2. Halaman 2 dari 13
Akuntansi Pajak Penghasilan PSAK 46
PSAK 46 adalah PSAK yang mengatur bagaimana entitas melaporan pajak penghasilan dalam laporan keuangan baik dalam
laporan posisi keuangan maupun dalam laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain. Seringkali praktisi akuntan
meremehkan keberadaan informasi pajak dalam laporan keuangan. Atau seringkali beranggapan antara administrasi perpajakan dan
akuntansi tidak memiliki kaitan.
PSAK 46 menggunakan konsep akrual dalam mengakui beban, aset dan kewajiban perpajakan. Sehingga setiap penghasilan
menurut akuntansi harus tetap diperhitungkan dampak pajak yang harus dibayarkan di masa mendatang atau telah dibayarkan pada
masa sekarang. Untuk itulah timbul istilah aset dan pajak tangguhan.
Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan lebih lanjut berikut ini, dari sumber dikumpulkan dari berbagai sumber di internet.
Jenis-jenis Pajak Perusahaan (Entitas)
Bicara masalah pajak kurang kiranya kalau tidak menyebutkan jenis-jenis pajak itu sendiri, baik pajak penghasilan, pajak
pertambahan nilai, pajak atas bea materai, pajak atas bumi dan bangunan, pajak atas barang mewah dll. Apa saja kewajiban
perpajakan bagi perusahaan? Berikut rinciannya.
1) PPh 21 atas pegawai
2) PPN atas penyerahan barang/jasa
3) Pajak Penghasilan Final (PPh 4-2)
4) Pajak Penghasilan Badan:
3. Halaman 3 dari 13
a) Penghasilan Kena Pajak = (Penghasilan Objek Pajak selain yang dinakan PPh final – Beban Yang Bisa Dikurangkan)
b) PPh terutang 1 tahun fiskal = tarif x PKP
c) Kredit Pajak = Angusran PPh 25 + PPh 22 (impor,brg mewah, bendaharwan) + PPh 23 (jasa) + PPh 24 (kredit pajak luar
negeri)
d) Pajak kurang (PPh 29) / Pajak lebih bayar (PPh 28) = PPh terutang 1 tahun fiskal – kredit Pajak
5) Yang bisa dibebankan:
a) PBB
b) Materai
c) BPHTB
d) Pajak Daerah
Seiring dengan berkembangnya dunia akuntansi dan luasnya area perpajakan yang akan dikenakan, maka PSAK juga turut
mengatur masalah perhitungan pajak. Tidak hanya hal tersebut namun dalam perkembangannya Direktorat Jendral Pajak
mengeluarkan peraturan tentang perhitungan pajak, dimana dasar pengenaan pajak khususnya pada unit bisnis mengunakan
Laporan Keuangan Fiskal, artinya laporan keuangan yang dibuat oleh unit bisnis tersebut kemudian dikoreksi berdasarkan aturan-
aturan pajak yang berlaku.
Perkembangan yang terjadi munculnya perlakuan Laporan keuangan komersial dan fiskal mengalami berbagai permasalah yang
timbul akibat perkembangan aturan dari perpajakan itu sendiri, PSAK No. 46 tentang pajak penghasilan yang memunculkan
beberapa perbedaan dalam pengakuan dan perlakuaannya, yaitu adanya beda tetap dan beda permanen dalam aturan perpajakan.
Keberadaan dua hal tersebut yang memunculkan timbulnya istilah pajak tangguhan.
4. Halaman 4 dari 13
Istilah-istilah dalam PSAK 46
Aset pajak tangguhan – merupakan jumlah pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada periode masa depan sebagai akibat
adanya:
Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan,
Akumulasi rugi pajak belum dikompensasi,
Akumulasi kredit pajak belum dimanfaatkan, dalam hal peraturan perpajakan mengizinkan.
Beban pajak (Penghasilan pajak) – merupakan jumlah agregat pajak kini dan pajak tangguhan yang diperhitungkan dalam
menentukan laba atau rugi pada satu periode.
Laba akuntansi – merupakan laba atau rugi selama satu periode sebelum dikurangi beban pajak.
Laba kena pajak atau laba fiskal (rugi pajak atau rugi fiskal) – merupakan laba (rugi) selama satu periode yang dihitung berdasarkan
peraturan yang ditetapkan oleh Otoritas Pajak atas pajak penghasilan yang terutang (dilunasi).
Liabilitas pajak tangguhan – merupakan jumlah pajak penghasilan terutang pada periode masa depan sebagai akibat adanya
perbedaan temporer kena pajak.
Pajak penghasilan – merupakan pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas laba kena
pajak entitas.
