Dokumen tersebut membahas pentingnya melibatkan kearifan lokal dalam pengembangan konsep Kota Hutan Ibu Kota Negara (IKN) baru di Indonesia. Kearifan lokal perlu dipandang setara dengan pengetahuan modern dan dimasukkan secara substantif dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan. Pendekatan transdisipliner diperlukan untuk mengidentifikasi kontribusi kearifan lokal dan memastikan keberlanjutan Kota Hutan
The role of mangrove blue carbon research to support national climate mitigat...
Kontribusi kearifan lokal dalam mengembangkan konsep kota hutan IKN
1. KONTRIBUSI KEARIFAN LOKAL
DALAM MENGEMBANGKAN
KONSEP KOTA HUTAN IKN
Damayanti Buchori
Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar-AIPI
Institut Pertanian Bogor-IPB University
2. PRINSIP KOTA HUTAN NUSANTARA
5. Community involvement. Mengakui, melibatkan, dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat adat dan lokal.
• Ini menjadi point penting dimana keterlibatan itu tidak hanya keterlibatan pasif
dan simbolik, namun betul-betul partisipasi yang substantif – termasuk
didalamnya pengetahuan/kearifan lokal sebagai rujukan dalam proses
pembangunan IKN.
• Dalam konteks pembangunan secara umum, modernisasi ekologi seringkali
meninggalkan kearifan lokal, atau setidaknya tidak ditempatkan secara setara
dengan pengetahuan/teknologi modern. Dalam banyak kasus justru modernisasi
ekologi malah menjadi ancaman bagi keberadaan kearifan lokal.
• Partisipasi subtantif berarti menempatkan aktor-aktor lokal sebagai sumber-
sumber kearifan untuk berperan setara dengan pihak-pihak lainnya. Hal ini perlu
dipersiapkan lebih lanjut bagaimana cara dan pelembagaan kearifan lokal
tersebut dalam pembangunan kota hutan nusantara.
3. HOW?
Ini mempunyai implikasi penting karena
menyentuh “different knowledge system”
• Kebijakan Pengakuan, Perlindungan dan Pemajuan Kearifan Lokal
dalam Perlindungan dan Pengelolaan LH
• Sedang disusun Rancangan Kebijakan OIKN terkait Kearifan Lokal,
sebagai pelaksanaan dari UU 32/2009, Konvensi Keanekaragaman
Hayati dan Protokol Nagoya.
4. Multiple Knowledge Types
Traditional scientific
knowledge
Scientific trained people
with uncodified, formal
knowledge
Codified knowledge
but not tested in
terms of scientific
rules
Knowledge embedded
in local traditions and
oral history
Knowledges
Types
6. Ngumbung, Rebu, dan Begu: Eksistensi Mitologi pada
Masyarakat Karo (BIOCULTURAL DIVERSITY)
• Ngumbung adalah hari dimana masyarakat
dilarang untuk menginjakkan kaki di tanah
perladangan (setelah panen raya).
Ngumbung sendiri adalah salah satu bagian
dari sistem Rebu (sesuatu yang tabu atau
pantangan).
• Ngumbung atau tabu untuk mengunjungi
perladangan ini didasarkan pada cerita atau
mitos.
• Mitos yang berkembang turun temurun
mengisahkan bahwa sehari setelah
masyarakat panen, maka giliran Begu atau
roh-roh ghaib yang akan melaksanakan
pekerjaannya. Oleh karena itu, selama Begu
atau roh ghaib ini mengunjungi
perladangan, manusia tidak boleh
mengunjungi karena dapat berakibat buruk.
9. Characteristics
of Traditional
Knowledge
• is generated within communities
• is location and culture specific
• is the basis for decision making and survival
strategies
• is not systematically documented
• concerns critical issues of human and animal
life: primary production, human and animal
life, natural resource management
• is dynamic and based on innovation,
adaptation, and experimentation
• is oral and rural in nature
Source: https://www.slideshare.net/ErnestoEmpig/traditional-
knowledge
10. KNOWLEDGE SYSTEM & CO-CREATION
Source: https://www.slideshare.net/ErnestoEmpig/traditional-knowledge
11. ONTOLOGICAL AXIOM
A history of the relation of Subject - Object
Pre-Modernity
Subject is immersed in the Object.
Everything was trace, signature of a
higher meaning.
O
S
Modernity
Subject and Object were totally separated by a radical epistemological
cut, allowing in such a way the development of modern science. The
Object was just there, in order to be known, deciphered, dominated,
and transformed
O
S
(Nicolescu, 2012a)
12.
