SlideShare a Scribd company logo
1 of 7
Sekali Lagi: “Menyikapi Fenomena Ruwaibidhah”
Oleh: Muhsin Hariyanto
Di suatu kesempatan Rasulullah s.a.w. pernah memberikan
‘warning’ (peringatan dini) kepada umatnya agar berhati-hati terhadap
Ruwaibidhah, simbolisasi seseorang yang ‘berlagak pakar, padahal tidak
memiliki otoritas untuk berfatwa. Dia, bak “tong kosong (yang) -- dalam
terminologi ‘Aidh al-Qarni -- disebut sebagai: al-Ahmaq, seorang yang bodoh
namun tidak sadar akan kebodohannya, maka dia lebih tepat disebut
sebagai orang ‘pandir’, dan inilah yang disebut oleh para ulama sebagai
“Jâhil Murakkab” (orang yang sangat bodoh).
Seorang Ruwaibidhah akan selalu mencitrakan diri sebagai seorang
pakar, memerankan dirinya sebagai ‘pengumbar fatwa’ yang berdusta atas
nama kebenaran, yang karena kepiawainnya membangun citra dan
kehebatan retorikanya dirinya menjadi (seolah-olah) ‘Sang Maestro’ pada
bidangnya. Karena di’blow-up’ oleh berbagai media, pendapatnya dikutip
oleh para muqallid (pengikut setianya)-nya dengan satu keyakinan bahwa
apa pun yang dikatakannya selalu benar, atau mininal lebih otoritatif dari
siapa pun yang sebenarnya lebih memiliki otoritas dalam bidangnya.
Penulis sering terheran-heran, kenapa orang-orang seperti ini
(Ruwaibidah-ruwaibidah kontemporer) semakin banyak bermunculan, dengan
mengatasnamakan keahliannya yang dikatakannya sendiri dan – kemudian
– di’amini’ oleh banyak orang, karena (antara lain) permainan media cetak
dan elektroinik yang mendukung kemunculannya. Bahkan oleh beberapa
media massa (elektronik dan cetak) – yang entah sengaja atau tidak ketika
memunculkannya -- sering disebut sebagai pakar dalam bidang tertentu
yang paling layak menjadi “marja’ taqlid” (nara sumber otoritatif yang tak
perlu disangsikan keabsahan pendapat-pendapatnya). Memang “ironis”,
tetapi itulah kenyataannya!
Saat ini, misalnya, Pak Surono -- salah seorang pakar vulkanologi -yang sudah sekian banyak mengemukakan pernyataannya tentang bahaya
Gunung Merapi, pendapat-pendapatnya – untuk kalangan ‘akar-rumput’ -tak lebih populer dan juga tak lebih diakui keabsahannya daripada fatwa
‘mbah Maridjan’, yang memang akhir-akhir ini – sebelum berpulang ke
rahmatullah – hampir tidak pernah mengeluarkan pernyataan apa pun
tentang Gunung Merapi. Tetapi, sebagai seorang yang – oleh sebagian

1
kalangan – dianggap lebih tahu tentang Gunung Merapi, beliau lebih
dipercaya daripada Pak Surono.
Penulis – ketika belajar Ilmu Ekonomi Syari’ah – tiba-tiba ingat
terhadap tulisan Mas Aries Mufti, dalam bukunya yang berjudul “Bunga
Bank, Maslahat atau Muslihat? (Jakarta: Pustaka Quantum, 2004, hal. 35),
ketika beliau mengutip sabda Rasulullah (Muhammad) s.a.w. yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Ahmad bin Hanbal dan Al-Hakim dari Abu
Hurairah:

‫سيأتي على الناس سنوات خداعات ، يصدق فيها‬
َ ِ ُ ّ َ ُ ُ َ ّ َ ٌ َ ََ ِ ّ
ََ
ََِْ
‫الكاذب ، ويكذب فيها الصادقُ ، ويؤتمن فيها‬
َ ِ ُ َ َْ َُ
ِ ّ
َ ِ ُ ّ َ َُ
ُ ِ َ ْ
‫الخائن ، ويخون فيها ال َمين ، وينطق فيها‬
َ ِ ُ ِ ََْ
ُ ِ
َ ِ ُ ّ َ َُ
ُ ِ َ ْ
ُ‫الرويبضة ، قيل : وما الرويبضة ؟ قال : الرجل‬
ُ ّ
َ َ
ُ َ َِْ ّ
َ َ
َ ِ
ُ َ َِْ ّ
ِ ّ َ ْ ِ ْ
‫.التافه في أَمر العامة‬
ِ ُ ِ ّ

“Akan menimpa manusia tahun-tahun penuh dusta. Dimana pendusta dibenarkan
dan yang benar didustakan; si pengkhianat diberi amanah dan si (pemegang)
amanah (malah) dikhianati. Pada masa tersebut si Ruwaibidhah (orang yang pandai
mengumbar kata-kata) ikut-sert (berpartisipasi aktif) untuk berbicara. Para sahabat
pun bertanya: Siapakah (si) Ruwaibidhah itu (ya Rasulullah)? Rasululllah s.a.w.
pun menjawab: “(Dia) adalah (seseorang) manusia (yang) bodoh yang memegang
jabatan publik.” (Hadits Riwayat Ibnu Majah, Sunan ibn Mâjah, juz v, hal. 162,
hadits no. 4036; Hadits Riwayat Ahmad, Musnad Ahmad ibn Hanbal, juz II,
hal. 291, hadits no. 7899; Hadits Riwayat al-Bazzar, Musnad al-Bazzâr, juz
VII, hal. 174, hadits no. 2740; Hadits Riwayat Abu Ya’la, Musnad Abî Ya’la,
VI, 378, hadits no. 3715; Hadits Riwayat Al-Hakim, Al-Mustadrak, juz IV, hal.
512, 4512, Hadits Riwayat ath-Thabarani, Al-Mu’jam al-Kabîr, juz XII, hal.
437, hadits no. 14550; Al-Mu’jam al-Ausath, juz III, hal. 313, hadits no. 3258;
Musnad asy-Syâmiyyîn, juz I, hal. 50, hadits no. 47; Hadits Riwayat Al-Isybili,
Al-Ahkâm asy-Syar’iyyah li Isybîlîy, juz IV, hal. 542; Hadits Riwayat arRuyani, Musnad ar-Rûyâniy, juz I, hal. 193, hadits no. 595, dari Abu Hurairah
r.a.)

