SlideShare a Scribd company logo
1 of 14
Download to read offline
Page 1 of 14
MATERI KAJIAN KHUSUS TIAP SENIN BAKDA MAGHRIB
AKHLAQ QUR’ANI
MASJID BETENG BINANGUN KADIPATEN WETAN YOGYAKARTA
Tafsir QS Āli ‘Imrân/3: 133-136
Berpacu Meraih Ampunan dan Surga Allah
A. Nash (Teks) Ayat al-Quran
ۗ
ۚ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,.
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun
sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan)
orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang
yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat
akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang
dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan
perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah
ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai,
sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang
beramal.” QS Āli ‘Imrân/3: 133-136
B. Tafsîr al-Mufradât
: Ampunan. Kata maghfirah bermakna: “ampunan dari segala
macam kesalahan yang pernah dilakukan. Sehingga orang yang
memeroleh maghfirah Allah adalah orang yang bersih dirinya dari
Page 2 of 14
segala macam dosa”.
: Orang-orang yang berbuat kebajikan. Al-Muhsinîn adalah (bentuk)
jama’ dari isim (kata benda) muhsin. Yaitu: “orang yang telah
bersedia – secara pro-aktif – untuk melaksanakan perbuatan-
perbuatan (yang) baik”.
: Mereka itu. Kata ulâika (mereka itu) maksudnya: “mereka yag
telah bersikap pro-aktif untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan
(yang) baik dan – pro-aktif – untuk meninggalkan perbuatan-
perbuatan (yang) tidak baik, sebagaimana yang telah disebut
dalam dua ayat sebelumnya: “bersedia untuk berinfak di kala
lapang dan sempit, mampu untuk menahan amarah dan pemaaf
kepada siapa pun da bertaubat (dengan taubatan nasuha)”.
C. Munâsabah al-Āyât (Kaitan dengan Ayat Sebelumnya)
Rangkaian ayat di atas memiliki kaitan dengan ayat sebelumnya.
1. Ayat sebelumnya menyerukan agar mukmin bertakwa dengan
menjauhi riba, menjaga diri dari segala hal yang menjerumuskan ke
neraka serta disiplin manaati Allah dan Rasul-Nya. Ayat berikutnya
memnyeru mukmin untuk berpacu meraih ampunan Allah SWT.
2. Ayat sebelumnya memerintahkan agar mukmin bertakwa kepada
Allah dan takwa pada neraka, maka pada ayat berikutnya
dikemukakan tentang bagaimana cara bertakwa.
3. Ayat sebelumnya menjelaskan dosa yang masti dijauhi. Ayat berikut
memberikan bimbingan tentang bagaimana cara bertaubatk kalau
sudah terlanjur tergelincir pada perbuatan dosa.
D. Sabab an-Nuzûl
Dalam tinjauan historis, berkaiatan dengan rangkaian ayat ini, kita
kita bisa memahami bahwa:
1. Dikisahkan bahwa beberapa orang menghadap Nabi Muhammad
SAW dan mengatakan bahwa Bani Israil beruntung sekali di sisi
Tuhan. Jika mereka berdosa, terus mengutarakannya di tempat
ibadah, langsung mendapat ampunan. Bagaimana nasib kita bila
berdosa? Rasulullah SAW pun terdiam, tidak lama kemudian turun
ayat ini.1
2. Abdullah bin Mas’ud menerangkan bahwa seandainya Bani Israil k
berbuat dosa dan berkeinginan untuk mendapat ampunan, maka
cukuplah mereka menuliskan dosanya di pintu masuk. Mereka juga
menuliskan tentang apa yang mereka lakukan untuk menghapusnya.
Kata Abdullah bin Mas’ud, dengan menurunkan ayat ini Allah SWT
berkenan untuk memberikan bimbingan kepada kita bagaimana cara
bertaubat yang benar.
1
Ibn Hajar al-Asqalani, al-Îjâb Fî Bayân al-Asbâb, juz II, hal. 754.
Page 3 of 14
D. Penjelasan
1. (Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari
Tuhanmu),
Ayat ini menyerukan agar mukmin berpacu meraih ampunan dari
segala dosa, dan menempuh jalan ke surga sebagai imbalan beribadah dan
beramal shalih selama di dunia. Ar-Razi berpendapat, tidak ada jalan untuk
meraih maghfirah selain melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala
yang dilarang. Para ahli Ushul Fiqih menyimpulkan bahwa bersegera meraih
ampunan itu hukumnya wajib, karena tidak ada perintah secara paksa selain
wajib segera dipenuhi. Setelah ayat sebelumnya memerintah agar pandai
menjaga diri dari hal-hal yang menjerumuskan ke neraka, maka pada ayat
ini diserukan agar memburu maghfirah dan surga. Dengan demikian jalan
menuju keselamatan abadi adalah menjauhi segala yang dilarang dan
menaati segala yang diperintahkan. Ar-Razi mengutip beberapa pendapat
dengan cara apa bersegera meih maghfirah dan surga itu; (a) menurut
Abdullah bin Abbas, maghfirah dan surga adalah al-Islam, karena aturannya
mencakup segala aspek kehidupan, (b) menurut Ali bin Abi Thalib adalah
dengan memenuhi segala perintah syari’ah, (c) menurut Utsman bin Affan
meraih maghfirah adalah dengan ikhlash dalam menjalankan segala ibadah,
(d) menurut Abu al-Aliyah, dengan hijrah, (e) menurut adh-Dhahhak dan
Muhammad bin Ishaq dengan jihad, (f) menurut Sa’id bin Jubair,
mengerakan takbîr al-ihrâm untuk shalat, (g) menurut Utsman, bersegera
dalam shalat lima waktu, (h) menurut Ikrimah bersegera dalam segala taat,
(i) menurut al-‘Asham bersegera dalam taubat dari riba dan dosa lain, karena
ayat ini masih satu rangkaian dengan ayat sebelumnya.2
Meraih ampunan
dari segala dosa, dan surga sebagai pahala amal dunia, merupakan
merupakan kebahagiaan yang paripurna.
2. (dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan
bumi),
Surga pada ayat ini digambarkan seluas langit dan bumi. Luas
langit dan bumi tidak bisa diukur oleh jangkauan manusia. Abu Muslim
menandaskan bahwa ukuran langit dan bumi memberikan gambaran bahwa
surga itu tidak bisa diukur oleh jangkauan manusia. Luasnya tidak terbatas,
nikmatnya tiada terhingga. Raja Heraklius menanggapi ayat ini dengan
mengirim surat isinya bertanya: ‫ِي‬‫ن‬َ‫ت‬ْ‫و‬َ‫ع‬َ‫د‬‫َى‬‫ل‬ِ‫إ‬ٍ‫ة‬َ‫ن‬َ‫ج‬‫َا‬‫ه‬ُ‫ض‬ْ‫ر‬َ‫ع‬ُ‫ت‬‫َا‬‫و‬َ‫م‬َ‫ّس‬‫ال‬ُ‫ض‬ْ‫ر‬َ‫أ‬ْ‫ل‬‫َا‬‫و‬َ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫أ‬َ‫ف‬ُ‫ر‬‫َا‬‫ن‬‫ال‬
anda mengajakku untuk menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi,
lalu kalau begitu di mana neraka? Rasulullah SAW menjawab: ‫َا‬‫ذ‬ِ‫إ‬َ‫ء‬‫َا‬‫ج‬ُ‫ل‬ْ‫ي‬َ‫ّل‬‫ل‬‫ا‬َ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫أ‬َ‫ف‬
ُ‫ر‬‫َا‬‫ه‬َ‫ن‬‫ال‬ kalau waktu malam tiba, lalu kemana perginya siang?3
2
Fahruddin ar-Râzi, Mafâtîh al-Ghaib, juz IV, hal. 115.
3
Musnad Ahmad dari Sa’id bin Abi Rasyid, Musnad Ahmad ibn Hanbal, juz
IV, juz 74, hadits no.16739.
Page 4 of 14
Soal jawab tersebut kelihatan sekali ketinggian isi dialognya.
Rasulullah SAW tahu bahwa pertanyaan Heraklius itu hanya menguji, maka
dijawab dengan pertanyaan yang mengtes pula. Ditanya tentang letaknya
neraka, karena surga seluas langit dan bumi, bagaikan pertanyaan tentang di
mana letaknya siang tatkala malam tiba? Bukankah siang dan malam itu
tidak sama? Oleh karena itu tak perlu timbul tanda Tanya tentang luasnya
surga yang melebihi langit dan bumi. Surga berada bukan di langit atau di
bumi.
Menurut ar-Razi, terdapat beberapa masalah tentang pengertian
bahwa surga seluas langit dan bumi itu yang patut disoroti antara lain: (1)
bumi diciptakan Allah SWT berlapis-lapis, juga langit yang luasnya tidak
terjangkau manusia. Perumpamaan ini mengisyaratkan bahwa ;uas surgaa
seluas berbagai bumi, dan berbagai langit, maka tidak diketahui selebar apa
luasnya. Hanya Allah SWT yang tahu. (2) Apa yang disebut surga seluas
langit dan bumi itu adalah untuk satu orang. Tegasnya setiap penghuni surga
menguasai seluruh kawasan surga, dan tidak ada yang membatasinya. Setiap
penghuni surga merasakan berkuasa atas seluruh surga. (3) menurut Abu
Muslim, perumpamaan surga seluas langit dan bumi ini menggunakan istilah
perniagaan. Dengan kata lain surga itu yang diberikan kepada muttaqin
senilai harga seluas langit dan bumi. Siapa pun tidak akan memapu membeli
surga dengan nilai transaksi duniawi. (4) Luas surga itu tidak terbatas, tapi
supaya ada banyangan di masyarakat awam, maka digambarkan seperti
luasnya langit dan bumi. Manusia membayangkan luasnya bumi saja tidak
akan yang bisa menjangkau apalagi ditambah dengan tujuh langit.4
3. (yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa),
Perkataan ْ‫ت‬َ‫ّد‬ِ‫ع‬ُ‫أ‬ menggunakan kata kerja lampau memberi isyarat
(a) kepastian bahwa surga itu benar-benar disedikan untuk orang yang
bertakwa, (b) surga telah tersedia sejak diciptakan langit dan bumi. Surga
yang luas itu sudah disediakan bagi orang yang bertakwa. Kalimat ini juga
memberi isyarat bahwa untuk mencapai maghfirah dan surga, mesti
menempuh jalan takwa, mesti menjadi muttaqîn, serta segera meraih
maghfirah. Perhatikan hadits berikut:
4
Lihat: Fakhruddin ar-Razi, Mafâtîh al-Ghaib, juz IX, hal. 366-368.
Page 5 of 14
Dari Jabir bin Abd Allah diriwayatkan bahwa Rasul SAW pernah khuthbah yang
menyerukan: Wahai manusia, taubatlah kepada Allah semelum mati. Bersegeralah
amal shalih sebelum disibukkan. Jalinlah hubungan baik antaramu dan Tuhanmu
dengan dzikir dan banyak bersedekah, baik di kala rahasia ataupun terang-terangan,
nisaya kamu mendapat rejeki, mendapat pertolongan dan diberi kecukupan.5
Al-Baidhawi menyimpulkan bahwa kalimat ْ‫ت‬َ‫ّد‬ِ‫ع‬ُ‫أ‬َ‫ن‬‫ِي‬‫ق‬َ‫ّت‬ُ‫م‬ْ‫ّل‬ِ‫ل‬ menjadi
dalil bahwa surga itu telah diciptakan Allah SWT, yang letaknya di luar
alam ini.
4. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan
(hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit),
Menurut Abu al-Su’ud, awal ayat ini bisa berfungsi sebegai penjelas
dari al-Muttaqin, menerangkan sifat orang yang bertakwa yang mendapat
jaminan surga.6
Namun bisa juga sebagai awal pembicaraan sifat orang yang
disebutkan pada kelanjutannya. Orang yang bertakwa memiliki sifat yang
baik, bukan hanya terhadap Allah SWT dengan banyak beribadah ritual, tapi
juga dalam sosial, bukan hanya ibadah badani tapi juga dengan harta.
Dalam ayat ini ditegaskan bahwa mereka berinfak di jalan Allah, baik di kala
sempit maupun luas, di kala suka maupun duka. Al-Baidlawi menerangkan
bahwa ‫ِي‬‫ف‬َ‫ر‬َ‫ّس‬‫ال‬ِ‫ء‬‫ا‬ِ‫ء‬‫َا‬‫ر‬َ‫ّض‬‫َال‬‫و‬ mengandung arti sepanjang hayat, karena manusia
tidak pernah lepas dari kedua hal antara suka dan duka, antara kelapangan
