SlideShare a Scribd company logo
1 of 44
Download to read offline
1
No. Kode: DAR2/Profesional/810/4/2019
PENDALAMAN MATERI BIMBINGAN DAN KONSELING
MODUL 4 STRATEGI LAYANAN DASAR,
PERENCANAAN INDIVIDUAL DAN DUKUNGAN
SISTEM
KEGIATAN BELAJAR 1
STRATEGI LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL
ATAU LINTAS KELAS
Penulis
Sigit Hariyadi, S.Pd., M.Pd.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
2019
2
A. Pendahuluan
Salah satu kegiatan yang sangat strategis dalam pelayanan bimbingan dan konseling di
sekolah adalah bimbingan klasikal. Hal ini dikarenakan bahwa setiap konselor rata-rata memiliki
jam masuk kelas antara 1 sampai 2 jam pelajaran per minggu per kelas. Tuntutan bahwa konselor
setiap minggu perlu mendapatkan jam masuk kelas juga sudah diperkuat dalam Permendiknas
Nomor 111 Tahun 2014. Terkait kenyataan tersebut, maka penting bagi konselor sekolah untuk
dapat melaksanakan kegiatan bimbingan klasikal secara berkualitas dan profesional. Kegiatan
bimbingan klasikal yang berkualitas dan profesional dapat dinilai dari setiap proses tahapannya
yang tepat, dimulai dari perencaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Modul atau Kegiatan Belajar 1 ini secara khusus diarahkan untuk membekali konselor
sekolah dalam rangka membuat perencanaan bimbingan klasikan, kecuali pada poin metode dan
media. Setelah mengikuti kegiatan kegiatan ini Anda akan dapat: 1) memahami konsep pelayanan
bimbingan klasikal, 2) memahami konsep menejemen kelas, 3) mampu memilih pendekatan
sistematis dalam manajemen kelas, 4) menentukan teknik atau metode layanan bimbingan klasikal.
Proses belajar melalui bahan modul dengan judul Bimbingan Klasikal akan berjalan dengan
lancar apabila Anda mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pahami arah dan tujuan dari pembahasan modul Bimbingan Klasikal ini.
2. Pahami kegiatan penting dalam modul ini mulai tahap awal hingga akhir.
3. Lakukan kajian terhadap RPL kegiatan bimbingan klasikal yang pernah Anda buat untuk
menjadi contoh acuan.
4. Pelajari Kegiatan Belajar secara berurutan, kemudian ikuti dengan melaksanakan kegiatan atau
tugas serta kerjakan tes formatif.
5. Keberhasilan kegiatan belajar ini sangat bergantung pada kesungguhan Anda dalam
memahami uraian materi dan mengerjakan tugas serta tes. Oleh karena itu, Anda belajar dan
berlatihlah secara sungguh-sunggu dan bila diperlukan berdiskusilah dengan teman sejawat.
B. Inti
1. Capaian Pembelajaran
Capaian pembelajaran yang diharapkan dikuasai peserta PPG dari modul ini adalah,
“Mampu melaksanakan layanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, melalui aktivitas
layanan individual, kelompok, klasikal dan kelas besar/lintas kelas dengan menerapkan teknologi
3
informasi dan komunikasi untuk membangun sikap (karakter Indonesia), pengetahuan, dan
keterampilan peserta didik dalam mengembangkan potensi, mencegah, dan memecahkan masalah
serta pemeliharan dan pengembangan potensi diri secara humanis, kritis, kreatif, inovatif,
kolaboratif, dan komunikatif, dengan menggunakan model, sumber, dan media layanan bimbingan
dan konseling yang didukung hasil penelitian.”
Setelah mempelajari modul ini, peserta/mahasiswa dapat menjelaskan konsep dasar
layanan bimbingan klasikal atau lintas kelas meliputi:
1. Peserta dapat menjelaskan konsep dasar layanan bimbingan klasikal
2. Peserta dapat menjelaskan Konsep manajemen kelas
3. Peserta dapat memilih pendekatan sistematis dalam manajemen kelas
4. Peserta dapat memilih dan melakukan teknik yang tepat dalam kegiatan layanan bimbingan
klasikal
2. Pokok Materi
Dalam Modul 4 Kegiatan Belajar 1 ini akan dibahas materi terkait dengan layanan dasar bimbingan
klasikal dengan beberapa pokok materi sebagai berikut:
1. Konsep dasar bimbingan klasikal atau lintas kelas
2. Konsep dasar manajemen kelas
3. Strategi dalam menejemen kelas
4. Metode dan teknik dalam layanan bimbingan klasikal atau lintas kelas
3. Uraian Materi
a. Konsep Dasar Layanan Bimbingan Klasikal atau Lintas Kelas
Bimbingan klasikal merupakan kegiatan penting dari layanan dasar (American School
Counselor Association, 2012; Permendikbud nomor 111 tahun 2014). Lebih lanjut, Permendikbud
nomor 111 tahun 2014 menjelaskan bahwa layanan dasar adalah Pelayanan dasar diartikan
sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman
terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka
mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan
(yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam pengembangan
kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani kehidupannya..
4
Layanan dasar merupakan suatu layanan yang diorganisir secara sistematis mulai dari
perencanaan sampai evaluasi untuk memberikan pengalaman yang dibutuhkan siswa untuk
mewujudkan kemandirian dan pengembangan diri. Guna menjalankan layanan dasar, seorang
konselor perlu membuat perencanaan secara sistematis tentang topik-topik yang diberikan kepada
siswa dalam satu periode perencanaan, misalnya satu tahun ajaran. Kesemua topik tersebut
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kompetensi kemandirian siswa yang diketahui dari hasil
asesmen kebutuhan. Selanjutnya, salah satu kegiatan layanan dasar yang dibahas secara mendalam
dalam modul ini adalah bimbingan klasikal.
Bimbingan klasikal adalah kegiatan bimbingan yang dirancang dengan mengadakan
pertemuan secara tatap muka dengan konseli berbasis kelas (Depdiknas, 2008). Bimbingan kelas
(klasikal) juga dipahami sebagai program yang dirancang oleh konselor untuk melakukan kontak
langsung dengan para peserta didik di kelas (Santoso, 2011). Penjelasan tersebut menggambatkan
bagaimana secara terjadwal, konselor mengatur pemberian layanan bimbingan kepada siswa
secara periodik. Kegiatan bimbingan kelas ini dapat berupa kelas diskusi atau brain storming
(curah pendapat). Sedangkan bimbingan kelas besar atau lintas kelas sendiri merupakan layanan
bimbingan klasikal yang melibatkan peserta didik konseli dari sejumlah rombongan belajar pada
tingkatan kelas yang sama dan atau berbeda sesuai dengan tujuan layanan. Artinya disini tujuan
dari lintas kelas tidak berbeda dengan bimbingan klasikal pada umumnya yaitu berifat
pemahaman, pencegahan, pemeliharaan dan pengembangan diri bagi siswa.
Layanan bimbingan klasikal atau lintas kelas dirancang untuk merespon kebutuhan dan
minat tertentu dari sekelompok konseli. Konseli yang mempunyai kebutuhan dan minat yang
relatif sama ini selanjutnya dibentuk dalam suatu kelompok (kelas) bimbingan, untuk membantu
mereka agar tercegah dari permasalahan yang mungkin muncul dan dapat mengembangkan aspek-
aspek perkembangan mereka sesuai dengan kebutuhan dan minat yang telah terungkap.
Berdasarkan penjelasan di atas, konsep bimbingan klasikal ataupun bimbingan lintas kelas,
dipandang dari sisi strategi dalam mengelola konselinya maka perlu konsep yang lebih jelas
tentang bagaimana konselor dalam mengelola konsep kelas atau manajeman kelas baik dalam
konsep kelas kecil atau lintas kelas/kelas besar. Untuk memahami lebih lanjut tentang strategi yang
dapat dilakukan konselor maka akan dibahas lebih lanjut pada materi manajemen kelas.
5
b. Konsep Manajemen Kelas
Manajemen kelas adalah cara guru mengorganisir struktur kelas dengan memaksimalkan
kerjasama dan keterlibatan siswa serta menurunkan perilaku disruptif (Arends, 2007). Upaya
manajemen kelas lazimnya dilaksanakan guru dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran.
Namun demikian, konselor perlu menerapkan manajemen kelas ketika menerapkan kegiatan
bimbingan dalam format kelas atau bimbingan klasikal.
Selama kegiatan bimbingan klasikal berlangsung, perilaku siswa sangat diharapkan untuk
senantiasa perhatian dan terikat (engage) terhadap kelas dan konselor. Para siswa mendengarkan
penjelasan dari konselor, melaksanakan instruksi konselor, menyelesaikan tugas-tugas dalam
bimbingan klasikal tepat waktu, dan seterusnya. Agar situasi bimbingkan klasikal yang demikian
dapat terwujud, maka penting bagi konselor untuk melakukan manajemen kelas.
Pada dasarnya manajemen kelas merupakan upaya yang dilakukan konselor untuk
membangun lingkungan kelas yang membuat siswa nyaman mengikuti bimbingkan klasikal.
Manajemen kelas dapat didefinisikan sebagai tindakan konselor atau guru untuk menciptakan
suatu lingkungan yang mendukung dan memfasilitasi siswa untuk belajar secara akademik maupun
sosial-emosional (Ming-tak & Wai-shing, 2008; Omrod, 2014). Definisi ini menegaskan bahwa
untuk menciptakan lingkungan bimbingan klasikal yang membuat perilaku siswa senantiasa on-
task atau selalu terfokus pada kegiatan kelas, konselor tidak boleh hanya memfokus pada topik
atau konten bimbingan klasikal saja, melainkan juga dituntut untuk mampu memberikan perhatian
pada sisi sosial-emosional siswa di kelas. Cara komunikasi efektif antara konselor dengan siswa
selama bimbingan klasikal berlangsung, pola pemberian penguatan (reinforcement) yang tepat
kepada perilaku positif siswa selama bimbingan klasikal berlangsung, penegakan aturan kelas, dan
seterusnya merupakan bentuk-bentuk dari pemberian perhatian secara sosial-emosional.
Terdapat tiga tujuan yang dapat dicapai konselor dengan melaksanakan manajemen kelas
(Santrock, 2004). Pertama, membantu siswa untuk menghabiskan lebih banyak waktu untuk
belajar. Kedua, membantu siswa untuk mengurangi waktu yang tidak diarahkan atau dialokasikan
untuk tujuan belajar. Kedua tujuan ini saling terkait, artinya semakin tinggi tingkat alokasi waktu
siswa untuk belajar dalam bimbingan klasikal, maka perilaku off task atau perilaku yang tidak
relevan dengan kegiatan belajar akan semakin berkurang. Ketiga, mencegah siswa mengalami
masalah akademik dan emosional. Kelas yang dikelola dengan baik akan mendorong dan
memotivasi siswa untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menantang dan bermakna sehingga
6
mereka dapat mencapai perolehan belajar yang optimal. Dampaknya, kepercayaan diri mereka
meningkat, semakin tertarik dengan kegiatan bimbingan klasikal, dan memiliki sikap positif
terhadap kelas. Relevan dengan upaya untuk mencapai tujuan manajemen kelas, paparan berikut
akan menjelaskan berbagai strategi yang dapat diaplikasikan konselor untuk melakukan
manajemen kelas sehingga kegiatan bimbingan klasikal menjadi efektif dan perilaku siswa
senantiasa terfokus pada konselor dan konten bimbingan klasikal.
c. Pendekatan Sistematis dalam Manajemen Kelas
a. Mendesain lingkungan fisik
Lingkungan fisik sangat berkontribusi terhadap proses bimbingan klasikal. Oleh karena itu,
pengelola kelas yang baik akan sadar pentingnya menata lingkungan fisik yang mendukung
terjalinnya interaksi konselor-siswa. Dengan demikian, penataan lingkungan fisik bukan sekedar
isu tentang menata barang di kelas. Berikut ini adalah prinsip-prinsip dalam penataan kelas.
1) Pastikan bahwa konselor dapat dengan mudah bisa melihat semua siswa. Selama bimbingan
klasikal berlangsung, konselor dituntut untuk mampu memantau aktivitas siswa dengan cermat.
Oleh karena itu, posisi meja konselor, meja siswa, dan posisi konselor dalam menyampaikan
materi memungkinkan konselor dapat menatap dan mengamati perilaku siswa.
2) Kurangi kepadatan di tempat lalu lalang. Tempat yang ramai untuk berlalu lalang sangat
potensial akan mendatangkan gangguan bagi kegiatan bimbingan klasikal. Oleh karenanya,
tempat-tempat semacam itu diharapkan dapat dijauhkan. Contoh tempat yang potensial sebagai
tempat lalu lalang adalah meja guru, pintu kelas, dan seterusnya.
3) Perlengkapan siswa dan materi bimbingan klasikal harus mudah diakses. Apabila diperlukan
berikan siswa waktu khusus sebelum bimbingan klasikal untuk mempersiapkan materi dan
perlengkapan mereka. Ini penting untuk mengurangi gangguan yang muncul selama bimbingan
klasikal berlangsung.
4) Pastikan semua murid dapat melihat dengan mudah presentasi kelas. Posisi duduk siswa yang
tidak mudah mengakses presentasi kelas akan membuat mereka tidak terlibat dalam
pembelajaran. Konsekuensinya, mereka akan cenderung melakukan aktivitas yang tidak terkait
pelajaran dan berpotensi mengganggu siswa lain. Untuk mengetahui seberapa baik para siswa
dapat mengakses presentasi kelas, maka konselor perlu duduk di posisi siswa.
Menurut Santrock (2004), terdapat beberapa lima gaya dalam penataan tempat duduk siswa.
Gaya penataan tempat duduk tersebut dapat dipilih sesuai dengan metode bimbingan klasikal yang
7
akan diaplikasikan. Gaya penataan tempat duduk tersebut adalah: gaya auditorium, gaya
tatap muka (face-to-face), gaya off-set, gaya seminar, dan gaya klaster. Berikut ini paparan setiap
gaya.
1) Gaya Auditorium. Susunan gaya auditorium menempathan semua siswa duduk menghadap
guru. Gaya auditorium ini sering dipakau ketika konselor memberikan presentasi dalam
kegiatan bimbingan klasikalnya.
Gambar 1.1 Gaya auditorium
2) Gaya tatap muka (face to face). Dalam susunan gaya tatap muka para siswa saling tatap muka.
Dalam susunan gaya tatap muka ini potensi gangguan dalam bimbingan klasikal lebih besar
dibandingkan gaya auditorium.
Gambar 1.2 Gaya tatap muka
3) Gaya off set. Sejumlah siswa yang biasanya terdiri atas tiga sampai empat siswa duduk di
bangku tetapi tidak duduk berhadapan langsung satu sama lain. Gaya off set umumnya
digunakan untuk melaksanakan metode pembelajaran kooperatif (cooperative learning).
8
Gambar 1.3 Gaya off set
4) Gaya seminar. Susunan tempat duduk dalam gaya seminar dibuat membuat pola lingkaran atau
persegi atau bentuk U. Gaya ini efektif untuk mengopetimalkan interaksi antara siswa dengan
konselor dan siswa dengan siswa lainnya.
Gambar 1.4 Gaya seminar
5) Gaya klaster. Susunan gaya klaster menempatkan sejumlah siswa (antara 4 sampai 8 siswa)
bekerja dalam kelompok kecil. Pembelajaran kolaboratif biasanya sangat efektif dilaksanakan
dengan menggunakan susunan gaya klister.
Gambar 1.5 Gaya klaster
b. Menciptakan lingkungan yang positif untuk bimbingan klasikal
Terdapat beberapa strategi yang dapat diaplikasikan konselor untuk menciptakan lingkungan
kelas yang positif.
1) Menggunakan gaya otoritatif. Konselor yang otoritatif mendorong siswa untuk menjadi pemikir
yang mandiri dengan sedikit monitor. Konselor yang otoritatif juga menunjukkan sikap
perhatian dan bekerjasama dengan siswa. Dalam hal tata tertib kelas, konselor yang otoritatif
9
akan menjelaskan aturan dan regulasi kelas serta menentukan standar (seperti standar
berperilaku) dengan mempertimbangkan masukan dari siswa. Gaya ini berbeda dengan dua
gaya lain yang tidak efektif untuk menciptakan lingkungan positif, yakni gaya otoritarian dan
permisif. Gaya otoritarian dilakukan dengan kaku, tidak memberi kesempatan bagi siswa untuk
mandiri dan cenderung berorientasi pada hukuman dalam mengembangkan perilaku. Sementara
gaya permisif dilakukan dengan memberi kebebasan yang seluas-luasnya kepada siswa tetapi
tidak diikuti dengan pemberian dukungan. Akibantnya, siswa cenderung memiliki kontrol diri
yang rendah dan kompetensi akademik yang rendah.
2) Mengelola aktivitas kelas secara efektif. Konselor yang efektif dalam mengelola kelas berbeda
dengan konselor yang tidak efektif dilihat dari cara mengelola aktivitas kelompok secara
efektif. Konselor yang efektif dalam mengelola kelas cenderung menunjukkan hal-hal di bawah
ini:
a) Menunjukkan seberapa jauh siswa “mengikuti” aktivitas kelas. Konselor yang efektif
senantiasa melakukan pemantauan secara berkala sehingga mereka mampu melakukan
deteksi dini perilaku siswa yang lepas kendali.
b) Atasi situasi tumpeng-tindih secara efektif. Dalam mengelola, konselor berpikir untuk
mengatasi situasi hambatan kelas satu persatu. Hal ini tidaklah efektif karena hambatan
tersebut akan terus-menerus datang. Oleh karena itu, konselor yang efektif akan berkeliling
kelas untuk mengecek pekerjaan siswa dan sekaligus di saat yang sama mengamati atau
memantau perilaku keseluruhan siswa.
c) Menjaga kelancaran dan kesinambungan kegiatan bimbingan klasikal. Konselor yang
mengelola kelas secara efektif berusaha menjaga setiap tahapan atau langkah bimbingan
klasikal berjalan lancar, berusaha mempertahankan dan menjaga minat siswa dalam
mengikuti bimbingan klasikal.
d) Libatkan siswa dalam berbagai aktivitas yang menantang. Tugas yang menantang adalah
tugas yang tidak terlalu mudah dan sekaligus tidak terlalu sulit. Konselor sebagai pengelola
kelas diharapkan dapat mengajak siswa menyelesaikan tugas-tugas menantang.
3) Membuat, mengajarkan dan mempertahankan aturan dan prosedur. Aturan dan prosedur sama-
sama standar atau ekspektasi perilaku siswa yang diharapkan. Namun yang membedakan adalah
kalau atura memfokus pada ekspektasi umum atau spesifik atau standar perilaku, contoh aturan
umum “Hargai orang lain”, sedangkan contoh aturan yang spesifik “Dilarang mengunyah
10
permen karet di dalam kelas." Adapun prosedur adalah ekspektasi tentang perilaku umum yang
bisanya berlaku atau diterapkan pada aktivitas spesifik dan diarahkan untuk mencapai suatu
tujuan. Prosedur biasanya digunakan dalam penyelesaian tugas, pengumpulan PR, memulai
kelas, dan seterusnya.
Tabel 1.1 Membangun aturan dan prosedur kelas
Berikut ini prinsip dalam menyusun aturan dan prosedur kelas:
1. Aturan dan prosedur harus masuk akal dan sesuai dengan kebutuhan. Dalam
membuat aturan dan prosedur pastikan bahwa aturan dan prosedur itu tepat
dengan kebutuhan penyelenggaraan bimbingan klasikal dan memiliki
dasar/alasan yang penting. Jika datang tepat waktu penting dan dibutuhkan,
maka aturan datang tepat waktu menjadi penting menjadi aturan. Jika ada
siswa terlambat konselor dapat menjelaskan alasan penting datang tepat
waktu, yakni agar siswa tidak kehilangan materi penting dari kegiatan
bimbingan klasikal.
2. Aturan dan prosedur harus jelas dan dapat dipahami. Aturan dan prosedur yang
tidak mudah dipahami membuat siswa menginterpretasi secara keliru tentang
perilaku yang diharapkan. Oleh karena peraturan idealnya disepakati bersama
siswa, maka konselor dapat mengajukan aturan umum dan siswa dapat
memberikan masukan terkait contoh spesifiknya.
3. Aturan dan prosedur harus konsisten dan relevan dengan tujuan bimbingan
klasikal. Konselor perlu mempertimbangkan manfaat bagi kegiatan
bimbingan klasikan ketika hendak mengusulkan aturan dan prosedur.
4. Aturan harus konsisten dengan peraturan sekolah. Sebelum membuat aturan
kelas bersama siswa untuk mendukung penyelenggaraan bimbingan klasikal,
konselor perlu mengenali terlebih dahulu peraturan sekolah. Rata-rata sekolah
saat ini telah memiliki peraturan tentang tata tertib sekolah dan kaidah
sanksinya.
4) Mengajak murid untuk bekerjasama. Ada beberapa hal yang dilakukan agar konselor dan siswa
dapat membangun suatu kerjasama. Pertama, menjalin hubungan positif dengan siswa. Hal ini
diawali dengan memberikan perhatian kepada seluruh siswa. Perhatian ini ditunjukkan dengan
11
kepekaan konselor terhadap kebutuhan siswa, pemberian dukungan kepada siswa selama
belajar dan menunjukkan keterampilan komunikasi yang tepat (termasuk keterampilan
mendengar). Kedua, mengajak murid untuk berbagi dan mengemban tanggungjawab. Strategi
mengajak murid mengemban tanggungjawab dibahas dalam kotak …. Ketiga, memberi
penguatan pada perilaku yang tepat. Prinsip dalam teori behavioral menunjukkan bahwa belajar
terjadi apabila perilaku yang diharapkan mendapat penguatan (reinforcement). Oleh karena itu,
penting bagi konselor untuk mencermati setiap pemberian konsekuensi atas perilaku siswa.
Jangan sampai pemberian konsekuensi positif malah disandingkan pada perilaku yang tidak
diharapkan. Lihat kotak 2 untuk mengetahui penggunaan penguatan secara efektif dan tidak
efektif.
Tabel 1.2 Perbedaan penguatan yang efektif dan tidak efektif
Penguatan Efektif Penguatan yang Tidak Efektif
1. Diberikan secara berkala 1. Diberikan secara acak atau tidak
sistematik
2. Mengarah perilaku tertentu yang
diperkuat secara spesifik
2. Tidak spesifik dan global
3. Dipersepsi kredibel oleh siswa,
melalui tanda-tanda bahwa pujian
itu tidak rutin tapi spontan
3. “Seragam”, menunjukkan bahwa
penguatan itu adalah reaksi
otomatik yang diberikan dengan
pemikiran minimal
4. Penguatan untuk kinerja tertentu
(yang dapat memasukkan usaha)
4. Menghargai partisipasinya saja,
tanpa mempertimbangkan proses
atau hasilnya
5. Memberikan informasi yang
spesifik kepada siswa tentang
prestasinya
5. Tidak memberikan informasi
kepada siswa atau informasi tentang
statusnya
6. Mengarahkan siswa pada apresiasi
yang lebih baik terhadap on-task
behavior dan berorientasi pada
penyelesaian masalah
6. Mengarahkan siswa pada
membandingkan dirinya-sendiri
dengan siswa lain dan memikirkan
tentang kompetensi
7. Menggunakan prestasi siswa
sebelumnya sebagai dasar
perbandingan
7. Menggunakan prestasi teman-
temannya sebagai dasar
perbandingan
8. Diberikan untuk mengakui usaha
yang patut dihargai atau
8. Dilakukan tanpa menghargai usaha
yang dikeluarkan atau makna
keberhasilannya
12
keberhasilan pada tugas yang sulit
(bagi siswa tersebut)
9. Mengatribusikan kesuksesan pada
usaha yang menyiratkan bahwa
kesuksesan serupa dapat dicapai di
masa mendatang
9. Mengatribusikan kesuksesan pada
kemampuan saja atau pada faktor-
faktor eksternal seperti
keberuntungan
10. Mendorong atribusi internal 10. Mendorong pada atribusi eksternal
Sumber: Muijs & Reynold (2008)
c. Menghadapi perilaku bermasalah
Saat konselor menghadapi perilaku bermasalah siswa dalam mengikuti bimbingan klasikal,
maka konselor dapat memanfaatkan strategi intervensi minor dan moderat (Santrock, 2004).
Berikut ini paparannya.
1) Intervensi minor. Beberapa perilaku cukup dengan dihadapi dengan intervensi minor atau kecil,
seperti bercanda, meninggalkan tempat duduk tanpa ijin. Perilaku bermasalah ini ini biasanya
mengganggu aktivitas belajar. Berikut ini strategi intervensi minor.
a) Gunakan isyarat nonverbal. Contoh melihat siswa yang berbicara dengan temam sebangku,
konselor melakukan kontak mata kemudian menggeleng kepala.
b) Teruskan lanjutkan aktivitas belajar. Terkadang saat transisi atau jedah dalam presentasi atau
pemaparan guru ataupun jeda dalam diskusi yang terlalu lama membuat siswa melakukan
aktivitas yang tidak diharapkan seperti meninggalkan tempat duduk. Menghadapi situasi ini,
konselor bukan mengoreksi tindakan siswa tetapi segeralah memulai aktivitas baru.
c) Dekati siswa. Ketika siswa bertindak menyimpang, seperti bicara dengan teman sebangku,
konselor cukup mendekati tempat duduknya kemudian dia akan diam.
d) Arahkan perilaku. Jika siswa mengabaikan tugasnya, termasuk tugas kelas, maka ingatkan
mereka tentang kewajibannya dengan mengatakan, “Baiklah, ingat, semua siswa wajib
menyelesaikan tugas ini!”
e) Beri instruksi yang diberikan. Siswa terkadang melakukan kesalahan tertentu saat mengikuti
bimbingan klasikal karena mereka memahami cara menyelesaikan suatu tugas. Dalam situasi
semacam ini, konselor perlu untuk memberi petunjuk atau instruksi yang diperlukan dan
pantau perkembangannya untuk memastikan siswa paham cara menyelesaikan tugas
tersebut.
13
f) Suruh murid berhenti dengan nada tegas (asertif) dan langsung. Jalin kontak mata dengan
siswa, bersikaplah asertif dan minta siswa menghentikan tindakan mereka. Kemudian pantau
perkembangannya sampai murid menjadi patuh.
Tabel 1.3 Teknik komunikasi asertif
Ada empat gaya komunikasi verbal dalam menghadapi situasi konflik,
yaitu:
1. Gaya agresif merupakan gaya komunikasi yang cenderung kasar kepada orang
lain, menuntut, kasar, dan bertindak dengan pola bermusuhan. Individu
dengan gaya ini cenderung tidak peka dengan kebutuhan orang lain.
2. Gaya manipulatif merupakan gaya komunikasi untuk mendapatkan sesuatu
yang diinginkan dari orang lain dengan membuat orang lain merasa bersalah
kepadanya.
3. Gaya pasif merupakan gaya komunikasi yang tidak tegas dan pasrah serta tidak
mau memberitahu apa yang seharusnya dilakukan orang lain.
4. Gaya tegas (assertive) merupakan gaya komunikasi yang mengekspresikan
perasaannya, meminta apa yang dia inginkan dan mengakatan “tidak” untuk
menolak apa yang tidak dia inginkan.
Dari keempat gaya komunikasi di atas, gaya tegas merupakan gaya yang
terbaik dalam menghadapi dan mengatasi konflik. Berikut ini adalah strategi
untuk meningkatkan asertivitas:
1. Evaluasilah hak-hak pribadi Anda. Dalam setiap situasi, kita perlu menentukan
hak-hak yang kita miliki, seperti hak untuk membuat kesalahan dan
mengubah pikiran atau pandangan.
2. Kemukakan masalah dan konsekuensinya kepada orang lain. Jelaskan sudut
pandang kita tentang situasi yang dihadapi, termasuk meski orang lain sudah
memahaminya. Diskripsikan masalah yang dihadapi secara objektif tanpa
perlu menyalahkan orang lain. Contoh, “Saya merasa terganggu kalau kalian
ribut di kelas. Jadi tolong jangan diulangi lagi ya!”
3. Ekspresikan perasaan tentang situasi tertentu. Ketika kita menyatakan perasaan
kita terhadap suatu situasi, maka orang lain baik yang setuju maupun tidak
14
setuju dengan kita akan memahami perasaan kita tentang situasi yang
dihadapi. Untuk menyatakan perasaan gunakan teknik komunikasi pesan saya
(I-message) bukan pesan kamu (you-message). Contoh pesan saya, “Saya
tidak suka kalau kamu datang terlambat.” Bandingkan dengan pesan kamu,
contoh, “Kamu pemalas, kerjaannya terlambat terus!“
4. Kemukakan permintaan Anda. Poin ini merupakan hal paling penting dari
perilaku tegas. Kemukakan hal yang kita inginkan ataupun yang tidak kita
inginkan secara langsung dan lugas.
Beberapa pedoman dalam berperilaku tegas:
1. Gunakan perilaku non-verbal yang asertif, seperti percaya diri, tenang,
melakukan kontak mata.
2. Kemukakan permintaan secara sederhana. Kalimat permintaan diharapkan
lugas dan mudah dipahami.
3. Hindari pengajuan permintaan lebih dari satu dalam satu waktu.
4. Jangan minta maaf atas permintaan yang Anda ajukan.
5. Jelaskan manfaat dari permintaan atau penolakan Anda.
g) Beri murid pilihan. Strategi ini dilakukan dengan memberi siswa tanggung jawab membuat
pilihan dengan mengatakan bahwa dia memiliki pilihan untuk bertindak benar atau salah,
kesemuanya ada konsekuensinya dan kita tidak bisa memilih konsekuensi itu.
2) Intervensi moderat. Jenis intervensi ini lebih kuat dibandingkan dengan intervensi minor yang
telah dibahas sebelumnya. Berikut ini strategi dalam intervensi moderat:
a) Jangan beri siswa kesempatan untuk melakukan aktivitas yang dia inginkan. Hal ini
dilakukan dengan tidak mengijinkan atau mencabut ijin bagi siswa yang berperilaku
menyimpang di dalam kelas untuk, misalnya, mengerjakan tugas dengan teman.
b) Buat kontrak perilaku (behavioral contract). Apabila siswa masih melakukan perilaku yang
tidak diharapkan dalam mengikuti bimbingan klasikal, maka konselor bersama siswa
tersebut membuat kontrak perilaku yang disepakati kedua belah pihak. Kontrak perilaku
berisi perilaku yang diharapkan dari siswa dan penguatan yang akan diperoleh jika
melakukan perilaku tersebut. Dalam kontrak perilaku juga dicantumkan saksi atas
15
kesepakatan atau kontrak tersebut. Semua pihak membubuhkan tanda tangan dalam kontrak
perilaku.
c) Pisahkan atau keluarkan siswa dari kelas. Strategi ini sebenarnya adalah teknik time out dari
pendekatan behavioral. Ada beberapa pilihan dalam penerapan intervensi ini. Pertama,
meminta siswa tetap di kelas, tetapi dia tidak memiliki akses terhadap penguatan positif
(positive reinforcement). Kedua, mengeluarkan siswa dari kelas atau area aktivitas. Terakhir,
menempatkan siswa di ruang time out yang disediakan oleh sekolah. Tempat time out
biasanya bisa juga di belakang tempat duduk siswa dalam kelas atau di depan kelas.
Penempatan time out tidak boleh terlalu lama karena siswa perlu kembali untuk mengikuti
bimbingan klasikal.
d) Kenakan hukuman atau sanksi. Pemberian hukuman atau sanksi harus menjadi pilihan yang
terakhir dari sekian banyak strategi intervensi. Penegakannya pun harus berhati-hati
mengingat saat ini banyak kasus malpraktik dalam pendidikan dikarenakan guru
memberikan hukuman kepada siswa secara tidak tepat (tidak etis). Pemberian hukuman bisa
berupa pemberian tugas tambahan atau tambahan berlari atau aktivitas lain yang memiliki
makna sanksi. Pemberian hukuman tidak boleh bersifat membahayakan sikap siswa terhadap
pokok persoalan. Artinya, jangan sampai pemberian hukuman membuat siswa bertambah
malas atau malah tidak mau mengikuti bimbingan klasikal.
Apabila intervensi minor dan moderat tidak mengurangi perilaku yang tidak diharapkan
siswa, maka konselor perlu memanfaatkan sumber daya lain. Pertama, berikan penanganan siswa
yang berperilaku tidak diharapkan melalui pelayanan bimbingan konseling yang relevan, seperti
bimbingan kelompok, konseling individu ataupun konseling kelompok. Kedua, lakukan konferensi
antara konselor dengan orangtua siswa untuk membahas perilaku siswa. Dalam posisi ini, konselor
tidak diharapkan menyalahkan orangtua sehingga orang tua menjadi difensif. Konselor cukup
mendiskripsikan perilaku yang tidak diharapkan siswa secara objektif kepada orangtua dan
menyampaikan kalau membutuhkan bantuan dan kerja sama dari orangtua. Hasilnya, biasanya
perilaku siswa menjadi berubah.
3. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Manajemen Kelas
Menurut Kohn (dalam Arends, 2007), manajemen kelas akan lebih efektif apabila dilakukan
dengan memperhatikan sebagai berikut:
16
a. Hubungan. Siswa akan cenderung mengikuti bimbingan klasikal dengan perilaku yang
diharapkan apabila konselor dengan siswa telah menjalin hubungan yang saling percaya.
Kualitas hubungan sangat menentukan kelancaran komunikasi terutama tentang perilaku yang
diharapkan dari siswa.
b. Keterampilan. Konselor perlu membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan yang
memadai untuk mengikuti kelas secara produktif, termasuk keterampilan berkomunikasi,
keterampilan mendengarkan, dan keterampilan mengikuti pelajaran kelas dan bimbingan kelas
secara adaptif. Keterampilan siswa yang bagus dalam mengikuti kelas membuat mereka lebih
adaptif dalam berperilaku di kelas.
c. Diagnosa. Konselor perlu menginterpretasi secara akurat dan objektif tentang perilaku siswa
yang tidak diharapkan. Kemudian, konselor juga perlu membantu siswa membuat analisis
terhadap perilakunya sendiri. Hal ini penting untuk membantu siswa berubah.
d. Mempertanyakan praktik. Apabila melihat perilaku siswa yang tidak seperti yang diharapkan,
maka konselor perlu mempertanyakan kepada dirinya-sendiri apakah perilaku tersebut
disebabkan oleh praktik bimbingan klasikal yang tidak tepat.
e. Memaksimalkan keterlibatan siswa. Konselor dan siswa saling bekerjasama untuk mengelola
kelas agar bimbingan klasikal dapat berjalan dengan lancar dan para siswa mendapatkan
manfaat yang sebesar-besarnya dari kegiatan bimbingan klasikal.
f. Melakukan pemulihan. Konselor membantu dan memfasilitasi siswa yang pernah berperilaku
tidak diharapkan untuk berubah dan beradaptasi di kelas dengan pola perilaku positif yang baru.
Dalam kondisi ini, penerimaan konselor terhadap semua siswa menjadi penting. Di samping
itu, konselor juga dituntut untuk selalu fokus pada poin positif dari diri siswa
g. Memeriksa kembali. Konselor hendaknya selalu memeriksa kembali untuk melihat apakah
