2. Anggota Kelompok 9
Yogi Wahyu P. : 10/299128/SA/15284
Arfi Hambali : 10/296617/SA/15127
Assari
Dhiah Kalpikaningtyas :
10/299455/SA/15375
Sahid Maulana F. : 10/302219/SA/15545
Muhammad Rohmani :
10/305703/SA/15698
Muhammad Lukman A. :
10/302486/SA/15602
Khusnul Laili M. : 10/299438/SA/15367
Dianasti Pratiwi : 10/304952/SA/15650
3. Sub Bab Pembahasan :
Sejarah.
Arsitektur.
Fasilitas dan Fungsi.
Jarak dan Lokasi.
Renovasi.
Pengaruh Peradaban yang terdapat di
Masjid Agung Demak
4. Sejarah
Menurut legenda, Masjid Agung Demak
didirikan oleh Wali Sanga secara
bersama-sama dalam tempo satu
malam. Babad Demak menunjukkan
bahwa masjid ini didirikan pada tahun
Saka 1399 (1477 M) yang ditandai oleh
candrasengkala “Lawang Trus
Gunaningjanmi”, sedang pada gambar
bulus yang berada di mihrab masjid ini
terdapat lambang tahun Saka 1401 yang
menunjukkan bahwa masjid ini berdiri
tahun 1479 M.
5. Lanjutan..
Dalam proses pembangunannya, Sunan
Kalijaga memegang peranan yang amat
penting. Wali inilah yang berjasa
membetulkan arah kiblat. Menurut
riwayat, Sunan Kalijaga juga
memperoleh wasiat antakusuma, yaitu
sebuah bungkusan yang konon berisi
baju “hadiah” dari Nabi Muhammad SAW
yang jatuh dari langit di hadapan para
wali yang sedang bermusyawarah di
dalam masjid itu.
6. Arsitektur
Masjid ini menempati suatu kompleks
seluas 1,5 ha yang dipisahkan oleh pagar
keliling dari tembok. Masjid ini
mempunyai bangunan-bangunan induk
dan serambi. Bangunan induk memiliki
empat tiang utama yang disebut saka
guru. Tiang ini konon berasal dari
serpihan-serpihan kayu, sehingga
dinamai saka tatal. Bangunan serambi
merupakan bangunan terbuka. Atapnya
berbentuk limas yang ditopang delapan
7. Lanjutan..
Atap limas masjid terdiri dari tiga
bagian yang menggambarkan; (1)
Iman, (2) Islam, dan (3) Ihsan.
Di Masjid ini juga terdapat “Pintu
Bledeg”, bertuliskan Candra Sengkala
yang berbunyi Naga Mulat Salira Wani
dengan makna tahun 1388 Saka atau
1466 M, atau 887 H.
8. Lanjutan..
Arsitektur Masjid Agung Demak merupakan
contoh dari masjid tradisional Jawa dimana
tidak memiliki kubah seperti masjid modern
masa kini. Bangunan masjid terbuat dari kayu
jati berukuran 31 m x 31 m dengan bagian
serambi berukuran 31 m x 15 m. Atap
tengahnya ditopang oleh 4 buah tiang kayu
besar (saka tatal atau saka guru) yang dibuat
oleh 4 wali dari Wali Sanga, yaitu Sunan
Bonang di bagian barat laut, Sunan Kalijaga
di bagian timur laut, Sunan Ampel di bagian
tenggara, dan Sunan Gunungjati di bagian
9. Lanjutan..
Keseluruhan bangunan ditopang 128
saka, 4 di antaranya saka guru yang
menjadi penyangga utama bangunan
masjid. Jumlah tiang penyangga
masjid 50 buah, terdiri atas 28
penyangga serambi dan 34 tiang
penyangga tatak rambat, dan tiang
keliling sebanyak 16 buah.
10.
11. Fasilitas dan Fungsi Masjid
Agung Demak
- Menara Adzan
Menara terletak di halaman depan
masjid sisi selatan dan dibuat dengan
konstruksi baja siku. Ukuran menara
bagian kaki 4 × 4 m sedang tinggi
menara 22 m. Atap menara berbentuk
kubah dengan hiasan bulan sabit serta
lengkung-lengkung pada dinding
ruangannya. Untuk mencapai ruangan
atas terdapat tangga naik dari papan
kayu.
12. Pada zaman dahulu menara adzan ini
digunakan mu‟adzin untuk
mengumandangkan adzan, secara
langsung dengan suara lantang. Akan
tetapi, seiring perkembangan
teknologi, menara adzan ini beralih
fungsi menjadi tempat untuk
meletakkan speaker, sedangkan
mu‟adzin mengumandangkan dari
dalam masjid.
13. - Makam
Makam-makam terletak di belakang
masjid, sebagian berada di dalam
cungkup dan sebagian besar lainnya
terdapat di luar cungkup. Makam ini
tidak digunakan sebagai tempat
pemakaman umum, namun digunakan
untuk memakamkan Raden Patah
beserta keluarganya dan juga raja-raja
terdahulu.
14. - Paseban
Paseban terletak di sebelah utara
masjid, berfungsi sebagai tempat
ruang tunggu bagi peziarah yang akan
masuk ke makam Sultan Trenggana
dan Raden Patah.
