Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang akuntansi pajak penghasilan menurut PSAK 46, termasuk istilah-istilah, prinsip dasar, perbedaan temporer dan permanen, serta pengakuan aset dan liabilitas pajak tangguhan.
2. Pajak sebagai iuran wajib kepada kas negara merupakan hal yang harus
dijunjung tinggi keberlangsungannya, baik ketaatan masyarakat dalam menyetor pajak,
ataupun keakuratan perhitungan pajak itu sendiri. Pembayaran pajak di Indonesia
masuk dalam kas negara sekitar 75% dari jumlah kas yang ada. Sehingga pajak
dominan berpengaruh terhadap penusunan anggaran belanja negara. Tetapi masih
banyak masyarakat di lapisan bumi pertiwi ini yang tidak sadar akan pajak dan bahkan
memanfaatkan uang pajak untuk memperkaya diri sendiri, kelompok, dll.
Untuk menentukan laba atau pajak kena penghasilan dalam pelaporan
akuntansi, wajib pajak sering mengalami permasalahan akibat perbedaan peraturan
perpajakan dengan pernyataan standar keuangan akuntansi. Perbedaan tersebut terdiri
dari perbedaan sementara (temporary different) dan perbedaan tetap (permanent
different). Perbedaan tetap tidak boleh dimasukkan ke dalam laporan laba rugi karena
berdasar aturan perpajakan bukan merupakan penghasilan. Sedangkan perbedaan
sementara boleh diakui, sehingga harus dilakukan rekonsiliasi fiskal untuk mengetahui
laba fiskal perusahan.
PSAK 46 mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan dalam:
Mempertanggungjawabkan konsekuensi pajak pada periode berjalan dan periode
mendatang untuk hal-hal sebagai berikut: (a) Pemulihan nilai tercatat aktiva dan
pelunasan nilai tercatat kewajiban yang disajikan di dalam neraca, (b) Transaksi atau
kejadian lain dalam periode berjalan yang diakui dan disajikan didalam laporan
komersial perusahaan.
Pengakuan aktiva pajak tangguhan yang berasal dari sisa kerugian yang belum
dikompesasikan, penyajian pajak penghasilan di dalam laporan keuangan komersial
dan pengungkapan informasi yang berhubungan dengan pajak penghasilan Prinsip
Dasar Akunansi Pajak Penghasilan.
Prinsip Dasar Akuntansi Pajak Penghasilan
Akuntansi pajak penghasilan seperti diatur dalam PSAK 46 menggunakan dasar akrual,
yang mengharuskan untuk diakuinya pajak penghasilan yang kurang dibayar atau
terutang dan pajak yang lebih bayar dalam tahun berjalan.
Prinsip dasar:
Tujuan PSAK 46 adalah untuk mengatur akuntansi pajak penghasilan. Dalam
mempertanggungjawabkan konsekuensi pajak pada periode berjalan dan mendatang
yaitu pemulihan (penyelesaian) jumlah tercatat aset (liabilitas) di masa depan yang
diakui pada laporan posisi keuangan entitas. Transaksi-transaksi lain pada periode
3. kini yang diakui pada laporan keuangan entitas. Pernyataan ini juga mengatur aset
pajak tangguhan yang berasal dari rugi yang dapat dikompensasi ke tahun berikut.
Ruang Lingkup PSAK 46 yaitu, PSAK ini diterapkan untuk akuntansi pajak
penghasilan termasuk semua pajak luar negeri yang didasarkan pada laba kena
pajak. Pajak penghasilan termasuk pemotongan pajak yang terutang oleh entitas
anak, entitas asosiasi atau ventura bersama atas distribusi kepada entitas pelapor.
Pajak penghasilan tidak berlaku pada hibah pemerintah, tetapi berlaku atas
perbedaan temporer yang dapat ditimbulkan dari hibah tersebut atau kredit pajak
investasi.
Dalam PSAK 46 dikenal istilah-istilah mengenai beban pajak (penghasilan pajak),
laba akuntansi, laba kena pajak, pajak penghasilan, pajak penghasilan final, pajak
kini, perbedaan temporer.
Dasar pengenaan pajak aset adalah jumlah yang dapat dikurangkan. Dasar
pengenaan pajak liabilitas adalah jumlah tercatat liabilitas dikurangi dengan setiap
jumlah yang dapat dikurangkan untuk tujuan pajak berkenaan denganliabilitas
tersebut pada periode masa depan.
Dalam laporan keuangan konsolidasi, perbedaan temporer ditentukan dengan
membandingkan nilai tercatat aset liabilitas pada laporan keuangan konsolidasi.