2
Saya duga bahwa Beliau (Mas Aries) berharap di seputar kita tidak
akan pernah ada yang menjadi Ruwaibidhah-ruwabidhah. Tetapi – kata beliau
– saat ini banyak sekali bermunculan perbedaan pendapat mengenai
persoalan-persoalan krusial yang menyangkut kepentingan umat (baca:
utamanya umat Islam), yang justuru dipandu oleh Ruwaibidhahruwabidhah kontemporer, yang kemunculannya seperti jamur di musim
hujan, sehingga bisa jadi akan semakin menambah kebingunan umat. Sudah
saatnya umat kita – kata beliau -- kita giring untuk tidak terjebak pada
keyakinan terhadap pendapat-pendapat si Ruwaibidhah itu. Atau kalau pun
ingin mengikutinya, seharusnya mereka menjadi muttabi’ (pengikut kritis),
dan jangan sekali-kali kita biarkan mereka menjadi muqallid (loyalis buta
yang 'dungu').
Seorang muttabi’, kata para faqih (pakar fikih), akan selalu
melakukan sesuatu dengan penuh pertimbangan, analisis (kritis) dan cermat
dengan ilmunya. Sedang si muqallid akan selalu mengatakan ‘ya’ pada siapa
pun yang diidolakannya, tanpa alasan yang jelas. Dan, ternyata hingga kini
– menurut pengamat penulis – para muqallid itu masih banyak bertebaran di
seputar kita. Dan anehnya, mereka tetap yakin bahwa sikap mereka adalah
benar karena telah mengikuti ‘orang’ yang selalu bisa dianggap benar!
Penulis pun menjadi ingat kembali ketika memresentasikan sebuah
makalah pada di sebuah diskusi beberapa tahun silam. Ketika itu, penulis
tak sependapat dengan salah seorang penanggap yang terus berupaya
memaksakan pendapatnya dengan argumen yang sangat lemah, dengan
satu pernyataan yang – menurut penulis – sangat naif, karena tidak
didukung oleh nalar yang mapan. Tetapi, karena sikap ta’zhim (hormat),
penulis akhirnya mengalah dengan satu sikap “setuju dalam perbedaan”,
karena penulis tetap yakin bahwa pendapatnya tak perlu dirujuk.
Tetapi sikap penulis ‘yang seperti ini’, hingga kini masih menjadi
barang langka, dan bukan tidak mungkin akan menjadi bumerang, yang
pada akhirnya berakibat buruk pada citra penulis sebagai seorang nara
sumber. Penulis – oleh para pengikut setia penanggap itu -- dianggap sama
sekali tak memiliik kompetensi untuk berpendapat dalam masalah tersebut.
Dan, saat ini penulis hanya bisa bergumam: “kenapa ‘virus’ Ruwaibidhah
juga bisa yang berkembang di dunia pendidikan, dan – pada uatu saat -bukan tidak mungkin akan mengganggu proses proses pendidikan itu
sendiri, karena kejujuran akademik pun akhirnya dijual murah demi

3
kepentingan-kepentingan pragmatis, mendukung pendapat
Ruwaibidah’ yang tak memiliki argumentasi-akademik yang kokoh.

‘Sang

Memang, kita – di saat berada pada posisi marjinal (pinggiran) –
menjadi sangat lemah untuk membantah pendapat orang. Tetapi, apakah
karena itu kita harus selamanya bersikap munafik? Sudah saatnya kita
berkata jujur, seperti sabda Nabi s.a.w.:

‫م قلم  الحقم وإنم كنانم مر ا‬
ًّ‫رُ ْنِ ك ْ  َ  َّ  َْنِ ك ْ  َ  َ رُ ا‬
“Katakanlah (apa pun) yang benar, meskipun pahit rasanya.”(Hadits Riwayat alBaihaqi, Syu’ab al-Îmân, juz VII, hal. 21, Hadits no. 4592; Abu Nu’aim, AthThabarani, Al-Mu’jam al-Kabîr, juz II, hal. 212, hadits no. 1625; dan Ibnu
Hibban, Shahîh ibn Hibbân dengan Tahqiq Al-Arnauth, juz II, hal. 76, hadits
no. 361 dari Abu Dzar], yang meskipun hadits ini banyak dikritik oleh para
kritikus hadits sebagai hadits dhaif, tetapi (maknanya) mendapatkan
dukungan dari hadits lain yang dikualifikasikan sebagai hadits shahih oleh
as-Suyuthi dan Al-Albani (riwayat Ibnu an-Najjar dari ‘Ali) yang dinyatakan
dalam redaksi:

