Makalah ini membahas tentang Pendekatan dalam Penilaian yang terdiri dari dua pendekatan yaitu Pendekatan Acuan Norma dan Pendekatan Acuan Patokan. Pendekatan Acuan Norma adalah penilaian yang membandingkan skor siswa dengan norma kelompok sedangkan Pendekatan Acuan Patokan membandingkan skor siswa dengan kriteria pencapaian yang telah ditetapkan sebelumnya. Makalah ini juga menjelaskan perbedaan dan keunggulan masing-m
PENGENDALIAN MUTU prodi Blitar penting untuk dimiliki oleh masyarakat .pptx
PAN vs PAP
1. i
MAKALAH
PENDEKATAN DALAM PENILAIAN
STELLA PATTIASINA
2017 – 43 – 039
PROGRAM STUDI PENDIDIDKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIDKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
2019
2. ii
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kepa Tuhan Yang Maha Kuasa , karena atas
kasih, berkat rahmat serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun sebagai pelengkap tugas untuk mata kuliah. Dengan
judul makalah ini adalah PENDEKATAN DALAM PENILAIAN
Penulis sangat mengharapkan Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca .
Namun, penulis menyadari sungguh bahwa makalah ini sangat memiliki banyak
kekurangan maka dari itu untuk dapat membantu penulis dalam perbaikan
makalah – makalah berikutnya maka penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca yang bersifat membangaun kearah yang lebih baik
Ambon, 29 September 2019
3. iii
DAFTAR ISI
JUDUL……………………………………………………………………...……...i
KATA PENGANTAR……………………………………………………...……..ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...iii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………..…..1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………..….…1
1.2 Rumusan masalah…………………………………………………………...…2
1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………..…………..2
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………..…...3
2.1 Pendekatan Acuan Norma dan Acuan Patokan………………………………3
2.2 Persamaan dan Perbedaan Pengukuran Acuan Normatif (PAN) dan Acuan
Patokan (PAP)……………………………………………………………...…8
2.3 Penggunaan Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan
(PAP)…………………………………………………………………………10
2.4 Kelebihan dan Kekurangan Penilaian Acuan Patokan (PAP) dan Acuan
Norma (PAN)………………………………………………………………..12
2.5 Acuan Konversi Nilai……………………………………………………….13
BAB III PENUTUP………………………………………………………………23
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………….23
3.2 Saran………………………………………………………………………….24
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………25
5. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam setiap kegiatan belajar-mengajar selalu dilakukan penilaian. Hasil
penilaian disajikan dalam bentuk nilai angka atau huruf. Dalam hal ini, ada
lembaga pendidikan yang menggunakan nilai angka dengan skala 0 sampai 100,
dan ada pula yang menggunakan nilai angka itu dengan skala 0 sampai. Di
perguruan tinggi umumnya digunakan nilai huruf, yaitu A, B, C, D, dan F atau
TL. Jika nilai-nilai huruf itu akan digunakan untuk menentukan indeks prestasi
mahasiswa pada akhir semester atau pada akhir suatu program pendidikan, nilai-
nilai huruf itu ditransfer ke dalam nilai angka dengan bobot masing-masing
sebagai berikut: A=4, B=3, C=2, D=1, dan F (atau TL)=0.
Nilai angka ataupun nilai huruf itu umumnya merupakan hasil tes atau ujian
yang diberikan oleh guru atau dosen kepada para siswa atau mahasiswanya setelah
mereka mengikuti pelajaran selama jangka waktu tertentu. Nilai-nilai tersebut
dimasukkan ke dalam buku laporan pendidikan (buku rapor), surat tanda tamat
belajar (STTB), ijazah, atau daftar nilai lainnya.
Pengolahan nilai-nilai menjadi nilai akhir seorang siswa dapat dilakukan
dengan mengacu kepada kriteria atau patokan tertentu. Dalam hal ini dikenal
adanya dua patokan yang umum dipakai dalam penilaian itu, yaitu “penilaian
acuan patokan” (criterion-referenced evaluation) dan “penilaian acuan norma”
(norm-referenced evaluation).
Evaluasi pembelajaran siswa adalah salah satu kegiatan yang merupakan
kewajiban bagi setiap guru. mengapa. Karena hendaknya ia harus dapat
memberikan informasi kepada lembaga atau kepada siswa itu sendiri. Oleh karena
itu, seorang guru hendaknya memahami teknik pemberian skor, bahkan langkah-
langkah sebelum membuat tes pertanyaan.
6. 2
Banyak beberapa pendapat ahli yang mengatakan bahwa penilaian berbeda
dengan penskoran. Dalam makalah ini, dijelaskan dengan jelas perbedaan yang
sangat mendasar dalam melakukan evaluasi terhadap hasil tes peserta didik.
Karena sering kali terjadi kekeliruan pendapat tentang fungsi penilaian
pencapaian belajar siswa. Banyak lembaga pendidikan atau pengajar –secara tidak
sadar atau sadar yang menganggap fungsi penilaian itu semata-mata sebagai
mekanisme untuk menyeleksi siswa atau mahasiswa dalam kenaikan kelas,
kenaikan tingkat, dan sebagai alat seleksi kelulusan pada akhir tingkat program.
Terdapat macam-macam teknik dan alat penilaian dalam pembelajaran
khususnya di pendidikan Indonesia, teknik dan alat penilaian hendaknya
disesuaikan dengan tujuan dan sasaran penilaian, situasi dan kondisi lingkungan
siswa, serta kompetensi dasar yang harus dikuasai seperti yang tercantum dalam
kurikulum.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa itu Pendekatan Acuan Norma dan Acuan Patokan
1.2.2 Apa itu Acuan Konversi Nilai
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahuai apa itu Pendekatan Acuan Norma dan Acuan Patokan
1.3.2 Untuk mengetahui apa itu Acuan Konversi Nilai
7. 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pendekatan Acuan Norma dan Acuan Patokan
2.1.1. pendekatan Acuan Norma
Penilaian Acuan Norma (PAN) adalah penilaian yang dilakukan dengan
mengacu pada norma kelompok atau nilai-nilai yang diperoleh siswa
dibandingkan dengan nilai-nilai siswa lain dalam kelompok tersebut. Dengan kata
lain PAN merupakan sistem penilaian yang didasarkan pada nilai sekelompok
siswa dalam satu proses pembelajaran sesuai dengan tingkat penguasaan pada
kelompok tersebut. Artinya pemberian nilai mengacu pada perolehan skor pada
kelompok itu.
Dalam hal ini “norma” berarti kapasistas atau prestasi kelompok, sedangkan
“kelompok” adalah semua siswa yang mengikuti tes tersebut dapat kelompok
siswa dalam satu kelas, sekolah, rayon, propinsi, dan lain-lain. Pan juga dapat
dikatakan penilaian “apa adanya” dengan pengertian bahwa acuan
pembandingnya semata-mata diambil dari kenyataan yang diperoleh (rata-rata dan
simpangan baku) pada saat penilaian dilakukan dan tidak dikaitkan dengan hasil
pengukuran lain.
