Hukum pidana Islam mengatur berbagai jenis tindak pidana seperti hudud, qisas, diyat, ta'zir dan kafarat. Hukuman ditentukan berdasarkan unsur-unsur kejahatan, niat pelaku, dan kondisi korban sesuai dengan ketentuan Alquran dan Sunnah. Prinsip-prinsip dasar hukum pidana Islam meliputi legalitas, keadilan, kepastian hukum, dan proporsionalitas.
2. Pengertian Hukum Pidana
Ketentuan atau hukum
yang mencakup
keharusan dan larangan
dan bagi pelanggarnya
akan dikenakan sanksi
hukuman terhadapnya.
01
. Memuat aturan-aturan
hukum yang mengikat
kepada perbuatan-
perbuatan yang
memenuhi syarat
tertentu, suatu akibat
yang berupa pidana
02
Tujaun hukum pidana
antara lain adalah untuk
memenuhi rasa keadilan,
prevensi umum dan
khusus, mendidik,
memperbaiki orang yang
melakukan kejahatan.
03
3. Pengertian Jarimah
• Jarimah: berasal dari kata jarama, yaitu berusaha ke arah melakukan perbuatan
keji dan tidak baik. jarimah yaitu suatu perbuatan jahat yang berdosa.
• Dari istilah syara’ (hukum Islam), jarimah adalah melakukan perbuatan yang
dilarang syara’ (hukum Islam) yang hukumannya ditetapkan Allah SWT dengan
hukuman hudud, qisas, ta’zir.
• Perbuatan yang dilarang / diharamkan oleh syara’ (hukum Islam) itu adalah
perbuatan yang menyangkut nyawa seseorang, anggota badan, harta benda, dan
lain-lain.
• Jarimah = jinayah = tindak pidana.
5. Hudud
• Kejahatan serius dan paling berat
hukumannya.
• Hudud adalah kejahatan yang
diancam dengan hukum had
(hukuman yang ditentukan oleh Allah
baik kualitas dan kuantitasnya Allah).
• Bentuk kejahatan
• Zina
• Qazf (menuduh orang baikbaik
berzina tanpa dapat
menghadirkan empat orang saksi
laki-laki yang memenuhi syarat)
• Sariqah (pencurian)
• Syurb Khamr (meminum
minuman keras)
• Hirabah (perampokan)
• Baghy (pemberontakan)
• Riddah (murtad)
6. Qisas / diyat
• Qisas
• Sasaran kejahatan ini adalah integritas
tubuh manusia baik sengaja atau tidak
sengaja.
• Qisas ialah memberikan perlakuan yang
sama kepada pelaku tindak pidana seperti
yang dilakukan terhadap nyawa
(pembunuhan dengan sengaja, qatl al-
’amd) korban atau terhadap tubuh
(pelukaan) korban.
• Qisas dijatuhkan terhadap pelaku tindak
pidana apabila korban atau ahli warisnya
tidak memaafkannya.
• Dasar hukum Q.s 2: 178, 179; Q.s 4: 93; Q.s
5: 45
• Diyat ialah ganti rugi yang dibayarkan pelaku tindak pidana
terhadap nyawa atau tubuh korban atau ahli warisnya;
• Diyat diberikan pelaku kepada:
1. Ahli waris korban pembunuhan dengan sengaja, qatl al-’amd,
setelah ahli waris korban memaafkan pelaku.
2. Ahli Waris korban pembunuhan menyerupai dengan sengaja,
semi sengaja, qatl al-syibh al-’amd, apabila Ahli Waris korban
tidak memaafkan Pelaku, kecuali jika mereka (keluarga si
terbunuh) membebaskan pembayaran (memaafkan).
3. Ahli Waris Pembunuhan tidak dengan sengaja, qatl al-
Khatha, apabila Ahli Waris tidak memaafkan Pelaku, kecuali
jika mereka (keluarga si terbunuh) membebaskan pembayaran
(memaafkan).