‫م قلم  الحقم ولوم عل ىم نفس ك‬
ِ‫رُ ك ْ ك ْ  َ  َّ  َ َ ك ْ  َ َ  َ ك ْ ْن‬
“Katakanlah yang benar, meskipun terhadap dirimu sendiri.” (As-Suyuthi, AlJâmi’ ash-Shaghîr, juz II, hal. 223, 5004; Al-Albani, Shahîh at-Targhîb wa atTarhîb, II, 323, hadits no. 2467 dari ‘Ali bin Abi Thalib)
Di saat otoritarianisme ([1] Dalam politik, suatu pemerintahan
otoriter adalah satu di mana kekuasaan politik terkonsentrasi pada suatu
pemimpin.[2] Otoritarianisme biasa disebut juga sebagai paham politik
otoriter, yaitu bentuk pemerintahan yang bercirikan penekanan kekuasaan
hanya pada negara atau pribadi tertentu, tanpa melihat derajat kebebasan
individu [Baskara  ‫ م‬T.  ‫ م‬Wardaya.  ‫م  .7002 م‬Menelusuri Akar Otoritarianisme di
Indonesia.  ‫ م‬Jakarta:  ‫ م‬Lembaga  ‫ م‬Studi  ‫ م‬dan  ‫م‬Advokasi  ‫ م‬Masyarakat.  ‫ م‬Hal.  ‫ )]3 م‬menjadi
gejala masif, tak terkecuali di dunia pendidikan, kita – sebagai muslim – tak
sekali pun tidak boleh terjebak menjadi muqallid para Ruwaibidhah
kontemporer dan – juga –menjadi para Ruwaibidhah yang bisa menyelinap
di semua bidang kehidupan, seandainya kita masih memiliki kepedulian
terhadap kata hati nurani kita dan sikap kritis kita sebagai seorang muttabi’.
Penulis khawatir, jangan-jangan keengganan mereka untuk bersikap kritis,
terjadi secara masif, karena sikap enggan dan arogansi para pemimpin kita
(baca: umat Islam), yang oleh Allah – di dalam firmanNya (QS al-Isra’, 17:
16) – disebut sebagai ‘mutrafîhâ” – yang disinyalir telah melakukan tindakan

4
moral-hazard, dan memandu umat (para pengikutnya) dengan kerancuan
berpikir dan perilaku korupnya dengan mengatasnakan ‘kebenaranpragmatis’. Atau, bahkan pragmatisme – kini -- itu sudah menjadi pilihan
utama dalam menjalankan roda kepemimpinannya, hingga umat (baca:
rakyat) secara terus menerus mengamini karena ketidakpahaman dan atau
ketidakberdayaannya.
Apakah firman Allah SWT dalam QS al-Isra’/17: 16:

َّ  َ‫ّقَيِ ّقَ ّقَ ّقَ  ْ ّقَ ّقَ ُّ  ْيِ ّقَ ّقَ  ْ ّقَ أ ً ّقَ ّقَ  ْ ّقَ اوُ  ْ ّقَ يِ ه ّقَ ّقَ ّقَ اوُ  ْ يِ ّقَ ّقَ ّق‬
‫وإذا أردنحح ا أ ن نهلحك قريحة أمرنحح ا مترفهي ّقَحح ا ففسحقاوا فهيهحح ا فححق‬
‫عّقَهيه ا القاول فدمرن اه ا تدمهيرا‬
ً ‫ّقَل ْ ّقَ  ْ ّقَ  ْ اوُ ّقَ ّقَ  َّ  ْ ّقَ ّقَ ّقَ  ْ يِ أ‬
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan
kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi
mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku
terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu
sehancur-hancurnya”, harus diinterpretasikan (ditafsirkan) lain, dalam rangka
mendukung kebijakan para pemimpin yang – banyak diduga -- lebih suka
bersikap pragmatis?
Penulis sama sekali tidak ingin terus berprasangka, apalagi
ber’su’u-zhan’ terhadap para pemimpin kita. Tetapi, mencermati
kecenderungan umumnya, hingga kini penulis ‘agak’ percaya terhadap
pernyataan Buya Ahmad Syafi’i Ma’arif dalam beberapa tulisannya di
Majalah “Suara Muhammadiyah” dan kolom Resonansi “Republika”, bahwa
kejujuran kita -- ‘kini’ -- tengah diuji. Dan, “kita” sama sekali tidak boleh
menjadi “Ruwaibidhah-ruwaibidhah Kontemporer”, dan – yang pasti -- juga
tak layak menjadi para muqallidnya.
Saatnya kita berteriak dengan lantang dan berani menjadi ”qâil wa
qâim al-haq wa in kâna murran” (menjadi orang yang memiliki keberanian
untuk berkata lantang dan bereksperimentasi dengan “kebenaran” yang kita
yakini meskipun harus menerima risiko ‘pahit’), dan mengamalkan spirit
(ruh/semangat) QS “al-‘Ashr”, menjadi yang beriman dan mengerjakan
amal saleh, saling-menasihati untuk menaati kebenaran dan menetapi
kesabaran untuk menjadi ‘Yang Benar’ dengan ‘Sikap Sabar’, di mana pun
dan kapan pun, meskipun harus menjadi kaum minoritas yang bisa jadi –
untuk sementara waktu – “terpinggirkan”!.
Fastabiqû al-Khairât, Nashrun Minallâh wa Fathun Qarîb.

5
Penulis adalah Dosen Tetap Fakultas Agama Islam UM Yogyakarta dan
Dosen Tidak Tetap STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta.

6
Penulis adalah Dosen Tetap Fakultas Agama Islam UM Yogyakarta dan
Dosen Tidak Tetap STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta.

