SlideShare a Scribd company logo
1 of 6
Download to read offline
1
PENGAJIAN MALAM SELASA
MAJELIS TABLIGH MUHAMMADIYAH
DI AULA MADRASAH MU’ALLIMIN MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Memahami dan Menyikapi Hadits “Perbedaan Itu Rahmat”
Ada sebuah hadits yang sangat populer di masyarakat yang
menyatakan bahwa “perbedaan itu adalah rahmat”. Hadits yang dimaksud
termasuk dari sekian banyak hadits yang – hingga saat ini – diperselisihkan,
bahkan mendapatkan kritik tajam dari ulama yang meneliti tentang
otentisitasnya. Padahal, ada sisi lain yang harus difahami dari hadits itu,
yaitu ‘ruh’ atau spiritnya yang dalam banyak hak bersesuaian dengan prinsip
syari’at Islam yang mengedepankan artipenting “tarâhum” (jalinan kasih
sayang timbal-balik antarmanusia).
Hadits tersebut ialah:
“Perbedaan (yang terjadi pada) umatku adalah rahmat.”
Pengertian hadits ini – hingga saat ini – memang masih belum
disepakati. Di antara ulama masih terjadi silang pendapat, sebagian
mengartikan perbedaan dalam urusan hukum, sebagian lagi mengartikan
perbedaan dalam urusan pekerjaan masing-masing umatku. Namun, semua
pengertian tersebut benar meskipun yang kuat adalah pengertian yang
pertama, yaitu perbedaan dalam hukum. Artinya, ikhtilâf (perbedaan
pendapat) ulama adalah bentuk perluasan bagi umat manusia dalam memilih
pendapat dari bermacam-macamnya pendapat ulama. Namun, jangan
difahami bahwa ikhtilâf itu dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Karena,
Islam, termasuk di dalamnya ketika bermusyawarah -- menganjurkan adanya
ittifâq (kesepakatan).
Hadits di atas dikeluarkan oleh Nashr al-Maqdisi di dalam kitab al-
Hujjah, al-Baihaqi dalam kitab Risâlah al-Asy’âriyyah tanpa sanad (mu’allaq);
begitu juga al-Halimi, Qadhi Husain, Imam Haramain dan lain-lain. Dan
dalam menyampaikan hadits ini, mereka semua tidak menggunakan shighat
(pernyataan) pasti, tetapi menggunakan kata-kata “َ‫ي‬ِ‫و‬ُ‫ر‬ (diriwayatkan)”.
Muhammad Nashiruddin al-Albani termasuk ulama yang menolak
keabsahan hadits ini. Beliau, di dalam kitab “Silsilah al-Ahâdîts adh-Dha’îf
ah”, juz I, hal. 141, menyatakan dengan dengan kalimat: “ ‫ال‬‫أصل‬‫له‬ ”. (tidak
memiliki dasar). Para ahli hadits telah berupaya didalam meneliti tentang
sanadnya namun mereka semua tidak mendapatkannya kecuali perkataan as-
Suyuthi di dalam kitab “Jâmi’ al-Hadîts”. As-Suyuthi berkomentar:
2
”barangkali ia (hadits ini) diriwayatkan di dalam beberapa kitab hufâzh (para
penghafal hadits) yang belum sampai kepada diri kita.” (As-Suyuthi, Jâmi’al-
Hadîts, juz II, hal. 40, hadits no. 874) Komentar as-Suyuthi ini, menurut
Muhammad Nashiruddin al-Albani, “tidak pantas diyakini oleh setiap
muslim.”
Al-Munawi, menukil dari as-Subki, mengatakan bahwa hadits
tersebut tidak dikenal di kalangan para ulama hadits dan aku tidak
menemukan bahwa hadits itu memiliki sanad yang shahîh, dha’îf atau
maudhû’ (palsu). Hal itu ditegaskan oleh Syeikh Zakaria al-Anshariy di
dalam catatannya tentang “Tafsîr al Baidhâwi”, juz II, hal. 92. (Lihat: As-
Silsilah adh-Dha’îf ah, juz I, hal, 134)
Syaikh Athiyah Saqar mengatakan bahwa hadits “Perbedaan
umatku adalah rahmat” disebutkan oleh al-Baihaqi di dalam kitab “Risâlah
al-Asy’âriyyah”-nya dan mensanadkannya dari hadits Ibnu Abbas di dalam
“al-Madkhal” dengan lafazh “Perbedaan para sahabatku adalah rahmat bagi
kalian.” Dengan sanadnya yang lemah, sebagaimana disebutkan al-Iraqi
didalam ‘takhrîjnya terhadap hadits-hadits yang ada di dalam kitab “Ihyâ
‘Ulûmiddîn”, juz I, hal. 25.
Tetapi ada ulama lain yang berkomentar, bahwa ketika para ulama
menyampaikan hadits ini, mereka semua tidak menggunakan shighat
(penyataan) pasti, tetapi menggunakan kata-kata ““َ‫ي‬ِ‫و‬ُ‫ر‬ (diriwayatkan)””.
Pernyataan ini sebenarnya mengindikasikan bukti bahwa hadits di atas tidak
maudhû' (palsu). Karena mustahil (tidak mungkin) mereka rela memasukkan
hadits palsu atau maudhû' ke dalam kitab-kitab mereka. Padahal kita tahu,
bahwa mereka – yang menukil hadits tersebut -- adalah kritikus-kritikus
dalam bidang hadits yang handal.
As-Subki – memang -- mengatakan: ”Hadits ini tidak dikenal para
ahli hadits (tidak diriwayatkan dengan sanad), dan aku belum menemukan
sanad shahîh, dha’îf atau maudhû’.” Sementara itu, as-Suyuthi dalam kitab al-
Jâmi’ ash-Saghîr, setelah membawakan hadits tersebut mengatakan:
“Mungkin dikeluarkan pada sebagian kitab huffâzh (penghafal hadits) yang
belum sampai kepada kami.”. Pernyataan ini adalah bentuk kehati-hatian as-
Suyuthi dalam menyikapi hadits yang begitu masyhur dan dibawakan oleh
ulama-ulama ahli hadits (tanpa sanad) yang masyhur kealimannya dan
terdepan di bidangnya. Bukan seperti sikap yang ditunjukkan Muhammad
Nashiruddin al-Albani, yang ---oleh sebagian ulama dipandang sebagai--
bukan ahli hadits terpercaya, tetapi dengan enteng dan tanpa beban
memberikan pernyataan yang terkesan melecehkan as-Suyuthi dengan
mengatakan: ”Menurutku ini sangat jauh, karena konsekuensinya bahwa ada
sebagian hadits Rasulullah saw. yang luput dari umat Islam. Ini tidak layak
diyakini seorang muslim.” Hal ini, menurut sebagian ulama yang
3
mengapresiasi hadits ini, merupakan sebuah statemen (pernyatan) yang
sangat tidak layak ditujukan kepada orang sekaliber as-Suyuthi.
Kehati-hatian as-Suyuthi cukup beralasan, karena selain masyhur
disampaikan ulama-ulama terkemuka dan adil, makna haditsnya juga shahîh,
selain dikuatkan dengan hadits lain [musnad] yang diriwayatkan oleh al-
Baihaqi dalam al-Madkhal Ilâ as-Sunan al-Kubrâ (juz I, hal. 114, hadits no.
113) dan ad-Dailami dalam Musnad al-Firdaus (juz IV, hal. 160, hadits no.
6497) dari Abdullah bin Abbas secara marfu’:
“Perbedaan apa pun di kalangan para sahabatku adalah rahmat.” (Lihat: As-
Suyuthi, Jami’ul Ahâdîts, juz II, hal. 39, hadits no. 873).
Namun, di sisi lain, as-Suyuthi juga memberikan kritik terhadap
sanadnya, dan menyatakannya “dha’if”. (Lihat: Jam’ul Jawâmi, juz I, hal.
20441)
Dan perbedaan sahabat-sahabat Nabi adalah juga perbedaan umat.
Meskipun hadits ini dinilai lemah sanadnya oleh al-Iraqi, namun – menurut
ulama yang mengapresiasi hadits ini -- derajat kelemahannya dapat terangkat
atau menjadi kuat disebabkan adanya riwayat lain yang dibawakan
puteranya, yaitu Abu Zur’ah dan juga Ibnu Sa’ad (mursal dha’if) sebagaimana
masyhur dalam kaedah ahli ushul dan ahli hadits.
Sebagai bukti kebenaran isi kandungan hadits di atas adalah seperti
yang tercatat dalam kitab Fatâwâ, hal. 27 karya Syaikh Husain, Mufti
Malikiyyah di Makkah yang dikutip dari al-Amir Ali Abdul Baqi az-Zurqani
dalam Hâsyiyah Mukhtashar Khalîl, bahwa Imam asy-Syafi'i berkata, "Allah
tidak akan menyiksa seorang hamba karena (meninggalkan) sesuatu yang
masih di perselisihkan ulama dan perselisihan (perbedaan pendapat) ulama
