SlideShare a Scribd company logo
1 of 15
Download to read offline
LAPORAN PERJALANAN DINAS
PEMANTAUAN KESEHATAN IKAN DAN LINGKUNGAN DAN
KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA
PANCUR TOWER, KECAMATAN SEI BEDUK
KOTAMADYA BATAM
22 APRIL 2015
DISUSUN OLEH :
1. ROMI NOVRIADI, S.Pd.Kim, M.Sc
2. MUTIA NUR HAYATI, S.Pi
3. SAIPUL BAHRI, S.St.Pi
4. DESTRY AGINTA NAINGGOLAN, S.St.Pi
5. REZA DARZONA, A.Md
6. ADE HARWONO, A.Md
BALAI PERIKANAN BUDIDAYA LAUT BATAM
DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2015
IDENTIFIKASI KELAYAKAN USAHA, KUALITAS LINGKUNGAN DAN HAMA
PENYAKIT IKAN DI SENTRA BUDIDAYA IKAN LELE PANCUR TOWER
KOTAMADYA BATAM
Romi Novriadi, Mutia Nur Hayati, Saipul Bahri, Destry A.N, Reza Darzona dan Ade Harwono
A B S T R A K
Kegiatan pemantauan ini bertujuan untuk menilai kondisi kualitas perairan, penyakit dan
kelayakan usaha budidaya di sentra produksi ikan lele Pancur Tower, Kelurahan Sungai Beduk,
Kotamadya Batam. Pengamatan dilakukan pada tanggal 22 April 2015 di dua lokasi budidaya
yang fokus pada pengembangan usaha budidaya ikan lele. Pengambilan sampel air dilakukan
dengan metoda gabungan tempat (integrated) berdasarkan SNI No.6989.57:2008 untuk
parameter pH, salinitas, suhu, kedalaman, ammonia (NH3), nitrit (NO2), posfat (PO4) dan
kekeruhan. Metoda pemantauan juga dilakukan dengan metoda wawancara untuk mendapatkan
informasi terkini tentang pengelolaan budidaya ikan. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa pH
berada pada kisaran 7,2 – 7,5, salinitas 0 ‰ dan Nitrit < <0.1 mg/L. Sementara Ammonia (NH3)
berada pada kisaran 0,03 – 2,88 mg/L, Posfat (PO4) 0,355 mg/L, suhu 30,5 – 31,3 ⁰C dan
kekeruhan 16,27 – 39,85 NTU menjadi faktor pembatas dalam keberlanjutan produksi. Hasil uji
mikrobiologi menunjukkan bahwa ikan budidaya bebas dari infeksi bakteri namun positif
terinfeksi oleh parasit Dactylogyrus sp. Distribusi vaksin Aeromonas sp dan aplikasi sistem
filterisasi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan hasil produksi
Kata kunci: Pancur Tower, Kualitas Air, Dactylogyrus sp, Vaksin, Sistem Filterisasi
A B S T R A C T
The objective of the present study was to examine the water quality, diseases and aquaculture
activity of Pancur Tower as the catfish production center, Sub District Sungai Beduk, Batam.
The study was conducted on 22 April 2015 at two aquaculture sites which focus on catfish
production. Integrated water sampling was used based on SNI No. 6989.57:2008 for pH, salinity
temperature, water depth, ammonia (NH3), nitrit (NO2), posfat (PO4) and turbidity. This study
also performed an interview to collect the aquaculture activities data from the farmers. The
results shows that pH ranged from 7,2 – 7,5, salinity 0 ‰ and Nitrite <0.1 mg/L. Meanwhile
Ammonia (NH3) ranged from 0,03 – 2,88 mg/L, Posphate (PO4) 0,355 mg/L, temperature ranged
from 30,5 – 31,3 ⁰C and turbidity 16,27 – 39,85 NTU become a limited factor in order to support
the production. The microbiology test showed that fish are free from bacteria infection, but
positively infected by Dactylogyrus sp. The distribution of Aeromonas vaccine and the
application of filterisation system are urgently needed in order to increase the production
Key words: Pancur Tower, Water quality, Dactylogyrus sp, Vaccine, Filterisation System
I. Pendahuluan
Industri budidaya yang dapat dikategorikan sebagai salah satu sektor penyedia pangan yang
berkembang cukup pesat, saat ini memiliki kontribusi hampir 50 % dari ketersediaan produk
perikanan di pasar dunia (FAO, 2012). Kontribusi positif ini diharapkan dapat terus meningkat
dan dapat menjadi pendukung program ketahanan pangan khususnya dalam mengantisipasi
ledakan jumlah penduduk yang pada tahun 2050 diperkirakan akan mencapai 9 milyar orang
(World Bank, 2013). Namun, beberapa peneliti telah mengungkapkan bahwa keberadaan
mikroorganisme patogen dalam media pemeliharaan dan degradasi kualitas lingkungan, baik
yang disebabkan oleh gangguan alam ataupun tindakan manusia diyakini dapat menjadi faktor
pembatas dalam menjamin keberlanjutan produksi (Novriadi et al., 2014; Subasinghe et al.,
2001) dan bahkan dapat berdampak kepada penurunan jumlah produksi ikan budidaya di seluruh
dunia (Hill, 2005). Oleh karena itu, sangat diperlukan sebuah sistem yang dapat mencegah serta
membatasi penyebaran hama dan penyakit ikan di wilayah unit produksi.
Menurut Ditkesling (2010), status kesehatan ikan dalam suatu kawasan merupakan informasi
yang diperlukan dalam suatu sistem pengendalian penyakit terlebih apabila dikaitkan dengan
kegiatan perdagangan hewan akuatik antar daerah dan antar negara. Sudah menjadi persepsi
umum bahwa apabila terjadi suatu wabah penyakit di sebuah kawasan sentra produksi, maka
masyarakat memberikan justifikasi bahwa seluruh ikan yang dibudidayakan didaerah tersebut
telah terinfksi penyakit. Ketiadaan aktivitas kajian epidemiologi dan informasi tentang status
kesehatan ikan dan lingkungan ecara berkala dan konsisten akibat tidak optimalnya fungsi
pemantauan menjadikan pihak pembudidaya mengalami kerugian.
Kajian yang dilakukan melalui kegiatan monitoring dan survailan mampu memberikan
informasi perihal zonasi penyakit sehingga tindakan pemusnahan atau larangan terhadap
aktivitas perdagangan ikan hanya dilakukan terhadap daerah atau zona yang telah terinfeksi atau
terindikasi terinfeksi. Dalam banyak kasus munculnya wabah penyakit infeksius, kondisi
lingkungan perairan yang permisif bagi patogen justru dapat juga bertindak sebagai faktor
imunosupresif terhadap status kesehatan tubuh ikan. Sehingga harmonisasi antara ketiga bio-
sistem (inang, patogen dan lingkungan) menjadi terganggu, dan secara multiplikatif akan
berperan sebagai faktor yang berperan penting terhadap munculnya penyakit atau wabah
penyakit (Taukhid, 2010)
Efektivitas kegiatan survailan tentu tidak terlepas dari dukungan informasi, sumber daya
manusia, sarana, prasarana dan dana yang memadai serta dilakukan secara terpadu dengan
melibatkan semua komponen baik pusat maupun daerah serta para pembudidaya ikan. Dalam
melakukan kegiatan pemantauan seyogyanya memiliki persepsi dan panduan umum yang sama,
serta dilakukan secara integratif dan koordinatif. Sehingga masing-masing komponen dapat
saling melengkapi, dan pada akhirnya akan memperkuat sistem monitoring nasional. Untuk
mendukung tindakan pengendalian dini terhadap masuknya wabah penyakit dalam sistem
produksi, Balai Perikanan Budidaya Laut Batam sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya menunjukkan komitmen yang kuat untuk memperoleh
informasi akurat khususunya dalam hal sebaran penyakit dan kelayakan usaha budidaya melalui
kegiatan pemantauan yang rutin dilakukan di wilayah administratif Kota Batam.
1. Metodologi
2.1 Pelaksanaan kegiatan
Kegiatan pemantauan ini dilakukan di wilayah Pancur Tower, Kecamatan Sei Beduk,
Kotamadya Batam pada tanggal 22 April 2015. Kegiatan pemantauan yang dilakukan di wilayah
Pancur Tower merupakan kegiatan peninjauan dan pengamatan kesehatan ikan, lingkungan dan
kelayakan usaha budidaya secara langsung di lokasi survey yang disertai dengan aktivitas
pengumpulan informasi, pengambilan sampel dan pemeriksaan lanjutan di laboratorium sesuai
dengan tujuan yang telah dibangun.
2.2 Pengambilan contoh
Metoda pengambilan contoh air di lokasi pemantauan dilakukan menurut metode gabungan
tempat (integrated) berdasarkan SNI No.6989.57:2008, sementara metoda pengambilan contoh
ikan dilakukan secara purposive random sampling yang merupakan metoda pemilihan sampel
untuk kepentingan tertentu (FAO, 2004). Program pengambilan sampel juga dilakukan dengan
mempertimbangkan jalur masuk agen pencemar atau penyakit ke lingkungan laut, periode
pemaparan dan mekanisme transport di badan air (Syakti, et al., 2012).
2.3 Preparasi Sampel
Penanganan sampel dilakukan dengan memasukkan sampel air kedalam botol plastik tanpa
gelembung udara dan selanjutnya diberi nama sampel dan lokasi pengambilan. Sampel air yang
telah diberi label dipindahkan ke dalam kotak polystyrene yang mengandung es dan
dipertahankan pada suhu 40
C. Untuk identifikasi mikrobiologi, sampel yang diperoleh dari unit
produksi budidaya dimasukkan kedalam plastik berisikan oksigen dengan komposisi oksigen dan
air 3 : 1 dan dilakukan secara tertutup menurut SNI 7306:2009.
2.4 Analisa Data
Analisa distribusi penyakit, kualitas lingkungan dan kelayakan usaha budidaya dilakukan melalui
tiga tahapan, yakni tahapan pre site, on site dan post site. Tahapan pre site merupakan tahapan
pengumpulan data untuk memperoleh informasi tentang keragaan budidaya dan kesehatan ikan
melalui studi literatur dan pencermatan dokumen hasil kegiatan pada periode pemantauan
sebelumnya. Tahapan on site dilakukan dengan melakukan analisa penyakit ikan, kualitas
lingkungan, diagnosa klinis dan data primer sistem produksi budidaya di lokasi pemantauan pada
saat kegiatan dilakukan. Parameter kualitas lingkungan yang diukur di lapangan (in situ) meliputi
parameter: pH (derajat keasaman), oksigen terlarut (DO), suhu, kedalaman dan kadar garam air.
Sementara data primer usaha budidaya diperoleh melalui wawancara dan pencermatan dokumen
terkini tentang kegiatan usaha budidaya. Tahapan post site dilakukan untuk analisa kualitas air
lanjutan di laboratorium (ex situ) yang meliputi parameter Kekeruhan, Ammonia (NH3), Nitrit
(NO2), Nitrat (NO3) dan Posphat (PO4) dengan menggunakan metode turbidimetri,
spektrofotometri dan kolorimetri. Tahapan analisa post site juga dilakukan untuk identifikasi
parasit dan bakteri secara konvensional serta deteksi Virus dengan menggunakan metoda
Polymerase Chain Reaction (PCR)
2. Hasil dan Pembahasan
3.1 Kondisi umum lokasi pemantauan
Kecamatan Sungai Beduk merupakan salah satu Kecamatan dari 12 (Dua Belas)
Kecamatan yang ada di wilayah administratif Kota Batam. Kecamatan ini dibentuk bersamaan
dengan pembentukan Kota Batam berdasarkan Undang-undang No. 53 Tahun 1999 dan memiliki
4 (empat) kelurahan, yakni: (1) Kelurahan Muka Kuning, (2) Kelurahan Mangsang, (3)
Kelurahan Tanjung Piayu dan (4) Kelurahan Duriangkang. Berdasarkan geografis, Kecamatan
Sei Beduk terletak diantara 0º55 – 1º55 Lintang Utara dan 103º45 – 104º10 Bujur Timur dan
berbatasan dengan Kecamatan Batam Kota di bagian utara, Kecamatan Bulang di bagian selatan,
Kecamatan Sagulung di bagian barat dan Kecamatan Nongsa di bagian timur.
Gambar 1. Lokasi pemantauan di wilayah Pancur Tower, Kecamatan Sungai Beduk, Kotamadya
Batam
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari buku profil Kota Batam, wilayah Kecamatan
Sungai Beduk memiliki beberapa pulau dengan penyebaran penduduk yang lebih merata
dibandingkan dengan Kecamatan lainnya di wilayah administratif Kota Batam. Persentase
permukaan tanah didominasi oleh tanah dataran sebanyak 85% dan perbukitan sebanyak 15 %.
Secara umum, Kecamatan Sungai Beduk memiliki iklim tropis dengan suhu minimum berkisar
antara 21,3 ⁰C – 23, 6 ⁰C dan suhu maksimum berkisar antara 31,5 ⁰C – 34,2 ⁰C, sedangkan suhu
rata-rata sepanjang tahun berkisar antara 26,2 ⁰C hingga 28,2 ⁰C. Mayoritas mata pencarian
masyarakat Kecamatan Sungai Beduk adalah karyawan industri, dagang, petani dan nelayan.
Banyaknya Usaha Pertanian Berdasarkan Hasil Sensus Pertanian 2013 di Kecamatan Sungai
Beduk terdiri atas 1.201 Rumah Tangga Pertanian dan 2 skala perusahaan dengan kontribusi
sebesar 9,9 % dari seluruh aktivitas pertanian di Kota Batam. Sementara untuk kegiatan
perikanan, baik tangkap maupun budidaya tidak terdokumentasi dengan baik.
Lokasi Pemantauan
3.2 Data keragaan budidaya
Data keragaan budidaya yang ditampilkan berikut merupakan data yang diperoleh pada
saat pemantauan yang dilakukan di dua titik, yakni milik Bp. Sihite dan Bp. Iwan. Kedua unti
lokasi budidaya berada di kawasan Pancur Tower, Kecamatan Sungai Beduk, Kota Batam.
Tabel 1. Data keragaan budidaya di lokasi pertama pemantauan milik Bp. Sihite
