1. 1
MATERI KAJIAN KHUSUS TIAP SENIN BAKDA MAGHRIB
AKHLAQ QUR’ANI
MASJID BETENG BINANGUN KADIPATEN WETAN YOGYAKARTA
Tafsir QS Al-Lahab/111: 1-5
“Bercermin dari Kegagalan Para Penentang Dakwah Islam”
Teks Ayat al-Quran
(1) Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya Dia akan
binasa; (2) Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa
yang ia usahakan; (3) Kelak Dia akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (bergejolak); (4) Dan (begitu pula) isterinya, pembawa
kayu bakar; (5) Yang di lehernya ada tali dari sabut.
Tafsîr al-Mufradât
ْتَّب
َ
تْ...َْْب
َ
تَو
: Binasa, merugi atau kecewa. Maknanya, usaha Abu
Lahab akan selalu mengalami kegagalan, dan pada
akhirnya mengalami kekecewaan karena
kerugiannya yang tak terhingga, sebagai akibat dari
perilakunya sendiri.
: Pembawa kayu bakar. Sebutan “pembawa kayu bakar”
dalam bahasa Arab merupakan ‘kiasan’ bagi
penyebar fitnah. Isteri Abu Lahab disebut sebagai
“pembawa kayu bakar”, karena ‘Dia’ selalu
menyebarluaskan fitnah untuk mencitrakan buruk
pribadi Nabi Muhammad SAW dan (juga) kaum
muslimin.
: Tali yang terbuat dari sabut. Yaitu tali yang melilit
dengan sangat kuat dan menjerat lehernya.
Ungkapan ini oleh sebagian mufassir (pakar tafsir)
dipahami sebagai ‘kiasan’ dari sesuatu yang menjerat
diri isteri Abu Lahab. Dia telah terjerat oleh dampak
dari perilakunya sendiri. Dia mendapatkan azab dari
Allah karena telah memfitnah Nabi Muhammad
SAW dalam setiap kesempatan.
2. 2
Sababun Nuzûl
Menurut para ulama rangkaian ayat ini turun berkenaan dengan
persitiwa berikut:
“Ketika turunnya ayat: " ْرِذْنَأَوَكَتَرِيشَعَنِيبَرْقَألا " [dan berilah peringatan kepada
kerabat-kerabatmu yang terdekat] (QS asy-Syu’arâ’/26: 214), Rasulullah shallallâhu
'alaihi wa sallam keluar hingga naik ke atas bukit Shafa dan berseru: "Wahai
sekalian manusia." Orang-orang Quraisy pun bertanya, "Siapakah orang ini?"
Akhirnya mereka pun berkumpul bersama beliau. Beliau pun bersabda: "Bagaimana
pendapat kalian, jika aku mengabarkan bahwa di balik bukit ada pasukan berkuda
yang akan segera keluar (menerkam), apakah kalian akan membenarkanku?" Mereka
menjawab, "Ya, kami belum pernah mendengar bahwa kamu berdusta." Beliau
kemudian bersabda: "Sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan bagi
kalian bahwa di hadapanku ada azab yang sangat pedih." Maka Abu Lahab pun
(spontan) berkata, "Celaka kamu [wahai Muhammad]”. Apakah hanya lantaran ini
kamu mengumpulkan kami?" Setelah itu, ia langsung beranjak, dan turunlah firman
Allah, " ْتَّبَتَادَيِيبَأٍبَهَلَبَتَوَامَىنْغَأُهْنَعُهُلَامَامَوَبَسَك ." (Binasalah kedua tangan Abu
Lahab dan sesungguhnya Dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta
bendanya dan apa yang ia usahakan). Pada hari itu, Al-A'masy membacanya: " ْدَقَو
َبَت (sungguh, ia memang telah celaka)”.” (HR al-Bukhari dari Abdullah bin
Abbas, Shahîh al-Bukhâriy, juz VI, hal 221. hadits no. 4971)
Al-Îdhâh (Penjelasan)
Abu Lahab adalah paman dari Nabi Muhammad SAW sendiri,
saudara dari ayah beliau, Abdullah. Nama kecilnya adalah Abdul ‘Uzza,
Nama lengkapnya adalah Abdul al-Uzza bin 'Abdul Muttalib dan (nama)
3. 3
panggilannya adalah Abu Lahab, karena wajahnya yang bersinar atau
tampan. Isterinya bernama Arwa, yang biasa dipanggil dengan sebutan
‘Ummu Jamîl’, karena cantiknya, yang telah melahirkan dua anak yang
bernama ‘Utbah bin Abu Lahab dan ‘Utaibah bin Abu Lahab, sehingga Abu
Lahab juga sering dipanggil dengan sebutan Abu ‘Utaibah.
