3. POSISI UU JPH DALAM UU CIPTAKER
Bab III: Peningkatan
Ekosistem Investasi dan
Kegiatan Berusaha
Pengaturan Perizinan Berusaha pada
Sektor
15 cakupan sektor Perizinan Berusaha,
yaitu: 1. Kelautan dan Perikanan, 2.
Pertanian, 3. Kehutanan, 4. Energi dan
Sumber Daya Mineral, 5.
Ketenaganukliran, 6. Perindustrian, 7.
Perdagangan, Metrologi Legal, Jaminan
Produk Halal, dan Standardisasi dan
Penilaian Kesesuaian, 8. Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat, 9. Transportasi,
10. Kesehatan, obat dan Makanan, 11.
Pendidikan dan Kebudayaan, 12.
Kepariwisataan, 13. Keagamaan, 14. Pos,
telekomunikasi, dan penyiaran, 15.
Pertahanan dan keamanan
Bab V: Kemudahan,
Perlindungan, dan Pemberdayaan
UMKM serta Perkoperasian
Pendaftaran bagi UMK sebagai
kemudahan perizinan tunggal yang
meliputi perizinan berusaha,
standardisasi dan sertifikasi (terkait izin
edar, jaminan produk halal, dan
pangan), dan Hak Kekayaan Intelektual.
4. MENGAPA UU
33/2014 TENTANG
JPH DIREVISI MELALUI
UU 21/2020 TENTANG
CIPTAKER ?
Mendorong percepatan
sertifikasi halal bagi aneka
produk (barang dan jasa)
untuk meningkatkan daya
saing dan nilai tambah bagi
pelaku usaha
Keberpihakan pada pelaku
usaha mikro kecil (pro UMK)
dengan menyediakan
pembiayaan gratis sertifikasi
halal dan kemudahan prosedur
sertifikasi halal
Penyederhanaan perijinan
berusaha (mudah, cepat,
meningkatkan investasi)
melalui integrasi perijinan
tunggal (One Single
Submission)
Melibatkan pemangku
kepentingan halal yang luas
meliputi kementerian, lembaga,
instansi, perguruan tinggi,
ormas dan lembaga keagamaan
Islam
5. ISU PENTING JPH DALAM UU CIPTAKER NO 11/2020 DAN PP 39/2021
Pengurusan sertifikasi halal bagi pelaku
UMK tidak dikenai biaya. Disubsidi
oleh negara (melaluiAPBN/D) atau
fasilitasi pihak lain
Kerjasama BPJPH dengan MUI dalam
fatwa penetapan kehalalan produk.
Pelaksanaan fatwa halal MUI dilaksanakan
di Propinsi maupun Kab/Kota.
21 hari (sejak pengajuan permohonan ke
BPJPH, audit di LPH, penetapan halal di
Komisi Fatwa MUI sampai terbit sertifikat
halal dari BPJPH)
Pengangkatan auditor halal oleh LPH
dengan syarat memiliki sertifikat
pelatihan dan/atau sertifikat
kompetensi yang dilaksanakan BPJPH,
PT, dan lembaga pelatihan terakreditasi
Kewajiban bersertifikat halal bagi UMK (yang
memenuhi syarat tertentu) didasarkan atas
pernyataan pelaku UMK (self declare).
BPJPH menetapkan standar-nya.
PERNYATAAN PELAKU USAHA
AUDITOR HALAL
WEWENANG MUI GRATIS ALIAS NOL
RUPIAH
WAKTU PENGURUSAN
SERTIFIKAT HALAL
Pendirian LPH dikeluarkan oleh BPJPH.
Langsung keluar status akreditasi, dilaksanakan
oleh Tim Akreditasi yang ditunjuk Menag
PENDIRIAN DAN
AKREDITASI LPH
Pendampingan PPH dilakukan oleh
Ormas/Lembaga keagamaan Islam, PT, dan
K/L/pemerintah
PERAN SERTA
MASYARAKAT
UU Ciptaker memberikan peran serta
masyarakat yang luas dalam penyelenggaraan
JPH
6. UU No. 11 Tahun
2020
PMA NO. 26
TAHUN 2019
UU No. 33 TAHUN
2014
KMA 558/2021
KMA 748/2021
PRODUK
REGULASI
JPH
PP No. 39 TAHUN
2021
PMK No.