13. Latin trans (prep.) “across, over, beyond” — emergence of a new discipline transcending the
boundaries of disciplinary perspective. Transdisciplinarity combines interdisciplinarity with a
participatory approach. The research paradigms involve non-academic participants as (equal)
participants in the process to reach a common goal — usually a solution to a problem of
society at large. It can be considered as the culmination of interdisciplinary efforts.
Transdisciplinary also has a wholism associated with it. While interdisciplinary collaborations
create new knowledge synthesised from existing disciplines, a transdisciplinary team relates
all disciplines into a coherent whole (McGregor, 2004).
16. ONTOLOGICAL AXIOM
Multiple Levels of Reality
Nicolescu proposed it is essential to seek multiple perspectives
on human problem (or set of human problems) because the
intent is to integrate many levels of truth while generating
new TD knowledge. Succinctly, TD ontology respects the
complex and dynamic relationships among at least 10
different realities organized along three Levels of Reality:
a. The internal world of humans, where consciousness flows
– the TD-Subject (comprising political, social, historical,
and individual realities);
b. The external world of humans where information flows –
the TD-Object (comprising environmental, economic, and
cosmic/planetary realities)
c. The Hidden Third, peoples’s experiences, interpretations,
descriptions, stories, representation, images, and formulas
meet on this third level. Three realities exist in this
intuitive zone of non-resistance this mediated interface:
culture and art, religions and spiritualities.
Together, the three overarching Levels of Reality form TD
ontology.
(McGregor, L.T. S, 2012)
Internal World/Level of
Humans where
Consciousness Flows
(four realities):
- Individual
- Political
- Social
- Historical
External
World/Level of
Humans where
Information Flows
(three realities):
- Environments
- Economics
- Cosmic/planetary
The Hidden
Third Level
Intuitive Zone
of Non-
Resistance,
which mediates
the flow of
consciousness
and
information
Three realities:
- Culture and
art
- Religions
- Spirituality
17. ONTOLOGICAL AXIOM
A history of the relation of Subject - Object
Post-Modernity
In Post-Modernity the roles of the
Subject and Object are changed in
comparison with Modernity and are
reversed in comparison with Pre-
Modernity: the Object, still considered
as being outside the Subject, is
nevertheless a social construction. It is
not really “there”. It looks more like an
emanation of the Subject.
S O
S O
TRANSDISCIPLINARITY
HT HT = Hidden Third
S = Subject
O = Object
r
(Nicolescu, 2012a)
18. S O
HT
S O
CLASSICAL REALISM
Binary partition: subject vs object
TRANSDISCIPLINARITY REALISM
Ternary partition: S, O, HT
Subject vs Object
The zone of non-resistance plays the role of a third between the Subject and the
Object, an interaction term which allows the unification of the transdisciplinary
Subject and the transdisciplinary Object
r
(Nicolescu, 2012a)
Transdisiplin menempatkan kearifan lokal setara dan menyatu dengan pengetahuan lain.
Trandisiplin menempatkan pengetahuan modern dan kearifan lokal dalam hubungan subyek-
subyek, bukan subyek-obyek. Seringkali kearifan lokal hanya sebagai obyek, atau bahkan sekedar
justifikasi bagi tujuan-tujuan pembangunan agar nampak bahwa pembangunan bersifat inklusif,
namun dalam praktik yang terjadi adalah sebaliknya.
20. PENUTUP
• Diperlukan sebuah studi transdisiplin untuk mengidentifikasi tidak hanya kontribusinya pada
pembangunan kota hutan Nusantara, namun juga daerah-daerah penyangga IKN.
• Kearifan lokal harus menjadi bagian dalam upaya untuk merancang dimensi-dimensi penting
seperti konservasi, ketahanan pangan, pengelolaan lahan lainnya. Lebih jauh proses
transdisiplin mendorong terjadinya co-production of knowledge, yang akan memastikan
keberlanjutan dari kota hutan nusantara kedepan.
• Selama ini kita tahu bahwa pengabaian kearifan lokal menjadi sumber bencana dan konflik
sosial dalam pembangunan di Indonesia. Masyarakat adat mengalami proses marginalisasi
dalam proses panjang pembangunan Indonesia.
• Semangat untuk kembali mengangkat kearifan lokal adalah langkah penting, namun harus
dimulai dengan memberikan ruang bagi mereka untuk terlibat secara substantif, menjadi
bagian dari governance IKN Nusantara. Dengan demikian IKN sebagai wajah Indonesia masa
depan adalah sebuah kesempatan untuk mengangkat kearifan lokal ke dunia.