SlideShare a Scribd company logo
1 of 9
EFEKTIVITAS MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MEMUTUS
SENGKETA PEMILU SECARA BERKUALITAS
Disusun guna memenuhi tugas Matakuliah Pendidikan
Kewarganegaraan
Dosen pengampu: Natal Kristoniono
Disusun oleh:
Vinda Rahmawati
6411411227
48
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Abstrak
Penanganan sengketa pemilukada oleh Mahkamah Konstitusi, sejak dialihkan dari
Mahkamah Agung, menimbulkan tekanan beban kerja yang cukup besar terhadap sembilan
hakim konstitusi. Tekanan ini terjadi akibat banyaknya perkara yang masuk dan singkatnya
waktu penyelesaian yang menurut undang-undang hanya 14 hari kerja sehingga
memunculkan pertanyaan tentang efektifitas penyelesaian sengketa pemilukada yang
dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Peneltian ini, yang merupakan penelitian hukum
doktrinal atau normatif, mengkaji tiga pertanyaan yakni apakah dengan struktur, prosedur dan
kewenangan yang dimiliki MK sekarang ini berpengaruh terhadap efektifitas penyelesaian
sengkete pemilukada, apa saja kendala yang dihadapi dan rekomendasi apa yang dibutuhkan
agar MK bisa berperan lebih baik di masa yang akan datang. Melalui pendekatan desktriptif
kualitatif penelitian ini menemukan bahwa beberapa persoalan yang mempengaruhi
efektifitas penyelesaian sengketa pemilukada di MK adalah sifat Mahkamah Konstitusi yang
sentralistik menimbulkan masalah access to justice mengingat wilayah Negara Keastuan
Republik Indonesia yang sangat luas, jumlah hakim yang hanya sembilan orang, waktu
penyelesaian yang singkat serta perluasan kewenangan MK melalui putusannya. Berdasarkan
temuan tersebut, penelitian ini sampai pada kesimpulan bahwa penyelesaian sengketa
pemilukada di Mahkamah Konstitusi tidak berjalan efektif. Untuk mengatasi permasalah
tersebut, penelitian ini menghasilkan dua rekomendasi yakni rekomendasi jangka pandek
berupa pembatasan kewenangan dengan hanya mengadili sengketa hasil serta rekomendasi
jangka panjang yakni penambahan hakim MK dengan hakim ad hoc pemilukada.
Kata Kunci: Mahkamah Konstitusi, Sengketa Pemilukada.
Pendahuluan
Mahkamah Konstitusi (disingkat MK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama
dengan Mahkamah Agung. Sengketa pemilu ataupun pemilukada adalah perselisihan antara
dua pihak atau lebih karena adanya perbedaan penafsiran antar pihak atau suatu
ketidaksepakatan tertentu yang berhubungan dengan fakta kegiatan atau peristiwa hukum
atau kebijakan, dimana suatu pengakuan atau pendapat dari salah satu pihak mendapat
penolakan, pengakuan yang berbeda, penghindaran dari pihak yang lain, yang terjadi dalam
penyelenggaraan Pemilu. Terkait dengan pelaksanaan Pemilihan Umum Tahun 2014, sebagai
lembaga pengawal demokrasi, MK memiliki peran dan tanggung jawab terhadap suksesnya
keseluruhan proses pemilihan umum legislatif. Upaya menjaga dan mengawal proses
demokrasi ini tidak terlepas dari kewenangan MK untuk menyelesaikan perkara perselisihan
hasil pemilihan umum (PHPU) sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 24C Ayat (1) UUD
1945.
Tujuan utama pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK) sangat jelas yaitu bertujuan
untuk menguji Undang-Undang yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) dan kewenangan-kewenangan
lainnya seperti memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik dan memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum, seperti yang di atur dalam pasal 24C ayat (1)
UUD 1945. Kewenangan terkait memutus perselisihan hasil pemilu oleh Mahkamah
konstitusi semula hanya merupakan pemilihan umum presiden, DPR, DPRD, dan DPD.
Namun sekarang ini kewenangan tersebut bertambah dengan memutus perselisihan hasil
pemilukada. Adapun para pemangku kepentingan yang akan dilibatkan dalam
kegiatan ini adalah Partai Politik Peserta Pemilu, Calon anggota dewan
perwakilan daerah dan Penyelenggara Pemilu.
Tujuan
Untuk mengetahui sengketa pemilu atau pemilukada sehingga perlu adanya perbaikan agar
tidak terulang kembali pada saat pemilu yang akan datang sehingga tercipta pemilu yang
benar-benar demokrasi. Tanpa adanya unsur paksaan dari pihak manapun. MK sekarang ini
berpengaruh terhadap efektifitas penyelesaian sengkete pemilukada, apa saja kendala yang
dihadapi dan rekomendasi apa yang dibutuhkan agar MK bisa berperan lebih baik di masa
yang akan datang. Melalui pendekatan desktriptif kualitatif penelitian ini menemukan bahwa
beberapa persoalan yang mempengaruhi efektifitas penyelesaian sengketa pemilukada di MK
adalah sifat Mahkamah Konstitusi yang sentralistik menimbulkan masalah access to justice
mengingat wilayah Negara Keastuan Republik Indonesia yang sangat luas, jumlah hakim
yang hanya sembilan orang, waktu penyelesaian yang singkat serta perluasan kewenangan
MK melalui putusannya.
Pelanggaran dalam pemilu akan di sangsikan dan disidik oleh pihak yang berwajib
yang akan menindak lanjuti bawaslu/panwaslu dengan dasar buktu-bukti yang cukup kuat
kemudian dilimpahkan ke jkasa penuntut umum dan berakhir di lingkungan peradilan umum
dan diajukan banding ke pengadilan tinggi yang berwenang. Pelanggaran tidak hanya
