SlideShare a Scribd company logo
1 of 12
Download to read offline
1
Al-Ghurbah
(Keterasingan)
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, dalam kitab Madârijus Sâlikîn, secara
khusus membahas masalah al-ghurbah dengan pembahasan yang cukup
panjang. Karena al-ghurbah (keterasingan) merupakan kondisi yang –
biasanya – dianggap tidak menyenangkan, dan oleh orang yang belum
mampu menikmatinya, selalu disikapi dengan upaya pencarian solusi
dengan satu cara: “mencari keramaian dengan berteman”. Tetapi, kata
beliau, bagi seorang pencari kebenaran, al-ghurbah – dalam pengertian
positif -- bisa jadi merupakan sesuatu yang selalu dicari, dan ketika
diperolehnya akan dipertahankan dan dinikmati dengan senang hati.
Sementara itu, Abu Isma’il al-Harawi -- pengarang kitab Manâzilus-
Sâ'irîn -- ketika membahas pemasalahan yang berkaitan dengan masalah al-
ghurbah (keterasingan), menyitir firman Allah:
“Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-
orang yang memunyai keutamaan yang melarang untuk (mengerjakan)
kerusakan di muka bumi, kecuali sebagian kecil di antara orang-orang
yang telah Kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang
zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada
mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa.” (QS Hûd/11:
116).
Pelandasannya kepada ayat ini -- dalam masalah ghurbah --
menunjukkan kedalamannya dalam ilmu dan ma'rifah serta pemahamannya
tentang al-Quran. Orang-orang yang asing di dunia ini adalah mereka yang
disifati dalam ayat di atas dan mereka yang telah diisyaratkan Nabi s.a.w.
dalam sabdanya,
2
.
“Islam itu bermula dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi
asing seperti permulaannya. Maka beruntunglah orang-orang yang
asing”. Ada yang bertanya, “Siapakah orang-orang yang asing itu
wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu orang-orang yang
berbuat baik selagi manusia berbuat kerusakan.” (HR Ahmad dari
Abdurrahman bin Sanah, Musnad Ahmad ibn Hanbal, IV/73,
hadits no. 61761)
Imam Ahmad ibn Hanbal berkata: “Kami diberitahu Abdurrahman
bin Mahdi, dari Zuhair, dari Amr bin Abu Amr, dari Al-Muththalib bin
Hanthab, dari Nabi s.aw.. Beliau bersabda,
“Beruntunglah orang-orang yang asing”. Mereka bertanya, “Wahai
Rasulullah, siapakah orang-orang yang asing itu?” Beliau menjawab,
“Orang-orang yang bertambah (iman dan takwanya) selagi manusia
berkurang (iman dan takwanya).” (Ibnu Qayyim al-Jauziyah,
Madârijus Sâlikîn, III/194; Isma’il bin Ja’far, Hadîts Ismâ’îl ibn
Ja’far, I/377, hadits no. 366)
Abdullah bin ‘Amr bin al’Ash berkata,
3
“Suatu kali selagi kami bersama Rasulullah s.a.w., beliau bersabda,
“Beruntunglah orang-orang yang asing”. Mereka bertanya, “Wahai
Rasulullah, siapakah orang-orang yang asing itu?” Beliau menjawab,
“Orang-orang shalih yang sedikit jumlahnya di tengah orang-orang
yang banyak. Siapa yang mendurhakai mereka lebih banyak daripada
yang taat kepada mereka.” (HR Ahmad dari ‘Abdullah bin ‘Amr,
Musnad Ahmad ibn Hanbal, II/222, hadits no. 7072)
Beliau juga bersabda,
.
“Sesungguhnya yang paling disukai Allah adalah orang-orang yang
asing”. Ada yang bertanya, “Siapakah orang-orang yang asing itu?”
Beliau menjawab, “Orang-orang yang lari sambil membawa
agamanya. Mereka berkumpul bersama Isa bin Maryam a.s.pada hari
kiamat.” (Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Madârijus Sâlikîn, III/195; HR
Ahmad bin Ibrahim bin Katsir ad-Dauraqi dari ‘Abdullah bin
‘Amr bin al-‘Ash, Musnad Sa’d ibn Abî Waqqâsh, I/165, hadits no.
94; HR Ibn al-Mubarak dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, Az-
Zuhd li ibn al-Mubârak, I/532, hadits no. 1513; HR Muhammad
bin al-Husain al-Ajiri dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, Al-
Ghurabâ, I/49, hadits no. 37)
Dalam hadits lain disebutkan,
4
.
“Islam itu bermula dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi
asing seperti permulaannya. Maka beruntunglah orang-orang yang
asing”. Ada yang bertanya, “Siapakah orang-orang yang asing itu
wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu orang-orang yang
menghidupkan Sunnahku dan mengajarkannya kepada manusia.”
(Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Madârijus Sâlikîn, III/195; Yusuf al-
Qaradhawi, Fatâwâ Mu’âshirah, II/46; HR al-Baihaqi dari ‘Auf bi
Malik, Az-Zuhd al-Kabîr li al-Baihaqiy, I/219, hadits no. 215)
Ada sebuah riwayat yang mengisahkan dialog antara antara Umar
bin al-Khaththab dengan Mu’adz bin Jabal,
“Dari Umar bin Khattab, bahwa suatu ketika dia keluar menuju masjid Nabi s.a.w.,
lalu berjumpa dengan Mu'adz bin Jabal yang sedang duduk di sisi Kuburan Nabi
s.a.w. sambil menangis. Maka ia pun bertanya, “Apa yang membuatmu
menangis?” Mu'adz menjawab, “Aku menangis karena sesuatu yang aku dengar
dari Rasulullah s.a.w.. Aku mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya
5
riya' yang paling ringan pun sudah terhitung syirik, dan sesungguhnya orang yang
memusuhi wali Allah maka dia telah menantang bertarung dengan Allah.
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang baik lagi bertakwa dan tidak
dikenal, yaitu orang-orang yang apabila menghilang maka mereka tidak dicari-cari,
dan jika mereka hadir maka mereka tidak di kenal, hati mereka ibarat lentera-lentera
petunjuk yang muncul dari setiap bumi yang gelap.” ((HR Ibnu Majah, Sunan ibn
Mâjah, V/126, hadits no. 3989).
Mereka – yang disebut dalam hadits di atas -- adalah orang-orang
asing yang terpuji dan berbahagia. Karena jumlah mereka yang sedikit di
tengah manusia yang banyak, maka mereka disebut ghurabâ' (orang-orang
yang asing). Mayoritas manusia tidak memiliki sifat-sifat ini. Para pemeluk
Islam di tengah manusia adalah orang-orang asing. Orang-orang yang
beriman di tengah para pemeluk Islam adalah orang-orang asing. Orang-
orang yang memiliki ma’rifah di tengah orang-orang yang beriman adalah
orang-orang asing.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengisahkan, bahwa ketika Musa a.s.
melarikan diri dari kaum Fir'aun hingga tiba di Madyan dalam keadaan
seperti yang telah dijelaskan Allah, sendirian, asing, takut dan lapar. Lalu
beliau berkata, “Ya Rabbi, aku dalam keadaan sendirian, sakit dan asing.”
Dikatakan kepada beliau, “Hai Musa, yang sendirian adalah yang tidak
memunyai pendamping seperti Aku. Orang sakit adalah yang tidak
memunyai tabib seperti Aku, dan orang yang asing adalah yang tidak
memunyai mu'amalah antara Aku dan dirinya.” (Madârijus Sâlikîn, III/196)
Selanjutnya, Ibnu Qayyim al-Jauziyah menyatakan bahwa ada tiga
macam ghurbah, yaitu:
Ghurbah Pertama: Keterasingan orang-orang yang mengikuti Allah
dan Sunnah Rasul-Nya di antara manusia ini. Ini merupakan keterasingan
yang pelakunya dipuji Rasulullah s.a.w. dan tentang agama yang
dikabarkan, bahwa ia bermula dalam keadaan asing dan kembali menjadi
asing seperti permulaannya serta yang pelakunya menjadi asing.
Keterasingan ini bisa terjadi di satu tempat tanpa yang lain, di satu
waktu tanpa yang lain dan di tengah suatu kaum tanpa yang lain. Tapi yang
pasti, orang-orang yang asing ini adalah mereka yang mengikuti Allah
dengan sebenarnya. Mereka tidak berlindung kepada selain Allah, tidak
mengaitkan dengan selain Rasulullah s.a.w. dan tidak menyeru kepada
selain yang dikabarkan Rasulullah s.a.w.. Jika manusia muncul pada hari
6
kiamat bersama sesembahan mereka, maka orang-orang yang asing itu tetap
berada di tempat semula. Dikatakan kepada mereka: “Mengapa kalian tidak
menghadap seperti yang dilakukan manusia?” Maka mereka menjawab:
“Kami berbeda dengan manusia, dan pada hari ini kami lebih
membutuhkan karunia daripada mereka. Kami sedang menunggu Rabb
yang dulu kami sembah.”
Keterasingan ini bukan merupakan keliaran bagi orangnya, tetapi
itu merupakan kejinakan selagi manusia menjadi liar. Pelindungnya adalah
Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, sekalipun mayoritas
manusia memusuhi dan menelantarkannya. Di antara orang-orang yang
asing ialah seperti yang disebutkan Anas dalam haditsnya dari Nabi s.a.w.,
“Berapa banyak orang yang kusut dan berdebu, mengenakan dua
lembar pakaian lusuh yang tidak mengundang perhatian, namun
sekiranya dia bersumpah atas nama Allah, niscaya Allah
mengabulkannya.” (Al-Bazzar, Musnad al-Bazzâr, XIII/97, hadits
no. 6459; Lajnah Fatawa bisy-Syabakah al-Islamiyyah, Fatawa
asy-Syabakah al-Islamiyyah, III/1025; Bandingkan, Ahmad ibn
Hanbal, Musnad Ahmad ibn Hanbal, III/145, hadits no. 12504; At-
Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, V/692, hadits no. 3854; ‘Abd al-
Hamîd, Al-Muntakhab min Musnad ‘Abd ibn Hamîd, I/370, hadits
no. 1236; Al-Baihaqi, Syu’ab al-Îmân, XIII/89, hadits no. 100000,
dari Anas bin Malik; Ibnu Hibban dari Abu Hurairah, Shahîh ibn
Hibbân, XIV/403, hadits no. 6483)
Dalam hadits lain dinyatakan:
.
“Berapa banyak orang yang rambutnya kusut, tampak dihinakan dan
di usir oleh orang-orang, namun apabila dia berdo'a kepada Allah, pasti
Allah akan mengambulkannya.” (HR Muslim dari Abu Hurairah,
Shahîh Muslim, VIII/36, hadits. No. 4754)
7
Al-Hasan berkata, “Orang yang beriman di dunia seperti orang
asing, yang kehinaannya tidak mengundang kesedihan dan yang
kemuliaannya tidak perlu disaingi. Manusia dalam satu keadaan dan dia
dalam keadaan yang lain. Manusia tidak takut terhadap dirinya, sementara
dia dalam kepayahan.”
Di antara sifat orang yang asing itu seperti yang digambarkan Nabi
s.a.w. adalah berpegang kepada as-Sunnah selagi manusia membenci as-
Sunnah. Dia meninggalkan bid'ah yang mereka ciptakan, sekalipun bid'ah
itulah yang menjadi tradisi di tengah mereka. Dia memurnikan tauhid
sekalipun mayoritas manusia mengingkarinya. Dia meninggalkan
penisbatan kepada seseorang selain Allah dan RasulNya, entah kepada
syaikh, thariqah, madzhab dan golongan. Seperti inilah gambaran orang-
orang asing yang menisbatkan kepada Allah dengan ubudiyah, kepada
Rasul-Nya dengan mengikuti apa yang beliau bawa.
Orang-orang yang memenuhi dakwah Islam harus meninggalkan