No Data primer Keterangan
1 Nama pemilik Bp. Sihite
2 Nomor kontak 081372115505
3 Lokasi budidaya Desa Pancur Tower, Kecamatan Sungai Beduk, Kotamadya
Batam
4 Luas budidaya ± 7 unit kolam tanah berukuran 4 x 6 m
5 Struktur Kolam Tanah dengan terpal dan kayu sebagai penyangga dinding
kolam
6 Tingkat teknologi Sederhana
7 Kapasitas produksi Estimasi volume optimal untuk satu siklus produksi ± 3 ton
8 Jenis komoditas Lele Clarias gariepinus; Nila O. niloticus
8 Asal benih Batam dan hasil produksi mandiri
9 Padat tebar ± 5000 ekor / unit kolam
10 Waktu tebar Sepanjang tahun
11 Tingkat kelulushidupan Tinggi namun sangat dipengaruhi oleh suhu dan iklim
12 Jumlah kematian Pada saat musim penghujan, kematian bisa mencapai kisaran 40
– 50%. Bahkan pada saat pemantauan, pemilik unit usaha
mengaku mengalami kematian total akibat curah hujan dan
suplai air yang rendah
13 Sejarah penyakit Umumnya terjadi pada masa transisi antara musim penghujan
dan kemarau (Maret – April). Pada masa ini, infeksi Aeromonas
sp dan degradasi kualitas air gampang ditemui
14 Upaya pengendalian
penyakit
Mengandalkan vaksin Aeromonas sp dengan merk dagang
CapriVac Aero L yang didistribusikan pada tahun 2013
15 Bobot serangan Pada masa transisi cukup tinggi
16 Taksiran kerugian ± Rp. 15.000.000 / siklus
17 Pakan Cacing Tubifex sp (harga Rp. 40.000 – 50.000/kg) untuk larva
Pelet Feng Li (9.500 /kg)
18 Biosekuriti Negatif
19 Sertifikat Tidak ada, baik untuk unit usaha maupun benih yang digunakan
20 Mekanisme pasar Seluruh hasil produksi dijual ke pengumpul dari Batam dengan
harga Rp. 20.000/Kg (pada saat pemantauan dilakukan)
21 Harapan Diperlukan bantuan pemerintah utamanya terkait cara budidaya
ikan lele yang baik dan obat-obatan, seperti Vaksin yang
menurut para pembudidaya cukup efektif dalam mengurangi
tingkat kematian ikan
Kolam pemeliharaan induk lele Kolam pendederan ikan lele
Vaksin Aeromonas sp yang digunakan Pengambilan data di lokasi pemantauan
Sumber air yang digunakan untuk produksi Unit kolam yang lama tidak digunakan
Tabel 2. Data keragaan budidaya di lokasi pertama pemantauan milik Bp. Iwan
No Data primer Keterangan
1 Nama pemilik Bp. Iwan
2 Nomor kontak 081364714161
3 Lokasi budidaya Desa Pancur Tower, Kecamatan Sungai Beduk, Kotamadya
Batam
4 Luas budidaya ± 9 unit kolam tanah berukuran 2 x 4 m
5 Struktur Kolam Tanah dengan terpal dan kayu sebagai penyangga dinding
kolam
6 Tingkat teknologi Sederhana
7 Kapasitas produksi Estimasi volume optimal untuk satu siklus produksi ± 3 ton
8 Jenis komoditas Lele Clarias gariepinus
8 Asal benih Batam dan hasil produksi mandiri
9 Padat tebar ± 3000 ekor / unit kolam
10 Waktu tebar Sepanjang tahun
11 Tingkat kelulushidupan Tinggi namun sangat dipengaruhi oleh suhu dan iklim
12 Jumlah kematian Pada saat musim penghujan, kematian bisa mencapai kisaran 40
– 50%. Bahkan pada saat pemantauan, pemilik unit usaha
mengaku mengalami kematian total akibat curah hujan dan
suplai air yang rendah
13 Sejarah penyakit Umumnya terjadi pada masa transisi antara musim penghujan
dan kemarau (Maret – April). Pada masa ini, infeksi Aeromonas
sp dan degradasi kualitas air gampang ditemui
14 Upaya pengendalian
penyakit
Pemberian Vitamin dan vaksin Aeromonas sp dengan merk
dagang CapriVac Aero L yang didistribusikan pada tahun 2013
15 Bobot serangan Pada masa transisi cukup tinggi
16 Taksiran kerugian ± Rp. 15.000.000 / siklus
17 Pakan Cacing Tubifex sp (harga Rp. 40.000 – 50.000/kg) untuk larva
Pelet Feng Li (9.500 /kg)
18 Biosekuriti Negatif
19 Sertifikat Tidak ada, baik untuk unit usaha maupun benih yang digunakan
20 Mekanisme pasar Seluruh hasil produksi dijual ke pengumpul dari Batam dengan
harga Rp. 20.000/Kg (pada saat pemantauan dilakukan)
21 Harapan Pada musim kemarau, distribusi air untuk produksi sangat
minim. Kondisi tersebut memaksa Bp. Iwan untuk
menghentikan produksi sambil menunggu kontribusi air
kembali normal. Masyarakat sangat mengharapkan perhatian
Pemerintah Daerah untuk memberikan pembuatan sumur bor
atau subsidi untuk penggunaan air
Sosok Bp. Iwan pemilik Usaha Sumur sebagai sumber air produksi
Kultur cacing Tubifex sp Pengambilan data kualitas lingkungan
Aktivitas produksi yang terhenti akibat
minimnya suplai air
Kolam produksi yang dimiliki Bp. Iwan
Topografi daratan di wilayah Pancur Tower yang relatif tinggi berdampak kepada
minimnya suplai air, khususnya pada musim kemarau seperti yang diamati pada saat
pemantauan. Berdasarkan informasi yang tercantum pada Tabel 1 dan tabel 2 diketahui bahwa
unit produksi yang umumnya dilakukan secara mandiri dengan mengandalkan teknologi yang
dapat dikategorikan sederhana ini sangat bergantung kepada ketersediaan air yang berkelanjutan.
Minimnya ketersediaan air berdampak kepada berhentinya siklus produksi dan tingginya
kematian ikan akibat frekuensi pergantian air yang tidak optimal.
Dilihat dari aspek teknis budidaya, ketersediaan benih untuk mendukung keberlanjutan
produksi dapat diatasi melalui produksi mandiri ataupun melalui panti benih ikan lele yang
cukup banyak tersebar di Kota Batam. Namun, kendala utama yang dialami para pembudidaya
selama fase produksi adalah tingginya harga cacing Tubifex sp yang menjadikan biaya produksi
dan harga jual benih ikan juga ikut mengalami peningkatan. Disamping hal tersebut, keberadaan
mikroorganisme patogen dan degradasi kualitas lingkungan diyakini menjadi salah satu faktor
pembatas untuk keberlanjutan produksi. Hal ini terlihat dari tingginya tingkat mortalitas akibat
infeksi mikroorganisme patogen yang ditandai dengan produksi lendir yang berlebihan, gerakan
renang tidak normal, nafsu makan berkurang dan timbulnya bintik putih pada permukaan kulit
ikan. Degradasi kualitas lingkungan juga ditandai dengan bloomingnya alga didalam media
pemeliharaan, bau yang menyengat dan tingkat kekeruhan yang tinggi.
Berdasarkan hasil uji laboratorium terhadap sampel ikan yang diperoleh pada saat
pemantauan diketahui bahwa ikan positif terinfeksi parasit Dactylogyrus sp dan tidak ditemui
adanya infeksi bakteri pada media kultur. Parasit merupakan organisme yang hidupnya dapat
menyesuaikan diri dengan inangnya atau bahkan dapat merugikan organisme yang ditempelinya
(inang). Berdasarkan letak organ yang terinfeksi oleh parasit, mikroorganisme ini dapat dibagi
menjadi 2 kelompok yang berbeda yaitu ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit
yang melekat pada bagian permukaaan tubuh, sementara endoparasit adalah parasit yang hidup
di dalam tubuh inang, seperti saluran pencernaan, hati dan organ lain.
Menurut Yuasa et al., (2003). Parasit ini termasuk Phylum
Platyhelminthes, Class Monogenea, berbentuk memanjang,
memiliki panjang ± 0,3–1 mm, memiliki jangkar pada ujung
posterior dan 2 pasang bintik mata pada ujung anterior. Parasit
ini teridentifikasi pada ikan sampel dengan tingkat infeksi
sedang. Menurut Sachlan (1952), Ikan yang terserang
Dactylogyrus sp umumnya akan menunjukkan gejala klinis
seperti badan kurus, berenang menyentak-nyentak, tutup insang
tidak dapat menutupi dengan sempurna karena insangnya rusak,
dan kulit ikan tidak bening lagi. Disamping hal tersebut, ikan
yang terinfeksi parasit ini akan menunjukkan frekuensi
pernafasan yang terus meningkat, produksi lendir berlebih,
insang yang terserang berubah warnanya menjadi pucat dan berwarna keputih-putihan.
Pemicu infeksi parasit Dactylogyrus sp. ini adalah kepadatan pemeliharaan yng tinggi dan
asupan pakan yang minim. Parasit cacing ini termasuk parasit yang perlu diperhatikan, karena
secara dapat merusak filament insang, dan relatif lebih sulit dikendalikan. Penyakit ini sangat
berbahaya karena biasanya menyerang ikan bersamaan dengan parasit lain. Berdasarkan kegiatan
pemantauan diketahui bahwa umumnya para pembudidaya di wilayah Pancur Tower melakukan
penebaran dengan tingkat padat tebar yang cukup tinggi dan disertai dengan frekuensi pergantian
air yang tidak optimal. Kondisi ini memberikan konfirmasi tentang tingginya tingkat kematian
yang dialami oleh para pembudidaya sebagai akibat dari tidak optimalnya penerapan cara
budidaya ikan yang baik.
3.3 Data kualitas lingkungan
Dalam banyak kasus munculnya wabah penyakit infeksius, kondisi lingkungan perairan
yang permisif bagi patogen justru berlaku pula sebagai imunosupresif terhadap status kesehatan
tubuh ikan. Sehingga harmonisasi antara ketiga biosistem (inang, patogen dan lingkungan)
menjadi terganggu, dan secara multiplikatif akan berperan sebagai faktor pendorong bagi
munculnya penyakit. Oleh karena itu, pada kegiatan pemantauan ini dilakukan pengambilan
sampel air di dua lokasi unit budidaya untuk memperoleh konfirmasi perihal munculnya wabah
penyakit.
Tabel 3. Karakteristik kualitas air di lokasi pemantauan, Lokasi 1 merujuk pada unit KJA milik
Bp. Sihite dan Lokasi 2 merujuk pada unit produksi milik Bp. Iwan
Parameter Satuan
Hasil Uji Kualitas Air
Metoda Analisa
Lokasi 1 Lokasi 2
Air kolam Air sumber Air kolam
pH*
7,2 7,5 7,4 SNI 06-6989.11-2004
Suhu*
⁰C 30,5 31,3 30,9 Elektrometri
Kedalaman*
m 1 1 1 Bathimetri
Salinitas*
g/L 0 0 0 Refraktometri
Nitrit (NO2) mg/L < 0,1 < 0,1 < 0,1 Kolorimetri
Ammonia (NH3) mg/L 0,16 0,03 2,88 IKM/5.4.6/BBL-B
Posfat (PO4) mg/L < 0,1 < 0,1 0.355 IKM/5.4.8/BBL-B
Kekeruhan NTU 16.27 21.75 39.85 IKM/5.4.9/BBL-B
Keterangan: *
: Analisa dilakukan di lokasi pemantauan (In situ)
Kegiatan pemantauan juga meliputi proses pengambilan dan analisa sampel, sehingga
informasi yang diperoleh tidak hanya bersifat kualitatif namun juga bersifat kuantitatif.
Berdasarkan data-data kuantitatif tersebut akan diketahui dinamika dari masing-masing jenis
patogen yang menjadi perhatian dalam kegiatan budidaya perikanan. Berdasarkan data yang
tersaji pada Tabel 3 diketahui bahwa kondisi kualitas air di dua lokasi pemantauan mengalami
fluktuasi khususnya untuk parameter pH (derajat keasaman), suhu, Ammonia (NH3), Posfat
(PO4) dan kekeruhan.
Suhu merupakan parameter yang cukup penting dalam sistem budidaya utamanya karena
karakteristik dasar organisme akuatik sebagai hewan poikiloterm dimana suhu tubuhnya akan
naik turun mengikuti perubahan suhu yang ada pada lingkungan (Brotowidjoyo et al., 1995).
Disamping hal tersebut, suhu juga mempengaruhi proses fisiologis ikan (Hoar et al., 1979),
tingkah laku (Bal and Rao, 1984), proses metabolisme, reproduksi (Hutabarat dan Evans,
1985; Efendi, 2003), eskresi ammonia (Wheathon et al., 1994) dan peningkatan sistem
kekebalan tubuh (Nabib dan Pasaribu, 1989). Perubahan suhu juga berpengaruh terhadap
konsentrasi oksigen terlarut dalam media pemeliharaan. Semakin tinggi suhu semakin cepat
perairan mengalami kejenuhan akan oksigen yang mendorong terjadinya difusi oksigen dari air
ke udara, sehingga konsentrasi oksigen terlarut dalam perairan semakin menurun. Sejalan dengan
hal tersebut, konsumsi oksigen pada ikan menjadi menurun dan berakibat kepada tidak
optimalnya sistem metabolisme dan siklus energi.
Hasil pengukuran suhu di dua lokasi pemantauan menunjukkan bahwa suhu pada media
air pemeliharaan berada pada kisaran 30,5 ⁰C - 30,9 ⁰C. Sementara hasil pengukuran suhu pada
air sumur bor sebagai sumber air untuk produksi berada pada level 31,3 ⁰C. Perbedaan ini dapat
dimaklumi mengingat rendahnya level air yang tersisa di dalam sumur bor dan tingginya tingkat
paparan matahari. Effendi (2003) mengatakan bahwa, suhu perairan berhubungan dengan
kemampuan pemanasan oleh sinar matahari, waktu dalam hari dan lokasi perairan dimaksud.
Pernyataan ini didukung oleh Hutabarat (2000) yang mengatakan bahwa air lebih lambat
menyerap panas tetapi akan menyimpan panas lebih lama dibandingkan dengan daratan. Menurut
Cahyono (2009), suhu optimal untuk pemeliharaan ikan lele berada pada kisaran 20 – 30 ⁰C.
Bila dikorelasikan dengan suhu air di lokasi pemantauan, diketahui bahwa suhu berada pada
kisaran yang tidak optimal dan hal ini tentu akan berdampak kepada penurunan aktivitas makan