4. Korban Pelukaan.
• Dasar hukum Q.s 4: 92, 93; Q.s 5: 45
7. Kafarat
• Kafarat berarti perbuatan-
perbuatan yang dapat menghapus
dan menutupi beberapa dosa yang
ditentukan syari’ah Islam.
• Kafarat ialah denda atau kewajiban
tertentu yang wajib dilaksanakan
oleh pelaku pembunuhan tidak
dengan sengaja, atau larangan
Allah tertentu, atau melanggar
janji, yang berfungsi sosial,
mengangkat derajat kemanusiaan
dan bersifat religious/spiritul
kegamaan sebagai tanda taubat
kepada Allah dan penebus dosa.
• Kaffarat dalam tindak pidana
pembunuhan tidak dengan
sengaja menurut Al-Qur’an surat
An-Nisa ayat 92, yaitu:
• “Memerdekakan budak Muslim,
jika tidak memiliki budak Muslim,
pelaku wajib puasa dua bulan
berturut-tutut sebagai tanda
taubat kepada Allah swt.”
8. Ta’zir
Ta’zir adalah hukuman yang dikenakan
terhadap orang yang melakukan perbuatan
pidana yang tidak ditentukan dalam
hukuman hudud, qisas-diyat, dan kaffarah.
Jarimah Ta’zir dibagi tiga, yaitu:
• Jarimah hudud atau qisas yang subhat
(tidak memenuhi unsur-unsur hudud)
• Jarimah yang ditentukan al-Qur’an dan
hadis bentuknya, namun sanskinya tidak
ditentukan;
• Jarimah yang ditentukan oleh
sulthan/ulil amri/pemerintah demi
kemaslahatan umum.
9. Rukun/Unsur
Jarimah (Tindak
Pidana) menurut
hukum Islam:
Ada nash yang melarang perbuatan dan
hukuman atau ancaman hukuman
terhadapnya (rukun syar’i, unsur formil);
Adanya perbuatan pidana (jarimah)
yang dilakukan (rukun maddi, unsur
materiil); dan
Adanya pelaku jarimah (rukun adabi,
unsur moril)
10. Hak Penjatuhan Pidana dalam Islam
• Hak Allah
• Jarimah atau tindak pidana yang merupakan hak publik, seperti jarimah
hudud, adalah merupakan hak Allah, yaitu ketentuan hukuman dan
pembuktian ditentukan secara pasti (qat’i) dalam al-Quran dan Sunnah
Rasulullah SAW
• Ketentuan sebagai hak Allah tidak boleh diubah, dihapus, diperingan,
diperberat oleh manusia
• Hak Allah dan Manusia
• Jarimah hudud: qazf: terdapat hak Allah merangkap dengan hak manusia.
• Jarimah pembunuhan: terdapat hak Allah dan hak manusia.
11. Lanjutan…
• Hak sulthan
• Ta’zir merupakan hak Sulthan (the right of ruler) dan hak
sulthanah (the right of state): ketentuan berdasarkan pada
kebijaksanaan (penguasa) (discretionary penalties
12. ASAS-ASAS HUKUM PIDANA ISLAM
1. Asas Legalitas
2. Asas Larangan
Memindahkan
Kesalahan Kepada
Orang Lain
3. Asas Praduga Tak
Bersalah
4. Asas Keadilan
5. Asas Kepastian
Hukum
6. Asas Tidak
Berlaku Surut
7. Asas Manfaat 8. Asas Ekualitas
9. Asas
keseimbangan
10. Asas
Kondisional
11. Asas Taubat 12. Asas Pemaafan
13. Asas
Musyawarah
14. Asas
Perlindungan
T
erhadap Korban
15. Asas
Perlindungan
terhadap Saksi
13. 1. Asas Legalitas
-Tidak ada pelanggaran dan tidak ada
hukuman sebelum ada peraturan
perundang-undangan yang
mengaturnya secara sah
-QS Al Isra ayat 15
“Kami tidak akan mengazab sebelum
Kami mengutus seorang Rasul”
13
15. 2. Asas Larangan
Memindahkan
Kesalahan Pada
Orang Lain
• QS Al Isra ayat 15:
• Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain…
• QS An Najm ayat 38-39:
• bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain
• Seseorang manusia tidak akan memperoleh selain apa yang diusahakannya
• QS Fatir ayat 18:
• Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain
• QS Luqman ayat 33:
• Hai manusia bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutlah suatu hari yang (pada hari itu) seorang
bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat menolong bapaknya.