pelanggaran yang bersifat politik tetapi juga ada pelanggaran yang admistrasi.
Pembahasan
Dalam putusan Mahkamah Konstitusi terkait perselisihan hasil pemilukada (PHPU.D)
terdapat putusan-putusan yang kontroversial. MK dengan putusannya seolah-olah telah
memperluas kewenangannya yang semula hanya terkait perselisihan hasil “mathematical
count” saja tetapi juga dapat memeriksa proses-proses selama penyelenggaraan pemilukada.
MK beragumen bahwa “MK harus menegakkan keadilan dan demokrasi dalam proses
pemilukada, sehingga apabila dalam prosesnya terdapat pelanggaran yang telah mencederai
nilai demokrasi yang telah mempengaruhi hasil MK dapat memeriksa perkara.
Namun demikian tidak dipungkiri bahwa dalam kenyataan MK sangat berperan penting
dalam melaksanakan sengketa hasil pemilukada. MK telah meiliki prestasi dalam mendorong
pelaksanaan pemilukada yang demokratis. Disisi lain MK juga memiliki masalah yang dapat
mengganggu perannya sehingga tidak dapat berjalan secara efektif.
Dengan demikian sengketa pemilu terdapat tiga macam yaitu sengketa dalam proses
pemilu, sengketa perselisihan hasil pemilu, dan sengketa hukum lainnya. Berbeda dengan
Topo Santoso, Moh. Jamin menyebutkan bahwa sengketa pemilu dibagi menjadi dua yaitu
sengketa dalam proses pemilu yang selama ini menjadi wewenang Badan/Panitia Pengawas
Pemilu dan sengketaatau perselisihan hasil pemilu Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008
menyebut secara eksplisit tiga macam masalah hukum pemilu, yaitu: pelanggaran
administrasi pemilu, pelanggaran pidana pemilu dan perselisihan hasil pemilu. Disebutkan
dalam Pasal 248 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008, bahwa pelanggaran administrasi
pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini yang bukan merupakan
ketentuan pidana pemilu dan terhadap ketentuan lain yang diatur dalamperaturan KPU.
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilu mengatur secara tegas
sengketa yang terjadi diantara pihak-pihak. Ialah sengketa yang timbul dalam tahapan-
tahapan Pemilu. Sengketa itu bukan dikarenakan pelanggaran administratif maupun
pelanggaran pidana.
Ada beberapa pihak yang ikut terlibat dalam sengkata pemilu:
1. PenyelenggaraPemilu.
2. PartaipolitikpesertaPemilu, yaituDewanPimpinan Tingkat Nasional, DewanPimpinan
Tingkat Propinsi, DewanPimpinan Tingkat Kab/Kota, dst.
3. PesertaPemiluperseoranganuntukpemilihananggota DPD.
4. Anggotadan/ataupenguruspartaipolitikpesertaPemilu.
5. Warga Negara yang memilikihakpilih.
6. PemantauPemilu.
Dengan demikian sengketa pemilu terdapat tiga macam yaitu sengketa dalam proses
pemilu, sengketa perselisihan hasil pemilu, dan sengketa hukum lainnya. Berbeda dengan
Topo Santoso, Moh. Jamin menyebutkan bahwa sengketa pemilu dibagi menjadi dua
yaitu sengketa dalam proses pemilu yang selama ini menjadi wewenang Badan/Panitia
Pengawas Pemilu dan sengketaatau perselisihan hasil pemilu Undang-Undang Nomor 10
tahun 2008 menyebut secara eksplisit tiga macam masalah hukum pemilu, yaitu:
pelanggaran administrasi pemilu, pelanggaran pidana pemilu dan perselisihan hasil
pemilu.
Masalah hukum (pelanggaran dan sengketa) dalam pemilu secara umum terbagi
menjadi 6 yaitu:
1. Pelanggaran administrasi pemilu
2. Pelanggaran pidana pemilu
3. Pelanggaran kode etik penyelenggaraan
4. Sengketa dalam proses pemilu
5. Perselisihan hasil pemilu
6. Sengketa hukum lainnya
Dengan adanya permasalahan yang muncul dan disoroti oleh berbagai pihak antara
lain, masyarakat, partai politik, kesalahan teknis kecurangan, dll. Dengan kondisi ini MK
akan menyelesaikan gugatan yang hanya mempunyai waktu 30 hari. Agar tidak terjadi
penumpukan berkas kasus tentang pemilu di mahkamah konstitusi makatugas dari
mahkamah konstitusi adalah menguji undang-undang.
Sebenarnya permasalahan ini dapat diselesaikan di level panwaslu ataupun KPU
namun apabila tidak menui titik terang atau hasil dari sengketa maka berkas kasus dapat
diajukan ke Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang- Undang.
Dengan harapan hasil keputusan tersebut dapat sesuai dengan Undang-Undang yang
berlaku, secara jujur, adil serta berkualitas, rakyat dan peserta Pemilu akan lapang dada
menerima dan menjalankannya.
UU No. 12 tahun 2008 tentang Perubahan atas UU No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, dimana secara tegas dijelaskan bahwa sengketa pemilukada telah
dialihkan dari MA ke MK. Kemudian, dalam perkembangannya penambahan kewenangan
itu justru mendatangkan ujian maha berat bagi MK. Apabila diletakkan dalam
kewenangan MK secara keseluruhan, terutama wewenang menguji undang-undang,
kewenangan baru MK dalam penyelesaian sengketa hasil pemilukada itu telah menggeser
volume kerja MK dari fungsi utamanya dalam pengujian undang-undang menjadibadan
peradilan yang lebih banyak menangani sengketa pemilukada.
Langkah yang diambil beberapa parpol dan calon legislatif untuk melakukan gugatan
sesuai dengan perundang-undangan yang mengajukan berkas masalah kepada mahkamah
konstitusi.dengan demikian adanya penyimpangan, pelanggaran, dan kesalahan yang
