3. Realisasi Maknasy Syahadatain
Syahadat yang kita ucapkan bukan sekedar
pernyataan, tapi sekaligus sumpah dan janji
kita kepada Allah SWT
Syahadat adalah proklamasi keislaman kita
Syahadat adalah sumpah setia kita
Syahadat adalah janji setia kita
Ia perlu realisasi sebagai konsekuensi dari
proklamasi, sumpah dan janji tersebut
Sehingga ia bukan pernyataan kosong,
sumpah palsu dan janji-janji belaka
4. Hubungan Mu’min dan Allah
Setelah seseorang bersyahadat maka hubungan
dirinya dengan Allah SWT menjadi kuat
Dirinya terikat dengan hubungan ini dengan
ikatan yang sangat kuat yang tidak akan terputus
(2:256)
فَ قَ ن د اَسْتَمْسَكَ بَنالْع رْوَنة اَلْ وثْ قََى لَََ اَنْنفصَامَ لَََاََ
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada
buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus
Ada tiga hubungan yang harus dijaga:
Hubungan cinta
Hubungan perniagaan
Hubungan kerja
5. Hubungan Cinta ( (اَلْمَحَب ة
Hubungan cinta kita dengan Allah setelah
bersyahadat haruslah kuat cinta yang
sempurna (2:165)
Realisasi cinta kita dengan Allah:
Mengikuti Rasulullah (3:31)
Menata cinta kita terhadap selain Allah: mencintai
orang dan apa saja yang dicintai Allah dan
membenci orang dan apa saja yang dibenci Allah
lihat kembali materi “Mahabbatullah”, “Maratibul
Hubb”, dan “Lawazimul Mahabbah”
Berani menanggung resiko cinta: berjihad dan
berkorban (49:15)
Cinta kita kepada Allah adalah cinta yang pasti
berbalas (3:31)
6. Hubungan Kerja ( (اَلْعَمَ لَ
Setelah bersyahadat maka kita terikat hubungan
kerja dengan Allah
Syahadat adalah perjanjiang kontrak kerja kita
dengan Allah
Kita adalah PEKERJA ALLAH ( 39:39 (اَلْعَانمِ لَ
Allah adalah MAJIKAN kita (9:105)
Kita bekerja sesuai order (perintah dan larangan)
Allah, bukan seenak kita sendiri bisa ditolak
hasil pekerjaan kita
Maka yang kita sodorkan haruslah amal terbaik
(67:2, 3:92), bukan amal asal-asalan (3:188) atau
ogah-ogahan (22:11)
Jam kerja kita = umur kita
Upah kita = pahala dan sorga serta bonus melihat
7. Tingkatan Pekerja
Manusia akan dikelompokkan sesuai dengan
pekerjaannya (amalnya) 6:132, 46:19
Setiap “amil” (aktivis) dalam ketaatan kepada Allah
ataupun ma’shiyat kepadaNya, mendapatkan
kedudukan (manazil) dan peringkat atau ranking
(maratib) dari amalnya yang Allah berikan kepadanya
Apabila amal itu baik, maka kedudukan dan
peringkatnya baik
Apabila amal itu buruk, maka kedudukan dan
peringkatnya buruk
Ada tiga tingkatan pekerja (35:32, 56:1-10)
1. Pelopor ( (ال سابن قونَ اَل سابن قونََ ,سَابنقٌ بَنالَْْيْ رَا ن ت بَننإذْ ن ن اَ ن للَّ
2. Pertengahan ( (أَصْحَا ب اَلْمَيْمَنَنةَ , مِقْتَ ن صدٌَ
3. Zhalim ( (أَصْحَا ب اَلْمَشْأَمَِنةَ ,ظَانلٌِ لَننَ فْ ن سنهَ
8. Hubungan Perniagaan ( (اَلتن جَارَة
Hubungan yang kuat setelah bersyahadat adalah
hubungan perniagaan (dagang) antara kita dan
Allah
Perdagangan dengan Allah adalah perdagangan
yang paling menguntungkan
61:10 “Maukah Aku tunjukkan perniagaan yang
dapat menyelamatkan kalian dari adzab yang
pedih?”
Siapakah yang akan menjawab: MAU!?
Orang yang menginginkan selamat di akhirat!