kabilah dan kerabatnya, lalu masuk Islam. Mereka adalah orang-orang asing
yang sebenarnya. Setelah Islam kuat dan dakwahnya menyebar ke-mana-
mana serta manusia masuk Islam secara berbondong-bondong, maka
keterasingan itu pun menjadi hilang. Tetapi kemudian mereka meng-
asingkan diri sehingga menjadi orang asing seperti keadaan semula. Islam
yang sebenarnya seperti yang ada pada masa Nabi s.a.w. dan para shahabat
benar-benar lebih asing pada zaman sekarang daripada keterasingan Islam
pada permulaannya. Sekalipun simbol, rupa dan tandatandanya yang
zhahir ada di mana-mana, tetapi Islam yang hakiki dalam keadaan asing
sekali dan para pemeluknya asing di tengah manusia. Orang yang beriman
yang meniti jalan kepada Allah berdasarkan ittibâ' dalam keadaan asing di
tengah orang-orang yang mengikuti hawa nafsu dan keinginannya,
mematuhi kekikirannya dan bangga dengan pendapat-pendapatnya,
sebagaimana yang disabdakan Rasulullah s.a.w.,
8
.
“Suruhlah kepada yang ma'ruf dan cegahlah dari yang mungkar,
hingga jika kalian melihat kekikiran yang dipatuhi, hawa nafsu yang
diikuti, dunia yanglebih dipentingkan, setiap orangyang mengeluarkan
pendapat, kagum terhadap pendapatnya sendiri, dan jika engkau
melihat suatu urusan yang tiada penolong bagimu, maka hendaklah
engkau mengikuti dirimu sendiri secara khusus dan tinggalkanlah
mereka secara umum, karena di belakang kalian ada hari-hari, yang
pada saat itu orang-orang yang sabar seperti orang yang sedang
memegang bara api dan orang yang beramal pada saat itu pahalanya
sebanding dengan lima puluh kali amalan orang yang beramal seperti
amalnya.” (Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Madârijus Sâlikîn, III/198;
Bandingkan, Yusuf al-Qaradhawi, Fatâwâ Muâshirah, II/51)
Dalam hadits lain dinyatakan:
.
“Demi Allah, engkau telah menanyakan hal itu kepada orang yang
tepat. Aku pernah menanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu
9
'alaihi wasallam, beliau lalu menjawab: “Bahkan perintahkanlah
kepada perkara yang ma'ruf dan cegahlah dari perkara yang mungkar,
sehingga ketika engkau melihat sifat kikir ditaati, hawa nafsu diikuti,
dunia lebih diutamakan (dari urusan agama), dan setiap orang bangga
dengan pendapatnya sendiri, maka hendaklah engkau jaga dirimu
sendiri, dan jauhilah orang-orang awam (bodoh). Sebab di belakang
kalian ada hari-hari (yang kalian wajib) bersabar, sabar pada saat itu
seperti seseorang yang memegang bara api, dan orang yang beramal
pada saat itu pahalanya sebanding dengan lima puluh kali amalan
orang yang beramal seperti amalnya, ia menambahkan untukku,
“seperti amalan selainnya.” Abu Tsa'labah bertanya, “Wahai
Rasulullah, seperti pahala lima puluh orang dari mereka!” beliau
menjawab: “(Bahkan) seperti pahala lima puluh orang dari kalian.”
(HR Abu Dawud dari Abu Tsa'labah al-Khusyani, Sunan Abî
Dâwud, IV/215, hadits no. 3778)
Orang yang beriman yang benar adalah orang asing dalam
agamanya karena kerusakan agama manusia, asing dalam keteguhannya
berpegang kepada as-Sunnah karena manusia berpegang kepada bid'ah,
asing dalam akidahnya karena kerusakan keyakinan mereka, asing dalam
shalatnya karena keburukan shalat mereka, asing dalam jalannya karena
kesesatan jalan mereka, asing dalam pergaulannya dengan mereka karena
dia mempergauli mereka tidak seperti yang mereka kehendaki. Secara
umum dia adalah orang asing dalam urusan dunia dan akhiratnya, tidak
mendapatkan dukungan dan pertolongan dari manusia secara umum.
Ghurbah Kedua: Ghurbah yang tercela, yaitu keterasingan orang-
orang yang batil dan yang berbuat keji di tengah orang-orang yang benar
dan lurus. Ini berarti mengasingkan diri dari golongan Allah yang mendapat
keberuntungan. Sekalipun jumlah mereka itu banyak, tetapi mereka tetap
disebut orang-orang asing. Mereka dikenal di antara penghuni bumi namun
tidak dikenal di antara penghuni langit.
Ghurbah Ketiga: Ghurbah yang tidak terpuji dan juga tidak tercela.
Ini merupakan keterasingan karena meninggalkan kampung halaman.
Semua manusia di dunia ini adalah orang asing, karena memang dunia ini
bukan merupakan tempat yang abadi bagi mereka dan bukan merupakan
tempat yang diciptakan sebagai tempat yang abadi. Nabi s.a.w. pernah
bersabda kepada Abdullah bin Umar r.a.,
10
“Jadilah kamu di dunia ini seakan-akan orang asing atau seorang
pengembara.” Ibnu Umar juga berkata; 'Bila kamu berada di sore hari,
maka janganlah kamu menunggu datangnya waktu pagi, dan bila
kamu berada di pagi hari, maka janganlah menunggu waktu sore,
pergunakanlah waktu sehatmu sebelum sakitmu, dan hidupmu sebelum
matimu.” (HR al-Bukhari dari Abdullah bin Umar, Shahîh al-
Bukhâriy, VIII/110, hadits no. 6416)
Bagaimana tidak disebut orang asing jika di dunia ini seorang
hamba adalah orang yang sedang dalam perjalanan, yang dalam
perjalanannya itu dia hanya bisa beristirahat di antara orang-orang yang
berbaring di kuburnya?
Al-Harawi, pengarang kitab Manâzilus-Sâ'irîn, mengatakan:
“Keterasingan merupakan perkara yang diisyaratkan kepada kesendirian
tanpa ada yang menyertai.”Artinya, setiap orang yang menyendiri dengan
suatu sifat yang mulia, sementara orang lain tidak memilikinya, maka dia
adalah orang asing di tengah-tengah mereka.
Ada tiga derajat ghurbah, yaitu:
1. Ghurbah karena meninggalkan kampung halaman. Kematian orang
asing ini merupakan mati syahid. Jarak antara kuburannya dan
kampung halamannya akan diukur, dan pada hari kiamat akan
dihimpun bersama Isa bin Maryam.
Ghurbah dalam pengertian ini adalah memisahkan atau
meninggalkan, bisa dengan fisik atau dengan tujuan dan keadaan,
atau dengan kedua-duanya secara berbarengan. Kematian orang
asing yang berarti mati syahid, diisyaratkan kepada hadits yang
diriwayatkan dari Hisyam bin Hassan, dari Ibnu Sirin, dari Abu
Hurairah r.a., dari Nabi s.a.w., beliau bersabda, “Kematian orang
asing adalah syahid.” Tetapi hadits ini tidak kuat dan diriwayatkan
11
dari beberapa jalan yang sedikit pun tidak ada yang shahih. Menurut
Al-Imam Ahmad, ini adalah ‘hadits mungkar’.
Pengukuran antara kuburannya dan kampung halamannya,
diisyaratkan kepada riwayat Abdullah bin Wahb, dia berkata, “Aku
diberitahu Huyai bin Abdullah, dari Abdurrahman al-Bajaliy, dari
Abdullah bin Amr, dia berkata, “Ada seseorang meninggal dunia di
Madinah dan dia termasuk orang yang dilahirkan di sana. Lalu
Rasulullah s.a.w. menshalati jenazahnya. Beliau bersabda, “Sekiranya
dia meninggal tidak di tempat dia dilahirkan.” Ada seseorang yang
bertanya, “Mengapa begitu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,
“Sesungguhnya jika seseorang meninggal dunia, maka akan diukur
pahala bagi dirinya di surga antara tempat kelahirannya dan tempat
meninggalnya.” Hadits ini diriwayatkan Ibnu Luhai'ah dengan isnad
ini.
Suatu kali Rasulullah s.a.w. berdiri di dekat kuburan seseorang di
Madinah. Lalu beliau bersabda, “Sekiranya dia meninggal sebagai
orang asing.” Ada yang bertanya, “Ada apa dengan orang asing yang
meninggal tidak di kampung halamannya?” Beliau menjawab,
“Tidaklah ada orang asing yang meninggal dunia tidak di kampung
halamannya, melainkan di surga akan diukur antara tempat
meninggalnya dan tempat kelahirannya. Perkataannya: “Pada hari
kiamat akan dihimpun bersama Isa bin Maryam”, diisyaratkan
kepada hadits riwayat Al-Imam Ahmad, dari Al-Qasim bin Jamil,
dari Muhammad bin Muslim, dari Utsman bin Abdullah bin Idris,
dari Sulaiman bin Hurmuz, dari Abdullah bin ‘Amr, dia berkata,
“Rasulullah s.a.w. bersabda, “Yang paling disukai Allah adalah
orang-orang asing.” Ada yang bertanya, “Ada apa dengan orang-
orang asing wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Mereka yang
melarikan diri sambil membawa agamanya akan berhimpun bersama
Isa bin Maryam pada hari kiamat.”
2. Ghurbah keadaan. Ini termasuk orang-orang asing yang mendapat
keberuntungan, yaitu orang shalih pada zaman yang rusak dan
berada di tengah kaum yang rusak, atau orang pandai di antara
orang-orang yang bodoh, atau orang jujur di antara orang-orang
munafik. Yang dimaksudkan keadaan di sini adalah sifat yang
dimiliki, berupa agama dan berpegang kepada as-Sunnah, dan bukan
12
keadaan menurut pemahaman yang umum dipakai. Pelakunya
adalah orang yang mengetahui kebenaran, melaksanakan dan juga
mendakwahkannya. Syaikh mengelompokkan orang-orang asing
dalam derajat ini menjadi tiga macam: (1) Orang yang shalih dan
berpegang kepada agama di tengah orang-orang yang rusak, (2)
orang yang memiliki ilmu dan ma’rifah di tengah orang-orang yang
bodoh, (3) orang jujur dan ikhlas di tengah orang-orang yang
munafik dan pendusta. Sifat dan keadaan mereka menajikan sifat
orang-orang di sekelilingnya. Perumpamaan orang-orang asing di
tengah kaumnya ini seperti seekor burung yang asing di tengah
gerombolan burung.
3. Ghurbah hasrat, yaitu keterasingan dalam mencari kebenaran, atau
ghurbah orang yang memiliki ma’rifah. Sebab orang yang memiliki
ma’rifah adalah orang asing dalam kesaksiannya, apa yang menyertai
kesaksiannya juga asing. Wujud dzatnya tidak terbebani ilmu.
Keterasingan orang yang memiliki ma’rifah adalah keterasingan dari
keterasingan. Sebab dia orang asing bagi penghuni dunia dan juga
orang asing bagi penghuni akhirat.
Derajat ini lebih tinggi tingkatannya daripada derajat sebelumnya.
Karena yang pertama merupakan ghurbah dengan fisik, dan yang
kedua merupakan ghurbah dengan perbuatan dan keadaan.
Sedangkan derajat ini merupakan ghurbah dengan hasrat. Hasrat
orang yang memiliki ma’rifah berkutat di sekitar ma’rifah. Dia tidak
dikenal di antara orang-orang yang menghendaki akhirat, terlebih
lagi di antara orang-orang yang menghendaki dunia, sebagaimana
orang yang mencari akhirat adalah orang asing di tengah orang-
orang yang mencari akhirat.
Demikianlah kajian tentang al-ghurbah yang diketengahkan oleh
Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Dan pertanyaan pentingnya: “Sejauhmanakah kita
telah menikmati keberadaannya dalam proses pencarian kebenaran kita?”