dan kesempitan.7
Namun tentu saja infak yang dikeluarkan juga mengikuti
kondisi, besar tatkala kaya, infak kecil tatkala kekurangan. Jangan malas
infak tatkala leluasa, jangan malu infak yang kecil tatkala kekurangan. Nilai
infak sangat dipengaruhi oleh keikhlasan. Adapun jumlahnya bukan
ditentukan oleh berapa nominal, tapi berapa persen dari apa yang dimiliki.
Dengan demikian, orang kaya maupun miskin, pasti mampu berinfak.
5. (dan orang-orang yang menahan amarahnya)
Al-Kâzhimîn ialah orang yang menahan amarah tatkala melihat
orang yang kurang ia senangi, padahal dia memiliki kekuasaan (kekuatan
dan kesempatan) untuk memarahinya. Rasulullah SAW bersabda:
5
HR Ibnu Majah, Sunan Ibn Majah, juz I, hal. 343, hadits no. 1081 dan Al-
Baihaqi, As-Sunan al-Kubrâ, juz III, hal. 171, hadits no. 5780, dari Jabir bin
Abdullah.
6
Abu Su’ud, Irsyâd al-‘Aql as- Salîm Ilâ Mazâyâ al-Kitâb al-Karîm, juz I, hal.
455.
7
Al-Baidhawi, Anwâr at-Tanzîl wa Asrâr at-Ta’wîl, juz II, hal. 93.
Page 6 of 14
“Barangsiapa yang menahan amarah, padahal dia memiliki kekuatan untuk
memarahinya, maka Allah akan memanggilnya di hari kiamat sebagai pembesar
makhluq sehingga dipiluhkan baginya para bidadari yang diinginkannya.8
Menurut
Muhammad Nashiruddin al-Albani, kualitas hadits ini ‘hasan’.9
Jadi yang memiliki derajat tinggi itu menahan marah tatkala
mampu memarahinya. Kalau menahan marah, karena tidak bisa marah,
bukanlah sesuatu yang diunggulkan. Menahan amarah lebih mengarah pada
pengendalian diri dalam berucap, sikap dan tindakan.
Rasulullah SAW bersabda:
“Orang kuat, bukanlah yang berani bertindak pada manusia hingga menjadikan
orang lain takut, tetapi (orang yang kuat) adalah orang yang mampu
mengendalikian dirinya tatkala marah.”10
6. (dan memaafkan [kesalahan] orang),
Orang yang mampu menahan amarah belum tentu bebas dari rasa
sakit hati, bahkan dendam. Mukmin yang baik, bukan hanya menahan
amarah, tapi mampu memaafkan orang yang bersalah, sebagaimana mana
ditegaskan pada kalimat ini. Memberi maaf paling berat pada manusia yang
berdosa, adalah tatkala marah. Oleh karena itu, sifat mukmin yang baik,
bukan hanya mampu menahan amarah, tapi juga memberi maaf ketika
marah. Allah SWT memuji orang yang demikian sebagai manusia yang
memiliki derajat tinggi, sebagaimana firmanNya:
8
HR Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, juz III, hal. 440, no.15675 dan
At-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, juz IV, hal. 372, hadits no.2021, dari Anas bin Malik.
9
Al-Albani, Al-Jâmi’ ash-Shaghîr wa Ziyâdatuh, juz I, hal. 1147, hadits no.
11468.
10
HR al-Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, juz VIII, hal. 34, hadits no. 6144 dan
Muslim, Shahîh Muslim, juz VIII, hal. 30, hadits no. 6809, dari Abu Hurairah.
Page 7 of 14
“Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan
keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf.” (QS asy-Syûrâ/42: 37)
Menurut al-Baidhawi, memafkan manusia utamanya pada orang
yang berbuat salah, padah sebenarnya berhak untuk menghukum atau
membalas kesalahannya. Bila memeafkan orang yang demikian, maka
ampuan Allah akan tercurah pada mereka. Ayat ini bukan berarti melarang
malawan pada yang berbuat zalim, tetapi kalau memberi maaf bisa lebih
bermanfaat, maka nilainya jauh lebih baik, karena termasuk kategori sabar.
Allah SWT berfirman:
“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama
dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar,
sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (QS an-
Nahl/16: 126)
7. (Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan),
Allah SWT sangat mencintai orang yang berbuat ihsân. Kalimat ini
dilertakan sebagai pengunci ayat yang menerangkan sifat manusia pada
manusia. Dengan demikian ihsân itu ada yang berkaitan dengan kewajiban
pada Allah ada pula yang berkaitan dengan sesama manusia.
“Dari Syaddad bin Aus. Ia mengatakan: dua hal yang saya pelihara dari Rasul
SAW. Beliau bersabda: Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan berlaku ihsân
(baik) dalam segala hal. Jika kamu membunuh sesuatu, maka hendaklah berlaku
baik ketika membunuhnya. Jika kamu menyembelih, hendaklah belaku baik ketika
menyembelihnya. Tajamkanlah mata pisaumu, agar tidak terlalu menyakitkan yang
disembelih.”11
11
HR Muslim dari Syaddad bin Aus, Shahîh Muslim, juz VI, hal. 73, hadits
Page 8 of 14
Kalimat َ‫ّن‬ِ‫إ‬َ‫ه‬َ‫ّل‬‫ال‬َ‫ب‬َ‫ّت‬َ‫ك‬َ‫ّن‬‫َا‬‫ّس‬ْ‫ح‬ِ‫إ‬ْ‫ل‬‫ا‬ dalam hadits ini mengisyaratkan bahwa
kita diperintah Allah SWT untuk bersikap ihsân. Sedangkan perkataan ‫َى‬‫ّل‬َ‫ع‬
ِ‫ل‬ُ‫ك‬ٍ‫ء‬ْ‫ي‬َ‫ش‬ mengandung makna bahwa ihsân itu harus diterapkan dalam segala
kehidupan dan diberlakukan kepada siapa pun, baik kepada Allah SWT
maupun kepada sesama makhluq-Nya. Ihsân kepada Allah SWT telah
disabdakan Rasulullah SAW ketika mendapat pertanyaan dari Malaikat
Jibril:
“Ihsân’ ialah: menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Sekalipun engkau
tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.”12
Ihsân kepada sesama manusia diperintahkan langsung dalam
berbagai ayat al-Qur`an, antara lain:
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.
Dan berbuat ihsân (berlaku baikbaiklah) kepada ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman
sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS an-Nisâ’/4: 36)
8. (Dan [juga] orang-orang yang apabila mengerjakan
perbuatan keji),
Perkataan َ‫ن‬‫ِي‬‫ذ‬َ‫ل‬‫َا‬‫و‬ pada pangkal ayat ini menurut sebagiann ulama
merupakan poko kalimat, tapi menurut yang lainnya sebagai sambungan
dari ayat sebelumnya. Jika dianggap sebagai pokok kalimat berarti
keterangannya yang tercantum pada QS Āli ‘Imrân/3: 136.13
Jika perkatan
no. 5167.
12
HR Muslim dari Umar bin al-Khaththab, Shahîh Muslim, juz I, hal. 28,
hadits no. 102.
13
Abu Su’ud, Irsyâd al-‘Aql as- Salîm Ilâ Mazâyâ al-Kitâb al-Karîm, juz II,
hal.86.
Page 9 of 14
ini difahami sebagai satu kesatuan dengan ayat sebelumnya berati sebagai
keterangan َ‫ن‬‫ِي‬‫ن‬ِ‫ّس‬ْ‫ح‬ُ‫م‬ْ‫ل‬‫ا‬ (orang yang berperilaku ihsân) atau َ‫ن‬‫ِي‬‫ق‬َ‫ّت‬ُ‫م‬ْ‫ّل‬ِ‫ل‬ (yang bertakwa).
Sedangkan ‫ُوا‬‫ّل‬َ‫ع‬َ‫ف‬ً‫ة‬َ‫ش‬ِ‫ح‬‫َا‬‫ف‬ mengandung arti segala perbuatan yang sangat buruk,
terkadang bermakna zina.14
Ibnu ‘Asyur menerangkan bahwa ‫ُوا‬‫ّل‬َ‫ع‬َ‫ف‬ً‫ة‬َ‫ش‬ِ‫ح‬‫َا‬‫ف‬
mengandung arti antara lain (1) dosa besar seperti zina, (2) perbuatan dosa
yang berdampak negatif pada orang lain, (3) perbuatan maksiat yang amat
dimurkai Allah SWT.15
Rasulullah SAW bersabda: َ‫ّن‬ِ‫إ‬َ‫ه‬َ‫ّل‬‫ل‬‫ا‬ُ‫ض‬ِ‫غ‬ْ‫ب‬ُ‫ي‬َ‫ش‬ْ‫ح‬ُ‫ف‬ْ‫ل‬‫ا‬َ‫ش‬ُ‫ح‬َ‫ف‬َ‫ّت‬‫َال‬‫و‬
(sesungguhnya Allah SWT membenci keburukan dan yang mengakibatkan buruk).16
An-Nawawi (631-678H);17
berpendapat ‫َا‬‫ّم‬َ‫أ‬َ‫و‬‫ْش‬‫ح‬ُ‫ف‬ْ‫ل‬‫ا‬َ‫و‬ُ‫ه‬َ‫ف‬‫ِيح‬‫ب‬َ‫ق‬ْ‫ل‬‫ا‬ْ‫ن‬ِ‫ّم‬‫ْل‬‫و‬َ‫ق‬ْ‫ل‬‫ا‬‫ْل‬‫ع‬ِ‫ف‬ْ‫ل‬‫َا‬‫و‬ (bahwa
al-fuhsy ialah kejelekan dalam perkataan maupun perbuatan). Kata al-Qadhi
‫ْل‬‫ص‬َ‫أ‬‫ْش‬‫ح‬ُ‫ف‬ْ‫ل‬‫ا‬‫َة‬‫د‬‫َا‬‫ي‬ِ‫ّز‬‫ال‬ُ‫ر‬ُ‫خ‬ْ‫ل‬‫َا‬‫و‬‫وج‬ْ‫ن‬َ‫ع‬ّ‫ّد‬َ‫ح‬ْ‫ل‬‫ا‬ arti asal dari al-fuhsy adalah melebihi,
melampaui batas. Adapun َ‫ش‬ُ‫ح‬َ‫ف‬َ‫ّت‬‫ال‬ terkadang berarti orang yang berbuat
kejahatan, terkadang bermakna yang berbuat kerusakan. Segala yang buruk
dalam istilah Arab disebut al-fuhsy. Menurut Al-‘Asqalani (773-852 H), َ‫ش‬ْ‫ح‬ُ‫ف‬ْ‫ل‬‫ا‬
ialah ‫َة‬‫د‬‫َا‬‫ي‬ِ‫ّز‬‫ال‬‫َى‬‫ّل‬َ‫ع‬ّ‫ّد‬َ‫ح‬ْ‫ل‬‫ا‬‫ِي‬‫ف‬‫َام‬‫ّل‬َ‫ك‬ْ‫ل‬‫ا‬‫ِئ‬‫ي‬َ‫ّس‬‫ال‬ (melampaui batas kewajaran dalam kata-kata
yang buruk). Sedangkan َ‫ش‬ُ‫ح‬َ‫ف‬َ‫ّت‬‫َال‬ adalah kesengajaan berbuat buruk yang
mengakibatkan orang lain merasa terhina. Al-Kusymihani berpendapat
bahwa َ‫ش‬ْ‫ح‬ُ‫ف‬ْ‫ل‬‫َا‬adalah ّ‫ل‬ُ‫ك‬‫َا‬‫ّم‬َ‫ج‬َ‫ر‬َ‫خ‬ْ‫ن‬َ‫ع‬‫َاره‬‫ّد‬ْ‫ق‬ِ‫ّم‬‫َى‬‫ّت‬َ‫ح‬‫َح‬‫ب‬ْ‫ق‬َ‫ّت‬ْ‫ّس‬ُ‫ي‬،‫ُل‬‫خ‬ْ‫ّد‬َ‫ي‬َ‫و‬‫ِي‬‫ف‬‫ْل‬‫و‬َ‫ق‬ْ‫ل‬‫ا‬‫ْل‬‫ع‬ِ‫ف‬ْ‫ل‬‫َا‬‫و‬ (segala yang
melampaui ukuran kewajaran sehingga berakibat buruk, baik berupa perkataan
ataupun tindakan). Ad-Daudi berpendapat bahhwa ‫ِش‬‫ح‬‫َا‬‫ف‬ْ‫ل‬‫ا‬ adalah ‫ِي‬‫ذ‬َ‫ل‬‫ا‬‫ُول‬‫ق‬َ‫ي‬‫ْش‬‫ح‬ُ‫ف‬ْ‫ل‬‫ا‬
yang berkata buruk, sedangkan َ‫ش‬ُ‫ح‬َ‫ف‬َ‫ّت‬‫ال‬ adalah ‫ِل‬‫م‬ْ‫ع‬َ‫ّت‬ْ‫ّس‬َ‫ي‬‫ْش‬‫ح‬ُ‫ف‬ْ‫ل‬‫ا‬‫ِك‬‫ح‬ْ‫ّض‬ُ‫ي‬ِ‫ل‬‫َاس‬‫ن‬‫ال‬ (berkata
buruk atau jorok supaya orang lain tertawa).18
Pendapat semacam ini dikutip
pula oleh Abu Thayyib,19
Al-Mubarakfuri, (1283-1353 H.) yang
berkomentar:
:
(Diterangkan dalam kitab al-Nihâyah bahwa al-fuhsy intu mencakup segala sesuatu
yang amat buruk berupa dosa dan kema’siatan. Namun istilah tersebut sering
digunakan untuyk perbuatan zina. Yang jelas segala yang buruk, baik perkataan
14
Al-Baidhawi, Anwâr at-Tanzîl wa Asrâr at-Ta’wîl, juz II hal. 93.
15
Ibnu ‘Asyur, At-Tahrîr wa at-Tanwîr, juz IV, hal. 91.
16
HR Ahmad bin Hanbal dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, Musnad
Ahmad ibn Hanbal, juz II, hal.199, hadits 6872.
17
An-Nawawi, Syarh an-Nawâwi ‘Alâ Shahîh Muslim, juz XV, hal. 78.
18
Ibn Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bâriy, juz VI, hal. 575 dan juz X, hal. 473.
19
Abu Tahyyib Muhammad Syamsul Haq al-‘Azhîm Ābadiy, ‘Aun al-
Ma’bud Syahr Sunan Abî Dâwud, juz XII, hal. 104.
Page 10 of 14
maupun perbuatan termasuk al-fuhsy. Dalam kamus sering diistilahkan pada
perbuatan zina dan pada segala yang sangat buruk dan segala yang dilarang Allah
SWT).20
Istilah al-fuhsy dan al-tafahhusy digunakan untuk perkataan buruk,
sebagaimana dalam hadits berikut:
“Diriwayatkan dari Aisyah: seorang yahudi datang kepada Rasul SAW, dengan
mengatakan ُ‫م‬‫َا‬‫ّس‬‫ال‬َ‫ك‬ْ‫ي‬َ‫ّل‬َ‫ع‬‫َا‬‫ي‬‫َا‬‫ب‬َ‫أ‬ِ‫م‬ِ‫س‬‫َا‬‫ق‬ْ‫ل‬‫ا‬ (mampuslah kau abu al-Qasim). Kemudian Aisyah
mengatakan ُ‫م‬ُ‫ك‬ْ‫ي‬َ‫ّل‬َ‫ع‬َ‫و‬ُ‫م‬‫َا‬‫ّس‬‫ال‬ُ‫ة‬َ‫ن‬ْ‫ع‬َ‫ّل‬‫َال‬‫و‬ (mampuslah kamu dan terkutuk!). Rasul SAW
bersabda: :” ‫َا‬‫ي‬،ُ‫ة‬َ‫ش‬ِ‫ئ‬‫َا‬‫ع‬َ‫ّن‬ِ‫إ‬َ‫ه‬َ‫ّل‬‫ال‬‫ال‬ُ‫ب‬ِ‫ح‬ُ‫ي‬َ‫ش‬ْ‫ح‬ُ‫ف‬ْ‫ل‬‫ا‬‫َال‬‫و‬َ‫ش‬ُ‫ح‬َ‫ف‬َ‫ّت‬‫ال‬ (wahai Aisyah, Allah tidak
mencintai al-fuhsy, tidak pula mencintai at-tafahhusy. Aisyah berkata: bukankah dia
mengatakan ُ‫م‬‫َا‬‫ّس‬‫ال‬‫َ؟‬‫ك‬ْ‫ي‬َ‫ّل‬َ‫ع‬ ? Rasul bersabda bukankah sudah aku katakan kepadanya