61:11 ada dua hal yang harus dilakukan:
Iman kepada Allah dan RasulNya
Berjihad dengan harta dan jiwa
9. Posisi dalam Perniagaan
Layaknya sebuah jual-beli atau perniagaan
pada umumnya, maka harus memenuhi
unsur-unsurnya
1. Pembeli ( اَلْ مشْ نَ تَيَْ ): ALLAH SWT
2. Penjual ( اَلْبَائن عَ ): MU’MIN
3. Barang yang dijual: HARTA DAN JIWA
(اَلأَمِْوَا ل وََاْلأَنْ ف سَ)
4. Harganya: SORGA DAN RIDHO ( (اَلْْنن ة وََال نَرضَى
5. Pasarnya: JIHAD ( (اَلْْنهَا
6. Ijab-qabulnya: SYAHADATAIN
10. Barang Dagangan Jihad
9:111 Allah akan membeli JIWA dan HARTA
orang beriman dalam ayat ini didahulukan
“jiwa” dari “harta”
Contoh penjualan harta kepada Allah:
Abu Bakar ash-Shiddiq dengan seluruh
hartanya (4000 dirham)
Umar bin Khaththab dengan separoh
hartanya
Utsman bin Affan berinfaq dengan 900 ekor
unta dan 100 ekor kuda, belum termasuk
uang kontan
Abdurrahman bin Auf menyerahkan 200
11. Harganya: SORGA dan RIDHO
Harga yang dibayarkan oleh Allah SWT adalah sorga
dan ridhoNya
Ketika bai’atul ‘aqabah Abdullah bin Rawahah berkata
kepada Rasul SAW, “Berilah persyaratan bagi
Tuhanmu dan bagi dirimu sesuka hatimu.” Maka
Rasulullah bersabda, “Aku memberikan syarat bagi
Tuhanku, hendaklah kalian menyembahNya dan
janganlah kalian mempersekutukan Dia dengan
sesuatu pun. Dan aku memberikan syarat bagi diriku,
hendaklah kalian membelaku sebagaimana kalian
membela diri dan harta benda kalian sendiri.” Para
sahabat bertanya, “Apakah yang kami peroleh jika
kami mengerjakan hal tersebut?” Beliau menjawab,
“Sorga.” Mereka menjawab, “Jual beli yang
menguntungkan, kami tidak akan mundur dan tidak
12. Pengiriman Usamah
Penulis MUKHTASHAR HAYATUSH-SHAHABAH,
Syaikh Muhammad Yusuf Al-Kandahlawy (judul
terjemahnya SIRAH SHAHABAT: Keteladanan Orang-orang
di Sekitar Nabi) menyebutkan secara khusus
tentang jihad dalam “Bab VI Jihad Fi Sabilillah”
Yang menarik beliau memulai kisah jihad dengan
uraian tentang pengiriman Usamah bin Zaid oleh
Rasulullah SAW
Pengiriman pasukan ini beberapa hari sebelum beliau
SAW wafat seakan penulis ingin mengatakan
bahwa JIHAD NABI SAW SAMPAI AKHIR HAYAT!
Setelah itu baru disebutkan perhatian Khulafaur
Rasyidin dalam masalah jihad
Setelah baru peperangan Badar, Uhud, dst
13. Jihad = Amal Terbaik
Ustman ra berpidato di atas mimbar,
“Sesungguhnya aku masih menyimpan
sebuah hadits yang pernah kudengar dari
Rasulullah SAW, karena aku khawatir
kalian akan meninggalkan aku.
Maka kini aku akan menyampaikannya,
agar setiap orang menentukan pilihannya
sendiri-sendiri, mana yang terbaik baginya.
Aku mendengar beliau bersabda, ‘Berjaga
selama sehari di jalan Allah lebih baik
daripada ibadah seribu hari pada
selainnya’.” (HR. Ahmad)
14. Mengingkari yang Menunda-nunda
Keberangkatan
Pada Perang Mu’tah Rasulullah SAW telah
menetapkan bahwa komandan perang adalah Zaid
bin Haritsah; jika ia gugur diganti oleh Ja’far bin Abi
Thalib; jika ia gugur diganti oleh Abdullah bin
Rawahah
Sebelum berangkat perang Ibnu Rawahah pergi
shalat Jum’at bersama Rasulullah SAW, beliau
bertanya, “Mengapa engkau belum berangkat?”