15
16. 16
Seseorang tidak dapat dinyatakan bersalah sebelum ada
ketentuan yang pasti tentang perbuatan ybs dan sebelum
terbukti kesalahannya
3. Asas Praduga Tidak Bersalah
Hadis tentang Ma’iz bin Malik dan Gamidiyah, mengenai perzinaan yang
dilakukan oleh mereka
-HR At Tarmizi dari ‘Aisyah ra
“Rasulullah saw bersabda “Tolaklah hukuman terhadap kaum muslimin
selama kamu bisa. Maka jika ada jalan keluar, lepaskanlah dia, sebab
seorang imam itu jika keliru dalam memberikan ampunan, adalah lebih
baik daripada keliru menjatuhkan hukuman”.
-HR Ibnu Majah dari Abu Hurairah
“Rasulullah saw bersabda “Hindarilah hukuman selama kamu masih
menemukan alasan untuk menghindarinya”.
17. ASAS
PRADUGA TAK
BERSALAH
• Asas praduga tak bersalah terdapat dalam hadis
Rasulullah SAW tentang kasus zina yang
dilakukan Ma’iz Bin Malik, dan kasus zina yang
dilakukan Gamidiyah
• (Neng Djubaedah: Perzinaan Dalam Peraturan
Perundang-undangan di Indonesia Ditinjau dari
Hukum Islam, Kencana Prenada Group, Jakarta,
2010)
19. 5. Asas Kepastian Hukum
19
Ketentuan pidana diberikan melalui
Rasulullah
“… Kami tidak akan mengazab sebelum
Kami mengutus seorang Rasul”
QS Al Isra ayat 15
20. 6. Asas Tidak Berlaku Surut
QS Al Isra ayat 15
“.. Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang Rasul”
QS Al Anfal ayat 38
“Katakanlah kepada orang-orang kafir, jika mereka berhenti (dari
kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-
dosa mereka yang sudah lalu”
20
Pengecualian terhadap asas ini:
-Terhadap tindak pidana yang membahayakan à kasus
hadisul ifki (berita bohong) terhadap kesucian Siti ‘Aisyah
ra yang difitnah oleh ‘Abdullah bin Ubay
-Terhadap kasus yang menguntungkan tersangka
21. 7. Asas manfaat
21
2
DASAR HUKUM
• Al-Baqarah: 178, 179: dalam qisas atas tindak
pidana pembunuhan dengan sengaja, terdapat
hak manusia berupa hak “pemaafan” dari
keluarga korban menimbulkan diyat (ganti
rugi, tebusan, blood money) dari pelaku pidana
terhadap keluarga korban sebagai ahli waris
terkandung “asas manfaat” baik bagi ahli waris
korban maupun pelaku.
• An-Nisa: 92 tentang tindak pembunuhan tidak
dengan sengaja terkandung asas manfaat, yaitu
dengan adanya diyat.