ikan. Tingkat toleransi ikan terhadap perubahan suhu lingkungan sangat tergantung pada jenis
dan spesies ikan dimaksud. Perubahan suhu yang sifatnya tiba-tiba dan ekstrim akan
mengakibatkan ikan menjadi stress dan menjadikan ikan sebagai organ target infeksi yang
potensial bagi mikroorganisme patogen.
Pengukuran in situ terhadap variabel pH di dua lokasi pemantauan menunjukkan adanya
perbedaan nilai pH yang berada pada kisaran 7, 2 – 7,4 dalam media pemeliharaan dan 7,5 untuk
air didalam sumur bor. Pada budidaya ikan lele, konsentrasi pH yang dipersyaratkan berada pada
kisaran 6,5 – 8 (Khairuman et al., 2008) dan nilai pH tang ideal untuk organisme akuatik
umumnya berada pada kisaran 7 sampai 8,5 (Barus, 2002). Berdasarkan data yang diperoleh
diketahui bahwa nilai pH baik di dalam media pemeliharaan ataupun pada air di dalam sumur
bor masih berada dalam kisaran yang cukup optimal bagi pemeliharaan ikan lele. Dalam sistem
budidaya, parameter pH merupakan salah satu parameter penting untuk dianalisa dan diketahui
karena sebahagian besar organisme akuatik sangat sensitif terhadap perubahan nilai pH. Menurut
Wongteerasupaya et al. (1995), faktor pemicu timbulnya penyakit pada komoditas ikan
budidaya disamping rendahnya suhu air dan pengelolaan sistem produksi yang kurang baik
adalah adanya fluktuasi pH harian yang cukup besar.
Analisa laboratorium yang dikombinasikan dengan pengamatan in situ menunjukkan
bahwa kedalaman, salinitas dan nitrit (NO2) memiliki konsentrasi yang sama di dua lokasi
pemantauan. Hasil analisa menunjukkan bahwa kedalaman kolam berada pada level 1 m, kadar
garam 0 ‰ dan konsentrasi nitrit (NO2) < 0,1 mg/L. Tingkat pengambilan nitrit di dalam air oleh
sistem metabolisme ikan melalui insang sangat bergantung pada rasio nitrit-klor di dalam air
(Svobodova, et al, 1993). Bila konsentrasi kloridanya lebih rendah 6 kali dari konsentrasi nitrit,
maka nitrit akan mampu melewati membran insang, bila kurang maka terjadi sebaliknya (Van
Wyk & Scarpa, 1999). Tingkat racun nitrit juga dipengaruhi oleh ion bikarbonat, natrium dan
ion lainnya, namun efeknya tidak sebesar akibat adanya klor di dalam air.
Parameter Ammonia memiliki perbedaan yang cukup signifikan di dua lokasi
pemantauan dan juga di air sumber. Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 3, diketahui
bahwa konsentrasi ammonia di kolam milik Bp. Sihite berada pada konsentrasi 0,16 mg/L
sementara di lokasi pemeliharaan milik Bp. Iwan berada pada level 2,88 mg/L. Kondisi yang
lebih baik ditunjukkan oleh air didalam sumur bor yang menunjukkan konsentrasi Ammonia
berada pada level 0,03 mg/L. Menurut Khairuman et al (2008), konsentrasi ammonia yang
diperoleh dari kolam milik Bp. Iwan cukup tinggi dan dikategorikan sebagai konsentrasi yang
tidak layak dalam mendukung pertumbuhan ikan lele. Tingginya konsentrasi ammonia dapat
terjadi akibat minimnya frekuensi pergantian air selama masa pemeliharaan atau akumulasi dari
konsentrasi ammonia yang ada dalam air sumber. Ammonia di dalam air ada dalam bentuk
molekul (non disosiasi/unionisasi) NH3 dan ada dalam bentuk ion ammonia (disosiasi) dalam
bentuk NH4
+
. Kedua bentuk ammonia tersebut sangat bergantung pada kondisi pH dan suhu air.
Dinding sel tidak dapat ditembus oleh ion ammonia (NH4
+
), akan tetapi ammonia (NH3) akan
sangat mudah melewati jaringan jika konsentrasinya tinggi dan berpotensi menjadi racun bagi
tubuh ikan. Tingkat racun dari ammonia selain karena faktor pH juga dipengaruhi oleh
kandungan oksigen di dalam air. Molekul air dengan nilai pH rendah maka yang dominan adalah
ammonium (NH4
+
), sebaliknya bila nilai pH tinggi yang dominan adalah ammonia (NH3).
Menurut Molleda (2007), umumnya spesies ikan air tawar masih toleran terhadap total ammonia
hingga 1,0 mg/L, namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat menyebabkan iritasi insang
dan gangguan pernafasan.
Kandungan Posfat (PO4) dalam media pemeliharaan di dua lokasi pemantauan memiliki
hasil yang secara nyata sangat berbeda. Jika di lokasi milik Bp. Sihite, konsentrasi Posfat berada
dibawah nilai deteksi, konsentrasi Posfat di dalam media pemeliharaan milik Bp. Iwan berada
pada konsentrasi 0,355 mg/L. Menurut Effendi (2003), sebagian besar fosfat berasal dari
masukan bahan organik melalui darat berupa limbah industri maupun domestik (detergen).
Namun, kegiatan industri budidaya juga dapat berperan penting bagi peningkatan konsentrasi
Posfat dalam media pemeliharaan (Novriadi et al., 2014b). Berdasarkan hasil pemantauan
diketahui bahwa konsentrasi Posfat dalam media air pemeliharaan ikan lele milik Bp. Iwan
dikategorikan sebagai tidak layak karena telah berada diatas baku mutu air yang dipersyaratkan
untuk optimalisasi pertumbuhan. Kandungan Posfat yang tinggi akan sangat mengganggu proses
metabolisme bahkan dapat menyebabkan kematian pada ikan budidaya (Ebeling et al., 2006).
Menurut Lestari et al., (2015), penggunaan filter dapat secara nyata menurunkan konsentrasi
Posfat dalam media pemeliharaan. Lebih jauh dijelaskan bahwa filter arang aktif memiliki
kemampuan paling tinggi untuk menurunkan konsentrasi Posfat yakni hingga 0,02675 mg/L
sementara media filter zeolit mampu menurunkan kadar Posfat hingga 0,021 mg/L.
Hasil pengukuran terhadap variabel kekeruhan menunjukkan hasil yang cukup bervariasi
dengan konsentrasi yang cukup tinggi. Nilai kekeruhan di unit produksi milik Bp. Sihite berada
pada level 16,27 NTU, sementara di lokasi milik Bp. Iwan memiliki level 39,85 NTU dan
bahkan di air sumber yang digunakan oleh Bp. Iwan sudah memiliki level kekeruhan yang cukup
tinggi 21,75 NTU. Kondisi kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan
berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di
dalam air (Novriadi, 2013). Kekeruhan umumnya disebabkan oleh bahan organik dan anorganik
yang tersuspensi dan terlarut di dalam air, seperti akumulasi lumpur dan pasir halus dalam air
(Davis dan Cornwell, 1991). Berdasarkan pemantauan tim Kesehatan Ikan dan Lingkungan
BPBL Batam tingkat kekeruhan di dalam media pemeliharaan ataupun di air sumber sangat
tinggi dan dapat dikategorikan sebagai media pemeliharaan yang tidak layak untuk produksi ikan
lele. Menurut Lloyd (1985) adanya peningkatan nilai kekeruhan pada perairan dangkal ataupun
pesisir sebesar 25 NTU dapat mengurangi 13 – 15% produktivitas primer di lingkungan tersebut.
Salah satu tindakan pengendalian untuk dapat meminimalisir tingkat kekeruhan dalam media
pemeliharaan adalah dengan melakukan proses filterisasi terhadap sumber air yang digunakan,
baik dengan menggunakan sistem filter mekanik ataupun kombinasi sistem filterisasi dengan
menambahkan filter biologi.
IV. Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan pemantauan yang telah dilaksanakan di wilayah Pancur Tower,
Kecamatan Sungai Beduk, Kotamadya Batam diketahui bahwa:
1. Distribusi vaksin Aeromonas sp dengan merk dagang CapriVac Aero L cukup efektif
menekan tingkat mortalitas akibat infeksi Aeromonas
2. Identifikasi parasit dan bakteri pada sampel ikan lele Clarias sp menunjukkan bahwa ikan
terinfeksi oleh Dactylogyrus dan tidak terinfeksi oleh bakteri
3. Hasil analisa kualitas air menunjukkan bahwa parameter pH, kedalaman, salinitas dan
nitrit (NO2) berada dalam kondisi optimal, namun parameter Suhu, Ammonia, Posfat dan
kekeruhan, khususnya di kolam milik Bp. Iwan dikategorikan tidak layak untuk
mendukung keberlanjutan produksi perikanan budidaya.
Daftar pustaka
Bal. D.V and K. V. Rao. (1984). Marine Fisheries. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited,
New Dehli.
Barus, T.A. (2002). Pengantar Limnologi. Universitas Sumatera Utara. Medan
Brotowijoyo, M. D., Dj. Tribawono., E. Mulbyantoro. (1995). Pengantar Lingkungan Perairan dan
Budidaya Air. Penerbit Liberty, Yogyakarta
Cahyono, B. (2009). Budidaya Lele dan Betutu: Ikan langka bernilai tinggi. Pustaka Mina. Jakarta
Davis, M.L dan Cornwell, D.A. (1991). Introduction to environmental engineering. Second edition.
McGraw Hill, Inc. New York. 822p
Ebeling, J.M., Welsh, C.F., Rishel, K.L. (2006). Performance evaluation of an inclined belt filter using
coagulation / flocculation aids for the removal of suspended solids and phosphorus from
microscreen backwash effluent. Aquaculture engineering (35): 61-77
Effendi. H. (2003). Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.
FAO. (2012). The state of world fisheries and aquaculture 2012. FAO Fisheries and Aquaculture
Department. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome.
FAO. (2004). Fish marketing and credit in Viet Nam. In FAO Fisheries Technical Paper ID: 167171.
Fisheries and Aquaculture Department.p. 1-3
Hoar, W. S., D. J. Randall and J. R. Brett. (1979). Fish Fisiology : Bioenergenetic and Growth.
Academic Press, Florida.
Hutabarat, S dan S. M. Evans. (1995). Pengantar Oceanografi. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Khairuman., Amri, K., Sihombing, T. (2008). Budidaya lele dumbo di kolam terpal. Agromedia
Pustaka. Jakarta
Lestari, N.A.A., Diantari, R., Efendi, E. (2015). Penurunan posfat pada sistem resirkulasi dengan
penambahan filter yang berbeda. Jurnal rekayasa dan teknologi budidaya perairan (3): 367 - 374
Nabib, R dan F. H. Pasaribu. (1989). Patologi dan Penyakit Ikan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Novriadi, R., Agustatik, S., Bahri, S., Sunantara, D., Wijayanti, E. (2014a). Distribusi patogen dan
kualitas lingkungan pada budidaya perikanan laut di Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Depik 3(1),
83-90
Novriadi, R., Agustatik, S., Hendrianto., Pramuanggit, R., Wibowo, A.H. (2014b). Penyakit infeksi
pada budidaya ikan laut di Indonesia. 88 p
Novriadi, R. (2013). Studi komparasi dan dampak hasil keputusan gugatan perdata pencemaan
lingkungan budidaya ikan laut di pulau Bintan. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 8
(2): 41-45
Sachlan M. (1952). Notes on parasites of freshwater fishes in Indonesia. Central Inland Fisheries
Research Station 2:1-59
Subasinghe, R. dkk. (2001). Aquaculture development, health and wealth. In aquaculture in the third
millennium. Technical proceedings of the conference on aquaculture in the third millennium
(Subasinghe, R.P. et al., eds). pp. 167-191. Bangkok and FAO, NACA
Svobodova, Z., Richard, L., Machova, J., Vykusova, B. (1993). Water Quality and Fish Health. EIPAC
Technical Paper. FAO Fisheries Department
Syakti, A.D., N.V. Hidayati dan A.S. Siregar. (2012). Agen pencemaran laut. IPB Press. Bogor. p. 100.
Taukhid. (2010). Dukungan monitoring dan pemetaan sebaran jasad patogen bagi upaya pengendalian
penyakit ikan. Makalah disampaikan pada Pembahasan Pedoman Monitoring, Surveillance dan
Zoning Penykait Ikan Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan, Bogor 28 – 30 April 2010
Van Wyk, P., Scarpa, J. (1999). Water Quality Requirements and Management. Chapter 8 in . Farming
Marine Shrimp in Recirculating Freshwater Systems. Prepared by Peter Van Wyk, Megan Davis-
Hodgkins, Rolland Laramore, Kevan L. Main, Joe Mountain, John Scarpa. Florida Department of
Agriculture and Consumers Services. Harbor Branch Oceanographic Institution.
Weathon, F. W., J. N. Hochheimer., G. E. Kaiser., M. J. Krones., G. S. Libey and C. C. Easter.
(1994). Nitrification Filter Principles. M. B. Timmons and T. M. Losardo (ed). Aquaculture Water
Reuse Systems: Engineering Design and Management. Elsevier Science, Amsterdam.
Wongteerasupaya, C., J.E. Vickers, S. Sriurairatana, G.L. Nash, A. Akarajamorn, V. Boonsaeng, S.
Panyim, A. Tassanakajon, B. Withyachumnarnkul and T.W. Flegel. (1995). A non-occluded,
systemic baculovirus that occurs in the cells of ectodermal and mesodermal origin and causes high
mortality in black tiger prawn Penaeus monodon. Dis. Aquat. Org. 21:69-77
World Bank. (2013). Fish to 20130: Prospects for fisheries and aquaculture. World Bank report number
83177-GLB. Washington DC, USA