Pajak penghasilan final – merupakan pajak penghasilan yang bersifat final yang setelah pelunasannya, kewajiban pajak telah selesai
dan penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final tidak digabungkan dengan jenis penghasilan lain yang terkena pajak
penghasilan yang bersifat tidak final. Pajak jenis ini dapat dikenakan terhadap jenis penghasilan, transaksi, atau usaha tertentu.
5. Halaman 5 dari 13
Pajak kini – merupakan jumlah pajak penghasilan yang terutang (dilunasi) atas laba kena pajak (rugi pajak) untuk satu periode.
Perbedaan temporer – merupakan perbedaan antara jumlah tercatat aset atau liabilitas pada posisi keuangan dengan dasar
pengenaan pajaknya. Perbedaan temporer dapat berupa:
Perbedaan temporer kena pajak – merupakan perbedaan temporer yang menimbulkan jumlah kena pajak dalam
penghitungan laba kena pajak (rugi pajak) periode masa depan pada saat jumlah tercatat aset atau liabilitas dipulihkan atau
diselesaikan.
Perbedaan temporer dapat dikurangkan – merupakan perbedaan temporer yang menimbulkan jumlah yang dapat
dikurangkan dalam penghitungan laba kena pajak (rugi pajak) periode masa depan pada saat jumlah tercatat aset atau
liabilitas dipulihkan atau diselesaikan.
Perbedaan Permanen dan Beda Sementara dalam Pajak
Perbedaan Permanen
Perbedaan permanen adalah perbedaan pengakuan pajak yang timbul karena terjadi transaksi-transaksi pendapatan dan biaya yang
diakui menurut akuntansi komersial dan tidak diakui menurut fiskal (pajak). Dimana pengakuan seperti hal tersebut biasanya
terdapat pada kategori dibawah ini, yaitu:
1) Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan sedangkan menurut ketentuan PPh bukan penghasilan. Misalnya dividen
yang diterima oleh Perseroan Terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri dari penyertaan modal sebesar 25% atau lebih pada
badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia. (Pasal 4 ayat 3 UU PPh).
6. Halaman 6 dari 13
2) Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan PPh telah dikenakan PPh yang bersifat
final. Penghasilan ini dikenakan pajak tersendiri (final) sehingga dipisahkan (tidak perlu digabung) dengan penghasilan lainnya
dalam menghitung PPh yang terutang. Misalnya :
a) Penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek
b) Penghasilan dari hadiah undian
c) Penghasilan bunga tabungan, deposito, jasa giro dan diskonto BI
d) Penghasilan bunga/diskonto obligasi yang dijual di bursa efek
e) Penghasilan atas persewaan tanah dan bangunan
f) Penghasilan dari jasa konstruksi (Pengusaha Konstruksi Kecil)
g) Penghasilan WP perusahaan pelayaran dalam negeri
3) Menurut akuntansi komersial merupakan beban (biaya) sedangkan menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan (Pasal 9
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000), misalnya biaya-biaya yang menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan karena
tidak memenuhi syarat-syarat tertentu. Misalnya; daftar nominatif biaya entertainment, daftar nominatif atas peghapusan
piutang), pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi, dll
Beda Sementara
Beda sementara adalah perbedaan yang terjadi secara fiskal karena perbedaan pengakuan waktu dan biaya dalam menghitung
laba. adapun unsur-unsur yang menjadi objek dalam beda sementara adalah:
a) Metode Penyusutan dan atau Amortisasi
b) Metode penilaian persediaan
7. Halaman 7 dari 13
c) Penyisihan piutang tak tertagih
d) Rugi-laba selisih kurs
e) Kompensasi Kerugian
f) Penyisihan bonus
Pengertian Pajak Tangguhan
Pajak tangguhan pada prinsipnya merupakan dampak PPh di masa yang akan datang yang disebabkan oleh perbedaan temporer
(waktu) antara perlakuan akuntansi dan perpajakan serta kerugian fiskal yang masih dapat dikompensasikan di masa datang (tax
loss carry forward) yang perlu disajikan dalam laporan keuangan dalam suatu periode tertentu.
Dampak PPh di masa yang akan datang yang perlu diakui, dihitung, disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan, baik
neraca maupun laba rugi. Suatu perusahaan bisa saja membayar pajak lebih kecil saat ini, tapi sebenarnya memiliki potensi hutang
pajak yang lebih besar di masa datang. Atau sebaliknya, bisa saja perusahaan membayar pajak lebih besar saat ini, tetapi
sebenarnya memiliki potensi hutang pajak yang lebih kecil di masa datang. Bila dampak pajak di masa datang tersebut tidak tersaji
dalam neraca dan laba rugi, maka laporan keuangan bisa saja menyesatkan pembacanya.