aturan dan prosedur yang dikembangkan bersama siswa merupakan aturan dan prosedur yang
baik dan dapat diterapkan atau ditegakkan dengan baik.
d. Metode Bimbingan Klasikal atau Lintas Kelas
Terkait dengan strategi penyampaian konten atau materi pembelajaran, terdapat dua istilah
yang digunakan untuk menjelaskannya, yakni metode pembelajaran dan model pembelajaran.
Metode pembelajaran pada dasarnya adalah suatu strategi yang direncanakan dan dilaksanakan
guru dalam proses penyampaian materi pendidikan kepada peserta didik yang dilakukan secara
17
sistematis dan teratur. Metode pembelajaran menjelaskan secara spesifik tentang cara dan strategi
yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran. Dalam metode pembelajaran dijelaskan secara
spesifik tahapan-tahapan yang harus dilakukan guru dalam menerapkan suatu jenis metode
pembelajaran tertentu. Adapun model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi
ajar yang meliputi segala aspek sebelum sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru
serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses
belajar mengajar. Model pembelajaran memiliki ranah yang lebih luas dari metode pembelajaran
karena model pembelajaran melingkupi berbagai hal yang perlu dipertimbangkan guna
mengaplikasikan suatu metode pembelajaran tertentu.
Terdapat banyak metode bimbingan klasikal yang dapat diaplikasikan oleh konselor dalam
menyampaikan berbagai konten yang relevan dengan ruang lingkup pelayanan bimbingan dan
konseling di sekolah. Berdasarkan paparan Arends (2007) dan Orlich, Harder, Callahan, Travisan
dan Brown (2010) diketahui bahwa model pembelajaran secara umum dibedakan menjadi dua,
yakni model pembelajaran berpusat pada guru atau konselor dan model pembelajaran berpusat
pada siswa. Pada setiap model tersebut terdapat berbagai macam metode pembelajaran atau
instruksional yang dapat diaplikasikan dalam bimbingan klasikal.
Terkait dengan model pembelajaran berpusat pada guru atau konselor, setidaknya terdapat
tiga metode instruksional yang dapat diaplikasikan konselor dalam kegiatan bimbingan klasikal,
yakni presentasi dan penjelasan, pengajaran langsung, dan pengajaran konsep. Terkait dengan
model pembelajaran yang berpusat pada siswa, setidaknya terdapat tiga metode yang dapat
diaplikasikan dalam bimbingan klasikal, yakni cooperative learning, problem based learning, dan
diskusi kelas. Oleh karena begitu banyaknya metode bimbingan klasikal yang dapat diterapkan
oleh konselor, maka konselor perlu pertimbangan yang matang dalam memutuskan metode
bimbingan klasikal yang akan digunakan. Ada tiga pertimbangan penting yang perlu dipikirkan
konselor dalam memilih metode bimbingan klasikal, yakni:
a. Tujuan bimbingan klasikal
Semua perencanaan bimbingan klasikal diarahkan untuk mencapai tujuan bimbingan
klasikal yang telah dicanangkan. Oleh karena itu, penggunaan metode bimbingan klasikal yang
tepat seharusnya dipertimbangkan tingkat efisiensi dan efektivitas metode bimbingan klasikal
dalam mendukung siswa belajar sehingga mereka mampu mencapai tujuan bimbingan klasikal.
b. Jenis pengetahuan yang akan disampaikan
18
Anderson dan Krathwohl (2001) menjelaskan bahwa terdapat empat jenis pengetahuan,
yaitu pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan
metakognitif. Pengetahuan faktual adalah elemen dasar, fakta, dan perbendaharaan istilah yang
dipelajari siswa dari suatu topik. Pengetahuan konseptual adalah pengetahuan yang berkaitan
dengan kesalingterkaitan antar elemen-elemen dasar. Pengetahuan prosedural adalah
pengetahuan tentang cara mengerjakan sesuatu hal. Adapun pengetahuan metakognitif adalah
pengetahuan dan kesadaran tentang siswa tentang proses kognitif yang dialaminya dan
pengetahuan tentang kapan menggunakan pengetahuan konseptual dan prosedural tertentu.
Dalam memilih metode bimbingan klasikal, konselor dituntut untuk mempertimbangkan jenis
pengetahuan yang akan disampaikan dalam kegiatan bimbingan klasikal. Sebagai contoh,
ketika konselor dalam bimbingan klasikal akan mengajarkan keterampilan sosial tertentu yang
merupakan pengetahuan prosedural, maka konselor diharapkan memilih metode bimbingan
klasikal yang tidak hanya berfokus pada pemberian penjelasan tentang prosedur dari
keterampilan sosial tersebut, melainkan memilih metode yang memfasilitasi siswa untuk
mempraktikkan keterampilan sosial tersebut.
c. Pertanyaan, “Bagaimana siswa belajar?”
Pertimbangan ketiga ini masih terkait dengan jenis pengetahuan yang hendak dipelajari
siswa dalam bimbingan klasikal. Siswa akan menjalani proses kognitif sesuai dengan jenis
pengetahuan yang dipelajari. Contohnya, saat siswa mempelajari jenis pengetahuan faktual,
maka mereka akan cenderung menjalani proses kognitif yang berorientasi pada hafalan,
sedangkan ketika mereka mempelajari jenis pengetahuan konseptual, maka mereka akan
berusaha untuk mengidentifikasi ciri khusus setiap elemen dari suatu konsep dan menstruktur
kesalingterkaitan antar konsep ke dalam pola organisasi pengetahuan yang bermakna. Oleh
karena itu, dalam memilih metode bimbingan klasikal, konselor diharapkan
mempertimbangkan bagaimana proses kognitif yang akan terjadi untuk mempelajari suatu
jenis pengetahuan tertentu.
Pada pokok bahasan berikut akan dipaparkan tentang metode pengajaran langsung, metode
pengajaran kelompok, dan metode pengajaran konstruktivistik. Paparan metode pengajaran
kelompok meliputi diskusi dan cooperative learning. Adapun pembahasan metode pengajaran
konstruktivistik memfokus pada pembahasan tentang pembelajaran berbasis masalah (problem
based learning; PBL). Untuk metode dan teknik lain dapat secara lebih lengkap dapat di akses di
19
link berikut ini (metode pembelajaran) sedankan untuk pemahaman lebih lanjut peserta juga dapat
membaca materi artikel pada link berikut (artikel pembelajaran)
1) Metode Pengajaran Langsung
Pengajaran langsung yang disebut juga sebagai metode ekspositori atau metode ceramah
merupakan metode pengajaran yang paling banyak diaplikasikan dalam kegiatan pembelajaran
klasikal. Slavin (2018) mendefinisikan metode pengajaran langsung (direct instruction) sebagai
pendekatan pengajaran yang dilakukan guru dengan mengirimkan informasi secara langsung
kepada siswa; pembelajaran dilaksanakan dengan memfokus pada pencapaian tujuan dan disusun
oleh guru. Pengaplikasian metode pengajaran langsung menjadikan guru atau konselor sebagai
pusat dalam pelaksanaan pembelajaran atau pelayanan klasikal.
Pengajaran langsung dilaksanakan dalam beberapa tahapan. Berikut ini merupakan tahapan
pengajaran langsung yang disarikan dari Arends (2007), Slavin (2018) dan Woolfolk (2008):
1) Menyatakan tujuan bimbingan klasikal dan perkenalkan siswa terhadap konten layanan.
Di tahap awal pengajaran langsung, konselor menyampaikan kepada siswa perihal
tujuan dan arah bimbingan klasikal yang akan dilaksanakan. Konselor juga perlu
menginformasikan perilaku apa saja yang diharapkan dari siswa selama mengikuti
bimbingan klasikal. Selanjutnya konselor menyampaikan tentang betapa menarik, penting,
dan sesuainya topik bimbingan klasikal dengan kehidupan siswa.
2) Review pengetahuan prasyarat yang telah dimiliki siswa.
Dalam tahapan ini konselor mengulas berbagai pemahaman konsep maupun
keterampilan yang diperlukan siswa untuk menguasai konten yang disampaikan dalam
bimbingan klasikal. Review ini penting agar siswa siap untuk mengikuti kegiatan bimbingan
klasikal.
3) Sajikan materi baru
Konselor menyajikan konten bimbingan kelompok, mempresentasikan berbagai
informasi terkait dengan topik yang dibahas, memberikan contoh, mendemonstrasikan
konsep atau prosedur tertentu, dan berbagai aktivitas lain yang relevan dengan upaya
menyampaikan materi baru agar dapat dipahami siswa. Selama penyampaian materi baru,
konselor diharapkan memanfaatkan media pembelajaran tertentu sehingga materi baru yang
disampaikan mudah dipahami siswa, tidak terlalu abstrak, dan bertambah menarik.
Diharapkan selama menyajikan materi baru, konselor senantiasa mengundang para siswa
20
untuk terlibat secara aktif melalui bertanya, mengajukan pendapat yang mendukung maupun
berbeda, menyampaikan hasil analisis atau penalaram tertentu tentang topik atau isu yang
sedang didiskusikan.
4) Lakukan pendalaman belajar
Tahapan ini dilakukan dengan menyajikan berbagai pertanyaan kepada siswa untuk
mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang disajikan. Di samping itu,
pertanyaan yang diajukan konselor diharapkan juga dapat mengkoreksi kesalahan konsep
yang dimiliki siswa terkait topik yang sedang dibahas.
5) Beri kesempatan latihan mandiri
Berikan siswa kesempatan untuk berlatih memanfaatkan konsep yang baru dipelajari
atau mempraktikkan keterampilan atau prosedur yang baru dikuasai. Aktivitas yang banyak
dilakukan oleh guru atau konselor di tahapan ini adalah meminta siswa mengerjakan soal
latihan atau mengerjakan lembar kerja siswa (LKS).
6) Ases/uji penguasaan siswa terhadap meteri dan berikan balikan
Konselor, di tahapan ini, mengulas hasil pekerjaan mandiri siswa, baik yang diperoleh
dari soal latihan, LKS, atau latihan-latihan kuis. Dalam proses memberikan ulasan ini,
konselor memberikan balikan kepada siswa yang menunjukkan hasil kerja yang sudah tepat
atau benar, memberikan koreksi bagi siswa yang hasil kerjanya masih keliru, dan
memberikan pembelajara ulang apabila memang diperlukan.
Metode pengajaran langsung sangat penting diaplikasikan untuk memfasilitasi siswa
memahami konsep tertentu secara akurat. Lebih spesifik, berikut ini keunggulan metode
pengajaran langsung:
1) Dapat melayani banyak orang. Dalam sekali kegiatan bimbingan klasikal yang
dilaksanakan dengan menggunakan metode pengajaran langsung, maka seluruh siswa
sekelas dapat mengakses konten yang disampaikan oleh konselor.
2) Tidak memerlukan banyak waktu. Metode pengajaran langsung merupakan metode
bimbingan klasikal yang paling hemat waktu. Untuk menyampaikan unit materi atau
eleman informasi dengan jumlah yang sama, apabila menggunakan metode yang lain,
seperti pembelajaran berbasis masalah atau diskusi kelompok, akan memerlukan waktu
yang lebih lama.
3) Tidak terlalu membutuhkan banyak fasilitas. Metode pengajaran langsung merupakan
metode yang memerlukan alat bantu maupun media yang paling sedikit. Hal ini berbeda
dengan metode pembelajaran kooperatif, misalnya, yang memerlukan kelas yang lebih luas
yang memungkinkan siswa dipecah-pecah ke dalam kelompok-kelompok kecil, bahan
21
latihan atau diskusi untuk memandu kegiatan kelompok kecil, dan beberapa kertas dengan
format tertentu untuk melaporkan hasil diskusi dalam kelompok kecil.
4) Mudah dilaksanakan. Metode pengarajan langsung merupakan metode yang sederhana
karena tidak menuntuk prosedur yang rumit apabila dibandingkan dengan metode lain
seperti pembelajaran berbasis masalah, misalnya. Dalam metode pengajaran langsung,
konselor tinggal menyampaikan materi secara lisan dalam seluruh sesi kegiatan bimbingan
klasikal. Hal yang membedakan antar tahapan adalah arah isi pembicaraan.
5) Jika pembicara bisa menggunakan gambar dan kata-kata, bahan menjadi lebih menarik.
Penggunaan media dalam metode pengajaran langsung sangat bermanfaat untuk
meningkatkan motivasi dan keterikatan (engagement) siswa terhadap kegiatan bimbingan
klasikal.
6) Efektif untuk menyampaikan konsep yang kompleks atau abstrak secara akurat dalam
waktu yang singkat. Metode pengajaran langsung memungkinkan konselor menyampaikan
suatu konsep dalam bentuk organisasi pengetahuan yang sistematis dan bermakna sehingga
konsep yang kompleks dapat dipahami dalam waktu yang relatif singkat.
Meskipun metode pengajaran langsung memiliki banyak keunggulan, tetapi banyak
kelemahan dan kritik yang diberikan kepada metode ini. Di bawah ini adalah tiga kelemahan yang
mendasar dari penggunaan metode pengajaran langsung.
1) Sering dilaksanakan secara monolog. Dalam banyak praktik pembelajaran maupun
bimbingan klasikal metode pengajaran langsung cenderung dilakukan secara monolog.
Apabila hal ini terjadi, maka kegiatan bimbingan klasikal menjadi tidak maksimal karena:
a) siswa tidak menggunakan proses berpikir tingkat tinggi (higher order thinking); b) siswa
menjadi pasif dalam mengikuti kegiatan bimbingan klasikal, hanya konselor yang aktif
untuk mengupayakan siswa memahami konten bimbingan klasikal, sementara siswa tidak
berusaha menggunakan strategi berpikir yang tepat untuk menguasai konten yang
disampaikan konselor; dan c) apabila konselor melakukan monolog dengan cara yang tidak
menarik dan gagal menarik perhatian siswa, maka kelas akan menjadi tidak terkontrol dan
pembelajaran dalam kegiatan bimbingan klasikal tidak berlangsung.
2) Individu mendengarkan kurang aktif. Oleh karena penggunaan metode pengajaran
langsung mendorong konselor untuk aktif dalam membantu siswa memahami konten
bimbingan klasikal, maka siswa akan cenderung mendengarkan secara pasif setiap
informasi yang disampaikan konselor. Setiap mendengarkan pesan dari konselor, siswa
akan cenderung menangkap elemen informasi itu apa adanya sebagai sesuatu yang bisa
dipahami atau tidak bisa dipahami tanpa berusaha untuk: a) mempertanyakan elemen
informasi yang sudah ditangkap; b) menggeneralisir aplikasi konsep dari elemen informasi
yang disajikan; dan c) mengaitkan elemen informasi yang diketahui dari konselor dengan
elemen informasi atau pengalaman yang telah dipelajari sebelumnya.
3) Memerlukan keterampilan bicara supaya penjelasan menarik. Guna dapat
mengimplementasikan metode pengajaran langsung secara menarik maka konselor dituntut
untuk mampu menjadi komunikator yang baik. Intonasi suara yang datar, bicara yang
terlalu cepat, dan volume suara yang terlalu lemah membuat konselor tidak mendapatkan
22
perhatian dari siswa selama melaksanakan metode pembelajaran langsung. Di samping itu,
kegagalan dalam memberikan perhatian atau tatapan mata yang merata kepada siswa di
kelas dan ekspresi nonverbal yang tidak komunikatif membuat interaksi pembelajaran
menjadi terhambat.
Guna mengatasi kelemahan tersebut maka beberapa hal yang perlu untuk dilakukan dalam
menerapkan metode pengajaran langsung, yaitu:
a. Sebelum menggunakan teknik ini, buatlah pertimbangan apakah teknik pengajaran langsung
merupakan cara yang paling tepat untuk mempelajari konten atau materi yang dibahas dalam
bimbingan klasikal.
b. Konselor perlu menyiapkan bahan dan media yang memudahkan siswa menguasai materi
c. Konselor menguasai atau memiliki kepakaran terhadap materi bimbingan klasikal yang akan
disampaikan. Kepakaran atau penguasaan materi yang memadai memungkinkan konselor
memiliki pengorganisasian konsep yang bermakna dan sangat penting untuk menstruktur materi
yang bermakna.
d. Usahakan menyediakan bahan yang dapat dipelajari sendiri oleh siswa. Bahan tersebut bisa
berupa lembar kerja siswa dan bahan-bahan latihan lainnya.
e. Usahakan menggunakan strategi yang lebih variatif, misalnya diselingi pertanyaan, dan bukan
hanya ceramah secara monoton. Pertanyaan memiliki beberapa fungsi, seperti menarik
perhatian kelas, mengecek atau memonitor tingkat pemahaman siswa, dan mendorong siswa
berpikir tingkat tinggi (higher order thinking).
f. Gunakan alat bantu/media. Penggunaan media dan alat bantu sangat penting untuk menjadikan
materi yang disampaikan dengan metode pengajaran langsung tidak bersifat abstrak, melainkan
sesuatu yang konkrit dan nyata.
g. Konselor menunjukkan penjelasan tentang kesalingterkaitan antar konsep (explanatory link).
Konten atau materi bimbingan klasikal akan dirasakan bermakna bagi siswa apabila siswa
memahami kesalingterkaitan suatu konsep dengan konsep yang lainnya. Pemahaman yang
terstruktur dan bermakna ini hanya bisa terjadi apabilai konselor memiliki kepakaran tentang
konten atau materi yang disampaikannya.
h. Dukung pengajaran langsung dengan latihan terbimbing. Keberadaan latihan terbimbing
mendorong siswa untuk mengaplikasikan dan menggunakan pengetahuan yang baru saja
dipelajari dalam bimbingan kelompok. Dengan latihan terbimbing ini, konselor dapat mengecek
23
dan memberikan balikan terhadap pemahaman siswa terhadap konten atau materi bimbingan
klasikal.
i. Dorong siswa untuk aktif belajar selama proses pengajaran langsung. Berikut ini adalah strategi
yang dapat digunakan:
1) Pertanyaan, semua menulis
2) Response serempak
3) Penjelasan kurang dengan pasangan belajar
4) Kalimat hasil
2) Metode Pengajaran Kelompok
a) Diskusi Kelompok
Metode pengajaran yang berorientasi kelompok yang paling banyak diaplikasikan adalah
diskusi. Metode ini merupakan salah satu bentuk metode bimbingan klasikal yang berpusat pada
siswa. Hal ini berbeda dengan metode pengajaran langsung yang berpusat pada guru. Diskusi
didefinisikan sebagai metode pengajaran yang dilakukan dengan pertukaran verbal ide-ide yang
sudah direncanakan oleh tiga orang atau lebih untuk memecahkan masalah atau memperjelas
persoalan yang dipimpin atau dipandu oleh pemimpin kelompok (Arends, 2007; Burdin & Byrd,
1999). Proses diskusi dapat melibatkan siswa dengan siswa ataupun siswa dengan guru.
Penggunaan metode diskusi dalam bimbingan klasikal memiliki banyak keuntungan dan
kelebihan. Arends (2007) memaparkan bahwa hasil diskusi kelompok mencakup pemahaman
konseptual, keterlibatan dan keterikatan siswa terhadap proses bimbingan klasikal atau
pembelajaran, serta keterampilan berpikir dan berkomunikasi. Dinkemeyer dan Munro (dalam
Romlah, 2001) menjelaskan tujuan diskusi adalah sebagai berikut:
(1) Mengembangkan pengertian terhadap diri-sendiri. Melalui proses diskusi para siswa dapat
mendapatkan balikan dari siswa lain atau konselor yang berguna untuk lebih memahami diri
mereka sendiri, seperti kelebihannya, kekurangannya, konsep diri yang dimilikinya, dan lain-
lain.
(2) Mengembangkan kesadaran tentang diri (self) dan orang lain. Diskusi kelompok memungkan
para pesertanya untuk belajar tentang perbedaan diri mereka dengan orang lain melalui
serangkaian proses berbagi pendapat, beradu argumentasi, mengelola konflik dalam diskusi,
kepemimpinan dan seterusnya. Dengan demikian, diskusi membuat siswa memiliki
24
pengalaman untuk memecahkan masalah dan konflik, berbagi peran, respek dan toleran
terhadap perbedaan, dan berempati kepada orang lain.
(3) Mengembangkan pandangan dan keterampilan baru tentang hubungan antar manusia
(interpersonal relationship) yang meliputi:
(a) Mengembangkan keterampilan kepemimpinan.
(b) Merangkum pendapat-pendapat kelompok.
(c) Berlatih mencapai suatu konsensus.
(d) Menjadi pendengar yang aktif.
(e) Mengatasi perbedaan dengan tepat.
(f) Mengembangkan keterampilan memparafrase.
(g) Mengembangkan keterampilan belajar mandiri.
(h) Mengembangkan keterampilan menganalisis, mensintesis, dan menilai.
Diskusi kelompok dilaksanakan dalam beberapa tahapan. Arends (2007) dan Woolfolk
(2008) menjabarkan tahapan diskusi kelompok sebagai berikut:
(1) Mengembangkan maksud dan tujuan diskusi kelompok. Tahapan ini dilakukan konselor
dengan menyampaikan kepada siswa alasan dan tujuan yang hendak dicapai dari kegiatan
diskusi kelompok. Konselor di tahapan ini juga perlu menyampaikan tentang peraturan yang
berlaku dalam diskusi kelompok dan perilaku-perilaku yang diharapkan dari siswa selama
diskusi, seperti menghargai pendapat orang lain, berbicara atau berpendapat secara bergantian,
dan seterusnya.
(2) Memfokuskan diskusi. Di tahapan ini konselor menyodorkan pertanyaan stimulasi diskusi dan
menyodorkan isu atau situasi yang membingungkan dan merangsang siswa untuk
memecahkannya. Pertanyaan dan isu yang kritis serta relevan dengan kehidupan sehari-hari
siswa sangat menentukan antusiasme siswa dalam berpartisipasi dalam diskusi kelompok.
(3) Mengelola diskusi. Selama diskusi berlangsung, konselor dituntut untuk: memantau interaksi
siswa selama proses diskusi, melontarkan pertanyaan, mendengarkan ide-ide dari para siswa,
merespons ide-ide siswa, menegakkan peraturan diskusi yang telah disepakati, mencatat atau
merekam proses diskusi, dan mengekspresikan idenya sendiri.
(4) Mengakhiri diskusi. Konselor membantu mengakhiri proses diskusi dengan merangkum atau
mengekspresikan makna bagi siswa dan diri-sendiri. Pengakhiran diskusi juga dapat dilakukan
dengan memberikan pertanyaan seperti, ”Apa hal utama yang kita dapatkan dari diskusi pada
25
bimbingan klasikal kali ini?” atau, ”Poin apa yang paling provokatif dan menarik yang kita
dapatkan pada diskusi di bimbingan klasikal kali ini?”
(5) Debriefing. Di tahapan akhir ini, konselor meminta siswa untuk menelaah proses diskusi yang
telah dilaksanakannya dan memikirkan kembali proses-proses diskusi yang telah dijalaninya.
Beberapa pertanyaan seperti, ”Bagaimana pendapatmu tentang diskusi yang berjalan pada
bimbingan klasikal kali ini? Apakah diskusi kita telah memfasilitasi semua orang untuk
berpartisipasi dan berpendapat? Adakah saat-saat kita mengalami jalan buntu dalam mencari
ide atau solusi dari suatu masalah pada diskusi kali ini? Hal apa saja yang dapat kita ciptakan
atau lakukan agar diskusi di masa mendatang dapat lebih provokatif dan menarik?”
Diskusi kelompok akan berjalan dengan lancar apabila pemimpin kelompok (diskusi) dan
anggota kelompok melaksanakan perannya secara tepat. Konselor dalam diskusi kelompok dapat
berperan sebagai pemimpin kelompok ataupun sebagai anggota kelompok. Hal ini tergantung pada
perencaan kegiatan diskusi kelompok. Berikut ini adalah peranan pemimpin kelompok:
(1) Menyediakan kondisi yang membantu kelancaran komunikasi, melalui: pengaturan tempat
duduk, mengatur lalu-lintas pembicaraan, menegur anggota yang memonopoli pembicaraan
dan mendorong anggota yang kurang bicara dengan cara yang tidak menyinggung.
(2) Membantu kelopok merumuskan tujuan-tujuan, menjajagi masalah yang akan dibicarakan,
bertindak sebagai sumber, dan bila perlu mencari sumber lain yang dapat membantu kelompok
memecahkan masalah.
(3) Mengenalkan teknik-teknik yang dapat membantu agar diskusi berlangsung secara lancar.
(4) Menjaga supaya pembicaraan tidak menyimpang dari masalah pokok, merangkum hasil
diskusi, dan membantu kelompok mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai.
(5) Memperhatikan masalah-masalah khusus yang timbul selama diskusi berlangsung.
Adapun anggota kelompok berperan untuk:
(1) Berpartisipasi aktif dalam diskusi. Para anggota kelompok diharapkan menunjukkan
antusiasnya terhadap proses diskusi dan isu-isu yang dibahas dalam diskusi, menghargai
pendapat orang lain, memberi kesempatan orang lain untuk berpendapat, menghindari upaya
memonopoli waktu berbicara, dan seterusnya.
(2) Datang tepat waktu, menyiapkan bahan yang akan didiskusikan dan memahami ruang lingkup
diskusi. Anggota kelompok diharapkan ’hadir’ dalam kegiatan diskusi dan menunjukkan
26
perhatian terhadap proses diskusi. Agar diskusi kelompok terjadi secara menarik, maka
diharapkan anggota kelompok menguasai isu-isu yang sedang didiskusikan dan berbicara
terkait dengan isu yang sedang dibahas.
(3) Berusaha untuk tidak menyimpang dari topik diskusi dan bersedia berbagi waktu berbicara
dengan anggota lain.
(4) Berperilaku sesuai dengan aturan diskusi yang disepakati bersama.
(5) Memahami bahwa diskusi kelompok merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan semua
anggota dan bukan tempat untuk mencari kekuasaan dan melampiaskan rasa kebencian.
Kesadaran dan pemahaman ini penting untuk mengantisipasi motif-motif siswa yang tidak
sehat dalam mengikuti diskusi kelompok, seperti menguasai forum, mengalahkan atau
menyalahkan pendapat orang lain, mencari pembenaran dan menafikkan pendapat orang lain,
dan seterusnya.
Meskipun memberikan manfaat yang nyata, tetapi diskusi kelompok juga memiliki
kelemahan. Berikut ini tiga kelemahan dari kegiatan diskusi kelompok:
(1) Diskusi dapat menjadi salah arah jika pemimpin tidak menjalankan fungsinya. Efektif atau
tidaknya kegiatan diskusi kelompok sangat bergantung pada pemimpin kelompok. Apabila
pemimpin kelompok kurang mampu mengundang partisipasi anggota kelompok, mengarahkan
komunikasi diskusi secara tidak berimbang, kurang mampu mengartikulasi berbagai perbedaan
dalam diskusi, dan seterusnya maka kegiatan diskusi menjadi tidak efektif dan tidak berjalan
sebagai mana yang diharapkan. Hasilnya, diskusi tidak membuahkan pengalaman belajar yang
diharapkan.
(2) Ada kemungkinan diskusi akan dikuasai oleh orang-orang tertentu dan siswa yang kurang
mampu berkomunikasi kurang mendapat kesempatan bicara.
(3) Membutuhkan banyak waktu dan tempat yang agak luas. Apabila dibandingkan dengan
pengajaran langsung, diskusi memerlukan waktu yang lebih lama dan tempat yang lebih luas.
b) Curah gagasan (brainstorming)
Curah gagasan merupakan bentuk lain dari diskusi kelompok. Diskusi curah gagasan
merupakan teknik pengeksplorasian ide maupun gagasan dari semua anggota kelompok. Setiap
anggota kelompok diminta untuk mengungkapkan ide atau gagasan. Kesediaan dan partisipasi
setiap anggota kelompok dalam berpendapat untuk menyampaikan idenya merupakan kunci dari
27
pelaksanaan curah gagasan. Teknik ini dapat digunakan sebagai pelengkap teknik diskusi
kelompok maupun pemecahan masalah (problem solving).
Berikut ini adalah aturan dalam curah gagasan:
(1) Tidak boleh memberi komentar negatif terhadap pendapat anggota lain
(2) Perhatikan pada anggota yang memberi sumbangan pendapat, bukan pada mutu tetapi pada
kesediaannya mengemukakan pendapat, karena semakin banyak yang menyumbang pendapat
semakin baik
(3) Perluas sumbangan pikiran anggota lain
(4) Beri dorongan ide-ide yang positif
(5) Catat inti setiap sumbangan pendapat
(6) Tentukan batas waktu untuk memberi sumbangan-sumbangan pikiran
3) Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning)
Bentuk lain dari pembelajaran kelompok dalam bimbingan klasikal adalah cooperative
learning. Orlich dan kawan-kawan (2010) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai
kegiatan pembelajaran yang berbasis pendekatan kelompok kecil untuk mengajarkan bahwa semua
siswa bertanggungjawab terhadap prestasi individu maupun kelompok. Dibandingkan dengan
diskusi kelompok, pembelajaran kooperatif mendorong setiap orang punya kontribusi yang sama
kepada kelompok. Oleh pembelajaran ini didasari pandangan bahwa keberadaan siswa dalam suatu
kelas sebagai kelompok bukan untuk saling bersaing, melainkan untuk bekerja sama sehingga
kelas dapat menciptakan suatu sinergi dalam berprestasi.
Pandangan yang menyebutkan bahwa siswa yang satu merupakan kompetitor bagi siswa
yang lain dalam berprestasi, yang ditunjukkan dengan mengurutkan siswa berdasarkan prestasi
yang dicapainya, merupakan suatu pandangan yang ditentang dengan prinsip pembelajaran
kooperatif (Slavin, 2005). Dengan demikian, setiap siswa dalam satu kelas memiliki kesempatan
yang sama untuk bisa sukses dalam belajar. Arends (2007), Orlich dan kawan-kawan (2010) dan
Slavin (2005) mengindetifikasi hasil-hasil penting dari pembelajaran kooperatif, yaitu:
(a) Meningkatkan pemahaman yang komprehensif tentang konten bimbingan klasikal dan
prestasi siswa.
(b) Kemauan untuk toleran serta menerima keanekaragaman.
(c) Memperkuat keterampilan sosial
(d) Memfasilitasi siswa membuat keputusan
28
(e) Menciptakan lingkungan belajar yang aktif
(f) Meningkatkan harga diri (self esteem) siswa
(g) Memadukan berbagai gaya belajar yang berbeda
(h) Mempromosikan tanggung jawab kepada setiap siswa
(i) Memfokus pada kesuksesan dan keberhasilan semua siswa.
Ada beberapa macam strategi pelaksanaan pembelajaran kooperatif, seperti student teams
achievement devisions (STAD), Jigsaw, peer assisted learning strategies (PALS), belajar bersama
(learning together), investigasi kelompok (group investigation), metode informal (termasuk think-
pair-share) (untuk ulasan lanjut baca Slavin, 2005). Meski banyak strategi dalam pembelajaran
kooperatif, tetapi terdapat beberapa ciri-ciri khusus dari pembelajaran kooperatif yang
diidentifikasi oleh Johnson dan Johnson (2005) sebagai berikut:
(a) Menggunakan kelompok kecil yang terdiri dari 3-4 siswa (microgroups)
(b) Memfokus pada tugas yang harud diselesaikan
(c) Menuntut kerjasama dan interaksi kelompok
(d) Mengamanahkan dan mewajibkan tanggung jawab belajar kepada setiap siswa
(e) Mendukung kerja dalam divisi
Dalam Kegiatan Belajar ini secara singkat pembahasan metode pembelajaran kooperatif
memfokus pada STAD, Jigsaw, dan investigasi kelompok. Berikut ini adalah paparan untuk setiap
strategi tersebut.
a) STAD
Strategi STAD merupakan bentuk pembelajaran kooperatif yang paling sederhana yang
dikembangkan oleh Robert Slavin. Biasanya, STAD diterapkan pada pengajaran topik-topik baru
secara reguler di setiap minggu. STAD dilaksanakan dalam beberapa tahapan, yakni:
(1) Siswa dari suatu kelas di bagi ke dalam kelompok-kelompok kecil. Anggota kelompok
kecil tersebut berasal dari kedua jenis gender (terdiri laki-laki dan perempuan), dari
berbagai kelompok ras, etnis, ataupun daerah, dan dengan prestasi tinggi, sedang, serta
rendah.
(2) Anggota kelompok menggunakan lembar kerja siswa (LKS) ataupun bentuk worksheet lain
untuk mempelajari berbagai materi atau konten bimbingan klasikal. Selama proses belajar
di tahapan ini, para siswa didorong untuk saling membantu mempelajari metari dengan
cara tutoring, saling memberi kuis, dan melaksanakan diskusi tim.
29
(3) Secara individual, setiap anggota kelompok atau siswa diberi kuis mingguan atau dua
mingguan terkait konten atau materi bimbingan kelompok yang diberikan.
(4) Kuis-kuis masing-masing siswa tersebut diskor berdasarkan kemajuan yang dicapai, bukan
skor absolut. Fokus penskoran adalah peningkatan atau penambahan skor yang dicapai
setiap siswa di setiap periode pemberian kuis.
b) Jigsaw
Pembelajaran kooperatif dengan strategi Jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson.
Pembagian dan alur kerja tim-tim Jigsaw divisualisasikan dalam Gambar …. Adapun tahapan dari
Jigsaw dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Siswa diminta untuk membentuk kelompok asal yang terdiri atas 5-6 orang siswa. Para
siswa dalam tim asal merupakan kelompok belajar yang heterogen.
(2) Siswa dari kelompok asal kemudian diberi tanggungjawab untuk mempelajari satu pokok
bahasan tertentu.
(3) Setelah setiap siswa mendapatkan mandat untuk belajar topik tertentu, mereka diminta
untuk bergabung ke kelompok yang membahas topik yang sama (disebut kelompok ahli).
Dengan demikian, kelompok ahli merupakan kelompok yang berasal dari berbagai
kelompok asal. Materi yang dipelajari biasanya disajikan dalam bentuk teks.
(4) Anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal setelah mereka menguasai topik
tertentu.
(5) Setiap kelompok asal saling mengajari anggota kelompok lain tentang materi atau topik
yang telah dipelajarinya di kelompok ahli.
Gambar 1.6 Bagan pembagian jigsaw
30
(Sumber: https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/31/cooperative-learning-teknik-
jigsaw/)
c) Investigasi Kelompok
Awalnya, investigasi kelompok dikembangkan oleh Herbert Thelen dan dalam
perkembangannya telah dimodifikasi oleh banyak ahli. Pada bahasan ini akan dibahas strategi