More Related Content

What's hot

26.9.2012 hadis maudhu’
26.9.2012   hadis maudhu’26.9.2012   hadis maudhu’
26.9.2012 hadis maudhu’Angah Rahim
 
Riyadhus Shalihin Bab 1 -3 ppt
Riyadhus Shalihin Bab 1 -3 pptRiyadhus Shalihin Bab 1 -3 ppt
Riyadhus Shalihin Bab 1 -3 pptsoleh solehudin
 
penilaian syiah terhadap ahli sunnah
 penilaian syiah terhadap ahli sunnah penilaian syiah terhadap ahli sunnah
penilaian syiah terhadap ahli sunnahR&R Darulkautsar
 
Jatuh bangunnya peradaban
Jatuh bangunnya peradabanJatuh bangunnya peradaban
Jatuh bangunnya peradabanEdi Awaludin
 
10. hadits maudlu, pengertian, faktor dan keriteria
10. hadits maudlu, pengertian, faktor dan keriteria10. hadits maudlu, pengertian, faktor dan keriteria
10. hadits maudlu, pengertian, faktor dan keriteriaFakhri Cool
 
Sejarah Perkembangan Al-Quran
Sejarah Perkembangan Al-QuranSejarah Perkembangan Al-Quran
Sejarah Perkembangan Al-QuranIlliyin Studio
 