terjadi selama pemilu legislatif 2014. Jika bukti-bukti tersebut mengindikasikan
pelanggaran secara otomatis MK akan memutuskan umtuk melakukan pemungutan suara
ulang.
Instansi persidangan mengenai penanganan kasus pasca pemilu mengakibatkan
mahkamah konstitusi memiliki untuk segera menyelesaikan dalam waktu yang singkat.
Persidangan yang dilakukan dengan intensitas yang sering untuk mempercepat waktu yang
diberikan sangat pendek hal seperti ini akan menimbulkan ertanyaan dari sisi evektifitas
dan kualitas proses persidangan yang berujung terhadap kualitas pelayanan terhadap
pencari keadilan. Tidak dipungkiri bahwa tugas mahkamah konstitusi memiliki tugas yang
sangat penting dalam menyelesaikan permasalahan tentang pemilu.
Masyarakat dan partai politik maupon calon legislatif pasti menginginkan keadilan
atas permasalahan yang terjadi salama pemilu berlangsung. Komisi pemilihan Indonesia
mencatat 85% lebih pemilukada berujung sengketa di MK berdasrkan pada fakta tersebut
MK muai terkikis lantaran seorang hakim MK mengelar siding empat sampai lima kali
dan bahkan bulan agustus 2010 melakukan sidang sebanyak 211 kali, yang berarti 1 hari
MK bersidang 11 kali.
Mahkamah konstitusi mampu memfasilitasi konflik politik yang merupakan hasil
pemilukada dengan membawanya dari konflik yang terjadi, yang bisa memicu konflik
horizontal antar pendukung ke gedung MK. Sampai saat ini pemilukada masih di amggap
the problems of local democracy, belum menjadi solusi bagi demokrasi local. Tidak heran
jika kalangan permistik berpendapat bahwa “pemilukada is a problem, not solution".
Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:
1. Pertama, sistem yang digunakan dalam pemilukada yang disebut two round
system, belum menjamin kompetisi yang fair dan nihil intervensi. Di sisi lain,
sistem ini menimbulkan fenomena “high cost democracy” atau demokrasi
berbiaya tinggi;
2. Kedua, partai-partai politik yang menjadi aktor dalam pemilukada lebih
menonjolkan pragmatisme kepentingan dan belum memiliki preferensi politik
yang jelas, sehingga partai politik tersandera oleh kepentingan pemilik modal
dan bahkan partai hanya dijadikan “kuda tunggangan” oleh para kandidat. Prof.
Mahfud ketua MK RI juga berpendapat bahwa pemilukada juga mendorong
berjangkitnya moral pragmatisme, baik calon kepala daerah, penyelenggara
pemilukada, maupun masyarakat.
3. Ketiga, KPUD sebagai penyelenggara pemilukada memiliki banyak sekali
keterbatasan. Keterbatasan ini berhubungan dengan tiga hal yang sangat esensial
yaitu: (1) pemahaman terhadap regulasi; (2) kelembagaan penyelenggara
Pemilukada; (3) tata kelola pemilukada.;
4. Keempat, panwaslu pemilukada menjadi salah satu pilar yang ikut berkontribusi
membuat pemilukada menjadi tidak demokratis. Kasus kecurangan yang sering
terjadi dalam pemilukada tidak hanya menampar wajah demokrasi lokal, tetapi
juga mempertanyakan eksistensi panwaslu sebagai penjamin pemilukada
bergerak sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi;
5. Kelima, pemilukada juga tengah menghadirkan fenomena penurunan partisipasi
pemilih dan kenaikan angka golongan putih (golput).
6. Keenam, beberapa kelemahan di tingkat penyelenggara pemilukada tersebut
juga mendorong terjadinya penumpukkan masalah yang akhirnya semuanya
ditumpukkan ke MK. Oleh karena itu, MK akhirnya tidak hanya memeriksa
sengketa hasil penghitungan suara, tapi lebih jauh masuk pada ranah proses
pelaksanaan pemilukada itu sendiri. Akibatnya, MK juga memeriksa sengketa
administrasi dan pelanggaran pidana yang terjadi sehingga sidang MK menjadi
panjang dan menguras tenaga.
penumpukkan perkara sengketa hasil
pemilukada di MK, disamping karena banyaknya jumlah pemilukada di Indonesia
yang dilaksanakan dalam lima tahun, yaitu 527 pemilukada propinsi dan
kabupaten/kota, juga karena tidak terjadwalnya pemilukada secara baik. Oleh karena
itu, faktor penjadwalan pemilukada sangat berpengaruh terhadap manajemen
penyelesaian sengketa hasil pemilukada secara keseluruhan.
Kesimpulan
Struktur , kewarganegaraan dan prosedur yang dimiliki MK saat ini mampu
menyelesaikan sengketa hasil pemilukada namun penyelesaian pemilukada tersebut berjalan
tidak efektif baik dari sisi manajemen kelembagaan MK maupun dari sisi para pihak
yang berperkara di MK. Tidak efektifnya penyelesaian sengketa hasil pemilukada oleh MK
disebabkan oleh dua faktor utama yaitu pertama, aspek struktur kelembagaan MK yang
sentralistik (di Jakarta), jumlah hakim yang terbatas ( hanya sembilan orang), waktu
penyelesaian sengketa hasil pemilukada yang pendek (hanya 14 hari). Kedua, aspek jumlah
perkara sengketa hasil pemilukada yang sangat banyak dan luasnya geografis wilayah
Indonesia dengan karakteristik wilayah yang luas, memanjang dan berpulau-pulau.
Berdasarkan kendala-kendala yang dihadapi MK dalam penyelesaian sengketa hasil
pemilukada sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, maka ada beberapa rekomendasi
model penyelesaian sengketa pemilukada yang dapat dipertimbangkan oleh MK dan
pemangku kebijakan lainnya seperti DPR, pemerintah, bawaslu, KPUD, kepolisian,
kejaksaan dan pengadilan