investigasi kelompok yang disampaikan oleh Sharan (dalam Slavin, 2005). Investigasi kelompok
merupakan bentuk pembelajaran kooperatif yang selama ini dipandang paling kompleks
prosedurnya. Terdapat enam tahapan dalam mengimplementasikan investigasi kelompok, yaitu:
(1) Pemilihan topik. Konselor dalam bimbingan klasikal terlebih dahulu menerangkan
tentang permasalahan atau isu-isu tertentu. Siswa memilih topik-topik tertentu sesuai
dengan isu atau permasalahan yang telah diterangkan konselor. Mereka kemudian dibagi
ke dalam kelompok-kelompok kecil yang keanggotaannya bersifat heterogen. Mereka
biasanya beranggotakan antara 2-6 orang.
(2) Pembelajaran kooperatif. Siswa bersama guru bersama-sama merencanakan serangkaian
prosedur, tugas, dan tujuan belajar yang relevan dengan topik yang dipilih dalam langkah
1.
(3) Implementasi. Siswa melaksanakan rencana yang sudah disusun pada tahap 2. Aktivitas
pembelajaran (yang direncanakan di tahap 2) diharapkan melibatkan berbagai kegiatan
dan keterampilan. Siswa didorong untuk mengakses sumber informasi baik dari dalam
maupun luar sekolah. Konselor berperan untuk memantau perkembangan masing-masing
kelompok dan menawarkan bantuan jika diperlukan.
(4) Analisis dan sintesis. Siswa menganalisis, membahas dan mengevaluasi informasi yang
diperoleh dari tahap 3. Kemudian, mereka merencanakan cara menyajikan dan
mempresentasikan hasilnya kepada teman-teman sekelas.
(5) Presentasi produk akhir. Beberapa atau semua kelompok mempresentasikan topik-topik
yang telah mereka investigasi. Presentasi ini diharapkan membuat siswa satu kelas merasa
saling terlibat dengan pekerjaan temannya dan, yang tidak kalah penting, mencapai
perspektif yang lebih luas tentang isu atau topik yang sedang dibahas. Presentasi ini
dipandu atau dimoderatori oleh konselor.
31
(6) Evaluasi. Tahapan ini dilaksanakan dengan menilai kontribusi masing-masing kelompok
ke hasil pekerjaan kelas secara keseluruhan. Evaluasi dapat diarahkan untuk memasukkan
hasil asesmen baik secara individual, kelompok, maupun kedua-duanya.
d) Think Pair and Share (TPS)
Dikembangkan oleh Frang Lyman dan Koleganya di universitas Maryland, strategi ini
menjadi bagian dari metode kooperatif yang berfokus pada upaya meningkatkan efektifitas dalam
proses diskusi. Strategi think pair and share berfokus pada bagaimana sebuah upaya mengubah
suasana dan kondisi diskusi menjadi lebih menarik dan variatif. Bekerja dibawah asumsi bahwa
semua proses diskusi membutuhkan pengaturan dalam upaya mengendalikan kelas secara
menyeluruh, dan mencoba memberikan keleluasaan bagi siswa untuk berfikir dengan waktu yang
cukup akan membantu dalam meningkatkan respon yang diberikan. Selain itu think pair and share
memberikan siswa waktu untuk berinteraksi dan saling merespon dan membantu satu sama lain.
Guru akan memebrikan waktu mendalam bagi siswa untuk merenungkan dan mempertimbangkan
informasi yang telah diperoleh dan selanjutnya menyatukan gagasan merera serta membaginya
bersama dalam sebuah kelas secara menyeluruh.
Tahapan penggunaan teknik ini secara keseluruhan dibagi menjadi 4 tahapan utama akan
tetapi yang menjadi ciri utama dari strategi think pair and share adalah 3 langkah utamanya yaitu
Thinking (berfikir), Pairing (berpasangan) dan Sharing (berbagi). Secara lebih jelas tahapan akan
dijelaskan sebagai berikut.
a) Menyampaikan materi
Pada tahap ini guru akan memberikan atau menyampaikan inti materi yang menjadi
tujuan dari layanan yang diberikan. Guru dapat menyajikan materi dengan presentasi, atau
sebuah video pembelajaran yang dapat memberikan gambaran awal dan informasi-
informasi lain yang dibutuhkan siswa dalam merangsang kognitif mereka nantinya dalam
mengerjakan tugas.
b) Berfikir (Thinking)
Pada tahap kedua atau langkah “Think”, guru akan mengajukan suatu pertanyaan atau
manyajikan sebuah masalah. Tentu saja masalah atau pertanyaan yang dimaksudkan erat
kaitanya dengan pelajaran atau materi yang telah disajikan pada awal kegiatan.
Selanjutnya siswa mandiri akan diberikan kesempatan untuk menelah dan
mengidentifikasi ulang setiap informasi yang diperoleh di awal guna menjawab setiap
32
pertanyaan atau mencari solusi dari masalah yang diangkat. Untuk kepentingan evaluasi
disarankan agar setiap jawaban dicatatan agar dapat dilakukan koreksi di akhir, atau guru
dapat menyiapkan lembar kerja peserta didik (LKPD) untuk mempermudah intruksi
penugasan pada siswa. Durasi waktu yang dapat diberikan kepada siswa untuk
mengerjakan tugas tergantung pada tingkat kesukaran yang ada, disini guru diminta untuk
mengidentifikasi kebutuhan sesuai dengan kemampuan siswa.
c) Berpasangan (Pairing)
Tahap ketiga “Pair” adalah kegiatan dimana guru akan meminta siswa untuk berpasangan
(kelompok 2 orang) guna mendiskusikan hasil pekerjaan yang telah dilakukan secara
mandiri pada langkah berfikir (think) sebelumnya. Dalam tahap ini siswa akan
menyatukan gagasan dan ide yang telah mereka temukan dan merumuskan dalam bentuk
yang lebih utuh dan konkrit. Biasanya guru akan memberikan waktu kurang lebih 5-10
menit agar kesepakatan yang dilakukan atau penyatuan gagasan atau ide dapat di
konstruksikan dengan lebih baik
d) Berbagi (Sharing)
Pada tahap ini siswa akan diminta guru untuk secara bergantian setiap pasangan untuk
menyampaikan hasil diskusi yang dilakukan sebelumnya ke kelas secara keseluruhan.
Penyampaian hasil diskusi juga dapat dimodiikasi dengan pembuatan kelompok kecil
terlebih dahulu dengan setiap kelompok terdiri dari beberapa pasangan. Hal ini dilakukan
untuk mengantisipasi proses bergantian yang terlalu lama jika jumlah pasangan dalam
kelas sangat banyak. Langkah ini merupakan bagian penting atau bisa dikatakan sebagai
penyempurnaan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini dilakukan untuk menolong
agar semua siswa di kelas memahami tentang bagaimana upaya pemecahan masalah yang
diberikan berdasarkan hasil kerja kelompok lain. Memahami bahwa ada banyak solusi
atau jawaban yang mungkin muncul dari sebuah permasalahan dan siswa menjadi lebih
memahami ketika guru melakukan koreksi atau penguatan di akhir pemberian layanan.
Dalam perkembangannya penggunaan teknik TPS ini guru bimbingan dan konseling juga
dapat melakukan improvisasi dalam hal langkah detail dalam tahapan yang ada seperti strategi
membagikan hasil diskusi pasangan dalam kelas/kelompok atau menambahkan teknik lain seperti
diskusi dan lainnya guna lebih meningkatkan efektifitas dan efisiensi dari aplikasi teknik TPS.
33
Dalam media pembelajaran yang disediakan akan di ilustrasikan bagaimana penerapan layanan
klasikal dengan penggunaan metode TPS ini.
4) Metode Pengajaran Konstruktivistik
Ada beberapa metode pengajaran yang berkembang dari teori konstruktivistik, tetapi yang
banyak diaplikasikan adalah pembelajaran berbasis masalah (problem based learning). Paparan
ini memfokus pembahasan pembelajaram berbasis masalah pada kegiatan bimbingan klasikal.
Arends (2007) mengidentifikasi tiga hasil yang diperoleh dari pembelajaran berbasis
masalah, yakni (1) keterampilan melakukan investigasi dan mengatasi masalah, (2) perilaku dan
keterampilan sosial sesuai dengan peran orang dewasa, dan (3) keterampilan untuk belajar secara
mandiri. Namun demikian metode ini tidak bisa digunakan untuk menyampaikan konsep dalam
jumlah yang besar. Berikut ini ciri-ciri pembelajaran berbasis masalah:
a) Pertanyaan atau masalah perangsang. Dalam pembelajaran berbasis masalah, materi atau
konten bimbingan klasikal pelajaran tidak distruktur secara sistematis sebagaimana
terdapat dalam metode pengajaran langsung. Materi atau konten bimbingan klasikal
diorganisir melalui pertanyaan dan masalah yang penting secara sosial dan personal. Siswa
dihadapkan pada situasi kehidupan nyata yang tidak cukup dengan diberi jawaban dan
solusi yang sederhana untuk menyelesaikannya.
b) Fokus interdisipliner. Meskipun pembelajaran berbasis masalah dalam bimbingan klasikal
diaplikasikan konselor untuk membahas isu-isu pribadi-sosial, belajar, atau karir, tetapi
dalam penerapannya konselor dituntut membahas isu-isu bimbingan klasikal dalam
perspektif sosiologi, ekonomi, dan lain-lain.
c) Investigasi autentik. Pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk meneliti
permasalahan yang nyata dan mengembangkan solusi berdasarkan permasalahan yang
nyata tersebut. Selama proses investigasi, para siswa mengkonstruk masalah,
mengembangkan hipotesis atau membuat prediksi, merencakan proses pengumpulan data,
menganalisis data, menarik kesimpulan.
d) Produksi artefak dan exhibit. Pembelajaran berbasis masalah menuntuk siswa untuk
membuat suatu produk dalam bentuk artefak dan exhibit. Produk dapat berupa program
komputer, video, model fisik, laporan, dan lain-lain. Melalui produk inilah, para siswa
mendemonstrasikan kepada orang lain tentang apa yang telah mereka pelajari.
34
e) Kolaborasi. Guna melaksanakan semua proses pembelajaran berbasis masalah, para siswa
dituntut untuk bekerja sama dalam kelompok.
Pembelajaran berbasis masalah dilaksanakan dalam lima tahapan berikut ini:
a) Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada siswa. Di tahapan ini konselor
membahas tujuan bimbingan klasikal, menyampaikan permasalahan yang perlu
diinvestigasi, mendeskripsikan kebutuhan penting untuk melakukan investigasi, dan
memotivasi siswa untuk mau terlibat dalam kegiatan mengatasi permasalahan.
b) Mengorganisasi siswa untuk meneliti. Konselor pada tahapan ini membantu siswa
mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan
permasalahan bimbingan klasikal.
c) Membantu investigasi mandiri dan kelompok. Konselor mendorong siswa untuk
mengumpulkan data dan informasi yang tepat, melakukan eksperimen, mencari penjelasan
atas suatu fenomena dan solusi.
d) Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit. Pada tahapan ini konselor
membantu siswa menyiapkan artefak dan exhibit yang tepat sebagai produk dari
investigasi. Di samping itu, konselor membantu siswa mengkomunikasikan produk kepada
orang lain.
e) Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah. Di tahapan akhir ini konselor
membantu siswa merefleksikan hasil investigasi dan proses-proses yang telah mereka
lakukan.
5) Metode Kreatif
Pembelajaran kadang terasa membosankan dan tidak menarik. Perasaan bosan bukan hanya
terjadi pada peserta didik tetapi juga sangat mungkin terjadi pada Guru atau Konselor. Sebuah
bentuk pembelajaran atau layanan yang kurang menarik akan menjadikan pancapaian tujuan dari
layanan yang kurang maksimal dan tak jarang tidak tercapai atau melenceng.
Dalam beberapa metode yang ada kadang kala menuntuk Guru atau Konselor untuk
memberikan intervensi yang sangat kuat dan membuat situasi yang sedikit kaku dimana kelas
harus nampak tenang dan memaksa siswa menyimak baik tidak jarang kelas menjadi sangat kaku.
Akan tetapi ada pula pengajar yang sengaja membuat suasana kelas menjadi lebih santai, fleksibel
35
atau bahkan siswa diberikan kebebasan dalam bereksperesi secara luas terhadap apa yang coba
dipelajari.
Lalu bagaimana agar kita tetap dapat mengakomonasi kesemuanya. Dimana kelas tetap
terasa ringan dan menyenangkan tetapi tetap tetap sasaran dan pasti. Dari problematika inilah
banyak para pakar yang mencoba mengembangkan metode-metode kreatif dan inovatif lain yang
dirasa mampu menjadi jembatan keduanya. Pembelajaran kreatif adalah pembelajaran yang
menekankan kepada bagaimana guru atau tutor memfasilitasi kegiatan belajar, sehingga suasana
belajar menjadi kondusif dan nyaman menuntut pendidik mengemas bahan pembelajaran,
sehingga warga belajar juga dapat terangsang untuk melakukan kegiatan-kegiatan kreatif dan
menyenangkan (Hamdayana, 2014). Pada perkembanganya banyak dikembangkan berbagai
metode pembelajaran kreatif akan tetapi secara umum mengarah kepada student active learning
sebagai dasar pengembangannya. Berikut akan dipaparkan beberapa contoh metode pembelajaran
kreatif secara singkat. Untuk bentuk metode yang lain dapat peserta pelajari lebih lanjut pada buku-
buku metode pembelajaran yang ada.
a) Biblio Edukasi
Salah satu pendekatan yang dikembangkan guna memenuhi tuntutan budaya literasi adalah
teknik biblio-konseling atau disebut juga biblio-edukasi. Kegiatan biblio konseling atau yang lebih
dikenal dengan istilah biblio edukasi jika digunakan dalam bentuk atau sifat layanan
pengembangan diri. Pendekatan ini menggunakan informasi atau konten yang ada di dalam buku
sebagai upaya membantu konseli guna memenuhi kebutuhan dan mengoptimalkan potensi yang
dimiliki. Dijelaskan oleh Pehrsson & McMillen (2006) bahwa “Biblio-counseling adalah membaca
dan mendiskusikan buku-buku tentang situasi yang mirip dengan apa yang sedang dialami oleh
anak-anak”. Melakukan kegiatan membaca dan berdiskusi akan buku diharapkan dapat membantu
anak dalam beberapa cara. Beberapa anak memiliki kesulitan dalam verbalisasi pikiran dan
perasaan mereka dan biblio-counseling memberikan kesempatan bagi anak untuk menghubungkan
masalah mereka sendiri dengan situasi dalam sebuah buku. Selain itu dengan membaca sebuah
buku individu diharapkan memiliki kemampuan untuk untuk mengidentifikasi diri dengan dalah
satu tokoh yang mengalami masalah ataupun isu serupa dengan masalah individu sendiri.
Biblio atau kepustakaan dapat dilakukan atau diambil dari komik, buku cerita, artikel dari
koran atau majalah, novel, teenlit, hingga buku yang tergolong berat seperti tulisan ilmiah. Dengan
menggunakan buku bacaan sebagai ''alat" untuk membantu siswa, diharapkan guru BK menjadi
36
memiliki ribuan alternatif bantuan untuk membimbing siswa, khususnya yang mengalami
masalah.
Terdapat beberapa jenis atau tipe biblio-konseling yang ada dan dapat digunakan. Shechtman
(2009) membagi teknik biblio-konseling menjadi 2 tipe yaitu : Affective Biblio-counseling dan
Cognitive Biblio-counseling. Biblio-konseling Afektif menggunakan fiksi dan literatur berkualitas
tinggi untuk membantu pembaca terhubung ke pengalaman emosional dan situasi manusia melalui
proses identifikasi. Sedangkan biblio-konseling kognitif dilakukan dengan cara menawarkan
buku-buku kepada pasien yang sesuai dengan kesulitan mereka, dengan asumsi bahwa orang-
orang akan belajar dari proses dan menerapkannya pada kehidupan mereka sendiri.
Berikut secara singkat di jelaskan tahapan dalam biblio edukasi.
(1) Kesiapan klien atau konseli
Sebelum melaksanakan proses biblio-edukasi, konselor atau terapis yang membantu
pelaksanaan harus mempertimbangkan kesiapan konseli sebagai salah satu faktor yang sangat
penting. Beberapa syarat lain yang perlu diperhatikan disini adalah pembinaan raport yang
memadai, kepercayaan, dan keyakinan telah ditanamkan oleh terapis atau konselor kepada
anak.
(2) Seleksi buku
Seorang terapi atau konselor dalam melakukan teknik biblio-edukasi harus
memperhatikan beberap aspek dalam memilih buku yang akan digunakan dalam treatment.
Faktor yang terpenting adalah masalah yang terjadi pada anak. Walau tersedia banyak buku
untuk berbagai masalah namun tetap penting untuk memperhatikan bahwa bila menggunakan
fiksi buku tersebut harus berisi karakter dan situasi yang dapat dipercaya memberikan harapan
realistik bagi anak. Terapis atau konselor juga harus mengetahu minat dan tingkatan
kemampuan membaca anak. Oleh karenanya proses seleksi buku dapat dilakukan langsung oleh
konselor maupun oleh konseli sendiri.
(3) Memperkenalkan buku
Saat anak telah siap mengikuti proses biblio-edukasi dan telah dilakukan pemilihan
buku, maka yang perlu diperhatikan terapis atau konselor adalah begaimana memasukkan buku
ke dalam treatment. Apapun strategi yang digunakan untuk memperkenalkan buku dalam
proses layanan seorang terapis harus benar-benar mengenal dan menguasai isi dari buku yang
dipilih.
37
(4) Strategi intervensi tindak lanjut
Dijelaskan bahwa dalam biblio-edukasi proses terapi tidak hanya berhenti pada proses
membaca buku yang telah dipilih dan diperkenalkan kepada konseli atau klien. Dalam kondisi
teraputik tradisional anak tidak mampu mengalami katarsis yang membawa pada insight
terhadap masalah. Namun biblio-edukasi memungkinkan anak untuk melihat solusi masalah
tanpa verbalisasi mendalam, konfrontasi, dan interpretasi-strategi yang seringkali sangat
penting dalam keberhasilan treatment. Dengan bimbingan dari terapis atau konselor, anak
terbantu untuk mengidentifikasikan diri dengan karakter yang ada dalam buku yang memiliki
kaitan dengan permasalahan yang dihadapi.
Beberapa bentuk stretegi tindak lajut yang dapat dilakukan oleh seorang konselor atau terapis
dalam menjalankan biblio-edukasi antara lain dengan teknik menulis kreatif, teknik aktivitas seni,
diskusi dan bermain peran. Beberapa catatan yang harus menjadi perhatian dalam menjalankan
strategi tindak lanjut adalah tingkat kematangan dan kesukaan anak saat memilih aktivitas tindak
lanjut, dan konselor berhak melakukan modifikasi atau mengadaptasikan aktivitas tindak lanjut
yang diperlukan dalam menyesuaiakan kondisi dari anak atau konseli.
b) Cinema Edukasi
Secara konsep kegiatan cinema edukasi tidak jauh berbeda dengan biblio edukasi hal ini
karena cinema edukasi merupakan teknik turunan dari biblio dengan bentuk literatur yang berbeda
yaitu film. Yang & Lee (2005) mengemukakan bahwa cinematherapy is a therapeutic technique
that involves careful selection and assignment of movies for client to watch, with follow-up
processing of their experiences during therapy session. Dari pendapat tersebut proses sinema
terapi dijalaskan dimulai dari upaya memilih atau melakkan seleksi terhadap film atau sinema yang
disesuaikan kepada konseli yang mendapatkan perlakuan. Setalah itu konseli diminta untuk
melihat film tersebut yang dilanjutkan dengan proses tindak lanjut sesuai pengelaman terapis klien
atau konseli.
Dari beberapa konsep yang ada dapat dijelaskan keseluruhan tahapan atau prosedur dari
sinema terapi sebagai berikut:
(1) Proses menyiapkan konseli, dalam hal ini malakukan raport, dan identifikasi persoalan atau
masalah dari konseli itu sendiri
38
(2) Seleksi sinema atau film, pemilihan film haruslah dilakukan dengan cara melihat hasil
identifikasi awal yang dilakukan sebelumnya, adakah kaitan dengan persoalan dan sesuai
dengan proses penyembuhan baik secara kognitif ataupun afektif.
(3) Proses terapi, dalam hal ini termasuk didalamnya:
(a) Menonton film, dalam kegiatan ini konseli atau siswa diajar bersama-sama melihat
tayangan film yang telah dipilih sesuai dengan kebutuhan atau potensi yang ingin
dikembangkan oleh konselor.
(b) Identifikasi emosi, dalam tahapan ini konselor mencoba untuk lebih jauh bertanya
kepada konseli tentang apa yang dirasakan? Apa yang dia fikirkan? Atau kepada emosi
seperti apa yang muncul setelah proses membaca atau mengenal literatur yang
digunakan. Kebanyakan para konseli tidak mampu menyampaikan perasaan yang
dialami melalui sebuah kata atau naratif dalam proses terapi dengan bantuan literatur
diharapakan kita bisa mengajak konseli menangkap parasaan yang dialaminya dengan
ungkapan yang lebih tepa dan sesuai dengan emosi yang muncul.
(c) Eksplorasi Karakteristik Perilaku, Sebuah literature yang baik akan dapat melakukan
refleksi pada sebuah bentuk emosi maupun perilaku asli pada sebuah narasi kehidupan.
Seperti halnya perilaku senang, kesepian, rendah diri, frustasi, perasaan tidak nyaman
dan lain lain. Dalam tahap ini konselor berusaha membantu konseli mengenali perilaku
yang ada dalam narasi literatur kedalam perilaku konseli agar dapat dan mudah
dimengerti oleh konseli sendiri.
(d) Eksplorasi diri, dalam tahap inikonselor mencoba menanyakan pengalaman apa yang
dia (konseli) rasakah atau dilalui terkait dengan narasi literature. Pada tahap ini konseli
dan konselor berkerja sama untuk mendiskusikan segala bentuk gejala atau bentuk
perilaku baik tampak atau tidak tampak yang dialami dengan bantuan narasi literatur
sebagai cerminan perilaku asli.
(e) Follow up/tindak lanjut
c) Structure Learning Approach
Skillstreaming merupakan program pelatihan keterampilan prososial. Teknik ini
dikembangkan oleh Arnold P. Goldstein & Ellen McGinnis. Pada mulanya adalah structured
learning therapy (SLT) untuk mengurangi agresivitas, kemudian dikembangkan kembali menjadi
39
structured learning approach (SLA) untuk meningkatkan keterampilan prososial, pada akhirnya
disempurnakan dalam bentuk prosedur yang sistematis menjadi skillstreaming (Goldstein, A. P.,
& McGinnis, E, 2001).
Teknik skillstreaming adalah mengajarkan secara sistematis keterampilan sosial yang sangat
penting yang bermuara pada pribadi yang efektif dan memuaskan dalam kehidupan bersosial.
Asumsi yang melatarbelakangi teknik ini ialah terdapat keterampilan sosial dan tingkah laku yang
hilang (tidak ada) dalam kumpulan keterampilan yang dimiliki individu, sehingga perlu diajarkan
secara sistematis, perlahan dan dengan suasana yang mendukung.
Skillstreaming didasarkan pada strutured learning approach (SLA) yang merupakan
strategi intervensi psychoeducational yang didalamnya terdapat instruksi dan prosedur
mengajarkan keterampilan prososial. SLA terdiri dari empat komponen yaitu instruction,
modeling, behavior rehearsal, feedback, dan transfer of training
(1) Instruction
Instruksi merupakan pengarahan yang dilakukan pada awal pemberian layanan berupa
penjelasan tentang tujuan dan makna dari seluruh rangkaian kegiatan yang akan dilakukan
selama layanan berlangsung.
(a) Langkah 1. Define the skills (mendefinisikan keterampilan)
Konselor memimpin diskusi singkat mengenai keterampilan social yang
dikehendaki guna mengetahui pemahaman siswa terhadap keterampilan sosial yang
dipelajari dalam sesi kelompok.
(2) Modelling
Modeling merupakan belajar dari proses menirukan yang efektif, handal, dan cepat
membantu dalam mengajarkan perilaku baru dan memperkuat atau melemahkan perilaku yang
telah dipelajari sebelumnya.
(b) Langkah 2. Model the skills (mencontohkan keterampilan)
Setiap siswa memperoleh kartu keterampilan sosial (yang akan diajarkan) yang
berisi langkah-langkah tingkah laku yang di break down secara jelas. Konselor
mencontohkan keterampilan sosial tersebut secara sistematis berdasarkan kartu
keterampilan sosial tersebut. Konselor memberikan dua contoh yang berbeda.
Modeling harus sesuai dengan keterampilan, menunjukan penguatan dan
40
keterampilannya berupa hasil positif. Pada saat memodelkan, konselor harus “think
aloud” (menjelaskan) setiap tahapan tingkah laku.
(c) Langkah 3. Establish student skills need (menentukan keterampilan dibutuhkan)
Konselor mendiskusikan mengenai kapan dan dengan siapa keterampilan sosial
tersebut harus digunakan.
(3) Behavior rehearsal/ Role playing
Dalam tahap bermain peran, individu atau kelompok memerankan situasi yang
imajinatif dengan tujuan untuk membantu tercapainya pemahaman diri sendiri, meningkatkan
keterampilan-keterampilan, menganalisis perilaku, atau menunjukkan pada orang lain
bagaimana perilaku seseorang atau bagaimana seseorang bertingkah laku. Konselor
menjelaskan prosedur permainan peran kepada siswa dan memberikan instruksi mengenai
hubungan antara pemeran utama dan peran-peran yang lain.
(d) Langkah 4. Select Role Player (Pemilihan Pemain dalam Role-Play)
Konselor menjelaskan seluruh siswa akan bermain peran sesuai keterampilan yang
diajarkan. Konselor menjelaskan prosedur bermain peran.
(e) Langkah 5. Set up the Role-Play (Pengaturan Role-Play)
Tokoh utama (siswa) memilih salah satu siswa untuk berperan menjadi tokoh
lainnya (pilihan ini bertujuan untuk mengingatkan sosok significant other kepada siapa
keterampilan tersebut ditujukan). Tokoh utama mendeskripsikan mengenai setting,
proses yang berjalan dan suasana role-play.
(f) Langkah 6. Conduct the Role-Play (Pelaksanaan Role-Play)
Siswa memainkan peran sesuai keterampilan secara “thinking aloud” tiap langkah
perilaku, sedangkan siswa lainnya mengamati tiap langkah keterampilan tersebut.
Setiap siswa diberi kesempatan untuk bermain peran sebagai tokoh utama.
(4) Feedback
Guna mengoptimalkan hasil belajar, konselor memberikan umpan balik berupa
reinforcement, saran, kritik, dan menentukan balikan dari tingkah laku yang konkret.
(g) Langkah 7. Provide Performance Feedback
Konselor mendiskusikan role-play dan seberapa tepat tokoh utama dalam
menerapkan setiap langkah keterampilan, Pemberian balikan berupa pujian, dukungan,
penguatan (persetujuan) ketika penampilan berhasil. Balikan positif diberikan terlebih
41
dahulu kemudian dilanjutkan dengan saran yang membangun. Siswa diberi kesempatan
untuk bermain peran dengan memperhatikan feedback yang telah diberikan sehingga
terjadi peningkatan.
(5) Transfer of Training
Transfer of training berupa tugas rumah (home work assignment) guna pengaplikasian
keterampilan yang telah dipelajari dalam kehidupan nyata.
(h) Langkah 8. Assign Skill Homework
Konselor menginstruksikan untuk berlatih keterampilan yang telah dipelajari pada
kehidupan sehari-hari.
Tugas rumah diberikan dalam 3 tingkatan:
1) Tingkat 1: siswa memikirkan situasi bagaimana dirinya perlu melatihkan
keterampilan tersebut, siswa mempraktikan keterampilan dan siswa
mengevaluasi seberapa baik dirinya dalam mempraktikan tiap tahapan
keterampilan.
2) Tingkat 2: ketika siswa telah mahir maka dirinya melakukan monitoring secara
mandiri tiap minggu.
42
4. Forum Diskusi
Persoalan yang paling sering menjadi kendala bagi Guru Bimbingan dan Konseling dilapangan
dalam melaksanakan layanan bimbingan klasikal adalah kurangnya jam pelajaran di kelas atau
bahkan tidak memiliki jam untuk masuk kelas. Persoalan lain adalah bagaimana tingkat motivasi
siswa yang kadang kurang tinggi dalam layanan klasikal yang cenderung monoton atau dirasa
seperti pelajaran pada umumnya. Diskusikan solusi yang dapat guru BK lakukan untuk mengatasi
kedua persoalan tersebut yaitu kurangya jam pelajaran dan upaya meningkatkan motivasi siswa
dalam mengikuti layanan bimbingan klasikal!
C. Penutup
1. Rangkuman
Selamat, Anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar 1 dengan judul Strategi layanan
bimbingan klasikal atau lintas kelas. Dengan demikian Anda telah memahami tentang konsep
layanan bimbingan klasikal atau lintas kelas, bagaimana konsep manajemen kelas, strategi
manajemen kelas dan teknik yang dapat diaplikasikan dalam layanan bimbingan klasikal. Hal
penting yang telah Anda pelajari dari Kegiatan Belajar 1 ini adalah:
• Layanan bimbingan klasikal atau lintas kelas dirancang untuk merespon kebutuhan dan minat
tertentu dari sekelompok konseli. Konseli yang mempunyai kebutuhan dan minat yang relatif
sama ini selanjutnya dibentuk dalam suatu kelompok (kelas) bimbingan, untuk membantu
mereka agar tercegah dari permasalahan yang mungkin muncul dan dapat mengembangkan
aspek-aspek perkembangan mereka sesuai dengan kebutuhan dan minat yang telah terungkap.
• Konsep bimbingan klasikal ataupun bimbingan lintas kelas, dipandang dari sisi strategi dalam
mengelola konselinya maka perlu konsep yang lebih jelas tentang bagaimana konselor dalam
mengelola konsep kelas atau manajeman kelas
• Manajemen kelas merupakan upaya yang dilakukan konselor untuk membangun lingkungan
kelas yang membuat siswa nyaman mengikuti bimbingkan klasikal
• Manajemen kelas mencoba menciptakan lingkungan bimbingan klasikal yang membuat
perilaku siswa senantiasa on-task atau selalu terfokus pada kegiatan kelas, konselor tidak boleh
hanya memfokus pada topik atau konten bimbingan klasikal saja, melainkan juga dituntut
untuk mampu memberikan perhatian pada sisi sosial-emosional siswa di kelas
43
• Terkait dengan model pembelajaran berpusat pada guru atau konselor, setidaknya terdapat tiga
metode instruksional yang dapat diaplikasikan konselor dalam kegiatan bimbingan klasikal,
yakni presentasi dan penjelasan, pengajaran langsung, dan pengajaran konsep.
• Terkait dengan model pembelajaran yang berpusat pada siswa, setidaknya terdapat tiga metode
yang dapat diaplikasikan dalam bimbingan klasikal, yakni cooperative learning, problem
based learning, dan diskusi kelas.
• Konselor perlu pertimbangan yang matang dalam memutuskan metode bimbingan klasikal
yang akan digunakan dengan memperhatikan tujuan, jenis materi atau pengetahuan yang
disampaikan, dan bagaimana siswa akan belajar
44
Daftar Pustaka
American School Counselor Association. 2012. The ASCA National Model: A Framework for
School Counseling Program (3rd
ed.). Alexandria, VA: Author.
Anderson, L.W., & Krathwohl, D.R. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A
Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York, NY: Longman.
Arends, R.I. 2007. Learning to Teach (7th
ed.). Diterjemahkan oleh H.P. Soetjipto & S.M.
Soetjipto. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Burdin, P.R., & Byrd, D.M. 1999. Methods for Effective Teaching. Boston: Allyn and Bacon.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 2008. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan
Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Diperbanyak oleh
Jurusan PPB FIP UPI untuk lingkungan terbatas.
Ditjen GTIK. 2016(a). Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di
Sekolah Menengah Atas (SMA). Jakarta: Ditjen GTIK Kemendikbud RI.
Ditjen GTIK. 2016(b). Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Jakarta: Ditjen GTIK Kemendikbud RI.
Ditjen GTIK. 2016(a). Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di
Sekolah Menengah Pertama (SMP). Jakarta: Ditjen GTIK Kemendikbud RI.
Ditjen PMPTK. 2007. Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur
Pendidikan Formal. Jakarta: Ditjen PMPTK Depkdiknas RI.
Goldstein, A. P., & McGinnis, E. 2001. Skillstreaming the adolescent: New strategies and
perspectives for teaching prosocial skills. Champaign, IL. Research Press.
Hamdayana, Jumanta. 2014. Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan Berkarakter. Bogor.
Ghalia Indonesia
Johnson, D. W., & Johnson, R. 2005. Learning Together and Alone: Cooperative, Competitive,
and Individualistic Learning. Boston, MA: Allyn & Bacon.
Ming-tak, H. & Wai-shing, L. 2008. Classroom management: Creating a positive learning
environment. Hongkong: Hong Kong Universtity Press.
Muijs, D., & Reynolds, D. 2008. Effective Teaching: Evidence and Practice (2nd
ed.).
Diterjemahkan H.P. Soetjipto & S.M. Soetjipto. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Omrod, J.E. 2014. Educational Psychology: Developing Learners (8th
ed.). London: Pearson
Education.
Orlich, D.C., Harder, R.J., Callahan, R.C., Trevisan, M.S. and Brown, A.H. (2010). Teaching
Strategies: A Guide to Effective Instruction. Boston: Wadsworth Cengage Learning.
Permendikbud RI Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan
Dasar dan Pendidikan Menengah.
Romlah, T. 2001. Teori dan Praktik Bimbingan Kelompok. Malang: Penerbit Universitas Negeri
Semarang.
Santrock, J.W. 2004. Educational Psychology (2nd
ed.). Diterjemahkan T. Wibowo. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning. London: Allyn
and Bacon.
Slavin, R.E. 2018. Educational Psychology: Theory and Practice (12th
ed.). New York, NY:
Pearson.
Woolfolk, A. 2008. Educational Psychology: Active Learning Edition (10th
ed.). Boston, MA:
Pearson Education.