Entitas menentukan dasar pengenaan pajak merujuk pada SPT masing-masing
entitas, jika entitas tidak diizinkan oleh peraturan yang berlaku untuk membuat SPT
konsolidasi. Jumlah pajak yang telah dibayar untuk periode sebelumnya melebihi
jumlah pajak yang terutang, maka selisihnya diakui sebagai aset.
Semua perbedaan temporer kena pajak diakui sebagai liabilitas pajak tanggugan,
kecuali jika timbul perbedaan temporer kena pajak berasal dari pengakuan
awal goodwill atau pada saat pengakuan awal aset atau liabilitas dari suatu transaksi
yang bukan transaksi kombinasi bisnis dan tidak mempengaruhi laba akuntansi dan
laba kena pajak. Pajak kini dan pajak tangguhan diakui sebagai penghasilan atau
beban pada laporan laba rugi, kecuali bila penghasilan berasal dari kombinasi bisnis
dan transaski yang diakui periode yang sama atau berbeda di luar laporan laba rugi.
Jumlah tambahan pokok dan denda pajak yang ditetapkan dengan Surat Ketetapan
Pajak (SKP) harus dibebankan sebagai pendapatan atau beban lain-lain pada
Laporan Laba Rugi periode berjalan, kecuali apabila diajukan keberatan dan atau
banding. Jumlah tambahan pokok pajak dan denda yang ditetapkan dengan SKP
ditangguhkan pembebanannya sepanjang memenuhi kriteria pengakuan aset.
Apabila terdapat kesalahan maka perlakuan akuntansinya mengacu pada PSAK 25.
Jumlah tambahan pokok dan denda pajak yang ditetapkan dengan Surat Ketetapan
4. Pajak (SKP) harus dibebankan sebagai pendapatan atau beban lain-lain pada
Laporan Laba Rugi periode berjalan, kecuali apabila diajukan keberatan dan atau
banding.
Atas perbedaan antara nilai tercatat menurut akuntansi dan DPP menurut pajak atas
aset dan liabilitas yang dikenai pajak final, tidak dilakukan pengakuan aset atau
liabilitas pajak tangguhan. Selisih antara jumlah PPh final yang terutang dengan
jumlah yang dibebankan sebagai pajak kini pada perhitungan laba.
Istilah-istilah dalam PSAK 46
Aset pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada
periode masa depan sebagai akibat adanya:
1. Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan
2. Akumulasi rugi pajak belum dikompensasi
3. Akumulasi kredit pajak belum dimanfaatkan, dalam hal peraturan perpajakan
mengizinkan.
4. Beban pajak (Penghasilan pajak) adalah jumlah agregat pajak kini dan pajak
tangguhan yang diperhitungkan dalam menentukan laba atau rugi pada satu
periode.
5. Laba akuntansi adalah laba atau rugi selama satu periode sebelum dikurangi
beban pajak.
6. Laba kena pajak atau laba fiskal (rugi pajak atau rugi fiskal) adalah laba (rugi)
selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh
Otoritas Pajak atas pajak penghasilan yang terutang (dilunasi).
7. Liabilitas pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terutang pada
periode masa depan sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.
8. Pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan
dan pajak ini dikenakan atas laba kena pajak entitas.
9. Pajak penghasilan final adalah pajak penghasilan yang bersifat final, yaitu bahwa
setelah pelunasannya, kewajiban pajak telah selesai dan penghasilan yang
dikenakan pajak penghasilan final tidak digabungkan dengan jenis penghasilan
lain yang terkena pajak penghasilan yang bersifat tidak final. Pajak jenis ini dapat
dikenakan terhadap jenis penghasilan, transaksi, atau usaha tertentu.
10.Pajak kini adalah jumlah pajak penghasilan yang terutang (dilunasi) atas laba
kena pajak (rugi pajak) untuk satu periode.
5. 11.Perbedaan temporer adalah perbedaan antara jumlah tercatat aset atau liabilitas
pada posisi keuangan dengan dasar pengenaan pajaknya. Perbedaan temporer
dapat berupa:
Perbedaan temporer kena pajak adalah perbedaan temporer yang menimbulkan
jumlah kena pajak dalam penghitungan laba kena pajak (rugi pajak) periode
masa depan pada saat jumlah tercatat aset atau liabilitas dipulihkan atau
diselesaikan.
Perbedaan temporer dapat dikurangkan adalah perbedaan temporer yang
menimbulkan jumlah yang dapat dikurangkan dalam penghitungan laba kena
pajak (rugi pajak) periode masa depan pada saat jumlah tercatat aset atau
liabilitas dipulihkan atau diselesaikan.