More Related Content

What's hot

Hak uji materil ke mahkamah agung ri
Hak uji materil ke mahkamah agung riHak uji materil ke mahkamah agung ri
Hak uji materil ke mahkamah agung ri
Eri Triwanda
 
Buku ii-bab-vi rpjmn tahun 2010-2014
Buku ii-bab-vi rpjmn tahun 2010-2014Buku ii-bab-vi rpjmn tahun 2010-2014
Buku ii-bab-vi rpjmn tahun 2010-2014
PA Rianto
 
LEMBAGA PERADILAN INDONESIA
LEMBAGA PERADILAN INDONESIALEMBAGA PERADILAN INDONESIA
LEMBAGA PERADILAN INDONESIA
Shauqina Saraya
 
Prosedur penanganan permasalahan hukum bila terjadi dalam penyelenggaraan pem...
Prosedur penanganan permasalahan hukum bila terjadi dalam penyelenggaraan pem...Prosedur penanganan permasalahan hukum bila terjadi dalam penyelenggaraan pem...
Prosedur penanganan permasalahan hukum bila terjadi dalam penyelenggaraan pem...
Yassir Adiputera
 
Catatan Koalisi Nasional Untuk Peradilan Bersih
Catatan Koalisi Nasional Untuk Peradilan BersihCatatan Koalisi Nasional Untuk Peradilan Bersih
Catatan Koalisi Nasional Untuk Peradilan Bersih
People Power
 
SUSUNAN BADAN KEKUASAAN PERADILAN PERDATA DI INDONESIA
SUSUNAN BADAN KEKUASAAN PERADILAN PERDATA DI INDONESIASUSUNAN BADAN KEKUASAAN PERADILAN PERDATA DI INDONESIA
SUSUNAN BADAN KEKUASAAN PERADILAN PERDATA DI INDONESIA
Aldy Arfan Nugraha
 
Opini hukum politik 22 mei 2015
Opini hukum politik 22 mei 2015Opini hukum politik 22 mei 2015
Opini hukum politik 22 mei 2015
ekho109
 

What's hot (18)

Mencermati Sistem Lembaga Peradilan di Indonesia
Mencermati Sistem Lembaga Peradilan di IndonesiaMencermati Sistem Lembaga Peradilan di Indonesia
Mencermati Sistem Lembaga Peradilan di Indonesia
 
Perlindungan suara pemilih
Perlindungan suara pemilihPerlindungan suara pemilih
Perlindungan suara pemilih
 
Hak uji materil ke mahkamah agung ri
Hak uji materil ke mahkamah agung riHak uji materil ke mahkamah agung ri
Hak uji materil ke mahkamah agung ri
 
Pilkada Langsung: Antara Tuntutan Efektivitas Pemerintahan Daerah dan Harapan...
Pilkada Langsung: Antara Tuntutan Efektivitas Pemerintahan Daerah dan Harapan...Pilkada Langsung: Antara Tuntutan Efektivitas Pemerintahan Daerah dan Harapan...
Pilkada Langsung: Antara Tuntutan Efektivitas Pemerintahan Daerah dan Harapan...
 
anything
anythinganything
anything
 
Buku ii-bab-vi rpjmn tahun 2010-2014
Buku ii-bab-vi rpjmn tahun 2010-2014Buku ii-bab-vi rpjmn tahun 2010-2014
Buku ii-bab-vi rpjmn tahun 2010-2014
 
LEMBAGA PERADILAN INDONESIA
LEMBAGA PERADILAN INDONESIALEMBAGA PERADILAN INDONESIA
LEMBAGA PERADILAN INDONESIA
 
Ringkasan Eksekutif KIP MaPPI
Ringkasan Eksekutif KIP MaPPIRingkasan Eksekutif KIP MaPPI
Ringkasan Eksekutif KIP MaPPI
 
Prosedur penanganan permasalahan hukum bila terjadi dalam penyelenggaraan pem...
Prosedur penanganan permasalahan hukum bila terjadi dalam penyelenggaraan pem...Prosedur penanganan permasalahan hukum bila terjadi dalam penyelenggaraan pem...
Prosedur penanganan permasalahan hukum bila terjadi dalam penyelenggaraan pem...
 
Sistem Pemilu 2014
Sistem Pemilu 2014Sistem Pemilu 2014
Sistem Pemilu 2014
 
Pn jkt.sel 2018_pid.pra_24_putusan_anonimisasi.doc
Pn jkt.sel 2018_pid.pra_24_putusan_anonimisasi.docPn jkt.sel 2018_pid.pra_24_putusan_anonimisasi.doc
Pn jkt.sel 2018_pid.pra_24_putusan_anonimisasi.doc
 
Catatan Koalisi Nasional Untuk Peradilan Bersih
Catatan Koalisi Nasional Untuk Peradilan BersihCatatan Koalisi Nasional Untuk Peradilan Bersih
Catatan Koalisi Nasional Untuk Peradilan Bersih
 
SUSUNAN BADAN KEKUASAAN PERADILAN PERDATA DI INDONESIA
SUSUNAN BADAN KEKUASAAN PERADILAN PERDATA DI INDONESIASUSUNAN BADAN KEKUASAAN PERADILAN PERDATA DI INDONESIA
SUSUNAN BADAN KEKUASAAN PERADILAN PERDATA DI INDONESIA
 
Opini hukum politik 22 mei 2015
Opini hukum politik 22 mei 2015Opini hukum politik 22 mei 2015
Opini hukum politik 22 mei 2015
 
Bantuan hukum perdata
Bantuan hukum perdataBantuan hukum perdata
Bantuan hukum perdata
 
Lembaga Lembaga Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945
Lembaga Lembaga Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945Lembaga Lembaga Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945
Lembaga Lembaga Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945
 
PKN Tugas dan Wewenang Lembaga Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan Komisi...
PKN Tugas dan Wewenang Lembaga Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan Komisi...PKN Tugas dan Wewenang Lembaga Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan Komisi...
PKN Tugas dan Wewenang Lembaga Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan Komisi...
 