ْ‫م‬ُ‫ك‬ْ‫ي‬َ‫ّل‬َ‫ع‬َ‫و‬?. tidak lama kemudian turunlah ayat ْ‫م‬َ‫ل‬َ‫أ‬َ‫ر‬َ‫ت‬َ‫ل‬ِ‫إ‬‫ى‬َ‫ن‬‫ِي‬‫ذ‬َ‫ل‬‫ا‬‫ُوا‬‫ه‬ُ‫ن‬ِ‫ن‬َ‫ع‬‫َى‬‫و‬ْ‫ج‬َ‫ن‬‫ال‬َ‫م‬ُ‫ث‬َ‫ّن‬‫ُو‬‫د‬‫ُو‬‫ع‬َ‫ي‬‫َا‬‫م‬ِ‫ل‬
‫ُوا‬‫ه‬ُ‫ن‬ُ‫ه‬ْ‫ن‬َ‫ع‬َ‫ّن‬ْ‫و‬َ‫ج‬‫َا‬‫ن‬َ‫ّت‬َ‫ي‬َ‫و‬ِ‫م‬ْ‫ث‬ِ‫إ‬ْ‫ل‬‫ِا‬‫ب‬ِ‫ّن‬‫َا‬‫و‬ْ‫ّد‬ُ‫ع‬ْ‫ل‬‫َا‬‫و‬ِ‫ة‬َ‫ي‬ِ‫ص‬ْ‫ع‬َ‫ّم‬َ‫و‬ِ‫ل‬‫ُو‬‫س‬َ‫ر‬‫ال‬‫َا‬‫ذ‬ِ‫إ‬َ‫و‬َ‫ك‬‫ُو‬‫ء‬‫َا‬‫ج‬َ‫ك‬ْ‫و‬َ‫ي‬َ‫ح‬‫َا‬‫م‬ِ‫ب‬ْ‫م‬َ‫ل‬َ‫ك‬ِ‫ي‬َ‫ح‬ُ‫ي‬ِ‫ه‬ِ‫ب‬ُ‫ه‬َ‫ّل‬‫ال‬َ‫ّن‬‫ُو‬‫ل‬‫ُو‬‫ق‬َ‫ي‬َ‫و‬‫ِي‬‫ف‬
ْ‫م‬ِ‫ه‬ِ‫ّس‬ُ‫ف‬ْ‫ن‬َ‫أ‬‫َا‬‫ل‬ْ‫و‬َ‫ل‬‫َا‬‫ن‬ُ‫ب‬ِ‫ذ‬َ‫ع‬ُ‫ي‬َ‫ّل‬‫ال‬ُ‫ه‬‫َا‬‫م‬ِ‫ب‬ُ‫ل‬‫ُو‬‫ق‬َ‫ن‬ْ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ب‬ْ‫ّس‬َ‫ح‬ُ‫م‬َ‫ن‬َ‫ه‬َ‫ج‬‫َا‬‫ه‬َ‫ن‬ْ‫و‬َ‫ّل‬ْ‫ص‬َ‫ي‬َ‫س‬ْ‫ئ‬ِ‫ب‬َ‫ف‬ُ‫ر‬‫ِي‬‫ص‬َ‫م‬ْ‫ل‬‫ا‬ Apakah tiada kamu
perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia,
kemudian mereka kembali (mengerjakan) larangan itu dan mereka mengadakan
pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul.
Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu
dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu. Dan
mereka mengatakan pada diri mereka sendiri: “Mengapa Allah tiada menyiksa kita
disebabkan apa yang kita katakan itu?” Cukuplah bagi mereka neraka Jahannam
yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembal.
(QS al-Mujâdilah/58: 8).”21
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
‫الفحش‬ – ‫الّتفحش‬–‫الفاحشة‬ mencakup (1) ucapan buruk, seperti: mengutuk,
20
Muhammad ‘Abd ar-Rahmân ibn ‘Abd ar-Rahîm al-Mubârakfûriy Abû l
al-‘Alâ, Tuhfah al-Ahwadziy bi Syarh Jâmi’ at-Tirmidziy, juz VI, hal. 94.
21
HR Muslim dari ‘Aisyha r.a., Shahîh Muslim, juz VII, hal. 4 dan 5, hadits
no. 5786 dan 5788.
Page 11 of 14
mencerca, mencela, menghina; (2) tindakan atau perbuatan buruk, seperti:
zina.
Seperti telah diungkapkan di atas, arti dari al-fuhsy dan at-tafahhusy
itu antara lain perkataan kotor, ungkapan menyakitkan, sesuatu yang
membawa akibat buruk dan terkadang bermakna zina. Bila semua yang
buruk-buruk itu telah dianggap biasa di masyarakat maka kehancuran akan
segera tiba. Dalam hadits lain disebutkan bahwa perzinaan merajalela
merupakan pertanda mendekati kehancuran.
Rasulullah SAW bersabda:
“Di antara pertanda mendekati saat (kiamat/kehancuran) adalah ilmu telah
diangkat, kebodohan merajalela, banyaknya yang minum khamr, dan tersebarnya
perzinaan).”22
Rasulullah SAW bersabda:
“Tidaklah merajalela perzinaan pada mereka, kecuali kematian melanda mereka.” 23
Ada juga ulama yang membedakan antara pengertian ‫الفحش‬ dengan
َ‫ف‬‫ال‬‫َة‬‫ش‬ِ‫ح‬‫ا‬ . Istilah ‫ُحش‬‫ف‬‫ال‬ bermakna umum mencakup segala keburukan, baik
perkataan, sikap, maupun tindakan, baik yang bobotnya ringan maupun
berat. Sedangkan ‫َة‬‫ش‬ِ‫ح‬‫َا‬‫ف‬‫ال‬ lebih banyak digunakan pada perbuatan yang sangat
buruk seperti: (1) zina sebagaimana pada firman Allah SWT:
22
HR al-Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, juz I, hal. 30, hadits no. 80 dan
Muslim, Shahîh Muslim, juz VIII, hal. 58, hadits no. 6956, dari Anas bin Malik.
23
HR ath-Thabarani, Al-Mu’jam al-Kabir, juz IX, hal. 257, hadits no. 10830.
Al-Hakim, Al-Mustadrak, juz II, hal.136, Al-Baihaqi, As-Sunan al-Kubra, juz III, hal.
346 dan Ad-Dailami, Al-Firdaus bi Ma’tsur al-Khithab, juz II, hal. 197 dari Abdullah
bin Abbas.
Page 12 of 14
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS al-Isrâ’/17: 32). (2)
menikahi janda ayah,
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu,
terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan
dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).” (QS an-Nisâ’/4: 22).
Dalam al-Qur`an dikemukakan bahwa ‫الفواحش‬ sebagai bentuk jama’
dari ‫فاحشة‬ itu ada yang bersifat lahir ada pula yang batin, sebagaimana
tersurat pada firman-Nya:
“Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang
nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia
tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu
yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-
adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.“ (QS al-A’râf/7: 33)
9. (atau menganiaya diri sendiri),
Sebagian ulama berpendapat bahwa ‫ُوا‬‫م‬َ‫ّل‬َ‫ظ‬‫ُم‬‫ه‬َ‫ّس‬ُ‫ف‬ْ‫ن‬َ‫أ‬ adalah dosa yang
hanya berakibat pada diri sendiri dan tidak menimbulkan kerugian pada
orang lain. Ada pula yang berpendapat sebagai dosa kecil, tidakl termasuk
dosa besar berbeda dengan ‫فاحشة‬ sebagaimana disebutkan di atas. Bila
dikaitkan dengan kalimat sebelumnya, pengertian ‫ُوا‬‫م‬َ‫ّل‬َ‫ظ‬ْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ّس‬ُ‫ف‬ْ‫ن‬َ‫أ‬ merupakan dosa
yang dilakukan, tetapi tidak terkait dengan orang lain. Nampaklah bahwa
dosa itu terdiri ‫فاحشة‬ yang berkaitan dengan orang lain, dan ‫ْم‬‫ّل‬‫ظ‬‫النفس‬ yaitu
dosa yang tidak terkait dengan orang lain. Itulah sebabnya zina, perkataan
buruk, menghina, mengumpat, menggunjing, menyakiti orang lain termasuk
‫فاحش‬‫ة‬ sedangkan minum khamr, memakan makan yang haram,
memboroskan harta, menyia-nyiakan waktu, ceroboh, masuk ke kategori ‫ْم‬‫ّل‬‫ظ‬
‫النفس‬ atau dosa menyangkut diri sendiri.
Page 13 of 14
10. (mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun
terhadap dosa-dosa mereka),
Orang yang bertakwa, atau orang yang bakal meraih maghfirah akan
segera ‫ُوا‬‫ر‬َ‫ك‬َ‫ذ‬َ‫ه‬َ‫ّل‬‫ال‬ (mereka mengingat Allah) juga dalam arti sadar akan kesalahan
yang terlanjur dilakukan, ‫ُوا‬‫ر‬َ‫ف‬ْ‫غ‬َ‫ّت‬ْ‫س‬‫َا‬‫ف‬ْ‫م‬ِ‫ه‬ِ‫ب‬‫ُو‬‫ن‬ُ‫ذ‬ِ‫ل‬ pada saat itu pula mohon ampun
pada Allah dengan bertaubat. Perlu disadari bahwa tidak ada manusia yang
bebas dari dosa, disadari ataukah tidak, kecil ataukah besar. Seorang
mukmin bukan berarti tidak pernah berbuat salah, tapi yang segera bertaubat
tatkala terlanjur melakukan kesalahan. Itulah sebabnya dalam meraih
ampunan Allah dan surga, seorang mukmin mesti memaklumi kesalahan
orang lain dengan memberi maaf, dan menyadari akan kesalahan diri sendiri
dengan segera taubat.
11. (dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain
Allah?)
Kalimat tanya seperti merupakan berita gembira bagi yang mau
bertaubat. Kalau mereka bertaubat, siapa lagi yang bakal mencurahkan
ampunan selain Allah. Ini juga merupakan jaminan dari Allah SWT yang
memiliki ampunan yang sangat luas tidak terbatas.
12. (Dan mereka tidak meneruskan
perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui),
Setelah diberi kabar gembira bahwa Allah SWT yang memiliki
ampunan yang luas, maka pada penghunjung ayat ini ditekankan syarat dan
ketentua tetap berlaku. Ampunan bakal tercurah bagi yang berbuat dosa
sebesar apa pun, apabila ْ‫م‬َ‫ل‬َ‫و‬‫ُوا‬‫ر‬ِ‫ص‬ُ‫ي‬‫َى‬‫ّل‬َ‫ع‬‫َا‬‫ّم‬‫ُوا‬‫ّل‬َ‫ع‬َ‫ف‬ mereka tidak meneriskan
perbuatannya, alias segera menghentikan kesalahan yang sudah terlanjur
dilakukan. Dengan demikian ampuan Allah Maha Luas akan diberikan
kepada orang yang bertaubat, dengan syarat dan ketentuan tidak mengulangi
lagi dosa yang pernah dilakukan. Kemudian dikunci dengan kalimat ْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫و‬
َ‫ّن‬‫ُو‬‫م‬َ‫ّل‬ْ‫ع‬َ‫ي‬ padahal mereka dalam keadaan mengetahui atau dalam keadaan
sadar.
13.
(Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang
di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya),
Inilah jaminan bagi yang berusaha keras meraih maghfirah dan
surga, maka pahalanya akan diberikan sesuai yang diinginkan. Ampunan
Allah dan surga merupakan ganjaran yang nilainya tiada terhingga.
Kenikmatan surga tidak pernah terputus atau terhenti sejenak pun.
Page 14 of 14
Kenikmatan surga bagaikan air mengalir yang tidak pernah berhenti, sebagai
َ‫م‬ْ‫ع‬ِ‫ن‬َ‫و‬ُ‫ر‬ْ‫ج‬َ‫أ‬َ‫ن‬‫ِي‬‫ّل‬ِ‫ّم‬‫َا‬‫ع‬ْ‫ل‬‫ا‬ (dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal).
E. Beberapa ‘Ibrah (Pelajaran),
Setelah membahas makna ayat-ayat al-Quran di atas, kita dapat
mengambil beberapa pelajaran, antara lain:
1. Untuk meraih maghfirah (ampunan) dan jannah (surga) diperlukan
serangkaian langkah, yaitu dengan segera melakukan segala perintah
Allah dan menjauhi segala yang dilarang olehNya. Dan, yang lebih
peting untuk diperhatikan: “Jangan suka menunda untuk beramal
shalih dalam bentuk apa pun, dan (jangan suka menunda) untuk
bertaubat dari segala bentuk kemaksiatan.
2. Luas jannah (surga) yang seluas langit dan bumi, berarti tidak bisa
diukur oleh manusia. Manusia tidak bisa mengukur berapa luas langit
dan bumi, seperti itulah luasnya surga.
3. Jannah (Surga) telah tersedia, yang diperuntukkan bagi orang yang
mau berpacu untuk meraih maghfirah (ampunan) dan bertakwa
dengan segera. Berpacu untuk meraih maghfirah (ampunan) dan
jannah (surga) adalah dengan cara meningkatkan ketakwaan”, antara
lain: “menginfakkan harta, menahan amarah, memberi maaf kepada
sesame dan bertaubat dari segala perbuatan maksiat.
4. Orang yang meraih jannah (surga) memang bukan hanya yang tidak
pernah berbuat dosa, tetapi juga bagi orang yang pernah melakukan
kesalahan baik yang berakibat pada orang lain ataupun diri sendiri,
tetapi (orang tersebut) bersedia -- dengan segera – untuk bertaubat dan
(dengan) tanpa mengulangi lagi kesalahannya.
5. Tiada manusia yang bebas dari dosa dan kesalahan. Maka janganlah
berhenti dari upaya untuk bertaubat serta membina kesadaran, serta
memaklumi kesalahan orang lain dengan cara memaafkan.
6. Dosa terdiri atas berbagai macam ada yang termasuk fâkhisyah ada
pula yang termasuk zhulmun-Nafs. Jika ingin meraih maghfirah
(ampunan) dan jannah (surga) hendaklah segera menjauhi segala
perbuatan dosa tersebut. Jika terlanjur melakukannya, segeralah
bertaubat dengan (1) menyesali kekeliruan, (2) memohon ampun
secepatnya, (3) menghentikan perbuatan yang salah, (4) mengganti
kesalahan dengan berbagai kebaikan.
7. Allah SWT Maha Pemberi maghfirah (ampunan) dan jannah (surga).
Dan untuk meraihnya harus memenuhi syarat serta ketentuan yang
berlaku. Penuhilah syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh
Allah SWT dan Rasul-Nya, kalau ingin meraih maghfirah dan jannah
(surga).
Yogyakarta, 2 Maret 2015