More Related Content

What's hot

PEMANENAN DAN PASCA PANEN PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEI
PEMANENAN DAN PASCA PANEN PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEIPEMANENAN DAN PASCA PANEN PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEI
PEMANENAN DAN PASCA PANEN PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEIMustain Adinugroho
 
pengelolaan-kualitas-air
 pengelolaan-kualitas-air pengelolaan-kualitas-air
pengelolaan-kualitas-airDello Asayr DC
 
Kuliah 4.PSDP S2..daya dukung perairan terbuka ekstenive
Kuliah 4.PSDP S2..daya dukung perairan terbuka eksteniveKuliah 4.PSDP S2..daya dukung perairan terbuka ekstenive
Kuliah 4.PSDP S2..daya dukung perairan terbuka eksteniveKafi Hidonis
 
Peraturan terkait biota laut yang dilindungi
Peraturan terkait biota laut yang dilindungiPeraturan terkait biota laut yang dilindungi
Peraturan terkait biota laut yang dilindungiDidi Sadili
 
Rekayasa akuakultur fpik unpad roffi grandiosa
Rekayasa akuakultur fpik unpad roffi grandiosaRekayasa akuakultur fpik unpad roffi grandiosa
Rekayasa akuakultur fpik unpad roffi grandiosaRoffi Grandiosa
 
Kebijakan Konservasi Jenis Ikan
Kebijakan Konservasi Jenis IkanKebijakan Konservasi Jenis Ikan
Kebijakan Konservasi Jenis IkanDidi Sadili
 
PENGELOLAAN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEI
PENGELOLAAN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEIPENGELOLAAN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEI
PENGELOLAAN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEIMustain Adinugroho
 
Manjemen kualitas air
Manjemen kualitas airManjemen kualitas air
Manjemen kualitas airBBAP takalar
 
Budidaya ikan kerapu macan (epinephelus fuscoguttatus) metode KJA
Budidaya ikan kerapu macan (epinephelus fuscoguttatus) metode KJABudidaya ikan kerapu macan (epinephelus fuscoguttatus) metode KJA
Budidaya ikan kerapu macan (epinephelus fuscoguttatus) metode KJAAri Panggih Nugroho
 
Materi penyuluhan pertanian
Materi penyuluhan pertanianMateri penyuluhan pertanian
Materi penyuluhan pertanianHerry Mulyadie
 
Kenapa Pari Manta Perlu Dilindungi
Kenapa Pari Manta Perlu DilindungiKenapa Pari Manta Perlu Dilindungi
Kenapa Pari Manta Perlu DilindungiDidi Sadili
 
10. Biosecurity.pdf
10. Biosecurity.pdf10. Biosecurity.pdf
10. Biosecurity.pdfGraceBara1
 
Perlindungan dan Pelestarian Jenis Ikan Terancam Punah (penyu, hiu, pari, dan...
Perlindungan dan Pelestarian Jenis Ikan Terancam Punah (penyu, hiu, pari, dan...Perlindungan dan Pelestarian Jenis Ikan Terancam Punah (penyu, hiu, pari, dan...
Perlindungan dan Pelestarian Jenis Ikan Terancam Punah (penyu, hiu, pari, dan...Didi Sadili
 
PERSIAPAN WADAH DAN MEDIA - BUDIDAYA UDANG VANNAMEI DENGAN TERPAL HDPE
PERSIAPAN WADAH DAN MEDIA - BUDIDAYA UDANG VANNAMEI DENGAN TERPAL HDPEPERSIAPAN WADAH DAN MEDIA - BUDIDAYA UDANG VANNAMEI DENGAN TERPAL HDPE
PERSIAPAN WADAH DAN MEDIA - BUDIDAYA UDANG VANNAMEI DENGAN TERPAL HDPEMustain Adinugroho
 
Budidaya ikan di pen culture (fish pen)
Budidaya ikan di pen culture (fish pen)Budidaya ikan di pen culture (fish pen)
Budidaya ikan di pen culture (fish pen)Amriana Ana
 

What's hot (20)

Potensi perikanan budidaya
Potensi perikanan budidayaPotensi perikanan budidaya
Potensi perikanan budidaya
 
PENGAMATAN HISTOLOGI GONAD IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis)
PENGAMATAN HISTOLOGI GONAD IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis)PENGAMATAN HISTOLOGI GONAD IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis)
PENGAMATAN HISTOLOGI GONAD IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis)
 
PEMANENAN DAN PASCA PANEN PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEI
PEMANENAN DAN PASCA PANEN PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEIPEMANENAN DAN PASCA PANEN PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEI
PEMANENAN DAN PASCA PANEN PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEI
 
pengelolaan-kualitas-air
 pengelolaan-kualitas-air pengelolaan-kualitas-air
pengelolaan-kualitas-air
 
Kuliah 4.PSDP S2..daya dukung perairan terbuka ekstenive
Kuliah 4.PSDP S2..daya dukung perairan terbuka eksteniveKuliah 4.PSDP S2..daya dukung perairan terbuka ekstenive
Kuliah 4.PSDP S2..daya dukung perairan terbuka ekstenive
 
Peraturan terkait biota laut yang dilindungi
Peraturan terkait biota laut yang dilindungiPeraturan terkait biota laut yang dilindungi
Peraturan terkait biota laut yang dilindungi
 
Rekayasa akuakultur fpik unpad roffi grandiosa
Rekayasa akuakultur fpik unpad roffi grandiosaRekayasa akuakultur fpik unpad roffi grandiosa
Rekayasa akuakultur fpik unpad roffi grandiosa
 
Kebijakan Konservasi Jenis Ikan
Kebijakan Konservasi Jenis IkanKebijakan Konservasi Jenis Ikan
Kebijakan Konservasi Jenis Ikan
 
PENGELOLAAN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEI
PENGELOLAAN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEIPENGELOLAAN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEI
PENGELOLAAN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEI
 
Manjemen kualitas air
Manjemen kualitas airManjemen kualitas air
Manjemen kualitas air
 
Budidaya ikan kerapu macan (epinephelus fuscoguttatus) metode KJA
Budidaya ikan kerapu macan (epinephelus fuscoguttatus) metode KJABudidaya ikan kerapu macan (epinephelus fuscoguttatus) metode KJA
Budidaya ikan kerapu macan (epinephelus fuscoguttatus) metode KJA
 
Sosiologi masyarakat pesisir
Sosiologi masyarakat pesisirSosiologi masyarakat pesisir
Sosiologi masyarakat pesisir
 
Materi penyuluhan pertanian
Materi penyuluhan pertanianMateri penyuluhan pertanian
Materi penyuluhan pertanian
 
Kenapa Pari Manta Perlu Dilindungi
Kenapa Pari Manta Perlu DilindungiKenapa Pari Manta Perlu Dilindungi
Kenapa Pari Manta Perlu Dilindungi
 
10. Biosecurity.pdf
10. Biosecurity.pdf10. Biosecurity.pdf
10. Biosecurity.pdf
 
Perlindungan dan Pelestarian Jenis Ikan Terancam Punah (penyu, hiu, pari, dan...
Perlindungan dan Pelestarian Jenis Ikan Terancam Punah (penyu, hiu, pari, dan...Perlindungan dan Pelestarian Jenis Ikan Terancam Punah (penyu, hiu, pari, dan...
Perlindungan dan Pelestarian Jenis Ikan Terancam Punah (penyu, hiu, pari, dan...
 
Baku mutu air, tanah, udara
Baku mutu air, tanah, udaraBaku mutu air, tanah, udara
Baku mutu air, tanah, udara
 
Teknik pengambilan sampel bod
Teknik pengambilan sampel bodTeknik pengambilan sampel bod
Teknik pengambilan sampel bod
 
PERSIAPAN WADAH DAN MEDIA - BUDIDAYA UDANG VANNAMEI DENGAN TERPAL HDPE
PERSIAPAN WADAH DAN MEDIA - BUDIDAYA UDANG VANNAMEI DENGAN TERPAL HDPEPERSIAPAN WADAH DAN MEDIA - BUDIDAYA UDANG VANNAMEI DENGAN TERPAL HDPE
PERSIAPAN WADAH DAN MEDIA - BUDIDAYA UDANG VANNAMEI DENGAN TERPAL HDPE
 
Budidaya ikan di pen culture (fish pen)
Budidaya ikan di pen culture (fish pen)Budidaya ikan di pen culture (fish pen)
Budidaya ikan di pen culture (fish pen)
 

Similar to Romi novriadi pemantauan kesehatan ikan dan lingkungan pancur tower 22 april 2015

30323286 makalah-monitoring-pulau-melur
30323286 makalah-monitoring-pulau-melur30323286 makalah-monitoring-pulau-melur
30323286 makalah-monitoring-pulau-melurlozer
 
Monitoring Kualitas Ikan Dan Lingkungan Kawasan Budidaya
Monitoring  Kualitas  Ikan Dan  Lingkungan  Kawasan  BudidayaMonitoring  Kualitas  Ikan Dan  Lingkungan  Kawasan  Budidaya
Monitoring Kualitas Ikan Dan Lingkungan Kawasan BudidayaBBAP takalar
 
Laporan Monitoring Residu 20008
Laporan Monitoring Residu 20008Laporan Monitoring Residu 20008
Laporan Monitoring Residu 20008BBAP takalar
 
PRODUKSI TOKOLAN UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DALAM HAPA DENGAN PADAT...
PRODUKSI TOKOLAN UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DALAM HAPA DENGAN PADAT...PRODUKSI TOKOLAN UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DALAM HAPA DENGAN PADAT...
PRODUKSI TOKOLAN UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DALAM HAPA DENGAN PADAT...Repository Ipb
 
Jurnal Manajemen Kualitas Air
Jurnal Manajemen Kualitas AirJurnal Manajemen Kualitas Air
Jurnal Manajemen Kualitas AirSabarudin saba
 
INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...
INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...
INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...Asramid Yasin
 
Ruang Lingkup Keamanan Hasil Perikanan.pptx
Ruang Lingkup Keamanan Hasil Perikanan.pptxRuang Lingkup Keamanan Hasil Perikanan.pptx
Ruang Lingkup Keamanan Hasil Perikanan.pptxigustiayu
 
Pemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di Makassar
Pemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di MakassarPemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di Makassar
Pemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di MakassarBBAP takalar
 
Teknik penulisan karya ilmiah tugas 3 (1)
Teknik penulisan karya ilmiah tugas 3 (1)Teknik penulisan karya ilmiah tugas 3 (1)
Teknik penulisan karya ilmiah tugas 3 (1)ferdiandersen08
 
1-kebijakan-cpib-palangkaraya-1 (1).pptx
1-kebijakan-cpib-palangkaraya-1 (1).pptx1-kebijakan-cpib-palangkaraya-1 (1).pptx
1-kebijakan-cpib-palangkaraya-1 (1).pptxssuser2b36ba
 
proses pembuatan nugget ikan tuna CV. Dewa Ruci Pacitan
proses pembuatan nugget ikan tuna CV. Dewa Ruci Pacitanproses pembuatan nugget ikan tuna CV. Dewa Ruci Pacitan
proses pembuatan nugget ikan tuna CV. Dewa Ruci PacitanAchmad Fathony
 
Analisis prospek-budidaya-tambak-udang (1)
Analisis prospek-budidaya-tambak-udang (1)Analisis prospek-budidaya-tambak-udang (1)
Analisis prospek-budidaya-tambak-udang (1)Ilham saleh Lubis
 

Similar to Romi novriadi pemantauan kesehatan ikan dan lingkungan pancur tower 22 april 2015 (20)

Pemantauan usaha budidaya, penyakit dan kualitas lingkungan di pulau nguan
Pemantauan usaha budidaya, penyakit dan kualitas lingkungan di pulau nguanPemantauan usaha budidaya, penyakit dan kualitas lingkungan di pulau nguan
Pemantauan usaha budidaya, penyakit dan kualitas lingkungan di pulau nguan
 
Identifikasi kualitas lingkungan dan keragaan budidaya di desa tanjung banon,...
Identifikasi kualitas lingkungan dan keragaan budidaya di desa tanjung banon,...Identifikasi kualitas lingkungan dan keragaan budidaya di desa tanjung banon,...
Identifikasi kualitas lingkungan dan keragaan budidaya di desa tanjung banon,...
 