Analisis Putusan PTUN Jakarta Terkait Pernyataan Jaksa Agung
Analisis Putusan PTUN Jakarta Terkait Pernyataan Jaksa AgungAnalisis Putusan PTUN Jakarta Terkait Pernyataan Jaksa Agung
Analisis Putusan PTUN Jakarta Terkait Pernyataan Jaksa Agung
 

Similar to Paper kwn

Penerapan asas asas hukum acara peradilan dalam pengujian peraturan perundang...
Penerapan asas asas hukum acara peradilan dalam pengujian peraturan perundang...Penerapan asas asas hukum acara peradilan dalam pengujian peraturan perundang...
Penerapan asas asas hukum acara peradilan dalam pengujian peraturan perundang...
Shalahuddin Al Ayoubi
 
Transparansi dan Akuntabilitas Dana Kampanye
Transparansi dan Akuntabilitas Dana KampanyeTransparansi dan Akuntabilitas Dana Kampanye
Transparansi dan Akuntabilitas Dana Kampanye
Ahsanul Minan
 
Menghambat laju judicial terorism pada putusan
Menghambat laju judicial terorism pada putusanMenghambat laju judicial terorism pada putusan
Menghambat laju judicial terorism pada putusan
Esdeempat Kandangmas
 

Similar to Paper kwn (20)

MAHKAMAH KONSTITUSI kelompok 5 mahasiswa fakultas hukum universitas jambi.pptx
MAHKAMAH KONSTITUSI kelompok 5 mahasiswa fakultas hukum universitas jambi.pptxMAHKAMAH KONSTITUSI kelompok 5 mahasiswa fakultas hukum universitas jambi.pptx
MAHKAMAH KONSTITUSI kelompok 5 mahasiswa fakultas hukum universitas jambi.pptx
 
Wewenang mahkamah konstitusi menguji undang
Wewenang mahkamah konstitusi menguji undangWewenang mahkamah konstitusi menguji undang
Wewenang mahkamah konstitusi menguji undang
 
6 suparman marzuki
6 suparman marzuki6 suparman marzuki
6 suparman marzuki
 
Penerapan asas asas hukum acara peradilan dalam pengujian peraturan perundang...
Penerapan asas asas hukum acara peradilan dalam pengujian peraturan perundang...Penerapan asas asas hukum acara peradilan dalam pengujian peraturan perundang...
Penerapan asas asas hukum acara peradilan dalam pengujian peraturan perundang...
 
30 syahla aqila
30 syahla aqila30 syahla aqila
30 syahla aqila
 
Perbandingan HTN
Perbandingan HTNPerbandingan HTN
Perbandingan HTN
 
Transparansi dan Akuntabilitas Dana Kampanye
Transparansi dan Akuntabilitas Dana KampanyeTransparansi dan Akuntabilitas Dana Kampanye
Transparansi dan Akuntabilitas Dana Kampanye
 
UNSIKA SEMINAR 26NOV22.pptx
UNSIKA SEMINAR 26NOV22.pptxUNSIKA SEMINAR 26NOV22.pptx
UNSIKA SEMINAR 26NOV22.pptx
 
materi_29_Sistem Penyelenggaraan dalam Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Waliko...
materi_29_Sistem Penyelenggaraan dalam Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Waliko...materi_29_Sistem Penyelenggaraan dalam Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Waliko...
materi_29_Sistem Penyelenggaraan dalam Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Waliko...
 
MEMAHAMI TUGAS PENGAWAS PEMILU.pdf
MEMAHAMI TUGAS PENGAWAS PEMILU.pdfMEMAHAMI TUGAS PENGAWAS PEMILU.pdf
MEMAHAMI TUGAS PENGAWAS PEMILU.pdf
 
Latar Belakang Masalah RUU Mahkamah Konstitusi
Latar Belakang Masalah RUU Mahkamah KonstitusiLatar Belakang Masalah RUU Mahkamah Konstitusi
Latar Belakang Masalah RUU Mahkamah Konstitusi
 
judicial appointment
judicial appointmentjudicial appointment
judicial appointment
 
Print penindakan
Print penindakanPrint penindakan
Print penindakan
 
Menghambat laju judicial terorism pada putusan
Menghambat laju judicial terorism pada putusanMenghambat laju judicial terorism pada putusan
Menghambat laju judicial terorism pada putusan
 
electoral-justice-handbook-overview-ID.pdf
electoral-justice-handbook-overview-ID.pdfelectoral-justice-handbook-overview-ID.pdf
electoral-justice-handbook-overview-ID.pdf
 
Makalah pemilu
Makalah pemiluMakalah pemilu
Makalah pemilu
 
Mahkamah konstitusi
Mahkamah konstitusiMahkamah konstitusi
Mahkamah konstitusi
 
Mahkamah konstitusi
Mahkamah konstitusiMahkamah konstitusi
Mahkamah konstitusi
 
Urgensi kemandirian peradilan
Urgensi kemandirian peradilanUrgensi kemandirian peradilan
Urgensi kemandirian peradilan
 
Makalah pemilu
Makalah pemiluMakalah pemilu
Makalah pemilu
 

More from natal kristiono (20)

Natal kristiono hukum pajak materi pph_21_dan_26_new
Natal kristiono hukum pajak  materi pph_21_dan_26_newNatal kristiono hukum pajak  materi pph_21_dan_26_new
Natal kristiono hukum pajak materi pph_21_dan_26_new
 
Materi hukum pajak pajak daerah
Materi hukum pajak  pajak daerahMateri hukum pajak  pajak daerah
Materi hukum pajak pajak daerah
 
Materi hukum pajak " pajak daerah"
Materi hukum pajak " pajak daerah"Materi hukum pajak " pajak daerah"
Materi hukum pajak " pajak daerah"
 