adalah rahmat bagi umat ini".
Umar bin Abdul Aziz menuturkan: “Bukan sesuatu menyenangkan
bagiku, andai para shahabat-shahabat Nabi Muhammad saw tidak berbeda-
beda, karena jika mereka tidak berbeda-beda, maka tidak akan ada rukhshah
(dispensasi hukum)". Maqalah mujaddid pertama ini menunjukkan pebedaan
shahabat-shahabat Nabi tersebut adalah dalam urusan hukum agama selain
juga memberi faham bahwa perbedaan-perbedaan adalah keuntungan
(rahmat) bagi umat selanjutnya. Artinya, para as-Salaf as-Shalih membuka
ruang bagi manusia untuk berijtihad dan diperbolehkan ikhtilaf dalam ijtihad
tersebut. Sebab, andai ruang ijtihad tidak dibuka, tentu akan memersempit
4
para mujtahidin, karena ijtihad dan penyangkaan-penyangkaan tentu tidak
bisa sama.
Pernyatan Umar bin Abdul Aziz tersebut juga menguatkan hadits
yang – menurut sebaguan ulama -- disebut marfu’:
“Sahabat-sahabatku adalah layaknya bintang-bintang di langit, dengan yang mana
kalian mengikuti, niscaya akan mendapat jalan petunjuk. Dan perbedaan-perbedaan
sahabatku bagi kalian semua adalah rahmat.” (Al-Baihaqi, Al-Madkhal Ilâ as-
Sunan al-Kubrâ, juz I, hal. 114, hadits no. 113). Meskipun oleh sebagian
ulama lain disebut sebagai hadits dha’if, bakan maudhu’ (Lihat: Muhammad
Nashiruddin Al-Albani, As-Silsilah adh-Dha’îf ah, juz I, hal. 61, hadits no. 59
dan Ibnu Hazm, Al-Ihkâm Fî Ushûl al-Ahkâm, juz V, hal. 61)
Ibnu Qudamah al-Hanbali dalam kitab al-‘Aqâ’id – misalnya --
menandaskan: “Perbedaan imam-imam (ulama-ulama) adalah rahmat dan
kesepakatan mereka adalah hujjah.”
Asy-Syathibi mengatakan: “Segolongan ulama salaf menjadikan
perselisihan umat dalam furu’ (masalah fiqh) adalah bagian dari rahmat, dan
jika termasuk bagian dari rahmat maka ulama-ulama yang ikhtilaf tersebut
tidak akan keluar dari jalur dari bagian ahli rahmat.”
Asy-Sya‘rani mengatakan: “Para ahli kasyf menyatakan bahwa
pendapat-pendapat para ulama madzhab adalah sesuai dengan syariat secara
kenyataan (nafs al-amr), meskipun itu tidak diketahui jelas oleh para
pengikutnya. Dan pendapat-pendapat ulama madzhab tersebut adalah sesuai
dengan syariat Nabi terdahulu. Maka jika ada yang mengamalkan apa yang
telah menjadi kesepakatan para ulama-ulama maka dia seperti mengamalkan
mayoritas syariat-syariatnya para nabi.” Penjelasan asy-Sya'rani tersebut
memberi pemahamam kepada kita tentang legalitas (keabsahan) berbeda
pendapat dalam ijtihad dan tidak dianggap sebagai sesuatu yang tercela.
Jika muncul pertanyaan: Jika ikhtilâf umat adalah rahmat, maka
akan bertentangan dengan larangan ikhtilâf oleh Allah dalam QS Āli
‘Imrân/3: 103,
5
“Berpeganglah kalian semua pada tali Allah dan jangan bercerai berai.” Dan QS
Āli ‘Imrân/3: 105,
“Dan janganlah kalian menyerupai orang-orang yang bercerai berai dan berselisih
sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka.”
Jawabnya: Antara hadits dan dua ayat tersebut pembicaraannya
masing-masing berbeda. Dua ayat tersebut berbicara tentang terhinanya
orang-orang yang berselisih (ikhtilâf) kepada Rasulnya sebagaimana dalam
hadits: “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian hancur karena banyak
berselisih pada nabi-nabinya.” Dan umat Muhammad tidak seperti itu, yakni
berselisih kepada Rasulullah saw, karena telah mengetahui ancaman adzab
besar bagi mereka yang menyelisih Nabinya. Mereka berselisih hanya dalam
urusan hukum fiqh dan ada pemaafan bagi yang salah seperti yang sudah
dimaklumi dalam hadits Nabi.
Bahkan, dalam sejarah sosial-politik umat Islam, dikisahkan bahwa
Khalifah Harun ar-Rasyid sering kali bermusyawarah dengan Imam Malik
serta menganjurkan agar supaya kitab al-Muwaththa’ ditempelkan di dinding
Ka’bah dan orang-orang diajak untuk mengamalkannya. Namun, Imam
Malik menolak dan mengatakan: “Jangan engkau lakukan, karena shahabat
Rasulullah saw berselisih dalam masalah fiqh (furû’) dan sudah tersebar di
daerah-daerah dan semuanya orang benar (dalam ijtihadnya).” Sementara
itu, Zakariyya al-Anshari menceritakan, saat Khalifah al-Manshur berhaji
dan bertemu Imam Malik, beliau mengutarakan maksud hatinya yang
berkeinginan supaya kitab al-Muwaththa’ ditulis dan disalin kemudian
dikirimkan ke daerah orang-orang muslim dan diperintahkan pada mereka
untuk mengamalkannya dan tidak boleh menggunakan yang lain. Imam
Malik menjawab: “Jangan engkau lakukan wahai Amîrul Mu’minîn!
Sesungguhnya pendapat-pendapat (ulama) telah sampai pada mereka dan
mereka juga mendengar hadits Nabi serta meriwayatkannya. Dan setiap
golongan telah mengambil apa yang mereka ketahui dan dijadikan amalan
untuk mendekatkan diri kepada Allah. Biarkan mereka memilih jalan untuk
mereka masing-masing dalam setiap daerah.”
An-Nawawi dalam kitab Syarh Muslim, juz VI, hal. 27 mengatakan:
”Bukan berarti jika sesuatu itu rahmat maka kebalikannya adalah adzab, dan
tidak ada yang mengatakan seperti itu kecuali orang yang bodoh atau pura-
pura bodoh. Allah berfirman dalam QS al-Qashash/28: 73:
6
“Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu
beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya
(pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.”
Allah menjadikan malam sebagai rahmat dan bukan berarti
kebalikannya, yaitu siang sebagai adzab (Allah juga menjadikan siang
sebagai rahmat, bukan berarti kebalikannya, yaitu malam adalah adzab)
meski siang dan malam adalah waktu yang saling berlawanan. Perkataan an-
Nawawi ini sekaligus membantah pernyataan Ibnu Hazm dalam kitab al-
Ihkâm fi Ushûl al-Ahkâm yang menyalahkan arti dari hadits di atas. Ibnu
Hazm mengatakan: ”Jika perbedaan adalah rahmat, maka persatuan adalah
kebenci, kemarahan atau kemurkaan.”
Untuk menyikapi hadits tersebut, bisa penulis nyatakan, bahwa
tidak setiap perbedaan itu (pasti) akan membawa rahmat. Semuanya
tergantung pada sikap kita terhadapnya. Sebaliknya juga dengan
‘kesepakatan’. Karena, sebagaimana kita ketahui bahwa perbedaan di dalam
berbagai pendapat ijtihadiyah akan memberikan kesempatan kepada
manusia untuk memilih yang sesuai dengan keadaannya. Maka dari sinilah
muncul berbagai madzhab fiqhi yang kita kenal, dan tidak sedikit orang yang
bersikap taqlid kepada madzhab mana pun. Padahal sikap taqlid itu, dalam
banyak hal, bisa menimbulkan kemandekan berpikir di kalangan umat Islam.
Sementara itu, kebebasan berpendapat yang tidak disertai kearifan pun bisa
jadi berakhir menjadi ’sebuah bencana’.
Dengan demikian meskipun hadits tersebut – sebagaimana
ditengarai oleh sebagian ulama -- tidak memiliki dasar atau tidak berasal dari
Rasulullah saw, namun secara maknawi tidaklah ‘salah’ jika kita tempatkan
secara proporsional pada berbagai permasalahan sosial-kemanusiaan,
termasuk di dalamnya pada persoalan ‘Fikih Kontemporer”
Wallâhu A’lamu bish-Shawâb.
Yogyakarta, 29 Juni 2015

