Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Studi ini mengevaluasi peremajaan ikan mas dan nila yang terlepas dari budidaya dalam keramba jaring di Waduk Ir. H. Djuanda. Hasilnya menunjukkan rata-rata 4,9% ikan mas dan 2,4% ikan nila terlepas. Persentase ikan yang terlepas bervariasi antar daerah asal benih ikan.
1. PEREMAJAAN IKAN YANG TERLEPAS DARI
BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG
DI WADUK IR. H. DJUANDA
Oleh :
Didik Wahju Hendro Tjahjo, Mujiyanto dan Sri Endah Purnamaningtyas
Loka Riset Pemacuan Stok Ikan
ABSTRAK
Perkembangan budidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA) di Waduk Ir. H. Djuanda
berkembang sangat pesat, yaitu pada tahun 1991 sejumlah 502 unit KJA, tahun 1999 berkembang
menjadi 2.195 unit, dan tahun 2005 telah mencapai 4.577 unit KJA, sedangkan jumlah unit KJA yang
diizinkan berdasarkan SK Bupati Purwakarta Nomor 06/2000 tahun 2000 adalah 2.100 unit. Tujuan
penelitian adalah untuk mengevaluasi besarnya peremajaan ikan yang terlepas dari kegiatan budidaya
ikan dalam KJA di Waduk Ir. H. Djuanda. Penelitian ini dilakukan setiap bulan selama tahun 2006,
dan pengamatan dilakukan dengan dua cara, yaitu: (1) pengamatan langsung melalui identifikasi jenis
ikan dan (2) pengukuran panjang total benih ikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peremajaan
ikan mas yang terlepas dari sistem budidaya ikan dalam KJA rata-rata mencapai 4,9% dan ikan nila
rata-rata mencapai 2,4%. Bersama dengan benih ikan tersebut ikut serta benih ikan yang tidak
dikehendaki maksimum sebanyak 10,4% (untuk benih yang berasal dari daerah Sukabumi), dan
13,5% (untuk benih ikan yang berasal dari daerah Subang).
Kata kunci: peremajaan, budidaya, keramba jaring apung, waduk Ir. H. Djuanda
PENDAHULUAN
Waduk Ir. H. Djuanda merupakan
perairan cukup potensial untuk
pengembangan perikanan baik
perikanan tangkap maupun budidaya
ikan dalam keramba jaring apung
(KJA). Kegiatan budidaya ikan dalam
KJA di waduk ini berkembang sangat
pesat, dimana pada tahun 1991
berjumlah 502 unit KJA, tahun 1999
berkembang menjadi 2.195 unit KJA
(Azwar et al., 2004), dan tahun 2005
telah mencapai 4.577 unit KJA
(Sukimin, 2006). Pengembangan
budidaya ikan dalam KJA di perairan
tersebut telah jauh di atas daya dukung
perairan, sehingga secara umum
perkembangan budidaya tersebut akan
berpengaruh tehadap stok ikan dan
lingkungan perairan Waduk Ir. H.
Djuanda.
Penebaran ikan secara tidak
sengaja dari kegiatan budidaya ikan
tersebut, adalah ikan nila (Oreochromis
niloticus), bandeng (Channos channos),
betutu (Oxyoletris marmorata),
goldsom (Astronotus ocellatus), red
devil (Amphilophus citrinellus) dan
ikan kaca (Parambassis punctulata).
Masuknya jenis ikan tersebut sangat
berpengaruh besar terhadap hasil
tangkapan ikan ekonomis, seperti ikan
nila (Oreochromis niloticus), tagih
(Mytus nemurus), dan patin
(Pangasionodon hypopthalmus). Jenis
ikan yang mempunyai nilai ekomomis
rendah dan mudah berkembang biak di
perairan waduk akan menjadi
kompetitor dan predator bagi anak ikan
ekonomis penting.
Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengevaluasi besarnya
peremajaan (recrutment) ikan yang
terlepas dari kegiatan budidaya ikan
dalam KJA di Waduk Ir. H. Djuanda.