Sejarah Penulisan dan Pembukuan al-Quran zaman Sahabat
Sejarah Penulisan dan Pembukuan al-Quran zaman SahabatSejarah Penulisan dan Pembukuan al-Quran zaman Sahabat
Sejarah Penulisan dan Pembukuan al-Quran zaman SahabatNoor Aziah Mamat
 
Menepis persepsi salah tentang ht
Menepis persepsi salah tentang htMenepis persepsi salah tentang ht
Menepis persepsi salah tentang htDawat Fadhila
 
Sejarah Penulisan dan Pembukuan al-Quran zaman Tabi'in
Sejarah Penulisan dan Pembukuan al-Quran zaman Tabi'inSejarah Penulisan dan Pembukuan al-Quran zaman Tabi'in
Sejarah Penulisan dan Pembukuan al-Quran zaman Tabi'inNoor Aziah Mamat
 
Bersegera Melaksanakan Syariat v3
Bersegera Melaksanakan Syariat v3Bersegera Melaksanakan Syariat v3
Bersegera Melaksanakan Syariat v3Erwin Wahyu
 
Pengantar ilmu tafsir
Pengantar ilmu tafsirPengantar ilmu tafsir
Pengantar ilmu tafsiradinc_26
 
Perbedaan sunni syiah dalam tabel
Perbedaan sunni syiah dalam tabelPerbedaan sunni syiah dalam tabel
Perbedaan sunni syiah dalam tabelEdi Awaludin
 

What's hot (18)

26.9.2012 hadis maudhu’
26.9.2012   hadis maudhu’26.9.2012   hadis maudhu’
26.9.2012 hadis maudhu’
 
Kitab iman
Kitab imanKitab iman
Kitab iman
 
Riyadhus Shalihin Bab 1 -3 ppt
Riyadhus Shalihin Bab 1 -3 pptRiyadhus Shalihin Bab 1 -3 ppt
Riyadhus Shalihin Bab 1 -3 ppt
 
penilaian syiah terhadap ahli sunnah
 penilaian syiah terhadap ahli sunnah penilaian syiah terhadap ahli sunnah
penilaian syiah terhadap ahli sunnah
 
Jatuh bangunnya peradaban
Jatuh bangunnya peradabanJatuh bangunnya peradaban
Jatuh bangunnya peradaban
 
10. hadits maudlu, pengertian, faktor dan keriteria
10. hadits maudlu, pengertian, faktor dan keriteria10. hadits maudlu, pengertian, faktor dan keriteria
10. hadits maudlu, pengertian, faktor dan keriteria
 
Sejarah Perkembangan Al-Quran
Sejarah Perkembangan Al-QuranSejarah Perkembangan Al-Quran
Sejarah Perkembangan Al-Quran
 
Sejarah Penulisan dan Pembukuan al-Quran zaman Sahabat
Sejarah Penulisan dan Pembukuan al-Quran zaman SahabatSejarah Penulisan dan Pembukuan al-Quran zaman Sahabat
Sejarah Penulisan dan Pembukuan al-Quran zaman Sahabat
 
Menepis persepsi salah tentang ht
Menepis persepsi salah tentang htMenepis persepsi salah tentang ht
Menepis persepsi salah tentang ht
 
Sejarah Penulisan dan Pembukuan al-Quran zaman Tabi'in
Sejarah Penulisan dan Pembukuan al-Quran zaman Tabi'inSejarah Penulisan dan Pembukuan al-Quran zaman Tabi'in
Sejarah Penulisan dan Pembukuan al-Quran zaman Tabi'in
 
Himpunan 50 hadits_pilihan
Himpunan 50 hadits_pilihanHimpunan 50 hadits_pilihan
Himpunan 50 hadits_pilihan
 
169102081 prilaku-jujur
169102081 prilaku-jujur169102081 prilaku-jujur
169102081 prilaku-jujur
 
Bersegera Melaksanakan Syariat v3
Bersegera Melaksanakan Syariat v3Bersegera Melaksanakan Syariat v3
Bersegera Melaksanakan Syariat v3
 
Pengantar ilmu tafsir
Pengantar ilmu tafsirPengantar ilmu tafsir
Pengantar ilmu tafsir
 
Ulasanitiqodsekte
UlasanitiqodsekteUlasanitiqodsekte
Ulasanitiqodsekte
 
Mewaspadai sufi
Mewaspadai sufiMewaspadai sufi
Mewaspadai sufi
 
Hadits Maudhu'
Hadits Maudhu'Hadits Maudhu'
Hadits Maudhu'
 
Perbedaan sunni syiah dalam tabel
Perbedaan sunni syiah dalam tabelPerbedaan sunni syiah dalam tabel
Perbedaan sunni syiah dalam tabel
 

Viewers also liked

Belajar sabar dari nabi ayyub a
Belajar sabar dari nabi ayyub aBelajar sabar dari nabi ayyub a
Belajar sabar dari nabi ayyub aMuhsin Hariyanto
 
Sang togog yang terkebiri dan terpinggirkan
Sang togog yang terkebiri dan terpinggirkanSang togog yang terkebiri dan terpinggirkan
Sang togog yang terkebiri dan terpinggirkanMuhsin Hariyanto
 
Apakah saya sedang mengalami isyfāq
Apakah saya sedang mengalami isyfāqApakah saya sedang mengalami isyfāq
Apakah saya sedang mengalami isyfāqMuhsin Hariyanto
 
Pendekatan integrasi interkoneksi
Pendekatan integrasi interkoneksiPendekatan integrasi interkoneksi
Pendekatan integrasi interkoneksiMuhsin Hariyanto
 
Puasa 'arafah, kapan dilaksanakan 1
Puasa 'arafah, kapan dilaksanakan 1Puasa 'arafah, kapan dilaksanakan 1
Puasa 'arafah, kapan dilaksanakan 1Muhsin Hariyanto
 
Menyikapi kezaliman, apa sikap kita
Menyikapi kezaliman, apa sikap kitaMenyikapi kezaliman, apa sikap kita
Menyikapi kezaliman, apa sikap kitaMuhsin Hariyanto
 
Menuju tangga kesuksesan dengan ilmu
Menuju tangga kesuksesan dengan ilmuMenuju tangga kesuksesan dengan ilmu
Menuju tangga kesuksesan dengan ilmuMuhsin Hariyanto
 
Mengambil ‘ibrah (pelajaran) dari kisah nabi ayyub a.s.
Mengambil ‘ibrah (pelajaran) dari kisah nabi ayyub a.s.Mengambil ‘ibrah (pelajaran) dari kisah nabi ayyub a.s.
Mengambil ‘ibrah (pelajaran) dari kisah nabi ayyub a.s.Muhsin Hariyanto
 
Bahan ajar ushul fiqh (semester gasal 2014 2015)
Bahan ajar ushul fiqh (semester gasal 2014 2015)Bahan ajar ushul fiqh (semester gasal 2014 2015)
Bahan ajar ushul fiqh (semester gasal 2014 2015)Muhsin Hariyanto
 
Créer le blog et la page réseau social de la bibliothèque
Créer le blog et la page réseau social de la bibliothèque Créer le blog et la page réseau social de la bibliothèque
Créer le blog et la page réseau social de la bibliothèque Dujol Lionel
 
Une médiation dans quel espace documentaire ?
Une médiation dans quel espace documentaire ?Une médiation dans quel espace documentaire ?
Une médiation dans quel espace documentaire ?Dujol Lionel
 

Viewers also liked (20)

Mengapa harus mengemis
Mengapa harus mengemisMengapa harus mengemis
Mengapa harus mengemis
 
Belajar sabar dari nabi ayyub a
Belajar sabar dari nabi ayyub aBelajar sabar dari nabi ayyub a
Belajar sabar dari nabi ayyub a
 
Sang togog yang terkebiri dan terpinggirkan
Sang togog yang terkebiri dan terpinggirkanSang togog yang terkebiri dan terpinggirkan
Sang togog yang terkebiri dan terpinggirkan
 
Firar
FirarFirar
Firar
 
Berpuasa, untuk apa
Berpuasa, untuk apaBerpuasa, untuk apa
Berpuasa, untuk apa
 
Apakah saya sedang mengalami isyfāq
Apakah saya sedang mengalami isyfāqApakah saya sedang mengalami isyfāq
Apakah saya sedang mengalami isyfāq
 
Pendekatan integrasi interkoneksi
Pendekatan integrasi interkoneksiPendekatan integrasi interkoneksi
Pendekatan integrasi interkoneksi
 