PAN adalah membandingkan skor yang diperoleh peserta didik dengan
standar atau norma relatif. Dalam PAN, makna angka (skor) seorang peserta didik
ditemukan dengan cara membandingkan hasil belajarnya dengan hasil belajar
peserta didik lainnya dalam satu kelompok/kelas. Peserta didik dikelompokkan
berdasarkan jenjang hasil belajar sehingga dapat diketahui kedudukan relatif
seorang peserta didik dibandingkan dengan teman sekelasnya. Tujuan PAN adalah
untuk membedakan peserta didik atas kelompok-kelompok tingkat kemampuan,
mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi. Secara ideal, pendistribusian
tingkat kemampuan dalam satu kelompok menggambarkan suatu kurva normal.
8. 4
Pada umumnya, PAN dipergunakan untuk seleksi. Soal tes dalam pendekatan
ini dikembangkan dari bagian bahan yang dianggap oleh guru urgen sebagai
sampel dari bahan yang telah disampaikan. Guru berwenang untuk menentukan
bagian mana yang lebih urgen. Untuk itu, guru harus dapat membatasi jumlah soal
yang diperlukan, karena tidak semua materi yang disampaikan kepada peserta
didik dapat dimunculkan soal-soalnya secara lengkap. Soal-soal harus dibuat
dengan tingkat kesukaran yang bervariasi, mulai dari yang mudah sampai dengan
yang sukar sehingga memberikan kemungkinan jawaban peserta didik bervariasi,
soal dapat menyebar, dan dapat membandingkan peserta didik yang satu dengan
lainnya.
Peringkat dan klasifikasi anak yang didasarkan PAN lebih banyak mendorong
kompetisi daripada membangun semangat kerja sama. Lagi pula tidak menolong
sebagian besar peserta didik yang mengalami kegagalan. Dengan kata lain,
keberhasilan peserta didik hanya ditentukan oleh kelompoknya. PAN biasanya
digunakan pada akhir unit pembelajaran untuk menentukan tingkat hasil belajar
peserta didik. Pedoman konversi yang digunakan dalam pendekatan PAN sama
dengan pendekatan PAP. Perbedaannya hanya terletak dalam menghitung rata-rata
dan simpangan baku. Dalam pendekatan PAN, rata-rata dan simpangan baku
dihitung dengan rumus statistik sesuai dengan skor mentah yang diperoleh peserta
didik.
Penilaian dikatakan menggunakan pendekatan PAN apabila nilai-nilai yang
diperoleh siswa diperbandingkan dengan nilai-nilai siswa lain yang termasuk
dalam kelompok itu. Yang dimaksud dengan norma dalam hal ini adalah kapasitas
atau prestasi kelompok, sedangkan yang dimaksud kelompok adalah semua siswa
yang mengikuti tes tersebut. Selain itu, nilai dari hasil PAN tidak mencerminkan
tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang
diteskan, tetapi hanya menunjukkan kedudukan siswa di dalam peringkat
kelompoknya.
Sebagai contoh, pada pelajaran bahasa Indonesia, siswa yang mendapat skor
80 di kelas B akan mendapat nilai A, sedangkan di kelas C siswa yang mendapat
skor 65 akan mendapat nilai A juga. Mengapa bisa demikian? karena nilai yang
9. 5
didapat siswa hanya dihubungkan dengan norma kelompoknya. Pada kelas C,
norma kelompoknya rendah, maka skor 65 saja sudah mendapat nilai A, dan pada
kelas B 88 norma kelompoknya tinggi, maka skor 80 baru bisa mendapat nilai A,
sehingga skor 65 bisa bernilai
Berikut ini beberapa ciri dari Penilaian Acuan Normatif :
1) Penilaian Acuan Normatif digunakan untuk menentukan status setiap
peserta didik terhadap kemampuan peserta didik lainnya. Artinya,
Penilaian Acuan Normatif digunakan apabila kita ingin mengetahui
kemampuan peserta didik di dalam komunitasnya seperti di kelas,
sekolah, dan lain sebagainya.
2) Penilaian Acuan Normatif menggunakan kriteria yang bersifat
“relative”. Artinya, selalu berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi
dan atau kebutuhan pada waktu tersebut.
3) Nilai hasil dari Penilaian Acuan Normatif tidak mencerminkan tingkat
kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang
diteskan, tetapi hanya menunjuk kedudukan peserta didik
(peringkatnya) dalam komunitasnya (kelompoknya).
4) Penilaian Acuan Normatif memiliki kecendrungan untuk
menggunakan rentangan tingkat penguasaan seseorang terhadap
kelompoknya, mulai dari yang sangat istimewa sampai dengan yang
mengalami kesulitan yang serius.
5) Penilaian Acuan Normatif memberikan skor yang menggambarkan
penguasaan kelompok.
Selain itu PAN juga mempunyai Keunggulan diantaranya seperti tersaji di
bawah ini:
1) Hasil PAN dapat membuat guru bersikap positif dalam memperlakukan siswa
sebagai individu yang unik.
2) Hasil PAN akan merupakan informasi yang baik tentang kedudukan siswa
dalam kelompoknya.
3) PAN dapat digunakan untuk menyeleksi calon siswa yang dites secara ketat.
10. 6
Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat di tarik kesimpulan bahawa
penilaian acuan norma merupakan penilaian yang membandingkan skor yang
diperoleh peserta didik dengan standar atau norma relatif. Artinya, selalu berubah-
ubah disesuaikan dengan kondisi atau kebutuhan pada waktu tertentu. Penilaian
ini biasanya digunakan apabila kita ingin mengetahui kemampuan peserta didik di
dalam komunitasnya seperti di kelas, sekolah, dan lain sebagainya.
2.1.2 Pendekatan Acuan Patokan
Penilaian Acuan Patokan (PAP) adalah model pendekatan penilaian yang
mengacu kepada suatu kriteria pencapaian tujuan (TKP) yang telah ditetapkan
sebelumnya. PAP merupakan suatu cara menentukan kelulusan siswa dengan
menggunakan sejumlah patokan. Bilamana siswa telah memenuhi patokan
tersebut maka dinyatakan berhasil. Tetapi bila siswa belum memenuhi patokan
maka dikatakan gagal atau belum menguasai bahan pembelajaran tersebut. Nilai-
nilai yang diperoleh siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan
siswa tentang materi pembelajaran sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Siswa yang telah melampaui atau sama dengan kriteria atau patokan
keberhasilan dinyatakan lulus atau memenuhi persyaratan. Guru tidak melakukan
penilaian apa adanya melainkan berdasarkan kriteria keberhasilan yang telah
ditetapkan sejak pembelajaran dimulai. Guru yang menggunakan model
pendekatan PAP ini dituntut untuk selalu mengarahkan, membantu dan
membimbing siswa kearah penguasaan minimal sejak pembelajaran dimulai,
sedang berlangsung dan sampai berakhirnya pembelajaran.Kompetensi yang
dirumuskan dalam TKP merupakan arah, petunjuk, dan pusat kegiatan dalam
pembelajaran. Penggunaan tes formatif dalam penilaian ini sangat mendukung
untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa. Pelaksanaan PAP tidak memerlukan
perhitungan statistik melainkan hanya tingkat penguasaan kompetensi minimal.