185
2. BAHAN DAN METODE
Metoda Pengumpulan Data
Pelaksanaan penelitian dilakukan
di Waduk Ir. H. Djuanda (Kabupaten
Purwakarta). Pengumpulan data
dilakukan 3 kali dari benih ikan yang
masuk ke kegiatan budidaya ikan dalam
KJA secara acak pada bulan Mei,
September dan Desember 2006.
Pengamatan dilakukan dengan dua
cara, yaitu: (1) pengamatan langsung
melalui identifikasi jenis dan
pengukuran panjang total benih ikan,
dan (2) wawancara dengan petani
mengenai daerah asal sumber benih
ikan.
Analisis Data
Analisis dilakukan dengan
metoda eksplorasi grafik distribusi
ukuran panjang ikan untuk masing-
masing jenis menurut asal sumber
benih ikan tersebut. Asumsi yang
digunakan adalah ikan yang diamati
berada dalam satu stok yang sama,
sehingga benih yang mempunyai
ukuran panjang yang lebih besar
diasumsikan mempunyai laju
pertumbuhan yang lebih tinggi, dan
sebaliknya benih ikan yang berukuran
kecil mempunyai laju pertumbuhan
lebih lambat dibandingkan ukuran
benih yang lebih besar. Dipihak lain
ukuran lingkar badan berhubungan
erat dengan panjang total ikan
tersebut. Dengan demikian, ikan yang
berukuran kecil mempunyai ukuran
lingkar badan yang kecil pula,
sehingga pada ukuran mata jaring
yang sama benih ikan yang berukuran
kecil mempunyai peluang lepas yang
lebih besar dibandingkan benih yang
berukuran besar. Disamping
pengukuran panjang total benih ikan
tersebut, juga dilakukan identifikasi
jenis ikan lain dalam kelompok benih
ikan tersebut, sehingga hasil
pengamatan ini diharapkan dapat
mengetahui besarnya persentasi jenis
ikan yang tidak dikehendaki dan
daerah asal dari sumber benih
tersebut? Hasil pengamatan kegiatan
ini diharapkan mampu mengurangi
masuknya ikan yang tidak disengaja,
dan dalam jangka panjang berdampak
terhadap perbaikan kualitas hasil
tangkapan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan budidaya ikan dalam
KJA baik di Waduk Ir. H. Djuanda,
Cirata maupun Saguling bekembang
sangat pesat. Pada tahun 2005, jumlah
unit KJA yang tercatat di ketiga waduk
tersebut adalah:
1. Waduk Saguling: jumlah KJA yang
beroperasi 7.272 unit,
2. Waduk Cirata: jumlah KJA yang
beroperasi 39.690 unit, sedangkan
jumlah unit KJA yang diizinkan
berdasarkan SK Gubernur Jawa
Barat No. 41/2002 adalah12.000
unit,
3. Waduk Djuanda: jumlah KJA yang
beroperasi 4.577 unit dan pada
tahun 2006 jumlah KJA yang
beroperasi mencapai 15.000 unit,
sedangkan jumlah yang diizinkan
berdasarkan SK Bupati Purwakarta
No. 06/2000 adalah 2.100 unit.
Jika secara umum (baik untuk nila
maupun mas) setiap unit KJA
membutuhkan benih 10.000 ekor, maka
di Waduk Ir. H. Djuanda memerlukan
benih ikan total sekitar 100 juta – 150
juta ekor benih per musim tanam atau
300 juta – 450 juta ekor benih per
tahun.
Pada umumnya, benih ikan
yang ditanam di pelihara dalam
kantong jaring dengan ukuran mata
jaring 0,5 inci untuk benih berukuran
sangat kecil, dan 1 inci untuk benih
ikan yang berukuran cukup besar.
186
3. Lebar selang ukuran dan median dari
distribusi ukuran panjang sangat
menentukan ukuran mata jaring yang
digunakan, serta ukuran dan jumlah
benih yang lepas.
