1. Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar
Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Skipto content
Home
TentangKami
Hubungi Kami
Pendataan Kepurbakalaan Di Kabupaten
Buton Utara Propinsi Sulawesi Tenggara
Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya menegaskan bahwa Cagar
Budaya adalah Benda, Bangunan, Struktur, Situs, dan Kawasan yang memiliki nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, agama, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya pelindungan,
pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-
2. besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu harus didata, dilestarikan, dikelola secara tepat
supaya dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada bangsa Indonesia.
Upaya pelestarian menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah
yang didukung oleh Setiap Orang dan Masyarakat Hukum Adat. Pelestarian ini merupakan
realisasi dan amanat Undang-Udang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 untuk
menjaga kekayaan budaya yang berada di darat dan didalam air. Pelestarian yang semula
dipahami secara sempit hanya terbatas pada upaya pelindungan saja, kini diperluas tidak saja
untuk maksud pelindungan tetapi terkait juga dengan upaya Pengembangan dan Pemanfaatan.
Perluasan pemahaman ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa tidak satu pun unsur dari
pengertian Pelestarian itu yang berdiri sendiri, melainkan merupakan sebuah kesatuan yang
saling mempengaruhi tanpa dapat dipisahkan.
Provinsi Sulawesi Tenggara khususnya Kabupaten Buton Utara merupakan kawasan potensial
sumber daya budaya, namun saat ini penanganannya belum maksimal. Oleh karena itu dalam
proses pelestarian cagar budaya di Kabupaten Buton Utara, perlu dilakukan pendataan.
Pendataan obyek yang diduga cagar budaya di Kabupaten tersebut, diharapkan dapat menyajikan
informasi tentang potensi yang diduga cagar budaya dalam rangka penyiapan data untuk
penetapan sebagai cagar budaya.
Maksud dan Tujuan
Kegiatan pendataan ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi dan persebaran tinggalan
budaya beserta situsnya. Adapun tujuan kegiatan pendataan adalah tersedianya data tentang
potensi tinggalan budaya dalam bentuk tertulis dan audio visual.
Lingkup Kegiatan
Adapun lingkup kegiatannya meliputi pencatatan temuan di lokasi obyek yang diduga cagar
budaya, kondisi lingkungan, pengukuran dan pembuatan gambar denah lokasi, sehingga dapat
diketahui bentuk, jumlah temuan, kondisi lingkungan, dan jenis obyeknya.
Sasaran Kegiatan
Pendataan telah dilaksanakan di Kabupaten Buton Utara pada9 (sembilan) obyek yang diduga
cagar budaya, antara lain; 3(tiga) obyek situs yang diduga cagar budaya, yakni; Situs Benteng
Lipu (Benteng Lipu, Masjid Agung Keraton Kulisusu, Kulisusu (Kulit Kerang), Baruga, Raha
Bulelenga (Tiang Pegangan), Makam Wa Ode Bilahi, Makam La Iji, Makam Ima Ea (Imam
besar), Makam Gau Malanga, Kompleks Makam Sangia La Ihori, Makam La Ode-Ode dan Raja
Jin, Kompleks Makam Bunga Eja, Sumur Ee Bula), Situs Benteng Bangkudu (Benteng
Bangkudu, Makam Murhum (La Ode Guntu), Makam Mongkolengko Sangia, Makam Anakhoda
Wahabu, Makam Cina Laguna, Kamali Ngkongko) dan Situs Benteng Lipu Koro (Benteng Lipu
Koro, Kompleks Makam Dhonggoro (Lakino Koro), Makam Wa Ngkolo, Makam Jin, Batu
Sangia), dan 6 (enam) buah struktur yang diduga cagar budaya, yakni; Benteng Pangilia, Makam
Kodhangku, Benteng Tomoahi, Sumur Tua Mata Oleo, Benteng Mata Oleo, Makam Tasau Ea.
3. Kegiatan pendataan ini berupa pencatatan, pengukuran, penggambaran/pembuatan denah lokasi,
pemotretandan pengambilan gambar berupa audio visual, serta penyusunan pelaporan.
Output
Tersedianya data berupa deskripsi lokasi obyek yang diduga cagar budaya, gambar/denah lokasi,
jenis temuan, data lingkungan, foto dan audio visual obyek yang diduga cagar budaya.
Metode
Pelaksanaan kegiatan pendataan ini menggunakan beberapa metode untuk memperoleh data yang
lebih akurat dan dapat dipertanggung-jawabkan. Kerangka kerja yang harus dilalui antara lain :
Pengumpulan Data Pustaka, kegiatan awal dimulai dengan pengumpulan/penelusuran data
pustakauntukmemperolehpenjelasantentanginformasi objektermasuk nilai penting maupun
hal lain yang terkait dengan keberadaan tinggalan budaya/situs, sehingga dapat membantu
dalam pengumpulan data lapangan.
Pengumpulan Informasi,kegiatan ini dilaksanakan pada saat koordinasi dengan Pemerintah
Daerah dalam hal ini Dinas atau lembaga yang menangani kebudayaan, pemerintah
kecamatan/desa, tokoh masyarakat dan tokoh adat setempat yang berkaitan dengan
keberadaan obyek.
PengumpulanData Lapangan, kegiatanini meliputi peninjauanlangsunglokasi obyek,sekaligus
melakukan perekaman data temuan dalam bentuk pencatatan, pengukuran,
penggambaran/denah lokasi, pemotretan dan pengambilan gambar berupa audio visual.
Pelaporan, sebagai salah satu rangkaian kegiatan dan pertanggung-jawaban pelaksanaan
kegiatanpendataan,adalah pengolahan data dan penyusunan laporan tertulis dibuat meliputi
kronologi pelaksanaan kegiatan beserta hasilnya dalam bentuk deskripsi/hasil rekaman
tinggalan budaya yang berhasil didata.
Letak Geografis
Kabupaten Buton Utara adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara yang
wilayahnya meliputi sebagian Pulau Buton bagian utara, serta pulau-pulau kecil yang tersebar
disekitar kawasan tersebut.
Kabupaten Buton Utara terletak dibagian Selatan khatulistiwa pada garis lintang 40 06’ sampai 50
15’ LS dan dari Barat ke Timur 1220 59’ BT – 1230 15’ BT, dengan batas-batas sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Wawonii
Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Buton
Sebelah Barat berbatasan dengan selat Buton dan Kabupaten Muna
Kabupaten Buton Utara yang terdiri dari 2 matra darat dan matra laut. Luas wilayah daratan
seluas 1.923,03 km² dan luas perairan sekitar 2.500 km². Pembagian luas wilayah daratan
menurut kecamatan masing-masing:
4. Kecamatan Bonegunu: 491,44 km² (25,56%)
Kecamatan Kulisusu Barat : 370,47 km² (19,26%)
Kecamatan Kulisusu Utara : 339,64 km² (17,66%)
Kecamatan Kambowa : 303,44 km² (15,78%)
Kecamatan Wakorumba : 245,26 km² (12,75%)
Kecamatan Kulisusu : 172,78 km² (8,98%)
Topografi
Kabupaten Buton Utara terdiri dari barisan pegunungan yang sedikit melengkung ke arah utara-
selatan dimana hampir setengah (92.799) atau sebesar 48,26 persen luas wilayah Kabupaten
Buton Utara berada pada ketinggian 100 – 500 meter di atas permukaan laut.
Wilayah Kabupaten Buton Utara memiliki kemiringan yang hampir merata pada setiap
klasifikasi kemiringan, dimana kemiringan 0 – 2% seluas 57.129 hektar (29,71%), kemudian
disusul kemiringan 15 – 40% seluas 55.309 hektar atau 28,76% dari seluruh luas wilayah
Kabupaten Buton Utara. Selanjutnya kemiringan lebih dari 40% seluas 55.309 hektar atau
28,76% dari seluruh luas wilayah Kabupaten Buton Utara. Selanjutnya kemiringan lebih dari
40% seluas 50.875 hektar atau 26,46% serta kemiringan 12 – 15% seluas 28.990 hektar atau
15,08% dari total luas wilayah Kabupaten Buton Utara.
SekilasTentang Kabupaten Buton Utara
Kabupaten Buton Utara merupakan pemekaran dari Kabupaten Muna. Kabupaten Buton Utara
lebih dikenal dengan Kulisusunya. Menurut sejarah, Kulisusu/Kolencusu/Kalingsusu merupakan
salah satu dari empat benteng pertahanan Barata Patapalena (cadik penjaga keseimbangan perahu
negara) di masa Kesultanan Buton. Barata Kulisusu bersama-sama dengan Barata Muna, Barata
Tiworo dan Barata Kaledupa merupakan pintu-pintu pertama pertahanan sebelum musuh masuk
ke dalam wilayah pusat kekuasaan di Bau-Bau. Oleh karena itu mereka memiliki peran yang
cukup penting dalam menjaga keselamatan negara. Mereka juga diberi hak otonom untuk
mengatur sendiri daerahnya termasuk memiliki tentara sendiri namun dengan batasan-batasan
pengaturan yang sudah digariskan oleh pemerintahan pusat yang ada di Bau-Bau. LIPU
TINADEAKONO SARA,berdasarkan sejarah Buton Utara adalah negeri yang didirikan dan
dibangun oleh SARA (Penguasa Kampung). maka pembagian wilayah administrasi
pemerintahan Kabupaten Buton Utara meliputi 6 kecamatan, yaitu Kecamatan Bonegunu,
Kambowa, Wakorumba, Kulisusu, Kulisusu Barat dan Kecamatan Kulisusu Utara. LIPU
TINADEAKONO SARA sampai saat ini masih terlihat di pintu gerbang setiap rumah penduduk
di Kabupaten Buton Utara.
Selain itu, adapula cerita yang berkembang di masyarakat bahwa dimasa lalu daerah ini
merupakan wilayah barata dari Kesultanan Buton, yakni Barata Kulisusu. Istilah Barata merujuk
pada kerajaan kecil dibawah naungan Kesultanan Buton yang menjalankan roda
pemerintahannya sendiri terkecuali dalam beberapa hal tertentu tetap menjadi tanggung jawab
dari pemerintahan Kesultanan Buton.Penyebutan kulisusu berasal dari nama kulit kerang yang
umum dikenal dengan nama “kima”. Kulisusu atau kulit kerang ini berada persis di pelataran kiri
mesjid keraton kulisusu yang sejak dulu kala telah mempunyai fungsi sakral yaitu menjadi
5. tempat pelantikan Lakina (Raja) kulisusu sebelum melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin
dan pengayom bagi masyarakat kulisusu.
Kabupaten Buton Utara adalah 1 dari 16 usulan pemekaran kabupaten/kota yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 8 Desember2006. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2007 pada tanggal 2 Januari2007. yang beribukota di
Buranga.
HASIL KEGIATAN PENDATAAN
Situs Benteng Lipu
Lawa Ea adalah pintu Utama Benteng Lipu dan Kabhongka (sebutan masyarakat setempat untuk
sebuah pintu) (Dok.BPCBM, 2014)
Secara administratif Benteng Lipu masuk dalam wilayah Kampung Lipu Kelurahan Lakonea
Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara, yang berjarak ± 1 km dari Ibu Kota Kecamatan
Kulisusu. Akses menuju kawasan ini sangat mudah, yakni dengan menggunakan kendaraan
bermotor maupun berjalan kaki karenaletaknya yang berada di tengah kota.Secara Astronomi,
Benteng Lipu berada pada titik koordinat 04° 47’ 03.4” LS – 123° 10’ 49.1” BT dengan
ketinggian mencapai 43 m diatas permukaan laut. Batas-batas wilayah Benteng Lipu meliputi
sisi sebelah Timur benteng yang berbatasan dengan perkebunan jambu mete, sisi sebelah Barat
langsung berbatasan dengan jalan aspal dan wilayah pemukiman, sebelah Utara berbatasan
dengan hutan semak dan sebelah Selatan berbatasan langsung dengan jalan aspal dan perkebunan
jambu mete.