More Related Content

What's hot

Sejarah munculnya-istilah-ahlus-sunnah-wal-jama-ah
Sejarah munculnya-istilah-ahlus-sunnah-wal-jama-ahSejarah munculnya-istilah-ahlus-sunnah-wal-jama-ah
Sejarah munculnya-istilah-ahlus-sunnah-wal-jama-ahRa Hardianto
 
Panduan Evaluasi Sholat dan Hadits Shahih - Mengevaluasi Cara Sholat Kita
Panduan Evaluasi Sholat dan Hadits Shahih - Mengevaluasi Cara Sholat KitaPanduan Evaluasi Sholat dan Hadits Shahih - Mengevaluasi Cara Sholat Kita
Panduan Evaluasi Sholat dan Hadits Shahih - Mengevaluasi Cara Sholat KitaHary HarysMatta
 
Bingkisan ringkas untuk tuan abduh za
Bingkisan ringkas untuk tuan abduh zaBingkisan ringkas untuk tuan abduh za
Bingkisan ringkas untuk tuan abduh zaArdian DP
 
Pendapat ulama syafi
Pendapat ulama syafiPendapat ulama syafi
Pendapat ulama syafimunawir_army
 
Sekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhah
Sekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhahSekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhah
Sekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhahMuhsin Hariyanto
 
Hadits mutawattir (without background)
Hadits mutawattir (without background)Hadits mutawattir (without background)
Hadits mutawattir (without background)Azzahra Azzahra
 
Kumpulan Hadits Shahih Bukhari Muslim
Kumpulan Hadits Shahih Bukhari MuslimKumpulan Hadits Shahih Bukhari Muslim
Kumpulan Hadits Shahih Bukhari MuslimDarminto WS
 