Puasa 'arafah, kapan dilaksanakan 1
Puasa 'arafah, kapan dilaksanakan 1Puasa 'arafah, kapan dilaksanakan 1
Puasa 'arafah, kapan dilaksanakan 1
 
Menyikapi kezaliman, apa sikap kita
Menyikapi kezaliman, apa sikap kitaMenyikapi kezaliman, apa sikap kita
Menyikapi kezaliman, apa sikap kita
 
Keutamaan istiqamah
Keutamaan istiqamahKeutamaan istiqamah
Keutamaan istiqamah
 
Berani di jalan dakwah
Berani di jalan dakwahBerani di jalan dakwah
Berani di jalan dakwah
 
Menuju tangga kesuksesan dengan ilmu
Menuju tangga kesuksesan dengan ilmuMenuju tangga kesuksesan dengan ilmu
Menuju tangga kesuksesan dengan ilmu
 
Tafsir qs al lahab
Tafsir qs  al lahabTafsir qs  al lahab
Tafsir qs al lahab
 
Mengambil ‘ibrah (pelajaran) dari kisah nabi ayyub a.s.
Mengambil ‘ibrah (pelajaran) dari kisah nabi ayyub a.s.Mengambil ‘ibrah (pelajaran) dari kisah nabi ayyub a.s.
Mengambil ‘ibrah (pelajaran) dari kisah nabi ayyub a.s.
 
Tawadhu' (rendah hati) 01
Tawadhu' (rendah hati) 01Tawadhu' (rendah hati) 01
Tawadhu' (rendah hati) 01
 
Tawadhu' (rendah hati)
Tawadhu' (rendah hati)Tawadhu' (rendah hati)
Tawadhu' (rendah hati)
 
Bahan ajar ushul fiqh (semester gasal 2014 2015)
Bahan ajar ushul fiqh (semester gasal 2014 2015)Bahan ajar ushul fiqh (semester gasal 2014 2015)
Bahan ajar ushul fiqh (semester gasal 2014 2015)
 
Berpacu meraih ampunan
Berpacu meraih ampunanBerpacu meraih ampunan
Berpacu meraih ampunan
 
Créer le blog et la page réseau social de la bibliothèque
Créer le blog et la page réseau social de la bibliothèque Créer le blog et la page réseau social de la bibliothèque
Créer le blog et la page réseau social de la bibliothèque
 
Une médiation dans quel espace documentaire ?
Une médiation dans quel espace documentaire ?Une médiation dans quel espace documentaire ?
Une médiation dans quel espace documentaire ?
 

Similar to Keterasingan Yang Terpuji

Abdullah bin saba tokoh fiktif
Abdullah bin saba tokoh fiktifAbdullah bin saba tokoh fiktif
Abdullah bin saba tokoh fiktifArdian DP
 
Abdullah bin saba tokoh yahudi pencipta agama syiah
Abdullah bin saba tokoh yahudi pencipta agama syiahAbdullah bin saba tokoh yahudi pencipta agama syiah
Abdullah bin saba tokoh yahudi pencipta agama syiahArdian DP
 
mereka yang menggenggam bara api
mereka yang menggenggam bara apimereka yang menggenggam bara api
mereka yang menggenggam bara apiR&R Darulkautsar
 
Pentakfiran dan Penyesatan Wahabi Terhadap Ummat
Pentakfiran dan Penyesatan Wahabi Terhadap UmmatPentakfiran dan Penyesatan Wahabi Terhadap Ummat
Pentakfiran dan Penyesatan Wahabi Terhadap UmmatMohammad Luqman Firmansyah
 
Syi'ah & gerakannya di malaysia mac 2011
Syi'ah & gerakannya di malaysia mac 2011Syi'ah & gerakannya di malaysia mac 2011
Syi'ah & gerakannya di malaysia mac 2011Hifni Farhati
 
Contoh contoh kemusyrikan yang membudaya
Contoh contoh kemusyrikan yang membudayaContoh contoh kemusyrikan yang membudaya
Contoh contoh kemusyrikan yang membudayaandriishaq
 
Pokok pokok kesesatan aqidah rafidlah
Pokok pokok kesesatan aqidah rafidlahPokok pokok kesesatan aqidah rafidlah
Pokok pokok kesesatan aqidah rafidlahbar-bar
 
Pokok pokok kesesatan aqidah rafidlah
Pokok pokok kesesatan aqidah rafidlahPokok pokok kesesatan aqidah rafidlah
Pokok pokok kesesatan aqidah rafidlahbar-bar
 
Point point hizbiyah ubaid al jaabiry (seri lengkap 1 dan 2)
Point point hizbiyah ubaid al jaabiry (seri lengkap 1 dan 2)Point point hizbiyah ubaid al jaabiry (seri lengkap 1 dan 2)
Point point hizbiyah ubaid al jaabiry (seri lengkap 1 dan 2)UD. Berkah Jaya Komputer
 
Ahlussunnah Wal Jama'ah
Ahlussunnah  Wal Jama'ahAhlussunnah  Wal Jama'ah
Ahlussunnah Wal Jama'ahArdian DP
 
Perasa rukun & sifat pembimbing
Perasa rukun & sifat pembimbingPerasa rukun & sifat pembimbing
Perasa rukun & sifat pembimbingKamarudin Jaafar
 
A. Pengertian Aswajah.pptx
A. Pengertian Aswajah.pptxA. Pengertian Aswajah.pptx
A. Pengertian Aswajah.pptxBaharudynYusuf1
 
Orang yang beruntung dan rugi
Orang yang beruntung dan rugiOrang yang beruntung dan rugi
Orang yang beruntung dan rugiMuhsin Hariyanto
 
Orang yang beruntung dan rugi
Orang yang beruntung dan rugiOrang yang beruntung dan rugi
Orang yang beruntung dan rugiMuhsin Hariyanto
 
Orang yang beruntung dan rugi
Orang yang beruntung dan rugiOrang yang beruntung dan rugi
Orang yang beruntung dan rugiMuhsin Hariyanto
 
Orang2 yg di jamin masuk surga
Orang2 yg di jamin masuk surgaOrang2 yg di jamin masuk surga
Orang2 yg di jamin masuk surgaHelmon Chan
 

Similar to Keterasingan Yang Terpuji (20)

Rasulullah peribadi unggul
Rasulullah peribadi unggulRasulullah peribadi unggul
Rasulullah peribadi unggul
 
Abdullah bin saba tokoh fiktif
Abdullah bin saba tokoh fiktifAbdullah bin saba tokoh fiktif
Abdullah bin saba tokoh fiktif
 
Abdullah bin saba tokoh yahudi pencipta agama syiah
Abdullah bin saba tokoh yahudi pencipta agama syiahAbdullah bin saba tokoh yahudi pencipta agama syiah
Abdullah bin saba tokoh yahudi pencipta agama syiah
 
mereka yang menggenggam bara api
mereka yang menggenggam bara apimereka yang menggenggam bara api
mereka yang menggenggam bara api
 
168815644 prilaku-jujur
168815644 prilaku-jujur168815644 prilaku-jujur
168815644 prilaku-jujur
 
Sejarah kebudayaan islam
Sejarah kebudayaan islamSejarah kebudayaan islam
Sejarah kebudayaan islam
 
Pentakfiran dan Penyesatan Wahabi Terhadap Ummat
Pentakfiran dan Penyesatan Wahabi Terhadap UmmatPentakfiran dan Penyesatan Wahabi Terhadap Ummat
Pentakfiran dan Penyesatan Wahabi Terhadap Ummat
 
qus bin sa'adah
qus bin sa'adahqus bin sa'adah
qus bin sa'adah
 
Syi'ah & gerakannya di malaysia mac 2011
Syi'ah & gerakannya di malaysia mac 2011Syi'ah & gerakannya di malaysia mac 2011
Syi'ah & gerakannya di malaysia mac 2011
 
Contoh contoh kemusyrikan yang membudaya
Contoh contoh kemusyrikan yang membudayaContoh contoh kemusyrikan yang membudaya
Contoh contoh kemusyrikan yang membudaya
 
Pokok pokok kesesatan aqidah rafidlah
Pokok pokok kesesatan aqidah rafidlahPokok pokok kesesatan aqidah rafidlah
Pokok pokok kesesatan aqidah rafidlah
 
Pokok pokok kesesatan aqidah rafidlah
Pokok pokok kesesatan aqidah rafidlahPokok pokok kesesatan aqidah rafidlah
Pokok pokok kesesatan aqidah rafidlah
 