More Related Content

What's hot

makalah bimbingan dan konseling
makalah bimbingan dan konselingmakalah bimbingan dan konseling
makalah bimbingan dan konselingSanti Susanti
 
BK kepribadian sosial
BK kepribadian sosialBK kepribadian sosial
BK kepribadian sosialriyakhoiriyah
 
Bimbingan konseling tujuan fungsi dan ruang lingkup
Bimbingan konseling tujuan fungsi dan ruang lingkupBimbingan konseling tujuan fungsi dan ruang lingkup
Bimbingan konseling tujuan fungsi dan ruang lingkupaidadwiinizuka.blogspot.com
 
Tugas makalah bimbingan dan konseling
Tugas makalah bimbingan dan konselingTugas makalah bimbingan dan konseling
Tugas makalah bimbingan dan konselingMara Sutan Siregar
 
Makalah bkp dan kkp
Makalah bkp dan kkpMakalah bkp dan kkp
Makalah bkp dan kkpPENJAGA HATI
 
Bimbingan dan Konseling BK
Bimbingan dan Konseling BKBimbingan dan Konseling BK
Bimbingan dan Konseling BKAna Onana
 
karakteristik Bimbingan dan konseling
karakteristik Bimbingan dan konselingkarakteristik Bimbingan dan konseling
karakteristik Bimbingan dan konselingAna Onana
 
Fungsi, prinsip prinsip, dan orientasi bimbingan dan konseling
Fungsi, prinsip prinsip, dan orientasi bimbingan dan konselingFungsi, prinsip prinsip, dan orientasi bimbingan dan konseling
Fungsi, prinsip prinsip, dan orientasi bimbingan dan konselingYuniarti H
 
EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR (REFRENSI)
EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR (REFRENSI)EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR (REFRENSI)
EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR (REFRENSI)Nur Arifaizal Basri
 
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOK
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOKKONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOK
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOKNur Arifaizal Basri
 
Konsep dan orientasi baru bimbingan dan konseling
Konsep dan orientasi baru bimbingan dan konselingKonsep dan orientasi baru bimbingan dan konseling
Konsep dan orientasi baru bimbingan dan konselingPENJAGA HATI
 
Makalah bk arti tujuan bk sekolah
Makalah bk arti tujuan bk sekolahMakalah bk arti tujuan bk sekolah
Makalah bk arti tujuan bk sekolahKun Hidayaturrahman
 
Bk format power point
Bk format power pointBk format power point
Bk format power pointImam Sutisna
 
Hubungan bimbingan konselin dengan pendidikan masyarakat
Hubungan bimbingan konselin dengan pendidikan masyarakatHubungan bimbingan konselin dengan pendidikan masyarakat
Hubungan bimbingan konselin dengan pendidikan masyarakatOperator Warnet Vast Raha
 
Ppt Tujuan dan Asas-asas BK
Ppt Tujuan dan Asas-asas BKPpt Tujuan dan Asas-asas BK
Ppt Tujuan dan Asas-asas BK280395
 

What's hot (20)

Prog bk visi
Prog bk visiProg bk visi
Prog bk visi
 
makalah bimbingan dan konseling
makalah bimbingan dan konselingmakalah bimbingan dan konseling
makalah bimbingan dan konseling
 
A
AA
A
 
BK kepribadian sosial
BK kepribadian sosialBK kepribadian sosial
BK kepribadian sosial
 
Bimbingan konseling tujuan fungsi dan ruang lingkup
Bimbingan konseling tujuan fungsi dan ruang lingkupBimbingan konseling tujuan fungsi dan ruang lingkup
Bimbingan konseling tujuan fungsi dan ruang lingkup
 
Tugas makalah bimbingan dan konseling
Tugas makalah bimbingan dan konselingTugas makalah bimbingan dan konseling
Tugas makalah bimbingan dan konseling
 
Makalah bkp dan kkp
Makalah bkp dan kkpMakalah bkp dan kkp
Makalah bkp dan kkp
 
Bimbingan dan Konseling BK
Bimbingan dan Konseling BKBimbingan dan Konseling BK
Bimbingan dan Konseling BK
 
karakteristik Bimbingan dan konseling
karakteristik Bimbingan dan konselingkarakteristik Bimbingan dan konseling
karakteristik Bimbingan dan konseling
 
Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling Kelompok
Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling KelompokKonsep Dasar Bimbingan dan Konseling Kelompok
Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling Kelompok
 
Fungsi, prinsip prinsip, dan orientasi bimbingan dan konseling
Fungsi, prinsip prinsip, dan orientasi bimbingan dan konselingFungsi, prinsip prinsip, dan orientasi bimbingan dan konseling
Fungsi, prinsip prinsip, dan orientasi bimbingan dan konseling
 
EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR (REFRENSI)
EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR (REFRENSI)EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR (REFRENSI)
EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR (REFRENSI)
 
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOK
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOKKONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOK
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOK
 
makalah binbingan konseling anak
makalah binbingan konseling anakmakalah binbingan konseling anak
makalah binbingan konseling anak
 
Konsep dan orientasi baru bimbingan dan konseling
Konsep dan orientasi baru bimbingan dan konselingKonsep dan orientasi baru bimbingan dan konseling
Konsep dan orientasi baru bimbingan dan konseling
 
Makalah bk arti tujuan bk sekolah
Makalah bk arti tujuan bk sekolahMakalah bk arti tujuan bk sekolah
Makalah bk arti tujuan bk sekolah
 
EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR
EKSPEKTASI KINERJA KONSELOREKSPEKTASI KINERJA KONSELOR
EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR
 
Bk format power point
Bk format power pointBk format power point
Bk format power point
 
Hubungan bimbingan konselin dengan pendidikan masyarakat
Hubungan bimbingan konselin dengan pendidikan masyarakatHubungan bimbingan konselin dengan pendidikan masyarakat
Hubungan bimbingan konselin dengan pendidikan masyarakat
 
Ppt Tujuan dan Asas-asas BK
Ppt Tujuan dan Asas-asas BKPpt Tujuan dan Asas-asas BK
Ppt Tujuan dan Asas-asas BK
 

Similar to BIMBINGAN KLASIKAL

KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN KELOMPOK
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN KELOMPOKKONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN KELOMPOK
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN KELOMPOKNur Arifaizal Basri
 
Konsep dasar manajemen kelas
Konsep dasar manajemen kelasKonsep dasar manajemen kelas
Konsep dasar manajemen kelasSunawan Sunawan
 
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran(1)
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran(1)Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran(1)
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran(1)Amrizal Ahmad
 