Ihya ulumuddin dalam pandangan para ulama
Ihya ulumuddin dalam pandangan para ulamaIhya ulumuddin dalam pandangan para ulama
Ihya ulumuddin dalam pandangan para ulamaSrijb Mms
 
ISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITS
ISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITSISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITS
ISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITSAzzahra Azzahra
 
Tafsir, pembagian dan metodenya
Tafsir, pembagian dan metodenyaTafsir, pembagian dan metodenya
Tafsir, pembagian dan metodenyaQomaruz Zaman
 
Memacak pelepah tamar di atas kubur
Memacak pelepah tamar di atas kuburMemacak pelepah tamar di atas kubur
Memacak pelepah tamar di atas kuburR&R Darulkautsar
 
Hadis Sebagai sumber Ajaran islam
Hadis Sebagai sumber Ajaran islamHadis Sebagai sumber Ajaran islam
Hadis Sebagai sumber Ajaran islamTeguh Margiantoro
 
Hadits Shahih, Hasan, Dlo'if
Hadits Shahih, Hasan, Dlo'ifHadits Shahih, Hasan, Dlo'if
Hadits Shahih, Hasan, Dlo'ifAzzahra Azzahra
 

What's hot (19)

Sejarah munculnya-istilah-ahlus-sunnah-wal-jama-ah
Sejarah munculnya-istilah-ahlus-sunnah-wal-jama-ahSejarah munculnya-istilah-ahlus-sunnah-wal-jama-ah
Sejarah munculnya-istilah-ahlus-sunnah-wal-jama-ah
 
Panduan Evaluasi Sholat dan Hadits Shahih - Mengevaluasi Cara Sholat Kita
Panduan Evaluasi Sholat dan Hadits Shahih - Mengevaluasi Cara Sholat KitaPanduan Evaluasi Sholat dan Hadits Shahih - Mengevaluasi Cara Sholat Kita
Panduan Evaluasi Sholat dan Hadits Shahih - Mengevaluasi Cara Sholat Kita
 
Bingkisan ringkas untuk tuan abduh za
Bingkisan ringkas untuk tuan abduh zaBingkisan ringkas untuk tuan abduh za
Bingkisan ringkas untuk tuan abduh za
 
Pendapat ulama syafi
Pendapat ulama syafiPendapat ulama syafi
Pendapat ulama syafi
 
Sekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhah
Sekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhahSekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhah
Sekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhah
 
Hadits mutawattir (without background)
Hadits mutawattir (without background)Hadits mutawattir (without background)
Hadits mutawattir (without background)
 
Hadits Ahad
Hadits AhadHadits Ahad
Hadits Ahad
 
Kumpulan Hadits Shahih Bukhari Muslim
Kumpulan Hadits Shahih Bukhari MuslimKumpulan Hadits Shahih Bukhari Muslim
Kumpulan Hadits Shahih Bukhari Muslim
 
Ihya ulumuddin dalam pandangan para ulama
Ihya ulumuddin dalam pandangan para ulamaIhya ulumuddin dalam pandangan para ulama
Ihya ulumuddin dalam pandangan para ulama
 
hadis maudhu"
hadis maudhu"hadis maudhu"
hadis maudhu"
 
ISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITS
ISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITSISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITS
ISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITS
 
Tafsir, pembagian dan metodenya
Tafsir, pembagian dan metodenyaTafsir, pembagian dan metodenya
Tafsir, pembagian dan metodenya
 
1.aswj perdebatan makna dan eksistensi
1.aswj perdebatan makna dan eksistensi1.aswj perdebatan makna dan eksistensi
1.aswj perdebatan makna dan eksistensi
 
Buat apa shalat
Buat apa shalatBuat apa shalat
Buat apa shalat
 
7777777777
77777777777777777777
7777777777
 
Memacak pelepah tamar di atas kubur
Memacak pelepah tamar di atas kuburMemacak pelepah tamar di atas kubur
Memacak pelepah tamar di atas kubur
 
Mahamai kitab tafsir
Mahamai kitab tafsirMahamai kitab tafsir
Mahamai kitab tafsir
 
Hadis Sebagai sumber Ajaran islam
Hadis Sebagai sumber Ajaran islamHadis Sebagai sumber Ajaran islam
Hadis Sebagai sumber Ajaran islam
 
Hadits Shahih, Hasan, Dlo'if
Hadits Shahih, Hasan, Dlo'ifHadits Shahih, Hasan, Dlo'if
Hadits Shahih, Hasan, Dlo'if
 

Similar to Memahami dan menyikapi hadits perbedaan itu rahmat

Ahlu Sunah Waljama'ah (Aswaja)
Ahlu Sunah Waljama'ah (Aswaja)Ahlu Sunah Waljama'ah (Aswaja)
Ahlu Sunah Waljama'ah (Aswaja)Aliem Masykur
 
Makalah Studi Teologi Islam : Ahlussunnah Waljama'ah
Makalah Studi Teologi Islam : Ahlussunnah Waljama'ahMakalah Studi Teologi Islam : Ahlussunnah Waljama'ah
Makalah Studi Teologi Islam : Ahlussunnah Waljama'ah057SherliIsraniHukum
 
Makalah paham ahlussunnah waljama
Makalah paham ahlussunnah waljamaMakalah paham ahlussunnah waljama
Makalah paham ahlussunnah waljamaRinoputra Stain
 
Hadlratus syaikh muhammad hasyim asy
Hadlratus syaikh muhammad hasyim asyHadlratus syaikh muhammad hasyim asy
Hadlratus syaikh muhammad hasyim asyNizam D'solace II
 
Makalah Hukum Shalat Jumat
Makalah Hukum Shalat JumatMakalah Hukum Shalat Jumat
Makalah Hukum Shalat Jumatmujibzunari
 
Asy134702 syamsul anwar
Asy134702 syamsul anwarAsy134702 syamsul anwar
Asy134702 syamsul anwarindra tj
 
Makalah ilmu kalam final!
Makalah ilmu kalam final!Makalah ilmu kalam final!
Makalah ilmu kalam final!Amadeus Alief
 
Ensiklopedi fatwa-albani
Ensiklopedi fatwa-albaniEnsiklopedi fatwa-albani
Ensiklopedi fatwa-albaniyanuar2201
 
Pendidikan Ensiklopedi Albani (Kumpulan Fatwa)
Pendidikan Ensiklopedi Albani (Kumpulan Fatwa)Pendidikan Ensiklopedi Albani (Kumpulan Fatwa)
Pendidikan Ensiklopedi Albani (Kumpulan Fatwa)MTs.N Cirebon II
 