Tugas pkn iqbale
Tugas pkn iqbaleTugas pkn iqbale
Tugas pkn iqbale
 
Pkn zaskia
Pkn zaskiaPkn zaskia
Pkn zaskia
 
Bab xiv
Bab xivBab xiv
Bab xiv
 
Bab xiii
Bab xiiiBab xiii
Bab xiii
 
Bab xii
Bab xiiBab xii
Bab xii
 
Bab xi
Bab xiBab xi
Bab xi
 
Bab x
Bab xBab x
Bab x
 
Bab viii
Bab viiiBab viii
Bab viii
 
Bab vii
Bab viiBab vii
Bab vii
 
Bab vi
Bab viBab vi
Bab vi
 
Bab v
Bab vBab v
Bab v
 
Bab ix
Bab ixBab ix
Bab ix
 
Bab iv
Bab ivBab iv
Bab iv
 
Bab iii
Bab iiiBab iii
Bab iii
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Babi 5~1
Babi 5~1Babi 5~1
Babi 5~1
 

Paper kwn

  • 1. EFEKTIVITAS MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MEMUTUS SENGKETA PEMILU SECARA BERKUALITAS Disusun guna memenuhi tugas Matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan Dosen pengampu: Natal Kristoniono Disusun oleh: Vinda Rahmawati 6411411227 48 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
  • 2. Abstrak Penanganan sengketa pemilukada oleh Mahkamah Konstitusi, sejak dialihkan dari Mahkamah Agung, menimbulkan tekanan beban kerja yang cukup besar terhadap sembilan hakim konstitusi. Tekanan ini terjadi akibat banyaknya perkara yang masuk dan singkatnya waktu penyelesaian yang menurut undang-undang hanya 14 hari kerja sehingga memunculkan pertanyaan tentang efektifitas penyelesaian sengketa pemilukada yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Peneltian ini, yang merupakan penelitian hukum doktrinal atau normatif, mengkaji tiga pertanyaan yakni apakah dengan struktur, prosedur dan kewenangan yang dimiliki MK sekarang ini berpengaruh terhadap efektifitas penyelesaian sengkete pemilukada, apa saja kendala yang dihadapi dan rekomendasi apa yang dibutuhkan agar MK bisa berperan lebih baik di masa yang akan datang. Melalui pendekatan desktriptif kualitatif penelitian ini menemukan bahwa beberapa persoalan yang mempengaruhi efektifitas penyelesaian sengketa pemilukada di MK adalah sifat Mahkamah Konstitusi yang sentralistik menimbulkan masalah access to justice mengingat wilayah Negara Keastuan Republik Indonesia yang sangat luas, jumlah hakim yang hanya sembilan orang, waktu penyelesaian yang singkat serta perluasan kewenangan MK melalui putusannya. Berdasarkan temuan tersebut, penelitian ini sampai pada kesimpulan bahwa penyelesaian sengketa pemilukada di Mahkamah Konstitusi tidak berjalan efektif. Untuk mengatasi permasalah tersebut, penelitian ini menghasilkan dua rekomendasi yakni rekomendasi jangka pandek berupa pembatasan kewenangan dengan hanya mengadili sengketa hasil serta rekomendasi jangka panjang yakni penambahan hakim MK dengan hakim ad hoc pemilukada. Kata Kunci: Mahkamah Konstitusi, Sengketa Pemilukada.
  • 3. Pendahuluan Mahkamah Konstitusi (disingkat MK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung. Sengketa pemilu ataupun pemilukada adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih karena adanya perbedaan penafsiran antar pihak atau suatu ketidaksepakatan tertentu yang berhubungan dengan fakta kegiatan atau peristiwa hukum atau kebijakan, dimana suatu pengakuan atau pendapat dari salah satu pihak mendapat penolakan, pengakuan yang berbeda, penghindaran dari pihak yang lain, yang terjadi dalam penyelenggaraan Pemilu. Terkait dengan pelaksanaan Pemilihan Umum Tahun 2014, sebagai lembaga pengawal demokrasi, MK memiliki peran dan tanggung jawab terhadap suksesnya keseluruhan proses pemilihan umum legislatif. Upaya menjaga dan mengawal proses demokrasi ini tidak terlepas dari kewenangan MK untuk menyelesaikan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945. Tujuan utama pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK) sangat jelas yaitu bertujuan untuk menguji Undang-Undang yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) dan kewenangan-kewenangan lainnya seperti memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, seperti yang di atur dalam pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Kewenangan terkait memutus perselisihan hasil pemilu oleh Mahkamah konstitusi semula hanya merupakan pemilihan umum presiden, DPR, DPRD, dan DPD. Namun sekarang ini kewenangan tersebut bertambah dengan memutus perselisihan hasil pemilukada. Adapun para pemangku kepentingan yang akan dilibatkan dalam kegiatan ini adalah Partai Politik Peserta Pemilu, Calon anggota dewan perwakilan daerah dan Penyelenggara Pemilu.
  • 4. Tujuan Untuk mengetahui sengketa pemilu atau pemilukada sehingga perlu adanya perbaikan agar tidak terulang kembali pada saat pemilu yang akan datang sehingga tercipta pemilu yang benar-benar demokrasi. Tanpa adanya unsur paksaan dari pihak manapun. MK sekarang ini berpengaruh terhadap efektifitas penyelesaian sengkete pemilukada, apa saja kendala yang dihadapi dan rekomendasi apa yang dibutuhkan agar MK bisa berperan lebih baik di masa yang akan datang. Melalui pendekatan desktriptif kualitatif penelitian ini menemukan bahwa beberapa persoalan yang mempengaruhi efektifitas penyelesaian sengketa pemilukada di MK adalah sifat Mahkamah Konstitusi yang sentralistik menimbulkan masalah access to justice mengingat wilayah Negara Keastuan Republik Indonesia yang sangat luas, jumlah hakim yang hanya sembilan orang, waktu penyelesaian yang singkat serta perluasan kewenangan MK melalui putusannya. Pelanggaran dalam pemilu akan di sangsikan dan disidik oleh pihak yang berwajib yang akan menindak lanjuti bawaslu/panwaslu dengan dasar buktu-bukti yang cukup kuat kemudian dilimpahkan ke jkasa penuntut umum dan berakhir di lingkungan peradilan umum dan diajukan banding ke pengadilan tinggi yang berwenang. Pelanggaran tidak hanya pelanggaran yang bersifat politik tetapi juga ada pelanggaran yang admistrasi.