Penelitian Acuan Patokan merupakan penilaian yang membandingkan skor
yang diperoleh peserta didik dengan suatu standar atau norma Absolut.
Pendekatan ini lebih menitikberatkan pada apa yang dapat dilakukan oleh peserta
didik. Dengan kata lain, kemampuan-kemampuan apa yang telah dicapai oleh
11. 7
peserta didik sesudah menyelesaikan satu bagian kecil dari suatu keseluruhan
program. Jadi, PAP meneliti apa yang dapat dikerjakan oleh peserta didik dan
bukan membandingkan seorang peserta didik dengan teman sekelasnya,
melainkan dengan suatu kriteria atau patokan yang spesifik. Kriteria yang
dimaksud adalah suatu tingkat pengalaman belajar atau sejumlah kompetensi
dasar yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum kegiatan belajar berlangsung.
Biasanya keberhasilan siswa ditentukan anak didik ditentukan kriterianya yakni
berkisar antara 75-80 persen.
Misalnya setiap anak didik diberi pertanyaan sejumlah 50 pertanyaan. Setiap
pertanyaan yang benar diberi skor satu sehinggan maksimal skor yang dicapai
adalah 50. Kriteria keberhasilan 80 persen artinya, harus mencapai skor 40 agar
siswa bisa lulus, apabila siswa mendapat skor dibawah 40 maka ia dikatakan
tidak lulus. Sistem penilaian ini mengacu pada konsep belajar tuntas atau mastery
learning. Makin tinggi kriteria yang digunakan oleh seorang pendidik atau sekolah
tersebut, makin tinggi pula kualitas belajarnya anak didik tersebut.
Tujuan PAP adalah untuk mengukur secara pasti tujuan atau kompetensi yang
ditetapkan sebagai kriteria keberhasilannya. PAP sangat bermanfaat dalam upaya
meningkatkan kualitas hasil belajar sebab peserta didik diusahakan untuk
mencapai standar yang telah ditentukan, dan hasil belajar peserta didik dapat
diketahui derajat pencapaiannya. Untuk menentukan batas lulus (passing grade)
dengan pendekatan ini, setiap skor peserta didik dibandingkan dengan skor ideal
yang mungkin dicapai oleh peserta didik.
Penggunaan PAP pada umumnya digunakan untuk menguji tingkat pe-
nguasaan bahan pelajaran.Pengujian tingkat penguasaan bahan biasanya
dilaksanakan pada pengajaran yang berori-entasi pada tujuan dan strategi belajar
tuntas. Oleh karena itu nilai seorang siswa yang ditafsirkan dengan standar
mutlak, sekaligus menunjukkan tingkat penguasaan riilnya terhadap bahan
pelajaran dan juga merupakan standar pen-capaian indicator sesuai dengan standar
ketuntasan belajar. Agar nilai yang diperoleh siswa dapat berfungsi seperti yang
diharapkan, yaitu mencerminkan tingkat penguasaan siswa, maka alat tes yang
dipergunakan harus dapat diper-tanggungjawabkan, baik dari segi kelayakan,
12. 8
kesahihan, maupun keterpercayaannya. Butir-butir tes yang disusun harus sesuai
dengan tujuan dan deskripsi bahan pelajaran yang diberikan.
Mengapa PAP di pakai sebagai yang lebih tepat digunakan untuk menentukan
nilai akhir, sekurang-kurangnya ada tiga alasan, yaitu:
1) Dengan PAP itu dapat diketahui hasil belajar yang sebenarnya, oleh
karena normanya adalah norma ideal.
2) Dengan PAP itu tidak diperlukan perhitungan-perhitungan statistik,
sehingga memudahkan pengajar (guru-guru) yang tidak menguasai
metode statistik.
3) Dengan PAP hanya ada satu makna bagi satu nilai yang sama, oleh
karena normanya tidak bersifat nisbi.
Selain itu PAP juga mempunyai beberapa Kelebihan yaitu:
1) Hasil PAP merupakan umpan balik yang dapat diguna-kan guru
sebagai introspeksi tentang program pembela-jaran yang telah
dilaksanakan.
2) Hasil PAP dapat membantu guru dalam pengambilan keputusan
tentang perlu atau tidaknya penyajian ulang topik/materi tertentu.
3) Hasil PAP dapat pula membantu guru merancang pelak-sanaan
program remidi.
Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat di tarik kesimpulan bahawa
penilaian acuan patokan merupakan penilaian yang membandingkan skor yang
diperoleh peserta didik dengan suatu standar atau norma Absolut. patokan yang
dimaksud adalah patokan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum kegiatan
belajar berlangsung.
2.2. Persamaan dan Perbedaan Pengukuran Acuan Normatif dan Acuan
Patokan
Pengukuran acuan normatif dan acuan patokan mempunyai beberapa
persamaan sebagai berikut:
1) Kedua pengukuran acuan normatif dan acuan patokan memerlukan
adanya tujuan evaluasi spesifik sebagai menentukan fokus item yang
13. 9
diperlukan. Tujuan tersebut termasuk tujuan instruksional umum dan
tujuan instruksional khusus.
2) Kedua pengukuran memerlukan sampel yang relavan, digunakan
sebagai subjek yang hendak dijadikan sasaran evaluasi. Sampel yang
diukur merepresentasikan populasi siswa yang hendak menjadi target
akhir pengambilan keputusan.
3) Untuk mendapatkan informasi yang diinginkan tentang siswa, kedua
pengukuran sama-sama memerlukan item-item yang disusun dalam
suatu tes dengan menggunakan aturan dasar penulisan instrumen.
4) Kedua pengukuran memerlukan persyaratan pokok, yaitu validitas dan
reliabilitas. Validitas yaitu apakah item yang disusun mengukur apa
yang hendak dukur, sedangkan reliabilitas yiatu apakah item tes
memiliki hasil konsistensi. Suatu item tes dikatakan memiliki
reliabilitas, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsistensi
dalam mengukur apa yang hendak diukur.
5) Kedua pengukuran tersebut sama manfaatnya, yaitu alat pengumpul
data siswa yang dievaluasi.
Di samping persamaan karakteristik antara pengukuran acuan normatif dan
acuan patokan tersebut, kedua pengukuran tersebut pun memiliki beberapa
perbedaan seperti berikut.
a. Pengukuran acuan normatif di antaranya sebagai berikut.
1) Merupakan tes yang mencakup domain tugas pembelajaran dengan
item pengukuran yang spesifik.