Lampiran iv-PERMEN 81-A IMPLEMENTASI KURIKULUN 2013 (PEDOMAN UMUM PEMBELAJARAN)
Lampiran iv-PERMEN 81-A IMPLEMENTASI KURIKULUN 2013 (PEDOMAN UMUM PEMBELAJARAN)Lampiran iv-PERMEN 81-A IMPLEMENTASI KURIKULUN 2013 (PEDOMAN UMUM PEMBELAJARAN)
Lampiran iv-PERMEN 81-A IMPLEMENTASI KURIKULUN 2013 (PEDOMAN UMUM PEMBELAJARAN)Ar Chonth
 
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaranLampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaranR Andri Wijonarko
 
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaranLampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaranAmrizal Ahmad
 
06. lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran
06. lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran06. lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran
06. lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaranOtto Ono Gallery
 
Teknologi pendidikan
Teknologi pendidikanTeknologi pendidikan
Teknologi pendidikansuryo1
 
Permen tahun2013 nomor81a_lampiran4
Permen tahun2013 nomor81a_lampiran4Permen tahun2013 nomor81a_lampiran4
Permen tahun2013 nomor81a_lampiran4Irma Muthiara Sari
 
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaranLampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaranAri Tanjung
 
Lampiran iv pedoman umum pembelajaran garuda
Lampiran iv pedoman umum pembelajaran garudaLampiran iv pedoman umum pembelajaran garuda
Lampiran iv pedoman umum pembelajaran garudaAepsaenawa
 
Draf lamp iv pedoman umum pembelajaran (2)
Draf lamp iv pedoman umum pembelajaran (2)Draf lamp iv pedoman umum pembelajaran (2)
Draf lamp iv pedoman umum pembelajaran (2)Suaidin -Dompu
 
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran garuda
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran garudaLampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran garuda
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran garudaNayantaka Husna Hartono
 
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaranLampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaranAbdul Hafifudin
 
Bk3 power point
Bk3 power pointBk3 power point
Bk3 power point871939
 
Uas administrasi pendidikan dhiyah
Uas administrasi pendidikan dhiyahUas administrasi pendidikan dhiyah
Uas administrasi pendidikan dhiyahfatleo
 
Uas administrasi pendidikan dhiyah
Uas administrasi pendidikan dhiyahUas administrasi pendidikan dhiyah
Uas administrasi pendidikan dhiyahRara Gndutzz
 
Pendidikan merupakan aset yang tak ternilai bagi individu dan masyarakat
Pendidikan merupakan aset yang tak ternilai bagi individu dan masyarakatPendidikan merupakan aset yang tak ternilai bagi individu dan masyarakat
Pendidikan merupakan aset yang tak ternilai bagi individu dan masyarakattuti Oktaviani
 

Similar to BIMBINGAN KLASIKAL (20)

KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN KELOMPOK
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN KELOMPOKKONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN KELOMPOK
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN KELOMPOK
 
Konsep dasar manajemen kelas
Konsep dasar manajemen kelasKonsep dasar manajemen kelas
Konsep dasar manajemen kelas
 
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran(1)
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran(1)Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran(1)
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran(1)
 
Lampiran iv-PERMEN 81-A IMPLEMENTASI KURIKULUN 2013 (PEDOMAN UMUM PEMBELAJARAN)
Lampiran iv-PERMEN 81-A IMPLEMENTASI KURIKULUN 2013 (PEDOMAN UMUM PEMBELAJARAN)Lampiran iv-PERMEN 81-A IMPLEMENTASI KURIKULUN 2013 (PEDOMAN UMUM PEMBELAJARAN)
Lampiran iv-PERMEN 81-A IMPLEMENTASI KURIKULUN 2013 (PEDOMAN UMUM PEMBELAJARAN)
 
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaranLampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran
 
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaranLampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran
 
06. lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran
06. lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran06. lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran
06. lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran
 
Teknologi pendidikan
Teknologi pendidikanTeknologi pendidikan
Teknologi pendidikan
 
Permen tahun2013 nomor81a_lampiran4
Permen tahun2013 nomor81a_lampiran4Permen tahun2013 nomor81a_lampiran4
Permen tahun2013 nomor81a_lampiran4
 
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaranLampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran
 
Lampiran iv pedoman umum pembelajaran garuda
Lampiran iv pedoman umum pembelajaran garudaLampiran iv pedoman umum pembelajaran garuda
Lampiran iv pedoman umum pembelajaran garuda
 
Draf lamp iv pedoman umum pembelajaran (2)
Draf lamp iv pedoman umum pembelajaran (2)Draf lamp iv pedoman umum pembelajaran (2)
Draf lamp iv pedoman umum pembelajaran (2)
 
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran garuda
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran garudaLampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran garuda
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran garuda
 
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaranLampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran
Lampiran iv-pedoman-umum-pembelajaran
 
Permen dikbud 81 a
Permen dikbud 81 aPermen dikbud 81 a
Permen dikbud 81 a
 
KEL. 2.pptx
KEL. 2.pptxKEL. 2.pptx
KEL. 2.pptx
 
Bk3 power point
Bk3 power pointBk3 power point
Bk3 power point
 
Uas administrasi pendidikan dhiyah
Uas administrasi pendidikan dhiyahUas administrasi pendidikan dhiyah
Uas administrasi pendidikan dhiyah
 
Uas administrasi pendidikan dhiyah
Uas administrasi pendidikan dhiyahUas administrasi pendidikan dhiyah
Uas administrasi pendidikan dhiyah
 
Pendidikan merupakan aset yang tak ternilai bagi individu dan masyarakat
Pendidikan merupakan aset yang tak ternilai bagi individu dan masyarakatPendidikan merupakan aset yang tak ternilai bagi individu dan masyarakat
Pendidikan merupakan aset yang tak ternilai bagi individu dan masyarakat
 

More from SPADAIndonesia

Ppt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWA
Ppt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWAPpt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWA
Ppt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWASPADAIndonesia
 
M5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARI
M5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARIM5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARI
M5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARISPADAIndonesia
 
M5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWA
M5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWAM5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWA
M5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWASPADAIndonesia
 
M4 kb4 TEMBANG MACAPAT
M4 kb4 TEMBANG MACAPATM4 kb4 TEMBANG MACAPAT
M4 kb4 TEMBANG MACAPATSPADAIndonesia
 
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPATM4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPATSPADAIndonesia
 
M4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANANM4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANANSPADAIndonesia
 
M4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANANM4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANANSPADAIndonesia
 
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPATM4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPATSPADAIndonesia
 
M3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGAN
M3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGANM3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGAN
M3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGANSPADAIndonesia
 
M3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAK
M3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAKM3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAK
M3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAKSPADAIndonesia
 
M3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWA
M3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWAM3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWA
M3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWASPADAIndonesia
 
M2 kb2 BASA NGOKO ALUS
M2 kb2 BASA NGOKO ALUSM2 kb2 BASA NGOKO ALUS
M2 kb2 BASA NGOKO ALUSSPADAIndonesia
 
M2 kb4 BASA KRAMA ALUS
M2 kb4 BASA KRAMA ALUSM2 kb4 BASA KRAMA ALUS
M2 kb4 BASA KRAMA ALUSSPADAIndonesia
 

More from SPADAIndonesia (20)

Ppt m5 kb 2 SESORAH
Ppt m5 kb 2 SESORAHPpt m5 kb 2 SESORAH
Ppt m5 kb 2 SESORAH
 
Ppt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWA
Ppt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWAPpt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWA
Ppt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWA
 
M5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARI
M5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARIM5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARI
M5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARI
 
M5 kb 3 BUSANA JAWA
M5 kb 3 BUSANA JAWAM5 kb 3 BUSANA JAWA
M5 kb 3 BUSANA JAWA
 
M5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWA
M5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWAM5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWA
M5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWA
 
M5 kb 2 SESORAH
M5 kb 2 SESORAHM5 kb 2 SESORAH
M5 kb 2 SESORAH
 
M4 kb4 TEMBANG MACAPAT
M4 kb4 TEMBANG MACAPATM4 kb4 TEMBANG MACAPAT
M4 kb4 TEMBANG MACAPAT
 
M6 kb1
M6 kb1M6 kb1
M6 kb1
 
M4 kb3 GANCARAN
M4 kb3 GANCARANM4 kb3 GANCARAN
M4 kb3 GANCARAN
 
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPATM4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
 
M4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANANM4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANAN
 
M4 kb3 GANCARAN
M4 kb3 GANCARANM4 kb3 GANCARAN
M4 kb3 GANCARAN
 
M4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANANM4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANAN
 
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPATM4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
 
M3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGAN
M3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGANM3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGAN
M3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGAN
 
M3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAK
M3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAKM3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAK
M3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAK
 
M3 kb 1 AKSARA JAWA
M3 kb 1 AKSARA JAWAM3 kb 1 AKSARA JAWA
M3 kb 1 AKSARA JAWA
 
M3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWA
M3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWAM3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWA
M3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWA
 
M2 kb2 BASA NGOKO ALUS
M2 kb2 BASA NGOKO ALUSM2 kb2 BASA NGOKO ALUS
M2 kb2 BASA NGOKO ALUS
 
M2 kb4 BASA KRAMA ALUS
M2 kb4 BASA KRAMA ALUSM2 kb4 BASA KRAMA ALUS
M2 kb4 BASA KRAMA ALUS
 

Recently uploaded

Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxBambang440423
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfkustiyantidew94
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada AnakPpt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anakbekamalayniasinta
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdfdemontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdfIndri117648
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 

Recently uploaded (20)

Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada AnakPpt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdfdemontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 