Ukuran mata jaring 0,5 inci
(1,26 cm) dengan sudut bukaan 60%,
maka tinggi mata jaring terbentang
tinggal 0,76 cm, sehingga untuk benih
yang berukuran tinggi badan ≤ 0,76 cm
akan lepas sempurna atau peluang lepas
100%. Sedangkan untuk mata jaring 1
inci, benih ikan yang mempunyai
peluang lepas 100% adalah benih yang
berukuran tinggi badan ≤ 1,52 cm. Oleh
karena ukuran benih secara umum
dilihat dari ukuran panjang total, maka
ukuran tinggi tubuh tersebut perlu
dikonversikan ke ukuran panjang
dengan menggunakan regresi antara
panjang total terhadap tinggi tubuhnya
(Gambar 1). Untuk mata jaring 0,5 inci
ukuran panjang ikan mas dan nila yang
mempunyai peluang lepas 100%
masing-masing adalah 2,7 cm dan 3,0
cm, sedangkan untuk mata jaring 1 inci
masing-masing adalah 5,0 cm dan
5,3cm.
Pengamatan distribusi ukuran
panjang benih ikan mas pada bulan Mei
yang berasal dari Kabupaten Subang
dan Purwakarta (Gambar 2)
menunjukkan bahwa benih ikan mas
yang berasal dari Kab. Purwakarta
mempunyai persentase benih yang
berpeluang lepas (6,6%) lebih besar
dibandingkan dari Kabupaten Subang
(0,7%). Hal tersebut disebabkan
distribusi ukuran panjang benih ikan
mas dari Kabupaten Purwakarta lebih
banyak yang berukuran kecil dan
selang ukuran yang lebar (jarak ukuran
minimum-maksimum), serta sebaliknya
untuk benih dari Kabupaten Subang.
Sedangkan untuk benih ikan nila yang
dianalisa berasal dari daerah Kabupaten
Karawang, Sukabumi dan Cianjur
(Gambar 3). Hasil analisa distribusi
ukuran panjang benih ikan tersebut
menunjukkan bahwa benih nila yang
berasal dari Cianjur mempunyai
persentase benih yang berpeluang lepas
yang paling besar (3,3%), disusul
Kabupaten Sukabumi (2,5%) dan
terakhir Kabupaten Karawang sebesar
0,8%.
Gambar 1. Hubungan panjang total dengan tinggi badan benih ikan mas dan nila
MAS
y = 0,3276x - 0,1297
R2
= 0,92
n = 153 ekor
0
1
2
3
4
5
6
0 5 10 15 20
Panjang (cm)
Tinggi(cm)
NILA
y = 0,3368x - 0,2807
R2
= 0,90
n = 298 ekor
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
0 2 4 6 8 10 12
Panjang (cm)
Tinggi(cm)
187
4. 0
50
100
150
200
250
300
Frekuensi
1 2 3 4 5 6 7 8
Panjang Total (cm)
0
20
40
60
80
100
120
Frekuensi
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Panjang Total (cm)
Subang Purwakarta
Gambar 2. Komposisi ukuran panjang benih ikan mas yang berasal dari daerah
Subang dan Purwakarta pada bulan Mei 2006
0
50
100
150
200
250
Frekuensi
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21
Panjang Total (cm)
KARAWANG
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Frekuensi
3.5 4.5 5.5 6.5 7.5 8.5 9.5 10.5 11.5 12.5
Panjang Total (cm)
0
50
100
150
200
250
300
Frekuensi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
PanjangTotal(cm)
Karawang Sukabumi Cianjur
Gambar 3. Komposisi ukuran panjang benih ikan nila (Oreochromis niloticus) yang
berasal dari daerah Karawang, Sukabumi dan Cianjur pada bulan Mei
2006
Pada bulan September, benih
ikan mas yang diamati berasal dari
daerah Kabupaten Subang dan
Purwakarta, dimana persentase benih
yang berpeluang lepas dari kedua
daerah tersebut relatif sama, yaitu
masing-masing 6,0% dan 5,4%
(Gambar 4). Sedangkan untuk benih
ikan nila yang dianalisa berasal dari
daerah Kabupaten Subang, Cianjur,
Sukabumi dan Purwakarta. Hasil
analisa distribusi ukuran benih ikan
tersebut menunjukkan bahwa benih
ikan nila yang berasal dari daerah
Purwakarta (1,4%) dan Sukabumi
(1,4%) mempunyai persentase benih
yang berpeluang lepas lebih rendah
dibandingkan benih yang berasal dari
daerah Cianjur (2,9%) dan Subang
(4,2%) (Gambar 5).