2) Menekankan pembedaan antara individual siswa satu dengan siswa
lain dalam kelompok/kelas.
3) Item-item yang memiliki tingkat kesulitan tinggi dan cenderung
menghilangkan item yang memiliki tingkat kesulitan rendah.
4) Lebih banyak digunakan, khususnya pada kelas yang memiliki
kelompok-kelompok dengan pembedaan antara siswa pandai, di
atas rerata, di bawah rerata, dan bodoh.
14. 10
5) Interpretasi evaluasi memerlukan adanya pengelompokan atas
kelompok-kelompok tertentu secara jelas.
b. Pengukuran dengan acuan patokan di antaranya sebagai berikut.
1) Merupakan tipe pengukuran yang berfokus pada penentuan domain
tugas belajar dengan tingkat kesulitan sejumlah item sesuai dengan
tugas pembelajaran.
2) Menekankan penggambaran tugas apa yang telah dipelajari oleh
para siswa.
3) Item kesulitan sesuai dengan tugas pembelajaran, tanpa
menghilangkan item atau soal yang memiliki tingkat kesulitan
rendah.
4) Lebih banyak digunakan, khususnya untuk kelas dengan tugas
pembelajaran dengan konsep atau penguasaan materi belajar
(mastery learning).
5) Interpretasi memerlukan grup tertentu dengan memenuhi kriteria
tertentu atau domain pencapaian belajar.
2.3. Penggunaan Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan
Patokan (PAP)
Dengan menggunakan norm reference evaluation atau Penilaian Acuan
Norma (PAN), dapat dilihat kedudukan seseorang siswa dibandingkan dengan
kawan-kawannya sekelompok. Hal ini berarti bahwa tolak ukur atau standar
bersifat relatif, dalam artian akan tergantung kepada kemampuan kelompok yang
bersangkutan. Misalnya seorang siswa memperoleh skor mentah 50 dari 100 butir
soal mungkin akan dapat memperoleh nilai 9 (sembilan) dalam skala 1-10, bila
kawan-kawan sekelompoknya memperoleh skor yang jauh di bawah skornya.
Sebaliknya seorang siswa dari sekolah atau kelas lain dengan tes yang sama,
memperoleh skor mentah 70, mungkin hanya memperoleh nilai 5 dalam skala 1-
10, jika rata-rata kelompoknya jauh berada di atas skor yang diperolehnya.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa Penilaian Acuan Norma (PAN) kurang
dapat menggambarkan tingkat penguasaan siswa terhadap materi ajar yang sudah
15. 11
diberikan, kurang dapat menggambarkan sejauh mana para siswa telah mencapai
sasaran belajar yang diharapkan.
Di dalam pendekatan Penilaian Acuan Patokan (PAP) atau Criterion
Reference Evaluation, kriteria atau standarnya bersifat mutlak, dalam arti tidak
akan dipengaruhi oleh kemampuan kelompok. Dengan demikian nilai yang
diberikan berdasarkan pendekatan ini lebih menggambarkan tingkat pencapaian
siswa terhadap sasaran belajar, atau tujuan pengajaran yang telah ditetapkan.
Pendekatan yang merupakan kombinasi dari kedua pendekatan di atas
merupakan usaha untuk mempertahankan hal-hal yang positif, dan menekan hal-
hal yang kurang baik dari kedua pendekatan tersebut. Akhirnya dapat
dikemukakan bahwa pengajar perlu memahami, bilamana dan untuk apa suatu
pendekatan itu digunakan. Misalnya apabila pengajar harus menetapkan peringkat
hasil belajar di dalam kelompok, maka sebagusnya digunakan PAN. Namun
apabila pengajar berkehendak untuk menetapkan nilai akhir (skor akhir)
sebagusnya menggunakan PAP.
Mengapa PAP dipakai sebagai yang lebih tepat digunakan untuk menentukan
nilai akhir, sekurang-kurangnya ada tiga alasan, yaitu:
1) Dengan PAP itu dapat diketahui hasil belajar yang sebenarnya, oleh karena
normanya adalah norma ideal.
2) Dengan PAP itu tidak diperlukan perhitungan-perhitungan statistik,
sehingga memudahkan pengajar (guru-guru) yang tidak menguasai
metode-metode statistik.
3) Dengan PAP hanya ada satu makna bagi satu nilai yang sama, oleh karena
normanya tidak bersifat nisbi.
Apabila berdasarkan acuan patokan dapat digunakan apabila dasar pemikiran
yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan adalah asumsi pedagogik.
Asumsi ini didasarkan atas pertimbangan bahwa keragaman kemampuan peserta
didik hendaknya dapat dikurangi, hal ini berarti seorang pendidik harus dapat
memacu peserta didik yang berprestasi dan membantu yang lemah. Peserta didik
memiliki motivasi yang kuat untuk belajar, sehingga ada perbedaan kemampuan
antara sebelum dan sesudah belajar. Pendidik dalam mengembangkan psoses
16. 12
belajar-mengajar menyajikan materi dan metode yang sesuai dengan kemampuan
peserta didik.
Tes dapat dikembangkan dengan menggunakan acuan norma dan kriteria
karena keduanya memiliki karakteristik tersendiri dan memberikan informasi
yang bermanfaat. Acuan norma memberikan informasi penting tentang bagaimana
kedudukan seorang peserta tes dalam kelompoknya, sedangkan acuan kriteria
memberikan informasi penting tentang bagaimana seorang peserta tes menguasai
pengetahuan atau materi tertentu. Sementara itu, acuan norma dapat diaplikasikan
pada jenis tes yang memiliki jangkauan materi lebih luas dibandingkan dengan
acuan kriteria. Semua tes standar didesain untuk menilai siswa di bawah kondisi
yang benar-benar terkontrol. Ini berarti bahwa semua siswa yang mengikuti tes itu
akan mengalami kondisi penulisan tes yang persis sama.
2.4. Kelebihan dan Kekurangan Penilaian Acuan Patokan (PAP) dan
Penilaian Penilaian Acuan Norma (PAN)
Ada beberapa keunggulan yang dimiliki PAN, diantaranya seperti tersaji di
bawah ini:
a. Kebiasaan penggunaan penilaian berdasarkan referensi norma atau
kelompok di pendidikan tinggi;
b. Bermanfaat untuk membandingkan siswa/mahasiswa lintas mata
pelajaran/kuliah dan memberikan hadiah.
c. Mendukung ide tradisional kekukuhan akademis dan menggunakan
standar.
Kekurangan Penilaian Acuan Norma (PAN)
a. Sedikit menyebutkan tujuan pembelajaran atau kompetensi
siswa/mahasiswa apa yang mereka ketahui atau dapat mereka
lakukan.
b. Tidak dapat diandalkan: siswa/mahasiswa yang gagal sekarang
mungkin dapat lulus pada tahun berikutnya;
c. Kurang transparan, karena hasil penilaian akhir tidak diketahui para
siswa/mahasiswa.