More Related Content

What's hot

Dzikir pagi dan petang
Dzikir pagi dan petangDzikir pagi dan petang
Dzikir pagi dan petangJuaria Muin
 
Modul Mata Pelajaran PAI SMA Kelas XI
Modul Mata Pelajaran PAI SMA Kelas XIModul Mata Pelajaran PAI SMA Kelas XI
Modul Mata Pelajaran PAI SMA Kelas XIInsan Cendikia6f
 
Ulul albab (2) 1
Ulul albab (2) 1Ulul albab (2) 1
Ulul albab (2) 1farhan207
 
Tafsir Al azhar 085 al buruuj
Tafsir Al azhar 085 al buruujTafsir Al azhar 085 al buruuj
Tafsir Al azhar 085 al buruujMuhammad Idris
 
Kelas 07 SMP Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Siswa Bab 1
Kelas 07 SMP Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Siswa Bab 1Kelas 07 SMP Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Siswa Bab 1
Kelas 07 SMP Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Siswa Bab 1sitisarahrahmania
 
Allah Mengabulkan Doa Setiap Orang
Allah Mengabulkan Doa Setiap OrangAllah Mengabulkan Doa Setiap Orang
Allah Mengabulkan Doa Setiap OrangBPPT
 
Bab 3 asmaul husna
Bab 3 asmaul husnaBab 3 asmaul husna
Bab 3 asmaul husnaIsmail Zain
 
Allah mengabulkan doa setiap orang
Allah mengabulkan doa setiap orangAllah mengabulkan doa setiap orang
Allah mengabulkan doa setiap orangHelmon Chan
 
Pacaran = kredit zina
Pacaran = kredit zinaPacaran = kredit zina
Pacaran = kredit zinaRina Hafs
 
Pagar diri dan Rumah menurut al-Quran dan al-Sunnah
Pagar diri dan Rumah menurut al-Quran dan al-SunnahPagar diri dan Rumah menurut al-Quran dan al-Sunnah
Pagar diri dan Rumah menurut al-Quran dan al-SunnahSakinah Saptu
 
Bab 3-imankepadahariakhir.
Bab 3-imankepadahariakhir.Bab 3-imankepadahariakhir.
Bab 3-imankepadahariakhir.bandongan
 
Tafsir Al azhar 078 An Naba
Tafsir Al azhar 078 An NabaTafsir Al azhar 078 An Naba
Tafsir Al azhar 078 An NabaMuhammad Idris
 
Klasifikasi orang islam 01
Klasifikasi orang islam 01Klasifikasi orang islam 01
Klasifikasi orang islam 01Muhsin Hariyanto
 
Keutamaan sayyidul istighfar
Keutamaan sayyidul istighfarKeutamaan sayyidul istighfar
Keutamaan sayyidul istighfarMuhsin Hariyanto
 

What's hot (20)

Dzikir pagi dan petang
Dzikir pagi dan petangDzikir pagi dan petang
Dzikir pagi dan petang
 
Fadilah Dzikir
Fadilah DzikirFadilah Dzikir
Fadilah Dzikir
 
Modul Mata Pelajaran PAI SMA Kelas XI
Modul Mata Pelajaran PAI SMA Kelas XIModul Mata Pelajaran PAI SMA Kelas XI
Modul Mata Pelajaran PAI SMA Kelas XI
 
128129370 agama-islam-taubat
128129370 agama-islam-taubat128129370 agama-islam-taubat
128129370 agama-islam-taubat
 
Materi at tiin
Materi at tiinMateri at tiin
Materi at tiin
 
Ulul albab (2) 1
Ulul albab (2) 1Ulul albab (2) 1
Ulul albab (2) 1
 
Tafsir Al azhar 085 al buruuj
Tafsir Al azhar 085 al buruujTafsir Al azhar 085 al buruuj
Tafsir Al azhar 085 al buruuj
 
Kelas 07 SMP Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Siswa Bab 1
Kelas 07 SMP Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Siswa Bab 1Kelas 07 SMP Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Siswa Bab 1
Kelas 07 SMP Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Siswa Bab 1
 
Allah Mengabulkan Doa Setiap Orang
Allah Mengabulkan Doa Setiap OrangAllah Mengabulkan Doa Setiap Orang
Allah Mengabulkan Doa Setiap Orang
 
Persentasi surga neraka kelompok 4
Persentasi surga neraka kelompok 4Persentasi surga neraka kelompok 4
Persentasi surga neraka kelompok 4
 
Ringkasan Materi PAI kelas 7 Bab 4 Tawadhu, Taat, Qanaah dan Sabar
Ringkasan Materi PAI kelas 7 Bab 4 Tawadhu, Taat, Qanaah dan SabarRingkasan Materi PAI kelas 7 Bab 4 Tawadhu, Taat, Qanaah dan Sabar
Ringkasan Materi PAI kelas 7 Bab 4 Tawadhu, Taat, Qanaah dan Sabar
 
Bab 3 asmaul husna
Bab 3 asmaul husnaBab 3 asmaul husna
Bab 3 asmaul husna
 
Allah mengabulkan doa setiap orang
Allah mengabulkan doa setiap orangAllah mengabulkan doa setiap orang
Allah mengabulkan doa setiap orang
 
Pacaran = kredit zina
Pacaran = kredit zinaPacaran = kredit zina
Pacaran = kredit zina
 
Pagar diri dan Rumah menurut al-Quran dan al-Sunnah
Pagar diri dan Rumah menurut al-Quran dan al-SunnahPagar diri dan Rumah menurut al-Quran dan al-Sunnah
Pagar diri dan Rumah menurut al-Quran dan al-Sunnah
 
Bab 3-imankepadahariakhir.
Bab 3-imankepadahariakhir.Bab 3-imankepadahariakhir.
Bab 3-imankepadahariakhir.
 
Tafsir Al azhar 078 An Naba
Tafsir Al azhar 078 An NabaTafsir Al azhar 078 An Naba
Tafsir Al azhar 078 An Naba
 
Klasifikasi orang islam 01
Klasifikasi orang islam 01Klasifikasi orang islam 01
Klasifikasi orang islam 01
 
Keutamaan sayyidul istighfar
Keutamaan sayyidul istighfarKeutamaan sayyidul istighfar
Keutamaan sayyidul istighfar
 
Makalah Surah At tin
Makalah Surah At tinMakalah Surah At tin
Makalah Surah At tin
 

Viewers also liked

Viewers also liked (20)

Tips menghilangkan cegukan
Tips menghilangkan cegukanTips menghilangkan cegukan
Tips menghilangkan cegukan
 
Ateis p.a system
Ateis p.a system   Ateis p.a system
Ateis p.a system
 
Brosur villa kebayoran email
Brosur villa kebayoran emailBrosur villa kebayoran email
Brosur villa kebayoran email
 
Tata surya dan jagat raya
Tata surya dan jagat rayaTata surya dan jagat raya
Tata surya dan jagat raya
 
Tajwid nun mati
Tajwid nun matiTajwid nun mati
Tajwid nun mati
 
P e n g e r t i a n A s b a b A L - N u z u
P e n g e r t i a n A s b a b A L - N u z u P e n g e r t i a n A s b a b A L - N u z u
P e n g e r t i a n A s b a b A L - N u z u
 
BIOLOGI tentang Jaringannn
BIOLOGI  tentang JaringannnBIOLOGI  tentang Jaringannn
BIOLOGI tentang Jaringannn
 
TPS 2 Rahandouna
TPS 2 RahandounaTPS 2 Rahandouna
TPS 2 Rahandouna
 
Bangun datar by maman
Bangun datar by mamanBangun datar by maman
Bangun datar by maman
 