Situs Benteng Lipu merupakan satu-satunya benteng dengan kondisi terawat, dan dijadikan
sebagai wilayah pemukiman adat yang cukup padat. Hampir sebagian wilayahnya terdiri atas
bangunan rumah penduduk, beberapa bangunan bersejarah, dan sebagian lainnya meliputi
beberapa jenis vegetasi yang di dominasi oleh tanaman konsumsi seperti pepaya, kelapa,
mangga, ubi kayu, pohon kapuk, bambu dan jenis tumbuhan semak.
Pada Benteng Lipu terdapat lima buah pintu/gerbang yang oleh masyarakat setempat disebut
Lawa. Tiap-tiap pintu/gerbang ini memiliki nama yang merujuk pada arah kampung atau objek
dimana pintu/gerbang tersebut menghadap. Lawa Ea (Pintu/Gerbang Utama, Ea dalam bahasa
kulisusu berarti besar), Lawa Mata Oleo ( Pintu/Gerbang menuju kampung mata oleo, Lawa Yi
Lemo (Pintu/Gerbang menuju kampung Lemo), Lawa Eebula (Pintu/Gerbang menuju sumur
6. Eebula), Lawa Mopusu dan sebuah pintu lain oleh masyarakat setempat tidak disebut sebagai
lawa, namun disebut Kabhongka. Secara keseluruhan, benteng lipu memiliki 7 bastion yang
bergungsi sebagai tempat mengintai dan meletakan meriamdengan lantai berterap.
Panjang Benteng Lipu mencapai 1883 m dengan luas 12,95 Ha dengan ketebalan struktur
mencapai 2 – 3m, sedangkan ketebalan sudut terutama pada sisi bagian Utara mencapai 5.40 m
dan tingginya bervariasi antara 1 – 2m tergantung kondisi kontur tanah. Seperti halnya ciri
benteng-benteng lokal khususnya yang berada di Sulawesi Tenggara, konstruksi struktur
Benteng Lipu tidak lagi memperlihatkan bentuk aslinya seperti pada ciri benteng-benteng lokal.
Struktur keseluruhan benteng telah diberi perekat berbahan semen untuk merekatkan batu koral
sebagai bahan baku pembuatan benteng. Tidak diketahui secara pasti apakah struktur dan
konstruksi Benteng Lipu benar-benar masih tetap pada bentuk dan posisinya yang asli atau tidak
karena menurut keterangan Kasim (salah satu informan dan juru kunci) tercatat bahwa benteng
telah di pugar oleh Pemda setempat secara bertahap mulai dari tahun 1997 sampai tahun 2000
dan pemugaran terakhir dilakukan pada tahun 2007.
Tabel 1. Lawa/Pintu gerbang
N0 Nama Lawa Titik Kordinat Keterangan
1 Lawa Ea
04° 47’ 01.4” LS – 123° 10’ 46.5”
BT
Memiliki atapgerbang
2 Lawa Eebula
04° 47’ 05.1” LS – 123° 10’ 44.5”
BT
Memiliki atapgerbang
3 Lawa Ilemo
04° 47’ 10.8” LS – 123° 10’ 47.9”
BT
Memiliki atapgerbang
4 Lawa Mataoleo
04° 47’ 01.3” LS – 123° 10’ 53.8”
BT
Tidakmemilikiatap
5 Lawa Mopusu
04° 47’ 07.7” LS – 123° 10’ 48.5”
BT
Tidakmemilikiatap
6 Kabhongka -
Atapnyaterbuatdari
semen
Benteng Lipu didirikan atas prakarsa Buraku (Gau Malanga) dan Kodhangku pada masa
pemerintahan Lakino Kulisusu Laode Ode sekitar abad XVII, dengan tujuan untuk melindungi
Kulisusu dari serangan Tobelo dan Belanda. Benteng kemudian dibangun secara gotong royong
oleh segenap masyarakat Kulisusu.Tidak diketahui secara pasti berapa lama benteng ini
diselesaikan, namun demikian masyarakat setempat meyakini legenda yang ada bahwa makhluk
gaib ikut berperan dalam pembangunan benteng tersebut karena ikan yang dimasak belum
7. matang untuk konsumsi pekerja,namun benteng sudah selesai dikerjakan. Selain Struktur
Benteng Lipu, ada beberapa bangunan dan makam yang terdapat dalam Benteng Lipu yaitu:
Masjid Agung Benteng Lipu
Masjid ini terletak dalam Benteng Lipu, ± 200 meter dari Lawa Ea. Masjid dibangun oleh La
Ode Golla yang lebih dikenal dengan gelar Moji Mohalo dan menjadi masjid pertama yang
dibangun setelah Kerajaan Kulisusu dan masyarakatnya memeluk Islam. Letak astronomi masjid
berada pada titik koordinat 040 47’ 03,4” LS dan 1230 10’ 49,1” BT dan berada di ketinggian 43
m diatas permukaan laut.Pada dasarnya bangunan masjid telah di pugar dan tidak
memperlihatkan ciri kearkeologian. Bahan bangunan terbuat dari bahan-bahan modern seperti
semen, kaca, tegel dan seng. Ukuran panjang bangunan = 14.1 m dan lebar = 12.19 m. Selain itu,
pada setiap sudut halamanMasjid terdapat 4 buah meriam yang masing-masing berukuran
panjang = 1.18 m, diameter mulut = 14 cm, leher = 11 cm, dan bagian bawah = 17 cm.
Kulisusu (Kulit Kerang)
Dalam bahasa lokal Kulisusu diartikan sebagai kulit kerang.Kulit kerang ini dapat ditemukan
pada benteng-benteng yang telah dieksplorasi di wilayah Kabupaten ButonUtara. Kulit kerang
atau kulisusu dalam tradisi dan kepercayaan masyarakat diyakini
sebagai asal muasal penamaan Tanah atau Kerajaan Kulisusu, sedangkan dalam konteks
kearkeologian jenis cangkang ini masuk dalam kategori ekofak yang dapat diasumsikan dalam
konteks aktifitas kebudayaan.Kulisusu berada pada titik 040 47’ 02,5” LS dan 1230 10’ 49,6” BT
pada 46 m diatas permukaan laut, tepatnya di depan sisi sebelah kiri Masjidyang ditempatkan
dalam sebuah lingkaran berbentuk sumur dan sisi luarnya terpasang pagar pelindung dengan satu
pintu masuk berukuran 0,65 cm, keliling pagar berukuran 7.05 x 8.06 yang berbentuk persegi
empat dengan diameter dinding lingkaran berukuran 3,00 m, tebal = 0,30 cm dan tinggi = 1.1
m.Adapun dinding ini terbuat dari bahan semen dan batu karang. Sedangkan cangkang berukuran
panjang = 0,65 cm, lebar = 0,31 cm, dan tinggi =0,23 cm.
Kulisusu adalah nama kerang laut raksasa yang sudah membatu (fosil) tempat ini sangat
disakralkan oleh masyarakat sebagai tempat yang memiliki keberkahan bagi penduduk yang
akan bepergian jauh. Sebelum bepergian biasanya terlebih dahulu ziarah ketempat ini karena
dipercaya akan selamat kembali. Saat ini Kulisusu menjadi dasar penamaan keraton Kulisusu
yang sekarang sudah menjadi salah satu nama kecamatan di wilayahKabupaten Buton Utara
(Wawancara, 6 mei 2014).
Baruga
Bangunan berada di depan Masjid Keraton Kulisusu pada koordinat 04045’ 11,5” LS dan
123010’ 27,2” BT. Bangunan ini berbentuk rumah panggung dengan 20 tiang penyangga utama
tanpa dinding dengan lantai yang bertingkat. Tingkatan pada lantai ini dimaksudkan untuk
mengatur posisi duduk berdasarkan jabatan struktural pada Kerajaan Kulisusu. Atap pada
bangunan sejak 2013 dibuat bertingkat, berbeda dengan sebelumnya yang dibuat tanpa tingkat.
8. Ukuran bangunan 6.10 x 6.10 m dan pada bagian dalamnya terdapat sekat yang berbentuk
persegi lima dimana berfungsi sebagai tempat duduk para mancuana atau pemimpin kampung
untuk mengadakan ritual meminta berkah. Kondisi bangunan terawat dan kontruksinya terbuat
dari bahan kayu dan secara keseluruhan bangunan tidak lagi merupakan bangunan yang asli
karena telah di pugar.
Berdasarkan cerita turun temurun di masyarakat Kulisusu, pada mulanya bangunan ini
merupakan bangsal pembuatan perahu pada masa pra Islam.Setelah perahu selesai, bangsal
inipun kemudian dijadikan tempat masyarakat bermusyawarah.Sampai saat ini, bangunan masih
tetap difungsikan sebagai balai pertemuan tokoh masyrakat dan tokoh adat.Bangunan ini telah
mengalami perbaikan oleh masyarakat dan terakhir pada 2013 di pugar oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Buton Utara.
Raha Bulelenga (Tiang Pegangan)
Sebelumnya adalah bongkahan batu yang berbentuk tiang yang oleh masyarakat Kulisusu
berdasarkan cerita bahwa daratan ini pernah tenggelam saat itulah tiba-tiba muncul bongkahan
batu berbentuk tiang yang dijadikan sebagai tempat berpegang dalam bahasa setempat artinya
Raha Buleleng sehingga mereka selamat, saat ini Raha Buleleng dibentuk seperti rumah dengan
tiang satu yang dibuat dari beton dan difungsikan sebagai tempat tinggal pemimpin untuk
meminta berkah keselamatan rakyatnya yang disebut Mancuana.
Bangunan ini terletak saling berdekatan dengan kulisusutepatnya berada di sebelah Timur depan
Masjid Lipu, dengan letak astronomi 040 47’ 02,7” LS dan 1230 10’ 50,0” BT pada 44 m diatas
permukaan laut. Ukuran bangunan 6.01 x 6.01 m dan pada bagian dalamnya terdapat sekat yang
berbentuk persegi lima dimana berfungsi sebagai tempat duduk para mancuana atau pemimpin
kampung untuk mengadakan ritual meminta berkah. Pada dasarnya bahan baku pembuatannya
sama dengan Baruga dan saat ini bangunan tidak asli lagi seperti pada awal pembuatannya.
Makam Wa Ode Bilahi
Makam terletak dalam Benteng Lipu, ± 200 meter dari Lawa Ea. 040 47’ 02,4” LS dan 1230 10’
50,7” pada 41 m diatas permukaan laut. Makam terdiri atas nisan, fondasi, dan cungkup serta
berorientasi Utara Selatan. Panjang nisan = 0,4 cm dengan diameter = 0,13 cm. Pada bagian atas
nisan masih asli, sedangkan pada bagian bawah telah mengalami perubahan dengan cara
disambung yang menggunakan bahan batu dan semen. Pada bagian fondasi terbuat dari bahan
semen dengan ukuran Panjang = 3,01 m, Tinggi = 0,44 cm, dan Lebar = 0,17 cm. Selain itu, pada
bagian cungkup, panjang dan lebarnya mengikuti ukuran fondasi makam, sedangkan dinding
terbuat dari kayu reng, dan atap berbahan seng dengan ukuran tinggi cungkup = 3.10 m.
Wa Ode Bilahiadalah isteri Sultan Buton IV Dahkyanu Ikhsanuddin Mobulina Pauna (Lailangi)
yang bertahta tahun 1597-1631.