15. - Tempat Wudhu
Bangunan tempat wudhu ada dua buah
yaitu tempat wudhu pria terletak di
sebelah utara masjid dan tempat wudhu
wanita di selatan masjid. Ukuran
bangunan masing-masing
5 m × 10 m. Kedua bangunan
merupakan bangunan terbuka yang
mempunyai bak air untuk wudhu dan
dilengkapi beberapa kamar kecil.
16. - Museum
Bangunan ini berukuran 6 m × 13 m,
terletak di sebelah utara masjid.
Dividing bangunan dari pasangan bata
dan batu. Atapnya berbentuk limasan.
Bangunan ini dipergunakan untuk
menyimpan benda-benda lepas yang
berasal dari Masjid Agung Demak.
17. - BKM
Bangunan BKM (Badan
Kesejahteraan Masjid Agung Demak)
berfungsi sebagai tempat pendaftaran
para peziarah terletak di sebelah utara
masjid berukuran 6 × 10 m. Dinding
bangunan dari pasangan bata dan
batu. Atapnya berbentuk limasan.
18. Jarak dan Lokasi
Masjid Agung Demak terletak di desa
Kauman, Kabupaten Demak, Jawa
Tengah. Lokasi Masjid berada di pusat
kota Demak, berjarak + 26 km dari Kota
Semarang, + 25 km dari Kabupaten
Kudus, dan + 35 km dari Kabupaten
Jepara. Letak masjid yang berada di
tengah kota memudahkan bagi
pengunjung untuk menuju lokasi, baik
dengan kendaraan pribadi maupun
kendaraan umum.
19.
20. Renovasi Masjid Agung
Demak
Tahun 1475 Raden Patah yang masih menjadi
Adipati Majapahit dengan gelar Adipati
Notoprojo, melakukan renovasi dan perluasan,
dibantu anak buah nahkoda muslim Cina anak
buah Ceng-Ho yang berlabuh di Semarang.
Dan setelah selesai namanya berubah menjadi
Masjid Kadipaten. Renovasi ini selesai tahun
1477 M.
Mesjid ini sempat dipugar untuk kesembilan
kalinya pada tahun 1987, oleh Badan Arkeologi
Kepurbakalaan Jawa Tengah dan DI
Yogyakarta, karena keempat tiang utama
sumbangan para wali telah keropos dimakan
usia dan dimakan rayap.
21. Karena empat saka guru mengalami
aus berat. Saka guru tinggi 19,54
meter dengan garis tengah 1,45 meter
itu. Bagian atasnya hancur dikencingi
ribuan kelelawar, dan bawahnya jadi
bubur diserbu jutaan anai-anai. Itu
berlangsung selama lima ratus tahun
tiada henti.
Guna menyelamatkan bangunan
masjid bersejarah ini, pemerintah
memutuskan, memugar besar-
besaran. Titik berat renovasi,
mengganti empat saka guru.
22. Pengaruh Peradaban yang
terdapat di Masjid Agung Demak
Penyebaran agama Islam di tanah Jawa tak
lepas dari pengaruh akulturasi budaya,
khususnya dengan budaya lokal. Akulturasi
ini merupakan manifestasi dari pengaruh
peradaban dan budaya yang begitu
mendominasi masyarakat Jawa pada saat itu.
Bahkan, pada hampir semua tatanan sosial
masyarakat, budaya dan peradaban menjadi
objek akulturasi ini. Hingga para penyebar
agama Islam di tanah Jawa memilihnya
sebagai ruang untuk mentransformasikan
budaya asli (lokal) ke dalam nilai-nilai Islami.
23. Lanjutan..
Nuansa kental akulturasi ini setidaknya masih
dapat dilihat dari berbagai saksi sejarah
penyebaran Islam di tanah Jawa, salah satunya
Masjid Agung Demak. Masjid Demak yang
merupakan peninggalan bersejarah kerajaan
Islam Demak ini, tetap berdiri kokoh di Jalan
Sultan Patah, Kecamatan Demak, Kabupaten
Demak, Jateng. Masjid kebanggaan warga
„Bintoro‟–sebutan tlatah Demak ini–memiliki ciri
arsitektur yang khas. Pengaruh akulturasi
menjadikan masjid yang berdiri di atas lahan
seluas 11.220 meter persegi ini memiliki
perbedaan mencolok dengan tempat ibadah
muslim di Tanah Air pada umumnya.
24. Lanjutan..
Sebagai salah satu bangunan masjid tertua di
negeri ini, Masjid Agung Demak dibangun dengan
gaya khas Majapahit yang membawa corak
kebudayaan Bali. Gaya ini berpadu harmonis
dengan langgam rumah tradisional Jawa Tengah.
Persinggungan arsitektur Masjid Agung Demak
dengan bangunan Majapahit bisa dilihat dari
bentuk atapnya. Namun, kubah melengkung yang
identik dengan ciri masjid sebagai bangunan
Islam, malah tak tampak. Sebaliknya, yang
terlihat justru adaptasi dari bangunan peribadatan
agama Hindu.
25. Lanjutan..
Bentuk ini diyakini merupakan bentuk
akulturasi dan toleransi masjid
sebagai sarana penyebaran agama
Islam di tengah masyarakat Hindu.
Kecuali mustoko (mahkota–Red)
yang berhias asma Allah dan menara
masjid yang sudah mengadopsi gaya
menara masjid Melayu.