Pemantauan kawasan budidaya dan kesehatan ikan dan lingkungan di selat nenek,...
Pemantauan kawasan budidaya dan kesehatan ikan dan lingkungan di selat nenek,...Pemantauan kawasan budidaya dan kesehatan ikan dan lingkungan di selat nenek,...
Pemantauan kawasan budidaya dan kesehatan ikan dan lingkungan di selat nenek,...
 
Balai perikanan budidaya laut batam Identifikasi keberadaan Nervous Necrosis ...
Balai perikanan budidaya laut batam Identifikasi keberadaan Nervous Necrosis ...Balai perikanan budidaya laut batam Identifikasi keberadaan Nervous Necrosis ...
Balai perikanan budidaya laut batam Identifikasi keberadaan Nervous Necrosis ...
 
Identifikasi keberadaan nervous necrosis virus dan iridovirus pada budidaya i...
Identifikasi keberadaan nervous necrosis virus dan iridovirus pada budidaya i...Identifikasi keberadaan nervous necrosis virus dan iridovirus pada budidaya i...
Identifikasi keberadaan nervous necrosis virus dan iridovirus pada budidaya i...
 
30323286 makalah-monitoring-pulau-melur
30323286 makalah-monitoring-pulau-melur30323286 makalah-monitoring-pulau-melur
30323286 makalah-monitoring-pulau-melur
 
Monitoring Kualitas Ikan Dan Lingkungan Kawasan Budidaya
Monitoring  Kualitas  Ikan Dan  Lingkungan  Kawasan  BudidayaMonitoring  Kualitas  Ikan Dan  Lingkungan  Kawasan  Budidaya
Monitoring Kualitas Ikan Dan Lingkungan Kawasan Budidaya
 
Laporan Monitoring Residu 20008
Laporan Monitoring Residu 20008Laporan Monitoring Residu 20008
Laporan Monitoring Residu 20008
 
PRODUKSI TOKOLAN UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DALAM HAPA DENGAN PADAT...
PRODUKSI TOKOLAN UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DALAM HAPA DENGAN PADAT...PRODUKSI TOKOLAN UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DALAM HAPA DENGAN PADAT...
PRODUKSI TOKOLAN UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DALAM HAPA DENGAN PADAT...
 
Hari Haryanto | Karantina ikan
Hari Haryanto | Karantina ikanHari Haryanto | Karantina ikan
Hari Haryanto | Karantina ikan
 
Jurnal Manajemen Kualitas Air
Jurnal Manajemen Kualitas AirJurnal Manajemen Kualitas Air
Jurnal Manajemen Kualitas Air
 
INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...
INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...
INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...
 
Ruang Lingkup Keamanan Hasil Perikanan.pptx
Ruang Lingkup Keamanan Hasil Perikanan.pptxRuang Lingkup Keamanan Hasil Perikanan.pptx
Ruang Lingkup Keamanan Hasil Perikanan.pptx
 
Pemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di Makassar
Pemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di MakassarPemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di Makassar
Pemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di Makassar
 
Laporan praktikum fix
Laporan praktikum fixLaporan praktikum fix
Laporan praktikum fix
 
12106728.ppt
12106728.ppt12106728.ppt
12106728.ppt
 
Teknik penulisan karya ilmiah tugas 3 (1)
Teknik penulisan karya ilmiah tugas 3 (1)Teknik penulisan karya ilmiah tugas 3 (1)
Teknik penulisan karya ilmiah tugas 3 (1)
 
1-kebijakan-cpib-palangkaraya-1 (1).pptx
1-kebijakan-cpib-palangkaraya-1 (1).pptx1-kebijakan-cpib-palangkaraya-1 (1).pptx
1-kebijakan-cpib-palangkaraya-1 (1).pptx
 
proses pembuatan nugget ikan tuna CV. Dewa Ruci Pacitan
proses pembuatan nugget ikan tuna CV. Dewa Ruci Pacitanproses pembuatan nugget ikan tuna CV. Dewa Ruci Pacitan
proses pembuatan nugget ikan tuna CV. Dewa Ruci Pacitan
 
Analisis prospek-budidaya-tambak-udang (1)
Analisis prospek-budidaya-tambak-udang (1)Analisis prospek-budidaya-tambak-udang (1)
Analisis prospek-budidaya-tambak-udang (1)
 

More from Ministry of Marine Affairs and Fisheries, Republic of Indonesia

More from Ministry of Marine Affairs and Fisheries, Republic of Indonesia (20)

BASIC PRINCIPLES IN INTENSIVE FARMING SYSTEM: INDONESIA SCENARIO
BASIC PRINCIPLES IN INTENSIVE FARMING SYSTEM:  INDONESIA SCENARIOBASIC PRINCIPLES IN INTENSIVE FARMING SYSTEM:  INDONESIA SCENARIO
BASIC PRINCIPLES IN INTENSIVE FARMING SYSTEM: INDONESIA SCENARIO
 
Teknik formulasi pakan ikan dan udang
Teknik formulasi pakan ikan dan udangTeknik formulasi pakan ikan dan udang
Teknik formulasi pakan ikan dan udang
 
Romi novriadi balai perikanan budidaya laut batam idea abaout graduated school
Romi novriadi balai perikanan budidaya laut batam idea abaout graduated schoolRomi novriadi balai perikanan budidaya laut batam idea abaout graduated school
Romi novriadi balai perikanan budidaya laut batam idea abaout graduated school
 
Effect of diets containing fish protein hydrolisates on growth and immune per...
Effect of diets containing fish protein hydrolisates on growth and immune per...Effect of diets containing fish protein hydrolisates on growth and immune per...
Effect of diets containing fish protein hydrolisates on growth and immune per...
 
Indahnya wisata pantai nongsa kota batam
Indahnya wisata pantai nongsa kota batamIndahnya wisata pantai nongsa kota batam
Indahnya wisata pantai nongsa kota batam
 
Implementasi blue economy untuk kepri
Implementasi blue economy untuk kepriImplementasi blue economy untuk kepri
Implementasi blue economy untuk kepri
 
Pengendalian dan penanggulangan hama penyakit ikan
Pengendalian dan penanggulangan hama penyakit ikanPengendalian dan penanggulangan hama penyakit ikan
Pengendalian dan penanggulangan hama penyakit ikan
 
Immunostimulation effects of herbal bio conditioners on tiger grouper (e. fu...
Immunostimulation effects of herbal bio  conditioners on tiger grouper (e. fu...Immunostimulation effects of herbal bio  conditioners on tiger grouper (e. fu...
Immunostimulation effects of herbal bio conditioners on tiger grouper (e. fu...
 
Studi komparasi dan dampak hasil keputusan gugatan perdata pencemaran lingkun...
Studi komparasi dan dampak hasil keputusan gugatan perdata pencemaran lingkun...Studi komparasi dan dampak hasil keputusan gugatan perdata pencemaran lingkun...
Studi komparasi dan dampak hasil keputusan gugatan perdata pencemaran lingkun...
 
Balai perikanan budidaya laut batam
Balai perikanan budidaya laut batamBalai perikanan budidaya laut batam
Balai perikanan budidaya laut batam
 
Balai perikanan budidaya laut batam
Balai perikanan budidaya laut batamBalai perikanan budidaya laut batam
Balai perikanan budidaya laut batam
 
Kajian respon kekebalan tubuh dan pertumbuhankakap putih
Kajian respon kekebalan tubuh dan pertumbuhankakap putihKajian respon kekebalan tubuh dan pertumbuhankakap putih
Kajian respon kekebalan tubuh dan pertumbuhankakap putih
 
Aquaherb conditioners the silver bullet for asian seabass and silver pompnao ...
Aquaherb conditioners the silver bullet for asian seabass and silver pompnao ...Aquaherb conditioners the silver bullet for asian seabass and silver pompnao ...
Aquaherb conditioners the silver bullet for asian seabass and silver pompnao ...
 
Presentasi kelompok II diklat Pengendali Hama dan Penyakit Ikan (PHPI) kunjun...
Presentasi kelompok II diklat Pengendali Hama dan Penyakit Ikan (PHPI) kunjun...Presentasi kelompok II diklat Pengendali Hama dan Penyakit Ikan (PHPI) kunjun...
Presentasi kelompok II diklat Pengendali Hama dan Penyakit Ikan (PHPI) kunjun...
 
Immunostimulation effects of herbal bio conditioners on tiger grouper against...
Immunostimulation effects of herbal bio conditioners on tiger grouper against...Immunostimulation effects of herbal bio conditioners on tiger grouper against...
Immunostimulation effects of herbal bio conditioners on tiger grouper against...
 
Industrialisasi perikanan budidaya kepulauan riau melalui penerapan konsep
Industrialisasi perikanan budidaya kepulauan riau melalui penerapan konsepIndustrialisasi perikanan budidaya kepulauan riau melalui penerapan konsep
Industrialisasi perikanan budidaya kepulauan riau melalui penerapan konsep
 
Aciar training certificate from university of sydney1
Aciar training certificate from university of sydney1Aciar training certificate from university of sydney1
Aciar training certificate from university of sydney1
 
Laporan Akhir Tugas Belajar Luar Negeri
Laporan Akhir Tugas Belajar Luar NegeriLaporan Akhir Tugas Belajar Luar Negeri
Laporan Akhir Tugas Belajar Luar Negeri
 
Dampak lingkungan pada kegiatan budidaya perikanan di china
Dampak lingkungan pada kegiatan budidaya perikanan di chinaDampak lingkungan pada kegiatan budidaya perikanan di china
Dampak lingkungan pada kegiatan budidaya perikanan di china
 
Dampak poly β-hydroxybutirate pada pemeliharaan larva udang galah macrobrachi...
Dampak poly β-hydroxybutirate pada pemeliharaan larva udang galah macrobrachi...Dampak poly β-hydroxybutirate pada pemeliharaan larva udang galah macrobrachi...
Dampak poly β-hydroxybutirate pada pemeliharaan larva udang galah macrobrachi...
 