Secara kekeluargaan -- sejak zaman sebelum Islam -- hubungan
Muhammad SAW sebelum menjadi rasul Allah amat baik dengan
pamannya ini, sebagai dengan pamannya yang lain-lain juga. Tersebut di
dalam riwayat, seketika Nabi Muhammad SAW lahir ke dunia, Abu Lahab
menyatakan sukacitanya, karena kelahiran Muhammad dipandangnya
sebagai ganti dari adiknya yang meninggal dunia di waktu muda, ayah
Muhammad, yaitu: “Abdullah”. Karena cintanya kepda Muhammad,
keponakannya, Abu Lahab mengirimkan seorang jâriyah (hamba sahaya
perempuan)nya yang masih muda, bernama Tsuaibah untuk menyusuinya
sebelum datang Halimatus-Sa’diyah, dari desa Rani Sa’ad. Bahkan, setelah
anak-anak mereka mencapai usia dewasa, salah seorang puteri Rasulullah
SAW – Ruqaiyah -- menikah dengan anak laki-laki Abu Lahab, ‘Utaibah.
Tetapi setelah Rasulullah SAW menyatakan dirinya sebagai
Rasulullah, dan melaksanakan misi dakwahnya sebagai Rasul Allah (Utusan
Allah), mulailah Abu Lahab menyatakan ‘penentangannya’ yang amat keras,
sehingga melebihi dari ‘penentangan’ para penentang yang lain. Bahkan
melebihi sikap Abu Jahal (Abu Jahal bin Hisyam al Makhzuniy) yang
dikenal dalam sejarah dakwah Rasulullah SAW sebagai ‘seteru abadi’ beliau.
Dalam sebuah riwayat dinyatakan bahwa Allah berfirman:
[Binasalah kedua tangan Abu Lahab] (QS al-Lahab/11:1).
Ungkapan rangkaian kata ‘kedua tangan’ di dalam bahasa Arab,
yang berarti bahwa ‘kedua tangannya’ yang bekerja dan berusaha ‘akan
binasa’. Orang selalu berusaha dengan kedua tangannya, maka kedua tangan
itu dinyatakan oleh Allah ‘akan binasa’, artinya usahanya akan mengalami
kegagalan. Kemudian dilanjutkan dengan ungkapan “َبَتَو (dan binasalah dia).
Bukan saja usaha kedua belah tangannya yang akan gagal, bahkan dirinya
sendiri, secara jasmani dan ruhani akan binasa. Apa yang direncanakan di
dalam menghalangi dakwah Nabi Muhammad SAW tidak akan pernah
berhasil, dan bahkan bisa dinyatakan lebih tegas: “akan mengalami
kegagalan total!”