Ibnu Rawahah menjawab, “Karena aku ingin shalat
Jum’at bersama engkau.”
Beliau bersabda, “Pergi di jalan kebaikan (jihad)
pada pagi atau sore hari lebih baik daripada dunia
dan seisinya.”
15. Para Wanita dalam Jihad
Para wanita tidak mau tinggal diam dalam urusan jihad
Putri Milhan minta didoakan ikut pertempuran di lautan
Saat itu Rasulullah tersenyum sehingga putri Milhan heran,
maka beliau bersabda, “Kelak ada sebagian umatku yang
akan mengarungi laut biru untuk berperang di jalan Allah.
Perumpamaan mereka seperti para raja yang berkuasa atas
tawanan-tawanannya.”
Ia menikah dengan Ubadah bin Shamit dan ikut perang di
lautan
Ummu Imarah (Nusaibah binti Ka’ab) ikut menolong
Rasulullah ketika akan dibunuh oleh Ibnu Qumai’ah di
Perang Uhud
Ar-Rubayyi’ binti Mu’awwidz ikut menyediakan logistik
dalam suatu peperangan
Ummu Sulaim ikut Perang Hunain dengan sebuah tombak,
“Aku sengaja membawanya untuk menusuk perut orang
musyrik yang mendekatiku.”
16. Jihad Total
Medan jihad sangat banyak, meskipun yang
tertinggi adalah jihad di peperangan (jihad qital)
Jihad = sungguh-sungguh mengeluarkan
segala upaya, pikiran, tenaga, harta, dan waktu
Bidang-bidang jihad
Jihad nafs
Jihad tarbawi: jihad melalui pendidikan dan
pengajaran
Jihad siyasi: jihad melalui politik untuk menegakkan
keadilan dan kesejahteraan rakyat
Jihad qital atau jihadul-yad (tangan): jihad dengan
pedang dan senjata
17. Jihadun-Nafs
Jihadun-nafs memiliki kedudukan yang
tinggi di masa sekarang ini
Jihad ini memiliki tingkatan:
Berjihad untuk mempelajari petunjuk
(Islam)
Berjihad untuk mengamalkan apa yang
sudah dipelajari
Berjihad untuk berdakwah kepada petunjuk
Berjihad untuk sabar atas segala kesulitan
dakwah
18. مرل بَ للج دََ
القتال فَيَ
Paling TINGGI
سبيل لَ
كَلنمَة اَلَْْن ق نَ عنْدََ
ال سلْطَا ن ن اَلََْْائننرَ
Medan
ن جهَا اَلْيََ ن دَ
Jihad
banyak
ragamnya
ن جهَا اَلْقَلََنمَ
ن جهَا اَللن سَا ن نَ
إننْكَا ر اَلْقَلْ Paling RENDAH
ن بَ
19. Semboyan Kita
Apabila kita sudah memahami konsep jihad
ini dan melakukannya, maka berarti sudah
memahami semboyan kita:
اَلْْنهَا سََبنيْ ل نََا
JIHAD JALAN KITA
20. Landasan Jihad
Landasan dalam kita berjihad adalah SYAHADAT
(اَل شهَا ةَُ )
Karena tidak ada artinya jihad yang tidak ikhlas
Ingat hadits yang menyebutkan 3 orang yang
pertama dihisab: mujahid, dermawan, dan qari’
(ahli Qur’an) ketiganya masuk neraka karena
jihad untuk disebut pahlawan, berderma supaya
disebut dermawan, dan mengajarkan ilmu dan
Qur’an agar disebut qari’-’alim
Ketika Rasulullah ditanya apa yang disebut fi
sabilillah, maka beliau menolak jihad karena
ashabiyah (fanatisme) atau karena ingin disebut
pemberani, lalu bersabda, “Siapa yang berperang
untuk meninggikan kalimat Allah, itulah sabilillah.”
21. Kehidupan Mu’min ( (حَيَاةٌ لَنلْ مؤْنمِ نَُ
Jihad seharusnya menjadi sesuatu yang tidak
terpisahkan dalam kehidupan mu’min
Tingkatan kehidupan mu’min:
Sangatlah mudah bagi sebagian besar manusia untuk
berkhayal.