Makam La Iji
Lokasi makam berada ±50 m arah sebelah utara Raha Bulelenga. Secara geografis/ astronomis
berada di titik koordinat S 04º 47’ 01,3” LS dan 123º 10’ 58,3” dengan ketinggian 50 m diatas
permukaan laut.
9. Bentuk asli makam telah hilang, terkecuali nisan masih tampak keasliannya. Saat ini, makam
dilindungi dengan bangunan tanpa dinding dengan atap berbahan seng yang ditopang 4 tiang
kayu dengan model segi tiga sedangkan Panjang dan Lebar Cungkup 3.50 x 3,00 m. Nisan
terbuat dari batu padas yang dihaluskan dan berbentuk pipih serta memiliki motif ukiran pada
pada sisi-sisinya dengan ukuranTinggi = 0,67 cm, Tebal = 0,5 cm, dan Lebar = 0,25 cm. Panjang
jirat = 2.20 dan Lebar = 1.70, Tebal = 16 cm. Bagian makam juga memiliki gunungan berukuran
Tinggi = 59 cm, Tebal = 0,19 cm dan Tinggi cungkup = 2.40 m.
Berdasarkan penuturan masyarakat setempat, makam ini merupakan makam La Iji, seorang
tokoh pejuang tradisional masyarakat Kulisusu, bahkan ada sumber lain menyebutkan bahwa
tokoh ini adalah Lakino Kulisusu yang kedua. Selain itu, La Iji diketahui oleh masyarakat
setempat adalah orang yang mempunyai keahlian dalam ilmu kebatinan. Makam La Iji
merupakan makam tertua yang berada di dalam Kawasan Benteng/Keraton Lipu, dan hingga saat
ini tidak ada yang mengetahui sejak kapan keberadaan makam tersebut.
Makam Ima Ea (Imam besar)
Makam berada ± 100 m arah tenggara Makam Sangia Laihori. Makam memiliki cungkup
berbentuk dasar persegi dengan ukuran 10 x 6 m yang disokong 8 tiang beton dan dilengkapi
jeruji juga batu yang disusun layaknya struktur benteng sebagai pagarnya. Bentuk makam agak
sedikit berbeda, karena hanya terdapat bongkahan batu karang yang dibentuk melingkar dan
direkatkan dengan semen.Kisah turun temurun di masyarakat Kulisusu, Ima Ea dimakamkam
dimasukkan ke dalam lubang berbentuk lingkaran, dan sebagai penanda makam dibuatlah nisan
yang dibentuk melingkar mengikuti lingkaran makam. Ima Ea memiliki nama asli La Gama,
beliau adalah penyiar Islam pada periode awal berdirinya Kerajaan Kulisusu dan imam besar
pertama di keraton Kulisusu.
Model nisan pada makam ini berbentuk bulat yang terbelah menjadi dua bagian dengan ukuran
Panjang = 0,49 cm, Tinggi = 0,48 cm, dan Tebal = 0,19 – 0,27 cm. Tinggi cungkup 4,08 m
terdiri dari 8 tiang beton, dinding terbuat dari pagar besi dan tinggi dinding fondasi 0,70 – 0,76
cm, Tebal 0,68 cm yang terbuat dari batu koral dengan bahan perekat semen.
Makam Gau Malanga
Makam terdiri atas satu buah nisan berukuran panjang = 0,29 cm dengan diameter = 17 cm,
Tinggi cungkup = 3 m. Atap cungkup terbuat dari bahan seng berbentuk limas, sedangkan
dinding terbuat dari bahan kayu yang menutupi setengah dari dindingnya.
Beliau adalah seorang penyiar Islam yang menggagas pembangunan benteng keraton Lipu agar
aman dari serangan musuh utamanya dari suku Tobelo dan Belanda.
Kompleks Makam Sangia La Ihori
Makam berada didalam Benteng Lipu. Untuk menuju makam, dari Lawa Ea berjalan ±100 m ke
timur lalu membelok ke kiri melewati setapak beton ± 50 m. Makam telah diberi cungkup
dengan dinding beton berjeruji besi dan atap berbahan seng. Letak astronomis makam berada
10. dititik 4º 47’ 01,2” LS dan 123º 10’ 47,7” dengan ketinggian 36 mdiatas permukaan laut.Makam
Sangia La Ihori memiliki dua nisan berbahan batu padas yang dipangkas dan dihaluskan.
Menurut keterangan Kasim (salah satu juru kunci benteng lipu), Makam ini mulai di pugar pada
tahun 1997. Makam memiliki cungkup dengan tinggi = 5.50 m, terdiri dari 8 tiang beton, dan
bentuk cungkupnya sama dengan makam Ima Ea.
Saat ini makam Sangia Laihori telah diberi penutup dan sekelilingnya telah dipagar. Tidak
diketahui secara pasti berapa makam yang ada di dalamnya. Karena saat ini hanya tersisa satu
buah bangunan makam yang masih terlihat utuh jirat dan nisannya, sedangkan makam lainnya
hanya menyisakan satu buah papan jirat.Beberapa nisan sebagian besar tertimbun oleh tanah.
Sangia La Ihori adalah seorang pejuang tradional pada masa pemerintahan La Ode-ode raja
Kulisusu I.
MakamLa Ode-Ode dan Raja Jin
Makam berada di sisi utara Benteng Lipu ± 100 m dari Makam Gau Malanga. Letak astronomis
makam berada di 04º 46’ 58,7” LS dan 123º 10’ 52,4” BT pada ketinggian 37 meter diatas
permukaan laut.
Pada situs ini terdapat dua makam yang diidentifikasi sebagai Makam La Ode-Ode (Lakina
Kulisusu I) dan Makam Raja Jin (Panglima Perang). Kedua makam ini berada dalam satu
cungkup yang terletak di bagian Utara dalam benteng Lipu. Makam La Ode-Ode berbentuk
persegi panjang dengan orientasi utara-selatan.Terdapat dua buah nisan berbentuk mahkota
bunga teratai serta jirat yang sudah tidak dalam bentuk aslinya. Nisan pada makam dibuat dari
batu padas yang dipangkas dan dihaluskan kemudian diukir dengan motif sulur daun. Pada nisan
makam Laode Ode Tinggi = 79 cm, diameter = 19 cm sedangkan nisan bagian bawah berukuran
Tinggi = 94 cm, diameter = 19 cm. Panjang jirat = 2.6 m, Lebar = 1.1 m, Tebal jirat = 35 cm,
Tinggi = 60 cm. Sedangkan pada Makam kedua adalah Makam Raja Jin, dengan bentuk persegi
dan orientasi utara-selatan. Adapun ukuran makam, antara lain; Tinggi nisan = 137 cm, Lebar =
26 cm, pada nisan bagian bawah Tinggi = 96 cm, Lebar = 25 cm, Tebal = 23 cm, dan Panjang
jirat = 3,25 cm, Lebar = 1,85 cm. Cungkup terdiri dari 9 tiang kayu model atap limas berbahan
seng, lebar cungkup = 4, 35 cm dengan dinding terbuat dari besi.
Kedua tokoh pada makam ini merupakan tokoh utama dalam awal berdirinya Kerajaan Kulisusu.
La Ode-Ode adalah anak dari Sultan Buton ke 4, La Elangi yg digelari Sultan Dayanu dengan
Wa Ode Bilahi, seorang bangsawan kulisusu. Setelah dewasa La Ode-Ode menjadi pemersatu
dari tiga wilayah kecil di Kulisusu yang sebelumnya telah memiliki pemimpin masing-masing.
Atas musyawarah ketiga pimpinan wilayah tersebut, La Ode-Ode kemudian dipilih menjadi
Lakina Kulisusu yang membawahi tiga wilayah yang telah ada dan menjadi kerajaan otonom
dari Kesultanan Buton.
Kompleks Makam Bunga Eja
Kompleks makam ini berada ± 65 m arah sebelah timur baruga. Kondisi terkini pada situs ini
cukup memprihatinkan karena telah menjadi lokasi pembuangan sampah. Banyak potongan jirat
dan nisan terserak dikomplek makam. Berdasarkan data di Dinas Pemuda, Olahraga, Budaya dan
11. Pariwisata, dulunya di kompleksini memiliki jirat makam dengan ukuran 8 m x 8,20 m, namun
saat pendataan lapangan, jirat dimaksud sudah tidak nampak. Kompleks makam saat ini telah
berbaur dengan beberapa makam baru.Keletakan astronomis pada situs ini berada pada 4º 47’
03,7” LS dan 123º 10’ 51,7” BT di ketinggian 32 m diatas permukaan laut. Terdapat 10 makam
kuno di komplek ini, dua diantaranya yang teridentifikasi adalah makam Waopu Bunga Eja dan
Waopu Baluara yang masing-masing pernah menjadi Lakino Kulisusu.
Makam ini merupakan nama tokoh wanita yang pernah menjabat sebagai Lakino Kulisusu
bergelar Wa Opu Bunga Eja.
Sumur Ee Bula
Secara astronomi Sumur Ee Bula berada pada titik kordinat 04° 45’ 04.4” LS – 123° 10’ 41.0”
BT dan loksinya tepat berada di sisi luar Lawa EE Bula. Sumur ini merupakan salah satu sumber
mata air yang sejak awal pembuatannya hingga kini masih dimanfaatkan oleh masyarakat
setempat terutama yang bertempat tinggal dalam Benteng Lipu. Lokasi sumur berada pada sisi
luar benteng bagian Barat dan tepat berada di sisi jalan yang searah menuju pintu gerbang Lawa
dan Sumur ini berdekatan dengan Kantor Kecamatan Kulisusu Desa Wasalabose pada bagian
Selatannya.
Ukuran kedalaman sumur mencapai 19.09 dinding tembok disesuaikan dengan lubang sumur
yang berbentuk persegi empat berukuran = 3.80 x 3.80 m dengan ukuran ketebalan dinding bibir
sumur = 34 cm. Pada bagian lain, tepat di atas bibir sumur terdapat balok-balok kayu yang
dipasang sejajar mengikuti bentuk sumur yang berfungsi sebagai pengganti katrol untuk
mempermudah saat menaikan timba air ke atas permukaan. Hal ini dapat terlihat pada balok
kayu yang telah aus terkikis oleh gesakan-gesekan tali penimba. Selain itu terdapat 22 lubang
pada lantai mengelilingi bentuk persegi empat bibir tembok sumur. Pada masa lalu lubang-
lubangini difungsikan sebagai tempat penyimpan bhosu (wadah penyimpan air) yang kemudian
diletakan diatasnya.
Makam Tasau Ea
Terletak di Jalan Tasau ‘Ea Kelurahan Bangkudu, Kecamatan Kulisusu, Kabupaten Buton Utara.
Dari pertigaan jalan menuju Kantor Pos Buton Utara berjarak ± 50 m. Lokasi makam berada
persis di pinggir jalan berjarak kurang lebih 100 meter dari Kantor Pos Buton Utara,
pada koordinat 04o 46’ 24,1” LS dan 123o 10’ 40,5” BT pada ketinggian 24 meter di
ataspermukaan laut (Hasil pembacaan GPS merk Magellan Explorist 610). Makam TasauEa
Saat ini telah diberi pagar keliling dan diberi atap.Makam ini berbentuk persegi panjang
berorientasi utara selatan, terdapat pula jirat pada makam namun bahannya bukan asli lagi
dengan ukuran panjang = 3,12 m dan lebar = 3,27 m.Makam memiliki dua buah nisan berbentuk
gada dengan tinggi = 59 cm. Bahan yang digunakan pada nisan adalah batu padas yang
dihaluskan dan pada nisan sisi luar berelief.