57/PMK.05/2021
PMA NO. 12
TAHUN 2021
KEP KEPALA BPJPH
NOMOR 57 TAHUN 2021
PMA NO. 20 TAHUN
2021
KEP KEPALA BPJPH
NOMOR 141 TAHUN 2021
PERATURAN KEPALA BPJPH
NOMOR 1 TAHUN 2021
7. 7
P
R
O
D
U
K
• MASUK
• BEREDAR
• DIPERDAGANGKAN
WAJIB
BERSERTIFIKAT
HALAL
Pasal 4 UU 33/2014 tentang JPH menyebutkan:
“Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di
wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal “
Pasal 4A UU 11/2020 : Untuk Pelaku Usaha Mikro dan Kecil,
kewajiban bersertifikat halal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 didasarkan atas pernyataan pelaku usaha Mikro dan
Kecil.
Pelaku Usaha yang memproduksi Produk dari Bahan yang berasal dari
Bahan yang diharamkan dikecualikan dari mengajukan permohonan
Sertifikat Halal dan wajib mencantumkan keterangan tidak halal pada
Produk
8. KERJA SAMA DALAM PENYELENGGARAAN
JAMINAN PRODUK HALAL
LPH
K/L
MUI
8
PENETAPAN KEHALALAN
PRODUK MELALUI
SIDANG FATWA
PEMERIKSAAN DAN/ATAU
PENGUJIAN PRODUK, DILAKUKAN
OLEH AUDITOR HALAL
KERJA SAMA
LINTAS
SEKTORAL
LEADING SECTOR
PENYELENGGARAAN
JAMINAN PRODUK HALAL
9. UU 33/2014 pasal 4 “Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.”
UU 33/2014 pasal 46“Pemerintah dapat melakukan kerja sama internasional dalam bidang JPH.”
PP 39/2021 pasal 119 ayat (4) “Kerja sama internasional didasarkan atas perjanjian antar negara.”
Kerja sama dengan lembaga
halal luar negeri yang berwenang
menerbitkan Sertifikat Halal
Pengakuan
Sertifikat Halal 1) pengembangan teknologi;
2) sumber daya manusia; dan
3) sarana dan prasarana JPH.
Pengembangan JPH
BPJPH berwenang melakukan kerja sama
dengan lembaga dalam dan luar negeri di
bidang penyelenggaraan JPH
(UU 33/2014 pasal 6)
BPJPH
1) saling pengakuan; dan
2) saling keberterimaan hasil penilaian
kesesuaian
Penilaian Kesesuaian
LHLN G to G
KERJA SAMA INTERNASIONAL
11. • Barang
P
R
O
D
U
K
• Jasa
• Makanan
• Minuman
• Obat
• Kosmetik
• Produk Kimiawi
• Produk Biologi
• Produk Rekayasa Genetik
• Barang Gunaan yang
dipakai, digunakan, dan
dimanfaatkan.
• Penyembelihan
• Pengolahan
• Penyimpanan
• Pengemasan
• Pendistribusian
• Penjualan
• Penyajian
Ditetapkan masing-masing jenisnya oleh
Menteri setelah berkoordinasi dengan
kementerian terkait, Lembaga terkait, dan MUI.
Hanya yang terkait dengan makanan, minuman,
obat, atau kosmetik.
Hanya bagi barang yang berasal dan/atau
mengandung unsur hewan.
Hanya yang terkait dengan makanan,
minuman, obat, atau kosmetik.
PP 39/2021 Pasal 135
KETENTUAN BARANG DAN JASA WAJIB BERSERTIFIKAT HALAL
12. 17 Okt
2019
Obat tradisional. Obat kuasi dan suplemen
kesehatan
Obat bebas dan obat bebas terbatas
Obat keras dikecualikan psikotropika
Kosmetik, produk kimiawi dan produk rekayasa
genetik
Barang gunaan yang dipakai kategori sandang,
penutup kepala, dan aksesoris
Barang gunaan yang digunakan kategori
perbekalan Kesehatan rumah tangga, peralatan
rumah tangga, perlengkapan peribadatan bagi
umat Islam, alat tulis, dan perlengkapan kantor
Barang gunaan yang dimanfaatkan kategori alat
kesehatan kelas risiko A.
Barang gunaan yang dimanfaatkan kategori alat kesehatan kelas risiko B.
Barang gunaan yang dimanfaatkan kategori alat kesehatan kelas risiko C.