22. 8. Asas Ekualitas
• Hukum Islam setiap
orang atau badan
hukum mempunyai
kedudukan yang sama
di depan hukum, tidak
dibedakan oleh status
sosial, ekonomi,
budaya, etnis, atau
lainnya (surah an-Nisa
ayat 58, 105, 135, al-
Hujurat ayat 13)
23. 9. Asas Keseimbangan
23
QS An Nisa ayat 92-93: Hukuman yang seimbang
Keseimbangan antara Pelaku tindak pidana dan Korban,
antara Individu dengan Masyarakat
QS Al Baqarah 178-179
Qishash -> jaminan kehidupan, karena qishash mengandung unsur
preventif, menyalurkan rasa dendam pada jalur hukum yang benar
Memaafkan -> diyat
Bentuk hukuman disesuaikan dengan jenis tindak pidana
24. 10. ASAS KONDISIONAL: ketentuan hukuman
tergantung niat, tujuan, kondisi pelaku dan korban
• Q.S. Al Baqarah: 178, 179
• Qisas dilakukan sesuai dengan jarimah yang dilakukan Pelaku
terhadap Korban.
• Keluarga (ahli waris) memaafkan Pelaku, berakibat timbulnya
kewajiban pembayaran diyat (blood money) oleh Pelaku
kepada Keluarga Korban.
25. Lanjutan…
Ketentuan hukuman tergantung niat, tujuan, kondisi pelaku dan korban:
Q.S. Al-Baqarah: 178, 179
1. Qisas dilakukan sesuai dengan jarimah yang dilakukan pelaku terhadap korban.
2. Keluarga (ahli waris) memaafkan pelaku, berakibat timbulnya kewajiban pembayaran Diyat (blood
money) oleh pelaku kepada keluarga korban.
Q.S. An-Nisa: 92: Kondisi korban pembunuhan tidak dengan sengaja:
1. Orang mukmin, hukumannya: membebaskan budak yang beriman dan membayar diyat
2. Orang yang memusuhi pelaku, padahal ia orang mukmin, hukumannya: membebaskan budak yang beriman.
3. Orang kafir yang mengadakan perjanjian (kaffir dzimmi) hukumannya: membayar diyat dan membebaskan budak
yang beriman.
Q.S. An-Nisa: 92: Kondisi Pelaku:
1. tidak sanggup melaksanakan hukuman diyat atas dirinya (setelah keluarga korban memaafkan), maka dimungkinkan
keluarga membebaskan pembayaran (sebagai sadaqah keluarga korban), yaitu mereka tidak menuntut diyat.
2. tidak sanggup memerdekakan hamba sahaya beriman, maka ia wajib berpuasa 2 bulan berturut-turut sebagai
kaffarah.
26. Lanjutan…
dalam TINDAK PIDANA ZINA
Pelaku zina telah melakukan perkawinan atau sedang
terikat dalam perkawinan (muhshan; muhshanah):
hukumannya rajam (hadis Rasulullah SAW: Ma’iz bin
Malik; Gamidiyah).
Pelaku zina belum pernah melakukan perkawinan:
hukuman cambuk 100 kali (an-Nur ayat 2).
Kondisi tubuh pelaku zina tidak memungkinkan dijatuhi
hukuman cambuk 100 kali, maka dijatuhi hukuman
dengan menggunakan dahan kurma yang bercabang 100
mayang, dipukulkan sekali pukulan (hadis Rasulullah saw
riwayat Ahmad dan Ibnu Majah dari Abu Umamah bin
Sahal dari Sa’id bin Sa’od bin ‘Ubadah).
27. 11. Asas
Taubat
Q.S. Al Baqarah: 178 mengandung Asas
Taubat, dengan adanya asas pema’afan.
Q.S. An Nisa: 92 hukuman kafarat, puasa
selama dua bulan berturut-turut merupakan
taubat kepada Allah
Hadis tentang Malik bin Maiz dan Gamidiyah
Terkait dengan hak Allah untuk kepentingan
manusia dan masyarakat.
28. 12. Asas Pemberian
Maaf/ Pemaafan
Dalam tindak pidana (pembunuhan)
terdapat hak Allah (dengan menentukan
qishash) dan hak manusia (dengan
pemaafan).
(QS Al Baqarah ayat 178 dan QS An Nisa
ayat 92-93)
28
29. 29
13. Asas Musyawarah
Tindak pidana yang dilakukan seseorang dapat dimaafkan oleh korban atau
keluarga korban disertai dengan pembayaran diyat
Jumlah diyat yang harus dibayarkan adalah didasarkan pada musyawarah,
dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi korban atau keluarga korban
QS Ali Imran ayat 159
“… Karena itu maafkanlah mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu.”