Krisis berlanjut
Krisis berlanjutKrisis berlanjut
Krisis berlanjut
 
Tabloid Publica Pos Edisi 8
Tabloid Publica Pos Edisi 8Tabloid Publica Pos Edisi 8
Tabloid Publica Pos Edisi 8
 
Big sem 6 guru inovatif
Big sem 6 guru inovatifBig sem 6 guru inovatif
Big sem 6 guru inovatif
 
Susu kedelai 1
Susu kedelai 1Susu kedelai 1
Susu kedelai 1
 
Pptpopo
PptpopoPptpopo
Pptpopo
 
5. gejolak masa remaja
5. gejolak masa remaja5. gejolak masa remaja
5. gejolak masa remaja
 
RAHASIA BUALAN KELAHIRAN
RAHASIA BUALAN KELAHIRANRAHASIA BUALAN KELAHIRAN
RAHASIA BUALAN KELAHIRAN
 
Virus dan kanker
Virus dan kankerVirus dan kanker
Virus dan kanker
 
Bris soil clasification
Bris soil clasificationBris soil clasification
Bris soil clasification
 
Efek kabut
Efek kabutEfek kabut
Efek kabut
 
Expose pkn
Expose pknExpose pkn
Expose pkn
 

Similar to Berpacu meraih ampunan

15. Bersegera Melaksanakan Syariat.ppt
15. Bersegera Melaksanakan Syariat.ppt15. Bersegera Melaksanakan Syariat.ppt
15. Bersegera Melaksanakan Syariat.pptZaraSafa1
 
Bersegera Melaksanakan Syariat.pptx
Bersegera Melaksanakan Syariat.pptxBersegera Melaksanakan Syariat.pptx
Bersegera Melaksanakan Syariat.pptxBudiPrasetyo203326
 
Surga dan neraka 2
Surga dan neraka 2Surga dan neraka 2
Surga dan neraka 2rexydwiakbar
 
Keajaibanistighfar 120913210030-phpapp01
Keajaibanistighfar 120913210030-phpapp01Keajaibanistighfar 120913210030-phpapp01
Keajaibanistighfar 120913210030-phpapp01jefri_rofik
 
Keajaiban istighfar
Keajaiban istighfarKeajaiban istighfar
Keajaiban istighfarPoe Poengs
 
Al qur’an hadist kelas 5 semester 1
Al qur’an hadist kelas 5 semester 1Al qur’an hadist kelas 5 semester 1
Al qur’an hadist kelas 5 semester 12412199
 
4 golongan manusia yang dirindukan syurga
4 golongan manusia yang dirindukan syurga4 golongan manusia yang dirindukan syurga
4 golongan manusia yang dirindukan syurgaJajat Sudrajat
 
Rahasia dan Makna Surat As-Sajdah
Rahasia dan Makna Surat As-SajdahRahasia dan Makna Surat As-Sajdah
Rahasia dan Makna Surat As-SajdahMirza Syah
 
Ta'lim Pengurus RPDC - Ma'rifatillah (Urgensi dan Jalannya) online
Ta'lim Pengurus RPDC - Ma'rifatillah (Urgensi dan Jalannya) onlineTa'lim Pengurus RPDC - Ma'rifatillah (Urgensi dan Jalannya) online
Ta'lim Pengurus RPDC - Ma'rifatillah (Urgensi dan Jalannya) onlineRadio Pengajian
 
BAB III MATERI IMAN KEPADA HARI AKHIR
BAB III MATERI IMAN KEPADA HARI AKHIRBAB III MATERI IMAN KEPADA HARI AKHIR
BAB III MATERI IMAN KEPADA HARI AKHIREvaariva
 
Akhirat (surga dan neraka)
Akhirat (surga dan neraka)Akhirat (surga dan neraka)
Akhirat (surga dan neraka)Chi'onk Pemimpin
 
Makalah tentang taubat nasuha(pdf)
Makalah tentang taubat nasuha(pdf)Makalah tentang taubat nasuha(pdf)
Makalah tentang taubat nasuha(pdf)amienm92
 
Manasik-Umrah.9233839.powerpoint.pptx
Manasik-Umrah.9233839.powerpoint.pptxManasik-Umrah.9233839.powerpoint.pptx
Manasik-Umrah.9233839.powerpoint.pptxAsholatuMiRajulMukmi
 

Similar to Berpacu meraih ampunan (20)

15. Bersegera Melaksanakan Syariat.ppt
15. Bersegera Melaksanakan Syariat.ppt15. Bersegera Melaksanakan Syariat.ppt
15. Bersegera Melaksanakan Syariat.ppt
 
Bersegera Melaksanakan Syariat.pptx
Bersegera Melaksanakan Syariat.pptxBersegera Melaksanakan Syariat.pptx
Bersegera Melaksanakan Syariat.pptx
 
Surga dan neraka 2
Surga dan neraka 2Surga dan neraka 2
Surga dan neraka 2
 
Keajaibanistighfar 120913210030-phpapp01
Keajaibanistighfar 120913210030-phpapp01Keajaibanistighfar 120913210030-phpapp01
Keajaibanistighfar 120913210030-phpapp01
 
Keajaiban istighfar
Keajaiban istighfarKeajaiban istighfar
Keajaiban istighfar
 
Al qur’an hadist kelas 5 semester 1
Al qur’an hadist kelas 5 semester 1Al qur’an hadist kelas 5 semester 1
Al qur’an hadist kelas 5 semester 1
 
4 golongan manusia yang dirindukan syurga
4 golongan manusia yang dirindukan syurga4 golongan manusia yang dirindukan syurga
4 golongan manusia yang dirindukan syurga
 
Rahasia dan Makna Surat As-Sajdah
Rahasia dan Makna Surat As-SajdahRahasia dan Makna Surat As-Sajdah
Rahasia dan Makna Surat As-Sajdah
 
Dzikir dan doa
Dzikir dan doaDzikir dan doa
Dzikir dan doa
 
Ta'lim Pengurus RPDC - Ma'rifatillah (Urgensi dan Jalannya) online
Ta'lim Pengurus RPDC - Ma'rifatillah (Urgensi dan Jalannya) onlineTa'lim Pengurus RPDC - Ma'rifatillah (Urgensi dan Jalannya) online
Ta'lim Pengurus RPDC - Ma'rifatillah (Urgensi dan Jalannya) online
 
BAB III MATERI IMAN KEPADA HARI AKHIR
BAB III MATERI IMAN KEPADA HARI AKHIRBAB III MATERI IMAN KEPADA HARI AKHIR
BAB III MATERI IMAN KEPADA HARI AKHIR
 
Akhirat (surga dan neraka)
Akhirat (surga dan neraka)Akhirat (surga dan neraka)
Akhirat (surga dan neraka)
 
Makalah tentang taubat nasuha(pdf)
Makalah tentang taubat nasuha(pdf)Makalah tentang taubat nasuha(pdf)
Makalah tentang taubat nasuha(pdf)
 
Kateebah an ni’eem al-muqeem fi at-toreeq
Kateebah an ni’eem al-muqeem fi at-toreeqKateebah an ni’eem al-muqeem fi at-toreeq
Kateebah an ni’eem al-muqeem fi at-toreeq
 
4. QS. AL ADIYAT.ppt
4. QS. AL ADIYAT.ppt4. QS. AL ADIYAT.ppt
4. QS. AL ADIYAT.ppt
 
Maqamat dan ahwal
Maqamat dan ahwalMaqamat dan ahwal
Maqamat dan ahwal
 
Manasik-Umrah.9233839.powerpoint.pptx
Manasik-Umrah.9233839.powerpoint.pptxManasik-Umrah.9233839.powerpoint.pptx
Manasik-Umrah.9233839.powerpoint.pptx
 
Doa
DoaDoa
Doa
 
PAI_2.pptx
PAI_2.pptxPAI_2.pptx
PAI_2.pptx
 
Kepribadian ulul albab dalam Al-Quran
Kepribadian ulul albab dalam Al-QuranKepribadian ulul albab dalam Al-Quran
Kepribadian ulul albab dalam Al-Quran
 

More from Muhsin Hariyanto

Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahMuhsin Hariyanto
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Muhsin Hariyanto
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanMuhsin Hariyanto
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMuhsin Hariyanto
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Muhsin Hariyanto
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabulMuhsin Hariyanto
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamMuhsin Hariyanto
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifMuhsin Hariyanto
 

More from Muhsin Hariyanto (20)

Khutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 hKhutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 h
 
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
 
Etika dalam berdoa
Etika dalam berdoaEtika dalam berdoa
Etika dalam berdoa
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul
 
Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)
 
Strategi dakwah
Strategi dakwahStrategi dakwah
Strategi dakwah
 
Sukses karena kerja keras
Sukses karena kerja kerasSukses karena kerja keras
Sukses karena kerja keras
 
Opini dul
Opini   dulOpini   dul
Opini dul
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayam
 
Tentang diri saya
Tentang diri sayaTentang diri saya
Tentang diri saya
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
 
Ketika kita gagal
Ketika kita gagalKetika kita gagal
Ketika kita gagal
 
Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!
 