Point point hizbiyah ubaid al jaabiry (seri lengkap 1 dan 2)
Point point hizbiyah ubaid al jaabiry (seri lengkap 1 dan 2)Point point hizbiyah ubaid al jaabiry (seri lengkap 1 dan 2)
Point point hizbiyah ubaid al jaabiry (seri lengkap 1 dan 2)
 
Ahlussunnah Wal Jama'ah
Ahlussunnah  Wal Jama'ahAhlussunnah  Wal Jama'ah
Ahlussunnah Wal Jama'ah
 
Perasa rukun & sifat pembimbing
Perasa rukun & sifat pembimbingPerasa rukun & sifat pembimbing
Perasa rukun & sifat pembimbing
 
A. Pengertian Aswajah.pptx
A. Pengertian Aswajah.pptxA. Pengertian Aswajah.pptx
A. Pengertian Aswajah.pptx
 
Orang yang beruntung dan rugi
Orang yang beruntung dan rugiOrang yang beruntung dan rugi
Orang yang beruntung dan rugi
 
Orang yang beruntung dan rugi
Orang yang beruntung dan rugiOrang yang beruntung dan rugi
Orang yang beruntung dan rugi
 
Orang yang beruntung dan rugi
Orang yang beruntung dan rugiOrang yang beruntung dan rugi
Orang yang beruntung dan rugi
 
Orang2 yg di jamin masuk surga
Orang2 yg di jamin masuk surgaOrang2 yg di jamin masuk surga
Orang2 yg di jamin masuk surga
 

More from Muhsin Hariyanto

Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahMuhsin Hariyanto
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Muhsin Hariyanto
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanMuhsin Hariyanto
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMuhsin Hariyanto
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Muhsin Hariyanto
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabulMuhsin Hariyanto
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamMuhsin Hariyanto
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifMuhsin Hariyanto
 

More from Muhsin Hariyanto (20)

Khutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 hKhutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 h
 
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
 
Etika dalam berdoa
Etika dalam berdoaEtika dalam berdoa
Etika dalam berdoa
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul
 
Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)
 
Strategi dakwah
Strategi dakwahStrategi dakwah
Strategi dakwah
 
Sukses karena kerja keras
Sukses karena kerja kerasSukses karena kerja keras
Sukses karena kerja keras
 
Opini dul
Opini   dulOpini   dul
Opini dul
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayam
 
Tentang diri saya
Tentang diri sayaTentang diri saya
Tentang diri saya
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
 
Ketika kita gagal
Ketika kita gagalKetika kita gagal
Ketika kita gagal
 
Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!
 