Recently uploaded

TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023DodiSetiawan46
 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfChrodtianTian
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxc9fhbm7gzj
 
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada AnakPpt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anakbekamalayniasinta
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdfdemontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdfIndri117648
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 

Recently uploaded (20)

TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
 
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada AnakPpt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdfdemontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 

Romi novriadi pemantauan kesehatan ikan dan lingkungan pancur tower 22 april 2015

  • 1. LAPORAN PERJALANAN DINAS PEMANTAUAN KESEHATAN IKAN DAN LINGKUNGAN DAN KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA PANCUR TOWER, KECAMATAN SEI BEDUK KOTAMADYA BATAM 22 APRIL 2015 DISUSUN OLEH : 1. ROMI NOVRIADI, S.Pd.Kim, M.Sc 2. MUTIA NUR HAYATI, S.Pi 3. SAIPUL BAHRI, S.St.Pi 4. DESTRY AGINTA NAINGGOLAN, S.St.Pi 5. REZA DARZONA, A.Md 6. ADE HARWONO, A.Md BALAI PERIKANAN BUDIDAYA LAUT BATAM DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2015
  • 2. IDENTIFIKASI KELAYAKAN USAHA, KUALITAS LINGKUNGAN DAN HAMA PENYAKIT IKAN DI SENTRA BUDIDAYA IKAN LELE PANCUR TOWER KOTAMADYA BATAM Romi Novriadi, Mutia Nur Hayati, Saipul Bahri, Destry A.N, Reza Darzona dan Ade Harwono A B S T R A K Kegiatan pemantauan ini bertujuan untuk menilai kondisi kualitas perairan, penyakit dan kelayakan usaha budidaya di sentra produksi ikan lele Pancur Tower, Kelurahan Sungai Beduk, Kotamadya Batam. Pengamatan dilakukan pada tanggal 22 April 2015 di dua lokasi budidaya yang fokus pada pengembangan usaha budidaya ikan lele. Pengambilan sampel air dilakukan dengan metoda gabungan tempat (integrated) berdasarkan SNI No.6989.57:2008 untuk parameter pH, salinitas, suhu, kedalaman, ammonia (NH3), nitrit (NO2), posfat (PO4) dan kekeruhan. Metoda pemantauan juga dilakukan dengan metoda wawancara untuk mendapatkan informasi terkini tentang pengelolaan budidaya ikan. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa pH berada pada kisaran 7,2 – 7,5, salinitas 0 ‰ dan Nitrit < <0.1 mg/L. Sementara Ammonia (NH3) berada pada kisaran 0,03 – 2,88 mg/L, Posfat (PO4) 0,355 mg/L, suhu 30,5 – 31,3 ⁰C dan kekeruhan 16,27 – 39,85 NTU menjadi faktor pembatas dalam keberlanjutan produksi. Hasil uji mikrobiologi menunjukkan bahwa ikan budidaya bebas dari infeksi bakteri namun positif terinfeksi oleh parasit Dactylogyrus sp. Distribusi vaksin Aeromonas sp dan aplikasi sistem filterisasi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan hasil produksi Kata kunci: Pancur Tower, Kualitas Air, Dactylogyrus sp, Vaksin, Sistem Filterisasi A B S T R A C T The objective of the present study was to examine the water quality, diseases and aquaculture activity of Pancur Tower as the catfish production center, Sub District Sungai Beduk, Batam. The study was conducted on 22 April 2015 at two aquaculture sites which focus on catfish production. Integrated water sampling was used based on SNI No. 6989.57:2008 for pH, salinity temperature, water depth, ammonia (NH3), nitrit (NO2), posfat (PO4) and turbidity. This study also performed an interview to collect the aquaculture activities data from the farmers. The results shows that pH ranged from 7,2 – 7,5, salinity 0 ‰ and Nitrite <0.1 mg/L. Meanwhile Ammonia (NH3) ranged from 0,03 – 2,88 mg/L, Posphate (PO4) 0,355 mg/L, temperature ranged from 30,5 – 31,3 ⁰C and turbidity 16,27 – 39,85 NTU become a limited factor in order to support the production. The microbiology test showed that fish are free from bacteria infection, but positively infected by Dactylogyrus sp. The distribution of Aeromonas vaccine and the application of filterisation system are urgently needed in order to increase the production Key words: Pancur Tower, Water quality, Dactylogyrus sp, Vaccine, Filterisation System
  • 3. I. Pendahuluan Industri budidaya yang dapat dikategorikan sebagai salah satu sektor penyedia pangan yang berkembang cukup pesat, saat ini memiliki kontribusi hampir 50 % dari ketersediaan produk perikanan di pasar dunia (FAO, 2012). Kontribusi positif ini diharapkan dapat terus meningkat dan dapat menjadi pendukung program ketahanan pangan khususnya dalam mengantisipasi ledakan jumlah penduduk yang pada tahun 2050 diperkirakan akan mencapai 9 milyar orang (World Bank, 2013). Namun, beberapa peneliti telah mengungkapkan bahwa keberadaan mikroorganisme patogen dalam media pemeliharaan dan degradasi kualitas lingkungan, baik yang disebabkan oleh gangguan alam ataupun tindakan manusia diyakini dapat menjadi faktor pembatas dalam menjamin keberlanjutan produksi (Novriadi et al., 2014; Subasinghe et al., 2001) dan bahkan dapat berdampak kepada penurunan jumlah produksi ikan budidaya di seluruh dunia (Hill, 2005). Oleh karena itu, sangat diperlukan sebuah sistem yang dapat mencegah serta membatasi penyebaran hama dan penyakit ikan di wilayah unit produksi. Menurut Ditkesling (2010), status kesehatan ikan dalam suatu kawasan merupakan informasi yang diperlukan dalam suatu sistem pengendalian penyakit terlebih apabila dikaitkan dengan kegiatan perdagangan hewan akuatik antar daerah dan antar negara. Sudah menjadi persepsi umum bahwa apabila terjadi suatu wabah penyakit di sebuah kawasan sentra produksi, maka masyarakat memberikan justifikasi bahwa seluruh ikan yang dibudidayakan didaerah tersebut telah terinfksi penyakit. Ketiadaan aktivitas kajian epidemiologi dan informasi tentang status kesehatan ikan dan lingkungan ecara berkala dan konsisten akibat tidak optimalnya fungsi pemantauan menjadikan pihak pembudidaya mengalami kerugian. Kajian yang dilakukan melalui kegiatan monitoring dan survailan mampu memberikan informasi perihal zonasi penyakit sehingga tindakan pemusnahan atau larangan terhadap aktivitas perdagangan ikan hanya dilakukan terhadap daerah atau zona yang telah terinfeksi atau terindikasi terinfeksi. Dalam banyak kasus munculnya wabah penyakit infeksius, kondisi lingkungan perairan yang permisif bagi patogen justru dapat juga bertindak sebagai faktor imunosupresif terhadap status kesehatan tubuh ikan. Sehingga harmonisasi antara ketiga bio- sistem (inang, patogen dan lingkungan) menjadi terganggu, dan secara multiplikatif akan berperan sebagai faktor yang berperan penting terhadap munculnya penyakit atau wabah penyakit (Taukhid, 2010) Efektivitas kegiatan survailan tentu tidak terlepas dari dukungan informasi, sumber daya manusia, sarana, prasarana dan dana yang memadai serta dilakukan secara terpadu dengan melibatkan semua komponen baik pusat maupun daerah serta para pembudidaya ikan. Dalam melakukan kegiatan pemantauan seyogyanya memiliki persepsi dan panduan umum yang sama, serta dilakukan secara integratif dan koordinatif. Sehingga masing-masing komponen dapat saling melengkapi, dan pada akhirnya akan memperkuat sistem monitoring nasional. Untuk mendukung tindakan pengendalian dini terhadap masuknya wabah penyakit dalam sistem produksi, Balai Perikanan Budidaya Laut Batam sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya menunjukkan komitmen yang kuat untuk memperoleh informasi akurat khususunya dalam hal sebaran penyakit dan kelayakan usaha budidaya melalui kegiatan pemantauan yang rutin dilakukan di wilayah administratif Kota Batam.
  • 4. 1. Metodologi 2.1 Pelaksanaan kegiatan Kegiatan pemantauan ini dilakukan di wilayah Pancur Tower, Kecamatan Sei Beduk, Kotamadya Batam pada tanggal 22 April 2015. Kegiatan pemantauan yang dilakukan di wilayah Pancur Tower merupakan kegiatan peninjauan dan pengamatan kesehatan ikan, lingkungan dan kelayakan usaha budidaya secara langsung di lokasi survey yang disertai dengan aktivitas pengumpulan informasi, pengambilan sampel dan pemeriksaan lanjutan di laboratorium sesuai dengan tujuan yang telah dibangun. 2.2 Pengambilan contoh Metoda pengambilan contoh air di lokasi pemantauan dilakukan menurut metode gabungan tempat (integrated) berdasarkan SNI No.6989.57:2008, sementara metoda pengambilan contoh ikan dilakukan secara purposive random sampling yang merupakan metoda pemilihan sampel untuk kepentingan tertentu (FAO, 2004). Program pengambilan sampel juga dilakukan dengan mempertimbangkan jalur masuk agen pencemar atau penyakit ke lingkungan laut, periode pemaparan dan mekanisme transport di badan air (Syakti, et al., 2012). 2.3 Preparasi Sampel Penanganan sampel dilakukan dengan memasukkan sampel air kedalam botol plastik tanpa gelembung udara dan selanjutnya diberi nama sampel dan lokasi pengambilan. Sampel air yang telah diberi label dipindahkan ke dalam kotak polystyrene yang mengandung es dan dipertahankan pada suhu 40 C. Untuk identifikasi mikrobiologi, sampel yang diperoleh dari unit produksi budidaya dimasukkan kedalam plastik berisikan oksigen dengan komposisi oksigen dan air 3 : 1 dan dilakukan secara tertutup menurut SNI 7306:2009. 2.4 Analisa Data Analisa distribusi penyakit, kualitas lingkungan dan kelayakan usaha budidaya dilakukan melalui tiga tahapan, yakni tahapan pre site, on site dan post site. Tahapan pre site merupakan tahapan pengumpulan data untuk memperoleh informasi tentang keragaan budidaya dan kesehatan ikan melalui studi literatur dan pencermatan dokumen hasil kegiatan pada periode pemantauan sebelumnya. Tahapan on site dilakukan dengan melakukan analisa penyakit ikan, kualitas lingkungan, diagnosa klinis dan data primer sistem produksi budidaya di lokasi pemantauan pada saat kegiatan dilakukan. Parameter kualitas lingkungan yang diukur di lapangan (in situ) meliputi parameter: pH (derajat keasaman), oksigen terlarut (DO), suhu, kedalaman dan kadar garam air. Sementara data primer usaha budidaya diperoleh melalui wawancara dan pencermatan dokumen terkini tentang kegiatan usaha budidaya. Tahapan post site dilakukan untuk analisa kualitas air lanjutan di laboratorium (ex situ) yang meliputi parameter Kekeruhan, Ammonia (NH3), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3) dan Posphat (PO4) dengan menggunakan metode turbidimetri, spektrofotometri dan kolorimetri. Tahapan analisa post site juga dilakukan untuk identifikasi parasit dan bakteri secara konvensional serta deteksi Virus dengan menggunakan metoda Polymerase Chain Reaction (PCR)
  • 5. 2. Hasil dan Pembahasan 3.1 Kondisi umum lokasi pemantauan Kecamatan Sungai Beduk merupakan salah satu Kecamatan dari 12 (Dua Belas) Kecamatan yang ada di wilayah administratif Kota Batam. Kecamatan ini dibentuk bersamaan dengan pembentukan Kota Batam berdasarkan Undang-undang No. 53 Tahun 1999 dan memiliki 4 (empat) kelurahan, yakni: (1) Kelurahan Muka Kuning, (2) Kelurahan Mangsang, (3) Kelurahan Tanjung Piayu dan (4) Kelurahan Duriangkang. Berdasarkan geografis, Kecamatan Sei Beduk terletak diantara 0º55 – 1º55 Lintang Utara dan 103º45 – 104º10 Bujur Timur dan berbatasan dengan Kecamatan Batam Kota di bagian utara, Kecamatan Bulang di bagian selatan, Kecamatan Sagulung di bagian barat dan Kecamatan Nongsa di bagian timur. Gambar 1. Lokasi pemantauan di wilayah Pancur Tower, Kecamatan Sungai Beduk, Kotamadya Batam Berdasarkan informasi yang diperoleh dari buku profil Kota Batam, wilayah Kecamatan Sungai Beduk memiliki beberapa pulau dengan penyebaran penduduk yang lebih merata dibandingkan dengan Kecamatan lainnya di wilayah administratif Kota Batam. Persentase permukaan tanah didominasi oleh tanah dataran sebanyak 85% dan perbukitan sebanyak 15 %. Secara umum, Kecamatan Sungai Beduk memiliki iklim tropis dengan suhu minimum berkisar antara 21,3 ⁰C – 23, 6 ⁰C dan suhu maksimum berkisar antara 31,5 ⁰C – 34,2 ⁰C, sedangkan suhu rata-rata sepanjang tahun berkisar antara 26,2 ⁰C hingga 28,2 ⁰C. Mayoritas mata pencarian masyarakat Kecamatan Sungai Beduk adalah karyawan industri, dagang, petani dan nelayan. Banyaknya Usaha Pertanian Berdasarkan Hasil Sensus Pertanian 2013 di Kecamatan Sungai Beduk terdiri atas 1.201 Rumah Tangga Pertanian dan 2 skala perusahaan dengan kontribusi sebesar 9,9 % dari seluruh aktivitas pertanian di Kota Batam. Sementara untuk kegiatan perikanan, baik tangkap maupun budidaya tidak terdokumentasi dengan baik. Lokasi Pemantauan
