Masjid Baitul Muttaqin di Desa Trasan, Kabupaten Magelang merupakan salah satu masjid bersejarah yang diduga dibangun sejak zaman para wali. Bangunan masjid yang masih asli menggunakan bahan kayu jati dan batu bata dengan corak arsitektur khas masjid-masjid zaman dahulu. Masjid ini terkenal akan tradisi Selikuran setiap malam 21 Ramadhan dimana banyak umat Islam datang untuk iktikaf.
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
Masjid Kuno
1. NAMA :ABDIKA TRI HARTATIK
NIM :33010210099
KELAS :HKI-C
MATKUL :SEJARAH PERADABAN ISLAM
SEJARAH MASJID BAITUL MUTTAQIIN DI KAUMAN TRASAN
Masjid Baitul Muttaqin adalah salah satu masjid yang sudah masuk dalam situs
bersejarah di wilayah kabupaten magelang. Jaman dahulu masjid ini banyak yang menyebutnya
masjid patilisan para wali atau masjid jami' trasan.Tak ada yang mengetahui persisnya masjid
tersebut dibangun. Warga sekitar lebih mengenalnya sebagai masjid tiban, mungkin maksudnya
'jatuh dari langit' karena tak terlacak awal mulanya.Wakil Takmir Masjid Jami Baitul Muttaqiin,
Haji Ismail Yusuf , mengatakan, pembangunan masjid ini tidak tahu dibangunnya kapan.karena
keterbatasan warga melacak awal mula berdirinya masjid tersebut.Kenapa disebut demikian?,
karena sampai saat ini masjid berdiri kokoh yg mana di bagian serambi dalam ada 16 tiang
2. penyangga dari kayu jati utuh tanpa sambungan berdiameter -/+ 25cm. Terdapat mimbar
layaknya di masjid Demak, dan beberapa peninggalan lainya seperti kentongan dan bedug.
Bangunan utama masjid ini masih orisinal, baik genting, kayu-kayu maupun pintu masuk menuju
masjid.Di dalam masjid seluas 11 x 11 meter ini terdapat 16 saka (tiang) dengan 4 saka guru
(tiang utama). Seluruhnya bangunan masjid berasal dari bahan kayu jati. Dinding dibangun
dengan batu bata yang dicampir pasis kali, semen merah dan kapur. Adapun genting dan mustaka
(mahkota atap/kubah) dibuat dari tanah liat yang masih asli seperti semula."Bangunan masjid
masih asli semuanya. Sedangkan untuk serambi masjid dibangun sekitar 1970-an seiring
bertambahnya jemaah. Peninggalan lainnya adalah beduk dan kentongan tapi jenis kayunya apa
kami tidak mengetahuinya,tuturnya.
3. Pintu masuk menuju masjid ini ukurannya lebih pendek, dimaksudkan agar orang
yang masuk menunduk menghormat pada masjid. Sedangkan di sekitar masjid terdapat makam
makam kuno dan makam para tokoh agama yang pernah menjadi imam di masjid tersebut.
Makam-makam itu terlihat masih terawat baik.
4. TRADISI UNIK “SELIKURAN” Pemandangan khas akan selalu terlihat di masjid
kuno tersebut di setiap bulan ramadhan, khususnya setelah memasuki sepuluh hari terakhir.
Setiap memasuki malam 21 Ramadhan atau dalam bahasa Jawa malam selikuran, banyak umat
Islam yang datang dari berbagai daerah. Kedatangan mereka bermaksud untuk melakukan iktikaf
di masjid ini. Usianya hampir sama dengan Masjid Agung Payaman dan Masjid Agung Kauman
Kota Magelang. Yang berbeda, Masjid Jami Baitul Muttaqin Bandongan, memiliki keunikan
setiap tanggal 21 Ramadhan. Masjid ini memiliki Tradisi Selikuran yang sudah berlangsung
selama ratusan tahun."Tidak ada yang tahu kapan tradisi ini dimulai, masyarakat hanya tahu
Tradisi Selikuran sudah turun temurun," kata sesepuh Desa Trasan, Mbah Thoyib saat ditemui
usai salat Ashar, beberapa waktu lalu.Menurut Mbah Thoyib, sejak dirinya masih bocah, Tradisi
Selikuran sudah ada dan selalu diikuti ratusan warga. Tidak hanya warga sekitar Bandongan,
juga warga dari luar daerah. Hal ini membuat halaman masjid, halaman rumah warga dan jalanan
penuh dengan mobil-mobil dari luar kota.