Perbedaan permanen dan perbedaan tetap dalam pajak
Perbedaan Permanen
Perbedaan permanen adalah perbedaan pengakuan pajak yang timbul
karena terjadi transaksi-transaksi pendapatan dan biaya yang diakui menurut
akuntansi komersial dan tidak diakui menurut fiskal (pajak). Dimana pengakuan
seperti hal tersebut biasanya terdapat pada kategori dibawah ini, yaitu:
Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan sedangkan menurut
ketentuan PPh bukan penghasilan. Misalnya dividen yang diterima oleh
Perseroan Terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri dari penyertaan modal
sebesar 25% atau lebih pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di
Indonesia. (Pasal 4 ayat 3 UU PPh).
Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan
menurut ketentuan PPh telah dikenakan PPh yang bersifat final. Penghasilan ini
dikenakan pajak tersendiri (final) sehingga dipisahkan (tidak perlu digabung)
dengan penghasilan lainnya dalam menghitung PPh yang terutang. Misalnya :
a) Penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek
b) Penghasilan dari hadiah undian
c) Penghasilan bunga tabungan, deposito, jasa giro dan diskonto BI
d) Penghasilan bunga/diskonto obligasi yang dijual di bursa efek
e) Penghasilan atas persewaan tanah dan bangunan
6. f) Penghasilan dari jasa konstruksi (Pengusaha Konstruksi Kecil)
g) Penghasilan WP perusahaan pelayaran dalam negeri
Menurut akuntansi komersial merupakan beban (biaya) sedangkan menurut
ketentuan PPh tidak dapat dibebankan (Pasal 9 Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2000), misalnya biaya-biaya yang menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan
karena tidak memenuhi syarat-syarat tertentu. Misalnya; daftar nominatif biaya
entertainment, daftar nominatif atas peghapusan piutang), pembagian laba dengan
nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi, dll
Beda Sementara
Beda sementara adalah perbedaan yang terjadi secara fiskal karena perbedaan
pengakuan waktu dan biaya dalam menghitung laba. adapun unsur-unsur yang menjadi
objek dalam beda sementara adalah
a) Metode Penyusutan dan atau Amortisasi
b) Metode penilaian persediaan
c) Penyisihan piutang tak tertagih
d) Rugi-laba selisih kurs
e) Kompensasi Kerugian
f) Penyisihan bonus
Pengertian Pajak Tangguhan
Pajak tangguhan pada prinsipnya merupakan dampak PPh di masa yang akan
datang yang disebabkan oleh perbedaan temporer (waktu) antara perlakuan akuntansi
dan perpajakan serta kerugian fiskal yang masih dapat dikompensasikan di masa
datang (tax loss carry forward) yang perlu disajikan dalam laporan keuangan dalam
suatu periode tertentu.
Dampak PPh di masa yang akan datang yang perlu diakui, dihitung, disajikan
dan diungkapkan dalam laporan keuangan, baik neraca maupun laba rugi. Suatu
perusahaan bisa saja membayar pajak lebih kecil saat ini, tapi sebenarnya memiliki
potensi hutang pajak yang lebih besar di masa datang. Atau sebaliknya, bisa saja
perusahaan membayar pajak lebih besar saat ini, tetapi sebenarnya memiliki potensi
hutang pajak yang lebih kecil di masa datang. Bila dampak pajak di masa datang
tersebut tidak tersaji dalam neraca dan laba rugi, maka laporan keuangan bisa saja
menyesatkan pembacanya.
7. Dasar Pengenaan Pajak
DPP aktiva adalah jumlah yang dapat dikurangkan, untuk tujuan fiskal, terhadap
setiap manfaat ekonomi(penghasilan) kena pajak yang akan diterima perusahaan pada
saat memulihkan nilai tercatat aktiva tersebut. Apabila manfaat ekonomi (penghasilan)
trsebut tidak akan dikenakan pajak maka DPP aktiva adalah sama dengan nilai tercatat
aktiva.
Metode Penangguhan dalam Pajak penghasilan
a. Deferred Method (Metode Penangguhan)
Metode ini menggunakan pendekatan laba rugi (Income Statement Approach) yang
memandang perbedaan perlakuan antara akuntansi dan perpajakan dari sudut pandang
laporan laba rugi, yaitu kapan suatu transaksi diakui dalam laporan laba rugi baik dari
segi komersial maupun fiskal. Pendekatan ini mengenal istilah perbedaan waktu dan
perbedaan permanen. Hasil hitungan dari pendekatan ini adalah pergerakan yang akan
diakui sebagai pajak tangguhan pada laporan laba rugi. Metode ini lebih menekankan
matching principle pada periode terjadinya perbedaan tersebut.
b. Asset-Liability Method (Metode Asset dan Kewajiban)
Metode ini menggunakan pendekatan neraca (Balance Sheet Approach) yang
menekankan pada kegunaan laporan keuangan dalam mengevaluasi posisi keuangan
dan memprediksikan aliran kas pada masa yang akan datang. Pendekatan neraca
memandang perbedaan perlakuan akuntansi dan perpajakan dari sudut pandang
neraca, yaitu perbedaan antara saldo buku menurut komersial dan dasar pengenaan
pajaknya. Pendekatan ini mengenal istilah perbedaan temporer dan perbedaan non
temporer.