Dasar Pengenaan Pajak
DPP aktiva adalah jumlah yang dapat dikurangkan, untuk tujuan fiskal, terhadap setiap manfaat ekonomi (penghasilan) kena pajak
yang akan diterima perusahaan pada saat memulihkan nilai tercatat aktiva tersebut. Apabila manfaat ekonomi (penghasilan) trsebut
tidak akan dikenakan pajak maka DPP aktiva adalah sama dengan nilai tercatat aktiva. Contoh :
8. Halaman 8 dari 13
Mesin nilai perolehan 100. Untuk tujuan fiskal, mesin telah disusutkan sebesar 30 dan sisa nilai buku dapat dikurangkan pada
periode mendatang. Penghasilan mendatang dari penggunaan aktiva merupakan obyek pajak. DPP aktiva tersebut adalah
70.
Piutang bunga mempunyai nilai tercatat 100. Untuk tujuan fiskal, pendapatan bunga diakui dengan dasar kas. DPP piutang
adalah nihil.
Piutang usaha mempunyai nilai tercatat 100. Pendapatan usaha terkait telah diakui untuk tujuan fiskal. DPP piutang adalah
100.
Pinjaman yang diberikan mempunyai nilai tercatat 100. Penerimaan kembali pinjaman tidak mempunyai konsekuensi pajak.
DPP pinjaman yang diberikan adalah 100.
DPP kewajiban adalah nilai tercatat kewajiban dikurangi dengan setiap jumlah yang dapat dikurangkan pada masa mendatang.
Contoh :
Nilai tercatat beban yang masih harus dibayar (accured expenses) 100. Biaya tersebut dapat dikurangkan untuk tujuan fiskal
dengan dasar kas. DPP-nya adalah nol.
Nilai tercatat pendapatan bunga diterima dimuka 100. Untuk tujuan fiskal, pendapatan bunga tersebut dikenakan pajak
dengan dasar kas. DPP-nya adalah nol.
Nilai tercatat beban masih harus dibayar (accured expense) 100. Untuk tujuan fiskal biaya tersebut telah dikurangkan. DPP-
nya adalah 100.
Nilai tercatat beban denda yang masih harus dibayar 100. Untuk tujuan fiskal, beban denda tersebut tidak dapat dikurangkan.
DPP-nya adalah 100.
9. Halaman 9 dari 13
Nilai tercatat pinjaman yang diterima 100. Pelunasan pinjaman tersebut tidak mempunyai konsekuensi pajak. DPP-nya
adalah 100.
Apabila DPP aktiva atau kewajiban tidak begitu jelas, maka DPP tersebut dapat ditentukan menurut prinsip dasar yang digunakan
dalam Pernyataan ini. Dengan beberapa pengecualian, perusahaan harus mengakui kewajiban (aktiva) pajak tangguhan apabila
pemulihan nilai tercatat aktiva atau pelunasan nilai tercatat kewajiban tersebut akan mengakibatkan pembayaran pajak pada periode
mendatang lebih besar atau lebih kecil dibandingkan dengan pembayaran pajak sebagai akibat pemulihan aktiva atau pelunasan
kewajiban yang tidak memiliki konsekuensi pajak.
Dalam laporan keuangan konsolidasi, perbedaan temporer ditentukan dengan membandingkan nilai tercatat aktiva dan kewajiban
pada laporan keuangan konsolidasi dengan DPP-nya. Berhubung peraturan perundangan perpajakan di Indonesia tidak
memperkenankan SPT konsolidasi, maka DPP aktiva dan kewajiban ditentukan dengan merujuk pada SPT masing-masing entitas.
Metode Penangguhan Pajak Penghasilan
a. Deferred Method (Metode Penangguhan)
Metode ini menggunakan pendekatan laba rugi (Income Statement Approach) yang memandang perbedaan perlakuan antara
akuntansi dan perpajakan dari sudut pandang laporan laba rugi, yaitu kapan suatu transaksi diakui dalam laporan laba rugi baik
dari segi komersial maupun fiskal. Pendekatan ini mengenal istilah perbedaan waktu dan perbedaan permanen. Hasil hitungan
dari pendekatan ini adalah pergerakan yang akan diakui sebagai pajak tangguhan pada laporan laba rugi. Metode ini lebih
menekankan matching principle pada periode terjadinya perbedaan tersebut.
10. Halaman 10 dari 13
b. Asset-Liability Method (Metode Asset dan Kewajiban)
Metode ini menggunakan pendekatan neraca (Balance Sheet Approach) yang menekankan pada kegunaan laporan keuangan
dalam mengevaluasi posisi keuangan dan memprediksikan aliran kas pada masa yang akan datang. Pendekatan neraca
memandang perbedaan perlakuan akuntansi dan perpajakan dari sudut pandang neraca, yaitu perbedaan antara saldo buku
menurut komersial dan dasar pengenaan pajaknya. Pendekatan ini mengenal istilah perbedaan temporer dan perbedaan non
temporer.
c. Net-of-Tax Method (Metode Bersih dari Pajak)
Metode ini tidak ada pajak tangguhan yang diakui. Konsekuensi pajak atas perbedaan temporer tidak dilaporkan secara terpisah,
sebaliknya diperlakukan sebagai penyesuaian atas nilai asset atau kewajiban tertentu dan penghasilan atau beban yang terkait.