Masyarakat setempat meyakini bahwa Tasau ‘Ea adalah seorang tokoh Islam yang terkenal
dengan keilmuan di bidang tasawuf. Beliau merupakan putra dari Lakino Kulisusu I, dan karena
12. pengetahuannya yang mendalam tentang Islam maka kemudian diangkat menjadi
mancuana,pemimpin spiritualdan menjadi cikal bakal Mancuna Ramba Ereke. Setahun sekali
dimakam ini akan digelar ritual haroa yang dilaksanakan oleh para pemuka adat bersama
masyarakat setempat dan malam harinya dilanjutkan dengan pertunjukan tari lense.
Situs Benteng Bangkudu
Benteng Bangkudu berada pada titik koordinat 04° 45’ 10.9” LS – 123° 10’ 41.6” BT dengan
ketinggian 71 m diatas permukaan laut. Situs ini terletak di sisi jalan poros pertigaan yang
menghubungkan antara jalan menuju Kota Ereke, Pelabuhan dan Bau-Bau. Untuk mencapai situs
ini terlebih dalulu melewati jalan setapak dengan menaiki bukit hingga kemiringan mencapai 45
– 50° sejauh ± 300 m.Benteng berada di perbukitan dengan vegetasi belukar, beringin, pohon
mete, pohon kelapa dan beragam tanaman perdu.
Secara administratif situs masuk dalam wilayah Kampung Eelahaji desa Kalibu kecamatan
Kulisusu kabupaten Buton Utara. Benteng Bangkudu tidak memiliki pola dasar benteng yang
simetris, dikarenakan struktur dinding benteng dibuat mengikuti kontur permukaan
bukit.Berdasarkan hasil tracking menggunakan GPS, Benteng Bangkudu terbagi atas tiga petak
yakni; Petak Bale Banawa pada sisi barat, Petak Poniki pada bagian tengah, dan Petak Cina
Laguna disisi timur. Luas benteng Bangkudu mencapai 5.24 ha dengan panjang struktur benteng
mencapai 2188 m dan ketebalan dinding mencapai 1 sampai 3 m dengan tinggi 30 cm sampai 2
m, pada beberapa bagian sisi dalamnya berundak membentuk jalan setapak menyerupai jalan
patroli. Pintu masuk benteng berjumlah lima buah dan berukuran kecil. Pada beberapa sisi
dinding benteng terdapat pola dinding seperti bastion. Dinding sisi timur dan dan sisi utara Petak
Cina Laguna telah dipugar oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, hal ini nampak pada
susunan batunya lebih rapi dengan menggunakan bahan perekat semen.
Bukit Bangkudu diyakini sebagai wilayah awal bermukimnya masyarakat Kulisusu, dan
kemudian menyebar kedaerah sekitar sehingga lokasi ini kemudian menjadi tak
berpenghuni.Dalam perkembangan Kerajaan Kulisusu, ketika Suku Tobelo menyerang dan
berhasil menduduki Benteng Lipu, seluruh masyarakat benteng kemudian mengungsi di
Bangkudu dan kemudian kembali bermukim dengan membangun benteng yang lebih besar.
Terdapat pula tinggalan arkeologis lain didalam Benteng Bangkudu yang meliputi; makam kuno,
meriam, gong, fragmen keramik, serta beberapa antara lain; kamali, baruga, bale banawa yang
berkaitan erat dengan eksistensi Benteng Bangkudu sebagai benteng kuno.
Makam Murhum (La Ode Guntu)
Makam berada pada Petak Poniki dipermukaan bukit batu karang berada pada ketinggian ± 3 m.
Letak astronomis 04º 45’ 16,9” LS dan 123º 10’ 35,9” BT dengan ketinggian 77 m
diataspermukaan laut. Bentuk makam tidak memiliki kelengkapan seperti pada makam pada
umumnya,hanya memperlihatkan bentuk kubangan cekung dengan ukuran diameter 1.065 m.
Mengenai ketokohan yang dimakamkan belum dapat diidentifikasi dengan jelas karena banyak
versi yang berbeda-beda.
13. Makam Mongkolengko Sangia
Makam ini terletak pula di Petak Poniki pada titik 4º 45’ 15,8” LS dan 123º 10’ 36,8” BT di
ketinggian 82 m dpl. Pola makam berbentuk persegi dan memiliki jirat dari batu karang yg
ditumpuk dengan panjang = 4.00 m, lebar 2,04 m, dengan tebal jirat =0.60 cm,tinggi jirat = 40
cm. Tidak terdapat nisan pada makam dan makamnya sendiri berukuran panjang = 2,6 m, lebar =
1 m. Posisi makam agak melenceng dari orientasi utara selatan. Dikisahkan oleh masyarakat
setempat bahwa yang dimakamkan disini adalah seorang pemuka agama Islam (Lakino Agama).
Makam Anakhoda Wahabu
Lokasi makam ± 40 m disebelah utara Kamali Ngko-ngko, pada titik koordinat 4º 45’ 16,5” LS
dan 123º 10’ 33,9” BT di ketinggian 88 m diatas permukaan laut. Bentuk makam tidakseperti
makam pada umumnya tidak memiliki jirat dan nisan, hanya berupa tumpukan batu karst dengan
pola melingkar dengan ukuran panjang 1m x 72 cm.
Anakhoda Wahabu adalah saudara Cina Laguna yang merintis pembangunan benteng bangkudu
yang memiliki keahlian dalam bidang ilmu pelayaran.
Makam Cina Laguna
Makam Cina Laguna berada pada titik kordinat 04° 45’ 16.8” LS – 123° 10’ 33.7” BT dengan
ketinggian 67 m diatas permukaan laut.Makam ini mempunyai nisan kepala dan nisan kaki.
Nisan kepala berukuran besar yang menampakkan bentuk sebuah batu gunung. Makam ini tidak
berjirat, namun telah dibuatkan cungkup oleh masyarakat. Cina Laguna adalah seorang
Mancuana dari Ramba Kalibu dan beliaulah yang memprakarsai pembangunan benteng
Bangkudu bersama Poniki dan Anakhoda Wahabupetak sebelah Timur. Ukuran Cungkup adalah
panjang = 2,63 meter dan lebar = 1,70 meter.
Fragmen Keramik
Pada beberapa bagian ditemukan fragmen keramik dalam jumlah yang tidak terlalu banyak.
Salah satu fragmen yang ditemukan berbahan porselin dengan warna dasar putih dan berglasir
biru. Motif hias berupa garis berwarna biru gelap sepanjang tepian dan garis yang meliuk kaku
dan terdapat garis lingkaran di bagian tengah keramik.
Meriam
Meriam ini ditemukan di depan pintu gerbang sisi utara yang moncongnya menghadap ke pintu.
Bentuknya dari ujung pangkal hingga moncong semakin mengecil. Meriam yang panjangnya
mencapai 2 meter ini terbuat dari besi dan merupakan tipologi meriam yang telah dikenal secara
luas penggunaannya di wilayah Indonesia sejak abad XVII.
Gong
14. Gong ini tersimp an di kolong rumah warga yang bermukim di terbuat dari perunggu. Menurut
penuturan pemilik rumah dimana gong tersebut berada, gong ini hanya dipergunakan pada pesta
adatyang dilaksanakan di dalam kawasan benteng.
Kamali Ngko-Ngko
Kamali/bangunan Ngko-Ngko berada pada titik astronomi 04° 47’ 04.4” LS – 123° 10’ 41.0” BT
dengan ketinggian mencapai 31 m diatas permukaan laut.Kamali/bangunan ini berupa rumah
panggung yang berukuran kecil, awalnya rumah ini didiami oleh Laki Poniki, yaitu pendiri
benteng petak bagian tengah. Di dalam kamali/bangunan terdapat sebuah kelambu yang berisi
pedupaan untuk bahan sesajen. Ukuran kamali/bangunan yakni; panjang = 3,38 meter dan lebar
= 2,46 meter. Di bawah kolong kamali/bangunan ini tersimpan 5 (lima) buah kulit (cangkang)
keong jenis Tripton, oleh masyarakat setempat menyebutnya Ngko-Ngko. Ngko-Ngkoini apabila
ditiup akan mengeluarkan suara (bunyi). Menurut informasi dari masyarakat yang tinggal di
Benteng Bangkudu bahwa Kamali/bangunan ini merupakan tempat pengintaian musuh yang
datangnya dari arah laut, apabila musuh datang maka penjaga akan memberi aba-aba dengan
meniup Ngko-Ngkotersebut. Pada perkembangan selanjutnya, kamali/bangunan ini digunakan
oleh Mancuana dalam beramal meminta berkah untuk keselamatan masyarakatnya.
Bale Banawa
Bangunan ini berupa rumah panggung yang berukuran kecil. Fungsinya adalah sebagai pos
penjagaan dan pengintaian karena ditempatkan di dekat pintu masuk menghadap ke teluk
Kulisusu. Ukuran bangunan yakni: 2,57 meter dan lebar 2,10 meter.
Situs Benteng Lipu Koro
Benteng Lipu Koro masuk dalam wilayah administrasi Kelurahan Bone Lipu Kecamatan
Kulisusu dan berada pada titik kordinat 04°50’43.4” LS – 123° 11’35.5” BT pada ketinggian 58
diatas permukaan laut. Untuk mencapai lokasi Benteng Lipu koro, dari jalan aspal yang dekat
dengan pemukiman penduduk terlebih dahulu harus melewati jalan setapak dengan jarak lokasi ±
500 m dengan luas 58,014 meter.Benteng Lipu Koro berbatasan dengan kebun masyarakat di sisi
barat, semak belukar di sisi selatan dan timur sedangkan sisi utara berbatasan dengan setapak dan
kebun masyarakat. Benteng berada di perbukitan landai di tengah-tengah kebun masyarakat.
Secara umum lingkungan vegetasi terdiri atas tanaman perkebunan jambu mete, ubi kayu, pohon
kapuk, pohon kelapa, dan sisanya adalah jenis tumbuhan semak, dan hampir keseluruhan bagian
permukaan tanah dalam benteng terdapat cangkang-cangkang kerang (dalam bahasa lokalnya
Kulisusu).
Panjang keseluruhan benteng lipu tidak dapat diidentifikasi lagi. Hal ini dikarenakan aktifitas
perkebunan masyarakat membuat petak-petak lahan dengan bentuk menyerupai susunan-susunan
benteng dengan menggunakan bahan atau batu yang sama. Kecuali pada sisi benteng bagian
pintu masuk masih memperlihatkan ciri keaslian dan dapat mudah diitentifikasi. Bagian ini
berukuran lebar pintu masuk 50 cm, tinggi 80 cm dan tebal dinding 1.20 m.Pintu masuk benteng
mengarah ke barat, menghadap ke Teluk Goram. Kondisi benteng sangat tidak terawat karena
hampir seluruh dinding benteng telah ditumbuhi semak belukar. Hanya bagian pintu masuk
15. benteng saja yang masih menunjukkan struktur benteng.Disisi selatan Benteng Lipu Koro,
ketebalan dan ketinggian struktur dinding sangat tipis dengan tebal 30 cm dan tinggi 80 cm,
sehingga sulit membedakannya dengan pagar kebun. Struktur benteng berbahan batu karang, dan
dalam pembuatannya bahan disusun dari bawah keatas tanpa menggunakan perekat. Berdasarkan
penuturan La Odu, tokoh masyarakat setempat, benteng ini mempunyai 4 pintu masuk yang
disebut lawa(gerbang) yakni Lawana Bolongita, Lawana Kasasi, Kawa Ngapa yi Pande, Lawa yi
Koro. Rimbunnya belukar pada benteng membuat akses pada tiga pintu masuk lainnya menjadi
sangat sulit.