Gatotkaca winisuda
Gatotkaca winisudaGatotkaca winisuda
Gatotkaca winisuda
 

Berpacu meraih ampunan

  • 1. Page 1 of 14 MATERI KAJIAN KHUSUS TIAP SENIN BAKDA MAGHRIB AKHLAQ QUR’ANI MASJID BETENG BINANGUN KADIPATEN WETAN YOGYAKARTA Tafsir QS Āli ‘Imrân/3: 133-136 Berpacu Meraih Ampunan dan Surga Allah A. Nash (Teks) Ayat al-Quran ۗ ۚ “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” QS Āli ‘Imrân/3: 133-136 B. Tafsîr al-Mufradât : Ampunan. Kata maghfirah bermakna: “ampunan dari segala macam kesalahan yang pernah dilakukan. Sehingga orang yang memeroleh maghfirah Allah adalah orang yang bersih dirinya dari
  • 2. Page 2 of 14 segala macam dosa”. : Orang-orang yang berbuat kebajikan. Al-Muhsinîn adalah (bentuk) jama’ dari isim (kata benda) muhsin. Yaitu: “orang yang telah bersedia – secara pro-aktif – untuk melaksanakan perbuatan- perbuatan (yang) baik”. : Mereka itu. Kata ulâika (mereka itu) maksudnya: “mereka yag telah bersikap pro-aktif untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan (yang) baik dan – pro-aktif – untuk meninggalkan perbuatan- perbuatan (yang) tidak baik, sebagaimana yang telah disebut dalam dua ayat sebelumnya: “bersedia untuk berinfak di kala lapang dan sempit, mampu untuk menahan amarah dan pemaaf kepada siapa pun da bertaubat (dengan taubatan nasuha)”. C. Munâsabah al-Āyât (Kaitan dengan Ayat Sebelumnya) Rangkaian ayat di atas memiliki kaitan dengan ayat sebelumnya. 1. Ayat sebelumnya menyerukan agar mukmin bertakwa dengan menjauhi riba, menjaga diri dari segala hal yang menjerumuskan ke neraka serta disiplin manaati Allah dan Rasul-Nya. Ayat berikutnya memnyeru mukmin untuk berpacu meraih ampunan Allah SWT. 2. Ayat sebelumnya memerintahkan agar mukmin bertakwa kepada Allah dan takwa pada neraka, maka pada ayat berikutnya dikemukakan tentang bagaimana cara bertakwa. 3. Ayat sebelumnya menjelaskan dosa yang masti dijauhi. Ayat berikut memberikan bimbingan tentang bagaimana cara bertaubatk kalau sudah terlanjur tergelincir pada perbuatan dosa. D. Sabab an-Nuzûl Dalam tinjauan historis, berkaiatan dengan rangkaian ayat ini, kita kita bisa memahami bahwa: 1. Dikisahkan bahwa beberapa orang menghadap Nabi Muhammad SAW dan mengatakan bahwa Bani Israil beruntung sekali di sisi Tuhan. Jika mereka berdosa, terus mengutarakannya di tempat ibadah, langsung mendapat ampunan. Bagaimana nasib kita bila berdosa? Rasulullah SAW pun terdiam, tidak lama kemudian turun ayat ini.1 2. Abdullah bin Mas’ud menerangkan bahwa seandainya Bani Israil k berbuat dosa dan berkeinginan untuk mendapat ampunan, maka cukuplah mereka menuliskan dosanya di pintu masuk. Mereka juga menuliskan tentang apa yang mereka lakukan untuk menghapusnya. Kata Abdullah bin Mas’ud, dengan menurunkan ayat ini Allah SWT berkenan untuk memberikan bimbingan kepada kita bagaimana cara bertaubat yang benar. 1 Ibn Hajar al-Asqalani, al-Îjâb Fî Bayân al-Asbâb, juz II, hal. 754.
  • 3. Page 3 of 14 D. Penjelasan 1. (Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu), Ayat ini menyerukan agar mukmin berpacu meraih ampunan dari segala dosa, dan menempuh jalan ke surga sebagai imbalan beribadah dan beramal shalih selama di dunia. Ar-Razi berpendapat, tidak ada jalan untuk meraih maghfirah selain melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala yang dilarang. Para ahli Ushul Fiqih menyimpulkan bahwa bersegera meraih ampunan itu hukumnya wajib, karena tidak ada perintah secara paksa selain wajib segera dipenuhi. Setelah ayat sebelumnya memerintah agar pandai menjaga diri dari hal-hal yang menjerumuskan ke neraka, maka pada ayat ini diserukan agar memburu maghfirah dan surga. Dengan demikian jalan menuju keselamatan abadi adalah menjauhi segala yang dilarang dan menaati segala yang diperintahkan. Ar-Razi mengutip beberapa pendapat dengan cara apa bersegera meih maghfirah dan surga itu; (a) menurut Abdullah bin Abbas, maghfirah dan surga adalah al-Islam, karena aturannya mencakup segala aspek kehidupan, (b) menurut Ali bin Abi Thalib adalah dengan memenuhi segala perintah syari’ah, (c) menurut Utsman bin Affan meraih maghfirah adalah dengan ikhlash dalam menjalankan segala ibadah, (d) menurut Abu al-Aliyah, dengan hijrah, (e) menurut adh-Dhahhak dan Muhammad bin Ishaq dengan jihad, (f) menurut Sa’id bin Jubair, mengerakan takbîr al-ihrâm untuk shalat, (g) menurut Utsman, bersegera dalam shalat lima waktu, (h) menurut Ikrimah bersegera dalam segala taat, (i) menurut al-‘Asham bersegera dalam taubat dari riba dan dosa lain, karena ayat ini masih satu rangkaian dengan ayat sebelumnya.2 Meraih ampunan dari segala dosa, dan surga sebagai pahala amal dunia, merupakan merupakan kebahagiaan yang paripurna. 2. (dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi), Surga pada ayat ini digambarkan seluas langit dan bumi. Luas langit dan bumi tidak bisa diukur oleh jangkauan manusia. Abu Muslim menandaskan bahwa ukuran langit dan bumi memberikan gambaran bahwa surga itu tidak bisa diukur oleh jangkauan manusia. Luasnya tidak terbatas, nikmatnya tiada terhingga. Raja Heraklius menanggapi ayat ini dengan mengirim surat isinya bertanya: ‫ِي‬‫ن‬َ‫ت‬ْ‫و‬َ‫ع‬َ‫د‬‫َى‬‫ل‬ِ‫إ‬ٍ‫ة‬َ‫ن‬َ‫ج‬‫َا‬‫ه‬ُ‫ض‬ْ‫ر‬َ‫ع‬ُ‫ت‬‫َا‬‫و‬َ‫م‬َ‫ّس‬‫ال‬ُ‫ض‬ْ‫ر‬َ‫أ‬ْ‫ل‬‫َا‬‫و‬َ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫أ‬َ‫ف‬ُ‫ر‬‫َا‬‫ن‬‫ال‬ anda mengajakku untuk menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi, lalu kalau begitu di mana neraka? Rasulullah SAW menjawab: ‫َا‬‫ذ‬ِ‫إ‬َ‫ء‬‫َا‬‫ج‬ُ‫ل‬ْ‫ي‬َ‫ّل‬‫ل‬‫ا‬َ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫أ‬َ‫ف‬ ُ‫ر‬‫َا‬‫ه‬َ‫ن‬‫ال‬ kalau waktu malam tiba, lalu kemana perginya siang?3 2 Fahruddin ar-Râzi, Mafâtîh al-Ghaib, juz IV, hal. 115. 3 Musnad Ahmad dari Sa’id bin Abi Rasyid, Musnad Ahmad ibn Hanbal, juz IV, juz 74, hadits no.16739.
  • 4. Page 4 of 14 Soal jawab tersebut kelihatan sekali ketinggian isi dialognya. Rasulullah SAW tahu bahwa pertanyaan Heraklius itu hanya menguji, maka dijawab dengan pertanyaan yang mengtes pula. Ditanya tentang letaknya neraka, karena surga seluas langit dan bumi, bagaikan pertanyaan tentang di mana letaknya siang tatkala malam tiba? Bukankah siang dan malam itu tidak sama? Oleh karena itu tak perlu timbul tanda Tanya tentang luasnya surga yang melebihi langit dan bumi. Surga berada bukan di langit atau di bumi. Menurut ar-Razi, terdapat beberapa masalah tentang pengertian bahwa surga seluas langit dan bumi itu yang patut disoroti antara lain: (1) bumi diciptakan Allah SWT berlapis-lapis, juga langit yang luasnya tidak terjangkau manusia. Perumpamaan ini mengisyaratkan bahwa ;uas surgaa seluas berbagai bumi, dan berbagai langit, maka tidak diketahui selebar apa luasnya. Hanya Allah SWT yang tahu. (2) Apa yang disebut surga seluas langit dan bumi itu adalah untuk satu orang. Tegasnya setiap penghuni surga menguasai seluruh kawasan surga, dan tidak ada yang membatasinya. Setiap penghuni surga merasakan berkuasa atas seluruh surga. (3) menurut Abu Muslim, perumpamaan surga seluas langit dan bumi ini menggunakan istilah perniagaan. Dengan kata lain surga itu yang diberikan kepada muttaqin senilai harga seluas langit dan bumi. Siapa pun tidak akan memapu membeli surga dengan nilai transaksi duniawi. (4) Luas surga itu tidak terbatas, tapi supaya ada banyangan di masyarakat awam, maka digambarkan seperti luasnya langit dan bumi. Manusia membayangkan luasnya bumi saja tidak akan yang bisa menjangkau apalagi ditambah dengan tujuh langit.4 3. (yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa), Perkataan ْ‫ت‬َ‫ّد‬ِ‫ع‬ُ‫أ‬ menggunakan kata kerja lampau memberi isyarat (a) kepastian bahwa surga itu benar-benar disedikan untuk orang yang bertakwa, (b) surga telah tersedia sejak diciptakan langit dan bumi. Surga yang luas itu sudah disediakan bagi orang yang bertakwa. Kalimat ini juga memberi isyarat bahwa untuk mencapai maghfirah dan surga, mesti menempuh jalan takwa, mesti menjadi muttaqîn, serta segera meraih maghfirah. Perhatikan hadits berikut: 4 Lihat: Fakhruddin ar-Razi, Mafâtîh al-Ghaib, juz IX, hal. 366-368.
  • 5. Page 5 of 14 Dari Jabir bin Abd Allah diriwayatkan bahwa Rasul SAW pernah khuthbah yang menyerukan: Wahai manusia, taubatlah kepada Allah semelum mati. Bersegeralah amal shalih sebelum disibukkan. Jalinlah hubungan baik antaramu dan Tuhanmu dengan dzikir dan banyak bersedekah, baik di kala rahasia ataupun terang-terangan, nisaya kamu mendapat rejeki, mendapat pertolongan dan diberi kecukupan.5 Al-Baidhawi menyimpulkan bahwa kalimat ْ‫ت‬َ‫ّد‬ِ‫ع‬ُ‫أ‬َ‫ن‬‫ِي‬‫ق‬َ‫ّت‬ُ‫م‬ْ‫ّل‬ِ‫ل‬ menjadi dalil bahwa surga itu telah diciptakan Allah SWT, yang letaknya di luar alam ini. 4. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit), Menurut Abu al-Su’ud, awal ayat ini bisa berfungsi sebegai penjelas dari al-Muttaqin, menerangkan sifat orang yang bertakwa yang mendapat jaminan surga.6 Namun bisa juga sebagai awal pembicaraan sifat orang yang disebutkan pada kelanjutannya. Orang yang bertakwa memiliki sifat yang baik, bukan hanya terhadap Allah SWT dengan banyak beribadah ritual, tapi juga dalam sosial, bukan hanya ibadah badani tapi juga dengan harta. Dalam ayat ini ditegaskan bahwa mereka berinfak di jalan Allah, baik di kala sempit maupun luas, di kala suka maupun duka. Al-Baidlawi menerangkan bahwa ‫ِي‬‫ف‬َ‫ر‬َ‫ّس‬‫ال‬ِ‫ء‬‫ا‬ِ‫ء‬‫َا‬‫ر‬َ‫ّض‬‫َال‬‫و‬ mengandung arti sepanjang hayat, karena manusia tidak pernah lepas dari kedua hal antara suka dan duka, antara kelapangan dan kesempitan.7 Namun tentu saja infak yang dikeluarkan juga mengikuti kondisi, besar tatkala kaya, infak kecil tatkala kekurangan. Jangan malas infak tatkala leluasa, jangan malu infak yang kecil tatkala kekurangan. Nilai infak sangat dipengaruhi oleh keikhlasan. Adapun jumlahnya bukan ditentukan oleh berapa nominal, tapi berapa persen dari apa yang dimiliki. Dengan demikian, orang kaya maupun miskin, pasti mampu berinfak. 5. (dan orang-orang yang menahan amarahnya) Al-Kâzhimîn ialah orang yang menahan amarah tatkala melihat orang yang kurang ia senangi, padahal dia memiliki kekuasaan (kekuatan dan kesempatan) untuk memarahinya. Rasulullah SAW bersabda: 5 HR Ibnu Majah, Sunan Ibn Majah, juz I, hal. 343, hadits no. 1081 dan Al- Baihaqi, As-Sunan al-Kubrâ, juz III, hal. 171, hadits no. 5780, dari Jabir bin Abdullah. 6 Abu Su’ud, Irsyâd al-‘Aql as- Salîm Ilâ Mazâyâ al-Kitâb al-Karîm, juz I, hal. 455. 7 Al-Baidhawi, Anwâr at-Tanzîl wa Asrâr at-Ta’wîl, juz II, hal. 93.