6

More Related Content

What's hot

Bersiaplah selalu untuk menghadapi mush musuh allah (tafsir qs an nisa 4 ay...
Bersiaplah selalu untuk menghadapi mush musuh allah (tafsir qs an nisa 4   ay...Bersiaplah selalu untuk menghadapi mush musuh allah (tafsir qs an nisa 4   ay...
Bersiaplah selalu untuk menghadapi mush musuh allah (tafsir qs an nisa 4 ay...Muhsin Hariyanto
 
Isi ulumul hadist
Isi ulumul hadistIsi ulumul hadist
Isi ulumul hadistMar Tabi'ah
 
Menjawab syubhat
Menjawab syubhat Menjawab syubhat
Menjawab syubhat RohmaWati9
 
Bingkisan ringkas untuk tuan abduh za
Bingkisan ringkas untuk tuan abduh zaBingkisan ringkas untuk tuan abduh za
Bingkisan ringkas untuk tuan abduh zaArdian DP
 
Memahami dan menyikapi hadits perbedaan itu rahmat
Memahami dan menyikapi hadits perbedaan itu rahmatMemahami dan menyikapi hadits perbedaan itu rahmat
Memahami dan menyikapi hadits perbedaan itu rahmatMuhsin Hariyanto
 
Menjawab syubhat terhadap ide ide hizbut tahrir
Menjawab syubhat terhadap ide ide hizbut tahrirMenjawab syubhat terhadap ide ide hizbut tahrir
Menjawab syubhat terhadap ide ide hizbut tahrirיונה עזיאל
 
Mengkritik quraish shihab secara ilmiah
Mengkritik quraish shihab secara ilmiahMengkritik quraish shihab secara ilmiah
Mengkritik quraish shihab secara ilmiahMuhsin Hariyanto
 
Gentha yudha-UAS-Pendidikan Agama 2B E1D019087
Gentha yudha-UAS-Pendidikan Agama 2B E1D019087Gentha yudha-UAS-Pendidikan Agama 2B E1D019087
Gentha yudha-UAS-Pendidikan Agama 2B E1D019087GenthaYudha
 
Hadits mutawattir (without background)
Hadits mutawattir (without background)Hadits mutawattir (without background)
Hadits mutawattir (without background)Azzahra Azzahra
 

What's hot (17)

Bersiaplah selalu untuk menghadapi mush musuh allah (tafsir qs an nisa 4 ay...
Bersiaplah selalu untuk menghadapi mush musuh allah (tafsir qs an nisa 4   ay...Bersiaplah selalu untuk menghadapi mush musuh allah (tafsir qs an nisa 4   ay...
Bersiaplah selalu untuk menghadapi mush musuh allah (tafsir qs an nisa 4 ay...
 
Makalah ulmul hadis
Makalah ulmul hadisMakalah ulmul hadis
Makalah ulmul hadis
 
Hadits Maudhu'
Hadits Maudhu'Hadits Maudhu'
Hadits Maudhu'
 
Makalah bersama
Makalah bersamaMakalah bersama
Makalah bersama
 
Isi ulumul hadist
Isi ulumul hadistIsi ulumul hadist
Isi ulumul hadist
 
Menjawab syubhat
Menjawab syubhatMenjawab syubhat
Menjawab syubhat
 
Menjawab syubhat
Menjawab syubhat Menjawab syubhat
Menjawab syubhat
 
Bingkisan ringkas untuk tuan abduh za
Bingkisan ringkas untuk tuan abduh zaBingkisan ringkas untuk tuan abduh za
Bingkisan ringkas untuk tuan abduh za
 
Memahami dan menyikapi hadits perbedaan itu rahmat
Memahami dan menyikapi hadits perbedaan itu rahmatMemahami dan menyikapi hadits perbedaan itu rahmat
Memahami dan menyikapi hadits perbedaan itu rahmat
 
Penyusunan sunnah
Penyusunan sunnahPenyusunan sunnah
Penyusunan sunnah
 
Hadits Ahad
Hadits AhadHadits Ahad
Hadits Ahad
 
Menjawab syubhat terhadap ide ide hizbut tahrir
Menjawab syubhat terhadap ide ide hizbut tahrirMenjawab syubhat terhadap ide ide hizbut tahrir
Menjawab syubhat terhadap ide ide hizbut tahrir
 
SYIAH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL
SYIAH DI DALAM MUSNAD IBN HANBALSYIAH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL
SYIAH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL
 
Mengkritik quraish shihab secara ilmiah
Mengkritik quraish shihab secara ilmiahMengkritik quraish shihab secara ilmiah
Mengkritik quraish shihab secara ilmiah
 
Gentha yudha-UAS-Pendidikan Agama 2B E1D019087
Gentha yudha-UAS-Pendidikan Agama 2B E1D019087Gentha yudha-UAS-Pendidikan Agama 2B E1D019087
Gentha yudha-UAS-Pendidikan Agama 2B E1D019087
 
I.hadits
I.haditsI.hadits
I.hadits
 
Hadits mutawattir (without background)
Hadits mutawattir (without background)Hadits mutawattir (without background)
Hadits mutawattir (without background)
 

Similar to Sekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhah

Nukhbatul fikr ringkasan ilmu hadist
Nukhbatul fikr ringkasan ilmu hadistNukhbatul fikr ringkasan ilmu hadist
Nukhbatul fikr ringkasan ilmu hadistRachardy Andriyanto
 
Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal
Para Mufassirun dan Kitab Tafsir TerkenalPara Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal
Para Mufassirun dan Kitab Tafsir TerkenalRatih Aini
 
Rijal al hadits makalah - Ulumul Hadits
Rijal al hadits makalah - Ulumul HaditsRijal al hadits makalah - Ulumul Hadits
Rijal al hadits makalah - Ulumul Haditsade orreo
 
Ilmu rijal al hadits
Ilmu rijal al haditsIlmu rijal al hadits
Ilmu rijal al haditsYudi Wahyudin
 
Ilmu rijal al hadits
Ilmu rijal al haditsIlmu rijal al hadits
Ilmu rijal al haditsYudi Wahyudin
 
Makalah ilmu tentang para rawi fix
Makalah ilmu tentang para rawi   fixMakalah ilmu tentang para rawi   fix
Makalah ilmu tentang para rawi fixKinza_com
 
Menjawab syubhat kepada Hizbut Tahrir
Menjawab syubhat kepada Hizbut Tahrir Menjawab syubhat kepada Hizbut Tahrir
Menjawab syubhat kepada Hizbut Tahrir Robin Horew
 
BUKU: Menyingkap aqidah Syiah Kecil
BUKU: Menyingkap aqidah Syiah KecilBUKU: Menyingkap aqidah Syiah Kecil
BUKU: Menyingkap aqidah Syiah KecilMarina Nawia
 