  • 6. 3.2 Data keragaan budidaya Data keragaan budidaya yang ditampilkan berikut merupakan data yang diperoleh pada saat pemantauan yang dilakukan di dua titik, yakni milik Bp. Sihite dan Bp. Iwan. Kedua unti lokasi budidaya berada di kawasan Pancur Tower, Kecamatan Sungai Beduk, Kota Batam. Tabel 1. Data keragaan budidaya di lokasi pertama pemantauan milik Bp. Sihite No Data primer Keterangan 1 Nama pemilik Bp. Sihite 2 Nomor kontak 081372115505 3 Lokasi budidaya Desa Pancur Tower, Kecamatan Sungai Beduk, Kotamadya Batam 4 Luas budidaya ± 7 unit kolam tanah berukuran 4 x 6 m 5 Struktur Kolam Tanah dengan terpal dan kayu sebagai penyangga dinding kolam 6 Tingkat teknologi Sederhana 7 Kapasitas produksi Estimasi volume optimal untuk satu siklus produksi ± 3 ton 8 Jenis komoditas Lele Clarias gariepinus; Nila O. niloticus 8 Asal benih Batam dan hasil produksi mandiri 9 Padat tebar ± 5000 ekor / unit kolam 10 Waktu tebar Sepanjang tahun 11 Tingkat kelulushidupan Tinggi namun sangat dipengaruhi oleh suhu dan iklim 12 Jumlah kematian Pada saat musim penghujan, kematian bisa mencapai kisaran 40 – 50%. Bahkan pada saat pemantauan, pemilik unit usaha mengaku mengalami kematian total akibat curah hujan dan suplai air yang rendah 13 Sejarah penyakit Umumnya terjadi pada masa transisi antara musim penghujan dan kemarau (Maret – April). Pada masa ini, infeksi Aeromonas sp dan degradasi kualitas air gampang ditemui 14 Upaya pengendalian penyakit Mengandalkan vaksin Aeromonas sp dengan merk dagang CapriVac Aero L yang didistribusikan pada tahun 2013 15 Bobot serangan Pada masa transisi cukup tinggi 16 Taksiran kerugian ± Rp. 15.000.000 / siklus 17 Pakan Cacing Tubifex sp (harga Rp. 40.000 – 50.000/kg) untuk larva Pelet Feng Li (9.500 /kg) 18 Biosekuriti Negatif 19 Sertifikat Tidak ada, baik untuk unit usaha maupun benih yang digunakan 20 Mekanisme pasar Seluruh hasil produksi dijual ke pengumpul dari Batam dengan harga Rp. 20.000/Kg (pada saat pemantauan dilakukan) 21 Harapan Diperlukan bantuan pemerintah utamanya terkait cara budidaya ikan lele yang baik dan obat-obatan, seperti Vaksin yang menurut para pembudidaya cukup efektif dalam mengurangi tingkat kematian ikan
  • 7. Kolam pemeliharaan induk lele Kolam pendederan ikan lele Vaksin Aeromonas sp yang digunakan Pengambilan data di lokasi pemantauan Sumber air yang digunakan untuk produksi Unit kolam yang lama tidak digunakan
  • 8. Tabel 2. Data keragaan budidaya di lokasi pertama pemantauan milik Bp. Iwan No Data primer Keterangan 1 Nama pemilik Bp. Iwan 2 Nomor kontak 081364714161 3 Lokasi budidaya Desa Pancur Tower, Kecamatan Sungai Beduk, Kotamadya Batam 4 Luas budidaya ± 9 unit kolam tanah berukuran 2 x 4 m 5 Struktur Kolam Tanah dengan terpal dan kayu sebagai penyangga dinding kolam 6 Tingkat teknologi Sederhana 7 Kapasitas produksi Estimasi volume optimal untuk satu siklus produksi ± 3 ton 8 Jenis komoditas Lele Clarias gariepinus 8 Asal benih Batam dan hasil produksi mandiri 9 Padat tebar ± 3000 ekor / unit kolam 10 Waktu tebar Sepanjang tahun 11 Tingkat kelulushidupan Tinggi namun sangat dipengaruhi oleh suhu dan iklim 12 Jumlah kematian Pada saat musim penghujan, kematian bisa mencapai kisaran 40 – 50%. Bahkan pada saat pemantauan, pemilik unit usaha mengaku mengalami kematian total akibat curah hujan dan suplai air yang rendah 13 Sejarah penyakit Umumnya terjadi pada masa transisi antara musim penghujan dan kemarau (Maret – April). Pada masa ini, infeksi Aeromonas sp dan degradasi kualitas air gampang ditemui 14 Upaya pengendalian penyakit Pemberian Vitamin dan vaksin Aeromonas sp dengan merk dagang CapriVac Aero L yang didistribusikan pada tahun 2013 15 Bobot serangan Pada masa transisi cukup tinggi 16 Taksiran kerugian ± Rp. 15.000.000 / siklus 17 Pakan Cacing Tubifex sp (harga Rp. 40.000 – 50.000/kg) untuk larva Pelet Feng Li (9.500 /kg) 18 Biosekuriti Negatif 19 Sertifikat Tidak ada, baik untuk unit usaha maupun benih yang digunakan 20 Mekanisme pasar Seluruh hasil produksi dijual ke pengumpul dari Batam dengan harga Rp. 20.000/Kg (pada saat pemantauan dilakukan) 21 Harapan Pada musim kemarau, distribusi air untuk produksi sangat minim. Kondisi tersebut memaksa Bp. Iwan untuk menghentikan produksi sambil menunggu kontribusi air kembali normal. Masyarakat sangat mengharapkan perhatian Pemerintah Daerah untuk memberikan pembuatan sumur bor atau subsidi untuk penggunaan air
  • 9. Sosok Bp. Iwan pemilik Usaha Sumur sebagai sumber air produksi Kultur cacing Tubifex sp Pengambilan data kualitas lingkungan Aktivitas produksi yang terhenti akibat minimnya suplai air Kolam produksi yang dimiliki Bp. Iwan
  • 10. Topografi daratan di wilayah Pancur Tower yang relatif tinggi berdampak kepada minimnya suplai air, khususnya pada musim kemarau seperti yang diamati pada saat pemantauan. Berdasarkan informasi yang tercantum pada Tabel 1 dan tabel 2 diketahui bahwa unit produksi yang umumnya dilakukan secara mandiri dengan mengandalkan teknologi yang dapat dikategorikan sederhana ini sangat bergantung kepada ketersediaan air yang berkelanjutan. Minimnya ketersediaan air berdampak kepada berhentinya siklus produksi dan tingginya kematian ikan akibat frekuensi pergantian air yang tidak optimal. Dilihat dari aspek teknis budidaya, ketersediaan benih untuk mendukung keberlanjutan produksi dapat diatasi melalui produksi mandiri ataupun melalui panti benih ikan lele yang cukup banyak tersebar di Kota Batam. Namun, kendala utama yang dialami para pembudidaya selama fase produksi adalah tingginya harga cacing Tubifex sp yang menjadikan biaya produksi dan harga jual benih ikan juga ikut mengalami peningkatan. Disamping hal tersebut, keberadaan mikroorganisme patogen dan degradasi kualitas lingkungan diyakini menjadi salah satu faktor pembatas untuk keberlanjutan produksi. Hal ini terlihat dari tingginya tingkat mortalitas akibat infeksi mikroorganisme patogen yang ditandai dengan produksi lendir yang berlebihan, gerakan renang tidak normal, nafsu makan berkurang dan timbulnya bintik putih pada permukaan kulit ikan. Degradasi kualitas lingkungan juga ditandai dengan bloomingnya alga didalam media pemeliharaan, bau yang menyengat dan tingkat kekeruhan yang tinggi. Berdasarkan hasil uji laboratorium terhadap sampel ikan yang diperoleh pada saat pemantauan diketahui bahwa ikan positif terinfeksi parasit Dactylogyrus sp dan tidak ditemui adanya infeksi bakteri pada media kultur. Parasit merupakan organisme yang hidupnya dapat menyesuaikan diri dengan inangnya atau bahkan dapat merugikan organisme yang ditempelinya (inang). Berdasarkan letak organ yang terinfeksi oleh parasit, mikroorganisme ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok yang berbeda yaitu ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang melekat pada bagian permukaaan tubuh, sementara endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam tubuh inang, seperti saluran pencernaan, hati dan organ lain. Menurut Yuasa et al., (2003). Parasit ini termasuk Phylum Platyhelminthes, Class Monogenea, berbentuk memanjang, memiliki panjang ± 0,3–1 mm, memiliki jangkar pada ujung posterior dan 2 pasang bintik mata pada ujung anterior. Parasit ini teridentifikasi pada ikan sampel dengan tingkat infeksi sedang. Menurut Sachlan (1952), Ikan yang terserang Dactylogyrus sp umumnya akan menunjukkan gejala klinis seperti badan kurus, berenang menyentak-nyentak, tutup insang tidak dapat menutupi dengan sempurna karena insangnya rusak, dan kulit ikan tidak bening lagi. Disamping hal tersebut, ikan yang terinfeksi parasit ini akan menunjukkan frekuensi pernafasan yang terus meningkat, produksi lendir berlebih, insang yang terserang berubah warnanya menjadi pucat dan berwarna keputih-putihan.
  • 11. Pemicu infeksi parasit Dactylogyrus sp. ini adalah kepadatan pemeliharaan yng tinggi dan asupan pakan yang minim. Parasit cacing ini termasuk parasit yang perlu diperhatikan, karena secara dapat merusak filament insang, dan relatif lebih sulit dikendalikan. Penyakit ini sangat berbahaya karena biasanya menyerang ikan bersamaan dengan parasit lain. Berdasarkan kegiatan pemantauan diketahui bahwa umumnya para pembudidaya di wilayah Pancur Tower melakukan penebaran dengan tingkat padat tebar yang cukup tinggi dan disertai dengan frekuensi pergantian air yang tidak optimal. Kondisi ini memberikan konfirmasi tentang tingginya tingkat kematian yang dialami oleh para pembudidaya sebagai akibat dari tidak optimalnya penerapan cara budidaya ikan yang baik. 3.3 Data kualitas lingkungan Dalam banyak kasus munculnya wabah penyakit infeksius, kondisi lingkungan perairan yang permisif bagi patogen justru berlaku pula sebagai imunosupresif terhadap status kesehatan tubuh ikan. Sehingga harmonisasi antara ketiga biosistem (inang, patogen dan lingkungan) menjadi terganggu, dan secara multiplikatif akan berperan sebagai faktor pendorong bagi munculnya penyakit. Oleh karena itu, pada kegiatan pemantauan ini dilakukan pengambilan sampel air di dua lokasi unit budidaya untuk memperoleh konfirmasi perihal munculnya wabah penyakit. Tabel 3. Karakteristik kualitas air di lokasi pemantauan, Lokasi 1 merujuk pada unit KJA milik Bp. Sihite dan Lokasi 2 merujuk pada unit produksi milik Bp. Iwan Parameter Satuan Hasil Uji Kualitas Air Metoda Analisa Lokasi 1 Lokasi 2 Air kolam Air sumber Air kolam pH* 7,2 7,5 7,4 SNI 06-6989.11-2004 Suhu* ⁰C 30,5 31,3 30,9 Elektrometri Kedalaman* m 1 1 1 Bathimetri Salinitas* g/L 0 0 0 Refraktometri Nitrit (NO2) mg/L < 0,1 < 0,1 < 0,1 Kolorimetri Ammonia (NH3) mg/L 0,16 0,03 2,88 IKM/5.4.6/BBL-B Posfat (PO4) mg/L < 0,1 < 0,1 0.355 IKM/5.4.8/BBL-B Kekeruhan NTU 16.27 21.75 39.85 IKM/5.4.9/BBL-B Keterangan: * : Analisa dilakukan di lokasi pemantauan (In situ) Kegiatan pemantauan juga meliputi proses pengambilan dan analisa sampel, sehingga informasi yang diperoleh tidak hanya bersifat kualitatif namun juga bersifat kuantitatif. Berdasarkan data-data kuantitatif tersebut akan diketahui dinamika dari masing-masing jenis patogen yang menjadi perhatian dalam kegiatan budidaya perikanan. Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 3 diketahui bahwa kondisi kualitas air di dua lokasi pemantauan mengalami fluktuasi khususnya untuk parameter pH (derajat keasaman), suhu, Ammonia (NH3), Posfat (PO4) dan kekeruhan.