Didalam Benteng Koro, selain adanya struktur dinding benteng, temuan-temuan lepas
(Tembikar), terdapat pula makam kuno,yakni:
Kompleks Makam Dhonggoro (Lakino Koro)
Kompleks Makam terletak ditengah-tengah Benteng Koroberada pada titik kordinat 04°50’42,0”
LS – 123°11’46.5” BT, dengan ketinggian 60 m diatas permukaan laut. Pada kompleks makam
terdapat 12 buah nisan yang terbuat dari batu padas dengan berbagai ukuran,dengan orientasi
makam Timur – Barat yang berukuran 5,9 m x 5,6 m. Dulunya makam ini memiliki pagar dari
susunan batu gunung, namun hal itu sudah tidak nampak lagi dikarenakan pemugaran oleh
masyarakatsetempat dan tidak berkoordinasi terlebih dahulu dengan instansi terkait sehingga
mengakibatkan nilai arkeologinya tidak nampak lagi.Saat ini, pagar pada komplek makam telah
diganti dengan beton dan diberi tegel putih serta telah diberi cungkup dari bahan asbes.
Tabel 2. Kompleks Makam Dhonggoro (Lakino Koro)
No Nisan
Ukuran CM
Tipe Nisan Keterangan
Tinggi DiameterAtas/bawah
1 40 14 Batu Stalaktit -
2 26 10/16 - -
3 20 8/10 - -
4 7 15 - posisi nisanmiring
5 19 10 - -
6 11 8 - -
7 15 8 - -
8 5 12 - nisanpatah padabagianujung
16. 9 7 8 - -
10 16 10 - posisi nisanmiring
11 20 4/5 - posisi nisanmiring
12 5 5 - -
Berdasarkan penuturan informan setempat salah salah satu nisan dalam kompleks ini adalah
makam pendiri benteng yakni Donggoro yang merupakan Lakina Koro dan enam wanita hamil
yang memangku beliau saat menghembuskan nafas terakhir.
Setiap tahun, sebelum musim tanam dan setelah panen, tetua kampung akan bertirakat ditempat
ini memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, meminta keselamatan dan kesejahteraan bagi
seluruh warga kampung. Nisan pada makam berbahan stalagtit dengan ukuran terbesar;Tinggi =
45 cm, Diameter = 15 cm dan terkecil berukuran Tinggi = 5 cm, Diameter = 5 cm.
Makam Wa Ngkolo
Makam ini masih berada didalam Benteng Koro pada posisi astronomis 4º 50’ 44,0” LS dan 123º
11’ 37,8” BT di ketinggian 58 m dpl. Lokasinya berjarak ±100 m arah sebelah barat dari makam
12 nisan dan disekeliling makam ditumbuhi semak belukar. Bentuk makam sekarang sudah tidak
asli lagi berdasarkan penuturan La Odu, Juru Pelihara Benteng karena makam pernah digali oleh
orang-orang yang meyakini terdapat harta karun didalamnya. Berdasarkan pengamatan, makam
berupa tumpukan batu karst dalam pola melingkar dengan diameter 5 m dan ketebalan diameter
tumpukan batu 80 cm – 110 cm.
Wa Ngkolo oleh masyarakat setempatdikisahkan sebagai wanita yang lumpuh namun memiliki
kesaktian sehingga dapat menaklukan jin dan menjadikannya sebagai suami. Makam ini
dianggap keramat, sehingga sampai sekarang kerap dikunjungi oleh orang-orang yang
mempunyai hajat tertentu untuk berziarah.
Makam Jin
Lokasi situs terletak berdampingan dengan makam Wa Ngkolo yang kemungkinan dikarenakan
merupakan suami dari Wa Ngkolo.Makam berupa tumpukan batu karst dengan orientasi
memanjang timur ke barat serta ukuran yang tidak lazim dengan panjang 8 m dan lebar 3,9 m.
Seperti Makam Wa Ngkolo, makam inipun dikeramatk an dan kerap dikunjungi masyarakat
untuk berziarah.Letak astronomis situs ini berada pada 4º 50’ 44,0” LS dan 123º 11’ 37,8” BT di
58 m diatas permukaan laut.
Batu Sangia
17. Objek berada dipinggir setapak menuju makam kuno atau ± 30 m dari situs Makam Jin.Objek ini
merupakan batu karang berbentuk budar dengan permukaan agak rata pada bagian atas. Batu
sangia berukuran tinggi 1,8 m dan diameter 3 m.Oleh masyarakat setempat, objek ini
dikeramatkan dan dijadikan sebagai tempat menyimpan sesajen ketika awal musim tanam dan
saat pesta panen digelar. Objek ini berada pada letak astronomis 4º 50‘ 43,7” LS dan 123º 11’
36,7” BT diketinggian 62 m diatas permukaan laut.
Benteng Mata Oleo
Benteng Mata Oleo terletak di Desa Wasalabose, lokasi dapat dijangkau dengan kendaraan roda
dua ataupun roda empat dengan berkendara ± 1km ke arah timurBenteng Lipu, sampai
dipertigaan kompleks olahraga belok kearah kiri ± 150 m. Perjalanan dilanjutkan dengan
berjalan kaki ke arah timur sejauh ± 50 m dengan melewati kebun mete masyarakat. Benteng
Mata Oleo berbatasan dengan jalan/kebun mete disebelah barat, sebelah utara kebun penduduk,
sebelah barat dan selatan belukar. Vegetasi yang tumbuh didalam benteng antara lain pohon
mete, pohon mangga, pohon biti, pohon pisang dan belukar. Benteng berada di titik 04º 47’ 07,8”
LS dan 123º 11’ 17,9” BTpada ketinggian 58 m diatas permukaan laut.
Benteng dibangun dikontur tanah yang cukup rata.Struktur dinding benteng dibuat dari batu karst
yang disusun tanpa perekat dengan ketebalan struktur dinding antara 20 cm – 70 cm dan tinggi
110 cm. Panjang struktur dinding benteng 485 m dengan dua lawa yang masing-
masing menghadap kearah timur dan barat. Tidak ditemukan bastion pada struktur dinding
benteng. Kondisi terkini benteng tidak terawat, sekelililing dinding benteng dipenuhi belukar.
Begitupun didalam benteng, dipenuhi belukar dan pohon mete masyarakat. Bagian cukup bersih
terdapat ditengah benteng dimana terdapat sumur tua yang sesekali masih digunakan oleh
masyarakat sekitar.Dulunya, benteng ini menjadi pemukiman masyarakat, namun pada tahun
1950 berangsur-angsur ditinggalkan karena kekhawatiran pada ancaman gerombolan DI/TII
pimpinan Kahar Muzakar. Benteng Mata Oleo dibangun mengelilingi perkampungan masyarakat
kala itu oleh Sangia Nciy dengan tujuan mendukung keberadaan Benteng Lipu umtuk menahan
serangan musuh dari arah timur.
Sumur Tua Mata Oleo
Objek ini terdapat didalam Benteng Mata Oleo, pada titik koordinat 04 º47’07,8” LS dan
123º11’17,9” BT di ketinggian 58 m diatas permukaan laut. Menurut Kasim, informan setempat
mengemukakan bahwa sumur tua ini telah ada sebelum Benteng Mata Oleo dibangun.Lebih
lanjut beliau menyampaikan sumur tua ini digali oleh laki-laki sakti yang merupakan suami Wa
Bula, yang bernama LaOde Tongka Alamu.Pengukuran pada objek, sumur tua ini memiliki
ukuran pondasi 390 cm x 380 m, tebal pondasi 75 cm, dan kedalaman sumur 27 m.Dinding
sumur nampak telah ditumbuhi tanaman rambat dan benalu. Oleh masyarakat, pondasi sumur
ditinggikan dengan 5 balo k kayu yang disusun secara horizontal untuk memudahkan ketika
mengambil air dari sumur.Saat ini, sumur ini hanya sesekali digunakan oleh masyarakat yang
berkebun disekitar lokasi Benteng Mata Oleo.
Benteng Pangilia
18. Benteng Pangilia terletak di arah tenggara Benteng Lipu, dan secara adminstratif berada di
Kampung Lakonea, Desa Wasalabose, Kecamatan Kulisusu, Kabupaten Buton Utara. Untuk
menjangkau lokasi, dapat menggunakan kendaraan roda dua/roda empat sejauh 500 meter kearah
timur melintasi komplek perkantoran Sara Ea, pada batas jalan beraspal lalu belok kanan
melintasi jalan pengerasan ± 1 km, kemudian belok kiri dan berjalan melintasi kebun masyarakat
± 1,5 km. Saat ini jalan pengerasan telah dibuka oleh Pemerintah Daerah setempat hingga
mencapai dasar lereng menuju benteng.
Benteng Pangilia berada jauh di sebelah Timur Benteng Mata Oleo, dengan titik koordinat 04°
47’30.1” LS – 123° 12’08.1” BT dan ketinggian 90 m di atas permukaan laut, adapun arah hadap
pintu benteng mengarah ke sisi barat daya. Akses jalan aspal untuk menuju ke Benteng Pangilia
terbilang bagus, dan untuk mencapai lokasi ini harus meneruskan perjalanan dengan melewati
jalan setapak sejauh ±1 km. Kemiringan benteng pada sisi sebelah Utara dan Timur mencapai
75-80 derajat dan langsung berbatasan dengan hutan dan laut. Dilihat dari bentuk dan
teknologinya, struktur benteng terbilang masih asli tersusun dengan batu karang tanpa bahan
perekat dengan ketinggian benteng disesuaikan dengan kondisi kontur tanah. Ketebalan benteng
berfariasi antara 1sampau 3 m dengan ketinggian mencapai 2 sampai 4 m. panjang struktur
benteng mencapai 686 m, Luas 1974 hm dan untuk menelisuri dinding-dinding benteng cukup
sulit, karena hampir sebagian dari wilayahnya ditumbuhi semak serta pohon-pohon besar yang
tumbuh dengan kerapatan 1 hingga 2 m.
Jika dilihat pada sisi sebelah Timur dan sebelah Barat, struktur benteng banyak
mengalami kerusakan. Beberapa bagian runtuh yang disebabkan oleh akar dan pohon-pohon besa
serta beberapa dinding lainnya runtuh akibat kemiringan tanah yang terjal dimana tepat
ditepianya sebagai tempat berdirinya struktur benteng. Selain itu pada dinding benteng bagian
Selatan terdapat struktur benteng yang terputus yang mencapai ukuran 10m dan tidak jau
setelahnya terdapat jurang membentuk cerukan fertikal yang memotong bagian pada struktur
benteng hingga mencapai ukuran 4 m.
Benteng Tomoahi
Benteng Tomoahi berada pada titik kordinat 04° 42’ 16.7” LS – 123° 11’41.7” BT dengan
ketinggian 72 m di atas permukaan laut dengan luas ± 10.267 meter.Lokasi ini dapat diakses
melewati jalan pengerasan yang berjarak ± 1,200 m dari jalan poros yang menghubungkan
pelabuhan dan kota Ereke dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Kondisi jalan masuk berbatu serta menanjak dengan kemiringan yang berbeda-beda, kemudian
dilanjutkan dengan berjalan kaki sepanjang ± 200 m, dengan vegetasi lingkungan yang dapat
dijumpai sepanjang perjalanan menuju Benteng Tomoahi adalah tanaman perkebunan kelapa
yang memang lokasinya berada dalam area perkebunan.Untuk sampai pada pintu atau lawa,
terlebih dahulu harus mendaki bukit dengan kemiringan 45°- 50°.
Lingkungan vegetasi pada umumnya dipenuhi dengan semak belukar, pohon-pohon besar
berdiameter 1 hingga mencapai 2 m dan beberapa diantaranya telah tumbang secara alami dan
akibat dari aktifitas penebangan yang dilakukan oleh masyarakat. Menurut informasi juru kunci
Benteng Tomoahi bahwa benteng ini terdiri dari 3 (tiga) terap, namun yang berhasil
diinventarisir hanya pada terap 3 (tiga). Dengan demikian, 2 (dua) terap lainnya belum
19. diinventarisir karena cuaca tidak mengizinkan pada saat tim turun ke lapangan. Selain itu
ditemukan pula fragmen keramik asing.