Ijtihad_PAI 2010
Ijtihad_PAI 2010Ijtihad_PAI 2010
Ijtihad_PAI 2010apandin
 
Ijtihad dan Madzhab .pdf
Ijtihad dan Madzhab .pdfIjtihad dan Madzhab .pdf
Ijtihad dan Madzhab .pdfZukét Printing
 
Ijtihad dan Madzhab.docx
Ijtihad dan Madzhab.docxIjtihad dan Madzhab.docx
Ijtihad dan Madzhab.docxZukét Printing
 
Beografi Imam Al-Asy’ari dan Al-Maturidi.docx
Beografi Imam Al-Asy’ari dan Al-Maturidi.docxBeografi Imam Al-Asy’ari dan Al-Maturidi.docx
Beografi Imam Al-Asy’ari dan Al-Maturidi.docxZukét Printing
 
MAKALAH_ASWAJA_KELOMPOK_6[1].docx
MAKALAH_ASWAJA_KELOMPOK_6[1].docxMAKALAH_ASWAJA_KELOMPOK_6[1].docx
MAKALAH_ASWAJA_KELOMPOK_6[1].docxAhmadSukronM
 
ikhtilaf, Sebab Ikhtilaf ahlu ra’yi & ahlu hadis
ikhtilaf, Sebab Ikhtilaf ahlu ra’yi & ahlu hadisikhtilaf, Sebab Ikhtilaf ahlu ra’yi & ahlu hadis
ikhtilaf, Sebab Ikhtilaf ahlu ra’yi & ahlu hadisMarhamah Saleh
 
Beografi Imam Al-Asy’ari dan Al-Maturidi.pdf
Beografi Imam Al-Asy’ari dan Al-Maturidi.pdfBeografi Imam Al-Asy’ari dan Al-Maturidi.pdf
Beografi Imam Al-Asy’ari dan Al-Maturidi.pdfZukét Printing
 
Pengertian tafsir
Pengertian tafsirPengertian tafsir
Pengertian tafsir4n9ry_61rd5
 
69011339 makalah-mu-tazilah
69011339 makalah-mu-tazilah69011339 makalah-mu-tazilah
69011339 makalah-mu-tazilahAgus Setiawan
 
Hasani Ahmad Said - Jurnal Afkaruna - Kalimatun Sawa‘ - 5761-23418-1-PB.pdf
Hasani Ahmad Said - Jurnal Afkaruna - Kalimatun Sawa‘ - 5761-23418-1-PB.pdfHasani Ahmad Said - Jurnal Afkaruna - Kalimatun Sawa‘ - 5761-23418-1-PB.pdf
Hasani Ahmad Said - Jurnal Afkaruna - Kalimatun Sawa‘ - 5761-23418-1-PB.pdfHasaniahmadsaid
 

Similar to Memahami dan menyikapi hadits perbedaan itu rahmat (20)

Ahlu Sunah Waljama'ah (Aswaja)
Ahlu Sunah Waljama'ah (Aswaja)Ahlu Sunah Waljama'ah (Aswaja)
Ahlu Sunah Waljama'ah (Aswaja)
 
Makalah Studi Teologi Islam : Ahlussunnah Waljama'ah
Makalah Studi Teologi Islam : Ahlussunnah Waljama'ahMakalah Studi Teologi Islam : Ahlussunnah Waljama'ah
Makalah Studi Teologi Islam : Ahlussunnah Waljama'ah
 
Makalah paham ahlussunnah waljama
Makalah paham ahlussunnah waljamaMakalah paham ahlussunnah waljama
Makalah paham ahlussunnah waljama
 
Hadlratus syaikh muhammad hasyim asy
Hadlratus syaikh muhammad hasyim asyHadlratus syaikh muhammad hasyim asy
Hadlratus syaikh muhammad hasyim asy
 
Makalah Hukum Shalat Jumat
Makalah Hukum Shalat JumatMakalah Hukum Shalat Jumat
Makalah Hukum Shalat Jumat
 
Asy134702 syamsul anwar
Asy134702 syamsul anwarAsy134702 syamsul anwar
Asy134702 syamsul anwar
 
Makalah ilmu kalam final!
Makalah ilmu kalam final!Makalah ilmu kalam final!
Makalah ilmu kalam final!
 
Ensiklopedi fatwa-albani
Ensiklopedi fatwa-albaniEnsiklopedi fatwa-albani
Ensiklopedi fatwa-albani
 
Pendidikan Ensiklopedi Albani (Kumpulan Fatwa)
Pendidikan Ensiklopedi Albani (Kumpulan Fatwa)Pendidikan Ensiklopedi Albani (Kumpulan Fatwa)
Pendidikan Ensiklopedi Albani (Kumpulan Fatwa)
 
Ijtihad_PAI 2010
Ijtihad_PAI 2010Ijtihad_PAI 2010
Ijtihad_PAI 2010
 
Ijtihad dan Madzhab .pdf
Ijtihad dan Madzhab .pdfIjtihad dan Madzhab .pdf
Ijtihad dan Madzhab .pdf
 
Aswaja Lakmud 2022 revisi.pptx
Aswaja Lakmud 2022 revisi.pptxAswaja Lakmud 2022 revisi.pptx
Aswaja Lakmud 2022 revisi.pptx
 
Ijtihad dan Madzhab.docx
Ijtihad dan Madzhab.docxIjtihad dan Madzhab.docx
Ijtihad dan Madzhab.docx
 
Beografi Imam Al-Asy’ari dan Al-Maturidi.docx
Beografi Imam Al-Asy’ari dan Al-Maturidi.docxBeografi Imam Al-Asy’ari dan Al-Maturidi.docx
Beografi Imam Al-Asy’ari dan Al-Maturidi.docx
 
MAKALAH_ASWAJA_KELOMPOK_6[1].docx
MAKALAH_ASWAJA_KELOMPOK_6[1].docxMAKALAH_ASWAJA_KELOMPOK_6[1].docx
MAKALAH_ASWAJA_KELOMPOK_6[1].docx
 
ikhtilaf, Sebab Ikhtilaf ahlu ra’yi & ahlu hadis
ikhtilaf, Sebab Ikhtilaf ahlu ra’yi & ahlu hadisikhtilaf, Sebab Ikhtilaf ahlu ra’yi & ahlu hadis
ikhtilaf, Sebab Ikhtilaf ahlu ra’yi & ahlu hadis
 