17. 13
Kelebihan Penilaian Acuan Patokan (PAP)
a. Penilaian lebih dapat diandalkan, karena menggunakan standar dan
kriteria minimal;
b. Lebih banyak partisipasi dan motivasi siswa/mahasiswa serta fokus
pada pembelajaran;
c. Cocok digunakan untuk mendiagnosa kemampuan seseorang dalam
proses pembelajaran.
Kekurangan Penilaian Acuan Patokan (PAP)
a. Relatif agak rumit, karena perlu waktu untuk menyetujui sebuah
kriteria dan standar;
b. Lebih menekankan hasil daripada proses;
c. Tidak mudah bagi akademisi untuk mengubah kebiasaan dari
menilai berdasarkan referensi norma menjadi referensi kriteria.
Walaupun benar bahwa dari kedua model penilaian, guru dapat menggunakan
acuan yang berbeda, dan dengan sifat-sifat yang berbeda, penilaian atas dasar
acuan normatif lebih mudah dikomunikasikan dengan para stakeholder yang
relavan termasuk pimpinan sekolah, siswa, orangtua dan masyarakat pengguna.
Kemudian bagaimana untuk kondisi tertentu misalnya pemilihan suatu jabatan di
lembaga pendidikan seperti jabatan kepala sekolah, kepala pendidikan wilayah
kabupaten atau wilayah provinsi, posisi atau jabatan yang jumlah sangat terbatas,
atau lebih sedikit dibanding orang-orang yang menginginkannya, maka penilaian
acuan patokan atau kriteria memiliki hasil yang lebih tepat untuk digunakannya,
guna memilih dan menempatkan orang yang betul-betul mampu pada jabatan
pilihan tersebut.
2.5. Acuan Konversi Nilai
Konversi adalah adalah kegiatan mengubah atau mengolah skor mentah
menjadi huruf. Jika tidak ada kegiatan konversi ini, maka nilai tidak bisa
dinterpretasikan. Konversi nilai dapat dilakukan dengan menggunakan Mean dan
SD atau dikenal juga dengan batas lulus Mean (Mean = SD). Cara yang kedua
adalah dengan Mean Ideal dan SD Ideal atau Remmers.
18. 14
Untuk cara pertama, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencari
nilai Mean dan SD, kemudian menentukan besarnya SUD (Skala Unit Deviasi),
dan langkah terakhir adalah menentukan batas atas dan batas bawah
Teknik Pengolahan Nilai
Dari pelaksanaan penilaian (melalui pengukuran atau tidak) dapat
dikumpulkan sejumlah data atau informasi yang dibutuhkan dalam evaluasi hasil
belajar. Data yang terkumpul dari penilaian dengan teknik tes akan berupa data
kuantitatif, sedangkan teknik non tes akan menjaring data kualitatif maupun
kuantitatif sekaligus. Data yang terkumpul baik melalui teknik tes maupun teknik
non tes merupakan data mentah yang memerlukan pengolahan lebih lanjut.
Kegiatan mengolah data yang berhasil dikumpulkan melalui kegiatan penilaian
inilah yang disebut kegiatan pengolahan hasil penilaian.
Prosedur pelaksanaan pengolahan hasil penilaian adalah sebagai berikut
Menskor, yakni memberikan skor pada hasil penilaian yang dapat dicapai
oleh responden (peserta didik). Untuk menskor atau memberikan angka
diperlukan 3 (tiga) macam alat bantu, yakni kunci jawaban, kunci skoring dan
pedoman pengangkaan. Tiga macam alat bantu penskoran atau pengangkaan
berbeda-beda cara penggunaannya untuk setiap butir soal yang ada dalam alat
penilai.
Mengubah skor mentah menjadi skor standar, yakni kegiatan evaluator
menghitung untuk mengubah skor yang diperoleh peserta didik yang mengerjakan
alat penilaian disesuaikan dengan norma yang dipakai.
Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai, yakni kegiatan akhir dari
pengolahan hasil penilaian yang berupa pengubah skor ke nilai, baik berupa huruf
atau angka. Hasil pengolahan hasil penilaian ini akan digunakan dalam kegiatan
penafsiran hasil penilaian. Untuk memudahkan penafsiran hasil penilaian, maka
hasil akhir pengolahan hasil penilaian dapat diadministrasikan dengan baik.
Untuk menafsirkan data, dapat digunakan dua jenis penafsiran data, yaitu
penafsiran kelompok dan penafsiran individual. Penafsiran kelompok adalah
penafsiran yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik kelompok berdasarkan
19. 15
data hasil evaluasi, seperti prestasi kelompok, rata-rata kelompok, sikap kelompok
terhadap guru dan materi pelajaran yang diberikan, dan distribusi nilai kelompok.
Tujuan utamanya adalah sebagai persiapan untuk melakukan penafsiran
kelompok, untuk mengetahui sifat-sifat tertentu pada suatu kelompok, dan untuk
mengadakan perbandingan antar kelompok. Penafsiran individual adalah
penafsiran yang hanya tertuju pada individu saja. Misalnya, dalam kegiatan
bimbingan dan penyuluhan atau dalam situasi klinis lainnya. Tujuan utamnya
adalah untuk melihat tingkat kesiapan peserta didik (readiness), pertumbuhan
fisik, kemajuan belajar, dan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.
Sebelum melakukan tes, guru harus menyusun pedoman pemberian skor,
bahkan sebaiknya guru sudah berpikir tentang strategi pemeberian skor sejak
merumuskan kalimat pada setiap butir soal. Pedoman penskoran sangat penting
disiapkan terutama bentuk soal esai. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisai
subjektivitas penilai. Begitu juga ketika melakukan tes domain afektif dan
psikomotor peserta didik, karena harus ditentukan ukuran-ukuran sikap dan
pilihan tindakan dari peserta didik dalam menguasai kompetensi yang telah
ditetapkan. Rumus penskoran yang digunakan bergantung pada bentuk soalnya,
sedangkan bobot (weight) bergantung pada tingkat kesukaran soal (difficulty
index), misalnya sukar, sedang, dan mudah.
Teknik pengolahan dan pengubahan (konversi) skor hasil tes belajar menjadi
nilai
Bagaimana cara mengolah dan mengubah skor mentah menjadi skor standar
pengolahan dan pengubahan skor mentah hasil tes hasil belajar menjadi nilai
standar
Ada dua hal penting yang perlu dipahami terlebih dahulu dalam pengolahan
dan pengubahan skor mentah menjadi skor standar atau nilai
1) Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai dengan
mengacu atau berdasarkan pada kriterium (patokan). Cara pertama ini
sering dikenal dengan istilah criterion referenced yang dalam dunia
pendidikan di Indonesia sering dikenal dengan istilah penilaian ber-
Acuan patokan ( PAP).