Pentakfiran dan Penyesatan Wahabi Terhadap Ummat
Pentakfiran dan Penyesatan Wahabi Terhadap UmmatPentakfiran dan Penyesatan Wahabi Terhadap Ummat
Pentakfiran dan Penyesatan Wahabi Terhadap UmmatMohammad Luqman Firmansyah
 
Ahlussunnah Wal Jama'ah
Ahlussunnah  Wal Jama'ahAhlussunnah  Wal Jama'ah
Ahlussunnah Wal Jama'ahArdian DP
 
Abdullah bin saba tokoh fiktif
Abdullah bin saba tokoh fiktifAbdullah bin saba tokoh fiktif
Abdullah bin saba tokoh fiktifAmbulan Zag
 
Ballighu ‘anni walau ayah (edisi revisi)
Ballighu ‘anni walau ayah (edisi revisi)Ballighu ‘anni walau ayah (edisi revisi)
Ballighu ‘anni walau ayah (edisi revisi)Muhsin Hariyanto
 
Sejarah munculnya-istilah-ahlus-sunnah-wal-jama-ah
Sejarah munculnya-istilah-ahlus-sunnah-wal-jama-ahSejarah munculnya-istilah-ahlus-sunnah-wal-jama-ah
Sejarah munculnya-istilah-ahlus-sunnah-wal-jama-ahRa Hardianto
 
Rijal al Hadits-Ulumul Hadits
Rijal al Hadits-Ulumul HaditsRijal al Hadits-Ulumul Hadits
Rijal al Hadits-Ulumul Haditsade orreo
 

Similar to Sekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhah (20)

Nukhbatul fikr ringkasan ilmu hadist
Nukhbatul fikr ringkasan ilmu hadistNukhbatul fikr ringkasan ilmu hadist
Nukhbatul fikr ringkasan ilmu hadist
 
TUGAS TAFSIR TEMATIK OLEH NUR FADILLA NASUTION (0104183200) SM IV-E MD FDK UI...
TUGAS TAFSIR TEMATIK OLEH NUR FADILLA NASUTION (0104183200) SM IV-E MD FDK UI...TUGAS TAFSIR TEMATIK OLEH NUR FADILLA NASUTION (0104183200) SM IV-E MD FDK UI...
TUGAS TAFSIR TEMATIK OLEH NUR FADILLA NASUTION (0104183200) SM IV-E MD FDK UI...
 
Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal
Para Mufassirun dan Kitab Tafsir TerkenalPara Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal
Para Mufassirun dan Kitab Tafsir Terkenal
 
Rijal al hadits makalah - Ulumul Hadits
Rijal al hadits makalah - Ulumul HaditsRijal al hadits makalah - Ulumul Hadits
Rijal al hadits makalah - Ulumul Hadits
 
168815644 prilaku-jujur
168815644 prilaku-jujur168815644 prilaku-jujur
168815644 prilaku-jujur
 
169102081 prilaku-jujur
169102081 prilaku-jujur169102081 prilaku-jujur
169102081 prilaku-jujur
 
Ilmu rijal al hadits
Ilmu rijal al haditsIlmu rijal al hadits
Ilmu rijal al hadits
 
Ilmu rijal al hadits
Ilmu rijal al haditsIlmu rijal al hadits
Ilmu rijal al hadits
 
Makalah ilmu tentang para rawi fix
Makalah ilmu tentang para rawi   fixMakalah ilmu tentang para rawi   fix
Makalah ilmu tentang para rawi fix
 
Menjawab syubhat kepada Hizbut Tahrir
Menjawab syubhat kepada Hizbut Tahrir Menjawab syubhat kepada Hizbut Tahrir
Menjawab syubhat kepada Hizbut Tahrir
 
BUKU: Menyingkap aqidah Syiah Kecil
BUKU: Menyingkap aqidah Syiah KecilBUKU: Menyingkap aqidah Syiah Kecil
BUKU: Menyingkap aqidah Syiah Kecil
 
Pentakfiran dan Penyesatan Wahabi Terhadap Ummat
Pentakfiran dan Penyesatan Wahabi Terhadap UmmatPentakfiran dan Penyesatan Wahabi Terhadap Ummat
Pentakfiran dan Penyesatan Wahabi Terhadap Ummat
 
makalah hadist Dhaif serta pembagiannya
makalah hadist Dhaif serta pembagiannyamakalah hadist Dhaif serta pembagiannya
makalah hadist Dhaif serta pembagiannya
 
Ahlussunnah Wal Jama'ah
Ahlussunnah  Wal Jama'ahAhlussunnah  Wal Jama'ah
Ahlussunnah Wal Jama'ah
 
Kodifikasi Hadits : Periode 4
Kodifikasi Hadits  : Periode 4Kodifikasi Hadits  : Periode 4
Kodifikasi Hadits : Periode 4
 
Abdullah bin saba tokoh fiktif
Abdullah bin saba tokoh fiktifAbdullah bin saba tokoh fiktif
Abdullah bin saba tokoh fiktif
 
Ballighu ‘anni walau ayah (edisi revisi)
Ballighu ‘anni walau ayah (edisi revisi)Ballighu ‘anni walau ayah (edisi revisi)
Ballighu ‘anni walau ayah (edisi revisi)
 
Sejarah munculnya-istilah-ahlus-sunnah-wal-jama-ah
Sejarah munculnya-istilah-ahlus-sunnah-wal-jama-ahSejarah munculnya-istilah-ahlus-sunnah-wal-jama-ah
Sejarah munculnya-istilah-ahlus-sunnah-wal-jama-ah
 
Rijal al Hadits-Ulumul Hadits
Rijal al Hadits-Ulumul HaditsRijal al Hadits-Ulumul Hadits
Rijal al Hadits-Ulumul Hadits
 