Gatotkaca winisuda
Gatotkaca winisudaGatotkaca winisuda
Gatotkaca winisuda
 

Keterasingan Yang Terpuji

  • 1. 1 Al-Ghurbah (Keterasingan) Ibnu Qayyim al-Jauziyah, dalam kitab Madârijus Sâlikîn, secara khusus membahas masalah al-ghurbah dengan pembahasan yang cukup panjang. Karena al-ghurbah (keterasingan) merupakan kondisi yang – biasanya – dianggap tidak menyenangkan, dan oleh orang yang belum mampu menikmatinya, selalu disikapi dengan upaya pencarian solusi dengan satu cara: “mencari keramaian dengan berteman”. Tetapi, kata beliau, bagi seorang pencari kebenaran, al-ghurbah – dalam pengertian positif -- bisa jadi merupakan sesuatu yang selalu dicari, dan ketika diperolehnya akan dipertahankan dan dinikmati dengan senang hati. Sementara itu, Abu Isma’il al-Harawi -- pengarang kitab Manâzilus- Sâ'irîn -- ketika membahas pemasalahan yang berkaitan dengan masalah al- ghurbah (keterasingan), menyitir firman Allah: “Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang- orang yang memunyai keutamaan yang melarang untuk (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa.” (QS Hûd/11: 116). Pelandasannya kepada ayat ini -- dalam masalah ghurbah -- menunjukkan kedalamannya dalam ilmu dan ma'rifah serta pemahamannya tentang al-Quran. Orang-orang yang asing di dunia ini adalah mereka yang disifati dalam ayat di atas dan mereka yang telah diisyaratkan Nabi s.a.w. dalam sabdanya,
  • 2. 2 . “Islam itu bermula dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing seperti permulaannya. Maka beruntunglah orang-orang yang asing”. Ada yang bertanya, “Siapakah orang-orang yang asing itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu orang-orang yang berbuat baik selagi manusia berbuat kerusakan.” (HR Ahmad dari Abdurrahman bin Sanah, Musnad Ahmad ibn Hanbal, IV/73, hadits no. 61761) Imam Ahmad ibn Hanbal berkata: “Kami diberitahu Abdurrahman bin Mahdi, dari Zuhair, dari Amr bin Abu Amr, dari Al-Muththalib bin Hanthab, dari Nabi s.aw.. Beliau bersabda, “Beruntunglah orang-orang yang asing”. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang-orang yang asing itu?” Beliau menjawab, “Orang-orang yang bertambah (iman dan takwanya) selagi manusia berkurang (iman dan takwanya).” (Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Madârijus Sâlikîn, III/194; Isma’il bin Ja’far, Hadîts Ismâ’îl ibn Ja’far, I/377, hadits no. 366) Abdullah bin ‘Amr bin al’Ash berkata,
  • 3. 3 “Suatu kali selagi kami bersama Rasulullah s.a.w., beliau bersabda, “Beruntunglah orang-orang yang asing”. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang-orang yang asing itu?” Beliau menjawab, “Orang-orang shalih yang sedikit jumlahnya di tengah orang-orang yang banyak. Siapa yang mendurhakai mereka lebih banyak daripada yang taat kepada mereka.” (HR Ahmad dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Musnad Ahmad ibn Hanbal, II/222, hadits no. 7072) Beliau juga bersabda, . “Sesungguhnya yang paling disukai Allah adalah orang-orang yang asing”. Ada yang bertanya, “Siapakah orang-orang yang asing itu?” Beliau menjawab, “Orang-orang yang lari sambil membawa agamanya. Mereka berkumpul bersama Isa bin Maryam a.s.pada hari kiamat.” (Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Madârijus Sâlikîn, III/195; HR Ahmad bin Ibrahim bin Katsir ad-Dauraqi dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, Musnad Sa’d ibn Abî Waqqâsh, I/165, hadits no. 94; HR Ibn al-Mubarak dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, Az- Zuhd li ibn al-Mubârak, I/532, hadits no. 1513; HR Muhammad bin al-Husain al-Ajiri dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, Al- Ghurabâ, I/49, hadits no. 37) Dalam hadits lain disebutkan,
  • 4. 4 . “Islam itu bermula dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing seperti permulaannya. Maka beruntunglah orang-orang yang asing”. Ada yang bertanya, “Siapakah orang-orang yang asing itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu orang-orang yang menghidupkan Sunnahku dan mengajarkannya kepada manusia.” (Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Madârijus Sâlikîn, III/195; Yusuf al- Qaradhawi, Fatâwâ Mu’âshirah, II/46; HR al-Baihaqi dari ‘Auf bi Malik, Az-Zuhd al-Kabîr li al-Baihaqiy, I/219, hadits no. 215) Ada sebuah riwayat yang mengisahkan dialog antara antara Umar bin al-Khaththab dengan Mu’adz bin Jabal, “Dari Umar bin Khattab, bahwa suatu ketika dia keluar menuju masjid Nabi s.a.w., lalu berjumpa dengan Mu'adz bin Jabal yang sedang duduk di sisi Kuburan Nabi s.a.w. sambil menangis. Maka ia pun bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Mu'adz menjawab, “Aku menangis karena sesuatu yang aku dengar dari Rasulullah s.a.w.. Aku mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya
  • 5. 5 riya' yang paling ringan pun sudah terhitung syirik, dan sesungguhnya orang yang memusuhi wali Allah maka dia telah menantang bertarung dengan Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang baik lagi bertakwa dan tidak dikenal, yaitu orang-orang yang apabila menghilang maka mereka tidak dicari-cari, dan jika mereka hadir maka mereka tidak di kenal, hati mereka ibarat lentera-lentera petunjuk yang muncul dari setiap bumi yang gelap.” ((HR Ibnu Majah, Sunan ibn Mâjah, V/126, hadits no. 3989). Mereka – yang disebut dalam hadits di atas -- adalah orang-orang asing yang terpuji dan berbahagia. Karena jumlah mereka yang sedikit di tengah manusia yang banyak, maka mereka disebut ghurabâ' (orang-orang yang asing). Mayoritas manusia tidak memiliki sifat-sifat ini. Para pemeluk Islam di tengah manusia adalah orang-orang asing. Orang-orang yang beriman di tengah para pemeluk Islam adalah orang-orang asing. Orang- orang yang memiliki ma’rifah di tengah orang-orang yang beriman adalah orang-orang asing. Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengisahkan, bahwa ketika Musa a.s. melarikan diri dari kaum Fir'aun hingga tiba di Madyan dalam keadaan seperti yang telah dijelaskan Allah, sendirian, asing, takut dan lapar. Lalu beliau berkata, “Ya Rabbi, aku dalam keadaan sendirian, sakit dan asing.” Dikatakan kepada beliau, “Hai Musa, yang sendirian adalah yang tidak memunyai pendamping seperti Aku. Orang sakit adalah yang tidak memunyai tabib seperti Aku, dan orang yang asing adalah yang tidak memunyai mu'amalah antara Aku dan dirinya.” (Madârijus Sâlikîn, III/196) Selanjutnya, Ibnu Qayyim al-Jauziyah menyatakan bahwa ada tiga macam ghurbah, yaitu: Ghurbah Pertama: Keterasingan orang-orang yang mengikuti Allah dan Sunnah Rasul-Nya di antara manusia ini. Ini merupakan keterasingan yang pelakunya dipuji Rasulullah s.a.w. dan tentang agama yang dikabarkan, bahwa ia bermula dalam keadaan asing dan kembali menjadi asing seperti permulaannya serta yang pelakunya menjadi asing. Keterasingan ini bisa terjadi di satu tempat tanpa yang lain, di satu waktu tanpa yang lain dan di tengah suatu kaum tanpa yang lain. Tapi yang pasti, orang-orang yang asing ini adalah mereka yang mengikuti Allah dengan sebenarnya. Mereka tidak berlindung kepada selain Allah, tidak mengaitkan dengan selain Rasulullah s.a.w. dan tidak menyeru kepada selain yang dikabarkan Rasulullah s.a.w.. Jika manusia muncul pada hari
  • 6. 6 kiamat bersama sesembahan mereka, maka orang-orang yang asing itu tetap berada di tempat semula. Dikatakan kepada mereka: “Mengapa kalian tidak menghadap seperti yang dilakukan manusia?” Maka mereka menjawab: “Kami berbeda dengan manusia, dan pada hari ini kami lebih membutuhkan karunia daripada mereka. Kami sedang menunggu Rabb yang dulu kami sembah.” Keterasingan ini bukan merupakan keliaran bagi orangnya, tetapi itu merupakan kejinakan selagi manusia menjadi liar. Pelindungnya adalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, sekalipun mayoritas manusia memusuhi dan menelantarkannya. Di antara orang-orang yang asing ialah seperti yang disebutkan Anas dalam haditsnya dari Nabi s.a.w., “Berapa banyak orang yang kusut dan berdebu, mengenakan dua lembar pakaian lusuh yang tidak mengundang perhatian, namun sekiranya dia bersumpah atas nama Allah, niscaya Allah mengabulkannya.” (Al-Bazzar, Musnad al-Bazzâr, XIII/97, hadits no. 6459; Lajnah Fatawa bisy-Syabakah al-Islamiyyah, Fatawa asy-Syabakah al-Islamiyyah, III/1025; Bandingkan, Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahmad ibn Hanbal, III/145, hadits no. 12504; At- Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, V/692, hadits no. 3854; ‘Abd al- Hamîd, Al-Muntakhab min Musnad ‘Abd ibn Hamîd, I/370, hadits no. 1236; Al-Baihaqi, Syu’ab al-Îmân, XIII/89, hadits no. 100000, dari Anas bin Malik; Ibnu Hibban dari Abu Hurairah, Shahîh ibn Hibbân, XIV/403, hadits no. 6483) Dalam hadits lain dinyatakan: . “Berapa banyak orang yang rambutnya kusut, tampak dihinakan dan di usir oleh orang-orang, namun apabila dia berdo'a kepada Allah, pasti Allah akan mengambulkannya.” (HR Muslim dari Abu Hurairah, Shahîh Muslim, VIII/36, hadits. No. 4754)
  • 7. 7 Al-Hasan berkata, “Orang yang beriman di dunia seperti orang asing, yang kehinaannya tidak mengundang kesedihan dan yang kemuliaannya tidak perlu disaingi. Manusia dalam satu keadaan dan dia dalam keadaan yang lain. Manusia tidak takut terhadap dirinya, sementara dia dalam kepayahan.” Di antara sifat orang yang asing itu seperti yang digambarkan Nabi s.a.w. adalah berpegang kepada as-Sunnah selagi manusia membenci as- Sunnah. Dia meninggalkan bid'ah yang mereka ciptakan, sekalipun bid'ah itulah yang menjadi tradisi di tengah mereka. Dia memurnikan tauhid sekalipun mayoritas manusia mengingkarinya. Dia meninggalkan penisbatan kepada seseorang selain Allah dan RasulNya, entah kepada syaikh, thariqah, madzhab dan golongan. Seperti inilah gambaran orang- orang asing yang menisbatkan kepada Allah dengan ubudiyah, kepada Rasul-Nya dengan mengikuti apa yang beliau bawa. Orang-orang yang memenuhi dakwah Islam harus meninggalkan kabilah dan kerabatnya, lalu masuk Islam. Mereka adalah orang-orang asing yang sebenarnya. Setelah Islam kuat dan dakwahnya menyebar ke-mana- mana serta manusia masuk Islam secara berbondong-bondong, maka keterasingan itu pun menjadi hilang. Tetapi kemudian mereka meng- asingkan diri sehingga menjadi orang asing seperti keadaan semula. Islam yang sebenarnya seperti yang ada pada masa Nabi s.a.w. dan para shahabat benar-benar lebih asing pada zaman sekarang daripada keterasingan Islam pada permulaannya. Sekalipun simbol, rupa dan tandatandanya yang zhahir ada di mana-mana, tetapi Islam yang hakiki dalam keadaan asing sekali dan para pemeluknya asing di tengah manusia. Orang yang beriman yang meniti jalan kepada Allah berdasarkan ittibâ' dalam keadaan asing di tengah orang-orang yang mengikuti hawa nafsu dan keinginannya, mematuhi kekikirannya dan bangga dengan pendapat-pendapatnya, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah s.a.w.,