20. 16
2) Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai dilakukan
dengan mengacu pada norma atau kelompok. Cara kedua ini sering
dikenal dengan istilah norm referenced evaluation, yang dalam dunia
pendidikan sering dikenal dengan istilah Penilaian ber-Acuan Norma
(PAN), atau penilaian ber-Acuan Kelompok (PAK).
. Bahwa pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu dapat
menggunakan berbagai macam skala, seperti skala lima (stanfive), yaitu
nilaistandar berskala lima atau yang sering dikenal dengan istilah nilai huruf A,B,
C,D, dan F,skala sembilan (stanine), yaitu nilai standar berskala sembilan diman
rentangan nilainya mulai dari 1 sampai dengan 9 ( tidak ada nilai nol dan tidak ada
nilai 10), skala sebelas (stanel=standard eleven=eleven points scale, yaitu
rentangan nilai mulai dari 0 sampai dengan 10), z score ( nilai standar z) dan T
score ( nilai standar T).
Dalam dunia pendidikan di Indonesia ,nilai standar yang dipergunakan pada
lembaga pendidikan tingkat dasar dan tingkat menengah adalah nilai standar
berskala sebelas (stanel), sedangkan pada lembaga pendidikan tinggi pada
umumnya digunakan nilai standar berskala lima (stanfive) atau nilai huruf.
A. Konversi Nilai dalam Bentuk Norma Relatif
Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai standar dengan
mendasarkan pada norma atau kelompok sering di kenal dengan istilah PAN(
Penilaian beracuan norma )atau PAK (Penilaian Beracuan Kelompok)
Penilaian beracuan kelompok ini berdasarkan pada asumsi sebagai berikut :
“ Bahwa pada setiap populasi peserta didik yang sifatnya heterogen ( berbeda
jenis kelamin, latar belakang, lingkungan social , I.Q.nya, dan sebagainya) , akan
selalu didapati kelompok baik,kelompok sedang dan kelompok kurang yang
distribusinya membentuk kurva normal”
Asumsi ini mengandung makna bahwa pada setiap kegiatan pengukuran dan
penilaian hasil belajar peserta didik , sebagian besar dari peserta didik tersebut
nilai-nilai hasil belajarnya terkonsentrasi atau memusat di sekitar nilai
pertengahan ( nilai rata-rata) dan, hanya sebagian kecil saja yang nilainya sangat
tinggi atau sangat rendah
21. 17
Penilaian beracuan norma ini sering dikenal dengan istilah penentuan nilai
secara relative , dikatakan demikian ,sebab dalam penentuan nilai hasil tes , skor
mentah hasil tes yang dicapai oleh seorang peserta tes diperbandingkan dengan
skor mentah hasil tes dicapai oleh peserta tes yang lain ,sehingga kualitas yang
dimiliki oleh peserta tes akan sangat tergantung kepada atau sangat di tentukan
oleh kualitas kelompoknya,kedudukan testee sebenarnya dalam penentuan norma
bersifat relative.
Istilah lain untuk penentuan nilai beracuan kelompok adalah:
v Penentuan nilai secara actual
Dikatakan demikian sebab penentuan nilai itu di dasarkan kepada distribusi
skor yang secara actual ( kenyataan) di capai oleh testee dalam suatu hasil
belajar,yang di jadikan patokan dalam penentuan nilai adalah prestasi kelompok
atau prestasiyang dicapai kelompok secara totalitas dan bukan prestasi individual
v Penentuan secara empiric
Dikatakan penentuan nilai secara empiric karena dilakukan dengan
memperhatikan, atau mempertimbangkan hasi tes secara empiric yaitu skor –skor
hasil tes sebagaimana yang dapat di lihat ,diamati,atau di saksikan dalam praktek
di lapangan,setelah tes berakhir , dan tidak mendasarkan diri pada patokan-
patokan yang bersifat teoritik
Penentuan nilai dengan menggunakan standar relative ini sangat cocok untuk
di terapkan pada tes-tes sumatif( UAN,UAS,atau setara dengan itu),sebab
dipandang lebih adil, manusiawi,dan wajar.
Konversi nilai dalam bentuk norma relatif merupakan bagian dari Penilaian
Acuan Norma (PAN). Penilaian Acuan Norma (PAN) adalah penilaian yang
dilakukan dengan mengacu pada norma kelompok; nilai-nilai yang diperoleh
siswa diperbandingkan dengan nilai-nilai siswa yang lain yang termasuk di dalam
kelompok itu (Ngalim Purwanto: 2010).
Norma dalam hal ini mengacu pada kapasitas atau prestasi kelompok, dan
kelompok disini adalah semua siswa yang mengikuti tes tersebut.
Penilaian acuan norma ini sering dikenal dengan istilah penentuan nilai secara
relative. Dikatakan demikian, sebab dalam penentuan nilai hasil tes, skor mentah
22. 18
hasil tes yang dicapai oleh seorang peserta tes dibandingkan dengan skor mentah
hasil tes yang dicapai peserta tes yang lain, sehingga kualitas yang dimiliki oleh
seorang peserta akan sangat tergantung kepada atau sangat ditentukan oleh
kualitas kelompoknya.
Keuntungan sistem ini adalah dapat diketahui pretasi kelompok atau kelas
sehingga sekaligus dapat diketahui keberhasilan pengajaran bagi semua siswa.
Kelemahannya kurang meningkatkan kualitas hasil belajar. Jika nilai rata-rata
kelompok/kelasnya rendah, misalnya skor 40 dari seratus, maka siswa yang
memperoleh nilai 45 sudah dikatakan baik atau lulus, sebab berada diatas rata-rata
kelas sedangkan skor 45 dari skor maksimum skor 100 termasuk rendah.
Kelemahan yang lain ialah kurang praktis sebab hasil dihitung dahulu nilai rata-
rata kelas, apabila jika jumlah siswa cukup banyak. Sitem ini kurang
mengambarkan tercapainya tujuan intruksional sehingga tidak dapat dijadikan
ukuran dalam menilai keberhasilan pengajaran.
Apabila dalam penentuan nilai standar digunakan standar relative, maka
prestasi kelompok itu dihitung dengan mengunakan metode statistik, dimana
prestasi kelompok / nilai rata-rata kelas identik dengan rata-rata hitung (arithmetik
mean), yang dapat diperoleh dengan mengunakan salah satu dari rumus yang
disebutkan dibawah ini.
Mx =
Mx =
Mx = M' +
Dalam penilaian acuan norma juga dipertimbangkan variasi atau variabilitas
dan nilai-nilai hasil tes yang dicapai oleh testee secara keseluruhan. Variasi itu
perlu diperhitungkan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat homogenitas dan
sekaligus tingkat heterogenitas dari nilai-nilai hasil tes tersebut.