4. 4
Menurut al-Humaidi: “Setelah isteri Abu Lahab mendengar ayat al-
Qur’an yang turun, beliau menyebut nama ‘mesjid’. Beliau -- Nabi
Muhammad SAW – pada waktu itu memang tengah berada di dalam mesjid,
di dekat Ka’bah, dan di sisinya duduk Abu Bakar r.a.. Sementara itu di
tangan perempuan itu (isteri Abu Lahab) tergenggam sebuah batu sebesar
genggaman tangannya. Maka berhentilah dia di hadapan Nabi SAW yang
sedang duduk bersama Abu Bakar r.a. itu. Tetapi – dengan pertolongan
Allah -- yang terlihat olehnya hanya Abu Bakar r.a. saja. Sementara itu, Nabi
SAW sendiri yang duduk di dekat Abu Bakar r.a. sama sekaki tidak terlihat
olehnya. Lalu dia pun berkata kepada Abu Bakar r.a.: “Hai Abu Bakar, telah
sampai kepada diri saya beritanya, bahwa kawanmu (Muhammad) itu telah
menghina diri saya. Demi Allah, kalau saja saya bisa bertemu dengan
dirinya, maka akan saya tampar mulutnya dengan batu ini. Sesudah berkata
seperti itu, dia (isteri Abu Lahab) pun pergi dengan penuh amarah. Setelah
itu, berkatalah Abu Bakar kepada Nabi SAW: “Apakah tidak engkau lihat
bahwa dia (isteri Abu Lahab) itu melihat dirimu?” Nabi SAW pun
menjawab: “Dia telah menghadapkan matanya kepadaku, tetapi dia tidak
bisa melihatku. Allah telah menutup penglihatannya atas diriku.” (Ibnu
Katsir, Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm, juz VII, hal. 882)
[Tidaklah memberi faedah kepadanya hartanya dan tidak apa yang
diusahakannya]” (QS al-Lahab/11:2).
Dia (Abu Lahab) akan selalu berusaha dengan segala upaya dan
bahkan dengan (cara) menghabiskan harta-bendanya untuk menghalangi
perjalanan dakwah anak saudaranya (Muhammad). Namun, meskipun dia
telah berusaha dengan sekuat kemampuannya, ternyata jerih payahnya itu
tidak akan dapat menjadikannya ‘berhasil’. Perbuatannya itu senantiasa akan
sia-sia belaka. Segala usahanya akan selalu mengalami kegagalan.
Menurut riwayat dari Rabi’ah bin ‘Ubbad Ad-Dailiy, yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, dinyatakan:
5. 5
“Saat masih Jahiliyah, saya pernah melihat Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam di
pasar Dzul Majaz. Saat itu, beliau bersabda: "Wahai sekalian manusia, ucapkanlah,
'lâ ilâha illallâh, niscaya kalian akan selamat." Maka orang-orang pun
mengerumuninya, sementara di belakangnya ada seorang laki-laki yang berwajah
tampan, bermata juling dan rambut terjalin dua bagian, si laki-laki berkata, "Dia
adalah seorang yang murtad (keluar dari agama nenek moyangnya) dan pendusta."
Laki-laki itu selalu mengikutinya ke mana pun beliau pergi. Maka saya pun
menanyakan siapa lelaki itu, mereka pun menurutkan nasab Rasulullah shallallâhu
'alaihi wa sallam dan berkata, "Laki-laki ini adalah pamannya, yakni Abu Lahab.”
(Ahmad bin Hanbal dari Rabi’ah bin ‘Ubbad Ad-Dailiy, Musnad Ahmad ibn
Hanbal, juz III, hal. 492, hadits no. 16066)
Menurut riwayat dari Abdurrahman bin Kisan, kalau ada utusan
dari kabilah-kabilah Arab menemui Rasulullah SAW di Makkah hendak
meminta keterangan tentang Islam, mereka pun segera ditemui oleh Abu
Lahab. Kalau orang itu bertanya kepadanya tentang anak saudaranya itu,
karena dia tentu lebih tahu, dicitrakannyalah Nabi Muhammad SAW
dengan segala keburukan, dan bahkan dikatakannya sebagai: “Kadzdzâb dan
Sâhir.” (Seorang Penipu dan Tukang Sihir). Namun segala usahanya untuk
mencitrakan buruk Nabi SAW pun itu – karena pertolongan Allah – “selalu
gagal!” (Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâmil Qurân, juz XX, hal.235)
[Akan masuklah dia ke dalam api yang menyala-nyala] (QS al-Lahab/11:3).