  • 8. 8 . “Suruhlah kepada yang ma'ruf dan cegahlah dari yang mungkar, hingga jika kalian melihat kekikiran yang dipatuhi, hawa nafsu yang diikuti, dunia yanglebih dipentingkan, setiap orangyang mengeluarkan pendapat, kagum terhadap pendapatnya sendiri, dan jika engkau melihat suatu urusan yang tiada penolong bagimu, maka hendaklah engkau mengikuti dirimu sendiri secara khusus dan tinggalkanlah mereka secara umum, karena di belakang kalian ada hari-hari, yang pada saat itu orang-orang yang sabar seperti orang yang sedang memegang bara api dan orang yang beramal pada saat itu pahalanya sebanding dengan lima puluh kali amalan orang yang beramal seperti amalnya.” (Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Madârijus Sâlikîn, III/198; Bandingkan, Yusuf al-Qaradhawi, Fatâwâ Muâshirah, II/51) Dalam hadits lain dinyatakan: . “Demi Allah, engkau telah menanyakan hal itu kepada orang yang tepat. Aku pernah menanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu
  • 9. 9 'alaihi wasallam, beliau lalu menjawab: “Bahkan perintahkanlah kepada perkara yang ma'ruf dan cegahlah dari perkara yang mungkar, sehingga ketika engkau melihat sifat kikir ditaati, hawa nafsu diikuti, dunia lebih diutamakan (dari urusan agama), dan setiap orang bangga dengan pendapatnya sendiri, maka hendaklah engkau jaga dirimu sendiri, dan jauhilah orang-orang awam (bodoh). Sebab di belakang kalian ada hari-hari (yang kalian wajib) bersabar, sabar pada saat itu seperti seseorang yang memegang bara api, dan orang yang beramal pada saat itu pahalanya sebanding dengan lima puluh kali amalan orang yang beramal seperti amalnya, ia menambahkan untukku, “seperti amalan selainnya.” Abu Tsa'labah bertanya, “Wahai Rasulullah, seperti pahala lima puluh orang dari mereka!” beliau menjawab: “(Bahkan) seperti pahala lima puluh orang dari kalian.” (HR Abu Dawud dari Abu Tsa'labah al-Khusyani, Sunan Abî Dâwud, IV/215, hadits no. 3778) Orang yang beriman yang benar adalah orang asing dalam agamanya karena kerusakan agama manusia, asing dalam keteguhannya berpegang kepada as-Sunnah karena manusia berpegang kepada bid'ah, asing dalam akidahnya karena kerusakan keyakinan mereka, asing dalam shalatnya karena keburukan shalat mereka, asing dalam jalannya karena kesesatan jalan mereka, asing dalam pergaulannya dengan mereka karena dia mempergauli mereka tidak seperti yang mereka kehendaki. Secara umum dia adalah orang asing dalam urusan dunia dan akhiratnya, tidak mendapatkan dukungan dan pertolongan dari manusia secara umum. Ghurbah Kedua: Ghurbah yang tercela, yaitu keterasingan orang- orang yang batil dan yang berbuat keji di tengah orang-orang yang benar dan lurus. Ini berarti mengasingkan diri dari golongan Allah yang mendapat keberuntungan. Sekalipun jumlah mereka itu banyak, tetapi mereka tetap disebut orang-orang asing. Mereka dikenal di antara penghuni bumi namun tidak dikenal di antara penghuni langit. Ghurbah Ketiga: Ghurbah yang tidak terpuji dan juga tidak tercela. Ini merupakan keterasingan karena meninggalkan kampung halaman. Semua manusia di dunia ini adalah orang asing, karena memang dunia ini bukan merupakan tempat yang abadi bagi mereka dan bukan merupakan tempat yang diciptakan sebagai tempat yang abadi. Nabi s.a.w. pernah bersabda kepada Abdullah bin Umar r.a.,
  • 10. 10 “Jadilah kamu di dunia ini seakan-akan orang asing atau seorang pengembara.” Ibnu Umar juga berkata; 'Bila kamu berada di sore hari, maka janganlah kamu menunggu datangnya waktu pagi, dan bila kamu berada di pagi hari, maka janganlah menunggu waktu sore, pergunakanlah waktu sehatmu sebelum sakitmu, dan hidupmu sebelum matimu.” (HR al-Bukhari dari Abdullah bin Umar, Shahîh al- Bukhâriy, VIII/110, hadits no. 6416) Bagaimana tidak disebut orang asing jika di dunia ini seorang hamba adalah orang yang sedang dalam perjalanan, yang dalam perjalanannya itu dia hanya bisa beristirahat di antara orang-orang yang berbaring di kuburnya? Al-Harawi, pengarang kitab Manâzilus-Sâ'irîn, mengatakan: “Keterasingan merupakan perkara yang diisyaratkan kepada kesendirian tanpa ada yang menyertai.”Artinya, setiap orang yang menyendiri dengan suatu sifat yang mulia, sementara orang lain tidak memilikinya, maka dia adalah orang asing di tengah-tengah mereka. Ada tiga derajat ghurbah, yaitu: 1. Ghurbah karena meninggalkan kampung halaman. Kematian orang asing ini merupakan mati syahid. Jarak antara kuburannya dan kampung halamannya akan diukur, dan pada hari kiamat akan dihimpun bersama Isa bin Maryam. Ghurbah dalam pengertian ini adalah memisahkan atau meninggalkan, bisa dengan fisik atau dengan tujuan dan keadaan, atau dengan kedua-duanya secara berbarengan. Kematian orang asing yang berarti mati syahid, diisyaratkan kepada hadits yang diriwayatkan dari Hisyam bin Hassan, dari Ibnu Sirin, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi s.a.w., beliau bersabda, “Kematian orang asing adalah syahid.” Tetapi hadits ini tidak kuat dan diriwayatkan
  • 11. 11 dari beberapa jalan yang sedikit pun tidak ada yang shahih. Menurut Al-Imam Ahmad, ini adalah ‘hadits mungkar’. Pengukuran antara kuburannya dan kampung halamannya, diisyaratkan kepada riwayat Abdullah bin Wahb, dia berkata, “Aku diberitahu Huyai bin Abdullah, dari Abdurrahman al-Bajaliy, dari Abdullah bin Amr, dia berkata, “Ada seseorang meninggal dunia di Madinah dan dia termasuk orang yang dilahirkan di sana. Lalu Rasulullah s.a.w. menshalati jenazahnya. Beliau bersabda, “Sekiranya dia meninggal tidak di tempat dia dilahirkan.” Ada seseorang yang bertanya, “Mengapa begitu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya jika seseorang meninggal dunia, maka akan diukur pahala bagi dirinya di surga antara tempat kelahirannya dan tempat meninggalnya.” Hadits ini diriwayatkan Ibnu Luhai'ah dengan isnad ini. Suatu kali Rasulullah s.a.w. berdiri di dekat kuburan seseorang di Madinah. Lalu beliau bersabda, “Sekiranya dia meninggal sebagai orang asing.” Ada yang bertanya, “Ada apa dengan orang asing yang meninggal tidak di kampung halamannya?” Beliau menjawab, “Tidaklah ada orang asing yang meninggal dunia tidak di kampung halamannya, melainkan di surga akan diukur antara tempat meninggalnya dan tempat kelahirannya. Perkataannya: “Pada hari kiamat akan dihimpun bersama Isa bin Maryam”, diisyaratkan kepada hadits riwayat Al-Imam Ahmad, dari Al-Qasim bin Jamil, dari Muhammad bin Muslim, dari Utsman bin Abdullah bin Idris, dari Sulaiman bin Hurmuz, dari Abdullah bin ‘Amr, dia berkata, “Rasulullah s.a.w. bersabda, “Yang paling disukai Allah adalah orang-orang asing.” Ada yang bertanya, “Ada apa dengan orang- orang asing wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Mereka yang melarikan diri sambil membawa agamanya akan berhimpun bersama Isa bin Maryam pada hari kiamat.” 2. Ghurbah keadaan. Ini termasuk orang-orang asing yang mendapat keberuntungan, yaitu orang shalih pada zaman yang rusak dan berada di tengah kaum yang rusak, atau orang pandai di antara orang-orang yang bodoh, atau orang jujur di antara orang-orang munafik. Yang dimaksudkan keadaan di sini adalah sifat yang dimiliki, berupa agama dan berpegang kepada as-Sunnah, dan bukan
  • 12. 12 keadaan menurut pemahaman yang umum dipakai. Pelakunya adalah orang yang mengetahui kebenaran, melaksanakan dan juga mendakwahkannya. Syaikh mengelompokkan orang-orang asing dalam derajat ini menjadi tiga macam: (1) Orang yang shalih dan berpegang kepada agama di tengah orang-orang yang rusak, (2) orang yang memiliki ilmu dan ma’rifah di tengah orang-orang yang bodoh, (3) orang jujur dan ikhlas di tengah orang-orang yang munafik dan pendusta. Sifat dan keadaan mereka menajikan sifat orang-orang di sekelilingnya. Perumpamaan orang-orang asing di tengah kaumnya ini seperti seekor burung yang asing di tengah gerombolan burung. 3. Ghurbah hasrat, yaitu keterasingan dalam mencari kebenaran, atau ghurbah orang yang memiliki ma’rifah. Sebab orang yang memiliki ma’rifah adalah orang asing dalam kesaksiannya, apa yang menyertai kesaksiannya juga asing. Wujud dzatnya tidak terbebani ilmu. Keterasingan orang yang memiliki ma’rifah adalah keterasingan dari keterasingan. Sebab dia orang asing bagi penghuni dunia dan juga orang asing bagi penghuni akhirat. Derajat ini lebih tinggi tingkatannya daripada derajat sebelumnya. Karena yang pertama merupakan ghurbah dengan fisik, dan yang kedua merupakan ghurbah dengan perbuatan dan keadaan. Sedangkan derajat ini merupakan ghurbah dengan hasrat. Hasrat orang yang memiliki ma’rifah berkutat di sekitar ma’rifah. Dia tidak dikenal di antara orang-orang yang menghendaki akhirat, terlebih lagi di antara orang-orang yang menghendaki dunia, sebagaimana orang yang mencari akhirat adalah orang asing di tengah orang- orang yang mencari akhirat. Demikianlah kajian tentang al-ghurbah yang diketengahkan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Dan pertanyaan pentingnya: “Sejauhmanakah kita telah menikmati keberadaannya dalam proses pencarian kebenaran kita?”