BIMBINGAN KLASIKAL

  • 1. 1 No. Kode: DAR2/Profesional/810/4/2019 PENDALAMAN MATERI BIMBINGAN DAN KONSELING MODUL 4 STRATEGI LAYANAN DASAR, PERENCANAAN INDIVIDUAL DAN DUKUNGAN SISTEM KEGIATAN BELAJAR 1 STRATEGI LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL ATAU LINTAS KELAS Penulis Sigit Hariyadi, S.Pd., M.Pd. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2019
  • 2. 2 A. Pendahuluan Salah satu kegiatan yang sangat strategis dalam pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah bimbingan klasikal. Hal ini dikarenakan bahwa setiap konselor rata-rata memiliki jam masuk kelas antara 1 sampai 2 jam pelajaran per minggu per kelas. Tuntutan bahwa konselor setiap minggu perlu mendapatkan jam masuk kelas juga sudah diperkuat dalam Permendiknas Nomor 111 Tahun 2014. Terkait kenyataan tersebut, maka penting bagi konselor sekolah untuk dapat melaksanakan kegiatan bimbingan klasikal secara berkualitas dan profesional. Kegiatan bimbingan klasikal yang berkualitas dan profesional dapat dinilai dari setiap proses tahapannya yang tepat, dimulai dari perencaan, pelaksanaan dan evaluasi. Modul atau Kegiatan Belajar 1 ini secara khusus diarahkan untuk membekali konselor sekolah dalam rangka membuat perencanaan bimbingan klasikan, kecuali pada poin metode dan media. Setelah mengikuti kegiatan kegiatan ini Anda akan dapat: 1) memahami konsep pelayanan bimbingan klasikal, 2) memahami konsep menejemen kelas, 3) mampu memilih pendekatan sistematis dalam manajemen kelas, 4) menentukan teknik atau metode layanan bimbingan klasikal. Proses belajar melalui bahan modul dengan judul Bimbingan Klasikal akan berjalan dengan lancar apabila Anda mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1. Pahami arah dan tujuan dari pembahasan modul Bimbingan Klasikal ini. 2. Pahami kegiatan penting dalam modul ini mulai tahap awal hingga akhir. 3. Lakukan kajian terhadap RPL kegiatan bimbingan klasikal yang pernah Anda buat untuk menjadi contoh acuan. 4. Pelajari Kegiatan Belajar secara berurutan, kemudian ikuti dengan melaksanakan kegiatan atau tugas serta kerjakan tes formatif. 5. Keberhasilan kegiatan belajar ini sangat bergantung pada kesungguhan Anda dalam memahami uraian materi dan mengerjakan tugas serta tes. Oleh karena itu, Anda belajar dan berlatihlah secara sungguh-sunggu dan bila diperlukan berdiskusilah dengan teman sejawat. B. Inti 1. Capaian Pembelajaran Capaian pembelajaran yang diharapkan dikuasai peserta PPG dari modul ini adalah, “Mampu melaksanakan layanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, melalui aktivitas layanan individual, kelompok, klasikal dan kelas besar/lintas kelas dengan menerapkan teknologi
  • 3. 3 informasi dan komunikasi untuk membangun sikap (karakter Indonesia), pengetahuan, dan keterampilan peserta didik dalam mengembangkan potensi, mencegah, dan memecahkan masalah serta pemeliharan dan pengembangan potensi diri secara humanis, kritis, kreatif, inovatif, kolaboratif, dan komunikatif, dengan menggunakan model, sumber, dan media layanan bimbingan dan konseling yang didukung hasil penelitian.” Setelah mempelajari modul ini, peserta/mahasiswa dapat menjelaskan konsep dasar layanan bimbingan klasikal atau lintas kelas meliputi: 1. Peserta dapat menjelaskan konsep dasar layanan bimbingan klasikal 2. Peserta dapat menjelaskan Konsep manajemen kelas 3. Peserta dapat memilih pendekatan sistematis dalam manajemen kelas 4. Peserta dapat memilih dan melakukan teknik yang tepat dalam kegiatan layanan bimbingan klasikal 2. Pokok Materi Dalam Modul 4 Kegiatan Belajar 1 ini akan dibahas materi terkait dengan layanan dasar bimbingan klasikal dengan beberapa pokok materi sebagai berikut: 1. Konsep dasar bimbingan klasikal atau lintas kelas 2. Konsep dasar manajemen kelas 3. Strategi dalam menejemen kelas 4. Metode dan teknik dalam layanan bimbingan klasikal atau lintas kelas 3. Uraian Materi a. Konsep Dasar Layanan Bimbingan Klasikal atau Lintas Kelas Bimbingan klasikal merupakan kegiatan penting dari layanan dasar (American School Counselor Association, 2012; Permendikbud nomor 111 tahun 2014). Lebih lanjut, Permendikbud nomor 111 tahun 2014 menjelaskan bahwa layanan dasar adalah Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani kehidupannya..
  • 4. 4 Layanan dasar merupakan suatu layanan yang diorganisir secara sistematis mulai dari perencanaan sampai evaluasi untuk memberikan pengalaman yang dibutuhkan siswa untuk mewujudkan kemandirian dan pengembangan diri. Guna menjalankan layanan dasar, seorang konselor perlu membuat perencanaan secara sistematis tentang topik-topik yang diberikan kepada siswa dalam satu periode perencanaan, misalnya satu tahun ajaran. Kesemua topik tersebut dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kompetensi kemandirian siswa yang diketahui dari hasil asesmen kebutuhan. Selanjutnya, salah satu kegiatan layanan dasar yang dibahas secara mendalam dalam modul ini adalah bimbingan klasikal. Bimbingan klasikal adalah kegiatan bimbingan yang dirancang dengan mengadakan pertemuan secara tatap muka dengan konseli berbasis kelas (Depdiknas, 2008). Bimbingan kelas (klasikal) juga dipahami sebagai program yang dirancang oleh konselor untuk melakukan kontak langsung dengan para peserta didik di kelas (Santoso, 2011). Penjelasan tersebut menggambatkan bagaimana secara terjadwal, konselor mengatur pemberian layanan bimbingan kepada siswa secara periodik. Kegiatan bimbingan kelas ini dapat berupa kelas diskusi atau brain storming (curah pendapat). Sedangkan bimbingan kelas besar atau lintas kelas sendiri merupakan layanan bimbingan klasikal yang melibatkan peserta didik konseli dari sejumlah rombongan belajar pada tingkatan kelas yang sama dan atau berbeda sesuai dengan tujuan layanan. Artinya disini tujuan dari lintas kelas tidak berbeda dengan bimbingan klasikal pada umumnya yaitu berifat pemahaman, pencegahan, pemeliharaan dan pengembangan diri bagi siswa. Layanan bimbingan klasikal atau lintas kelas dirancang untuk merespon kebutuhan dan minat tertentu dari sekelompok konseli. Konseli yang mempunyai kebutuhan dan minat yang relatif sama ini selanjutnya dibentuk dalam suatu kelompok (kelas) bimbingan, untuk membantu mereka agar tercegah dari permasalahan yang mungkin muncul dan dapat mengembangkan aspek- aspek perkembangan mereka sesuai dengan kebutuhan dan minat yang telah terungkap. Berdasarkan penjelasan di atas, konsep bimbingan klasikal ataupun bimbingan lintas kelas, dipandang dari sisi strategi dalam mengelola konselinya maka perlu konsep yang lebih jelas tentang bagaimana konselor dalam mengelola konsep kelas atau manajeman kelas baik dalam konsep kelas kecil atau lintas kelas/kelas besar. Untuk memahami lebih lanjut tentang strategi yang dapat dilakukan konselor maka akan dibahas lebih lanjut pada materi manajemen kelas.
  • 5. 5 b. Konsep Manajemen Kelas Manajemen kelas adalah cara guru mengorganisir struktur kelas dengan memaksimalkan kerjasama dan keterlibatan siswa serta menurunkan perilaku disruptif (Arends, 2007). Upaya manajemen kelas lazimnya dilaksanakan guru dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran. Namun demikian, konselor perlu menerapkan manajemen kelas ketika menerapkan kegiatan bimbingan dalam format kelas atau bimbingan klasikal. Selama kegiatan bimbingan klasikal berlangsung, perilaku siswa sangat diharapkan untuk senantiasa perhatian dan terikat (engage) terhadap kelas dan konselor. Para siswa mendengarkan penjelasan dari konselor, melaksanakan instruksi konselor, menyelesaikan tugas-tugas dalam bimbingan klasikal tepat waktu, dan seterusnya. Agar situasi bimbingkan klasikal yang demikian dapat terwujud, maka penting bagi konselor untuk melakukan manajemen kelas. Pada dasarnya manajemen kelas merupakan upaya yang dilakukan konselor untuk membangun lingkungan kelas yang membuat siswa nyaman mengikuti bimbingkan klasikal. Manajemen kelas dapat didefinisikan sebagai tindakan konselor atau guru untuk menciptakan suatu lingkungan yang mendukung dan memfasilitasi siswa untuk belajar secara akademik maupun sosial-emosional (Ming-tak & Wai-shing, 2008; Omrod, 2014). Definisi ini menegaskan bahwa untuk menciptakan lingkungan bimbingan klasikal yang membuat perilaku siswa senantiasa on- task atau selalu terfokus pada kegiatan kelas, konselor tidak boleh hanya memfokus pada topik atau konten bimbingan klasikal saja, melainkan juga dituntut untuk mampu memberikan perhatian pada sisi sosial-emosional siswa di kelas. Cara komunikasi efektif antara konselor dengan siswa selama bimbingan klasikal berlangsung, pola pemberian penguatan (reinforcement) yang tepat kepada perilaku positif siswa selama bimbingan klasikal berlangsung, penegakan aturan kelas, dan seterusnya merupakan bentuk-bentuk dari pemberian perhatian secara sosial-emosional. Terdapat tiga tujuan yang dapat dicapai konselor dengan melaksanakan manajemen kelas (Santrock, 2004). Pertama, membantu siswa untuk menghabiskan lebih banyak waktu untuk belajar. Kedua, membantu siswa untuk mengurangi waktu yang tidak diarahkan atau dialokasikan untuk tujuan belajar. Kedua tujuan ini saling terkait, artinya semakin tinggi tingkat alokasi waktu siswa untuk belajar dalam bimbingan klasikal, maka perilaku off task atau perilaku yang tidak relevan dengan kegiatan belajar akan semakin berkurang. Ketiga, mencegah siswa mengalami masalah akademik dan emosional. Kelas yang dikelola dengan baik akan mendorong dan memotivasi siswa untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menantang dan bermakna sehingga
  • 6. 6 mereka dapat mencapai perolehan belajar yang optimal. Dampaknya, kepercayaan diri mereka meningkat, semakin tertarik dengan kegiatan bimbingan klasikal, dan memiliki sikap positif terhadap kelas. Relevan dengan upaya untuk mencapai tujuan manajemen kelas, paparan berikut akan menjelaskan berbagai strategi yang dapat diaplikasikan konselor untuk melakukan manajemen kelas sehingga kegiatan bimbingan klasikal menjadi efektif dan perilaku siswa senantiasa terfokus pada konselor dan konten bimbingan klasikal. c. Pendekatan Sistematis dalam Manajemen Kelas a. Mendesain lingkungan fisik Lingkungan fisik sangat berkontribusi terhadap proses bimbingan klasikal. Oleh karena itu, pengelola kelas yang baik akan sadar pentingnya menata lingkungan fisik yang mendukung terjalinnya interaksi konselor-siswa. Dengan demikian, penataan lingkungan fisik bukan sekedar isu tentang menata barang di kelas. Berikut ini adalah prinsip-prinsip dalam penataan kelas. 1) Pastikan bahwa konselor dapat dengan mudah bisa melihat semua siswa. Selama bimbingan klasikal berlangsung, konselor dituntut untuk mampu memantau aktivitas siswa dengan cermat. Oleh karena itu, posisi meja konselor, meja siswa, dan posisi konselor dalam menyampaikan materi memungkinkan konselor dapat menatap dan mengamati perilaku siswa. 2) Kurangi kepadatan di tempat lalu lalang. Tempat yang ramai untuk berlalu lalang sangat potensial akan mendatangkan gangguan bagi kegiatan bimbingan klasikal. Oleh karenanya, tempat-tempat semacam itu diharapkan dapat dijauhkan. Contoh tempat yang potensial sebagai tempat lalu lalang adalah meja guru, pintu kelas, dan seterusnya. 3) Perlengkapan siswa dan materi bimbingan klasikal harus mudah diakses. Apabila diperlukan berikan siswa waktu khusus sebelum bimbingan klasikal untuk mempersiapkan materi dan perlengkapan mereka. Ini penting untuk mengurangi gangguan yang muncul selama bimbingan klasikal berlangsung. 4) Pastikan semua murid dapat melihat dengan mudah presentasi kelas. Posisi duduk siswa yang tidak mudah mengakses presentasi kelas akan membuat mereka tidak terlibat dalam pembelajaran. Konsekuensinya, mereka akan cenderung melakukan aktivitas yang tidak terkait pelajaran dan berpotensi mengganggu siswa lain. Untuk mengetahui seberapa baik para siswa dapat mengakses presentasi kelas, maka konselor perlu duduk di posisi siswa. Menurut Santrock (2004), terdapat beberapa lima gaya dalam penataan tempat duduk siswa. Gaya penataan tempat duduk tersebut dapat dipilih sesuai dengan metode bimbingan klasikal yang
  • 7. 7 akan diaplikasikan. Gaya penataan tempat duduk tersebut adalah: gaya auditorium, gaya tatap muka (face-to-face), gaya off-set, gaya seminar, dan gaya klaster. Berikut ini paparan setiap gaya. 1) Gaya Auditorium. Susunan gaya auditorium menempathan semua siswa duduk menghadap guru. Gaya auditorium ini sering dipakau ketika konselor memberikan presentasi dalam kegiatan bimbingan klasikalnya. Gambar 1.1 Gaya auditorium 2) Gaya tatap muka (face to face). Dalam susunan gaya tatap muka para siswa saling tatap muka. Dalam susunan gaya tatap muka ini potensi gangguan dalam bimbingan klasikal lebih besar dibandingkan gaya auditorium. Gambar 1.2 Gaya tatap muka 3) Gaya off set. Sejumlah siswa yang biasanya terdiri atas tiga sampai empat siswa duduk di bangku tetapi tidak duduk berhadapan langsung satu sama lain. Gaya off set umumnya digunakan untuk melaksanakan metode pembelajaran kooperatif (cooperative learning).
  • 8. 8 Gambar 1.3 Gaya off set 4) Gaya seminar. Susunan tempat duduk dalam gaya seminar dibuat membuat pola lingkaran atau persegi atau bentuk U. Gaya ini efektif untuk mengopetimalkan interaksi antara siswa dengan konselor dan siswa dengan siswa lainnya. Gambar 1.4 Gaya seminar 5) Gaya klaster. Susunan gaya klaster menempatkan sejumlah siswa (antara 4 sampai 8 siswa) bekerja dalam kelompok kecil. Pembelajaran kolaboratif biasanya sangat efektif dilaksanakan dengan menggunakan susunan gaya klister. Gambar 1.5 Gaya klaster b. Menciptakan lingkungan yang positif untuk bimbingan klasikal Terdapat beberapa strategi yang dapat diaplikasikan konselor untuk menciptakan lingkungan kelas yang positif. 1) Menggunakan gaya otoritatif. Konselor yang otoritatif mendorong siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri dengan sedikit monitor. Konselor yang otoritatif juga menunjukkan sikap perhatian dan bekerjasama dengan siswa. Dalam hal tata tertib kelas, konselor yang otoritatif
  • 9. 9 akan menjelaskan aturan dan regulasi kelas serta menentukan standar (seperti standar berperilaku) dengan mempertimbangkan masukan dari siswa. Gaya ini berbeda dengan dua gaya lain yang tidak efektif untuk menciptakan lingkungan positif, yakni gaya otoritarian dan permisif. Gaya otoritarian dilakukan dengan kaku, tidak memberi kesempatan bagi siswa untuk mandiri dan cenderung berorientasi pada hukuman dalam mengembangkan perilaku. Sementara gaya permisif dilakukan dengan memberi kebebasan yang seluas-luasnya kepada siswa tetapi tidak diikuti dengan pemberian dukungan. Akibantnya, siswa cenderung memiliki kontrol diri yang rendah dan kompetensi akademik yang rendah. 2) Mengelola aktivitas kelas secara efektif. Konselor yang efektif dalam mengelola kelas berbeda dengan konselor yang tidak efektif dilihat dari cara mengelola aktivitas kelompok secara efektif. Konselor yang efektif dalam mengelola kelas cenderung menunjukkan hal-hal di bawah ini: a) Menunjukkan seberapa jauh siswa “mengikuti” aktivitas kelas. Konselor yang efektif senantiasa melakukan pemantauan secara berkala sehingga mereka mampu melakukan deteksi dini perilaku siswa yang lepas kendali. b) Atasi situasi tumpeng-tindih secara efektif. Dalam mengelola, konselor berpikir untuk mengatasi situasi hambatan kelas satu persatu. Hal ini tidaklah efektif karena hambatan tersebut akan terus-menerus datang. Oleh karena itu, konselor yang efektif akan berkeliling kelas untuk mengecek pekerjaan siswa dan sekaligus di saat yang sama mengamati atau memantau perilaku keseluruhan siswa. c) Menjaga kelancaran dan kesinambungan kegiatan bimbingan klasikal. Konselor yang mengelola kelas secara efektif berusaha menjaga setiap tahapan atau langkah bimbingan klasikal berjalan lancar, berusaha mempertahankan dan menjaga minat siswa dalam mengikuti bimbingan klasikal. d) Libatkan siswa dalam berbagai aktivitas yang menantang. Tugas yang menantang adalah tugas yang tidak terlalu mudah dan sekaligus tidak terlalu sulit. Konselor sebagai pengelola kelas diharapkan dapat mengajak siswa menyelesaikan tugas-tugas menantang. 3) Membuat, mengajarkan dan mempertahankan aturan dan prosedur. Aturan dan prosedur sama- sama standar atau ekspektasi perilaku siswa yang diharapkan. Namun yang membedakan adalah kalau atura memfokus pada ekspektasi umum atau spesifik atau standar perilaku, contoh aturan umum “Hargai orang lain”, sedangkan contoh aturan yang spesifik “Dilarang mengunyah
  • 10. 10 permen karet di dalam kelas." Adapun prosedur adalah ekspektasi tentang perilaku umum yang bisanya berlaku atau diterapkan pada aktivitas spesifik dan diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Prosedur biasanya digunakan dalam penyelesaian tugas, pengumpulan PR, memulai kelas, dan seterusnya. Tabel 1.1 Membangun aturan dan prosedur kelas Berikut ini prinsip dalam menyusun aturan dan prosedur kelas: 1. Aturan dan prosedur harus masuk akal dan sesuai dengan kebutuhan. Dalam membuat aturan dan prosedur pastikan bahwa aturan dan prosedur itu tepat dengan kebutuhan penyelenggaraan bimbingan klasikal dan memiliki dasar/alasan yang penting. Jika datang tepat waktu penting dan dibutuhkan, maka aturan datang tepat waktu menjadi penting menjadi aturan. Jika ada siswa terlambat konselor dapat menjelaskan alasan penting datang tepat waktu, yakni agar siswa tidak kehilangan materi penting dari kegiatan bimbingan klasikal. 2. Aturan dan prosedur harus jelas dan dapat dipahami. Aturan dan prosedur yang tidak mudah dipahami membuat siswa menginterpretasi secara keliru tentang perilaku yang diharapkan. Oleh karena peraturan idealnya disepakati bersama siswa, maka konselor dapat mengajukan aturan umum dan siswa dapat memberikan masukan terkait contoh spesifiknya. 3. Aturan dan prosedur harus konsisten dan relevan dengan tujuan bimbingan klasikal. Konselor perlu mempertimbangkan manfaat bagi kegiatan bimbingan klasikan ketika hendak mengusulkan aturan dan prosedur. 4. Aturan harus konsisten dengan peraturan sekolah. Sebelum membuat aturan kelas bersama siswa untuk mendukung penyelenggaraan bimbingan klasikal, konselor perlu mengenali terlebih dahulu peraturan sekolah. Rata-rata sekolah saat ini telah memiliki peraturan tentang tata tertib sekolah dan kaidah sanksinya. 4) Mengajak murid untuk bekerjasama. Ada beberapa hal yang dilakukan agar konselor dan siswa dapat membangun suatu kerjasama. Pertama, menjalin hubungan positif dengan siswa. Hal ini diawali dengan memberikan perhatian kepada seluruh siswa. Perhatian ini ditunjukkan dengan
  • 11. 11 kepekaan konselor terhadap kebutuhan siswa, pemberian dukungan kepada siswa selama belajar dan menunjukkan keterampilan komunikasi yang tepat (termasuk keterampilan mendengar). Kedua, mengajak murid untuk berbagi dan mengemban tanggungjawab. Strategi mengajak murid mengemban tanggungjawab dibahas dalam kotak …. Ketiga, memberi penguatan pada perilaku yang tepat. Prinsip dalam teori behavioral menunjukkan bahwa belajar terjadi apabila perilaku yang diharapkan mendapat penguatan (reinforcement). Oleh karena itu, penting bagi konselor untuk mencermati setiap pemberian konsekuensi atas perilaku siswa. Jangan sampai pemberian konsekuensi positif malah disandingkan pada perilaku yang tidak diharapkan. Lihat kotak 2 untuk mengetahui penggunaan penguatan secara efektif dan tidak efektif. Tabel 1.2 Perbedaan penguatan yang efektif dan tidak efektif Penguatan Efektif Penguatan yang Tidak Efektif 1. Diberikan secara berkala 1. Diberikan secara acak atau tidak sistematik 2. Mengarah perilaku tertentu yang diperkuat secara spesifik 2. Tidak spesifik dan global 3. Dipersepsi kredibel oleh siswa, melalui tanda-tanda bahwa pujian itu tidak rutin tapi spontan 3. “Seragam”, menunjukkan bahwa penguatan itu adalah reaksi otomatik yang diberikan dengan pemikiran minimal 4. Penguatan untuk kinerja tertentu (yang dapat memasukkan usaha) 4. Menghargai partisipasinya saja, tanpa mempertimbangkan proses atau hasilnya 5. Memberikan informasi yang spesifik kepada siswa tentang prestasinya 5. Tidak memberikan informasi kepada siswa atau informasi tentang statusnya 6. Mengarahkan siswa pada apresiasi yang lebih baik terhadap on-task behavior dan berorientasi pada penyelesaian masalah 6. Mengarahkan siswa pada membandingkan dirinya-sendiri dengan siswa lain dan memikirkan tentang kompetensi 7. Menggunakan prestasi siswa sebelumnya sebagai dasar perbandingan 7. Menggunakan prestasi teman- temannya sebagai dasar perbandingan 8. Diberikan untuk mengakui usaha yang patut dihargai atau 8. Dilakukan tanpa menghargai usaha yang dikeluarkan atau makna keberhasilannya
  • 12. 12 keberhasilan pada tugas yang sulit (bagi siswa tersebut) 9. Mengatribusikan kesuksesan pada usaha yang menyiratkan bahwa kesuksesan serupa dapat dicapai di masa mendatang 9. Mengatribusikan kesuksesan pada kemampuan saja atau pada faktor- faktor eksternal seperti keberuntungan 10. Mendorong atribusi internal 10. Mendorong pada atribusi eksternal Sumber: Muijs & Reynold (2008) c. Menghadapi perilaku bermasalah Saat konselor menghadapi perilaku bermasalah siswa dalam mengikuti bimbingan klasikal, maka konselor dapat memanfaatkan strategi intervensi minor dan moderat (Santrock, 2004). Berikut ini paparannya. 1) Intervensi minor. Beberapa perilaku cukup dengan dihadapi dengan intervensi minor atau kecil, seperti bercanda, meninggalkan tempat duduk tanpa ijin. Perilaku bermasalah ini ini biasanya mengganggu aktivitas belajar. Berikut ini strategi intervensi minor. a) Gunakan isyarat nonverbal. Contoh melihat siswa yang berbicara dengan temam sebangku, konselor melakukan kontak mata kemudian menggeleng kepala. b) Teruskan lanjutkan aktivitas belajar. Terkadang saat transisi atau jedah dalam presentasi atau pemaparan guru ataupun jeda dalam diskusi yang terlalu lama membuat siswa melakukan aktivitas yang tidak diharapkan seperti meninggalkan tempat duduk. Menghadapi situasi ini, konselor bukan mengoreksi tindakan siswa tetapi segeralah memulai aktivitas baru. c) Dekati siswa. Ketika siswa bertindak menyimpang, seperti bicara dengan teman sebangku, konselor cukup mendekati tempat duduknya kemudian dia akan diam. d) Arahkan perilaku. Jika siswa mengabaikan tugasnya, termasuk tugas kelas, maka ingatkan mereka tentang kewajibannya dengan mengatakan, “Baiklah, ingat, semua siswa wajib menyelesaikan tugas ini!” e) Beri instruksi yang diberikan. Siswa terkadang melakukan kesalahan tertentu saat mengikuti bimbingan klasikal karena mereka memahami cara menyelesaikan suatu tugas. Dalam situasi semacam ini, konselor perlu untuk memberi petunjuk atau instruksi yang diperlukan dan pantau perkembangannya untuk memastikan siswa paham cara menyelesaikan tugas tersebut.
  • 13. 13 f) Suruh murid berhenti dengan nada tegas (asertif) dan langsung. Jalin kontak mata dengan siswa, bersikaplah asertif dan minta siswa menghentikan tindakan mereka. Kemudian pantau perkembangannya sampai murid menjadi patuh. Tabel 1.3 Teknik komunikasi asertif Ada empat gaya komunikasi verbal dalam menghadapi situasi konflik, yaitu: 1. Gaya agresif merupakan gaya komunikasi yang cenderung kasar kepada orang lain, menuntut, kasar, dan bertindak dengan pola bermusuhan. Individu dengan gaya ini cenderung tidak peka dengan kebutuhan orang lain. 2. Gaya manipulatif merupakan gaya komunikasi untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan dari orang lain dengan membuat orang lain merasa bersalah kepadanya. 3. Gaya pasif merupakan gaya komunikasi yang tidak tegas dan pasrah serta tidak mau memberitahu apa yang seharusnya dilakukan orang lain. 4. Gaya tegas (assertive) merupakan gaya komunikasi yang mengekspresikan perasaannya, meminta apa yang dia inginkan dan mengakatan “tidak” untuk menolak apa yang tidak dia inginkan. Dari keempat gaya komunikasi di atas, gaya tegas merupakan gaya yang terbaik dalam menghadapi dan mengatasi konflik. Berikut ini adalah strategi untuk meningkatkan asertivitas: 1. Evaluasilah hak-hak pribadi Anda. Dalam setiap situasi, kita perlu menentukan hak-hak yang kita miliki, seperti hak untuk membuat kesalahan dan mengubah pikiran atau pandangan. 2. Kemukakan masalah dan konsekuensinya kepada orang lain. Jelaskan sudut pandang kita tentang situasi yang dihadapi, termasuk meski orang lain sudah memahaminya. Diskripsikan masalah yang dihadapi secara objektif tanpa perlu menyalahkan orang lain. Contoh, “Saya merasa terganggu kalau kalian ribut di kelas. Jadi tolong jangan diulangi lagi ya!” 3. Ekspresikan perasaan tentang situasi tertentu. Ketika kita menyatakan perasaan kita terhadap suatu situasi, maka orang lain baik yang setuju maupun tidak
  • 14. 14 setuju dengan kita akan memahami perasaan kita tentang situasi yang dihadapi. Untuk menyatakan perasaan gunakan teknik komunikasi pesan saya (I-message) bukan pesan kamu (you-message). Contoh pesan saya, “Saya tidak suka kalau kamu datang terlambat.” Bandingkan dengan pesan kamu, contoh, “Kamu pemalas, kerjaannya terlambat terus!“ 4. Kemukakan permintaan Anda. Poin ini merupakan hal paling penting dari perilaku tegas. Kemukakan hal yang kita inginkan ataupun yang tidak kita inginkan secara langsung dan lugas. Beberapa pedoman dalam berperilaku tegas: 1. Gunakan perilaku non-verbal yang asertif, seperti percaya diri, tenang, melakukan kontak mata. 2. Kemukakan permintaan secara sederhana. Kalimat permintaan diharapkan lugas dan mudah dipahami. 3. Hindari pengajuan permintaan lebih dari satu dalam satu waktu. 4. Jangan minta maaf atas permintaan yang Anda ajukan. 5. Jelaskan manfaat dari permintaan atau penolakan Anda. g) Beri murid pilihan. Strategi ini dilakukan dengan memberi siswa tanggung jawab membuat pilihan dengan mengatakan bahwa dia memiliki pilihan untuk bertindak benar atau salah, kesemuanya ada konsekuensinya dan kita tidak bisa memilih konsekuensi itu. 2) Intervensi moderat. Jenis intervensi ini lebih kuat dibandingkan dengan intervensi minor yang telah dibahas sebelumnya. Berikut ini strategi dalam intervensi moderat: a) Jangan beri siswa kesempatan untuk melakukan aktivitas yang dia inginkan. Hal ini dilakukan dengan tidak mengijinkan atau mencabut ijin bagi siswa yang berperilaku menyimpang di dalam kelas untuk, misalnya, mengerjakan tugas dengan teman. b) Buat kontrak perilaku (behavioral contract). Apabila siswa masih melakukan perilaku yang tidak diharapkan dalam mengikuti bimbingan klasikal, maka konselor bersama siswa tersebut membuat kontrak perilaku yang disepakati kedua belah pihak. Kontrak perilaku berisi perilaku yang diharapkan dari siswa dan penguatan yang akan diperoleh jika melakukan perilaku tersebut. Dalam kontrak perilaku juga dicantumkan saksi atas
  • 15. 15 kesepakatan atau kontrak tersebut. Semua pihak membubuhkan tanda tangan dalam kontrak perilaku. c) Pisahkan atau keluarkan siswa dari kelas. Strategi ini sebenarnya adalah teknik time out dari pendekatan behavioral. Ada beberapa pilihan dalam penerapan intervensi ini. Pertama, meminta siswa tetap di kelas, tetapi dia tidak memiliki akses terhadap penguatan positif (positive reinforcement). Kedua, mengeluarkan siswa dari kelas atau area aktivitas. Terakhir, menempatkan siswa di ruang time out yang disediakan oleh sekolah. Tempat time out biasanya bisa juga di belakang tempat duduk siswa dalam kelas atau di depan kelas. Penempatan time out tidak boleh terlalu lama karena siswa perlu kembali untuk mengikuti bimbingan klasikal. d) Kenakan hukuman atau sanksi. Pemberian hukuman atau sanksi harus menjadi pilihan yang terakhir dari sekian banyak strategi intervensi. Penegakannya pun harus berhati-hati mengingat saat ini banyak kasus malpraktik dalam pendidikan dikarenakan guru memberikan hukuman kepada siswa secara tidak tepat (tidak etis). Pemberian hukuman bisa berupa pemberian tugas tambahan atau tambahan berlari atau aktivitas lain yang memiliki makna sanksi. Pemberian hukuman tidak boleh bersifat membahayakan sikap siswa terhadap pokok persoalan. Artinya, jangan sampai pemberian hukuman membuat siswa bertambah malas atau malah tidak mau mengikuti bimbingan klasikal. Apabila intervensi minor dan moderat tidak mengurangi perilaku yang tidak diharapkan siswa, maka konselor perlu memanfaatkan sumber daya lain. Pertama, berikan penanganan siswa yang berperilaku tidak diharapkan melalui pelayanan bimbingan konseling yang relevan, seperti bimbingan kelompok, konseling individu ataupun konseling kelompok. Kedua, lakukan konferensi antara konselor dengan orangtua siswa untuk membahas perilaku siswa. Dalam posisi ini, konselor tidak diharapkan menyalahkan orangtua sehingga orang tua menjadi difensif. Konselor cukup mendiskripsikan perilaku yang tidak diharapkan siswa secara objektif kepada orangtua dan menyampaikan kalau membutuhkan bantuan dan kerja sama dari orangtua. Hasilnya, biasanya perilaku siswa menjadi berubah. 3. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Manajemen Kelas Menurut Kohn (dalam Arends, 2007), manajemen kelas akan lebih efektif apabila dilakukan dengan memperhatikan sebagai berikut:
  • 16. 16 a. Hubungan. Siswa akan cenderung mengikuti bimbingan klasikal dengan perilaku yang diharapkan apabila konselor dengan siswa telah menjalin hubungan yang saling percaya. Kualitas hubungan sangat menentukan kelancaran komunikasi terutama tentang perilaku yang diharapkan dari siswa. b. Keterampilan. Konselor perlu membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan yang memadai untuk mengikuti kelas secara produktif, termasuk keterampilan berkomunikasi, keterampilan mendengarkan, dan keterampilan mengikuti pelajaran kelas dan bimbingan kelas secara adaptif. Keterampilan siswa yang bagus dalam mengikuti kelas membuat mereka lebih adaptif dalam berperilaku di kelas. c. Diagnosa. Konselor perlu menginterpretasi secara akurat dan objektif tentang perilaku siswa yang tidak diharapkan. Kemudian, konselor juga perlu membantu siswa membuat analisis terhadap perilakunya sendiri. Hal ini penting untuk membantu siswa berubah. d. Mempertanyakan praktik. Apabila melihat perilaku siswa yang tidak seperti yang diharapkan, maka konselor perlu mempertanyakan kepada dirinya-sendiri apakah perilaku tersebut disebabkan oleh praktik bimbingan klasikal yang tidak tepat. e. Memaksimalkan keterlibatan siswa. Konselor dan siswa saling bekerjasama untuk mengelola kelas agar bimbingan klasikal dapat berjalan dengan lancar dan para siswa mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari kegiatan bimbingan klasikal. f. Melakukan pemulihan. Konselor membantu dan memfasilitasi siswa yang pernah berperilaku tidak diharapkan untuk berubah dan beradaptasi di kelas dengan pola perilaku positif yang baru. Dalam kondisi ini, penerimaan konselor terhadap semua siswa menjadi penting. Di samping itu, konselor juga dituntut untuk selalu fokus pada poin positif dari diri siswa g. Memeriksa kembali. Konselor hendaknya selalu memeriksa kembali untuk melihat apakah aturan dan prosedur yang dikembangkan bersama siswa merupakan aturan dan prosedur yang baik dan dapat diterapkan atau ditegakkan dengan baik. d. Metode Bimbingan Klasikal atau Lintas Kelas Terkait dengan strategi penyampaian konten atau materi pembelajaran, terdapat dua istilah yang digunakan untuk menjelaskannya, yakni metode pembelajaran dan model pembelajaran. Metode pembelajaran pada dasarnya adalah suatu strategi yang direncanakan dan dilaksanakan guru dalam proses penyampaian materi pendidikan kepada peserta didik yang dilakukan secara