c. Net-of-Tax Method (Metode Bersih dari Pajak)
Metode ini tidak ada pajak tangguhan yang diakui. Konsekuensi pajak atas perbedaan
temporer tidak dilaporkan secara terpisah, sebaliknya diperlakukan sebagai
penyesuaian atas nilai asset atau kewajiban tertentu dan penghasilan atau beban yang
terkait. Dalam metode ini, beban pajak yang disajikan dalam laporan laba rugi sama
dengan jumlah pajak penghasilan yang terhutang menurut SPT tahunan.
Bagaimana cara Menentukan Pajak Tangguhan
a. Pengakuan (Recognition)
Standar yang mengatur bahwa dampak PPh atas perbedaan temporer dan tax loss
carry forward (TLCF) atau kompensasi rugi harus diakui dalam laporan keuangan.
Pengakuan ini menyiratkan bahwa perusahaan pelapor akan memulihkan nilai tercatat
asset pajak tangguhan atau deferred tax asset (DTA) dan akan melunasi nilai tercatat
dalam kewajiban pajak tangguhan atau deferred tax liability (DTL) tersebut.
8. b. Pengukuran (Measurement)
Cara menghitung jumlah yang harus dibukukan dalam buku besar perusahaan. Dalam
hal ini pajak tangguhan akan dihitung dengan menggunakan tarif yang berlaku atau
efektif akan berlaku di masa yang akan datang.
c. Penyajian (Presentation)
Standar yang menentukan cara penyajian di dalam laporan keuangan, baik dalam
neraca ataupun laba rugi. Asset pajak tangguhan (DTA) atau kewajiban pajak
tangguhan (DTL) harus disajikan secara terpisah dari asset atau kewajiban pajak kini
dan disajikan dalam unsur non current dalam neraca.
d. Pengungkapan (Disclosure)
Berkaitan dengan standar informasi yang perlu diungkapkan dalam catatan atas
laporan keuangan.Misalnya unsur-unsur utama perbedaan temporer yang menimbulkan
pajak tangguhan, unsur-unsur yang dibebankan langsung ke laba ditahan, perubahan
tarif pajak dan sebagainya.
Pengakuan pada Pajak Tangguhan
Untuk Kewajiban Pajak Tangguhan (Deferred Tax Liabilities)
Pengakuan asset atau kewajiban Pajak Tangguhan didasarkan fakta bahwa adanya
kemungkinan pemulihan asset atau pelunasan kewajiban yang mengakibatkan
pembayaran pajak periode mendatang menjadi lebih kecil atau lebih besar. Tetapi,
apabila akan terjadi pembayaran pajak yang lebih besar dimasa yang akan datang,
maka berdasarkan standar akuntansi keuangan, harus diakui sebagai suatu kewajiban.
Jurnal Pengakuan Pajak Tangguhannya:
Deferred Tax Expense Rp. 120.000,00
Deferred Tax Liabilities Rp. 120.000,00
Untuk Asset Pajak Tangguhan (Deferred Tax Asset)
Dapat diakui apabila ada kemungkinan pembayaran pajak yang lebih kecil pada masa
yang akan datang, maka berdasarkan standar akuntansi keuangan, harus diakui
sebagai suatu asset. Dengan kata lain apabila kemungkinan pembayaran pajak dimasa
yang akan datang lebih kecil akan dicatat sebagai asset pajak tangguhan.
Jurnal Pengakuan Pajak Tangguhannya:
Deferred Tax Asset Rp. 120.000,00
Deferred Tax Income Rp. 120.000,00
Bagaimana Cara Mengindentifikasi Aktiva atau Kewajiban Pajak Tangguhan dan
Penghasilan atau Beban Pajak Tangguhan menggunakan Pendekatan Laba Rugi
9. a. Lihat rekonsiliasi fiskal yang sudah dibuat dan identifikasi akun-akun di laba rugi yang
termasuk dalam beda waktu, seperti:
Beban penyisihan persediaan
Beban penyisihan piutang tak tertagih
Beban penyisihan bonus
Beban penyisihan pensiun
Beban penyusutan atau dan Beban amortisasi
b.Identifikasi koreksi fiskal yang dihasilkan dari akun-akun di atas dan tentukan apakah
koreksi fiskal tersebut termasuk koreksi positif atau negatif.
c. Hitung pajak tangguhan dengan cara menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh dikali
koreksi fiskal yang dihasilkan oleh langkah di atas.
d.Tentukan DTA/DTL dengan cara merujuk pada saldo DTA/DTL tahun sebelum