  • 12. Suhu merupakan parameter yang cukup penting dalam sistem budidaya utamanya karena karakteristik dasar organisme akuatik sebagai hewan poikiloterm dimana suhu tubuhnya akan naik turun mengikuti perubahan suhu yang ada pada lingkungan (Brotowidjoyo et al., 1995). Disamping hal tersebut, suhu juga mempengaruhi proses fisiologis ikan (Hoar et al., 1979), tingkah laku (Bal and Rao, 1984), proses metabolisme, reproduksi (Hutabarat dan Evans, 1985; Efendi, 2003), eskresi ammonia (Wheathon et al., 1994) dan peningkatan sistem kekebalan tubuh (Nabib dan Pasaribu, 1989). Perubahan suhu juga berpengaruh terhadap konsentrasi oksigen terlarut dalam media pemeliharaan. Semakin tinggi suhu semakin cepat perairan mengalami kejenuhan akan oksigen yang mendorong terjadinya difusi oksigen dari air ke udara, sehingga konsentrasi oksigen terlarut dalam perairan semakin menurun. Sejalan dengan hal tersebut, konsumsi oksigen pada ikan menjadi menurun dan berakibat kepada tidak optimalnya sistem metabolisme dan siklus energi. Hasil pengukuran suhu di dua lokasi pemantauan menunjukkan bahwa suhu pada media air pemeliharaan berada pada kisaran 30,5 ⁰C - 30,9 ⁰C. Sementara hasil pengukuran suhu pada air sumur bor sebagai sumber air untuk produksi berada pada level 31,3 ⁰C. Perbedaan ini dapat dimaklumi mengingat rendahnya level air yang tersisa di dalam sumur bor dan tingginya tingkat paparan matahari. Effendi (2003) mengatakan bahwa, suhu perairan berhubungan dengan kemampuan pemanasan oleh sinar matahari, waktu dalam hari dan lokasi perairan dimaksud. Pernyataan ini didukung oleh Hutabarat (2000) yang mengatakan bahwa air lebih lambat menyerap panas tetapi akan menyimpan panas lebih lama dibandingkan dengan daratan. Menurut Cahyono (2009), suhu optimal untuk pemeliharaan ikan lele berada pada kisaran 20 – 30 ⁰C. Bila dikorelasikan dengan suhu air di lokasi pemantauan, diketahui bahwa suhu berada pada kisaran yang tidak optimal dan hal ini tentu akan berdampak kepada penurunan aktivitas makan ikan. Tingkat toleransi ikan terhadap perubahan suhu lingkungan sangat tergantung pada jenis dan spesies ikan dimaksud. Perubahan suhu yang sifatnya tiba-tiba dan ekstrim akan mengakibatkan ikan menjadi stress dan menjadikan ikan sebagai organ target infeksi yang potensial bagi mikroorganisme patogen. Pengukuran in situ terhadap variabel pH di dua lokasi pemantauan menunjukkan adanya perbedaan nilai pH yang berada pada kisaran 7, 2 – 7,4 dalam media pemeliharaan dan 7,5 untuk air didalam sumur bor. Pada budidaya ikan lele, konsentrasi pH yang dipersyaratkan berada pada kisaran 6,5 – 8 (Khairuman et al., 2008) dan nilai pH tang ideal untuk organisme akuatik umumnya berada pada kisaran 7 sampai 8,5 (Barus, 2002). Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa nilai pH baik di dalam media pemeliharaan ataupun pada air di dalam sumur bor masih berada dalam kisaran yang cukup optimal bagi pemeliharaan ikan lele. Dalam sistem budidaya, parameter pH merupakan salah satu parameter penting untuk dianalisa dan diketahui karena sebahagian besar organisme akuatik sangat sensitif terhadap perubahan nilai pH. Menurut Wongteerasupaya et al. (1995), faktor pemicu timbulnya penyakit pada komoditas ikan budidaya disamping rendahnya suhu air dan pengelolaan sistem produksi yang kurang baik adalah adanya fluktuasi pH harian yang cukup besar.
  • 13. Analisa laboratorium yang dikombinasikan dengan pengamatan in situ menunjukkan bahwa kedalaman, salinitas dan nitrit (NO2) memiliki konsentrasi yang sama di dua lokasi pemantauan. Hasil analisa menunjukkan bahwa kedalaman kolam berada pada level 1 m, kadar garam 0 ‰ dan konsentrasi nitrit (NO2) < 0,1 mg/L. Tingkat pengambilan nitrit di dalam air oleh sistem metabolisme ikan melalui insang sangat bergantung pada rasio nitrit-klor di dalam air (Svobodova, et al, 1993). Bila konsentrasi kloridanya lebih rendah 6 kali dari konsentrasi nitrit, maka nitrit akan mampu melewati membran insang, bila kurang maka terjadi sebaliknya (Van Wyk & Scarpa, 1999). Tingkat racun nitrit juga dipengaruhi oleh ion bikarbonat, natrium dan ion lainnya, namun efeknya tidak sebesar akibat adanya klor di dalam air. Parameter Ammonia memiliki perbedaan yang cukup signifikan di dua lokasi pemantauan dan juga di air sumber. Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 3, diketahui bahwa konsentrasi ammonia di kolam milik Bp. Sihite berada pada konsentrasi 0,16 mg/L sementara di lokasi pemeliharaan milik Bp. Iwan berada pada level 2,88 mg/L. Kondisi yang lebih baik ditunjukkan oleh air didalam sumur bor yang menunjukkan konsentrasi Ammonia berada pada level 0,03 mg/L. Menurut Khairuman et al (2008), konsentrasi ammonia yang diperoleh dari kolam milik Bp. Iwan cukup tinggi dan dikategorikan sebagai konsentrasi yang tidak layak dalam mendukung pertumbuhan ikan lele. Tingginya konsentrasi ammonia dapat terjadi akibat minimnya frekuensi pergantian air selama masa pemeliharaan atau akumulasi dari konsentrasi ammonia yang ada dalam air sumber. Ammonia di dalam air ada dalam bentuk molekul (non disosiasi/unionisasi) NH3 dan ada dalam bentuk ion ammonia (disosiasi) dalam bentuk NH4 + . Kedua bentuk ammonia tersebut sangat bergantung pada kondisi pH dan suhu air. Dinding sel tidak dapat ditembus oleh ion ammonia (NH4 + ), akan tetapi ammonia (NH3) akan sangat mudah melewati jaringan jika konsentrasinya tinggi dan berpotensi menjadi racun bagi tubuh ikan. Tingkat racun dari ammonia selain karena faktor pH juga dipengaruhi oleh kandungan oksigen di dalam air. Molekul air dengan nilai pH rendah maka yang dominan adalah ammonium (NH4 + ), sebaliknya bila nilai pH tinggi yang dominan adalah ammonia (NH3). Menurut Molleda (2007), umumnya spesies ikan air tawar masih toleran terhadap total ammonia hingga 1,0 mg/L, namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat menyebabkan iritasi insang dan gangguan pernafasan. Kandungan Posfat (PO4) dalam media pemeliharaan di dua lokasi pemantauan memiliki hasil yang secara nyata sangat berbeda. Jika di lokasi milik Bp. Sihite, konsentrasi Posfat berada dibawah nilai deteksi, konsentrasi Posfat di dalam media pemeliharaan milik Bp. Iwan berada pada konsentrasi 0,355 mg/L. Menurut Effendi (2003), sebagian besar fosfat berasal dari masukan bahan organik melalui darat berupa limbah industri maupun domestik (detergen). Namun, kegiatan industri budidaya juga dapat berperan penting bagi peningkatan konsentrasi Posfat dalam media pemeliharaan (Novriadi et al., 2014b). Berdasarkan hasil pemantauan diketahui bahwa konsentrasi Posfat dalam media air pemeliharaan ikan lele milik Bp. Iwan dikategorikan sebagai tidak layak karena telah berada diatas baku mutu air yang dipersyaratkan untuk optimalisasi pertumbuhan. Kandungan Posfat yang tinggi akan sangat mengganggu proses metabolisme bahkan dapat menyebabkan kematian pada ikan budidaya (Ebeling et al., 2006). Menurut Lestari et al., (2015), penggunaan filter dapat secara nyata menurunkan konsentrasi Posfat dalam media pemeliharaan. Lebih jauh dijelaskan bahwa filter arang aktif memiliki kemampuan paling tinggi untuk menurunkan konsentrasi Posfat yakni hingga 0,02675 mg/L sementara media filter zeolit mampu menurunkan kadar Posfat hingga 0,021 mg/L.
  • 14. Hasil pengukuran terhadap variabel kekeruhan menunjukkan hasil yang cukup bervariasi dengan konsentrasi yang cukup tinggi. Nilai kekeruhan di unit produksi milik Bp. Sihite berada pada level 16,27 NTU, sementara di lokasi milik Bp. Iwan memiliki level 39,85 NTU dan bahkan di air sumber yang digunakan oleh Bp. Iwan sudah memiliki level kekeruhan yang cukup tinggi 21,75 NTU. Kondisi kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air (Novriadi, 2013). Kekeruhan umumnya disebabkan oleh bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut di dalam air, seperti akumulasi lumpur dan pasir halus dalam air (Davis dan Cornwell, 1991). Berdasarkan pemantauan tim Kesehatan Ikan dan Lingkungan BPBL Batam tingkat kekeruhan di dalam media pemeliharaan ataupun di air sumber sangat tinggi dan dapat dikategorikan sebagai media pemeliharaan yang tidak layak untuk produksi ikan lele. Menurut Lloyd (1985) adanya peningkatan nilai kekeruhan pada perairan dangkal ataupun pesisir sebesar 25 NTU dapat mengurangi 13 – 15% produktivitas primer di lingkungan tersebut. Salah satu tindakan pengendalian untuk dapat meminimalisir tingkat kekeruhan dalam media pemeliharaan adalah dengan melakukan proses filterisasi terhadap sumber air yang digunakan, baik dengan menggunakan sistem filter mekanik ataupun kombinasi sistem filterisasi dengan menambahkan filter biologi. IV. Kesimpulan Berdasarkan kegiatan pemantauan yang telah dilaksanakan di wilayah Pancur Tower, Kecamatan Sungai Beduk, Kotamadya Batam diketahui bahwa: 1. Distribusi vaksin Aeromonas sp dengan merk dagang CapriVac Aero L cukup efektif menekan tingkat mortalitas akibat infeksi Aeromonas 2. Identifikasi parasit dan bakteri pada sampel ikan lele Clarias sp menunjukkan bahwa ikan terinfeksi oleh Dactylogyrus dan tidak terinfeksi oleh bakteri 3. Hasil analisa kualitas air menunjukkan bahwa parameter pH, kedalaman, salinitas dan nitrit (NO2) berada dalam kondisi optimal, namun parameter Suhu, Ammonia, Posfat dan kekeruhan, khususnya di kolam milik Bp. Iwan dikategorikan tidak layak untuk mendukung keberlanjutan produksi perikanan budidaya. Daftar pustaka Bal. D.V and K. V. Rao. (1984). Marine Fisheries. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited, New Dehli. Barus, T.A. (2002). Pengantar Limnologi. Universitas Sumatera Utara. Medan Brotowijoyo, M. D., Dj. Tribawono., E. Mulbyantoro. (1995). Pengantar Lingkungan Perairan dan Budidaya Air. Penerbit Liberty, Yogyakarta Cahyono, B. (2009). Budidaya Lele dan Betutu: Ikan langka bernilai tinggi. Pustaka Mina. Jakarta Davis, M.L dan Cornwell, D.A. (1991). Introduction to environmental engineering. Second edition. McGraw Hill, Inc. New York. 822p Ebeling, J.M., Welsh, C.F., Rishel, K.L. (2006). Performance evaluation of an inclined belt filter using coagulation / flocculation aids for the removal of suspended solids and phosphorus from microscreen backwash effluent. Aquaculture engineering (35): 61-77 Effendi. H. (2003). Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
  • 15. FAO. (2012). The state of world fisheries and aquaculture 2012. FAO Fisheries and Aquaculture Department. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome. FAO. (2004). Fish marketing and credit in Viet Nam. In FAO Fisheries Technical Paper ID: 167171. Fisheries and Aquaculture Department.p. 1-3 Hoar, W. S., D. J. Randall and J. R. Brett. (1979). Fish Fisiology : Bioenergenetic and Growth. Academic Press, Florida. Hutabarat, S dan S. M. Evans. (1995). Pengantar Oceanografi. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Khairuman., Amri, K., Sihombing, T. (2008). Budidaya lele dumbo di kolam terpal. Agromedia Pustaka. Jakarta Lestari, N.A.A., Diantari, R., Efendi, E. (2015). Penurunan posfat pada sistem resirkulasi dengan penambahan filter yang berbeda. Jurnal rekayasa dan teknologi budidaya perairan (3): 367 - 374 Nabib, R dan F. H. Pasaribu. (1989). Patologi dan Penyakit Ikan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Novriadi, R., Agustatik, S., Bahri, S., Sunantara, D., Wijayanti, E. (2014a). Distribusi patogen dan kualitas lingkungan pada budidaya perikanan laut di Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Depik 3(1), 83-90 Novriadi, R., Agustatik, S., Hendrianto., Pramuanggit, R., Wibowo, A.H. (2014b). Penyakit infeksi pada budidaya ikan laut di Indonesia. 88 p Novriadi, R. (2013). Studi komparasi dan dampak hasil keputusan gugatan perdata pencemaan lingkungan budidaya ikan laut di pulau Bintan. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 8 (2): 41-45 Sachlan M. (1952). Notes on parasites of freshwater fishes in Indonesia. Central Inland Fisheries Research Station 2:1-59 Subasinghe, R. dkk. (2001). Aquaculture development, health and wealth. In aquaculture in the third millennium. Technical proceedings of the conference on aquaculture in the third millennium (Subasinghe, R.P. et al., eds). pp. 167-191. Bangkok and FAO, NACA Svobodova, Z., Richard, L., Machova, J., Vykusova, B. (1993). Water Quality and Fish Health. EIPAC Technical Paper. FAO Fisheries Department Syakti, A.D., N.V. Hidayati dan A.S. Siregar. (2012). Agen pencemaran laut. IPB Press. Bogor. p. 100. Taukhid. (2010). Dukungan monitoring dan pemetaan sebaran jasad patogen bagi upaya pengendalian penyakit ikan. Makalah disampaikan pada Pembahasan Pedoman Monitoring, Surveillance dan Zoning Penykait Ikan Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan, Bogor 28 – 30 April 2010 Van Wyk, P., Scarpa, J. (1999). Water Quality Requirements and Management. Chapter 8 in . Farming Marine Shrimp in Recirculating Freshwater Systems. Prepared by Peter Van Wyk, Megan Davis- Hodgkins, Rolland Laramore, Kevan L. Main, Joe Mountain, John Scarpa. Florida Department of Agriculture and Consumers Services. Harbor Branch Oceanographic Institution. Weathon, F. W., J. N. Hochheimer., G. E. Kaiser., M. J. Krones., G. S. Libey and C. C. Easter. (1994). Nitrification Filter Principles. M. B. Timmons and T. M. Losardo (ed). Aquaculture Water Reuse Systems: Engineering Design and Management. Elsevier Science, Amsterdam. Wongteerasupaya, C., J.E. Vickers, S. Sriurairatana, G.L. Nash, A. Akarajamorn, V. Boonsaeng, S. Panyim, A. Tassanakajon, B. Withyachumnarnkul and T.W. Flegel. (1995). A non-occluded, systemic baculovirus that occurs in the cells of ectodermal and mesodermal origin and causes high mortality in black tiger prawn Penaeus monodon. Dis. Aquat. Org. 21:69-77 World Bank. (2013). Fish to 20130: Prospects for fisheries and aquaculture. World Bank report number 83177-GLB. Washington DC, USA