Beografi Imam Al-Asy’ari dan Al-Maturidi.pdf
Beografi Imam Al-Asy’ari dan Al-Maturidi.pdfBeografi Imam Al-Asy’ari dan Al-Maturidi.pdf
Beografi Imam Al-Asy’ari dan Al-Maturidi.pdf
 
Pengertian tafsir
Pengertian tafsirPengertian tafsir
Pengertian tafsir
 
69011339 makalah-mu-tazilah
69011339 makalah-mu-tazilah69011339 makalah-mu-tazilah
69011339 makalah-mu-tazilah
 
Hasani Ahmad Said - Jurnal Afkaruna - Kalimatun Sawa‘ - 5761-23418-1-PB.pdf
Hasani Ahmad Said - Jurnal Afkaruna - Kalimatun Sawa‘ - 5761-23418-1-PB.pdfHasani Ahmad Said - Jurnal Afkaruna - Kalimatun Sawa‘ - 5761-23418-1-PB.pdf
Hasani Ahmad Said - Jurnal Afkaruna - Kalimatun Sawa‘ - 5761-23418-1-PB.pdf
 

More from Muhsin Hariyanto

Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahMuhsin Hariyanto
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Muhsin Hariyanto
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanMuhsin Hariyanto
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMuhsin Hariyanto
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Muhsin Hariyanto
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabulMuhsin Hariyanto
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamMuhsin Hariyanto
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifMuhsin Hariyanto
 

More from Muhsin Hariyanto (20)

Khutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 hKhutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 h
 
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
 
Etika dalam berdoa
Etika dalam berdoaEtika dalam berdoa
Etika dalam berdoa
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul
 
Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)
 
Strategi dakwah
Strategi dakwahStrategi dakwah
Strategi dakwah
 
Sukses karena kerja keras
Sukses karena kerja kerasSukses karena kerja keras
Sukses karena kerja keras
 
Opini dul
Opini   dulOpini   dul
Opini dul
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayam
 
Tentang diri saya
Tentang diri sayaTentang diri saya
Tentang diri saya
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
 
Ketika kita gagal
Ketika kita gagalKetika kita gagal
Ketika kita gagal
 
Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!
 