Dia tidak akan pernah terlepas dari azab Allah. Dia akan masuk ke
dalam api neraka. Bahkan Dia di kemudian hari akan mati dalam keadaan
sengsara, karena terlalu sakit hati mendengar kekalahan kaum Quraisy
dalam peperangan Badar. Dia sendiri tidak turut dalam peperangan itu. Dia
hanya sekadar memberikan belanja kepada orang lain untuk
menggantikannya. Dengan gelisah dia menunggu berita tentang hasil perang
Badar. Dia sudah yakin bahwa pasukan Quraisy pasti menang, dan kawan-
kawannya akan pulang dari peperangan itu dengan suka-cita. Tetapi yang
terjadi justreru sebaliknya. Utusan-utusan yang kembali ke Makkah lebih
dahulu mengatakan bahwa mereka ‘kalah’. Tujuh puluh orang yang mati
dan tujuh puluh orang yang tertawan. Mendengar berita duka itu, dia sangat
kecewa, sakit hatinya mendengar berita itu, dia pun mati dalam keadaan
6. 6
‘kecewa’. Kekesalan dan kekecewaannya – menurut kisah yang diceritakan
oleh para sejawaran – tersimpul di wajah jenazahnya.
Sementara anak-anaknya ada yang masuk Islam ketika dia masih
hidup dan sesudah dia mati. Salah seorang di antara anak laki-lakinya yang
bernama ‘Utaibah bahkan menjadi menantu Nabi SAW, menikah dengan
salah seorang puteri Nabi SAW, Ruqaiyah. Tetapi, karena dipaksa oleh
ayahnya, dia pun menceraikan isterinya itu. Selanjutnya puteri Nabi SAW
yang diceraikannya itu dinikahkan dengan Usman bin Affan. Dan menurut
sebuah riwayat, bekas menantunya itu, ‘Utaibah -- dalam perjalanan
membawa perniagaan ayahnya ke negeri Syam, saat bermalam di sebuah
tempat di jalan, ‘dia’ diterkam seekor ‘singa’, hingga ia mati dalam keadaan
mengenaskan.
[Dan isterinya adalah pembawa kayu bakar] (QS al-Lahab/11: 4)
Dan isterinya pun akan mendapatkan azab Allah sebagaimana yang
dialami oleh suaminya. Dan sebagaimana nasib suaminya, hartanya tidak
akan memberi faedah baginya, dan tidak juga segala usahanya. Karena
sikapnya yang buruk terhadap Nabi SAW, kehinaan pun menimpa dirinya.
Si isteri yang disebut sebagai ‘pembawa kayu bakar’, adalah penyebar fitnah,
Di mana pun dan kapan pun ‘ia’ selalu memfitnah Utusan Allah, Nabi
Muhammad SAW.
[Yang di lehernya ada tali dari sabut] (QS al-Lahab/11: 5).
Ayat ini mengandung dua maksud.
Yang pertama ialah: “membawa ‘tali dari sabut’, artinya, karena
bakhilnya, dicarinya kayu bakar – sendiri -- ke hutan, dililitkannya ke
lehernya dengan tali yang terbuat dari sabut pelepah korma, sehingga sangat
berkesan kalau dia bawa bebannya itu dengan (cara) berjalan kaki.”
Yang kedua ialah: “membawa kayu bakar ke mana-mana”. Artinya
membakar perasaan kebencian terhadap Rasulullah SAW, mengada-adakan
yang tidak ada. Dia selalu memfitnah Rasulullah SAW. Fitnah yang
dilakukannya kepada Rasulullah SAW, -- pada akhirnya -- akan menjerat
‘lehernya’ sendiri. Artinya mengakibatkan dirinya terkena azab dari Allah.