17 Okt
2020
17 Okt
2021
17 Okt
2022
17 Okt
2023
17 Okt
2024
17 Okt
2025
17 Okt
2026
17 Okt
2027
17 Okt
2028
17 Okt
2029
17 Okt
2030
17 Okt
2031
17 Okt
2032
17 Okt
2033
17 Okt
2034
Makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa
penyembelihan
PELAKSANAAN PENAHAPAN KEWAJIBAN BERSERTIFIKAT HALAL
PP 39/2021 Pasal 140
13. Produk Belum
Bersertifikat Halal Pada
17 Oktober 2019
Penahapan tidak
berlaku, bagi:
Tetap dapat masuk, beredar, dan
diperdagangkan di wilayah Indonesia selama
memiliki izin edar, izin usaha perdagangan,
dan/atau izin impor
Produk hewan yang kewajiban kehalalannya
sudah ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
sesuai peraturan perundang-undangan tentang
penahapan jenis produk yang wajib
bersertifikat halal
Produk sudah bersertifikat halal sebelum
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 berlaku
14. PENGELOMPOKAN JENIS PRODUK BARANG SESUAI KMA 748/2021
A Makanan
1. Susu dan analognya (1.1 s.d. 1.8)
2. Lemak, minyak, dan emulsi minyak (2.1 s.d. 2.5)
3. Es untuk dimakan (edible ice) termasuk sherbet dan sorbet (3.1 s.d. 3.2)
4. Buah dan sayur dengan pengolahan dan penambahan bahan tambahan pangan
(4.1 s.d. 4.3)
5. Kembang gula/permen dan cokelat (5.1 s.d. 5.5)
6. Serealia dan produk serealia yang merupakan produk turunan dari biji serealia,
akar dan umbi, kacangkacangan dan empulur dengan pengolahan dan
penambahan bahan tambahan pangan (6.1 s.d. 6.8)
7. Produk bakeri (7.1 s.d. 7.6)
8. Daging dan produk olahan daging (8.1 s.d. 8.5)
9. Ikan dan produk perikanan, termasuk moluska, krustase, dan ekinodermata
dengan pengolahan dan penambahan bahan tambahan pangan (9.1 s.d. 9.3)
15. PENGELOMPOKAN JENIS PRODUK BARANG SESUAI KMA 748/2021
Makanan
10. Telur olahan dan produk- produk telur hasil olahan (10.1 s.d. 10.4)
11. Gula dan pemanis termasuk madu (11.1 s.d. 11.6)
12. Garam, rempah, sup, saus, salad, serta produk protein (12.1 s.d. 12.9)
13. Pangan olahan untuk keperluan gizi khusus (13.1 s.d. 13.7)
14. Makanan ringan siap santap (14.1 s.d. 14.4)
15. Pangan siap saji (15.1 s.d. 15.9)
16. Penyediaan makanan dan minuman dengan pengolahan (16.1 s.d. 16.7)
17. Bahan tambahan pangan (17.1 s.d. 17.24)
18. Kelompok bahan lainnya (18.1 s.d. 18.5)
A
16. PENGELOMPOKAN JENIS PRODUK BARANG SESUAI KMA 748/2021
Minuman
1. Minuman dengan pengolahan (1.1 s.d. 1.8)
2. Kelompok bahan minuman (2.1)
Produk Kimiawi
1. Kelompok bahan penolong (1.1 s.d. 1.10)
2. Bahan kimiawi lainnya (2.1 s.d. 2.12)
Obat
1. Obat tradisional (1.1 s.d. 1.7)
2. Suplemen kesehatan (2.1 s.d. 2.2)
3. Obat kuasi (3.1)
4. Obat bebas (4.1)
5. Obat bebas terbatas (5.1)
6. Obat keras dikecualikan narkotika dan psikotropika
(6.1)