Orientasi lawa atau pintu masuk timur laut. Pada struktur dinding benteng sebelah Utara
berukuran tebal 35 – 65 cm, ketinggian dari sisi luar 110 cm dan dari sisi dalam 30 – 40 cm.
Pada struktur benteng sebelah baratnya berukuran tebal 150 cm dengan ketinggian 60 – 110 cm.
secara umum kondisi struktur benteng Tomoahi masih memperlihatkan bentuknya yang asli
sebagai ciri benteng-benteng lokal pada umumnya. Pada struktur benteng pada bagian barat juga
terdapat sebuah lawa atau pintu dengan ketebalan dinding mencapai 290 cm. pada bagian sebelah
timur benteng tomoahi berbatasan dengan kampung Ulumambo.
Benteng didirikan pada masa pemerintahan La Ode Tomba Mohalo (Lakino Tomoahi I) oleh
oleh Wapatola diatas sebuah bukit dengan tujuan agar dapat memandang arah laut antara Timur
dan Utara. Menurut informan (wawancara; tanggal 11 Mei 2014), bahwa Benteng Tomoahi
terdapat 3 (tiga) pintu (Lawa), yaitu; Lawa Opa-Opa, Lawa Kadudia saat ini masuk daerah
Tabuncini yang mengarah ke permandian, dan Lawa Empayasa.
Makam Kodhangku
Makam berada di Desa Wasalabosearah sebelah timur Benteng Lipu. Untuk menjangkau lokasi
makam dapat menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat. Dari Lawa yi Lemo Benteng
Lipu berkendara ± 200 m menuju kompleks olahraga, lalu belok kiri ± 75 m menuju kompleks
perkantoran Bumi Sara Ea. Perjalanan kemudian dilanjutkan dengan berjalan melintasi belukar ±
30 m ke arah barat. Saat kegiatan pendataan, keberadaan lokasi makam dipenuhi dengan belukar
yang sangat rapat.Vegetasi disekitar makam meliputi jati putih, dan tanaman perdu, kecuali
sebelah timur berbatasan dengan jalan.
Makam memiliki pagar berbentuk persegi yang terbuat dari susunan batu karst dengan panjang
11,50 m, tebal 90 cm, dan tinggi 65 cm.Ukuran panjang tidak lazim dijumpai pada makam ini
yakni 570 cm dan lebar 140 cm. Terdapat satu nisan pada makam berbahan stalaktit dengan
tinggi 32 cm dan diameter 12 cm serta jirat dari batu karang dengan tinggi berkisar 20cm – 30
cm dan tebal 30 cm.Letak astronomis makam berada di titik 4º 47’ 13,7” LS dan 123º 10’ 56,3”
BT pada ketinggian 43 m diatas permukaan laut dengan orientasi membujur utara selatan.Kisah
turun temurun masyarakat Kulisusu menuturkan bahwa Kodhangku merupakan salah satu tokoh
yang disegani di Kerajaan Kulisusu. Bersama Buraku, keduanya memprakarsai dibangunnya
Benteng Lipu di masa Lakina Kulisusu I, La Ode-Ode. Namun dalam proses pembangunan
benteng, beliau kemudian berselisih pendapat dengan Buraku karena dalam pembangunan
Benteng Lipu tidak berpatokan dengan rancangan beliau yang menginginkan wilayah benteng
meliputi seluruh pancaran Kulisusu (air Lokan) sewaktu ditemukan oleh Sangia Doule. Setelah
wafat, beliau kemudian dimakamkan di luar benteng atas permintaan sendiri.
Kesimpulan
1. Kegiatanpendataankepurbakalaanyangdilaksanakanselama11 hari (4 hari perjalanan(PP) dan
7 hari di lapangan) di KabupatenButonUtara,berhasil mendata9(sembilan) obyekyang diduga
cagar budaya, antara lain; 3(tiga) obyek situs yang diduga cagar budaya, yakni; Situs Benteng
20. Lipu (Benteng Lipu, Masjid Agung Keraton Kulisusu, Kulisusu (Kulit Kerang), Baruga, Raha
Bulelenga(TiangPegangan),MakamWaOde Bilahi,MakamLa Iji, Makam Ima Ea (Imam besar),
Makam Gau Malanga, Kompleks Makam Sangia La Ihori, Makam La Ode-Ode dan Raja Jin,
Kompleks Makam Bunga Eja, Sumur Ee Bula), Situs Benteng Bangkudu (Benteng Bangkudu,
Makam Murhum (La Ode Guntu), Makam Mongkolengko Sangia, Makam Anakhoda Wahabu,
Makam Cina Laguna, Kamali Ngkongko) dan Situs Benteng Lipu Koro (Benteng Lipu Koro,
KompleksMakamDhonggoro(LakinoKoro),MakamWa Ngkolo, Makam Jin, Batu Sangia), dan 6
(enam) buah struktur yang diduga cagar budaya, yakni; Benteng Pangilia, Makam Kodhangku,
Benteng Tomoahi, Sumur Tua Mata Oleo, Benteng Mata Oleo, Makam Tasau Ea.
2. Dari 9 obyek yang didata satu diantaranya telah memiliki SK Penetapan Cagar Budaya Nomor :
KM.8/PW.007/MKP-03, tanggal 4 Maret 2003 oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata I Gede
Ardika, berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
3. Maraknya pemugaranyangdilaksanakanolehPemdadi daerahini tanpamemperhatikanaspek-
aspek pelestarian yang dapat menghilangkan nilai arkeologi dari obyek yang diduga cagar
budaya tersebut, dapat dijumpai hampir di semua obyek yang didata.
4. Pada umumnya obyek yang didata kurang terpelihara, hal ini dapat menyebabkan obyek
tersebut hilang/rusak mengingat obyek tersebut tertutup oleh semak belukar.
Saran/Rekomendasi
1. Perlunyasesegeramungkindiberi saranapenunjangberupa;papannama lokasi,papanpetunjuk
dan papan larangan di lokasi yang telah didata untuk menghindari pemanfaatan dan
pengembangan yang tidak sesuai dengan aspek-aspek pelestarian Cagar Budaya.
2. Obyekyangtelahmemiliki SKPenetapantersebutadalahBenteng Bangkudu. Dengan demikian
hendaknya menjadi perhatian Pemda setempat untuk pelestarian, pengembangan dan
pemanfaatan, mengingat benteng ini sudah dipugar pada dinding sebelah barat dari petak
poniki. Selain itu, hendaknya Benteng Bangkudu diusulkan kembali berdasarkan UU No. 11
Tahun 2010.
3. Kegiatanpengembangandanpemanfaatan yang ingin dilaksanakan sebaiknya dikoordinasikan
denganDinasterkaitdanUPT Pusatyang menangani pelestarian dalam hal ini Balai Pelestarian
Cagar Budaya Makassar, sehingga obyek tersebut dapat ditangani sesuai dengan aspek-aspek
pelestarian.
4. Sesegeramungkinmemasangpapanpetunjuksehinggadapatmemudahkanpengunjunglainnya
yang hendak ke obyek tersebut.
5. Sebaiknya ditempatkan Polsus Cagar Budaya pada obyek-obyek tersebut, khususnya pada
Benteng Bangkudu yang telah memiliki SK Penetapan. (IK)
Sharethis:
2Clickto share on Twitter(Opensinnew window)2
11Share on Facebook(Opensinnew window)11
Clickto share on Google+(Opensinnew window)
Clickto share on LinkedIn(Opensinnew window)
Clickto share on StumbleUpon(Opensinnew window)
Clickto PressThis!(Opensinnew window)
Clickto share on Tumblr(Opensinnew window)
Clickto share on Pinterest(Opensinnew window)
21. Clickto share on Reddit(Opensinnew window)
Clickto share on Pocket(Opensinnew window)
Clickto email thistoa friend(Opensinnew window)
Clickto print(Opensinnewwindow)
Thisentrywas postedin Berita, Cagar Budaya,Kegiatanandtaggedbutonutara, Cagar Budaya,
pendataankepurbakalaan, Situs,Sulawesi Tenggaraon16 July2014.
Post navigation
← PendokumentasianAudioVisual (Film)CagarBudayadi KabupatenJenepontoPropinsiSulawesi
SelatanSelamatHari Raya Idul Fitri 1435 H →
Searchfor:
Categories
July 2014
M T W T F S S
« Jun Aug»
1 2 3 4 5 6
7 8 9 10 11 12 13
14 15 16 17 18 19 20
21 22 23 24 25 26 27
28 29 30 31
Recent Posts
PendokumentasianAudioVisual(film) di KabupatenJeneponto
PembukaanKongresIkatanAhli Arkeologi IndonesiaXIIIMakassar
KegiatanKonservasi KompleksMakamLatenri Ruwadi KabupatenBantaengProvinsiSulawesi
Selatan
PembukaanKegiatan“Internasional Capacity BuildingOnSafeguardingThe UnderwaterCultural
Heritage”di Makassar Sulawesi Selatan
PengumumanSeleksiPenerimaanCPNSKementerianPendidikandanKebudayaan2014
23. Setelah Indonesia merdeka, Barata Kulisusu yang kini disebut Buton Utara masuk dalam wilayah
Kabupaten Dati II Sulawesi Tenggara dengan Ibukota Bau-Bau dan disebut Distrik Kulisusu
dengan Ibukota Ereke yang ketika itu Kabupaten Sulawesi Tenggara adalah bagian dari Provinsi
Sulawesi Selatan. Pada tahun 1964 Kab. Dati II Sulawesi Tenggara memisahkan diri dari
Provinsi Dati I Sulawesi selatan membentuk sebuah Daerah Otonom yaitu provinsi Dati I
Sulawesi Tenggara dengan lahirnya UU Nomor 13 Tahun 1964 dengan Ibukota Kendari terbagi
menjadi 4 (empat) Kabupaten yaitu Kabupaten Kendari, Kabupaten Buton, Kabupaten Muna dan
Kabupaten Kolaka dan Distrik Kulisusu masuk dalam wilayah Pemerintahan Kabupaten Muna.
Pada tahun 1996 Kecamatan Kulisusu terbagi menjadi 2 (dua) Kecamatan yaitu Kecamatan
Kulisusu dan Kecamatan Bonegunu.
Tahun 2007 Buton Utara berpisah dari Kabupaten Muna membentuk sebuah Daerah otonom
dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2007 tanggal 2 Januari 2007 ( Lembaran
Negara RI tahun 2007 Nomor 16 ) tentang pemekaran Kabupaten Buton Utara dengan Ibukota
Buranga yang terdiri dari 6 (enam) Kecamatan yaitu Kecamatan Kulisusu, Kecamatan Kulisusu
Utara, Kecamatan Kulisusu Barat, Kecamatan Bonegunu, Kecamatan Kambowa dan Kecamatan
Wakorumba Utara.
sejarah kulisusu
24. Gambar di atas adalah tempat bersejarah yang berada di buton utara khususnya di ereke
(kulisusu), tempat bersejarah ini dinamakan mata morawu. Tempat ini sering sekali dikunjungi
orang apalagi orang-orang yang baru pertama kali datang diereke (kulisusu),biasanya orang
yang datang ditempat ini selalu menginjakkan kaki di atas mata morawu tersebut, karena dengan
menginjakkan kakinya berarti dia sudah berada diereke (kulisusu),dan kapan orang tersebut
datang ditempat ini tidak menginjakkan kaki di atas mata morawu maka orang tersebut berarti
dia tidak pernah berada diereke (kulisusu) karena sudah menjadi adat istiadat diereke (kulisusu)
dari nenek moyang dulu sampai sekarang. Orang- orang diereke (kulisusu) mata morawu
tersebut sudah menjadi kepercayaan mereka dan selalu membawa berkah untuk mereka, yang
penting kita percaya,banyak contoh yang mereka sudah alami seperti meminta permohonan agar
selalu dilindungi dimanapun dia berada dan meminta agar selalu diberikan rezki, insya Allah
akan terkabul jika kita benar-benar percaya karena mata morawu tersebut membawa berkah di
buton utara khususnya ereke (kulisusu), dari nenek moyang dulu sampai sekarang selalu
dipercaya.
