3. PENGANTAR
• Hidup kita sesungguhnya dikepung oleh hal-hal yang bersifat visual dari segenap
penjuru. Image (gambar/citra), baik bergerak atau statis, telah menjadi keseharian kita
(hiasan dinding, ikon dlm telepon selular, acara TV, iklan luar ruang, dst).
• Akibatnya, kita kehilangan jarak dengan yang visual itu serta kapasitas
merefleksikannya. Melakukan studi terhadap yang visual sejatinya mengajak kita
menilik kembali relasi antara manusia dengan yang visual; relasi antarmanusia yang
dimediasi oleh yang visual serta peran atau posisi yang visual itu dalam sistem sosio-
kultural.
• Visual research merupakan ikhtiar melakukan studi terhadap objek visual dengan
menggali daya naratifnya, tapi juga bisa berarti menggunakan perangkat visual (mis.
foto dan film) yang bisa membantu dalam pengumpulan data maupun
mempresentasikan data.
4. NARATIVITAS DALAM GAMBAR
• Gambar memiliki narasi baik yang bersifat eksplisit dengan segala kepenuhannya. Bahkan,
gambar yang sulit dikenali sekali pun mampu memancing interpretasi naratif.
• Tentu, produksi karya seni visual atau gambar secara umum dipengaruhi oleh permintaan dan
kebutuhan dari publik tertentu. Produser merespon permintaan itu dengan menawarkan
kesempatan pada mereka yang menyaksikan karya untuk membawa latar belakangnya
(keakrabannya dengan konvensi artistik).
• Baik pengkisah dan mereka yang mendengarnya berbagi asumsi yang tak terkatakan berkaitan
dengan event, konsep tentang kelas, gender, usia, peran sosial, pengetahuan umum,
perjumpaannya dengan berbagai skrip dan seterusnya. Lebih jauh, naratif juga mengandung
asumsi atau klaim normatif (yang bersifat etis, politis dan epistemis).
• Mereka yang menyaksikan (beholder) menginterpretasi karya seni itu (dalam konteks
historis, sosial, institusional atau liturgis) sesuai dengan latar pengetahuan di mana ia
diadaptasi dan celah naratif dalam gambar ‘dilengkapi’ dengan detail yang berkaitan dengan
karya itu oleh mereka yang menyaksikannya.
5. Producer Recipient
Artefact
e.g. pictorial narrative
Interpretation,
filling in gaps,
creating coherence
concretization
Pool of Knowledge
Adaptation to recipient Adaptation to producer
nego tiation
CON TEXT
Lifeworld, category structure, general action script
norms, sign systems
artistic conventions, culturally shared stories, etc.
of stories or narrative
gist
PICTORIAL NARRATIVITY BETWEEN PRODUCER AND RECIPIENT
Source:
Michael
Ranta
(2018:
89)
6. LANJUTAN…
• Secara umum, cerita berkontribusi pada upaya manusia mereduksi
ketidakpastian dari perubahan2 di dunia ini dan tertutama bagi eksistensi
manusia yakni ikhtiarnya menciptakan tatanan dalam kesementaraan pengalaman
dan kerapuhan eksistensial manusia.
• Di antara perannya yang lain, naratif barangkali diciptakan dan diapresiasi sebagai
sarana penting untuk menata pengalaman dan mengonstruksi model dari
realitas, sebagai sarana menciptakan, memantapkan tradisi budaya, sistem
kepercayaan, identitas diri dan kelompok serta skenario dari eksperimen
pemikiran .
• Naratif pada dasarnya merupakan instrumen kognitif untuk menata dan
memantapkan pelbagai pengalaman dan menciptakan koherensi serta
menjadikannya bisa dinalar yg berangkat dari pengalaman kita yang kompleks.
7.
8. RAGAM RISETVISUAL
• ETHNOGRAPHIC MAPPING: ‘pengamatan sederhana’ atau ‘unobtrusive measure’
(Webb, Campbell, Schwartz, & Sechrest, 1966). Pengamat mencatat perilaku dan semua
hal di kancah yang kadangkala disertai dengan sketsa. Proses perekaman itu kini bisa
dilakukan dengan bantuan kamera foto. John Collier (1967) menyarankan fotografi
untuk ‘pemetaan’ terhadap hal2 yang material seperti perangkat dan peralatan dalam
rumah seseorang, relasi spasial dalam perkampungan atau kedekatan dan gerakan tubuh
di dalam ruang. Ia menyebut apa yang dilakukannya sebagai ‘Photographing Overview’
yang merupakan ‘tahap awal sebelum melakukan fieldwork.’
• MICRO-ETHNOGRAPHY: meneliti unit terkecil dari perilaku manusia yang tak
segera menimbang budaya yang ada di sekitarnya. Mencakup beragam pendekatan
teroritis dan metodologis, metode ini menekankan pada pengamatan yang terdekat
terhadap hal yang tampak di mana masyarakat terbentuk sebagai buah dari interaksi.
Dalam metode ini, gambar, foto, video dibuat semata-mata untuk tujuan riset. Data
visual etnografis ini memiliki fungsi yang sama dengan foto forensik di tempat kejadian
perkara.