7. Bahan obat (7.1)
Produk Biologi
1. Produk biologi (1.1 s.d. 1.14)
Produk Rekayasa Genetik
1. Produk rekayasa genetik (1.1 s.d. 1.6)
Barang Gunaan
1. Sandang (1.1. s.d. 1.5)
2. Penutup kepala (2.1 s.d. 2.5)
3. Aksesoris (3.1 s.d. 3.14)
4. Perbekalan kesehatan rumah tangga (4.1 s.d. 4.8)
5. Peralatan rumah tangga (5.1 s.d. 5.11)
6. Perlengkapan peribadatan bagi umat Islam (6.1 s.d.
6.5)
7. Kemasan produk (7.1 s.d. 7.5)
8. Alat tulis dan perlengkapan kantor (8.1 s.d. 8.5)
9. Alat kesehatan (9.1 s.d. 9.17)
10. Bahan penyusun barang gunaan (10.1 s.d. 10.3)
Kosmetik
1. Kosmetika (1.1 s.d. 1.22)
B
C
D
E
F
G
H
17. PENGELOMPOKAN JENIS PRODUK JASA SESUAI KMA 748/2021
Jasa Penyembelihan
1. Jasa penyembelihan (1.1 s.d. 1.5)
Jasa Penjualan
1. Jasa penjualan (1.1. s.d. 1.4)
Jasa Pengolahan
1. Jasa pengolahan (1.1 s.d. 1.6)
Jasa Penyajian
1. Jasa penyajian (1.1 s.d. 1.5)
Jasa Penyimpanan
1. Jasa penyimpanan (1.1 s.d. 1.5)
Jasa Pengemasan
1. Jasa pengemasan (1.1 s.d. 1.2)
Jasa Pendistribusian
1. Jasa pendistribusian (1.1 s.d. 1.4)
I
J
K
O
L
M
N
18. CONTOH KODING JENIS PRODUK
“MAKANAN” YANG WAJIB
BERSERTIFIKAT HALAL
(KMA 748/2021)
MAKANAN TERMASUK PRODUK WAJIB BERSERTIFIKAT HALAL DENGAN MASA PENAHAPAN
17 OKTOBER 2019 S.D. 17 OKTOBER 2024
20. BADAN PENYELENGGARA JAMINAN PRODUK HALAL
ERA BARU PROSES SERTIFIKASI HALAL
LPH dapat dilakukan oleh
Instansi pemerintah,
Universitas atau Yayasan
Islam.
Sertifikasi Halal menganut sistem Telusur (Tracebility) dan bukan "End Product Analysis"
BPJPH
MUI LPH
PRODUSEN
Perusahaan
20
21. Permohonan Sertifikat Halal dilengkapi
dengan dokumen persyaratan:
• Data pelaku usaha;
• Nama dan jenis produk;
• Daftar produk dan bahan yang
digunakan; dan
• Pengolahan produk.
Penetapan LPH dilakukan
pertimbangan:
a. Akreditasi LPH;
b. ruang lingkup kegiatan LPH;
c. aksesibilitas LPH;
d. beban kerja LPH; dan/atau
e. kinerja LPH.
LPH menyampaikan hasil
pemeriksaan dan/atau pengujian
kehalalan produk kepada MUI
dengan tembusan kepada BPJPH,
yang memuat:
a. nama dan jenis produk;
b. Produk dan Bahan yang
digunakan;
c. PPH;
d. hasil analisis dan/atau spesifikasi
Bahan;
e. berita acara pemeriksaan; dan
f. rekomendasi.
22. (1) Auditor halal diangkat dan diberhentikan oleh LPH.
(2) Pengangkatan auditor halal oleh LPH harus memenuhi persyaratan:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. berpendidikan paling rendah sarjana strata 1 (satu) di bidang pangan, kimia, biokimia,
teknik industri, biologi, farmasi, kedokteran, tata boga, atau pertanian;
yang dimaksud sarjana strata 1 (satu) di bidang pangan meliputi sarjana pangan,
teknologi pangan, pertanian, teknologi pertanian, perikanan, peternakan, kehutanan,
kedokteran hewan, dan gizi.
d. memahami dan memiliki wawasan luas mengenai kehalalan produk menurut syariat
Islam; dan
e. mendahulukan kepentingan umat di atas kepentingan pribadi dan/atau golongan.
Persyaratan Auditor Halal Sesuai Undang-undang 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
Auditor Halal adalah orang yang memiliki kemampuan melakukan pemeriksaan
kehalalan Produk.
23. Auditor Halal bertugas:
1. memeriksa dan mengkaji bahan yang digunakan;
2. memeriksa dan mengkaji proses pengolahan produk;
3. memeriksa dan mengkaji sistem penyembelihan;
4. meneliti lokasi produk;
5. meneliti peralatan, ruang produksi, dan penyimpanan;
6. memeriksa pendistribusian dan penyajian produk;
7. memeriksa sistem jaminan halal pelaku usaha; dan
8. melaporkan hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kepada LPH.
Tugas Auditor Halal Sesuai Undang-undang 33 Tahun 2014
Tentang Jaminan Produk Halal
24. 1. Auditor halal diangkat dan diberhentikan oleh LPH.