  • 17. 17 sistematis dan teratur. Metode pembelajaran menjelaskan secara spesifik tentang cara dan strategi yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran. Dalam metode pembelajaran dijelaskan secara spesifik tahapan-tahapan yang harus dilakukan guru dalam menerapkan suatu jenis metode pembelajaran tertentu. Adapun model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi segala aspek sebelum sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses belajar mengajar. Model pembelajaran memiliki ranah yang lebih luas dari metode pembelajaran karena model pembelajaran melingkupi berbagai hal yang perlu dipertimbangkan guna mengaplikasikan suatu metode pembelajaran tertentu. Terdapat banyak metode bimbingan klasikal yang dapat diaplikasikan oleh konselor dalam menyampaikan berbagai konten yang relevan dengan ruang lingkup pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Berdasarkan paparan Arends (2007) dan Orlich, Harder, Callahan, Travisan dan Brown (2010) diketahui bahwa model pembelajaran secara umum dibedakan menjadi dua, yakni model pembelajaran berpusat pada guru atau konselor dan model pembelajaran berpusat pada siswa. Pada setiap model tersebut terdapat berbagai macam metode pembelajaran atau instruksional yang dapat diaplikasikan dalam bimbingan klasikal. Terkait dengan model pembelajaran berpusat pada guru atau konselor, setidaknya terdapat tiga metode instruksional yang dapat diaplikasikan konselor dalam kegiatan bimbingan klasikal, yakni presentasi dan penjelasan, pengajaran langsung, dan pengajaran konsep. Terkait dengan model pembelajaran yang berpusat pada siswa, setidaknya terdapat tiga metode yang dapat diaplikasikan dalam bimbingan klasikal, yakni cooperative learning, problem based learning, dan diskusi kelas. Oleh karena begitu banyaknya metode bimbingan klasikal yang dapat diterapkan oleh konselor, maka konselor perlu pertimbangan yang matang dalam memutuskan metode bimbingan klasikal yang akan digunakan. Ada tiga pertimbangan penting yang perlu dipikirkan konselor dalam memilih metode bimbingan klasikal, yakni: a. Tujuan bimbingan klasikal Semua perencanaan bimbingan klasikal diarahkan untuk mencapai tujuan bimbingan klasikal yang telah dicanangkan. Oleh karena itu, penggunaan metode bimbingan klasikal yang tepat seharusnya dipertimbangkan tingkat efisiensi dan efektivitas metode bimbingan klasikal dalam mendukung siswa belajar sehingga mereka mampu mencapai tujuan bimbingan klasikal. b. Jenis pengetahuan yang akan disampaikan
  • 18. 18 Anderson dan Krathwohl (2001) menjelaskan bahwa terdapat empat jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognitif. Pengetahuan faktual adalah elemen dasar, fakta, dan perbendaharaan istilah yang dipelajari siswa dari suatu topik. Pengetahuan konseptual adalah pengetahuan yang berkaitan dengan kesalingterkaitan antar elemen-elemen dasar. Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang cara mengerjakan sesuatu hal. Adapun pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan dan kesadaran tentang siswa tentang proses kognitif yang dialaminya dan pengetahuan tentang kapan menggunakan pengetahuan konseptual dan prosedural tertentu. Dalam memilih metode bimbingan klasikal, konselor dituntut untuk mempertimbangkan jenis pengetahuan yang akan disampaikan dalam kegiatan bimbingan klasikal. Sebagai contoh, ketika konselor dalam bimbingan klasikal akan mengajarkan keterampilan sosial tertentu yang merupakan pengetahuan prosedural, maka konselor diharapkan memilih metode bimbingan klasikal yang tidak hanya berfokus pada pemberian penjelasan tentang prosedur dari keterampilan sosial tersebut, melainkan memilih metode yang memfasilitasi siswa untuk mempraktikkan keterampilan sosial tersebut. c. Pertanyaan, “Bagaimana siswa belajar?” Pertimbangan ketiga ini masih terkait dengan jenis pengetahuan yang hendak dipelajari siswa dalam bimbingan klasikal. Siswa akan menjalani proses kognitif sesuai dengan jenis pengetahuan yang dipelajari. Contohnya, saat siswa mempelajari jenis pengetahuan faktual, maka mereka akan cenderung menjalani proses kognitif yang berorientasi pada hafalan, sedangkan ketika mereka mempelajari jenis pengetahuan konseptual, maka mereka akan berusaha untuk mengidentifikasi ciri khusus setiap elemen dari suatu konsep dan menstruktur kesalingterkaitan antar konsep ke dalam pola organisasi pengetahuan yang bermakna. Oleh karena itu, dalam memilih metode bimbingan klasikal, konselor diharapkan mempertimbangkan bagaimana proses kognitif yang akan terjadi untuk mempelajari suatu jenis pengetahuan tertentu. Pada pokok bahasan berikut akan dipaparkan tentang metode pengajaran langsung, metode pengajaran kelompok, dan metode pengajaran konstruktivistik. Paparan metode pengajaran kelompok meliputi diskusi dan cooperative learning. Adapun pembahasan metode pengajaran konstruktivistik memfokus pada pembahasan tentang pembelajaran berbasis masalah (problem based learning; PBL). Untuk metode dan teknik lain dapat secara lebih lengkap dapat di akses di
  • 19. 19 link berikut ini (metode pembelajaran) sedankan untuk pemahaman lebih lanjut peserta juga dapat membaca materi artikel pada link berikut (artikel pembelajaran) 1) Metode Pengajaran Langsung Pengajaran langsung yang disebut juga sebagai metode ekspositori atau metode ceramah merupakan metode pengajaran yang paling banyak diaplikasikan dalam kegiatan pembelajaran klasikal. Slavin (2018) mendefinisikan metode pengajaran langsung (direct instruction) sebagai pendekatan pengajaran yang dilakukan guru dengan mengirimkan informasi secara langsung kepada siswa; pembelajaran dilaksanakan dengan memfokus pada pencapaian tujuan dan disusun oleh guru. Pengaplikasian metode pengajaran langsung menjadikan guru atau konselor sebagai pusat dalam pelaksanaan pembelajaran atau pelayanan klasikal. Pengajaran langsung dilaksanakan dalam beberapa tahapan. Berikut ini merupakan tahapan pengajaran langsung yang disarikan dari Arends (2007), Slavin (2018) dan Woolfolk (2008): 1) Menyatakan tujuan bimbingan klasikal dan perkenalkan siswa terhadap konten layanan. Di tahap awal pengajaran langsung, konselor menyampaikan kepada siswa perihal tujuan dan arah bimbingan klasikal yang akan dilaksanakan. Konselor juga perlu menginformasikan perilaku apa saja yang diharapkan dari siswa selama mengikuti bimbingan klasikal. Selanjutnya konselor menyampaikan tentang betapa menarik, penting, dan sesuainya topik bimbingan klasikal dengan kehidupan siswa. 2) Review pengetahuan prasyarat yang telah dimiliki siswa. Dalam tahapan ini konselor mengulas berbagai pemahaman konsep maupun keterampilan yang diperlukan siswa untuk menguasai konten yang disampaikan dalam bimbingan klasikal. Review ini penting agar siswa siap untuk mengikuti kegiatan bimbingan klasikal. 3) Sajikan materi baru Konselor menyajikan konten bimbingan kelompok, mempresentasikan berbagai informasi terkait dengan topik yang dibahas, memberikan contoh, mendemonstrasikan konsep atau prosedur tertentu, dan berbagai aktivitas lain yang relevan dengan upaya menyampaikan materi baru agar dapat dipahami siswa. Selama penyampaian materi baru, konselor diharapkan memanfaatkan media pembelajaran tertentu sehingga materi baru yang disampaikan mudah dipahami siswa, tidak terlalu abstrak, dan bertambah menarik. Diharapkan selama menyajikan materi baru, konselor senantiasa mengundang para siswa
  • 20. 20 untuk terlibat secara aktif melalui bertanya, mengajukan pendapat yang mendukung maupun berbeda, menyampaikan hasil analisis atau penalaram tertentu tentang topik atau isu yang sedang didiskusikan. 4) Lakukan pendalaman belajar Tahapan ini dilakukan dengan menyajikan berbagai pertanyaan kepada siswa untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang disajikan. Di samping itu, pertanyaan yang diajukan konselor diharapkan juga dapat mengkoreksi kesalahan konsep yang dimiliki siswa terkait topik yang sedang dibahas. 5) Beri kesempatan latihan mandiri Berikan siswa kesempatan untuk berlatih memanfaatkan konsep yang baru dipelajari atau mempraktikkan keterampilan atau prosedur yang baru dikuasai. Aktivitas yang banyak dilakukan oleh guru atau konselor di tahapan ini adalah meminta siswa mengerjakan soal latihan atau mengerjakan lembar kerja siswa (LKS). 6) Ases/uji penguasaan siswa terhadap meteri dan berikan balikan Konselor, di tahapan ini, mengulas hasil pekerjaan mandiri siswa, baik yang diperoleh dari soal latihan, LKS, atau latihan-latihan kuis. Dalam proses memberikan ulasan ini, konselor memberikan balikan kepada siswa yang menunjukkan hasil kerja yang sudah tepat atau benar, memberikan koreksi bagi siswa yang hasil kerjanya masih keliru, dan memberikan pembelajara ulang apabila memang diperlukan. Metode pengajaran langsung sangat penting diaplikasikan untuk memfasilitasi siswa memahami konsep tertentu secara akurat. Lebih spesifik, berikut ini keunggulan metode pengajaran langsung: 1) Dapat melayani banyak orang. Dalam sekali kegiatan bimbingan klasikal yang dilaksanakan dengan menggunakan metode pengajaran langsung, maka seluruh siswa sekelas dapat mengakses konten yang disampaikan oleh konselor. 2) Tidak memerlukan banyak waktu. Metode pengajaran langsung merupakan metode bimbingan klasikal yang paling hemat waktu. Untuk menyampaikan unit materi atau eleman informasi dengan jumlah yang sama, apabila menggunakan metode yang lain, seperti pembelajaran berbasis masalah atau diskusi kelompok, akan memerlukan waktu yang lebih lama. 3) Tidak terlalu membutuhkan banyak fasilitas. Metode pengajaran langsung merupakan metode yang memerlukan alat bantu maupun media yang paling sedikit. Hal ini berbeda dengan metode pembelajaran kooperatif, misalnya, yang memerlukan kelas yang lebih luas yang memungkinkan siswa dipecah-pecah ke dalam kelompok-kelompok kecil, bahan
  • 21. 21 latihan atau diskusi untuk memandu kegiatan kelompok kecil, dan beberapa kertas dengan format tertentu untuk melaporkan hasil diskusi dalam kelompok kecil. 4) Mudah dilaksanakan. Metode pengarajan langsung merupakan metode yang sederhana karena tidak menuntuk prosedur yang rumit apabila dibandingkan dengan metode lain seperti pembelajaran berbasis masalah, misalnya. Dalam metode pengajaran langsung, konselor tinggal menyampaikan materi secara lisan dalam seluruh sesi kegiatan bimbingan klasikal. Hal yang membedakan antar tahapan adalah arah isi pembicaraan. 5) Jika pembicara bisa menggunakan gambar dan kata-kata, bahan menjadi lebih menarik. Penggunaan media dalam metode pengajaran langsung sangat bermanfaat untuk meningkatkan motivasi dan keterikatan (engagement) siswa terhadap kegiatan bimbingan klasikal. 6) Efektif untuk menyampaikan konsep yang kompleks atau abstrak secara akurat dalam waktu yang singkat. Metode pengajaran langsung memungkinkan konselor menyampaikan suatu konsep dalam bentuk organisasi pengetahuan yang sistematis dan bermakna sehingga konsep yang kompleks dapat dipahami dalam waktu yang relatif singkat. Meskipun metode pengajaran langsung memiliki banyak keunggulan, tetapi banyak kelemahan dan kritik yang diberikan kepada metode ini. Di bawah ini adalah tiga kelemahan yang mendasar dari penggunaan metode pengajaran langsung. 1) Sering dilaksanakan secara monolog. Dalam banyak praktik pembelajaran maupun bimbingan klasikal metode pengajaran langsung cenderung dilakukan secara monolog. Apabila hal ini terjadi, maka kegiatan bimbingan klasikal menjadi tidak maksimal karena: a) siswa tidak menggunakan proses berpikir tingkat tinggi (higher order thinking); b) siswa menjadi pasif dalam mengikuti kegiatan bimbingan klasikal, hanya konselor yang aktif untuk mengupayakan siswa memahami konten bimbingan klasikal, sementara siswa tidak berusaha menggunakan strategi berpikir yang tepat untuk menguasai konten yang disampaikan konselor; dan c) apabila konselor melakukan monolog dengan cara yang tidak menarik dan gagal menarik perhatian siswa, maka kelas akan menjadi tidak terkontrol dan pembelajaran dalam kegiatan bimbingan klasikal tidak berlangsung. 2) Individu mendengarkan kurang aktif. Oleh karena penggunaan metode pengajaran langsung mendorong konselor untuk aktif dalam membantu siswa memahami konten bimbingan klasikal, maka siswa akan cenderung mendengarkan secara pasif setiap informasi yang disampaikan konselor. Setiap mendengarkan pesan dari konselor, siswa akan cenderung menangkap elemen informasi itu apa adanya sebagai sesuatu yang bisa dipahami atau tidak bisa dipahami tanpa berusaha untuk: a) mempertanyakan elemen informasi yang sudah ditangkap; b) menggeneralisir aplikasi konsep dari elemen informasi yang disajikan; dan c) mengaitkan elemen informasi yang diketahui dari konselor dengan elemen informasi atau pengalaman yang telah dipelajari sebelumnya. 3) Memerlukan keterampilan bicara supaya penjelasan menarik. Guna dapat mengimplementasikan metode pengajaran langsung secara menarik maka konselor dituntut untuk mampu menjadi komunikator yang baik. Intonasi suara yang datar, bicara yang terlalu cepat, dan volume suara yang terlalu lemah membuat konselor tidak mendapatkan
  • 22. 22 perhatian dari siswa selama melaksanakan metode pembelajaran langsung. Di samping itu, kegagalan dalam memberikan perhatian atau tatapan mata yang merata kepada siswa di kelas dan ekspresi nonverbal yang tidak komunikatif membuat interaksi pembelajaran menjadi terhambat. Guna mengatasi kelemahan tersebut maka beberapa hal yang perlu untuk dilakukan dalam menerapkan metode pengajaran langsung, yaitu: a. Sebelum menggunakan teknik ini, buatlah pertimbangan apakah teknik pengajaran langsung merupakan cara yang paling tepat untuk mempelajari konten atau materi yang dibahas dalam bimbingan klasikal. b. Konselor perlu menyiapkan bahan dan media yang memudahkan siswa menguasai materi c. Konselor menguasai atau memiliki kepakaran terhadap materi bimbingan klasikal yang akan disampaikan. Kepakaran atau penguasaan materi yang memadai memungkinkan konselor memiliki pengorganisasian konsep yang bermakna dan sangat penting untuk menstruktur materi yang bermakna. d. Usahakan menyediakan bahan yang dapat dipelajari sendiri oleh siswa. Bahan tersebut bisa berupa lembar kerja siswa dan bahan-bahan latihan lainnya. e. Usahakan menggunakan strategi yang lebih variatif, misalnya diselingi pertanyaan, dan bukan hanya ceramah secara monoton. Pertanyaan memiliki beberapa fungsi, seperti menarik perhatian kelas, mengecek atau memonitor tingkat pemahaman siswa, dan mendorong siswa berpikir tingkat tinggi (higher order thinking). f. Gunakan alat bantu/media. Penggunaan media dan alat bantu sangat penting untuk menjadikan materi yang disampaikan dengan metode pengajaran langsung tidak bersifat abstrak, melainkan sesuatu yang konkrit dan nyata. g. Konselor menunjukkan penjelasan tentang kesalingterkaitan antar konsep (explanatory link). Konten atau materi bimbingan klasikal akan dirasakan bermakna bagi siswa apabila siswa memahami kesalingterkaitan suatu konsep dengan konsep yang lainnya. Pemahaman yang terstruktur dan bermakna ini hanya bisa terjadi apabilai konselor memiliki kepakaran tentang konten atau materi yang disampaikannya. h. Dukung pengajaran langsung dengan latihan terbimbing. Keberadaan latihan terbimbing mendorong siswa untuk mengaplikasikan dan menggunakan pengetahuan yang baru saja dipelajari dalam bimbingan kelompok. Dengan latihan terbimbing ini, konselor dapat mengecek
  • 23. 23 dan memberikan balikan terhadap pemahaman siswa terhadap konten atau materi bimbingan klasikal. i. Dorong siswa untuk aktif belajar selama proses pengajaran langsung. Berikut ini adalah strategi yang dapat digunakan: 1) Pertanyaan, semua menulis 2) Response serempak 3) Penjelasan kurang dengan pasangan belajar 4) Kalimat hasil 2) Metode Pengajaran Kelompok a) Diskusi Kelompok Metode pengajaran yang berorientasi kelompok yang paling banyak diaplikasikan adalah diskusi. Metode ini merupakan salah satu bentuk metode bimbingan klasikal yang berpusat pada siswa. Hal ini berbeda dengan metode pengajaran langsung yang berpusat pada guru. Diskusi didefinisikan sebagai metode pengajaran yang dilakukan dengan pertukaran verbal ide-ide yang sudah direncanakan oleh tiga orang atau lebih untuk memecahkan masalah atau memperjelas persoalan yang dipimpin atau dipandu oleh pemimpin kelompok (Arends, 2007; Burdin & Byrd, 1999). Proses diskusi dapat melibatkan siswa dengan siswa ataupun siswa dengan guru. Penggunaan metode diskusi dalam bimbingan klasikal memiliki banyak keuntungan dan kelebihan. Arends (2007) memaparkan bahwa hasil diskusi kelompok mencakup pemahaman konseptual, keterlibatan dan keterikatan siswa terhadap proses bimbingan klasikal atau pembelajaran, serta keterampilan berpikir dan berkomunikasi. Dinkemeyer dan Munro (dalam Romlah, 2001) menjelaskan tujuan diskusi adalah sebagai berikut: (1) Mengembangkan pengertian terhadap diri-sendiri. Melalui proses diskusi para siswa dapat mendapatkan balikan dari siswa lain atau konselor yang berguna untuk lebih memahami diri mereka sendiri, seperti kelebihannya, kekurangannya, konsep diri yang dimilikinya, dan lain- lain. (2) Mengembangkan kesadaran tentang diri (self) dan orang lain. Diskusi kelompok memungkan para pesertanya untuk belajar tentang perbedaan diri mereka dengan orang lain melalui serangkaian proses berbagi pendapat, beradu argumentasi, mengelola konflik dalam diskusi, kepemimpinan dan seterusnya. Dengan demikian, diskusi membuat siswa memiliki
  • 24. 24 pengalaman untuk memecahkan masalah dan konflik, berbagi peran, respek dan toleran terhadap perbedaan, dan berempati kepada orang lain. (3) Mengembangkan pandangan dan keterampilan baru tentang hubungan antar manusia (interpersonal relationship) yang meliputi: (a) Mengembangkan keterampilan kepemimpinan. (b) Merangkum pendapat-pendapat kelompok. (c) Berlatih mencapai suatu konsensus. (d) Menjadi pendengar yang aktif. (e) Mengatasi perbedaan dengan tepat. (f) Mengembangkan keterampilan memparafrase. (g) Mengembangkan keterampilan belajar mandiri. (h) Mengembangkan keterampilan menganalisis, mensintesis, dan menilai. Diskusi kelompok dilaksanakan dalam beberapa tahapan. Arends (2007) dan Woolfolk (2008) menjabarkan tahapan diskusi kelompok sebagai berikut: (1) Mengembangkan maksud dan tujuan diskusi kelompok. Tahapan ini dilakukan konselor dengan menyampaikan kepada siswa alasan dan tujuan yang hendak dicapai dari kegiatan diskusi kelompok. Konselor di tahapan ini juga perlu menyampaikan tentang peraturan yang berlaku dalam diskusi kelompok dan perilaku-perilaku yang diharapkan dari siswa selama diskusi, seperti menghargai pendapat orang lain, berbicara atau berpendapat secara bergantian, dan seterusnya. (2) Memfokuskan diskusi. Di tahapan ini konselor menyodorkan pertanyaan stimulasi diskusi dan menyodorkan isu atau situasi yang membingungkan dan merangsang siswa untuk memecahkannya. Pertanyaan dan isu yang kritis serta relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa sangat menentukan antusiasme siswa dalam berpartisipasi dalam diskusi kelompok. (3) Mengelola diskusi. Selama diskusi berlangsung, konselor dituntut untuk: memantau interaksi siswa selama proses diskusi, melontarkan pertanyaan, mendengarkan ide-ide dari para siswa, merespons ide-ide siswa, menegakkan peraturan diskusi yang telah disepakati, mencatat atau merekam proses diskusi, dan mengekspresikan idenya sendiri. (4) Mengakhiri diskusi. Konselor membantu mengakhiri proses diskusi dengan merangkum atau mengekspresikan makna bagi siswa dan diri-sendiri. Pengakhiran diskusi juga dapat dilakukan dengan memberikan pertanyaan seperti, ”Apa hal utama yang kita dapatkan dari diskusi pada
  • 25. 25 bimbingan klasikal kali ini?” atau, ”Poin apa yang paling provokatif dan menarik yang kita dapatkan pada diskusi di bimbingan klasikal kali ini?” (5) Debriefing. Di tahapan akhir ini, konselor meminta siswa untuk menelaah proses diskusi yang telah dilaksanakannya dan memikirkan kembali proses-proses diskusi yang telah dijalaninya. Beberapa pertanyaan seperti, ”Bagaimana pendapatmu tentang diskusi yang berjalan pada bimbingan klasikal kali ini? Apakah diskusi kita telah memfasilitasi semua orang untuk berpartisipasi dan berpendapat? Adakah saat-saat kita mengalami jalan buntu dalam mencari ide atau solusi dari suatu masalah pada diskusi kali ini? Hal apa saja yang dapat kita ciptakan atau lakukan agar diskusi di masa mendatang dapat lebih provokatif dan menarik?” Diskusi kelompok akan berjalan dengan lancar apabila pemimpin kelompok (diskusi) dan anggota kelompok melaksanakan perannya secara tepat. Konselor dalam diskusi kelompok dapat berperan sebagai pemimpin kelompok ataupun sebagai anggota kelompok. Hal ini tergantung pada perencaan kegiatan diskusi kelompok. Berikut ini adalah peranan pemimpin kelompok: (1) Menyediakan kondisi yang membantu kelancaran komunikasi, melalui: pengaturan tempat duduk, mengatur lalu-lintas pembicaraan, menegur anggota yang memonopoli pembicaraan dan mendorong anggota yang kurang bicara dengan cara yang tidak menyinggung. (2) Membantu kelopok merumuskan tujuan-tujuan, menjajagi masalah yang akan dibicarakan, bertindak sebagai sumber, dan bila perlu mencari sumber lain yang dapat membantu kelompok memecahkan masalah. (3) Mengenalkan teknik-teknik yang dapat membantu agar diskusi berlangsung secara lancar. (4) Menjaga supaya pembicaraan tidak menyimpang dari masalah pokok, merangkum hasil diskusi, dan membantu kelompok mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai. (5) Memperhatikan masalah-masalah khusus yang timbul selama diskusi berlangsung. Adapun anggota kelompok berperan untuk: (1) Berpartisipasi aktif dalam diskusi. Para anggota kelompok diharapkan menunjukkan antusiasnya terhadap proses diskusi dan isu-isu yang dibahas dalam diskusi, menghargai pendapat orang lain, memberi kesempatan orang lain untuk berpendapat, menghindari upaya memonopoli waktu berbicara, dan seterusnya. (2) Datang tepat waktu, menyiapkan bahan yang akan didiskusikan dan memahami ruang lingkup diskusi. Anggota kelompok diharapkan ’hadir’ dalam kegiatan diskusi dan menunjukkan
  • 26. 26 perhatian terhadap proses diskusi. Agar diskusi kelompok terjadi secara menarik, maka diharapkan anggota kelompok menguasai isu-isu yang sedang didiskusikan dan berbicara terkait dengan isu yang sedang dibahas. (3) Berusaha untuk tidak menyimpang dari topik diskusi dan bersedia berbagi waktu berbicara dengan anggota lain. (4) Berperilaku sesuai dengan aturan diskusi yang disepakati bersama. (5) Memahami bahwa diskusi kelompok merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan semua anggota dan bukan tempat untuk mencari kekuasaan dan melampiaskan rasa kebencian. Kesadaran dan pemahaman ini penting untuk mengantisipasi motif-motif siswa yang tidak sehat dalam mengikuti diskusi kelompok, seperti menguasai forum, mengalahkan atau menyalahkan pendapat orang lain, mencari pembenaran dan menafikkan pendapat orang lain, dan seterusnya. Meskipun memberikan manfaat yang nyata, tetapi diskusi kelompok juga memiliki kelemahan. Berikut ini tiga kelemahan dari kegiatan diskusi kelompok: (1) Diskusi dapat menjadi salah arah jika pemimpin tidak menjalankan fungsinya. Efektif atau tidaknya kegiatan diskusi kelompok sangat bergantung pada pemimpin kelompok. Apabila pemimpin kelompok kurang mampu mengundang partisipasi anggota kelompok, mengarahkan komunikasi diskusi secara tidak berimbang, kurang mampu mengartikulasi berbagai perbedaan dalam diskusi, dan seterusnya maka kegiatan diskusi menjadi tidak efektif dan tidak berjalan sebagai mana yang diharapkan. Hasilnya, diskusi tidak membuahkan pengalaman belajar yang diharapkan. (2) Ada kemungkinan diskusi akan dikuasai oleh orang-orang tertentu dan siswa yang kurang mampu berkomunikasi kurang mendapat kesempatan bicara. (3) Membutuhkan banyak waktu dan tempat yang agak luas. Apabila dibandingkan dengan pengajaran langsung, diskusi memerlukan waktu yang lebih lama dan tempat yang lebih luas. b) Curah gagasan (brainstorming) Curah gagasan merupakan bentuk lain dari diskusi kelompok. Diskusi curah gagasan merupakan teknik pengeksplorasian ide maupun gagasan dari semua anggota kelompok. Setiap anggota kelompok diminta untuk mengungkapkan ide atau gagasan. Kesediaan dan partisipasi setiap anggota kelompok dalam berpendapat untuk menyampaikan idenya merupakan kunci dari
  • 27. 27 pelaksanaan curah gagasan. Teknik ini dapat digunakan sebagai pelengkap teknik diskusi kelompok maupun pemecahan masalah (problem solving). Berikut ini adalah aturan dalam curah gagasan: (1) Tidak boleh memberi komentar negatif terhadap pendapat anggota lain (2) Perhatikan pada anggota yang memberi sumbangan pendapat, bukan pada mutu tetapi pada kesediaannya mengemukakan pendapat, karena semakin banyak yang menyumbang pendapat semakin baik (3) Perluas sumbangan pikiran anggota lain (4) Beri dorongan ide-ide yang positif (5) Catat inti setiap sumbangan pendapat (6) Tentukan batas waktu untuk memberi sumbangan-sumbangan pikiran 3) Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning) Bentuk lain dari pembelajaran kelompok dalam bimbingan klasikal adalah cooperative learning. Orlich dan kawan-kawan (2010) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai kegiatan pembelajaran yang berbasis pendekatan kelompok kecil untuk mengajarkan bahwa semua siswa bertanggungjawab terhadap prestasi individu maupun kelompok. Dibandingkan dengan diskusi kelompok, pembelajaran kooperatif mendorong setiap orang punya kontribusi yang sama kepada kelompok. Oleh pembelajaran ini didasari pandangan bahwa keberadaan siswa dalam suatu kelas sebagai kelompok bukan untuk saling bersaing, melainkan untuk bekerja sama sehingga kelas dapat menciptakan suatu sinergi dalam berprestasi. Pandangan yang menyebutkan bahwa siswa yang satu merupakan kompetitor bagi siswa yang lain dalam berprestasi, yang ditunjukkan dengan mengurutkan siswa berdasarkan prestasi yang dicapainya, merupakan suatu pandangan yang ditentang dengan prinsip pembelajaran kooperatif (Slavin, 2005). Dengan demikian, setiap siswa dalam satu kelas memiliki kesempatan yang sama untuk bisa sukses dalam belajar. Arends (2007), Orlich dan kawan-kawan (2010) dan Slavin (2005) mengindetifikasi hasil-hasil penting dari pembelajaran kooperatif, yaitu: (a) Meningkatkan pemahaman yang komprehensif tentang konten bimbingan klasikal dan prestasi siswa. (b) Kemauan untuk toleran serta menerima keanekaragaman. (c) Memperkuat keterampilan sosial (d) Memfasilitasi siswa membuat keputusan
  • 28. 28 (e) Menciptakan lingkungan belajar yang aktif (f) Meningkatkan harga diri (self esteem) siswa (g) Memadukan berbagai gaya belajar yang berbeda (h) Mempromosikan tanggung jawab kepada setiap siswa (i) Memfokus pada kesuksesan dan keberhasilan semua siswa. Ada beberapa macam strategi pelaksanaan pembelajaran kooperatif, seperti student teams achievement devisions (STAD), Jigsaw, peer assisted learning strategies (PALS), belajar bersama (learning together), investigasi kelompok (group investigation), metode informal (termasuk think- pair-share) (untuk ulasan lanjut baca Slavin, 2005). Meski banyak strategi dalam pembelajaran kooperatif, tetapi terdapat beberapa ciri-ciri khusus dari pembelajaran kooperatif yang diidentifikasi oleh Johnson dan Johnson (2005) sebagai berikut: (a) Menggunakan kelompok kecil yang terdiri dari 3-4 siswa (microgroups) (b) Memfokus pada tugas yang harud diselesaikan (c) Menuntut kerjasama dan interaksi kelompok (d) Mengamanahkan dan mewajibkan tanggung jawab belajar kepada setiap siswa (e) Mendukung kerja dalam divisi Dalam Kegiatan Belajar ini secara singkat pembahasan metode pembelajaran kooperatif memfokus pada STAD, Jigsaw, dan investigasi kelompok. Berikut ini adalah paparan untuk setiap strategi tersebut. a) STAD Strategi STAD merupakan bentuk pembelajaran kooperatif yang paling sederhana yang dikembangkan oleh Robert Slavin. Biasanya, STAD diterapkan pada pengajaran topik-topik baru secara reguler di setiap minggu. STAD dilaksanakan dalam beberapa tahapan, yakni: (1) Siswa dari suatu kelas di bagi ke dalam kelompok-kelompok kecil. Anggota kelompok kecil tersebut berasal dari kedua jenis gender (terdiri laki-laki dan perempuan), dari berbagai kelompok ras, etnis, ataupun daerah, dan dengan prestasi tinggi, sedang, serta rendah. (2) Anggota kelompok menggunakan lembar kerja siswa (LKS) ataupun bentuk worksheet lain untuk mempelajari berbagai materi atau konten bimbingan klasikal. Selama proses belajar di tahapan ini, para siswa didorong untuk saling membantu mempelajari metari dengan cara tutoring, saling memberi kuis, dan melaksanakan diskusi tim.
  • 29. 29 (3) Secara individual, setiap anggota kelompok atau siswa diberi kuis mingguan atau dua mingguan terkait konten atau materi bimbingan kelompok yang diberikan. (4) Kuis-kuis masing-masing siswa tersebut diskor berdasarkan kemajuan yang dicapai, bukan skor absolut. Fokus penskoran adalah peningkatan atau penambahan skor yang dicapai setiap siswa di setiap periode pemberian kuis. b) Jigsaw Pembelajaran kooperatif dengan strategi Jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson. Pembagian dan alur kerja tim-tim Jigsaw divisualisasikan dalam Gambar …. Adapun tahapan dari Jigsaw dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Siswa diminta untuk membentuk kelompok asal yang terdiri atas 5-6 orang siswa. Para siswa dalam tim asal merupakan kelompok belajar yang heterogen. (2) Siswa dari kelompok asal kemudian diberi tanggungjawab untuk mempelajari satu pokok bahasan tertentu. (3) Setelah setiap siswa mendapatkan mandat untuk belajar topik tertentu, mereka diminta untuk bergabung ke kelompok yang membahas topik yang sama (disebut kelompok ahli). Dengan demikian, kelompok ahli merupakan kelompok yang berasal dari berbagai kelompok asal. Materi yang dipelajari biasanya disajikan dalam bentuk teks. (4) Anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal setelah mereka menguasai topik tertentu. (5) Setiap kelompok asal saling mengajari anggota kelompok lain tentang materi atau topik yang telah dipelajarinya di kelompok ahli. Gambar 1.6 Bagan pembagian jigsaw