188
5. 0
10
20
30
40
50
60
Frekuensi
4.5 6 7.5 9 10.5 12 13.5 15 16.5 18 19.5
Panjang Total (cm)
SUBANG
0
5
10
15
20
25
30
35
Frekuensi
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Panjang Total (cm)
PURWAKARTA
Gambar 4. Komposisi ukuran benih ikan mas yang berasal dari daerah Subang dan
Purwakarta pada bulan September 2006
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Frekuensi
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Panjang Total (cm)
SUBANG
0
20
40
60
80
100
120
Frekuensi
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Panjang Total (cm)
CIANJUR
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
Frekuensi
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Panjang Total (cm)
SUKABUMI
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
Frekuensi
3 4 5 6 7 8 9 10 11
Panjang Total (cm)
PURWAKARTA
Gambar 5. Komposisi ukuran benih ikan nila yang berasal dari daerah Subang,
Cianjur, Sukabumi dan Purwakarta pada bulan September 2006
Pada bulan Desember, secara
umum petani ikan mulai melakukan
pengurangan padat tebar, sehingga
pada bulan tersebut kebutuhan benih
dari petani ikan di Waduk Ir. H.
Djuanda relatif rendah. Oleh karena itu,
benih ikan mas yang dianalisa hanya
berasal dari Subang, dimana benih ikan
189
6. tersebut mempunyai persentase benih
yang berpeluang lepas sebesar 5,4%
(Gambar 6). Sedangkan untuk ikan nila
yang dianalisa berasal dari daerah
Kabupaten Subang dan Cianjur, dimana
benih dari kedua daerah tersebut
mempunyai persentase benih yang
berpeluang lepas relatif sama, yaitu
masing-masing secara berurutan adalah
2,7% dan 2,0%.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Frekuensi
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Panjang Total (cm)
NILA SUBANG
0
20
40
60
80
100
120
140
Frekuensi 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Panjang Total (cm)
NILACIANJUR
0
5
10
15
20
25
30
Frekuensi
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Panjang Total (cm)
MAS SUBANG
Gambar 6. Komposisi ukuran benih ikan nila dan mas yang berasal dari daerah
Subang dan Cianjur pada bulan Desember 2006
Secara umum jumlah benih ikan mas
yang lepas berkisar antara 0,7 - 6,0%
dengan rata-rata 4,9% dari jumlah
benih yang ditanam, sedangkan ikan
nila berkisar antara 0,8 – 4,2% dengan
rata-rata 2,4% dari jumlah benih yang
ditanam. Jika jumlah unit KJA 15 ribu
unit dengan asumsi rata-rata 75% unit
KJA beroperasi sepanjang tahun (3 kali
panen) dan setiap unit (petak) KJA
memerlukan benih 10.000 ekor, maka
jumlah ikan yang lepas secara umum
berkisar antara 8,0 – 16,5 juta ekor per
tahun. Hal yang sama dilaporkan oleh
Husnah et al. 2005 menunjukkan
bahwa prosentase ikan budidaya yang
lepas dari karamba ke Sungai Kampar
(Riau) 71,99% berukuran bibit dan
28,01% berukuran konsumsi. Besarnya
benih yang lepas tersebut diatas
berdampak positif terhadap produksi
hasil tangkapan ikan. Hal tersebut
ditunjukkan dengan peningkatan
produksi tangkapan ikan dari 1.359 ton
pada tahun 2004 (Umar dan
Kartamihardja, 2006) menjadi 2.232
ton pada tahun 2006. Sumbangan
tingginya peningkatan produksi ikan
tersebut tidak hanya berasal ikan yang
lepas dari kegiatan budidaya ikan,
tetapi juga dampak dari penebaran ikan
oleh pemerintah, yaitu pada tahun 2005
telah ditebar benih ikan sebanyak
1.035.000 ekor.