Itulah sejarah singkat yang saya bisa ceritakan diatas dan masih banyak cerita-cerita yang
menarik tentang mata moraw. Jika anda penasaran untuk melihatnya langsung segera anda
kunjungi tempatnya yaitu di Buton Utara, Ereke (Kulisusu).
26. Koordinat: 4,6 LS – 5,15 LS dan 122,59 BT – 123,15 BT
Provinsi Sulawesi Tenggara
Dasar hukum UU No.14 Tahun2007
Tanggal 2 Januari 2007
Ibu kota Buranga
Pemerintahan
- Bupati Drs. H. Muh. RidwanZakaria,M.Si
- DAU Rp. 329.371.283.000.-(2013)[1]
Luas 1.923,03 km2
Populasi
- Total 48.184 jiwa
- Kepadatan 25,06 jiwa/km2
Demografi
Pembagianadministrative
- Kecamatan 6
- Kelurahan 57
- Situs web http://www.butonutarakab.go.id
Kabupaten Buton Utara adalah sebuah kabupaten di provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia.
Ibukotanya adalah Buranga. Kabupaten yang juga dikenal sebagai Kabupaten Butur ini terletak
di Pulau Buton yang merupakan pulau terbesar di luar pulau induk Kepulauan Sulawesi, yang
27. menjadikannya pulau ke-130 terbesar di dunia [2]. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2007 pada tanggal 2 Januari 2007. Buton Utara merupakan kawasan
yang kaya sumberdaya alam. Buton Utara memiliki banyak potensi bahan tambang (aspal,
minyak bumi, emas dan konon uranium), hasil hutan (jati, damar dan rotan), hasil laut serta
kawasan perkebunan yang subur.
Kabupaten Buton Utara adalah 1 dari 16 usulan pemekaran kabupaten/kota yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 8 Desember 2006.
Ke-16 kabupaten/kota tersebut adalah:
KabupatenBandungBarat,
KabupatenGorontaloUtara,
KabupatenBolaangMongondow Utara,
KabupatenMinahasaTenggara,
Kota Subulussalam,
KabupatenPidie Jaya,
KabupatenKayongUtara,
KabupatenSumbaBarat Daya,
KabupatenKonawe Utara,
Kabupaten Buton Utara,
KabupatenKepulauanSiauTagulandangBiaro,
KabupatenEmpatLawang,
KabupatenBatubara,
KabupatenNagekeo,
KabupatenSumbaTengah dan
Kota Kotamobagu
Daftar isi
1 SejarahSingkat
2 KeadaanWilayah
o 2.1 Geografi
28. o 2.2 Topografi
o 2.3 Luas Wilayah
3 Pemerintahan
o 3.1 WilayahAdministrasi
o 3.2 Arti Lambang
4 Kependudukan
o 4.1 JumlahPenduduk
5 Perekonomian
o 5.1 Pertanian
o 5.2 Industri
o 5.3 PertambangandanPenggalian
o 5.4 Konstruksi danBangunan
o 5.5 Perdagangan
o 5.6 Keuangan,Penyewaan,danJasaPerusahaan
o 5.7 Jasa
6 Sosial
7 Pranalaluar
Sejarah Singkat
Menurut sejarah, Kulisusu/Kolencusu/Kalingsusu merupakan salah satu dari empat benteng
pertahanan Barata Patapalena (cadik penjaga keseimbangan perahu negara) di masa Kesultanan
Buton. Barata Kulisusu bersama-sama dengan Barata Muna, Barata Tiworo dan Barata Kaledupa
merupakan pintu-pintu pertama pertahanan sebelum musuh masuk ke dalam wilayah pusat
kekuasaan di Bau-Bau. Oleh karena itu itu mereka memiliki peran yang cukup penting dalam
menjaga keselamatan negara. Mereka juga diberi hak otonom untuk mengatur sendiri daerahnya
termasuk memiliki tentara sendiri namun dengan batasan-batasan pengaturan yang sudah
digariskan oleh pemerintahan pusat yang ada di Baubau. LIPU TINADEAKONO SARA, bahwa
berdasarkan sejarah Buton Utara adalah negeri yang didirikan dan dibangun oleh SARA. Dengan
diundangkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2007 Tanggal 2 Januari 2007 Tentang
Pembentukan Kabupaten Buton Utara Di Provinsi Sulawesi Tenggara yang merupakan
pemekaran dari Kabupaten Muna, maka pembagian wilayah administrasi pemerintahan
29. Kabupaten Buton Utara meliputi 6 kecamatan, yaitu Kecamatan Bonegunu, Kambowa,
Wakorumba, Kulisusu, Kulisusu Barat dan Kecamatan Kulisusu Utara.
Keadaan Wilayah
Geografi
Kabupaten Buton Utara dengan luas wilayah 1.923,03 km² (belum termasuk wilayah perairan),
terletrak di jazirah Sulawesi Tenggara meliputi bagian Utara Pulau Buton dan gugusan pulau-
pulau di sekitarnya; secara adminiistratif terdiri dari 6 kecamatan dan 59 desa/kelurahan/UPT.
Ditinjau dari letak geografisnya Kabupaten Buton Utara terletak pada 4,6 LS – 5,15 LS serta
membujur dari Barat ke Timur antara 122,59 BT – 123,15 BT, dengan batas-batas sebagai
berikut:
SebelahUtaraberbatasandenganSelatWawonii
SebelahTimurberbatasandenganLautBanda
SebelahSelatanberbatasandengan KabupatenButon
SebelahBaratberbatasandenganselatButondan KabupatenMuna
Topografi
Kabupaten Buton Utara merupakan dataran rendah dan sebahagian berbukit dengan keadaan
tanah yang sangat subur terutama yang terletak pada pesisir pantai sangat cocok untuk pertanian
baik tanaman pangan maupun tanaman perkebunan. Kabupaten Buton Utara bagian utara terdiri
dari barisan pegunungan dan sedikit melengkung ke arah utara dan mendatar ke arah selatan
dengan ketinggian rata-rata antara 300 – 800 meter di atas permukaan laut, sedangkan bagian
timur sepanjang arah pegunungan merupakan daerah berbukit-bukit dan mendatar ke arah pantai
timur dengan luas bervariasti. Dataran rendah yang cukup luas yaitu Cekungan Lambale <
29.000 ha sejajar dengan Sungai Lambale dan Sungai Langkumbe.
30. Luas Wilayah
Kabupaten Buton Utara yang terdiri dari 2 matra darat dan matra laut. Luas wilayah daratan
seluas 1.923,03 km² dan luas perairan sekitar 2.500 km². Pembagian luas wilayah daratan
menurut kecamatan masing-masing:
KecamatanBonegunu:491,44 km² (25,56%)
KecamatanKambowa: 303,44 km² (15,78%)
KecamatanWakorumba: 245,26 km² (12,75%)
KecamatanKulisusu :172,78 km²(8,98%)
KecamatanKulisusuBarat : 370,47 km² (19,26%)
KecamatanKulisusuUtara: 339,64 km² (17,66%)
Pemerintahan
Bupati Kabupaten Buton Utara adalah Ir. H. M. Ridwan Zakaria, M.si dan Wakil Bupatinya
adalah Harmin Hari, SP, M.Si.
WilayahAdministrasi
Wilayah Administrasi Pemerintahan Daerah Kabupaten Buton Utara terdiri dari enam
kecamatan, yakni:
1. KecamatanBonegunu
2. KecamatanKambowa
3. KecamatanKulisusu
4. KecamatanKulisusuBarat
5. KecamatanKulisusuUtara
6. KecamatanWakorumba
Arti Lambang
Keterangan Warna
1. Ungu: Ketenangandankesehatan
31. 2. Putih:Kesucian,KeluhurandanKejujuran
3. Merah: Keberanian
4. Kuning:Keagungan,KejayaandanKemuliaan
5. Hijau:Kesejukan,KesuburandanKedamaian
6. Biru:Kesegaran
7. Coklat:Kesabaran,PenopangdanKedekatandenganLingkungan sertatradisi dankebudayaan
Keterangan Gambar
1. Perisai melambangkanselaluinginmempertahankankebenarandanharapanmasadepanyang
cerah.Denganlimasudutyang terdapatpada perisai menggambarkankonsistensi
mempertahankanPancasila.
2. Telurberbentukbulatlonjongmemberi maknaadanyagagasan,ide ataucita-citayangindah,
yang kelakmenetasmenjadi suatukesejahteraanhiduprakyatButonUtara.
3. Padi dan kapasyang mengandungmaknakemakmurandankesejahteraansepertipada
Pancasila.Terdapat17 (tujuhbelas) butirmenggambarkankemerdekaanIndonesiadanbunga
kapasberjumlah8 (delapan) menggambarkankemerdekaanIndonesiapadabulan8.
4. Kerangraksasa adalahlambangkebesaranmasyarakatButonUtara dan diyakini bahwasetiap
orang yangberkunjungke Buton Utara belumsampai di ButonUtara sebelumdapatmenyentuh
kerangtersebut.Kerangraksasa(Tridacnagigas) disampingsymbol kebesaranjugasecara
hukumdan ilmiahmerupakanhewanyangdilindungisertamenghasilkanmutiara.Bermakna
bahwakekayaansumberdayaalamharus dilestarikan,jugakerangbersifat
mengfilter/menyaringbermaknabahwamasyarakatButonUtara selaluselektif danberhati-hati
dalamsegalaperbuatannya.
5. Bentengadalahlambangpertahanandankeamananmempertahankanharkatdanmartabat
kemanusiaandanmoral,mempertahankanjati diri terhadappengaruhnegatifdari luar,dan
keamananharusterjaminagar pembangunandapatberjalandinamis,menjaga/melestarikan
kekayaanalamdi darat dan di laut.Tidaksemuadaerahmempunyai bentengkarenaitu
pencitraanataukarakter ini harusdipertahankan.
6. Gunungdengantiga puncakyangsalingberhubunganmenggambarkanbahwafilosofidasar
masyarakatButon Utara ada tigaprinsipyakni Bolimokarosomanamolipu,Bolimolipu
somanamosara, danBolimosara somanamo adati agama. Dalamkandungangunungpasti
mengandungkekayaanalamlainnya.
32. 7. Pitamempunyai maknakeinginanmasyarakatButonUtarauntukmenyerap,merekamdan
memilikiilmupengetahuandanteknologi.
8. Rantai mempunyai maknaadanyapengakuanpersatuandan kesatuandalamkerangkaBhineka
Tunggal Ika. Rantai mempunyai maknaadanyakebersamaan,persatuandalamwilayah
KabupatenButonUtara. Terdapatenamrantai yangsalingberkaitanmenggambarkanbahwa
diawal pemekaranButonUtara6 wilayahkecamatanyangbersatupadu.
9. Riakombak terdapat2 gelombangdansetiapgelombangterdapat7riak,menunjukkanbahwa
ButonUtara mekarpada tanggal 2 tahun2007. Riak ombakmenggambarkankekayaanalam
pada matra lautbesertasegalaisinya.
10. Bukuyang terbukamelambangkan keinginanmasyarakatuntuksiapmeraihprestasidalamilmu
pengetahuandanteknologi sertaimandantaqwasecara terusmenerusdenganmeningkatkan
sumberdayamanusia.