  • 6. Page 6 of 14 “Barangsiapa yang menahan amarah, padahal dia memiliki kekuatan untuk memarahinya, maka Allah akan memanggilnya di hari kiamat sebagai pembesar makhluq sehingga dipiluhkan baginya para bidadari yang diinginkannya.8 Menurut Muhammad Nashiruddin al-Albani, kualitas hadits ini ‘hasan’.9 Jadi yang memiliki derajat tinggi itu menahan marah tatkala mampu memarahinya. Kalau menahan marah, karena tidak bisa marah, bukanlah sesuatu yang diunggulkan. Menahan amarah lebih mengarah pada pengendalian diri dalam berucap, sikap dan tindakan. Rasulullah SAW bersabda: “Orang kuat, bukanlah yang berani bertindak pada manusia hingga menjadikan orang lain takut, tetapi (orang yang kuat) adalah orang yang mampu mengendalikian dirinya tatkala marah.”10 6. (dan memaafkan [kesalahan] orang), Orang yang mampu menahan amarah belum tentu bebas dari rasa sakit hati, bahkan dendam. Mukmin yang baik, bukan hanya menahan amarah, tapi mampu memaafkan orang yang bersalah, sebagaimana mana ditegaskan pada kalimat ini. Memberi maaf paling berat pada manusia yang berdosa, adalah tatkala marah. Oleh karena itu, sifat mukmin yang baik, bukan hanya mampu menahan amarah, tapi juga memberi maaf ketika marah. Allah SWT memuji orang yang demikian sebagai manusia yang memiliki derajat tinggi, sebagaimana firmanNya: 8 HR Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, juz III, hal. 440, no.15675 dan At-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, juz IV, hal. 372, hadits no.2021, dari Anas bin Malik. 9 Al-Albani, Al-Jâmi’ ash-Shaghîr wa Ziyâdatuh, juz I, hal. 1147, hadits no. 11468. 10 HR al-Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, juz VIII, hal. 34, hadits no. 6144 dan Muslim, Shahîh Muslim, juz VIII, hal. 30, hadits no. 6809, dari Abu Hurairah.
  • 7. Page 7 of 14 “Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf.” (QS asy-Syûrâ/42: 37) Menurut al-Baidhawi, memafkan manusia utamanya pada orang yang berbuat salah, padah sebenarnya berhak untuk menghukum atau membalas kesalahannya. Bila memeafkan orang yang demikian, maka ampuan Allah akan tercurah pada mereka. Ayat ini bukan berarti melarang malawan pada yang berbuat zalim, tetapi kalau memberi maaf bisa lebih bermanfaat, maka nilainya jauh lebih baik, karena termasuk kategori sabar. Allah SWT berfirman: “Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (QS an- Nahl/16: 126) 7. (Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan), Allah SWT sangat mencintai orang yang berbuat ihsân. Kalimat ini dilertakan sebagai pengunci ayat yang menerangkan sifat manusia pada manusia. Dengan demikian ihsân itu ada yang berkaitan dengan kewajiban pada Allah ada pula yang berkaitan dengan sesama manusia. “Dari Syaddad bin Aus. Ia mengatakan: dua hal yang saya pelihara dari Rasul SAW. Beliau bersabda: Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan berlaku ihsân (baik) dalam segala hal. Jika kamu membunuh sesuatu, maka hendaklah berlaku baik ketika membunuhnya. Jika kamu menyembelih, hendaklah belaku baik ketika menyembelihnya. Tajamkanlah mata pisaumu, agar tidak terlalu menyakitkan yang disembelih.”11 11 HR Muslim dari Syaddad bin Aus, Shahîh Muslim, juz VI, hal. 73, hadits
  • 8. Page 8 of 14 Kalimat َ‫ّن‬ِ‫إ‬َ‫ه‬َ‫ّل‬‫ال‬َ‫ب‬َ‫ّت‬َ‫ك‬َ‫ّن‬‫َا‬‫ّس‬ْ‫ح‬ِ‫إ‬ْ‫ل‬‫ا‬ dalam hadits ini mengisyaratkan bahwa kita diperintah Allah SWT untuk bersikap ihsân. Sedangkan perkataan ‫َى‬‫ّل‬َ‫ع‬ ِ‫ل‬ُ‫ك‬ٍ‫ء‬ْ‫ي‬َ‫ش‬ mengandung makna bahwa ihsân itu harus diterapkan dalam segala kehidupan dan diberlakukan kepada siapa pun, baik kepada Allah SWT maupun kepada sesama makhluq-Nya. Ihsân kepada Allah SWT telah disabdakan Rasulullah SAW ketika mendapat pertanyaan dari Malaikat Jibril: “Ihsân’ ialah: menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Sekalipun engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.”12 Ihsân kepada sesama manusia diperintahkan langsung dalam berbagai ayat al-Qur`an, antara lain: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat ihsân (berlaku baikbaiklah) kepada ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS an-Nisâ’/4: 36) 8. (Dan [juga] orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji), Perkataan َ‫ن‬‫ِي‬‫ذ‬َ‫ل‬‫َا‬‫و‬ pada pangkal ayat ini menurut sebagiann ulama merupakan poko kalimat, tapi menurut yang lainnya sebagai sambungan dari ayat sebelumnya. Jika dianggap sebagai pokok kalimat berarti keterangannya yang tercantum pada QS Āli ‘Imrân/3: 136.13 Jika perkatan no. 5167. 12 HR Muslim dari Umar bin al-Khaththab, Shahîh Muslim, juz I, hal. 28, hadits no. 102. 13 Abu Su’ud, Irsyâd al-‘Aql as- Salîm Ilâ Mazâyâ al-Kitâb al-Karîm, juz II, hal.86.
  • 9. Page 9 of 14 ini difahami sebagai satu kesatuan dengan ayat sebelumnya berati sebagai keterangan َ‫ن‬‫ِي‬‫ن‬ِ‫ّس‬ْ‫ح‬ُ‫م‬ْ‫ل‬‫ا‬ (orang yang berperilaku ihsân) atau َ‫ن‬‫ِي‬‫ق‬َ‫ّت‬ُ‫م‬ْ‫ّل‬ِ‫ل‬ (yang bertakwa). Sedangkan ‫ُوا‬‫ّل‬َ‫ع‬َ‫ف‬ً‫ة‬َ‫ش‬ِ‫ح‬‫َا‬‫ف‬ mengandung arti segala perbuatan yang sangat buruk, terkadang bermakna zina.14 Ibnu ‘Asyur menerangkan bahwa ‫ُوا‬‫ّل‬َ‫ع‬َ‫ف‬ً‫ة‬َ‫ش‬ِ‫ح‬‫َا‬‫ف‬ mengandung arti antara lain (1) dosa besar seperti zina, (2) perbuatan dosa yang berdampak negatif pada orang lain, (3) perbuatan maksiat yang amat dimurkai Allah SWT.15 Rasulullah SAW bersabda: َ‫ّن‬ِ‫إ‬َ‫ه‬َ‫ّل‬‫ل‬‫ا‬ُ‫ض‬ِ‫غ‬ْ‫ب‬ُ‫ي‬َ‫ش‬ْ‫ح‬ُ‫ف‬ْ‫ل‬‫ا‬َ‫ش‬ُ‫ح‬َ‫ف‬َ‫ّت‬‫َال‬‫و‬ (sesungguhnya Allah SWT membenci keburukan dan yang mengakibatkan buruk).16 An-Nawawi (631-678H);17 berpendapat ‫َا‬‫ّم‬َ‫أ‬َ‫و‬‫ْش‬‫ح‬ُ‫ف‬ْ‫ل‬‫ا‬َ‫و‬ُ‫ه‬َ‫ف‬‫ِيح‬‫ب‬َ‫ق‬ْ‫ل‬‫ا‬ْ‫ن‬ِ‫ّم‬‫ْل‬‫و‬َ‫ق‬ْ‫ل‬‫ا‬‫ْل‬‫ع‬ِ‫ف‬ْ‫ل‬‫َا‬‫و‬ (bahwa al-fuhsy ialah kejelekan dalam perkataan maupun perbuatan). Kata al-Qadhi ‫ْل‬‫ص‬َ‫أ‬‫ْش‬‫ح‬ُ‫ف‬ْ‫ل‬‫ا‬‫َة‬‫د‬‫َا‬‫ي‬ِ‫ّز‬‫ال‬ُ‫ر‬ُ‫خ‬ْ‫ل‬‫َا‬‫و‬‫وج‬ْ‫ن‬َ‫ع‬ّ‫ّد‬َ‫ح‬ْ‫ل‬‫ا‬ arti asal dari al-fuhsy adalah melebihi, melampaui batas. Adapun َ‫ش‬ُ‫ح‬َ‫ف‬َ‫ّت‬‫ال‬ terkadang berarti orang yang berbuat kejahatan, terkadang bermakna yang berbuat kerusakan. Segala yang buruk dalam istilah Arab disebut al-fuhsy. Menurut Al-‘Asqalani (773-852 H), َ‫ش‬ْ‫ح‬ُ‫ف‬ْ‫ل‬‫ا‬ ialah ‫َة‬‫د‬‫َا‬‫ي‬ِ‫ّز‬‫ال‬‫َى‬‫ّل‬َ‫ع‬ّ‫ّد‬َ‫ح‬ْ‫ل‬‫ا‬‫ِي‬‫ف‬‫َام‬‫ّل‬َ‫ك‬ْ‫ل‬‫ا‬‫ِئ‬‫ي‬َ‫ّس‬‫ال‬ (melampaui batas kewajaran dalam kata-kata yang buruk). Sedangkan َ‫ش‬ُ‫ح‬َ‫ف‬َ‫ّت‬‫َال‬ adalah kesengajaan berbuat buruk yang mengakibatkan orang lain merasa terhina. Al-Kusymihani berpendapat bahwa َ‫ش‬ْ‫ح‬ُ‫ف‬ْ‫ل‬‫َا‬adalah ّ‫ل‬ُ‫ك‬‫َا‬‫ّم‬َ‫ج‬َ‫ر‬َ‫خ‬ْ‫ن‬َ‫ع‬‫َاره‬‫ّد‬ْ‫ق‬ِ‫ّم‬‫َى‬‫ّت‬َ‫ح‬‫َح‬‫ب‬ْ‫ق‬َ‫ّت‬ْ‫ّس‬ُ‫ي‬،‫ُل‬‫خ‬ْ‫ّد‬َ‫ي‬َ‫و‬‫ِي‬‫ف‬‫ْل‬‫و‬َ‫ق‬ْ‫ل‬‫ا‬‫ْل‬‫ع‬ِ‫ف‬ْ‫ل‬‫َا‬‫و‬ (segala yang melampaui ukuran kewajaran sehingga berakibat buruk, baik berupa perkataan ataupun tindakan). Ad-Daudi berpendapat bahhwa ‫ِش‬‫ح‬‫َا‬‫ف‬ْ‫ل‬‫ا‬ adalah ‫ِي‬‫ذ‬َ‫ل‬‫ا‬‫ُول‬‫ق‬َ‫ي‬‫ْش‬‫ح‬ُ‫ف‬ْ‫ل‬‫ا‬ yang berkata buruk, sedangkan َ‫ش‬ُ‫ح‬َ‫ف‬َ‫ّت‬‫ال‬ adalah ‫ِل‬‫م‬ْ‫ع‬َ‫ّت‬ْ‫ّس‬َ‫ي‬‫ْش‬‫ح‬ُ‫ف‬ْ‫ل‬‫ا‬‫ِك‬‫ح‬ْ‫ّض‬ُ‫ي‬ِ‫ل‬‫َاس‬‫ن‬‫ال‬ (berkata buruk atau jorok supaya orang lain tertawa).18 Pendapat semacam ini dikutip pula oleh Abu Thayyib,19 Al-Mubarakfuri, (1283-1353 H.) yang berkomentar: : (Diterangkan dalam kitab al-Nihâyah bahwa al-fuhsy intu mencakup segala sesuatu yang amat buruk berupa dosa dan kema’siatan. Namun istilah tersebut sering digunakan untuyk perbuatan zina. Yang jelas segala yang buruk, baik perkataan 14 Al-Baidhawi, Anwâr at-Tanzîl wa Asrâr at-Ta’wîl, juz II hal. 93. 15 Ibnu ‘Asyur, At-Tahrîr wa at-Tanwîr, juz IV, hal. 91. 16 HR Ahmad bin Hanbal dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, Musnad Ahmad ibn Hanbal, juz II, hal.199, hadits 6872. 17 An-Nawawi, Syarh an-Nawâwi ‘Alâ Shahîh Muslim, juz XV, hal. 78. 18 Ibn Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bâriy, juz VI, hal. 575 dan juz X, hal. 473. 19 Abu Tahyyib Muhammad Syamsul Haq al-‘Azhîm Ābadiy, ‘Aun al- Ma’bud Syahr Sunan Abî Dâwud, juz XII, hal. 104.