Disamping pengukuran panjang
total benih ikan tersebut, juga
dilakukan identifikasi jenis ikan lain
dalam kelompok ikan tersebut. Hasil
pengamatan menunjukkkan bahwa rata-
rata terdapat 1,8% (0 – 6,24%) dari
benih ikan mas dan 3% (0 – 13,46%)
dari benih ikan nila, merupakan jenis
ikan lain (beunteur, golsom, red devil,
kongo, mas kumpay) ikut serta dalam
benih tersebut. Berdasarkan
pengamatan benih ikan yang masuk
tersebut, Kabupaten Subang dan
Sukabumi yang mempunyai persentasi
benih ikan yang tercampur tinggi. Hal
tersebut diduga panti benih di daerah
tersebut disamping membenihkan ikan
mas dan nila, juga membenihkan ikan
lainnya (seperti ikan hias: golsom, red
devil, kongo), sehingga benih ikan nila
dan mas yang didistribusikan
mempunyai peluang yang tinggi
tercampur dengan benih ikan lainnya.
190
7. Secara umum, masuknya jenis
ikan secara tidak sengaja berdampak
negatif terhadap struktur komunitas
ikan yang ada dan total hasil tangkapan
ikannya. Oleh karena itu, perlu
langkah-langkah pembinaan yang pasti
dan mudah dilaksanakan agar benih
ikan yang didistribusikan tersebut lebih
murni. Pembinaan tersebut tentunya
dapat dilakukan secara efektif dan
efisien oleh dinas-dinas perikanan
kabupaten terhadap unit pembenihan
rakyat di daerahnya.
KESIMPULAN
Hasil kajian peremajaan ikan
yang berasal dari budidaya ikan dalam
KJA di Waduk Ir. H. Djuanda dapat
disimpulkan, sebagai berikut:
• Peremajaan ikan tidak sengaja dari
sistem budidaya ikan dalam KJA
rata-rata mencapai 4,9% (untuk
ikan mas) dan 2,4% (untuk ikan
nila)
Bersamaan dengan benih ikan yang
masuk ke Waduk Ir. H. Djuanda, ikut
serta jenis yang tidak dikehendaki
maksimal mencapai 10,4% (untuk
benih yang berasal dari daerah
Sukabumi), dan 13,5% (untuk benih
ikan yang berasal dari daerah Subang).
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Z.I., N. Suhenda dan O.
Praseno, 2004. Manajemen pakan
pada usaha budidaya ikan di
karamba jaring apung. p. 37-44
dalam Sudradjat et al. (eds).
Pengembangan budi daya
perikanan di perairan waduk,.
Pusat Riset Perikanan Budidaya,
BRKP-DKP.
Husnah, A.K. Gaffar, D. Oktaviani,
S.N. Aida dan K. Fatah, 2005.
Budidaya ikan: perannya terhadap
produksi dan dampaknya
terhadap lingkungan di perairan
umum. Prosiding Forum Perairan
umum: Makalah Penunjang.
Pusat Riset Perikanan Tangkap,
BRKP-DKP. hal. 201-206.
Sukimin, S., 2006. Kualitas lingkungan
perairan waduk kaskade Sungai
Citarum. Seameo Biotrop,
Bogor. 17 p.
Tjahjo, D.W.H., 1986. Ciri-ciri
morphologi waduk Saguling dan
beberapa waduk lainnya
hubungannya dengan potensi
pengembangan perikanan. Bull.
Penel. Perik. Darat, 5(1): 47-55
• Umar, C. Dan E.S. Kartamihardja,
2006. Hubungan antara fluktuasi
tinggi muka air dan hasil tangkapan
ikan di Waduk Ir.H. Djuanda, Jawa
Barat. J.Lit. Perikan. Ind. 12(3):
149-158.
191