Gatotkaca winisuda
Gatotkaca winisudaGatotkaca winisuda
Gatotkaca winisuda
 

Memahami dan menyikapi hadits perbedaan itu rahmat

  • 1. 1 PENGAJIAN MALAM SELASA MAJELIS TABLIGH MUHAMMADIYAH DI AULA MADRASAH MU’ALLIMIN MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Memahami dan Menyikapi Hadits “Perbedaan Itu Rahmat” Ada sebuah hadits yang sangat populer di masyarakat yang menyatakan bahwa “perbedaan itu adalah rahmat”. Hadits yang dimaksud termasuk dari sekian banyak hadits yang – hingga saat ini – diperselisihkan, bahkan mendapatkan kritik tajam dari ulama yang meneliti tentang otentisitasnya. Padahal, ada sisi lain yang harus difahami dari hadits itu, yaitu ‘ruh’ atau spiritnya yang dalam banyak hak bersesuaian dengan prinsip syari’at Islam yang mengedepankan artipenting “tarâhum” (jalinan kasih sayang timbal-balik antarmanusia). Hadits tersebut ialah: “Perbedaan (yang terjadi pada) umatku adalah rahmat.” Pengertian hadits ini – hingga saat ini – memang masih belum disepakati. Di antara ulama masih terjadi silang pendapat, sebagian mengartikan perbedaan dalam urusan hukum, sebagian lagi mengartikan perbedaan dalam urusan pekerjaan masing-masing umatku. Namun, semua pengertian tersebut benar meskipun yang kuat adalah pengertian yang pertama, yaitu perbedaan dalam hukum. Artinya, ikhtilâf (perbedaan pendapat) ulama adalah bentuk perluasan bagi umat manusia dalam memilih pendapat dari bermacam-macamnya pendapat ulama. Namun, jangan difahami bahwa ikhtilâf itu dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Karena, Islam, termasuk di dalamnya ketika bermusyawarah -- menganjurkan adanya ittifâq (kesepakatan). Hadits di atas dikeluarkan oleh Nashr al-Maqdisi di dalam kitab al- Hujjah, al-Baihaqi dalam kitab Risâlah al-Asy’âriyyah tanpa sanad (mu’allaq); begitu juga al-Halimi, Qadhi Husain, Imam Haramain dan lain-lain. Dan dalam menyampaikan hadits ini, mereka semua tidak menggunakan shighat (pernyataan) pasti, tetapi menggunakan kata-kata “َ‫ي‬ِ‫و‬ُ‫ر‬ (diriwayatkan)”. Muhammad Nashiruddin al-Albani termasuk ulama yang menolak keabsahan hadits ini. Beliau, di dalam kitab “Silsilah al-Ahâdîts adh-Dha’îf ah”, juz I, hal. 141, menyatakan dengan dengan kalimat: “ ‫ال‬‫أصل‬‫له‬ ”. (tidak memiliki dasar). Para ahli hadits telah berupaya didalam meneliti tentang sanadnya namun mereka semua tidak mendapatkannya kecuali perkataan as- Suyuthi di dalam kitab “Jâmi’ al-Hadîts”. As-Suyuthi berkomentar:
  • 2. 2 ”barangkali ia (hadits ini) diriwayatkan di dalam beberapa kitab hufâzh (para penghafal hadits) yang belum sampai kepada diri kita.” (As-Suyuthi, Jâmi’al- Hadîts, juz II, hal. 40, hadits no. 874) Komentar as-Suyuthi ini, menurut Muhammad Nashiruddin al-Albani, “tidak pantas diyakini oleh setiap muslim.” Al-Munawi, menukil dari as-Subki, mengatakan bahwa hadits tersebut tidak dikenal di kalangan para ulama hadits dan aku tidak menemukan bahwa hadits itu memiliki sanad yang shahîh, dha’îf atau maudhû’ (palsu). Hal itu ditegaskan oleh Syeikh Zakaria al-Anshariy di dalam catatannya tentang “Tafsîr al Baidhâwi”, juz II, hal. 92. (Lihat: As- Silsilah adh-Dha’îf ah, juz I, hal, 134) Syaikh Athiyah Saqar mengatakan bahwa hadits “Perbedaan umatku adalah rahmat” disebutkan oleh al-Baihaqi di dalam kitab “Risâlah al-Asy’âriyyah”-nya dan mensanadkannya dari hadits Ibnu Abbas di dalam “al-Madkhal” dengan lafazh “Perbedaan para sahabatku adalah rahmat bagi kalian.” Dengan sanadnya yang lemah, sebagaimana disebutkan al-Iraqi didalam ‘takhrîjnya terhadap hadits-hadits yang ada di dalam kitab “Ihyâ ‘Ulûmiddîn”, juz I, hal. 25. Tetapi ada ulama lain yang berkomentar, bahwa ketika para ulama menyampaikan hadits ini, mereka semua tidak menggunakan shighat (penyataan) pasti, tetapi menggunakan kata-kata ““َ‫ي‬ِ‫و‬ُ‫ر‬ (diriwayatkan)””. Pernyataan ini sebenarnya mengindikasikan bukti bahwa hadits di atas tidak maudhû' (palsu). Karena mustahil (tidak mungkin) mereka rela memasukkan hadits palsu atau maudhû' ke dalam kitab-kitab mereka. Padahal kita tahu, bahwa mereka – yang menukil hadits tersebut -- adalah kritikus-kritikus dalam bidang hadits yang handal. As-Subki – memang -- mengatakan: ”Hadits ini tidak dikenal para ahli hadits (tidak diriwayatkan dengan sanad), dan aku belum menemukan sanad shahîh, dha’îf atau maudhû’.” Sementara itu, as-Suyuthi dalam kitab al- Jâmi’ ash-Saghîr, setelah membawakan hadits tersebut mengatakan: “Mungkin dikeluarkan pada sebagian kitab huffâzh (penghafal hadits) yang belum sampai kepada kami.”. Pernyataan ini adalah bentuk kehati-hatian as- Suyuthi dalam menyikapi hadits yang begitu masyhur dan dibawakan oleh ulama-ulama ahli hadits (tanpa sanad) yang masyhur kealimannya dan terdepan di bidangnya. Bukan seperti sikap yang ditunjukkan Muhammad Nashiruddin al-Albani, yang ---oleh sebagian ulama dipandang sebagai-- bukan ahli hadits terpercaya, tetapi dengan enteng dan tanpa beban memberikan pernyataan yang terkesan melecehkan as-Suyuthi dengan mengatakan: ”Menurutku ini sangat jauh, karena konsekuensinya bahwa ada sebagian hadits Rasulullah saw. yang luput dari umat Islam. Ini tidak layak diyakini seorang muslim.” Hal ini, menurut sebagian ulama yang
  • 3. 3 mengapresiasi hadits ini, merupakan sebuah statemen (pernyatan) yang sangat tidak layak ditujukan kepada orang sekaliber as-Suyuthi. Kehati-hatian as-Suyuthi cukup beralasan, karena selain masyhur disampaikan ulama-ulama terkemuka dan adil, makna haditsnya juga shahîh, selain dikuatkan dengan hadits lain [musnad] yang diriwayatkan oleh al- Baihaqi dalam al-Madkhal Ilâ as-Sunan al-Kubrâ (juz I, hal. 114, hadits no. 113) dan ad-Dailami dalam Musnad al-Firdaus (juz IV, hal. 160, hadits no. 6497) dari Abdullah bin Abbas secara marfu’: “Perbedaan apa pun di kalangan para sahabatku adalah rahmat.” (Lihat: As- Suyuthi, Jami’ul Ahâdîts, juz II, hal. 39, hadits no. 873). Namun, di sisi lain, as-Suyuthi juga memberikan kritik terhadap sanadnya, dan menyatakannya “dha’if”. (Lihat: Jam’ul Jawâmi, juz I, hal. 20441) Dan perbedaan sahabat-sahabat Nabi adalah juga perbedaan umat. Meskipun hadits ini dinilai lemah sanadnya oleh al-Iraqi, namun – menurut ulama yang mengapresiasi hadits ini -- derajat kelemahannya dapat terangkat atau menjadi kuat disebabkan adanya riwayat lain yang dibawakan puteranya, yaitu Abu Zur’ah dan juga Ibnu Sa’ad (mursal dha’if) sebagaimana masyhur dalam kaedah ahli ushul dan ahli hadits. Sebagai bukti kebenaran isi kandungan hadits di atas adalah seperti yang tercatat dalam kitab Fatâwâ, hal. 27 karya Syaikh Husain, Mufti Malikiyyah di Makkah yang dikutip dari al-Amir Ali Abdul Baqi az-Zurqani dalam Hâsyiyah Mukhtashar Khalîl, bahwa Imam asy-Syafi'i berkata, "Allah tidak akan menyiksa seorang hamba karena (meninggalkan) sesuatu yang masih di perselisihkan ulama dan perselisihan (perbedaan pendapat) ulama adalah rahmat bagi umat ini". Umar bin Abdul Aziz menuturkan: “Bukan sesuatu menyenangkan bagiku, andai para shahabat-shahabat Nabi Muhammad saw tidak berbeda- beda, karena jika mereka tidak berbeda-beda, maka tidak akan ada rukhshah (dispensasi hukum)". Maqalah mujaddid pertama ini menunjukkan pebedaan shahabat-shahabat Nabi tersebut adalah dalam urusan hukum agama selain juga memberi faham bahwa perbedaan-perbedaan adalah keuntungan (rahmat) bagi umat selanjutnya. Artinya, para as-Salaf as-Shalih membuka ruang bagi manusia untuk berijtihad dan diperbolehkan ikhtilaf dalam ijtihad tersebut. Sebab, andai ruang ijtihad tidak dibuka, tentu akan memersempit