  • 5. Pembahasan Dalam putusan Mahkamah Konstitusi terkait perselisihan hasil pemilukada (PHPU.D) terdapat putusan-putusan yang kontroversial. MK dengan putusannya seolah-olah telah memperluas kewenangannya yang semula hanya terkait perselisihan hasil “mathematical count” saja tetapi juga dapat memeriksa proses-proses selama penyelenggaraan pemilukada. MK beragumen bahwa “MK harus menegakkan keadilan dan demokrasi dalam proses pemilukada, sehingga apabila dalam prosesnya terdapat pelanggaran yang telah mencederai nilai demokrasi yang telah mempengaruhi hasil MK dapat memeriksa perkara. Namun demikian tidak dipungkiri bahwa dalam kenyataan MK sangat berperan penting dalam melaksanakan sengketa hasil pemilukada. MK telah meiliki prestasi dalam mendorong pelaksanaan pemilukada yang demokratis. Disisi lain MK juga memiliki masalah yang dapat mengganggu perannya sehingga tidak dapat berjalan secara efektif. Dengan demikian sengketa pemilu terdapat tiga macam yaitu sengketa dalam proses pemilu, sengketa perselisihan hasil pemilu, dan sengketa hukum lainnya. Berbeda dengan Topo Santoso, Moh. Jamin menyebutkan bahwa sengketa pemilu dibagi menjadi dua yaitu sengketa dalam proses pemilu yang selama ini menjadi wewenang Badan/Panitia Pengawas Pemilu dan sengketaatau perselisihan hasil pemilu Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 menyebut secara eksplisit tiga macam masalah hukum pemilu, yaitu: pelanggaran administrasi pemilu, pelanggaran pidana pemilu dan perselisihan hasil pemilu. Disebutkan dalam Pasal 248 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008, bahwa pelanggaran administrasi pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini yang bukan merupakan ketentuan pidana pemilu dan terhadap ketentuan lain yang diatur dalamperaturan KPU. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilu mengatur secara tegas sengketa yang terjadi diantara pihak-pihak. Ialah sengketa yang timbul dalam tahapan- tahapan Pemilu. Sengketa itu bukan dikarenakan pelanggaran administratif maupun pelanggaran pidana. Ada beberapa pihak yang ikut terlibat dalam sengkata pemilu: 1. PenyelenggaraPemilu. 2. PartaipolitikpesertaPemilu, yaituDewanPimpinan Tingkat Nasional, DewanPimpinan Tingkat Propinsi, DewanPimpinan Tingkat Kab/Kota, dst. 3. PesertaPemiluperseoranganuntukpemilihananggota DPD.
  • 6. 4. Anggotadan/ataupenguruspartaipolitikpesertaPemilu. 5. Warga Negara yang memilikihakpilih. 6. PemantauPemilu. Dengan demikian sengketa pemilu terdapat tiga macam yaitu sengketa dalam proses pemilu, sengketa perselisihan hasil pemilu, dan sengketa hukum lainnya. Berbeda dengan Topo Santoso, Moh. Jamin menyebutkan bahwa sengketa pemilu dibagi menjadi dua yaitu sengketa dalam proses pemilu yang selama ini menjadi wewenang Badan/Panitia Pengawas Pemilu dan sengketaatau perselisihan hasil pemilu Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 menyebut secara eksplisit tiga macam masalah hukum pemilu, yaitu: pelanggaran administrasi pemilu, pelanggaran pidana pemilu dan perselisihan hasil pemilu. Masalah hukum (pelanggaran dan sengketa) dalam pemilu secara umum terbagi menjadi 6 yaitu: 1. Pelanggaran administrasi pemilu 2. Pelanggaran pidana pemilu 3. Pelanggaran kode etik penyelenggaraan 4. Sengketa dalam proses pemilu 5. Perselisihan hasil pemilu 6. Sengketa hukum lainnya Dengan adanya permasalahan yang muncul dan disoroti oleh berbagai pihak antara lain, masyarakat, partai politik, kesalahan teknis kecurangan, dll. Dengan kondisi ini MK akan menyelesaikan gugatan yang hanya mempunyai waktu 30 hari. Agar tidak terjadi penumpukan berkas kasus tentang pemilu di mahkamah konstitusi makatugas dari mahkamah konstitusi adalah menguji undang-undang. Sebenarnya permasalahan ini dapat diselesaikan di level panwaslu ataupun KPU namun apabila tidak menui titik terang atau hasil dari sengketa maka berkas kasus dapat diajukan ke Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang- Undang. Dengan harapan hasil keputusan tersebut dapat sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku, secara jujur, adil serta berkualitas, rakyat dan peserta Pemilu akan lapang dada menerima dan menjalankannya. UU No. 12 tahun 2008 tentang Perubahan atas UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimana secara tegas dijelaskan bahwa sengketa pemilukada telah dialihkan dari MA ke MK. Kemudian, dalam perkembangannya penambahan kewenangan