Dalam metode ini, beban pajak yang disajikan dalam laporan laba rugi sama dengan jumlah pajak penghasilan yang terhutang
menurut SPT tahunan.
Cara Menentukan Pajak Tangguhan
a. Pengakuan (Recognition)
Standar yang mengatur bahwa dampak PPh atas perbedaan temporer dan tax loss carry forward (TLCF) atau kompensasi rugi
harus diakui dalam laporan keuangan. Pengakuan ini menyiratkan bahwa perusahaan pelapor akan memulihkan nilai tercatat
asset pajak tangguhan atau deferred tax asset (DTA) dan akan melunasi nilai tercatat dalam kewajiban pajak tangguhan atau
deferred tax liability (DTL) tersebut.
11. Halaman 11 dari 13
b. Pengukuran (Measurement)
Cara menghitung jumlah yang harus dibukukan dalam buku besar perusahaan. Dalam hal ini pajak tangguhan akan dihitung
dengan menggunakan tarif yang berlaku atau efektif akan berlaku di masa yang akan datang.
c. Penyajian (Presentation)
Standar yang menentukan cara penyajian di dalam laporan keuangan, baik dalam neraca ataupun laba rugi. Asset pajak
tangguhan (DTA) atau kewajiban pajak tangguhan (DTL) harus disajikan secara terpisah dari asset atau kewajiban pajak kini dan
disajikan dalam unsur non current dalam neraca.
d. Pengungkapan (Disclosure)
Berkaitan dengan standar informasi yang perlu diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.Misalnya unsur-unsur utama
perbedaan temporer yang menimbulkan pajak tangguhan, unsur-unsur yang dibebankan langsung ke laba ditahan, perubahan
tarif pajak dan sebagainya.
Pengakuan pada Pajak Tangguhan
Untuk Kewajiban Pajak Tangguhan (Deferred Tax Liabilities)
Pengakuan asset atau kewajiban Pajak Tangguhan didasarkan fakta bahwa adanya kemungkinan pemulihan asset atau pelunasan
kewajiban yang mengakibatkan pembayaran pajak periode mendatang menjadi lebih kecil atau lebih besar. Tetapi, apabila akan
terjadi pembayaran pajak yang lebih besar dimasa yang akan datang, maka berdasarkan standar akuntansi keuangan, harus diakui
sebagai suatu kewajiban.
Jurnal pengakuan pajak tangguhannya pada halaman selanjutnya.
12. Halaman 12 dari 13
Jurnal Pengakuan Pajak Tangguhan:
Deferred Tax Expense Rp. 120.000,00
Deferred Tax Liabilities Rp. 120.000,00
Untuk Asset Pajak Tangguhan (Deferred Tax Asset)
Dapat diakui apabila ada kemungkinan pembayaran pajak yang lebih kecil pada masa yang akan datang, maka berdasarkan standar
akuntansi keuangan, harus diakui sebagai suatu asset. Dengan kata lain apabila kemungkinan pembayaran pajak dimasa yang akan
datang lebih kecil akan dicatat sebagai asset pajak tangguhan.
Jurnal Pengakuan Pajak Tangguhannya:
Deferred Tax Asset Rp. 120.000,00
Deferred Tax Income Rp. 120.000,00
Cara Indentifikasi Aktiva/Kewajiban Pajak Tangguhan dan Penghasilan/Beban Pajak Tangguhan
menggunakan Pendekatan Laba Rugi
1. Lihat rekonsiliasi fiskal yang sudah dibuat dan identifikasi akun-akun di laba rugi yang termasuk dalam beda waktu, seperti:
a. Beban penyisihan persediaan,
b. Beban penyisihan piutang tak tertagih,
c. Beban penyisihan bonus,
d. Beban penyisihan pensiun,
e. Beban penyusutan atau dan Beban amortisasi.
13. Halaman 13 dari 13
2. Identifikasi koreksi fiskal yang dihasilkan dari akun-akun di atas dan tentukan apakah koreksi fiskal tersebut termasuk koreksi
positif atau negatif.
3. Hitung pajak tangguhan dengan cara menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh dikali koreksi fiskal yang dihasilkan oleh langkah di atas.
4. Tentukan DTA/DTL dengan cara merujuk pada saldo DTA/DTL tahun sebelumnya.