Dalam ilmu statistik, tingkat homogenitas atau heterogenitas data itu dapat
ditunjukkan oleh salah satu ukuran variabilitas data yang dipandang memiliki
kadar ketelitian yang tinggi, yaitu deviasi standar (standard deviation). Yang dapat
diperoleh dengan mengunakan salah satu dari rumus-rumus yang dikemukakan
berikut ini:
23. 19
SDx =
SDx =
SDx = i
4. SDx = i
Setelah diketahui besarnya mean dan SD, langkah berikutnya adalah
membuat pedoman konversi nilai. Untuk menyusun pedoman ini ada dua hal yang
perlu diperhatikan, yaitu:
· Menetapkan skala yang akan digunakan, dan
· Menghitung dan menetapkan table konversi nilai untuk menentukan
besar kecilnya nilai yang diperoleh peserta didik.
Skala yang sering digunakanuntuk membuat table konversi lima macam,
yaitu:
1. Skala lima
2. Skala sembilan
3. Skala sebelas
4. Skala seratus
5. score
Pengunaan skala tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan aturan yang
ditetapkan oleh lembaga pendidikan yang bersangkuta, serta banyak sedikitnya
siswa yang akan ditentukan atas besar kecilnya SD. Semakin besar SD maka
semakin lebar pula jarak skala tersebut dalam nilai mentahnya.
B. Konversi Nilai dalam Bentuk Absolut (PAP)
Penentuan nilai hasil tes belajar dengan menggunakan Penilaian
Acuan Patokan (PAP), mengandung arti bahwa nilai yang akan diberikan kepada
testee itu harus didasarkan pada standar mutlak (standard absolut) artinya,
pemberian nilai kepada testee itu dilaksanakan dengan jalan membandingkan
antara skor mentah hasil tes yang dimiliki oleh masing-masing individu testee,
dengan skor maksimum ideal (SMI) yang mungkin dapat dicapai oleh testee,
kalau saja seluruh soal tes dapat dijawab dengan betul.
Karena itu maka pada penentuan nilai yang mengacu kepada kriterium atau
patokan ini, tinggi rendahnya atau besar kecilnya nilai yang diberikan kepada
24. 20
masing-masing individu testee, mutlak ditentukan oleh besar kecil atau tinggi
rendahnya skor yang dapat capai oleh masing-masing testee yang bersangkutan.
Itulah sebabnya mengapa penentuan nilai dengan mengacu pada kriterium sering
disebut sebagai: penentuan nilai secara mutlak (absolute), atau penentuan nilai
secara individual.
Pertama-tama harus dipahami bahwa penilaian beracuan kriterium ini
berdasar pada asumsi, bahwa :
· Hal-hal yang harus dipelajari oleh testee (murid,siswa,mahasiswa) adalah
mempunyai struktur hirarkis tertentu dan bahwa masing-masing taraf harus
dikuasai secara baik sebelum testee tadi maju atau sampai pada taraf selanjutnya.
· Evaluator atau tester (dalam hal ini guru, dosen dan lain-lain) dapat
mengidentifikasi masing-masing taraf itu sampai tuntas atau setidak-tidaknya
mendekati tuntas sehingga dapat disusun alat pengukurnya.
· Apabila dalam penentuan nilai tes hasil belajar itu digunakan acuan
kriterium (menggunakan PAP), maka hal ini mengandung arti bahwa nilai yang
akan diberikan kepada testee itu harus didasarkan pada standar mutlak, artinya,
pemberian nilai kepada testee itu dilaksanakan dengan jalan membandingkan
antara skor mentah hasil tes yang dimiliki oleh masing-masing individu testee,
dengan skor maksimum ideal (SMI) yang mungkin dapat dicapai oleh testee kalu
saja seluruh soal tes dapat dijawab dengan betul.
Karena itu maka pada penentuan nilai yang mengacu kepada kriterium atau
patoakn ini, tinggi rendahnya atau besar kecilnya nilai yang diberikan kepada
masing-masing individu testee, mutlak ditentukan oleh besar kecil atau tinggi
rendahnya skor yang dapat dicapai oleh masing-masing testee yang bersangkutan.
Itulah sebabnya mengapa penentuan nilai dengan mengacu pada kriterium sering
disebut sebagai penentuan nila secara individual.
Disamping itu, karena penentuan nilai seorang testee dilakukan dengan jalan
membandingkan skor mentah hasil belajar dengan skor maksimum idealnya, maka
penentuan nilai yang beracuan pada kriterium ini juga sering dikenal dengan
istilah penentuan nilai secara teoritik, atau penentuan nilai secara das sollen.
Dengan istilah teoritik dimaksudkan disini adalah bahwa secara teoritik seorang
25. 21
siswa berhasil mendapatkan nilai 100 misalnya apabila keseluruhan butir soal tes
dapat dijawab dengan betul oleh siswa tersebut. Dengan demikian, dalam
penentuan nilai yang beracuan pada kriterium, sebelum tes hasil belajar
dilaksanakan, patokan itu sudah dapat disusun (tanpa menunggu selesainya
pelaksanaan tes).
Maka rumus yang dipakai adalah:
Nilai= ( skor mentah / skor maksimum ideal ) x 100 %
Sehingga dengan menggunakan standar mutlak ini maka nasib seorang siswa
mutlak ditentukan oleh dirinya sendiri secara individual, tanpa melibatkan atau
mempertimbangkan sam sekali skor-skor yang dicapai oleh siswa lainnya. Tinggi
rendahnya nilai yang dicapai oleh masing-masing individu siswa mutlak
ditentukan oleh standar yang sudah ditentukan.
Nilai yang berwujud angka yang penentuannya didasarkan pada standar
mutlak ini sebenarnya adalah merupakan angka persentase mengenai tingkat
kedalaman atau penguasaan testee terhadapa materi tes yang dihadapkan kepada
mereka. Dalam pernyataan ini terkandung makna bahwa nilai yang penentuannya
didasarkan pada standar mutlak itu menunjukkan berapa persen dari 100 % tujuan
instruksioanal khusus yang telah ditentukan telah dapat dicapai atau dipahami
oleh testee.
Penialian beracuan patokan (PAP) ini sangat baik diterapkan pada tes-tes
formatif, dimana tester (guru,dosen, dan lain-lain) ingin mengetahui sudah sampai
sejauh manakah peserta didiknya sudah terbentuk setelah mereka mengikuti
program pengajaran dalam jangka waktu tertentu . dengan menggunakan criterion
referenced evaluation dimana guru atau dosen dapat mengetahui berapa orang
siswa atau mahasiswa yang tingkat penguasaannya tinggi, cukup, rendah, maka
guru atau dosen tersebut dapat melakukan upaya-upaya yang dipandang perlu agar
tujuan pengajaran dapat tercapai dengan optimal.