Risalah Pengantar Memahami Aswaja
Risalah Pengantar Memahami AswajaRisalah Pengantar Memahami Aswaja
Risalah Pengantar Memahami Aswaja
 

More from Muhsin Hariyanto

Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahMuhsin Hariyanto
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Muhsin Hariyanto
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanMuhsin Hariyanto
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMuhsin Hariyanto
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Muhsin Hariyanto
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabulMuhsin Hariyanto
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamMuhsin Hariyanto
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifMuhsin Hariyanto
 

More from Muhsin Hariyanto (20)

Khutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 hKhutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 h
 
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
 
Etika dalam berdoa
Etika dalam berdoaEtika dalam berdoa
Etika dalam berdoa
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul
 
Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)
 
Strategi dakwah
Strategi dakwahStrategi dakwah
Strategi dakwah
 
Sukses karena kerja keras
Sukses karena kerja kerasSukses karena kerja keras
Sukses karena kerja keras
 
Opini dul
Opini   dulOpini   dul
Opini dul
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayam
 
Tentang diri saya
Tentang diri sayaTentang diri saya
Tentang diri saya
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
 
Ketika kita gagal
Ketika kita gagalKetika kita gagal
Ketika kita gagal
 
Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!
 
Gatotkaca winisuda
Gatotkaca winisudaGatotkaca winisuda
Gatotkaca winisuda
 

Sekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhah

  • 1. Sekali Lagi: “Menyikapi Fenomena Ruwaibidhah” Oleh: Muhsin Hariyanto Di suatu kesempatan Rasulullah s.a.w. pernah memberikan ‘warning’ (peringatan dini) kepada umatnya agar berhati-hati terhadap Ruwaibidhah, simbolisasi seseorang yang ‘berlagak pakar, padahal tidak memiliki otoritas untuk berfatwa. Dia, bak “tong kosong (yang) -- dalam terminologi ‘Aidh al-Qarni -- disebut sebagai: al-Ahmaq, seorang yang bodoh namun tidak sadar akan kebodohannya, maka dia lebih tepat disebut sebagai orang ‘pandir’, dan inilah yang disebut oleh para ulama sebagai “Jâhil Murakkab” (orang yang sangat bodoh). Seorang Ruwaibidhah akan selalu mencitrakan diri sebagai seorang pakar, memerankan dirinya sebagai ‘pengumbar fatwa’ yang berdusta atas nama kebenaran, yang karena kepiawainnya membangun citra dan kehebatan retorikanya dirinya menjadi (seolah-olah) ‘Sang Maestro’ pada bidangnya. Karena di’blow-up’ oleh berbagai media, pendapatnya dikutip oleh para muqallid (pengikut setianya)-nya dengan satu keyakinan bahwa apa pun yang dikatakannya selalu benar, atau mininal lebih otoritatif dari siapa pun yang sebenarnya lebih memiliki otoritas dalam bidangnya. Penulis sering terheran-heran, kenapa orang-orang seperti ini (Ruwaibidah-ruwaibidah kontemporer) semakin banyak bermunculan, dengan mengatasnamakan keahliannya yang dikatakannya sendiri dan – kemudian – di’amini’ oleh banyak orang, karena (antara lain) permainan media cetak dan elektroinik yang mendukung kemunculannya. Bahkan oleh beberapa media massa (elektronik dan cetak) – yang entah sengaja atau tidak ketika memunculkannya -- sering disebut sebagai pakar dalam bidang tertentu yang paling layak menjadi “marja’ taqlid” (nara sumber otoritatif yang tak perlu disangsikan keabsahan pendapat-pendapatnya). Memang “ironis”, tetapi itulah kenyataannya! Saat ini, misalnya, Pak Surono -- salah seorang pakar vulkanologi -yang sudah sekian banyak mengemukakan pernyataannya tentang bahaya Gunung Merapi, pendapat-pendapatnya – untuk kalangan ‘akar-rumput’ -tak lebih populer dan juga tak lebih diakui keabsahannya daripada fatwa ‘mbah Maridjan’, yang memang akhir-akhir ini – sebelum berpulang ke rahmatullah – hampir tidak pernah mengeluarkan pernyataan apa pun tentang Gunung Merapi. Tetapi, sebagai seorang yang – oleh sebagian 1