Namun, tidak semua khayalan yang terbersit dalam
benak bisa digambarkan dalam bentuk kata-kata.
Banyak di antara yang sedikit ini bisa beramal,
namun sedikit sekali yang mampu mengemban amanat
jihad yang begitu berat yang melelahkan.
Mereka inilah para mujahid dan mereka itulah kelompok
minoritas terpilih dari para pendukung yang kadang-kadang
bisa salah dalam melangkah dan tidak sesuai
dengan sasaran, manakala tidak mendapatkan
penjagaan dari Allah. Kisah Thalut barangkali bisa
menjadi penjelas atas pernyataan saya ini
22. Kehidupan Mu’min = Jihadul Haq
الجهاد
الْحَ قُّ
اَلْجِــهَُّادُّ
اَلْعَـــمَ لُّ
اَلْقَــــوْ لُّ
اَلْخَيَّـــا لُّ
ن ج ن دي ة إستمرانري ة
Sesungguhnya, medan perkataan berbeda dengan
medan khayalan. Medan amal juga berbeda dengan
medan perkataan. Medan jihad berbeda dengan
medan amal. Medan jihad yang haq berbeda secara
kontradiktif dengan medan jihad yang bathil.
23. Berambisi Mati Syahid ( (اَل شنهيْ دَ
Sa’ad dan ayahnya (Khaitsamah) sama-sama
ingin bergabung dalam Perang Badar
Rasulullah SAW memerintahkan agar salah
seorang saja yang ikut berperang
Akhirnya Sa’ad dan ayahnya membuat undian
Khaitsamah berkata kepada anaknya, “Memang
salah seorang di antara kita harus tinggal, maka
bagaimana jika engkau saja yang tinggal
bersama istriku?”
Sang anak berkata, “Kalau bukan karena
sorga, tentu aku bisa menerima saran ayah.
Tapi aku sangat mengharapkan mati syahid.”
24. Dari Syahadat Menuju Syahid
Kehidupan mu’min itu terrangkai dalam
untaian yang indah antara syahadat dan
syahid
Ia memulai dengan syahadat sehingga
dirinya ikhlas dan ittaba’ kepada Rasulullah
SAW
Kehidupannya diisi dengan jihad total,
sehingga umurnya penuh berkah
Ia mengakhirinya dengan syahid di jalan
Allah
Itulah gambaran indah seorang mu’min
25. Sifat-sifat Mu’min
Mu’min yang telah melakukan perdagangan
dengan Allah memiliki sifat-sifat yang disebutkan
dalam 9:112
Sifat-sifat itu dalam bentuk isim fa’il yang
menunjukkan bahwa sifat itu melekat dengan
dzatnya ( (لشصفة مُلْتحصِحقةُ بِدشهذل ت
Ada 7 sifat:
الت ائنب ونَ .َ 1 (yang bertobat)
الْعَابن دونَ .َ 2 (yang beribadah)
الَْْانمِ دونَ .َ 3 (yang memuji Allah)
ال سائن حونَ .َ 4 (yang melawat)
ال راكنع ونَ اَل سا ن ج دونَ .َ 5 (yang rukuk, yang sujud)
الَْْنمِ رونَ بَنالْمَعْ رو ن ف وََالن ا هونَ عََ نُ اَلْ منْكَنر .َ 6 (yang menyuruh berbuat
makruf dan mencegah berbuat mungkar)
وَالَْْافنظ ونَ نَ لْ دونُ اَ ن للَّ . 7 (yang memelihara hukum-hukum Allah)
26. الت ائنب ونََ (Yang Bertobat)
Orang yang kembali kepada Allah sambil
meminta ampunan atas dosa mereka
Tobat adalah
perasaan menyesal atas perbuatan masa lalu
bertawajjuh kepada Allah pada usia yang masih
ada
menahan diri dari dosa, dan
beramal sholeh sebagai realisasi tobat
Maka tobat adalah penyucian, pembersihan,
penyerahan diri kepada Allah dan kesholehan
27. الْعَابن دونََ (Yang Beribadah)
Yang menghadap kepada Allah semata dalam
beribadah dan menyembah, sebagai pengakuan
atas rububiyahNya
Sifat ini tertanam dalam jiwa mereka dengan
diterjemahkan oleh ritus-ritus yang mereka