  • 10. Page 10 of 14 maupun perbuatan termasuk al-fuhsy. Dalam kamus sering diistilahkan pada perbuatan zina dan pada segala yang sangat buruk dan segala yang dilarang Allah SWT).20 Istilah al-fuhsy dan al-tafahhusy digunakan untuk perkataan buruk, sebagaimana dalam hadits berikut: “Diriwayatkan dari Aisyah: seorang yahudi datang kepada Rasul SAW, dengan mengatakan ُ‫م‬‫َا‬‫ّس‬‫ال‬َ‫ك‬ْ‫ي‬َ‫ّل‬َ‫ع‬‫َا‬‫ي‬‫َا‬‫ب‬َ‫أ‬ِ‫م‬ِ‫س‬‫َا‬‫ق‬ْ‫ل‬‫ا‬ (mampuslah kau abu al-Qasim). Kemudian Aisyah mengatakan ُ‫م‬ُ‫ك‬ْ‫ي‬َ‫ّل‬َ‫ع‬َ‫و‬ُ‫م‬‫َا‬‫ّس‬‫ال‬ُ‫ة‬َ‫ن‬ْ‫ع‬َ‫ّل‬‫َال‬‫و‬ (mampuslah kamu dan terkutuk!). Rasul SAW bersabda: :” ‫َا‬‫ي‬،ُ‫ة‬َ‫ش‬ِ‫ئ‬‫َا‬‫ع‬َ‫ّن‬ِ‫إ‬َ‫ه‬َ‫ّل‬‫ال‬‫ال‬ُ‫ب‬ِ‫ح‬ُ‫ي‬َ‫ش‬ْ‫ح‬ُ‫ف‬ْ‫ل‬‫ا‬‫َال‬‫و‬َ‫ش‬ُ‫ح‬َ‫ف‬َ‫ّت‬‫ال‬ (wahai Aisyah, Allah tidak mencintai al-fuhsy, tidak pula mencintai at-tafahhusy. Aisyah berkata: bukankah dia mengatakan ُ‫م‬‫َا‬‫ّس‬‫ال‬‫َ؟‬‫ك‬ْ‫ي‬َ‫ّل‬َ‫ع‬ ? Rasul bersabda bukankah sudah aku katakan kepadanya ْ‫م‬ُ‫ك‬ْ‫ي‬َ‫ّل‬َ‫ع‬َ‫و‬?. tidak lama kemudian turunlah ayat ْ‫م‬َ‫ل‬َ‫أ‬َ‫ر‬َ‫ت‬َ‫ل‬ِ‫إ‬‫ى‬َ‫ن‬‫ِي‬‫ذ‬َ‫ل‬‫ا‬‫ُوا‬‫ه‬ُ‫ن‬ِ‫ن‬َ‫ع‬‫َى‬‫و‬ْ‫ج‬َ‫ن‬‫ال‬َ‫م‬ُ‫ث‬َ‫ّن‬‫ُو‬‫د‬‫ُو‬‫ع‬َ‫ي‬‫َا‬‫م‬ِ‫ل‬ ‫ُوا‬‫ه‬ُ‫ن‬ُ‫ه‬ْ‫ن‬َ‫ع‬َ‫ّن‬ْ‫و‬َ‫ج‬‫َا‬‫ن‬َ‫ّت‬َ‫ي‬َ‫و‬ِ‫م‬ْ‫ث‬ِ‫إ‬ْ‫ل‬‫ِا‬‫ب‬ِ‫ّن‬‫َا‬‫و‬ْ‫ّد‬ُ‫ع‬ْ‫ل‬‫َا‬‫و‬ِ‫ة‬َ‫ي‬ِ‫ص‬ْ‫ع‬َ‫ّم‬َ‫و‬ِ‫ل‬‫ُو‬‫س‬َ‫ر‬‫ال‬‫َا‬‫ذ‬ِ‫إ‬َ‫و‬َ‫ك‬‫ُو‬‫ء‬‫َا‬‫ج‬َ‫ك‬ْ‫و‬َ‫ي‬َ‫ح‬‫َا‬‫م‬ِ‫ب‬ْ‫م‬َ‫ل‬َ‫ك‬ِ‫ي‬َ‫ح‬ُ‫ي‬ِ‫ه‬ِ‫ب‬ُ‫ه‬َ‫ّل‬‫ال‬َ‫ّن‬‫ُو‬‫ل‬‫ُو‬‫ق‬َ‫ي‬َ‫و‬‫ِي‬‫ف‬ ْ‫م‬ِ‫ه‬ِ‫ّس‬ُ‫ف‬ْ‫ن‬َ‫أ‬‫َا‬‫ل‬ْ‫و‬َ‫ل‬‫َا‬‫ن‬ُ‫ب‬ِ‫ذ‬َ‫ع‬ُ‫ي‬َ‫ّل‬‫ال‬ُ‫ه‬‫َا‬‫م‬ِ‫ب‬ُ‫ل‬‫ُو‬‫ق‬َ‫ن‬ْ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ب‬ْ‫ّس‬َ‫ح‬ُ‫م‬َ‫ن‬َ‫ه‬َ‫ج‬‫َا‬‫ه‬َ‫ن‬ْ‫و‬َ‫ّل‬ْ‫ص‬َ‫ي‬َ‫س‬ْ‫ئ‬ِ‫ب‬َ‫ف‬ُ‫ر‬‫ِي‬‫ص‬َ‫م‬ْ‫ل‬‫ا‬ Apakah tiada kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali (mengerjakan) larangan itu dan mereka mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu. Dan mereka mengatakan pada diri mereka sendiri: “Mengapa Allah tiada menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu?” Cukuplah bagi mereka neraka Jahannam yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembal. (QS al-Mujâdilah/58: 8).”21 Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa ‫الفحش‬ – ‫الّتفحش‬–‫الفاحشة‬ mencakup (1) ucapan buruk, seperti: mengutuk, 20 Muhammad ‘Abd ar-Rahmân ibn ‘Abd ar-Rahîm al-Mubârakfûriy Abû l al-‘Alâ, Tuhfah al-Ahwadziy bi Syarh Jâmi’ at-Tirmidziy, juz VI, hal. 94. 21 HR Muslim dari ‘Aisyha r.a., Shahîh Muslim, juz VII, hal. 4 dan 5, hadits no. 5786 dan 5788.
  • 11. Page 11 of 14 mencerca, mencela, menghina; (2) tindakan atau perbuatan buruk, seperti: zina. Seperti telah diungkapkan di atas, arti dari al-fuhsy dan at-tafahhusy itu antara lain perkataan kotor, ungkapan menyakitkan, sesuatu yang membawa akibat buruk dan terkadang bermakna zina. Bila semua yang buruk-buruk itu telah dianggap biasa di masyarakat maka kehancuran akan segera tiba. Dalam hadits lain disebutkan bahwa perzinaan merajalela merupakan pertanda mendekati kehancuran. Rasulullah SAW bersabda: “Di antara pertanda mendekati saat (kiamat/kehancuran) adalah ilmu telah diangkat, kebodohan merajalela, banyaknya yang minum khamr, dan tersebarnya perzinaan).”22 Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah merajalela perzinaan pada mereka, kecuali kematian melanda mereka.” 23 Ada juga ulama yang membedakan antara pengertian ‫الفحش‬ dengan َ‫ف‬‫ال‬‫َة‬‫ش‬ِ‫ح‬‫ا‬ . Istilah ‫ُحش‬‫ف‬‫ال‬ bermakna umum mencakup segala keburukan, baik perkataan, sikap, maupun tindakan, baik yang bobotnya ringan maupun berat. Sedangkan ‫َة‬‫ش‬ِ‫ح‬‫َا‬‫ف‬‫ال‬ lebih banyak digunakan pada perbuatan yang sangat buruk seperti: (1) zina sebagaimana pada firman Allah SWT: 22 HR al-Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, juz I, hal. 30, hadits no. 80 dan Muslim, Shahîh Muslim, juz VIII, hal. 58, hadits no. 6956, dari Anas bin Malik. 23 HR ath-Thabarani, Al-Mu’jam al-Kabir, juz IX, hal. 257, hadits no. 10830. Al-Hakim, Al-Mustadrak, juz II, hal.136, Al-Baihaqi, As-Sunan al-Kubra, juz III, hal. 346 dan Ad-Dailami, Al-Firdaus bi Ma’tsur al-Khithab, juz II, hal. 197 dari Abdullah bin Abbas.
  • 12. Page 12 of 14 “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS al-Isrâ’/17: 32). (2) menikahi janda ayah, “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).” (QS an-Nisâ’/4: 22). Dalam al-Qur`an dikemukakan bahwa ‫الفواحش‬ sebagai bentuk jama’ dari ‫فاحشة‬ itu ada yang bersifat lahir ada pula yang batin, sebagaimana tersurat pada firman-Nya: “Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada- adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.“ (QS al-A’râf/7: 33) 9. (atau menganiaya diri sendiri), Sebagian ulama berpendapat bahwa ‫ُوا‬‫م‬َ‫ّل‬َ‫ظ‬‫ُم‬‫ه‬َ‫ّس‬ُ‫ف‬ْ‫ن‬َ‫أ‬ adalah dosa yang hanya berakibat pada diri sendiri dan tidak menimbulkan kerugian pada orang lain. Ada pula yang berpendapat sebagai dosa kecil, tidakl termasuk dosa besar berbeda dengan ‫فاحشة‬ sebagaimana disebutkan di atas. Bila dikaitkan dengan kalimat sebelumnya, pengertian ‫ُوا‬‫م‬َ‫ّل‬َ‫ظ‬ْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ّس‬ُ‫ف‬ْ‫ن‬َ‫أ‬ merupakan dosa yang dilakukan, tetapi tidak terkait dengan orang lain. Nampaklah bahwa dosa itu terdiri ‫فاحشة‬ yang berkaitan dengan orang lain, dan ‫ْم‬‫ّل‬‫ظ‬‫النفس‬ yaitu dosa yang tidak terkait dengan orang lain. Itulah sebabnya zina, perkataan buruk, menghina, mengumpat, menggunjing, menyakiti orang lain termasuk ‫فاحش‬‫ة‬ sedangkan minum khamr, memakan makan yang haram, memboroskan harta, menyia-nyiakan waktu, ceroboh, masuk ke kategori ‫ْم‬‫ّل‬‫ظ‬ ‫النفس‬ atau dosa menyangkut diri sendiri.
  • 13. Page 13 of 14 10. (mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka), Orang yang bertakwa, atau orang yang bakal meraih maghfirah akan segera ‫ُوا‬‫ر‬َ‫ك‬َ‫ذ‬َ‫ه‬َ‫ّل‬‫ال‬ (mereka mengingat Allah) juga dalam arti sadar akan kesalahan yang terlanjur dilakukan, ‫ُوا‬‫ر‬َ‫ف‬ْ‫غ‬َ‫ّت‬ْ‫س‬‫َا‬‫ف‬ْ‫م‬ِ‫ه‬ِ‫ب‬‫ُو‬‫ن‬ُ‫ذ‬ِ‫ل‬ pada saat itu pula mohon ampun pada Allah dengan bertaubat. Perlu disadari bahwa tidak ada manusia yang bebas dari dosa, disadari ataukah tidak, kecil ataukah besar. Seorang mukmin bukan berarti tidak pernah berbuat salah, tapi yang segera bertaubat tatkala terlanjur melakukan kesalahan. Itulah sebabnya dalam meraih ampunan Allah dan surga, seorang mukmin mesti memaklumi kesalahan orang lain dengan memberi maaf, dan menyadari akan kesalahan diri sendiri dengan segera taubat. 11. (dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah?) Kalimat tanya seperti merupakan berita gembira bagi yang mau bertaubat. Kalau mereka bertaubat, siapa lagi yang bakal mencurahkan ampunan selain Allah. Ini juga merupakan jaminan dari Allah SWT yang memiliki ampunan yang sangat luas tidak terbatas. 12. (Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui), Setelah diberi kabar gembira bahwa Allah SWT yang memiliki ampunan yang luas, maka pada penghunjung ayat ini ditekankan syarat dan ketentua tetap berlaku. Ampunan bakal tercurah bagi yang berbuat dosa sebesar apa pun, apabila ْ‫م‬َ‫ل‬َ‫و‬‫ُوا‬‫ر‬ِ‫ص‬ُ‫ي‬‫َى‬‫ّل‬َ‫ع‬‫َا‬‫ّم‬‫ُوا‬‫ّل‬َ‫ع‬َ‫ف‬ mereka tidak meneriskan perbuatannya, alias segera menghentikan kesalahan yang sudah terlanjur dilakukan. Dengan demikian ampuan Allah Maha Luas akan diberikan kepada orang yang bertaubat, dengan syarat dan ketentuan tidak mengulangi lagi dosa yang pernah dilakukan. Kemudian dikunci dengan kalimat ْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫و‬ َ‫ّن‬‫ُو‬‫م‬َ‫ّل‬ْ‫ع‬َ‫ي‬ padahal mereka dalam keadaan mengetahui atau dalam keadaan sadar. 13. (Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya), Inilah jaminan bagi yang berusaha keras meraih maghfirah dan surga, maka pahalanya akan diberikan sesuai yang diinginkan. Ampunan Allah dan surga merupakan ganjaran yang nilainya tiada terhingga. Kenikmatan surga tidak pernah terputus atau terhenti sejenak pun.
  • 14. Page 14 of 14 Kenikmatan surga bagaikan air mengalir yang tidak pernah berhenti, sebagai َ‫م‬ْ‫ع‬ِ‫ن‬َ‫و‬ُ‫ر‬ْ‫ج‬َ‫أ‬َ‫ن‬‫ِي‬‫ّل‬ِ‫ّم‬‫َا‬‫ع‬ْ‫ل‬‫ا‬ (dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal). E. Beberapa ‘Ibrah (Pelajaran), Setelah membahas makna ayat-ayat al-Quran di atas, kita dapat mengambil beberapa pelajaran, antara lain: 1. Untuk meraih maghfirah (ampunan) dan jannah (surga) diperlukan serangkaian langkah, yaitu dengan segera melakukan segala perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang olehNya. Dan, yang lebih peting untuk diperhatikan: “Jangan suka menunda untuk beramal shalih dalam bentuk apa pun, dan (jangan suka menunda) untuk bertaubat dari segala bentuk kemaksiatan. 2. Luas jannah (surga) yang seluas langit dan bumi, berarti tidak bisa diukur oleh manusia. Manusia tidak bisa mengukur berapa luas langit dan bumi, seperti itulah luasnya surga. 3. Jannah (Surga) telah tersedia, yang diperuntukkan bagi orang yang mau berpacu untuk meraih maghfirah (ampunan) dan bertakwa dengan segera. Berpacu untuk meraih maghfirah (ampunan) dan jannah (surga) adalah dengan cara meningkatkan ketakwaan”, antara lain: “menginfakkan harta, menahan amarah, memberi maaf kepada sesame dan bertaubat dari segala perbuatan maksiat. 4. Orang yang meraih jannah (surga) memang bukan hanya yang tidak pernah berbuat dosa, tetapi juga bagi orang yang pernah melakukan kesalahan baik yang berakibat pada orang lain ataupun diri sendiri, tetapi (orang tersebut) bersedia -- dengan segera – untuk bertaubat dan (dengan) tanpa mengulangi lagi kesalahannya. 5. Tiada manusia yang bebas dari dosa dan kesalahan. Maka janganlah berhenti dari upaya untuk bertaubat serta membina kesadaran, serta memaklumi kesalahan orang lain dengan cara memaafkan. 6. Dosa terdiri atas berbagai macam ada yang termasuk fâkhisyah ada pula yang termasuk zhulmun-Nafs. Jika ingin meraih maghfirah (ampunan) dan jannah (surga) hendaklah segera menjauhi segala perbuatan dosa tersebut. Jika terlanjur melakukannya, segeralah bertaubat dengan (1) menyesali kekeliruan, (2) memohon ampun secepatnya, (3) menghentikan perbuatan yang salah, (4) mengganti kesalahan dengan berbagai kebaikan. 7. Allah SWT Maha Pemberi maghfirah (ampunan) dan jannah (surga). Dan untuk meraihnya harus memenuhi syarat serta ketentuan yang berlaku. Penuhilah syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, kalau ingin meraih maghfirah dan jannah (surga). Yogyakarta, 2 Maret 2015