  • 2. kalangan – dianggap lebih tahu tentang Gunung Merapi, beliau lebih dipercaya daripada Pak Surono. Penulis – ketika belajar Ilmu Ekonomi Syari’ah – tiba-tiba ingat terhadap tulisan Mas Aries Mufti, dalam bukunya yang berjudul “Bunga Bank, Maslahat atau Muslihat? (Jakarta: Pustaka Quantum, 2004, hal. 35), ketika beliau mengutip sabda Rasulullah (Muhammad) s.a.w. yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Ahmad bin Hanbal dan Al-Hakim dari Abu Hurairah: ‫سيأتي على الناس سنوات خداعات ، يصدق فيها‬ َ ِ ُ ّ َ ُ ُ َ ّ َ ٌ َ ََ ِ ّ ََ ََِْ ‫الكاذب ، ويكذب فيها الصادقُ ، ويؤتمن فيها‬ َ ِ ُ َ َْ َُ ِ ّ َ ِ ُ ّ َ َُ ُ ِ َ ْ ‫الخائن ، ويخون فيها ال َمين ، وينطق فيها‬ َ ِ ُ ِ ََْ ُ ِ َ ِ ُ ّ َ َُ ُ ِ َ ْ ُ‫الرويبضة ، قيل : وما الرويبضة ؟ قال : الرجل‬ ُ ّ َ َ ُ َ َِْ ّ َ َ َ ِ ُ َ َِْ ّ ِ ّ َ ْ ِ ْ ‫.التافه في أَمر العامة‬ ِ ُ ِ ّ “Akan menimpa manusia tahun-tahun penuh dusta. Dimana pendusta dibenarkan dan yang benar didustakan; si pengkhianat diberi amanah dan si (pemegang) amanah (malah) dikhianati. Pada masa tersebut si Ruwaibidhah (orang yang pandai mengumbar kata-kata) ikut-sert (berpartisipasi aktif) untuk berbicara. Para sahabat pun bertanya: Siapakah (si) Ruwaibidhah itu (ya Rasulullah)? Rasululllah s.a.w. pun menjawab: “(Dia) adalah (seseorang) manusia (yang) bodoh yang memegang jabatan publik.” (Hadits Riwayat Ibnu Majah, Sunan ibn Mâjah, juz v, hal. 162, hadits no. 4036; Hadits Riwayat Ahmad, Musnad Ahmad ibn Hanbal, juz II, hal. 291, hadits no. 7899; Hadits Riwayat al-Bazzar, Musnad al-Bazzâr, juz VII, hal. 174, hadits no. 2740; Hadits Riwayat Abu Ya’la, Musnad Abî Ya’la, VI, 378, hadits no. 3715; Hadits Riwayat Al-Hakim, Al-Mustadrak, juz IV, hal. 512, 4512, Hadits Riwayat ath-Thabarani, Al-Mu’jam al-Kabîr, juz XII, hal. 437, hadits no. 14550; Al-Mu’jam al-Ausath, juz III, hal. 313, hadits no. 3258; Musnad asy-Syâmiyyîn, juz I, hal. 50, hadits no. 47; Hadits Riwayat Al-Isybili, Al-Ahkâm asy-Syar’iyyah li Isybîlîy, juz IV, hal. 542; Hadits Riwayat arRuyani, Musnad ar-Rûyâniy, juz I, hal. 193, hadits no. 595, dari Abu Hurairah r.a.) 2
  • 3. Saya duga bahwa Beliau (Mas Aries) berharap di seputar kita tidak akan pernah ada yang menjadi Ruwaibidhah-ruwabidhah. Tetapi – kata beliau – saat ini banyak sekali bermunculan perbedaan pendapat mengenai persoalan-persoalan krusial yang menyangkut kepentingan umat (baca: utamanya umat Islam), yang justuru dipandu oleh Ruwaibidhahruwabidhah kontemporer, yang kemunculannya seperti jamur di musim hujan, sehingga bisa jadi akan semakin menambah kebingunan umat. Sudah saatnya umat kita – kata beliau -- kita giring untuk tidak terjebak pada keyakinan terhadap pendapat-pendapat si Ruwaibidhah itu. Atau kalau pun ingin mengikutinya, seharusnya mereka menjadi muttabi’ (pengikut kritis), dan jangan sekali-kali kita biarkan mereka menjadi muqallid (loyalis buta yang 'dungu'). Seorang muttabi’, kata para faqih (pakar fikih), akan selalu melakukan sesuatu dengan penuh pertimbangan, analisis (kritis) dan cermat dengan ilmunya. Sedang si muqallid akan selalu mengatakan ‘ya’ pada siapa pun yang diidolakannya, tanpa alasan yang jelas. Dan, ternyata hingga kini – menurut pengamat penulis – para muqallid itu masih banyak bertebaran di seputar kita. Dan anehnya, mereka tetap yakin bahwa sikap mereka adalah benar karena telah mengikuti ‘orang’ yang selalu bisa dianggap benar! Penulis pun menjadi ingat kembali ketika memresentasikan sebuah makalah pada di sebuah diskusi beberapa tahun silam. Ketika itu, penulis tak sependapat dengan salah seorang penanggap yang terus berupaya memaksakan pendapatnya dengan argumen yang sangat lemah, dengan satu pernyataan yang – menurut penulis – sangat naif, karena tidak didukung oleh nalar yang mapan. Tetapi, karena sikap ta’zhim (hormat), penulis akhirnya mengalah dengan satu sikap “setuju dalam perbedaan”, karena penulis tetap yakin bahwa pendapatnya tak perlu dirujuk. Tetapi sikap penulis ‘yang seperti ini’, hingga kini masih menjadi barang langka, dan bukan tidak mungkin akan menjadi bumerang, yang pada akhirnya berakibat buruk pada citra penulis sebagai seorang nara sumber. Penulis – oleh para pengikut setia penanggap itu -- dianggap sama sekali tak memiliik kompetensi untuk berpendapat dalam masalah tersebut. Dan, saat ini penulis hanya bisa bergumam: “kenapa ‘virus’ Ruwaibidhah juga bisa yang berkembang di dunia pendidikan, dan – pada uatu saat -bukan tidak mungkin akan mengganggu proses proses pendidikan itu sendiri, karena kejujuran akademik pun akhirnya dijual murah demi 3