2. Auditor halal hanya dapat diangkat dan terdaftar pada 1 (satu) LPH.
3. Pengangkatan auditor halal ditetapkan dengan keputusan pimpinan LPH
4. Untuk memperoleh sertifikat pelatihan auditor halal dan/atau sertifikat kompetensi
auditor halal, auditor halal harus mengikuti:
a. pelatihan auditor halal; dan/atau
b.sertifikasi kompetensi auditor halal
5. Pelatihan auditor halal dilaksanakan oleh BPJPH, perguruan tinggi, dan/atau lembaga
pelatihan lain yang terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
6. Sertifikasi kompetensi auditor halal dilaksanakan oleh BPJPH dan dapat bekerja sama
dengan lembaga yang memiliki kewenangan penjaminan mutu kompetensi profesi
Ketentuan Auditor Halal Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021
Tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal
25. • Auditor halal yang telah diangkat harus diregistrasi oleh BPJPH oleh LPH.
• Pengajuan registrasi auditor halal disertai dengan salinan keputusan pimpinan LPH
mengenai pengangkatan auditor halal.
• Pencabutan registrasi auditor halal dilakukan oleh BPJPH dan dilakukan dalam hal
Auditor Halal diberhentikan oleh LPH
• Auditor Halal dapat diberhentikan oleh LPH dalam hal:
a. mengundurkan diri;
b.meninggal dunia;
c. tidak memenuhi lagi salah satu persyaratan auditor halal;
d.terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan kode perilaku tingkat berat; atau
e. dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara
5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap.
Registrasi dan Pemberhentian Auditor Halal Sesuai Peraturan Pemerintah
Nomor 39 Tahun 2021
Tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal
26. 1. Auditor halal yang telah menjalankan tugas sebelum Peraturan
Pemerintah ini diundangkan tetap diakui sebagai auditor halal
sepanjang memiliki kualifikasi sesuai dan tidak bertentangan
dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
2. Sertifikat auditor halal yang telah diterbitkan sebelum Peraturan
Pemerintah ini diundangkan tetap diakui dan berlaku sebagai
sertifikat Auditor Halal.
Ketentuan Peralihan Auditor Halal
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021
Tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal
28. SJPH ADALAH PANDUAN UNTUK:
• Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam
penetapan fatwa
• Kementerian/Lembaga dalam kerja sama
penyelenggaraan JPH
• Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dalam melaksanakan
pemeriksaan dan/atau pengujian produk
• Auditor/LPH yang akan melakukan pemeriksaan
dan/atau pengujian kehalalan produk
• Perusahaan yang akan mengimplementasikan SJPH
• Lembaga pelatihan untuk melakukan kegiatan
pelatihan
• Penyelia halal dalam menyusun sistem jaminan
produk halal di perusahaan
• Pengawas PPH dalam melakukan fungsi pengawasan
PPH
Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH)
adalah suatu sistem yang terintegrasi,
disusun, diterapkan, dan dipelihara
untuk mengatur bahan, proses produksi,
produk, sumber daya, dan prosedur
dalam rangka menjaga kesinambungan
Proses Produk Halal (PPH)
SistemJaminan ProdukHalal (SJPH)
harus diterapkan oleh pelaku usaha
untukmenjaga konsistensi produksi
selama masa berlakunya sertifikat
halal
PENGERTIAN SJPH
29.
30.
31. Bahan yang digunakan dalam PPH
(Proses Produk Halal) terdiri atas:
1. bahan baku,
2. bahan olahan,
3. bahan tambahan, dan
4. bahan penolong.
Bahan dimaksud berasal dari:
1. hewan;
2. tumbuhan;
3. mikroba; atau
4. bahan yang dihasilkan melalui proses
kimiawi, prosesbiologi, atau proses
rekayasa genetik.
UU 33 Tahun 2014 Pasal 17-20
Ketentuan Bahan
32. Ketentuan Bahan
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 Pasal 62
Daftar produk dan bahan yang digunakan dalam proses produk halal harus merupakan produk dan bahan halal
yang dibuktikan dengan Sertifikat Halal.