  • 30. 30 (Sumber: https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/31/cooperative-learning-teknik- jigsaw/) c) Investigasi Kelompok Awalnya, investigasi kelompok dikembangkan oleh Herbert Thelen dan dalam perkembangannya telah dimodifikasi oleh banyak ahli. Pada bahasan ini akan dibahas strategi investigasi kelompok yang disampaikan oleh Sharan (dalam Slavin, 2005). Investigasi kelompok merupakan bentuk pembelajaran kooperatif yang selama ini dipandang paling kompleks prosedurnya. Terdapat enam tahapan dalam mengimplementasikan investigasi kelompok, yaitu: (1) Pemilihan topik. Konselor dalam bimbingan klasikal terlebih dahulu menerangkan tentang permasalahan atau isu-isu tertentu. Siswa memilih topik-topik tertentu sesuai dengan isu atau permasalahan yang telah diterangkan konselor. Mereka kemudian dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil yang keanggotaannya bersifat heterogen. Mereka biasanya beranggotakan antara 2-6 orang. (2) Pembelajaran kooperatif. Siswa bersama guru bersama-sama merencanakan serangkaian prosedur, tugas, dan tujuan belajar yang relevan dengan topik yang dipilih dalam langkah 1. (3) Implementasi. Siswa melaksanakan rencana yang sudah disusun pada tahap 2. Aktivitas pembelajaran (yang direncanakan di tahap 2) diharapkan melibatkan berbagai kegiatan dan keterampilan. Siswa didorong untuk mengakses sumber informasi baik dari dalam maupun luar sekolah. Konselor berperan untuk memantau perkembangan masing-masing kelompok dan menawarkan bantuan jika diperlukan. (4) Analisis dan sintesis. Siswa menganalisis, membahas dan mengevaluasi informasi yang diperoleh dari tahap 3. Kemudian, mereka merencanakan cara menyajikan dan mempresentasikan hasilnya kepada teman-teman sekelas. (5) Presentasi produk akhir. Beberapa atau semua kelompok mempresentasikan topik-topik yang telah mereka investigasi. Presentasi ini diharapkan membuat siswa satu kelas merasa saling terlibat dengan pekerjaan temannya dan, yang tidak kalah penting, mencapai perspektif yang lebih luas tentang isu atau topik yang sedang dibahas. Presentasi ini dipandu atau dimoderatori oleh konselor.
  • 31. 31 (6) Evaluasi. Tahapan ini dilaksanakan dengan menilai kontribusi masing-masing kelompok ke hasil pekerjaan kelas secara keseluruhan. Evaluasi dapat diarahkan untuk memasukkan hasil asesmen baik secara individual, kelompok, maupun kedua-duanya. d) Think Pair and Share (TPS) Dikembangkan oleh Frang Lyman dan Koleganya di universitas Maryland, strategi ini menjadi bagian dari metode kooperatif yang berfokus pada upaya meningkatkan efektifitas dalam proses diskusi. Strategi think pair and share berfokus pada bagaimana sebuah upaya mengubah suasana dan kondisi diskusi menjadi lebih menarik dan variatif. Bekerja dibawah asumsi bahwa semua proses diskusi membutuhkan pengaturan dalam upaya mengendalikan kelas secara menyeluruh, dan mencoba memberikan keleluasaan bagi siswa untuk berfikir dengan waktu yang cukup akan membantu dalam meningkatkan respon yang diberikan. Selain itu think pair and share memberikan siswa waktu untuk berinteraksi dan saling merespon dan membantu satu sama lain. Guru akan memebrikan waktu mendalam bagi siswa untuk merenungkan dan mempertimbangkan informasi yang telah diperoleh dan selanjutnya menyatukan gagasan merera serta membaginya bersama dalam sebuah kelas secara menyeluruh. Tahapan penggunaan teknik ini secara keseluruhan dibagi menjadi 4 tahapan utama akan tetapi yang menjadi ciri utama dari strategi think pair and share adalah 3 langkah utamanya yaitu Thinking (berfikir), Pairing (berpasangan) dan Sharing (berbagi). Secara lebih jelas tahapan akan dijelaskan sebagai berikut. a) Menyampaikan materi Pada tahap ini guru akan memberikan atau menyampaikan inti materi yang menjadi tujuan dari layanan yang diberikan. Guru dapat menyajikan materi dengan presentasi, atau sebuah video pembelajaran yang dapat memberikan gambaran awal dan informasi- informasi lain yang dibutuhkan siswa dalam merangsang kognitif mereka nantinya dalam mengerjakan tugas. b) Berfikir (Thinking) Pada tahap kedua atau langkah “Think”, guru akan mengajukan suatu pertanyaan atau manyajikan sebuah masalah. Tentu saja masalah atau pertanyaan yang dimaksudkan erat kaitanya dengan pelajaran atau materi yang telah disajikan pada awal kegiatan. Selanjutnya siswa mandiri akan diberikan kesempatan untuk menelah dan mengidentifikasi ulang setiap informasi yang diperoleh di awal guna menjawab setiap
  • 32. 32 pertanyaan atau mencari solusi dari masalah yang diangkat. Untuk kepentingan evaluasi disarankan agar setiap jawaban dicatatan agar dapat dilakukan koreksi di akhir, atau guru dapat menyiapkan lembar kerja peserta didik (LKPD) untuk mempermudah intruksi penugasan pada siswa. Durasi waktu yang dapat diberikan kepada siswa untuk mengerjakan tugas tergantung pada tingkat kesukaran yang ada, disini guru diminta untuk mengidentifikasi kebutuhan sesuai dengan kemampuan siswa. c) Berpasangan (Pairing) Tahap ketiga “Pair” adalah kegiatan dimana guru akan meminta siswa untuk berpasangan (kelompok 2 orang) guna mendiskusikan hasil pekerjaan yang telah dilakukan secara mandiri pada langkah berfikir (think) sebelumnya. Dalam tahap ini siswa akan menyatukan gagasan dan ide yang telah mereka temukan dan merumuskan dalam bentuk yang lebih utuh dan konkrit. Biasanya guru akan memberikan waktu kurang lebih 5-10 menit agar kesepakatan yang dilakukan atau penyatuan gagasan atau ide dapat di konstruksikan dengan lebih baik d) Berbagi (Sharing) Pada tahap ini siswa akan diminta guru untuk secara bergantian setiap pasangan untuk menyampaikan hasil diskusi yang dilakukan sebelumnya ke kelas secara keseluruhan. Penyampaian hasil diskusi juga dapat dimodiikasi dengan pembuatan kelompok kecil terlebih dahulu dengan setiap kelompok terdiri dari beberapa pasangan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi proses bergantian yang terlalu lama jika jumlah pasangan dalam kelas sangat banyak. Langkah ini merupakan bagian penting atau bisa dikatakan sebagai penyempurnaan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini dilakukan untuk menolong agar semua siswa di kelas memahami tentang bagaimana upaya pemecahan masalah yang diberikan berdasarkan hasil kerja kelompok lain. Memahami bahwa ada banyak solusi atau jawaban yang mungkin muncul dari sebuah permasalahan dan siswa menjadi lebih memahami ketika guru melakukan koreksi atau penguatan di akhir pemberian layanan. Dalam perkembangannya penggunaan teknik TPS ini guru bimbingan dan konseling juga dapat melakukan improvisasi dalam hal langkah detail dalam tahapan yang ada seperti strategi membagikan hasil diskusi pasangan dalam kelas/kelompok atau menambahkan teknik lain seperti diskusi dan lainnya guna lebih meningkatkan efektifitas dan efisiensi dari aplikasi teknik TPS.
  • 33. 33 Dalam media pembelajaran yang disediakan akan di ilustrasikan bagaimana penerapan layanan klasikal dengan penggunaan metode TPS ini. 4) Metode Pengajaran Konstruktivistik Ada beberapa metode pengajaran yang berkembang dari teori konstruktivistik, tetapi yang banyak diaplikasikan adalah pembelajaran berbasis masalah (problem based learning). Paparan ini memfokus pembahasan pembelajaram berbasis masalah pada kegiatan bimbingan klasikal. Arends (2007) mengidentifikasi tiga hasil yang diperoleh dari pembelajaran berbasis masalah, yakni (1) keterampilan melakukan investigasi dan mengatasi masalah, (2) perilaku dan keterampilan sosial sesuai dengan peran orang dewasa, dan (3) keterampilan untuk belajar secara mandiri. Namun demikian metode ini tidak bisa digunakan untuk menyampaikan konsep dalam jumlah yang besar. Berikut ini ciri-ciri pembelajaran berbasis masalah: a) Pertanyaan atau masalah perangsang. Dalam pembelajaran berbasis masalah, materi atau konten bimbingan klasikal pelajaran tidak distruktur secara sistematis sebagaimana terdapat dalam metode pengajaran langsung. Materi atau konten bimbingan klasikal diorganisir melalui pertanyaan dan masalah yang penting secara sosial dan personal. Siswa dihadapkan pada situasi kehidupan nyata yang tidak cukup dengan diberi jawaban dan solusi yang sederhana untuk menyelesaikannya. b) Fokus interdisipliner. Meskipun pembelajaran berbasis masalah dalam bimbingan klasikal diaplikasikan konselor untuk membahas isu-isu pribadi-sosial, belajar, atau karir, tetapi dalam penerapannya konselor dituntut membahas isu-isu bimbingan klasikal dalam perspektif sosiologi, ekonomi, dan lain-lain. c) Investigasi autentik. Pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk meneliti permasalahan yang nyata dan mengembangkan solusi berdasarkan permasalahan yang nyata tersebut. Selama proses investigasi, para siswa mengkonstruk masalah, mengembangkan hipotesis atau membuat prediksi, merencakan proses pengumpulan data, menganalisis data, menarik kesimpulan. d) Produksi artefak dan exhibit. Pembelajaran berbasis masalah menuntuk siswa untuk membuat suatu produk dalam bentuk artefak dan exhibit. Produk dapat berupa program komputer, video, model fisik, laporan, dan lain-lain. Melalui produk inilah, para siswa mendemonstrasikan kepada orang lain tentang apa yang telah mereka pelajari.
  • 34. 34 e) Kolaborasi. Guna melaksanakan semua proses pembelajaran berbasis masalah, para siswa dituntut untuk bekerja sama dalam kelompok. Pembelajaran berbasis masalah dilaksanakan dalam lima tahapan berikut ini: a) Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada siswa. Di tahapan ini konselor membahas tujuan bimbingan klasikal, menyampaikan permasalahan yang perlu diinvestigasi, mendeskripsikan kebutuhan penting untuk melakukan investigasi, dan memotivasi siswa untuk mau terlibat dalam kegiatan mengatasi permasalahan. b) Mengorganisasi siswa untuk meneliti. Konselor pada tahapan ini membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahan bimbingan klasikal. c) Membantu investigasi mandiri dan kelompok. Konselor mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan informasi yang tepat, melakukan eksperimen, mencari penjelasan atas suatu fenomena dan solusi. d) Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit. Pada tahapan ini konselor membantu siswa menyiapkan artefak dan exhibit yang tepat sebagai produk dari investigasi. Di samping itu, konselor membantu siswa mengkomunikasikan produk kepada orang lain. e) Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah. Di tahapan akhir ini konselor membantu siswa merefleksikan hasil investigasi dan proses-proses yang telah mereka lakukan. 5) Metode Kreatif Pembelajaran kadang terasa membosankan dan tidak menarik. Perasaan bosan bukan hanya terjadi pada peserta didik tetapi juga sangat mungkin terjadi pada Guru atau Konselor. Sebuah bentuk pembelajaran atau layanan yang kurang menarik akan menjadikan pancapaian tujuan dari layanan yang kurang maksimal dan tak jarang tidak tercapai atau melenceng. Dalam beberapa metode yang ada kadang kala menuntuk Guru atau Konselor untuk memberikan intervensi yang sangat kuat dan membuat situasi yang sedikit kaku dimana kelas harus nampak tenang dan memaksa siswa menyimak baik tidak jarang kelas menjadi sangat kaku. Akan tetapi ada pula pengajar yang sengaja membuat suasana kelas menjadi lebih santai, fleksibel
  • 35. 35 atau bahkan siswa diberikan kebebasan dalam bereksperesi secara luas terhadap apa yang coba dipelajari. Lalu bagaimana agar kita tetap dapat mengakomonasi kesemuanya. Dimana kelas tetap terasa ringan dan menyenangkan tetapi tetap tetap sasaran dan pasti. Dari problematika inilah banyak para pakar yang mencoba mengembangkan metode-metode kreatif dan inovatif lain yang dirasa mampu menjadi jembatan keduanya. Pembelajaran kreatif adalah pembelajaran yang menekankan kepada bagaimana guru atau tutor memfasilitasi kegiatan belajar, sehingga suasana belajar menjadi kondusif dan nyaman menuntut pendidik mengemas bahan pembelajaran, sehingga warga belajar juga dapat terangsang untuk melakukan kegiatan-kegiatan kreatif dan menyenangkan (Hamdayana, 2014). Pada perkembanganya banyak dikembangkan berbagai metode pembelajaran kreatif akan tetapi secara umum mengarah kepada student active learning sebagai dasar pengembangannya. Berikut akan dipaparkan beberapa contoh metode pembelajaran kreatif secara singkat. Untuk bentuk metode yang lain dapat peserta pelajari lebih lanjut pada buku- buku metode pembelajaran yang ada. a) Biblio Edukasi Salah satu pendekatan yang dikembangkan guna memenuhi tuntutan budaya literasi adalah teknik biblio-konseling atau disebut juga biblio-edukasi. Kegiatan biblio konseling atau yang lebih dikenal dengan istilah biblio edukasi jika digunakan dalam bentuk atau sifat layanan pengembangan diri. Pendekatan ini menggunakan informasi atau konten yang ada di dalam buku sebagai upaya membantu konseli guna memenuhi kebutuhan dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Dijelaskan oleh Pehrsson & McMillen (2006) bahwa “Biblio-counseling adalah membaca dan mendiskusikan buku-buku tentang situasi yang mirip dengan apa yang sedang dialami oleh anak-anak”. Melakukan kegiatan membaca dan berdiskusi akan buku diharapkan dapat membantu anak dalam beberapa cara. Beberapa anak memiliki kesulitan dalam verbalisasi pikiran dan perasaan mereka dan biblio-counseling memberikan kesempatan bagi anak untuk menghubungkan masalah mereka sendiri dengan situasi dalam sebuah buku. Selain itu dengan membaca sebuah buku individu diharapkan memiliki kemampuan untuk untuk mengidentifikasi diri dengan dalah satu tokoh yang mengalami masalah ataupun isu serupa dengan masalah individu sendiri. Biblio atau kepustakaan dapat dilakukan atau diambil dari komik, buku cerita, artikel dari koran atau majalah, novel, teenlit, hingga buku yang tergolong berat seperti tulisan ilmiah. Dengan menggunakan buku bacaan sebagai ''alat" untuk membantu siswa, diharapkan guru BK menjadi
  • 36. 36 memiliki ribuan alternatif bantuan untuk membimbing siswa, khususnya yang mengalami masalah. Terdapat beberapa jenis atau tipe biblio-konseling yang ada dan dapat digunakan. Shechtman (2009) membagi teknik biblio-konseling menjadi 2 tipe yaitu : Affective Biblio-counseling dan Cognitive Biblio-counseling. Biblio-konseling Afektif menggunakan fiksi dan literatur berkualitas tinggi untuk membantu pembaca terhubung ke pengalaman emosional dan situasi manusia melalui proses identifikasi. Sedangkan biblio-konseling kognitif dilakukan dengan cara menawarkan buku-buku kepada pasien yang sesuai dengan kesulitan mereka, dengan asumsi bahwa orang- orang akan belajar dari proses dan menerapkannya pada kehidupan mereka sendiri. Berikut secara singkat di jelaskan tahapan dalam biblio edukasi. (1) Kesiapan klien atau konseli Sebelum melaksanakan proses biblio-edukasi, konselor atau terapis yang membantu pelaksanaan harus mempertimbangkan kesiapan konseli sebagai salah satu faktor yang sangat penting. Beberapa syarat lain yang perlu diperhatikan disini adalah pembinaan raport yang memadai, kepercayaan, dan keyakinan telah ditanamkan oleh terapis atau konselor kepada anak. (2) Seleksi buku Seorang terapi atau konselor dalam melakukan teknik biblio-edukasi harus memperhatikan beberap aspek dalam memilih buku yang akan digunakan dalam treatment. Faktor yang terpenting adalah masalah yang terjadi pada anak. Walau tersedia banyak buku untuk berbagai masalah namun tetap penting untuk memperhatikan bahwa bila menggunakan fiksi buku tersebut harus berisi karakter dan situasi yang dapat dipercaya memberikan harapan realistik bagi anak. Terapis atau konselor juga harus mengetahu minat dan tingkatan kemampuan membaca anak. Oleh karenanya proses seleksi buku dapat dilakukan langsung oleh konselor maupun oleh konseli sendiri. (3) Memperkenalkan buku Saat anak telah siap mengikuti proses biblio-edukasi dan telah dilakukan pemilihan buku, maka yang perlu diperhatikan terapis atau konselor adalah begaimana memasukkan buku ke dalam treatment. Apapun strategi yang digunakan untuk memperkenalkan buku dalam proses layanan seorang terapis harus benar-benar mengenal dan menguasai isi dari buku yang dipilih.
  • 37. 37 (4) Strategi intervensi tindak lanjut Dijelaskan bahwa dalam biblio-edukasi proses terapi tidak hanya berhenti pada proses membaca buku yang telah dipilih dan diperkenalkan kepada konseli atau klien. Dalam kondisi teraputik tradisional anak tidak mampu mengalami katarsis yang membawa pada insight terhadap masalah. Namun biblio-edukasi memungkinkan anak untuk melihat solusi masalah tanpa verbalisasi mendalam, konfrontasi, dan interpretasi-strategi yang seringkali sangat penting dalam keberhasilan treatment. Dengan bimbingan dari terapis atau konselor, anak terbantu untuk mengidentifikasikan diri dengan karakter yang ada dalam buku yang memiliki kaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Beberapa bentuk stretegi tindak lajut yang dapat dilakukan oleh seorang konselor atau terapis dalam menjalankan biblio-edukasi antara lain dengan teknik menulis kreatif, teknik aktivitas seni, diskusi dan bermain peran. Beberapa catatan yang harus menjadi perhatian dalam menjalankan strategi tindak lanjut adalah tingkat kematangan dan kesukaan anak saat memilih aktivitas tindak lanjut, dan konselor berhak melakukan modifikasi atau mengadaptasikan aktivitas tindak lanjut yang diperlukan dalam menyesuaiakan kondisi dari anak atau konseli. b) Cinema Edukasi Secara konsep kegiatan cinema edukasi tidak jauh berbeda dengan biblio edukasi hal ini karena cinema edukasi merupakan teknik turunan dari biblio dengan bentuk literatur yang berbeda yaitu film. Yang & Lee (2005) mengemukakan bahwa cinematherapy is a therapeutic technique that involves careful selection and assignment of movies for client to watch, with follow-up processing of their experiences during therapy session. Dari pendapat tersebut proses sinema terapi dijalaskan dimulai dari upaya memilih atau melakkan seleksi terhadap film atau sinema yang disesuaikan kepada konseli yang mendapatkan perlakuan. Setalah itu konseli diminta untuk melihat film tersebut yang dilanjutkan dengan proses tindak lanjut sesuai pengelaman terapis klien atau konseli. Dari beberapa konsep yang ada dapat dijelaskan keseluruhan tahapan atau prosedur dari sinema terapi sebagai berikut: (1) Proses menyiapkan konseli, dalam hal ini malakukan raport, dan identifikasi persoalan atau masalah dari konseli itu sendiri
  • 38. 38 (2) Seleksi sinema atau film, pemilihan film haruslah dilakukan dengan cara melihat hasil identifikasi awal yang dilakukan sebelumnya, adakah kaitan dengan persoalan dan sesuai dengan proses penyembuhan baik secara kognitif ataupun afektif. (3) Proses terapi, dalam hal ini termasuk didalamnya: (a) Menonton film, dalam kegiatan ini konseli atau siswa diajar bersama-sama melihat tayangan film yang telah dipilih sesuai dengan kebutuhan atau potensi yang ingin dikembangkan oleh konselor. (b) Identifikasi emosi, dalam tahapan ini konselor mencoba untuk lebih jauh bertanya kepada konseli tentang apa yang dirasakan? Apa yang dia fikirkan? Atau kepada emosi seperti apa yang muncul setelah proses membaca atau mengenal literatur yang digunakan. Kebanyakan para konseli tidak mampu menyampaikan perasaan yang dialami melalui sebuah kata atau naratif dalam proses terapi dengan bantuan literatur diharapakan kita bisa mengajak konseli menangkap parasaan yang dialaminya dengan ungkapan yang lebih tepa dan sesuai dengan emosi yang muncul. (c) Eksplorasi Karakteristik Perilaku, Sebuah literature yang baik akan dapat melakukan refleksi pada sebuah bentuk emosi maupun perilaku asli pada sebuah narasi kehidupan. Seperti halnya perilaku senang, kesepian, rendah diri, frustasi, perasaan tidak nyaman dan lain lain. Dalam tahap ini konselor berusaha membantu konseli mengenali perilaku yang ada dalam narasi literatur kedalam perilaku konseli agar dapat dan mudah dimengerti oleh konseli sendiri. (d) Eksplorasi diri, dalam tahap inikonselor mencoba menanyakan pengalaman apa yang dia (konseli) rasakah atau dilalui terkait dengan narasi literature. Pada tahap ini konseli dan konselor berkerja sama untuk mendiskusikan segala bentuk gejala atau bentuk perilaku baik tampak atau tidak tampak yang dialami dengan bantuan narasi literatur sebagai cerminan perilaku asli. (e) Follow up/tindak lanjut c) Structure Learning Approach Skillstreaming merupakan program pelatihan keterampilan prososial. Teknik ini dikembangkan oleh Arnold P. Goldstein & Ellen McGinnis. Pada mulanya adalah structured learning therapy (SLT) untuk mengurangi agresivitas, kemudian dikembangkan kembali menjadi
  • 39. 39 structured learning approach (SLA) untuk meningkatkan keterampilan prososial, pada akhirnya disempurnakan dalam bentuk prosedur yang sistematis menjadi skillstreaming (Goldstein, A. P., & McGinnis, E, 2001). Teknik skillstreaming adalah mengajarkan secara sistematis keterampilan sosial yang sangat penting yang bermuara pada pribadi yang efektif dan memuaskan dalam kehidupan bersosial. Asumsi yang melatarbelakangi teknik ini ialah terdapat keterampilan sosial dan tingkah laku yang hilang (tidak ada) dalam kumpulan keterampilan yang dimiliki individu, sehingga perlu diajarkan secara sistematis, perlahan dan dengan suasana yang mendukung. Skillstreaming didasarkan pada strutured learning approach (SLA) yang merupakan strategi intervensi psychoeducational yang didalamnya terdapat instruksi dan prosedur mengajarkan keterampilan prososial. SLA terdiri dari empat komponen yaitu instruction, modeling, behavior rehearsal, feedback, dan transfer of training (1) Instruction Instruksi merupakan pengarahan yang dilakukan pada awal pemberian layanan berupa penjelasan tentang tujuan dan makna dari seluruh rangkaian kegiatan yang akan dilakukan selama layanan berlangsung. (a) Langkah 1. Define the skills (mendefinisikan keterampilan) Konselor memimpin diskusi singkat mengenai keterampilan social yang dikehendaki guna mengetahui pemahaman siswa terhadap keterampilan sosial yang dipelajari dalam sesi kelompok. (2) Modelling Modeling merupakan belajar dari proses menirukan yang efektif, handal, dan cepat membantu dalam mengajarkan perilaku baru dan memperkuat atau melemahkan perilaku yang telah dipelajari sebelumnya. (b) Langkah 2. Model the skills (mencontohkan keterampilan) Setiap siswa memperoleh kartu keterampilan sosial (yang akan diajarkan) yang berisi langkah-langkah tingkah laku yang di break down secara jelas. Konselor mencontohkan keterampilan sosial tersebut secara sistematis berdasarkan kartu keterampilan sosial tersebut. Konselor memberikan dua contoh yang berbeda. Modeling harus sesuai dengan keterampilan, menunjukan penguatan dan
  • 40. 40 keterampilannya berupa hasil positif. Pada saat memodelkan, konselor harus “think aloud” (menjelaskan) setiap tahapan tingkah laku. (c) Langkah 3. Establish student skills need (menentukan keterampilan dibutuhkan) Konselor mendiskusikan mengenai kapan dan dengan siapa keterampilan sosial tersebut harus digunakan. (3) Behavior rehearsal/ Role playing Dalam tahap bermain peran, individu atau kelompok memerankan situasi yang imajinatif dengan tujuan untuk membantu tercapainya pemahaman diri sendiri, meningkatkan keterampilan-keterampilan, menganalisis perilaku, atau menunjukkan pada orang lain bagaimana perilaku seseorang atau bagaimana seseorang bertingkah laku. Konselor menjelaskan prosedur permainan peran kepada siswa dan memberikan instruksi mengenai hubungan antara pemeran utama dan peran-peran yang lain. (d) Langkah 4. Select Role Player (Pemilihan Pemain dalam Role-Play) Konselor menjelaskan seluruh siswa akan bermain peran sesuai keterampilan yang diajarkan. Konselor menjelaskan prosedur bermain peran. (e) Langkah 5. Set up the Role-Play (Pengaturan Role-Play) Tokoh utama (siswa) memilih salah satu siswa untuk berperan menjadi tokoh lainnya (pilihan ini bertujuan untuk mengingatkan sosok significant other kepada siapa keterampilan tersebut ditujukan). Tokoh utama mendeskripsikan mengenai setting, proses yang berjalan dan suasana role-play. (f) Langkah 6. Conduct the Role-Play (Pelaksanaan Role-Play) Siswa memainkan peran sesuai keterampilan secara “thinking aloud” tiap langkah perilaku, sedangkan siswa lainnya mengamati tiap langkah keterampilan tersebut. Setiap siswa diberi kesempatan untuk bermain peran sebagai tokoh utama. (4) Feedback Guna mengoptimalkan hasil belajar, konselor memberikan umpan balik berupa reinforcement, saran, kritik, dan menentukan balikan dari tingkah laku yang konkret. (g) Langkah 7. Provide Performance Feedback Konselor mendiskusikan role-play dan seberapa tepat tokoh utama dalam menerapkan setiap langkah keterampilan, Pemberian balikan berupa pujian, dukungan, penguatan (persetujuan) ketika penampilan berhasil. Balikan positif diberikan terlebih
  • 41. 41 dahulu kemudian dilanjutkan dengan saran yang membangun. Siswa diberi kesempatan untuk bermain peran dengan memperhatikan feedback yang telah diberikan sehingga terjadi peningkatan. (5) Transfer of Training Transfer of training berupa tugas rumah (home work assignment) guna pengaplikasian keterampilan yang telah dipelajari dalam kehidupan nyata. (h) Langkah 8. Assign Skill Homework Konselor menginstruksikan untuk berlatih keterampilan yang telah dipelajari pada kehidupan sehari-hari. Tugas rumah diberikan dalam 3 tingkatan: 1) Tingkat 1: siswa memikirkan situasi bagaimana dirinya perlu melatihkan keterampilan tersebut, siswa mempraktikan keterampilan dan siswa mengevaluasi seberapa baik dirinya dalam mempraktikan tiap tahapan keterampilan. 2) Tingkat 2: ketika siswa telah mahir maka dirinya melakukan monitoring secara mandiri tiap minggu.
  • 42. 42 4. Forum Diskusi Persoalan yang paling sering menjadi kendala bagi Guru Bimbingan dan Konseling dilapangan dalam melaksanakan layanan bimbingan klasikal adalah kurangnya jam pelajaran di kelas atau bahkan tidak memiliki jam untuk masuk kelas. Persoalan lain adalah bagaimana tingkat motivasi siswa yang kadang kurang tinggi dalam layanan klasikal yang cenderung monoton atau dirasa seperti pelajaran pada umumnya. Diskusikan solusi yang dapat guru BK lakukan untuk mengatasi kedua persoalan tersebut yaitu kurangya jam pelajaran dan upaya meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti layanan bimbingan klasikal! C. Penutup 1. Rangkuman Selamat, Anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar 1 dengan judul Strategi layanan bimbingan klasikal atau lintas kelas. Dengan demikian Anda telah memahami tentang konsep layanan bimbingan klasikal atau lintas kelas, bagaimana konsep manajemen kelas, strategi manajemen kelas dan teknik yang dapat diaplikasikan dalam layanan bimbingan klasikal. Hal penting yang telah Anda pelajari dari Kegiatan Belajar 1 ini adalah: • Layanan bimbingan klasikal atau lintas kelas dirancang untuk merespon kebutuhan dan minat tertentu dari sekelompok konseli. Konseli yang mempunyai kebutuhan dan minat yang relatif sama ini selanjutnya dibentuk dalam suatu kelompok (kelas) bimbingan, untuk membantu mereka agar tercegah dari permasalahan yang mungkin muncul dan dapat mengembangkan aspek-aspek perkembangan mereka sesuai dengan kebutuhan dan minat yang telah terungkap. • Konsep bimbingan klasikal ataupun bimbingan lintas kelas, dipandang dari sisi strategi dalam mengelola konselinya maka perlu konsep yang lebih jelas tentang bagaimana konselor dalam mengelola konsep kelas atau manajeman kelas • Manajemen kelas merupakan upaya yang dilakukan konselor untuk membangun lingkungan kelas yang membuat siswa nyaman mengikuti bimbingkan klasikal • Manajemen kelas mencoba menciptakan lingkungan bimbingan klasikal yang membuat perilaku siswa senantiasa on-task atau selalu terfokus pada kegiatan kelas, konselor tidak boleh hanya memfokus pada topik atau konten bimbingan klasikal saja, melainkan juga dituntut untuk mampu memberikan perhatian pada sisi sosial-emosional siswa di kelas
  • 43. 43 • Terkait dengan model pembelajaran berpusat pada guru atau konselor, setidaknya terdapat tiga metode instruksional yang dapat diaplikasikan konselor dalam kegiatan bimbingan klasikal, yakni presentasi dan penjelasan, pengajaran langsung, dan pengajaran konsep. • Terkait dengan model pembelajaran yang berpusat pada siswa, setidaknya terdapat tiga metode yang dapat diaplikasikan dalam bimbingan klasikal, yakni cooperative learning, problem based learning, dan diskusi kelas. • Konselor perlu pertimbangan yang matang dalam memutuskan metode bimbingan klasikal yang akan digunakan dengan memperhatikan tujuan, jenis materi atau pengetahuan yang disampaikan, dan bagaimana siswa akan belajar
  • 44. 44 Daftar Pustaka American School Counselor Association. 2012. The ASCA National Model: A Framework for School Counseling Program (3rd ed.). Alexandria, VA: Author. Anderson, L.W., & Krathwohl, D.R. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York, NY: Longman. Arends, R.I. 2007. Learning to Teach (7th ed.). Diterjemahkan oleh H.P. Soetjipto & S.M. Soetjipto. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Burdin, P.R., & Byrd, D.M. 1999. Methods for Effective Teaching. Boston: Allyn and Bacon. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 2008. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Diperbanyak oleh Jurusan PPB FIP UPI untuk lingkungan terbatas. Ditjen GTIK. 2016(a). Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Atas (SMA). Jakarta: Ditjen GTIK Kemendikbud RI. Ditjen GTIK. 2016(b). Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Jakarta: Ditjen GTIK Kemendikbud RI. Ditjen GTIK. 2016(a). Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Jakarta: Ditjen GTIK Kemendikbud RI. Ditjen PMPTK. 2007. Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Ditjen PMPTK Depkdiknas RI. Goldstein, A. P., & McGinnis, E. 2001. Skillstreaming the adolescent: New strategies and perspectives for teaching prosocial skills. Champaign, IL. Research Press. Hamdayana, Jumanta. 2014. Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan Berkarakter. Bogor. Ghalia Indonesia Johnson, D. W., & Johnson, R. 2005. Learning Together and Alone: Cooperative, Competitive, and Individualistic Learning. Boston, MA: Allyn & Bacon. Ming-tak, H. & Wai-shing, L. 2008. Classroom management: Creating a positive learning environment. Hongkong: Hong Kong Universtity Press. Muijs, D., & Reynolds, D. 2008. Effective Teaching: Evidence and Practice (2nd ed.). Diterjemahkan H.P. Soetjipto & S.M. Soetjipto. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Omrod, J.E. 2014. Educational Psychology: Developing Learners (8th ed.). London: Pearson Education. Orlich, D.C., Harder, R.J., Callahan, R.C., Trevisan, M.S. and Brown, A.H. (2010). Teaching Strategies: A Guide to Effective Instruction. Boston: Wadsworth Cengage Learning. Permendikbud RI Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Romlah, T. 2001. Teori dan Praktik Bimbingan Kelompok. Malang: Penerbit Universitas Negeri Semarang. Santrock, J.W. 2004. Educational Psychology (2nd ed.). Diterjemahkan T. Wibowo. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning. London: Allyn and Bacon. Slavin, R.E. 2018. Educational Psychology: Theory and Practice (12th ed.). New York, NY: Pearson. Woolfolk, A. 2008. Educational Psychology: Active Learning Edition (10th ed.). Boston, MA: Pearson Education.