  • 4. kepentingan-kepentingan pragmatis, mendukung pendapat Ruwaibidah’ yang tak memiliki argumentasi-akademik yang kokoh. ‘Sang Memang, kita – di saat berada pada posisi marjinal (pinggiran) – menjadi sangat lemah untuk membantah pendapat orang. Tetapi, apakah karena itu kita harus selamanya bersikap munafik? Sudah saatnya kita berkata jujur, seperti sabda Nabi s.a.w.: ‫م قلم الحقم وإنم كنانم مر ا‬ ًّ‫رُ ْنِ ك ْ َ َّ َْنِ ك ْ َ َ رُ ا‬ “Katakanlah (apa pun) yang benar, meskipun pahit rasanya.”(Hadits Riwayat alBaihaqi, Syu’ab al-Îmân, juz VII, hal. 21, Hadits no. 4592; Abu Nu’aim, AthThabarani, Al-Mu’jam al-Kabîr, juz II, hal. 212, hadits no. 1625; dan Ibnu Hibban, Shahîh ibn Hibbân dengan Tahqiq Al-Arnauth, juz II, hal. 76, hadits no. 361 dari Abu Dzar], yang meskipun hadits ini banyak dikritik oleh para kritikus hadits sebagai hadits dhaif, tetapi (maknanya) mendapatkan dukungan dari hadits lain yang dikualifikasikan sebagai hadits shahih oleh as-Suyuthi dan Al-Albani (riwayat Ibnu an-Najjar dari ‘Ali) yang dinyatakan dalam redaksi: ‫م قلم الحقم ولوم عل ىم نفس ك‬ ِ‫رُ ك ْ ك ْ َ َّ َ َ ك ْ َ َ َ ك ْ ْن‬ “Katakanlah yang benar, meskipun terhadap dirimu sendiri.” (As-Suyuthi, AlJâmi’ ash-Shaghîr, juz II, hal. 223, 5004; Al-Albani, Shahîh at-Targhîb wa atTarhîb, II, 323, hadits no. 2467 dari ‘Ali bin Abi Thalib) Di saat otoritarianisme ([1] Dalam politik, suatu pemerintahan otoriter adalah satu di mana kekuasaan politik terkonsentrasi pada suatu pemimpin.[2] Otoritarianisme biasa disebut juga sebagai paham politik otoriter, yaitu bentuk pemerintahan yang bercirikan penekanan kekuasaan hanya pada negara atau pribadi tertentu, tanpa melihat derajat kebebasan individu [Baskara ‫ م‬T. ‫ م‬Wardaya. ‫م .7002 م‬Menelusuri Akar Otoritarianisme di Indonesia. ‫ م‬Jakarta: ‫ م‬Lembaga ‫ م‬Studi ‫ م‬dan ‫م‬Advokasi ‫ م‬Masyarakat. ‫ م‬Hal. ‫ )]3 م‬menjadi gejala masif, tak terkecuali di dunia pendidikan, kita – sebagai muslim – tak sekali pun tidak boleh terjebak menjadi muqallid para Ruwaibidhah kontemporer dan – juga –menjadi para Ruwaibidhah yang bisa menyelinap di semua bidang kehidupan, seandainya kita masih memiliki kepedulian terhadap kata hati nurani kita dan sikap kritis kita sebagai seorang muttabi’. Penulis khawatir, jangan-jangan keengganan mereka untuk bersikap kritis, terjadi secara masif, karena sikap enggan dan arogansi para pemimpin kita (baca: umat Islam), yang oleh Allah – di dalam firmanNya (QS al-Isra’, 17: 16) – disebut sebagai ‘mutrafîhâ” – yang disinyalir telah melakukan tindakan 4
  • 5. moral-hazard, dan memandu umat (para pengikutnya) dengan kerancuan berpikir dan perilaku korupnya dengan mengatasnakan ‘kebenaranpragmatis’. Atau, bahkan pragmatisme – kini -- itu sudah menjadi pilihan utama dalam menjalankan roda kepemimpinannya, hingga umat (baca: rakyat) secara terus menerus mengamini karena ketidakpahaman dan atau ketidakberdayaannya. Apakah firman Allah SWT dalam QS al-Isra’/17: 16: َّ َ‫ّقَيِ ّقَ ّقَ ّقَ ْ ّقَ ّقَ ُّ ْيِ ّقَ ّقَ ْ ّقَ أ ً ّقَ ّقَ ْ ّقَ اوُ ْ ّقَ يِ ه ّقَ ّقَ ّقَ اوُ ْ يِ ّقَ ّقَ ّق‬ ‫وإذا أردنحح ا أ ن نهلحك قريحة أمرنحح ا مترفهي ّقَحح ا ففسحقاوا فهيهحح ا فححق‬ ‫عّقَهيه ا القاول فدمرن اه ا تدمهيرا‬ ً ‫ّقَل ْ ّقَ ْ ّقَ ْ اوُ ّقَ ّقَ َّ ْ ّقَ ّقَ ّقَ ْ يِ أ‬ “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”, harus diinterpretasikan (ditafsirkan) lain, dalam rangka mendukung kebijakan para pemimpin yang – banyak diduga -- lebih suka bersikap pragmatis? Penulis sama sekali tidak ingin terus berprasangka, apalagi ber’su’u-zhan’ terhadap para pemimpin kita. Tetapi, mencermati kecenderungan umumnya, hingga kini penulis ‘agak’ percaya terhadap pernyataan Buya Ahmad Syafi’i Ma’arif dalam beberapa tulisannya di Majalah “Suara Muhammadiyah” dan kolom Resonansi “Republika”, bahwa kejujuran kita -- ‘kini’ -- tengah diuji. Dan, “kita” sama sekali tidak boleh menjadi “Ruwaibidhah-ruwaibidhah Kontemporer”, dan – yang pasti -- juga tak layak menjadi para muqallidnya. Saatnya kita berteriak dengan lantang dan berani menjadi ”qâil wa qâim al-haq wa in kâna murran” (menjadi orang yang memiliki keberanian untuk berkata lantang dan bereksperimentasi dengan “kebenaran” yang kita yakini meskipun harus menerima risiko ‘pahit’), dan mengamalkan spirit (ruh/semangat) QS “al-‘Ashr”, menjadi yang beriman dan mengerjakan amal saleh, saling-menasihati untuk menaati kebenaran dan menetapi kesabaran untuk menjadi ‘Yang Benar’ dengan ‘Sikap Sabar’, di mana pun dan kapan pun, meskipun harus menjadi kaum minoritas yang bisa jadi – untuk sementara waktu – “terpinggirkan”!. Fastabiqû al-Khairât, Nashrun Minallâh wa Fathun Qarîb. 5
  • 6. Penulis adalah Dosen Tetap Fakultas Agama Islam UM Yogyakarta dan Dosen Tidak Tetap STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta. 6
  • 7. Penulis adalah Dosen Tetap Fakultas Agama Islam UM Yogyakarta dan Dosen Tidak Tetap STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta. 6