Ketentuan tersebut tidak diperlukan bagi bahan yang:
1. Berasal dari alam berupa tumbuhan dan bahan tambang tanpa melalui proses pengolahan;
2. Dikategorikan tidak berisiko mengandung Bahan yang diharamkan;
3. Tidak tergolong berbahaya serta tidak bersinggungan dengan bahan haram
Peraturan Menteri Agama Nomor 26 Tahun 2019 Pasal 94
Daftar produk dan bahan yang digunakan harus merupakan produk dan bahan halal yang
dibuktikan dengan sertifikat halal, kecuali bagi bahan yang:
a. Berasal dari alam tanpa melalui proses pengolahan
b. Dikategorikan tidak berisiko mengandung bahan yang diharamkan
33.
34. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 Pasal 22
Ketentuan Pemisahan pada Pendistribusian, Penjualan dan Penyajian
1) Pendistribusian, penjualan, dan penyajian Produk segar asal hewan tidak halal dipisahkan
dari pendistribusian, penjualan, dan penyajian Produk segar asal hewan halal.
2) Pendistribusian Produk olahan asal hewan tidak halal dan Produk olahan asal non hewan
tidak halal dapat disatukan dengan pendistribusian Produk olahan asal hewan halal dan
Produk olahan non hewan halal sepanjang terjamin tidak terjadi kontaminasi silang dan
alat distribusi bukan setelah digunakan untuk mendistribusikan Produk segar asal hewan
tidak halal, yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari pihak produsen atau distributor.
3) Penjualan dan penyajian Produk segar dan olahan asal hewan dan non hewan tidak halal
dipisahkan dari penjualan dan penyajian Produk segar dan olahan asal hewan dan non
hewan halal.
35. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 Pasal 64
Ketentuan Penggunaan Fasilitas Bersama
Dalam hal fasilitas Produksi yang digunakan untuk memproduksi Produk
yang diajukan Sertifikat Halal juga digunakan untuk memproduksi Produk
yang tidak diajukan Sertifikat Halal yang tidak berasal dari Bahan yang
mengandung Bahan yang diharamkan, Pelaku Usaha wajib menyampaikan
dokumen:
a. nama Produk;
b. daftar Produk dan Bahan yang digunakan;
c. proses pengolahan Produk; dan
d. pencucian atau penyamakan pada fasilitas Produksi yang digunakan
secara bersama.
36. 5 HAL YANG HARUS DIKETAHUI
DALAM PRODUKSI PRODUK HALAL
1. MEMASTIKAN BAHAN BAKU YANG DIGUNAKAN
ADALAH BAHAN BAKU HALAL
2. DALAM PROSES PRODUKSI TIDAK BOLEH
TERCAMPUR DENGAN BAHAN/BARANG YANG
HARAM/NAJIS
3. TEMPAT, PERALATAN, DAN FASILITAS PRODUKSI
TERPISAH/DIPISAHKAN DARI KEMUNGKINAN
KONTAMINASI BARANG YANG HARAM (PEMISAHAN)
4. SETELAH PROSES PRODUKSI SELESAI, JIKA ADA
MASA PENYIMPANAN PRODUK HARUS DISIMPAN DI
TEMPATYANG TERPISAH DENGAN BARANG-BARANG
YANG HARAM/NAJIS
5. DISTRIBUSI PRODUK HARUS BERDASARKAN PRINSIP
KEMASLAHATAN DAN TERHINDAR DARI
KONTAMINASI DENGAN BARANG-BARANG YANG
HARAM/NAJIS
37. Ketentuan Produk yang Tidak Dapat Diajukan Sertifikasi Halalnya
1. Nama produk yang mengandung nama minuman keras, contoh rootbeer, es krim rasa
rhum raisin, bir 0% alkohol.
2. Nama produk yang mengandung nama babi dan anjing serta turunannya, seperti babi
panggang, babi goreng, beef bacon, hamburger, hotdog.
3. Nama produk yang mengandung nama setan seperti rawon setan, es pocong, mi ayam
kuntilanak.
4. Nama produk yang mengarah kepada hal-hal yang menimbulkan kekufuran dan
kebatilan, atau ritual/perayaan yang tidak sesuai dengan syariat Islam
5. Nama produk yang mengandung kata-kata yang mengandung unsur pornografi.
6. Produk dengan karakteristik/profil sensori yang memiliki kecenderungan bau atau
rasa yang mengarah kepada produk haram atau yang telah dinyatakan haram
berdasarkan ketetapan fatwa.
7. Produk atau bahan tidak aman untuk dikonsumsi.
38.
39.
40. Jl. Raya Pondok Gede No. 13,
Pinang Ranti Jakarta Timur
Terima kasih