Namun criterion referenced evaluation ini seyogyanya jangan digunakan
dalam pengolahan dan penentuan nilai hasil tes sumatif seperti pada ulangan
umum dalam rangka mengisi nilai raport atau pada ujian akhir dalam rangka
mengisi nilai ijazah atau STTB, sebab criterion referenced evaluation ini dalam
26. 22
penerapannya sama sekali tidak mempertimbangkan kemampuan kelompok (rata-
rata kelas) sehingga dikatakan “kurang manusiawi” maka dengan menerapkan
acuan kriterium ini dalam tes sumatif bisa terjadi bahwa sebagian besar siswa atau
mahasiswa tidak dapat dinyatakan lulus atau tidak dapat dinyatakan naik kelas
Kelemahan lain dari penentuan nilai beracuan kriterium ini adalah, bahwa
apabaila butir-butir soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar terlalu sukar,
maka dalam tes tersebut, testee betapapun pandainya akan memperoleh nilai-nilai
yang rendah. Sebaliknya apabila butir-butir soal yang dikeluarkandalam tes hasil
belajar itu terlalu mudah , maka testee betapapun bodohnya akan berhasil meraih
nilai-nilai yang tinggi, sehingga gambaran yang sebenarnya teentang tingkat
kemampuan atau penguasaan testee terhadap materi tes tidak dapat diperoleh
sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Dalam hubungan ini maka penilaian
beracuan kriterium ini sebaiknya diterapkan pada tes hasil belajar dimana tes
tersebut sudah bersifat standar( setidak-tidaknya mendekati standar), dalam arti
bahwa tes tersebut sudah mengalami uji coba secara berulang kali dan telah
memberikan bukti yang nyata bahwa tes tersebut sudah memiliki sifat handal baik
yang dilihat dari segi derajat kesulitanitemnya, daya pembeda itemnya, fungsi
distraktornya, validitasnya maupun reliabilitasnya.
C. Konversi Nilai dalam Bentuk Kombinasi
Dalam menentukan nilai dengan menggunakan konversi nilai kombinasi
berarti kita menggabungkan antara PAP (penilaian acuan patokan) dan PAN
(penilaian acuan norma).
Dalam mengkonversi nilai dengan menggunakan metode kombinasi antara
PAP dan PAN, hal pertama yang kita lakukan adalah membandingkan terlebih
dahuluantara jumlah siswa yang mencapai nilai A, B, C, D, dan E pada penentuan
nilai yang menggunakan standar mutlak(PAP : Penilaian Acuan Patokan) dengan
penentuan nilai yang menggunakan standar relatif (PAN : Penilaian Acuan
Norma).
Dengan mengkombinasikan PAP dan PAN, maka kita akan bisa melihat lebih
jelas kelemahan dan kelebihan dari dua pendekatan tersebut. Sehingga, hasil
penilaian akan lebih sempurna.
27. 23
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Penilaian acuan norma adalah penilaian yang dilakukan dengan mengacu
pada norma kelompok; nilai-nilai yang diperoleh siswa diperbandingkan dengan
nilai-nilai siswa yang lain yang termasuk dalam kelompok itu. Penilaian acuan
patokan adalah merupakan pengukuran lain dengan menggunakan acuan beda.
Dalam pengukuran ini penampilan siswa dikomparasikan dengan kriteria yang
telah ditentukan lebih dahulu dalam tujuan instruksional, bukan dengan
penampilan siswa lain.
Persamaan penilaian acuan norma dan acuan patokan antara lain adalah kedua
pengukuran memerlukan adanya tujuan evaluasi spesifik, memerlukan sampel
yang relavan, memerlukan item-item yang disusun dalam suatu tes, memerlukan
persyaratan pokok, yaitu validitas dan reliabilitas, kedua pengukuran tersebut
sama manfaatnya, yaitu alat pengumpul data siswa yang dievaluasi.
3. Adapun perbedaan dari kedua penilaian tersebut antara lain:
a. Penilaian acuan norma menekankan pembedaan antara individual
siswa satu dengan siswa lain dalam kelompok/kelas. Penilaian acuan
patokan menekankan penggambaran tugas apa yang telah dipelajari
oleh para siswa.
b. Penilaian acuan norma lebih banyak digunakan, khususnya pada kelas
yang memiliki kelompok-kelompok dengan pembedaan antara siswa
pandai, di atas rerata, di bawah rerata, dan bodoh. Penilaian acuan
patokan Lebih banyak digunakan, khususnya untuk kelas dengan
tugas pembelajaran dengan konsep atau penguasaan materi belajar
(mastery learning).
c. Penilaian acuan norma digunakan terutama untuk survey. Penilaian
acuan patokan digunakan terutama untuk penguasaan.
Konversi adalah pengubahan atau pengolahan skor mentah hasil tes belajar
menjadi nilai standar. Skor adalah hasil pekerjaan memberikan angka yang
28. 24
diperoleh dengan jalan menjumlahkan angka-angka bagi setiap butir item yang
oleh testee telah dijawab dengan betul, dengan memperhitungkan bobot jawaban
betulnya.
Nilai pada dasarnya adalah angka atau huruf yang melambangkan seberapa
jauh atau seberapa besar kemampuan yang telah ditunjukkan oleh testee terhadap
materi atau bahan yang diteskan, sesuai dengan tujuan instruksional khusus yang
telah ditentukan.
Ada 3 cara dalam mengkonversi nilai tersebut, yaitu :
1) Konversi nilai absolut
2) Konversi nilai norma relatif
3) Konversi nilai kombinasi
Teknik konversi skor mentah hasil belajar -berupa skor rata-rata dari berbagai
tes dan komponen lain seperti kehadiran dan tugas- dengan mendasarkan diri pada
Standar Relatif yang dikenal juga dengan istilah Penilaian Beracuan Norma
(PAN) atau Penilaian Beracuan Kelompok (PAK) lebih tepat digunakan pendidik
di perguruan tinggi dalam menentukan nilai akhir prestasi belajar mahasiswanya.
Dengan menggunakan standar ini pendidik akan terhindar dari kesalahan-
kesalahan dalam penilaian prestasi belajar mahasiswa seperti rentangan nilai
terlalu kecil, penilaian terlalu murah atau mahal serta penilaian yang tidak
reliable.
3.2. Saran
Semoga makalah ini dipakai sebagai bahan bacaan yang dapat menambah
wawasan pembaca terkaiat apa yang dibahas dalam malakah ini. Penulis
mengharapkan saran dan kritik guna menjadi pelengkap kekeurangan dari
makalah ini
29. 25
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto Suharsimi, 1987. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Yogyakarta, BINA
AKSARA.
Kusaeri dan Suprananto, 2012. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan,
Yogyakarta, Graha Ilmu.
Puwanto Ngalim, 1984, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sukardi, 2008. Evaluasi Pendidikan (Prinsip dan Operasionalnya), Jakarta: Bumi
Aksara.
Suparman Atwi,2012. Desain Instruksional Modern, Jakarta, Erlangga.
Arikunto, S. 1993. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
Slamet, Drs. 1988. Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
Dimyati dan Mudjiono, 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka
Cipta,
Zainal Arifin, 2009. Evaluasi Pembelajaran, Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Anas Sudijono, 2007. Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.