9. LANJUTAN…
• REPHOTOGRAPHY: pengambilan foto ulang pada sosok dan tempat yang
sama, namun dalam periode waktu yang berbeda. Pada eraVictorian, fotografer
profesional membuat gambar (images) berurutan untuk mendokumentasikan
perkembangan anak. Dalam ilmu sosial, rephotography digunakan untuk
mengamati perubahan sosial yang tak mengutamakan kepersisan geografis
dalam pemaknaan.
• PHOTOVOICE: perangkat riset untuk memproduksi pengetahuan kolektif
yang melibatkan partisipasi aktif dari anggota komunitas. Yakni, menggunakan
image untuk ‘menyuarakan’ kebutuhan dan asset yang dimiliki komunitas serta
bisa dijadikan katalis bagi perubahan sosial. Penggunaan kamera (termasuk di
HP) yang kian meluas ikut memberdayakan warga untuk berbagi pandangannya
yang unik tentang komunitasnya.
10. LANJUTAN…
• VISUAL SEMIOTICS: metode yang kompleks dan telah lama digunakan untuk
menganalisis bagaimana makna dibentuk oleh tanda2 yang tampak. Berakar pada studi
linguistik, semiotika visual memberi perhatian pada makna dari images.
• CONTENT ANALYSIS: pengamatan yang objektif dan sistematis baik yang
digunakan dalam riset kuantitatif dan kualitatif. Mengingat watak statistik metode
analisis isi ini, ia bermanfaat bagi riset visual yang bersifat pospositivistik serta semakin
bernilai jika dikombinasikan dengan metode lain. Parmeggiani (2009) menggunakan
beragam metode yang mengombinasikan combining content analysis, grounded theory,
rephotography, dan teknik photo-elicitation interview techniques untuk mengeksplorasi
perubahan radikal lanskap, aktivitas manusia dan nilai-nilai kemanusian dari warga
selama 50 tahun pada sebuah kampung kecil di Italia.
11. TERMINOLOGI DALAM MEDIAVISUAL
• Multimodality (Multimodalitas)
• Dikembangkan oleh Gunther Kress, multimodalitas membantu memetakan
bagaimana pelbagai moda komunikasi (visual, linguistik, sensoris) secara bersama-
sama membentuk makna melampaui dari sekadar penjumlahan semuanya.
Interpretasi secara simultan dipengaruhi oleh elemen visual, linguistik dan kognitif
serta setiap upaya melakukan interpretasi dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya.
• Setiap moda komunikasi (fotografis, image, grafis, gambar, tulisan, font, dst)
memiliki kualitasnya sendiri dan mesti diperhitungkan dalam proses interpretasi.
12. LANJUTAN…
• Semiosis
• Istilah yang bersumber dari khasanah semiotika yang berakar dari gagasan bahwa tanda
linguistik (termasuk kata2 yang kita kenali) memiliki makna. Pada dasarnya makna terutama
didasarkan pada pengalaman sebelumnya dengan suara dan bentuk yang sama pada halaman
karena sesuatu yg disebut ‘arbitrariness’ yakni gagasan yang kita terakan pada sebuah kata
bergantung pada bagaimana budaya melatih kita menginterpretasi, bukan pada sesuatu yang
memang inheren pada kata itu.
• Semiosis merujuk pada proses di mana kita mencipta, mengenali dan menginterpretasi atau
berhadapan dengan tanda. Area tanda itu sendiri telah meluas melampaui bahasa termasuk
yang visual, oral dan olfactory (aroma), dn seterusnya. Arbitrariness (kemanasukaan) itu mesti
berhadapan dengan konvensi kultural karena tanpa itu kita tak bisa menggunakan suara dan
bahasa yang arbitrary untuk menciptakan sistem komunikasi. Demikianlah yg berlaku dalam
komunikasi visual.
13. LANJUTAN…
• Iconicity (Ikonisitas)
• Ada dalam khasanah semiotika yang merujuk pada sejauh mana penanda yang
memiliki kemiripan atau dalam beberapa hal mengimitasi apa yang dirujuknya (mis.
tanda benda mudah pecah; tanda bahaya radiasi, dst).
• Meski demikian, ada tanda ikonik berwatak ambigu yang mensyaratkan pengetahuan
formal untuk memahaminya. Ini menunjukkan bahwa manusia menciptakan tanda
untuk memenuhi kebutuhannya dalam menciptakan dan mentransmisikan
kebudayaan. Karenanya, semiotika berlandaskan pada menafsirkan banyak aspek dari
komunikasi insani (human communication).
14. CATATAN PENUTUP
• Riset visual memang bukan hal yang baru. Namun, perkembangan pesat
teknologi digital telah menjadikan banyak orang memiliki kamera dan telepon
selular yang bisa merekam atau memproduksi image. Ini jelas ikut mengubah
proses sosial yakni cara orang memproduksi, menyebarkan, menyimpan dan
menafsirkan image.
• Setiap gambar pada dasarnya memiliki daya naratifnya yang melekat dalam
dirinya serta kemampuan memantik percakapan (diskusi) lebih jauh.
• Pada akhirnya, sebagaimana dinyatakan Margolis dan Pauwels (2011),‘the future
of visual research will depend on the continued effort to cross disciplinary boundaries
and engage in a constructive dialogue with different schools of thought.”