  • 7. itu justru mendatangkan ujian maha berat bagi MK. Apabila diletakkan dalam kewenangan MK secara keseluruhan, terutama wewenang menguji undang-undang, kewenangan baru MK dalam penyelesaian sengketa hasil pemilukada itu telah menggeser volume kerja MK dari fungsi utamanya dalam pengujian undang-undang menjadibadan peradilan yang lebih banyak menangani sengketa pemilukada. Langkah yang diambil beberapa parpol dan calon legislatif untuk melakukan gugatan sesuai dengan perundang-undangan yang mengajukan berkas masalah kepada mahkamah konstitusi.dengan demikian adanya penyimpangan, pelanggaran, dan kesalahan yang terjadi selama pemilu legislatif 2014. Jika bukti-bukti tersebut mengindikasikan pelanggaran secara otomatis MK akan memutuskan umtuk melakukan pemungutan suara ulang. Instansi persidangan mengenai penanganan kasus pasca pemilu mengakibatkan mahkamah konstitusi memiliki untuk segera menyelesaikan dalam waktu yang singkat. Persidangan yang dilakukan dengan intensitas yang sering untuk mempercepat waktu yang diberikan sangat pendek hal seperti ini akan menimbulkan ertanyaan dari sisi evektifitas dan kualitas proses persidangan yang berujung terhadap kualitas pelayanan terhadap pencari keadilan. Tidak dipungkiri bahwa tugas mahkamah konstitusi memiliki tugas yang sangat penting dalam menyelesaikan permasalahan tentang pemilu. Masyarakat dan partai politik maupon calon legislatif pasti menginginkan keadilan atas permasalahan yang terjadi salama pemilu berlangsung. Komisi pemilihan Indonesia mencatat 85% lebih pemilukada berujung sengketa di MK berdasrkan pada fakta tersebut MK muai terkikis lantaran seorang hakim MK mengelar siding empat sampai lima kali dan bahkan bulan agustus 2010 melakukan sidang sebanyak 211 kali, yang berarti 1 hari MK bersidang 11 kali. Mahkamah konstitusi mampu memfasilitasi konflik politik yang merupakan hasil pemilukada dengan membawanya dari konflik yang terjadi, yang bisa memicu konflik horizontal antar pendukung ke gedung MK. Sampai saat ini pemilukada masih di amggap the problems of local democracy, belum menjadi solusi bagi demokrasi local. Tidak heran jika kalangan permistik berpendapat bahwa “pemilukada is a problem, not solution". Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: 1. Pertama, sistem yang digunakan dalam pemilukada yang disebut two round system, belum menjamin kompetisi yang fair dan nihil intervensi. Di sisi lain, sistem ini menimbulkan fenomena “high cost democracy” atau demokrasi berbiaya tinggi;
  • 8. 2. Kedua, partai-partai politik yang menjadi aktor dalam pemilukada lebih menonjolkan pragmatisme kepentingan dan belum memiliki preferensi politik yang jelas, sehingga partai politik tersandera oleh kepentingan pemilik modal dan bahkan partai hanya dijadikan “kuda tunggangan” oleh para kandidat. Prof. Mahfud ketua MK RI juga berpendapat bahwa pemilukada juga mendorong berjangkitnya moral pragmatisme, baik calon kepala daerah, penyelenggara pemilukada, maupun masyarakat. 3. Ketiga, KPUD sebagai penyelenggara pemilukada memiliki banyak sekali keterbatasan. Keterbatasan ini berhubungan dengan tiga hal yang sangat esensial yaitu: (1) pemahaman terhadap regulasi; (2) kelembagaan penyelenggara Pemilukada; (3) tata kelola pemilukada.; 4. Keempat, panwaslu pemilukada menjadi salah satu pilar yang ikut berkontribusi membuat pemilukada menjadi tidak demokratis. Kasus kecurangan yang sering terjadi dalam pemilukada tidak hanya menampar wajah demokrasi lokal, tetapi juga mempertanyakan eksistensi panwaslu sebagai penjamin pemilukada bergerak sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi; 5. Kelima, pemilukada juga tengah menghadirkan fenomena penurunan partisipasi pemilih dan kenaikan angka golongan putih (golput). 6. Keenam, beberapa kelemahan di tingkat penyelenggara pemilukada tersebut juga mendorong terjadinya penumpukkan masalah yang akhirnya semuanya ditumpukkan ke MK. Oleh karena itu, MK akhirnya tidak hanya memeriksa sengketa hasil penghitungan suara, tapi lebih jauh masuk pada ranah proses pelaksanaan pemilukada itu sendiri. Akibatnya, MK juga memeriksa sengketa administrasi dan pelanggaran pidana yang terjadi sehingga sidang MK menjadi panjang dan menguras tenaga. penumpukkan perkara sengketa hasil pemilukada di MK, disamping karena banyaknya jumlah pemilukada di Indonesia yang dilaksanakan dalam lima tahun, yaitu 527 pemilukada propinsi dan kabupaten/kota, juga karena tidak terjadwalnya pemilukada secara baik. Oleh karena itu, faktor penjadwalan pemilukada sangat berpengaruh terhadap manajemen penyelesaian sengketa hasil pemilukada secara keseluruhan.
  • 9. Kesimpulan Struktur , kewarganegaraan dan prosedur yang dimiliki MK saat ini mampu menyelesaikan sengketa hasil pemilukada namun penyelesaian pemilukada tersebut berjalan tidak efektif baik dari sisi manajemen kelembagaan MK maupun dari sisi para pihak yang berperkara di MK. Tidak efektifnya penyelesaian sengketa hasil pemilukada oleh MK disebabkan oleh dua faktor utama yaitu pertama, aspek struktur kelembagaan MK yang sentralistik (di Jakarta), jumlah hakim yang terbatas ( hanya sembilan orang), waktu penyelesaian sengketa hasil pemilukada yang pendek (hanya 14 hari). Kedua, aspek jumlah perkara sengketa hasil pemilukada yang sangat banyak dan luasnya geografis wilayah Indonesia dengan karakteristik wilayah yang luas, memanjang dan berpulau-pulau. Berdasarkan kendala-kendala yang dihadapi MK dalam penyelesaian sengketa hasil pemilukada sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, maka ada beberapa rekomendasi model penyelesaian sengketa pemilukada yang dapat dipertimbangkan oleh MK dan pemangku kebijakan lainnya seperti DPR, pemerintah, bawaslu, KPUD, kepolisian, kejaksaan dan pengadilan