11. Perahu,terdapatsatuperahubahwaButon Utara mekarpadabulan1 (Januari) dandimanapun
kitaberada kitatetaptidakkehilanganidentitassebagai bangsa.
12. Bintangmengandungmaknaglobal,jikadikaitkandengancita-citayangtinggi “gantungkancita-
cita setinggi bintangdi langit”.Bintangyaitulambangkeagamaan,sehinggaselarasdengan
filosofi “adatbersendikansara,sarabersendikankitabullah”.
13. TulisanLIPU TINADEAKONOSARA,bahwaberdasarkansejarahButonUtaraadalahnegeri yang
didirikandandibangunolehSARA.
Kependudukan
JumlahPenduduk
Penduduk Kabupaten Buton Utara berjumlah 48.184 jiwa dengan luas wilayah sebesar 1.923,03
km² mempunyai kepadatan penduduk rata-rata 25 jiwa/km². Kecamatan yang paling padat
penduduknya adalah Kecamatan Kulisusu sebesar 81 jiwa/km², menyusul Kecamatan
Wakorumba sebesar 25 jiwa/km², Kecamatan Kulisusu Utara rata-rata 20 jiwa/km², Kecamatan
Kambowa sebesar 18 jiwa/km², Kecamatan Kulisusu Barat 17 jiwa/km² dan yang paling jarang
penduduknya adalah Kecamatan Bonegunu sebesar 15 jiwa/km².
33. Perekonomian
PDRB Kabupaten Buton Utara Tahun 2007 berdasarkan harga konstan Rp. 281.132,49 juta
meningkat 5,03 % dibanding tahun sebelumnya. Perkembangan dari masing-masing sektornya
adalah sebagai berikut:
Pertanian
Sektor pertanian meningkat 4,03 persen dengan nilai tambah sebesar Rp.138.395,06 juta dengan
pertumbuhan terbesar terjadi pada subsektor perikanan yaitu sebesar 6,88 persen dengan nilai
tambah sebesar 48.991,67 persen. Kemudian disusul pertumbuhan pada subsektor tanaman
pangan sebesar 6,62 persen dan subsektor kehutanan sebesar 6,52 persen. Pertumbuhan yang
paling rendah terjadi pada subsektor perkebunan dan subsektor peternakan dengan pertumbuhan
masing-masing sebesar 1,84 persen dan 1,83 persen,serta nilai tambah. Masing-masing sebesar
Rp.34.505,92 juta dan Rp. 26.823,52 juta.
Industri
Sektor industri pengolahan tumbuh sebesar 5,66 persen dengan nilai tambah sebesar
Rp.22.099,47 juta. Pertumbuhan terbesar terjadi pada industri barang lainnya 9,73 persen disusul
barang dari dari kayu dan hasil hutan sebesar 8,90 persen. Sedangkan industri yang mangalami
pertumbuhan paling kecil adalah industri alat angkutan, mesin dan peralatannya deng
pertumbuhan masing-masing sebesar 3,29 persen dan 3,89 persen. Kemudian untuk nilai tambah
sektor industri, jenis industri makanan, miniman dan tembakau memberikan kontribusi terbesar
dalam nilai tambah PDRB sektor industri yaitu sebesar Rp. 14.126,43 juta, disusul industri
barang dari kayu dan hasil hutan lainnya
PertambangandanPenggalian
Sektor pertambangan dan penggalian mengalami pertumbuhan 7,25% dengan nilai tambah
menjadi Rp. 1.517,17 juta. Sektor listrik, gas dan air minum tumbuh sebesar 5,59% dengan nilai
tambah menjadi sebesar Rp. 1.086,20 juta. Untuk sektor ini bersumber dari sub sektor listrik
34. dengan pertumbuhan sebesar 5,71 persen dan sub sektor air bersih sebesar 2,56 persen dengan
nilai tambah masing-masing sebesar Rp. 1.045,67 juta dan Rp. 40,53 juta.
Konstruksi danBangunan
Sektor kontruksi/bangunan tumbuh 8,49% dengan nilai tambah Rp. 20.938,97. Sektor angkutan
dan komunikasi tumbuh 8,49% dengan nilai tambah Rp. 7.823,19 juta. Pertumbuhan sektor
pengangkutan dan komunikasi berasal dari sub sektor pengangkutan tumbuh sebesar 2,00%
dengan nilai tambah sebesar Rp. 6.566,63 juta dan pertumbuhan sub sektor komunikasi sebesar
3,82% dengan nilai tambah Rp. 1.256,56 juta.
Perdagangan
Sektor perdagangan tumbuh 3,79% dengan nilai tambah sebesar Rp. 31.159,77 juta.
Pertumbuhan sektor perdagangan berasal dari 3 (tiga) sub sektor, yaitu sub sektor perdagangan
besar dan enceran yang tumbuh sebesar 17,94 % dan restoran tumbuh sebesar 1,55% dengan
nilai tambah masing-masing Rp. 30.746,23 juta, Rp. 4,47 juta dan Rp. 409,07 Juta.
Keuangan,Penyewaan,dan Jasa Perusahaan
Sektor keuangan,persewaan dan jasa perusahaan tumbuh 6,19% dengan nilai tambah sebesar Rp.
11.375,53 juta. Pertumbuhan sektor keuangan bersumber dari pertumbuhan sub sektor bank
sebesar 11,81% disusul sub sektor jasa perusahaan sebesar 6,19%, sewa bangunan sebesar
4,86 % dan lembaga keuangan tanpa bank sebesar 1,68%.
Jasa
Sektor jasa tumbuh 5,61% dengan nilai tambah sebesar Rp. 46.737,134 juta, yang berasal dari
pertumbuhan sub sektor jasa pemerintahan umum 5,61% dengan nilai tambah Rp. 44.315,78 juta
dan sub sektor jasa swasta tumbuh sebesar 6,47% dengan nilai tambah Rp. 2.421,35 juta.
Sosial
Persentase penduduk Kabupaten Buton Utara yang berhasil memperoleh ijazah SD adalah sekitar
32,79 persen, penduduk laki-laki yang memiliki ijazah SD sebanyak 32,41 persen dan penduduk
35. perempuan yang memiliki ijazah SD sebanyak 33,19 persen. Selanjutnya persentase penduduk
berdasarkan ijazah yang dimiliki adalah untuk tingkat SLTP/MTs/Kejuruan adalah 17,37 persen,
SMU/MA/SMK 13,32 persen, DI/DII/DIII sebanyak 0,92 persen, dan DIV/Universitas 1,67
persen.
OLEH : MARZUKI ASINU
Setelah Wa Kaa Kaa ditinggalkan saudaranya misannya yang bernama
Muhammad Ali Idrus menuju Negeri Munajat atau Muna, Wa Kaa Kaa dinobatkan
menjadi Raja Buton Pertama.
Seperti yang telah diriwayatkan dalam sejarah Budaya Buton, tidak berapa lama
setelah Muhammad Ali Idrus tiba di negeri Munajat kawin dengan Wa Birah, putri
Sangia Pure – Pure. Dari perkawinannya dikaruniai seorang putri yang diberi nama Wa
Nambo Yi Tonto atau Wa Sala Bose. Kemudian Muhammad Ali Idrus digelar
Maligana yang sekarang diabadikan menjadi nama sebuah desa di negeri Munajat atau
Muna yakni Desa Maligana.
Di negeri Munajat, Muhammad Ali Idrus mendirikan sebuah pondok di pinggir pantai
yang sebagian tiangnya berada di dalam laut. Namun tanpa sepengetahuannya
36. dibelakang rumahnya ada sebuah kerang laut Raksasa (dalam bahasa Buton disebut
Kamatuu Susu). Kerang raksasa tersebut setiap saat menyemprotkan air ke dalam
pondok Muhammad Ali Idrus sehingga pondoknya tidak nyaman ketika sedang tidur
atau beristirahat.
Akibat semprotan kerang laut Raksasa tersebut pondok Muhammad Ali Idrus selalu
basah, maka Muhammad Ali Idrus meminta bantuan kepada sekelompok manusia
untuk mencungkil kerang laut raksasa tersebut namun tidak berhasil.
Karena tetap gagal, maka Muhammad Ali Idrus mengadakan sayembara yang isinya
‘barang siapa dapat mencungkil kerang laut raksasa yang berada di belakang
rumahnya maka akan dinikahkan dengan putrinya Wa Nambo Yi Tonto atau Wa Sala
Bose.
Sayembara tersebut terdengar juga oleh seorang laki laki yang bernama Nggori-
Nggori dari Bungku Sulawesi Tengah. Nggori – Nggori memiliki penyakit kulit (dalam
bahasa Buton disebut Kuli Dambi) dan ingin mengikuti sayembara. Namun bagi
Muhammad Ali Idrus bagaimanapun kondisi orang yang memenangkan sayembara
tersebut akan tetap dikawinkan dengan putrinya.
Setelah mendapat persetujuan dari Muhammad Ali Idrus atau Maligana, maka
Nggori – Nggori membawa tombak sebagai alat untuk mencungkil kerang laut
raksasa atau Kamatuu Susu.
Dengan tekad yang kuat dan karena kesaktian yang dimilikinya, Nggori – Nggori
mampu mencungkil kerang tersebut hingga melayang terbagi dua. Kulit yang sebelah
jatuh di Sulawesi Tengah (daerah Bungku) yang saat itu masih wilayah kerajaan
ternate dan kulit sebelahnya jatuh di Pulau Ereke yang saat itu masih wilayah Buton.
Sampai sekarang Kulit Kerang itu masih ada dan diabadikan menjadi nama sebuah Ibu
Kota wilayah Kecamatan Kulisusu, sekarang wilayah ini sedang diperjuangkan oleh
para pewarisnya untuk menjadi ibu kota Kabupaten Buton Utara.****
37. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sultan Qaimuddin atau STAIN Sultan
Qaimuddin adalah Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri di Kendari provinsi Sulawesi
Tenggara, Indonesia. STAIN Kendari diberi nama Sultan Qaimuddin, yaitu gelar Halu Oleo
sebagai Sultan dari Kesultanan Buton yang pertama kali masuk Islam.
Daftar isi
1 Sejarah
2 ProgramStudi
3 Alamat
4 Lihatpula
5 PranalaLuar
38. Sejarah
STAIN Sultan Qaimuddin didirikan berdasarkan pada Surat Keputusan Presiden Nomor 11
Tanggal 21 Maret 1997 bertepatan dengan Tanggal 12 Dzulqaidah 1417 H.
Program Studi
PendidikanAgamaIslam(AkreditasiB)
PendidikanBahasaArab(AkreditasiB)
KependidikanIslam(Akreditasi B)
PendidikanGuruRaudatul Atfal (AkreditasiC-Mulai 2012)
PendidikanGuruMadrasah Ibtidaiyah(Akreditasi C-Mulai2012)
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah(Akreditasi B)
Muamalah(Akreditasi B)
Ekonomi Islam(Akreditasi C)
IlmuAl-Qur'andanTafsir(Akreditasi C-Mulai2013)
IlmuHadts (Akreditasi C-Mulai 2013)
Komunikasi PenyiaranIslam(Akreditasi B)
BimbingandanPenyuluhanIslam(Akreditasi B)
Program Magister(S2) ManajemenPendidikanIslam(Akreditasi C-Mulai 2013)
Alamat
STAIN Sultan Qoimuddin berada di Jl. Sultan Qaimuddin Lepo-Lepo Kendari 93122
Telp. 0401 - 393711
Faksimile 0401 – 393710.
Lihat pula
Perguruantinggi Islamnegeri di Indonesia
Sekolahtinggi agamaIslamnegeri
Daftar perguruantinggi Islamnegeri di Indonesia