H (Anggota) 3. Hans Prayugotama, S.H (Anggota) Perbuatan yang dilakukan • 12 Januari 2014, Sahat mengunggah foto dirinya yang terdakwa sedang menendang lambang negara pada sebuah mural di pinggir Jalan Paritohan, Kecamatan Pintupohan Maranti, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa). • pada dinding akun Facebook-nya, mahasiswa Institut Teknologi Medan (ITM) itu juga menulis status yang tajam mengkritik kondisi negara, sebagai berikut : “PANCASILA itu hanya „LAMBANG Negara Mimpi,”‟ tulis Sahat kala itu. “Yang benar adalah Pancagila: 1. Keuangan Yang Maha Kuasa; 2. Korupsi Yang Adil Dan Merata; 3. Persatuan Mafia Hukum Indonesia; 4. Kekuasaan Yang Dipimpin Oleh Nafsu Kebejatan Dalam Persekongkolan dan Kepurak-Purakan; 5. Kenyamanan Sosial Bagi Seluruh Keluarga Pejabat dan Wakil Rakyat. Semboyan: "BERBEDA- BEDA SAMA RAKUS." Pasal yang didakwakan Pasal 154a KUHP dan Pasal 57 UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan Amar Putusan Bebas Berkekuatan Hukum Ya Tetap Dasar Pertimbangan • Majelis hakim menilai jika Sahat Gurning tidak Hakim terbukti melakukan pelecehan dan penghinaan terhadap burung garuda sebagai lambang negara. • Hakim menilai bahwa gambar yang ditendang terdakwa bukan lambang negara. • Majelis hakim juga menilai jika unsur lambang negara ISSN 2407-9189 261
  • 12. The 6th University Research Colloquium 2017 Universitas Muhammadiyah Magelang dan unsur mensrea (sikap batin jahat/maksud) tidak terpenuhi. Analisis penulis terhadap Pasal yang dituduhkan Jaksa Penuntut Umum tidak Putusan Bebas Terdakwa terbukti unsur-unsurnya : Sahat Safiih Gurning Pasal 154a KUHP : • Unsur “Barang siapa” : terbukti, karena terdakwa adalah orang/manusia (WNI, dibuktikan dengan adanya KTP) yang mampu bertanggung jawab dikarenakan sehat akal dan pikirannya. • Unsur “menodai” : tidak terbukti, karena tidak ada niat jahat (mens rea) pada saat akan melakukan perbuatan yang didakwakan, niat terdakwa adalah memprotes proses penegakan hukum (korupsi) yang dirasa tidak adil. Pasal 57 UU Nomor 24 Tahun 2009 :  Unsur “Mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak” : tidak terbukti, karena perbuatan terdakwa adalah menendang lukisan Burung Garuda di dinding tembok  Unsur “dengan maksud menodai, menghina atau merendahkan kehormatan Lambang Negara” : tidak terbukti, karena tidak ada niat jahat (mens rea) pada saat akan melakukan perbuatan yang didakwakan, niat terdakwa adalah memprotes proses penegakan hukum (korupsi) yang dirasa tidak adil. Sumber data : diolah dari berbagai sumber 262 ISSN 2407-9189