7. 7
Ibnu Katsir mengatakan -- dalam kitab tafsirnya -- bahwa “Allah
menurunkan surat yang berisi tentang Abu Lahab dan isterinya ini untuk
menjadi pelajaran bagi manusia yang mencoba berusaha hendak
menghalangi dan menentang apa yang diturunkan Allah kepada Nabi-Nya,
karena memperturutkan hawa nafsu, memertahankan kepercayaan yang
salah, tradisi yang lapuk dan adat-istiadat yang karut-marut. Mereka menjadi
lupa diri karena merasa sanggup ujtuk melakukan semua hal karena
kekayaannya. Di prediksi bahwa dengan berkal kekayaannya, dia akan
berhasil mewujudkan semua rencanya. Dia memerkirakan bahwa semua
gagasannya akan diterima oleh semua orang, sebab selama ini dia ‘merasa’
telah menjadi orang yang disegani dan dipuji, karena potensinya yang berada
di atas rata-rata. Dan oleh karenanya dia merasa bahwa dirinya sangat
berpengaruh. Ternyata semua rencananya itu digagalkan oleh Allah dan
harta-bendanya yang telah dipergunakannya pun habis untuk mememenuhi
maksudnya yang jahat itu, semuanya sirna tanpa menghasilkan hasil yang
diharapkan. Bahkan dirinya pun ‘celaka’, karena telah mengalami
kebangkrutan.” (Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm, juz VIII, hal. 516)
Al-‘Ibrah (Pelajaran yang Bernilai) dari QS al-Lahab
Pelajaran yang sangat berharga yang bisa kita peroleh dari kisah ini,
antara lain. Pertama: Ketika kesombongan dan hasad (iri dan dengki) telah
melekat pada diri seseorang, maka seseorang akan terhalang untuk
mendapatkan hidayah dan taufiq dari Allah SWT. Meskipun Abu Lahab dan
isterinya sebenarnya bisa memahami ‘esensi kebenaran’ ajaran Islam yang
didakwahkan oleh nabi Muhammad SAW, namun – karena dorongan hawa
nafsunya -- dia memilih untuk bersikap sama dengan ‘Fir’aun’, yang –
dengan sombong dan kedengkiannya --- menentang dakwah Nabi Musa a.s.
Dan siapa pun yang ‘mengulangi’ perbuatan Abu Lahab (dan juga isterinya)
kapan pun dan di mana pun, dan dengan cara apa pun akan mengalami
nasib yang sama dengan Abu Lahab dan isterinya, terjauhkan dari hidayah
dan taufiq (dari) Allah. Kedua: Setiap penentang kebenaran yang datang dari
Allah -- dengan cara apa pun -- akan selalu mengalami kegagalan dalam
setiap upayanya. Dan bahkan – pada akhirnya – akan mendapatkan azab
dari Allah, sebagaimana yang telah dialami oleh Abu Lahab dan isterinya.
Nah, “apakah kita – saat ini -- akan mengulangi kesalahan yang
pernah dilakukan oleh Abu Lahab?” Tentu saja jawabnya: “Tidak!’. Sebagai
pengikut setia Rasulullah saw. -- tentu saja --kita harus menyiapkan diri
untuk menghadapi tantangan ‘Duplikat Abu Lahab’. Kita hadapi makar ‘Abu
Lahab-Abu Lahab Kontemporer yang selalu akan berusaha menghambat
dakwah Islam dengan sikap sabar dan tawakal. Karena Abu Lahab
sebagaimana Firaun dan orang-orang yang menentang dakwah para rasul
Allah memang telah tiada. Namun bukan berarti karakter yang mereka
miliki tak kan pernah bisa terwariskan kepada siapa pun. Hingga kapan pun
di belahan bumi ini akan selalu ada ‘manusia’ yang berkarakter seperti Abu
8. 8
Lahab dengan sejumlah kroninya yang mungkin saja lebih berbahaya dari
pada Abu Lahab yang pernah menjadi ‘seteru’ Rasullullah SAW dan umat
Islam pada masa itu karena mereka bisa belajar dari kegagalan Abu Lahab
dan berupaya untuk memerbaiki strategi perjuangannya untuk mengalahkan
para pengikut Rasulullah saw. di mana pun dan kapan pun.
Kepada Allah kita bermohon. Semoga Allah senantiasa berkenan
menyertai perjuangan para da’i yang senantiasa bersikap istiqamah untuk
beramar ma’ruf nahi mungkar di tengah ‘tantangan’ para manusia yang
mungkin saja tengah dikitari oleh sejumlah orang yang berkarakter seperti
Abu Lahab.
Āmîn Yâ Mujîbas Sâilîn.