  • 4. 4 para mujtahidin, karena ijtihad dan penyangkaan-penyangkaan tentu tidak bisa sama. Pernyatan Umar bin Abdul Aziz tersebut juga menguatkan hadits yang – menurut sebaguan ulama -- disebut marfu’: “Sahabat-sahabatku adalah layaknya bintang-bintang di langit, dengan yang mana kalian mengikuti, niscaya akan mendapat jalan petunjuk. Dan perbedaan-perbedaan sahabatku bagi kalian semua adalah rahmat.” (Al-Baihaqi, Al-Madkhal Ilâ as- Sunan al-Kubrâ, juz I, hal. 114, hadits no. 113). Meskipun oleh sebagian ulama lain disebut sebagai hadits dha’if, bakan maudhu’ (Lihat: Muhammad Nashiruddin Al-Albani, As-Silsilah adh-Dha’îf ah, juz I, hal. 61, hadits no. 59 dan Ibnu Hazm, Al-Ihkâm Fî Ushûl al-Ahkâm, juz V, hal. 61) Ibnu Qudamah al-Hanbali dalam kitab al-‘Aqâ’id – misalnya -- menandaskan: “Perbedaan imam-imam (ulama-ulama) adalah rahmat dan kesepakatan mereka adalah hujjah.” Asy-Syathibi mengatakan: “Segolongan ulama salaf menjadikan perselisihan umat dalam furu’ (masalah fiqh) adalah bagian dari rahmat, dan jika termasuk bagian dari rahmat maka ulama-ulama yang ikhtilaf tersebut tidak akan keluar dari jalur dari bagian ahli rahmat.” Asy-Sya‘rani mengatakan: “Para ahli kasyf menyatakan bahwa pendapat-pendapat para ulama madzhab adalah sesuai dengan syariat secara kenyataan (nafs al-amr), meskipun itu tidak diketahui jelas oleh para pengikutnya. Dan pendapat-pendapat ulama madzhab tersebut adalah sesuai dengan syariat Nabi terdahulu. Maka jika ada yang mengamalkan apa yang telah menjadi kesepakatan para ulama-ulama maka dia seperti mengamalkan mayoritas syariat-syariatnya para nabi.” Penjelasan asy-Sya'rani tersebut memberi pemahamam kepada kita tentang legalitas (keabsahan) berbeda pendapat dalam ijtihad dan tidak dianggap sebagai sesuatu yang tercela. Jika muncul pertanyaan: Jika ikhtilâf umat adalah rahmat, maka akan bertentangan dengan larangan ikhtilâf oleh Allah dalam QS Āli ‘Imrân/3: 103,
  • 5. 5 “Berpeganglah kalian semua pada tali Allah dan jangan bercerai berai.” Dan QS Āli ‘Imrân/3: 105, “Dan janganlah kalian menyerupai orang-orang yang bercerai berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka.” Jawabnya: Antara hadits dan dua ayat tersebut pembicaraannya masing-masing berbeda. Dua ayat tersebut berbicara tentang terhinanya orang-orang yang berselisih (ikhtilâf) kepada Rasulnya sebagaimana dalam hadits: “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian hancur karena banyak berselisih pada nabi-nabinya.” Dan umat Muhammad tidak seperti itu, yakni berselisih kepada Rasulullah saw, karena telah mengetahui ancaman adzab besar bagi mereka yang menyelisih Nabinya. Mereka berselisih hanya dalam urusan hukum fiqh dan ada pemaafan bagi yang salah seperti yang sudah dimaklumi dalam hadits Nabi. Bahkan, dalam sejarah sosial-politik umat Islam, dikisahkan bahwa Khalifah Harun ar-Rasyid sering kali bermusyawarah dengan Imam Malik serta menganjurkan agar supaya kitab al-Muwaththa’ ditempelkan di dinding Ka’bah dan orang-orang diajak untuk mengamalkannya. Namun, Imam Malik menolak dan mengatakan: “Jangan engkau lakukan, karena shahabat Rasulullah saw berselisih dalam masalah fiqh (furû’) dan sudah tersebar di daerah-daerah dan semuanya orang benar (dalam ijtihadnya).” Sementara itu, Zakariyya al-Anshari menceritakan, saat Khalifah al-Manshur berhaji dan bertemu Imam Malik, beliau mengutarakan maksud hatinya yang berkeinginan supaya kitab al-Muwaththa’ ditulis dan disalin kemudian dikirimkan ke daerah orang-orang muslim dan diperintahkan pada mereka untuk mengamalkannya dan tidak boleh menggunakan yang lain. Imam Malik menjawab: “Jangan engkau lakukan wahai Amîrul Mu’minîn! Sesungguhnya pendapat-pendapat (ulama) telah sampai pada mereka dan mereka juga mendengar hadits Nabi serta meriwayatkannya. Dan setiap golongan telah mengambil apa yang mereka ketahui dan dijadikan amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Biarkan mereka memilih jalan untuk mereka masing-masing dalam setiap daerah.” An-Nawawi dalam kitab Syarh Muslim, juz VI, hal. 27 mengatakan: ”Bukan berarti jika sesuatu itu rahmat maka kebalikannya adalah adzab, dan tidak ada yang mengatakan seperti itu kecuali orang yang bodoh atau pura- pura bodoh. Allah berfirman dalam QS al-Qashash/28: 73:
  • 6. 6 “Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.” Allah menjadikan malam sebagai rahmat dan bukan berarti kebalikannya, yaitu siang sebagai adzab (Allah juga menjadikan siang sebagai rahmat, bukan berarti kebalikannya, yaitu malam adalah adzab) meski siang dan malam adalah waktu yang saling berlawanan. Perkataan an- Nawawi ini sekaligus membantah pernyataan Ibnu Hazm dalam kitab al- Ihkâm fi Ushûl al-Ahkâm yang menyalahkan arti dari hadits di atas. Ibnu Hazm mengatakan: ”Jika perbedaan adalah rahmat, maka persatuan adalah kebenci, kemarahan atau kemurkaan.” Untuk menyikapi hadits tersebut, bisa penulis nyatakan, bahwa tidak setiap perbedaan itu (pasti) akan membawa rahmat. Semuanya tergantung pada sikap kita terhadapnya. Sebaliknya juga dengan ‘kesepakatan’. Karena, sebagaimana kita ketahui bahwa perbedaan di dalam berbagai pendapat ijtihadiyah akan memberikan kesempatan kepada manusia untuk memilih yang sesuai dengan keadaannya. Maka dari sinilah muncul berbagai madzhab fiqhi yang kita kenal, dan tidak sedikit orang yang bersikap taqlid kepada madzhab mana pun. Padahal sikap taqlid itu, dalam banyak hal, bisa menimbulkan kemandekan berpikir di kalangan umat Islam. Sementara itu, kebebasan berpendapat yang tidak disertai kearifan pun bisa jadi berakhir menjadi ’sebuah bencana’. Dengan demikian meskipun hadits tersebut – sebagaimana ditengarai oleh sebagian ulama -- tidak memiliki dasar atau tidak berasal dari Rasulullah saw, namun secara maknawi tidaklah ‘salah’ jika kita tempatkan secara proporsional pada berbagai permasalahan sosial-kemanusiaan, termasuk di dalamnya pada persoalan ‘Fikih Kontemporer” Wallâhu A’lamu bish-Shawâb. Yogyakarta, 29 Juni 2015