30. 14. Asas Perlindungan Terhadap Korban
- Dalam tindak pidana pembunuhan terdapat perlindungan terhadap korban dan keluarga
korban dengan hukuman qishash dan diyat (QS Al Baqarah ayat 178 – 179 dan QS An Nisa
ayat 92-93)
- Dalam pelacuran dan perkosaan, korban dilindungi dengan tidak dikenakan hukuman (QS
An Nur ayat 33)
“Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang
mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan
barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa (itu).”
30
31. Lanjutan…
• Perlindungan terhadap korban perkosaan” berdasarkan ta’zir
pada abad ke-8 & abad ke-9 M, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam
Hanbali telah berpendapat bahwa ganti rugi bagi korban
perkosaan oleh pelaku perkosaan adalah sebesar mahar misil
(Neng Dj)
• Imam Malik -> terhadap korban perkosaan mendapat ganti rugi
sebesar uang mahar (500 dirham, Imam Syafi’i) = 1.487,5 gr
perak x Rp.125.000/gr = Rp.185.937.500,-
32. 15. ASAS
PERLINDUNGAN
TERHADAP
SAKSI (1)
• Kewajiban menjadi saksi Ta’zir
• UU No.13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan
Korban Ta’zir
• Kewajiban menjadi orang yang benar-benar PENEGAK
KEADILAN, menjadi SAKSI karena Allah (i) terhadap
dirimu sendiri, (ii) ibu bapak; (iii) kaum kerabatmu, (iv)
orang kaya, miskin; (Q’4: 135); (iv) orang / kaum yang
dibenci (Q.5: 8).
• Orang yang menjadi saksi karena Allah dalam
menegakkan keadilan, tanpa membedakan orang yang
diberi kesaksian, maka SAKSI DILINDUNGI dari segala
ancaman (dosa) karena kesaksiannya, bahkan mendapat
pahala (kebaikan, penghargaan, anugerah, perlindungan
dari segala bahaya fisik dan mental) ta’zir
• Saksi adalah penegak keadilan
33. 15. ASAS PERLINDUNGAN
TERHADAP SAKSI (2)
• LARANGAN MEMUT
AR-BALIKKAN KESAKSIAN
(KETERANGAN P
ALSU) & ENGGAN (MENOLAK)
MENJADI SAKSI: HUKUMAN T
A’ZIR (pasal 242
KUHP)
1. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
karena ingin menyimpang dari kebenaran.
2. Dan jika kamu memutar-balikkan (kata-
kata) atau enggan menjadi saksi, maka
3. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mengetahui segala apa yang kamu
kerjakan.
34. SUMBER REFERENSI
• M. Daud Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum Dan T
ata Hukum Islam Di Indonesia, Rajawali, Jakarta, 2007.
• Mahmud Saedon A. Othman ,Translated By Raden Ahmad Shauki R. Hisam, An Introduction To Islamic Law Of Evidence,
The Open Press, Kuala Lumpur
.
• Ahmad Ad-da’ur: Al-ahkam Al-bayyinat, Hukum Pembuktian Dalam Islam, Pustaka Thariqul Izzah, Bogor
, 2002.
• Neng Djubaedah, Perzinaan Dalam Peraturan Perundang- Undangan Di Indonesia Ditinjau Dari Hukum Islam,
Kencana Prenada Group, Jakarta, 2010.
• Neng Djubaedah, Pornografi Dan Pornoaksi Ditinjau Dari Hukum Islam, Kencana Prenada Group, Jakarta, 2002, 2003,
2009.
• Wismar Ain Marjuki, Neng Djubaedah, Sulaikin Lubis, T
opo Santoso, Aspek (Hukum) Pidana Dalam Hukum Islam, Badan
Penerbit Fhui, Depok, 2005.