lakukan
Diterjemahkan oleh tawajjuh kepada Allah
semata dalam segala amal ibadah, ucapan,
ketaatan, dan mengikuti ajaranNya
Ia adalah pengakuan atas uluhiyah dan
rububiyah kepada Allah dalam bentuk praktikal
dan realistis
28. الَْْانمِ دونََ (Yang Memuji Allah)
Mereka yang hatinya penuh dengan pengakuan
nikmat yang diberikan Allah, dan lidahnya selalu
memberikan pujian kepada Allah pada waktu senang
maupun sulit
Pada waktu senang adalah untuk bersyukur atas
kenikmatan yang lahir
Sedangkan, dalam kesulitan adalah untuk memuji Allah
atas rahmatNya yang terkandung dalam cobaan itu
Pujian kepada Allah bukanlah pujian pada
kesenangan saja, namun juga pujian bagiNya pada
saat kesulitan, ketika hati orang yang beriman
menyadari bahwa Allah Yang Maha Penyayang dan
Mahaadil tak mungkin memberi cobaan kepada orang
yang beriman, kecuali untuk kebaikan yang Dia
ketahui, sejauh apa pun hal itu tersembunyi dari
29. ال سائن حونََ (Yang Melawat)
Ada beberapa penafsiran:
Orang yang berhijrah
Para mujahid
Orang yang pergi jauh untuk menuntut ilmu
Orang-orang yang berpuasa
Termasuk juga orang-orang yang tafakkur
terhadap ciptaan Allah dan sunnah-sunnahNya
seperti pada 3:190-191
Bukan untuk sekedar merenung dan mengambil
ibrah, tapi untuk membangun kehidupan dan
memakmurkan nya setelah itu, di atas
pemahaman ini
30. ال راكنع ونَ اَل سا ن ج دونََ (Yang Rukuk, Yang Sujud)
Mereka yang mendirikan shalat dan berdiri dalam
shalat
Hal itu seakan menjadi sifat permanen mereka,
dana seakan-akan ruku’ dan sujud itu menjadi
karakter pembeda bagi mereka dibanding orang-orang
lain
Mereka seperti yang digambarkan sebagai
pengikut Muhammad SAW (48:29)
Kelak mereka akan mudah untuk bersujud di
hadapan Allah kelak di akhirat nanti, di saat
mereka yang tidak terbiasa sujud kakinya kaku
tidak dapat ditekuk (68:42-43)
31. الَْْنمِ رونَ بَنالْمَعْ رو ن ف وََالن ا هونَ عََ نُ اَلْ مَنْكَنرَ
(Yang Menyuruh Berbuat Makruf dan
Mencegah Berbuat Mungkar)
Saat daulah Islam masih berdiri, maka amar
ma’ruf nahi munkar dengan mencermati
kesalahan dan penyimpangan dari manhaj Allah
dan syari’atNya
Saat ini maka AMAR MA’RUF:
Usaha-usaha untuk mengkonsolidasikan,
mengkoordinasikan, dan memobilisasi sumber-sumber
positif konstruktif dalam Jamaah, umat, bangsa dan
kemanusiaan untuk produksi kebajikan bagi kedamaian
NAHI MUNKAR
Bekerja secara sistematik mempersempit,
memarjinalisasi dan meminimalisasi ruang gerak
32. وَالَْْافنظ ونَ نَ لْ دونُ اَ ن للَّ (Yang Memelihara
Hukum-hukum Allah)
Dalam masa ketiadaan pemerintahan Islam,
maka menjaga hukum-hukum Allah diarahkan
kepada menjaga syari’at Allah selain hudud
(hukum pidana)
Jadi kita arahkan kepada menjaga akidah,
ibadah, dan muamalah
Kemudian tetap berupaya secara tarbawi
maupun siyasi (politik) untuk mencapai
kekuasaan sehingga
Memiliki landasan yang kokoh sebagai masyarakat
Islam
Memiliki kemampuan untuk memimpin bangsa
Mampu mengelola penerapan syariatNya secara
Editor's Notes
Pernyataan Imam Syahid dalam risalah “Mu’tamar Khamis” bagian مَتَي تكونُ خُطُوَتُنا التنفيذية؟