Pekan lalu pemberitaan didominasi oleh realisasi penerimaan pajak tahun 2017 yang mengalami shortfall. Isu perpajakan lain yang mengemuka adalah soal penundaan kewajiban penggunaan e-faktur, tindak panjut DJP atas aset gagat repatriasi, dan proyeksi implementasi AEoI.
Abortion pills in Dammam (+966572737505) get cytotec
WEEKLY UPDATE II/2018
1. VOL. 2/JANUARI 2018 WEEKLY UPDATE
MUC Weekly Update merupakan
ringkasan informasi dan berita
perpajakan mingguan yang dirilis
MUC Consulting Group. Materi ini
terbatas hanya untuk memberikan
informasi dan tidak untuk
dipersamakan sebagai pendapat
profesional yang bisa dijadikan
rujukan dalam memformulasi strategi
bisnis.
MUC Building 3
rd
, Jl. TB
Simatupang 15, Jakarta
Selatan
publishing@mucglobal.com.
021-78837111
ISU MINGGU INI
• Pertumbuhan Pajak
2017 Tertolong Harga
Komoditas
• Batas Waktu Lewat,
Aset Gagal Repatriasi
Capai Rp 9 Triliun
• Wajib e-Faktur Bagi
Pembeli Tanpa NPWP
Ditunda Hingga April
2018
• Pertukaran Informasi
Diramalkan Sumbang
Pajak Rp 2 triliun di
2018.
PERTUMBUHAN PAJAK 2017 TERTOLONG HARGA
KOMODITAS
Realisasi penerimaan pajak pada tahun 2017 hanya tumbuh 4,08% dari
perolehan tahun sebelumnya, dengan perolehan sementara (per 31 Desember
2017) sebesar Rp 1.151,1 triliun.
Ada dua komponen yang menopang penerimaan pajak tersebut. Pertama,
pertumbuhan realisasi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak
Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang sebesar Rp480,7 triliu atau tumbuh
16,62%. . Kedua, pertumbuhan penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) migas sebesar
38,39% dari tahun 2016 menjadi Rp49,96 triliun. Realisasi penerimaan PPh migas
ini bahkan melampaui target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN-P) 2017 sebesar Rp 41,77 triliun.
Sebaliknya, PPh nonmigas justru negatif 5,27% karena basis penerimaan tahun
2016 lebih tinggi karena sumbangan tax amnesty. Sementara jika tidak
menyertakan penerimaan dari program tax amnesty (tahun 2016 maupun tahun
2017), realisasi PPh nonmigas tahun lalu tumbuh 10%.
Direktur Eksekutif MUC Tax Research Institute (TRI) Wahyu Nuryanto menilai
penyebab utama catatan negatif PPh Non Migas adalah setoran PPh final yang
turun 9,46 persen. Ia mengatakan, sasaran PPh final adalah sektor properti,
perdagangan saham dan obligasi, serta pendapatan UMKM, yang ketiganya
merupakan sasaran utama dari program Amnesti Pajak.
Jika melihat data realisasi, pencapaian penerimaan pajak tahun 2017 berkat
sumbangan PPh migas yang meningkat. Kondisi yang berbeda jauh dibandingkan
dengan tahun 2016 ketika PPh migas minus 27,33%.
Disinyalir, meningkatnya setoran PPh migas berkat kenaikan harga-harga
komoditas, terutama harga minyak dunia yang menembus US$ 50 per barel atau
melampaui prediksi pemerintah US$48 per barel di APBNP 2017.
WEEKLY UPDATE
2. VOL. 2/JANUARI 2018 WEEKLY UPDATE
BATAS WAKTU LEWAT, ASET GAGAL
REPATRIASI CAPAI RP 9 TRILIUN
Hingga batas waktu yang ditentukan (31 Desember 2017), realisasi
repatriasi aset oleh peserta amnesti pajak hanya sebesar Rp138
triliun atau lebih rendah dari komitmen awal Rp147 triliun ketika
program pengampunan pajak tersebut ditutup pada 31 Maret 2017.
Artinya, ada harta senilai Rp 9 triliun yang gagal pulang ke Tanah Air.
Catatan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ini menambah besar deviasi
pencapaian program tax amnesty yang ketika dirilis pemerintah
menargetkan repatriasi aset sebesar Rp 1.000 triliun.
Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan mengungkapkan, pihaknya
akan segera menindaklanjuti keberadaan aset yang belum berhasil
dipulangkan itu. Mengingat sudah melewati batas waktu yang
ditentukan, maka harta tersebut akan diperlakukan sebagai harta
tambahan yang timbul karena program tax amnesty.
Oleh karenanya, pemilik harta harus melampirkan aset tersebut
dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2017 yang batas
waktunya hingga 31 Maret 2018. Atas harta tambahan tersebut akan
dikenakan denda dan sanksi administrasi sebagaimana yang tertuang
dalam Undang-undang Pengampunan Pajak, serta Peraturan
Pemerintah (PP) nomor 36 Tahun 2017.
Salah satunya adalah dengan mengharuskan WP membayar denda
hingga 200 persen dari nilai harta. Sementara uang tebusan yang
sudah dibayarkan akan diperhitungkan sebagai pengurang denda.
Sejauh ini Robert tidak menjelaskan mengapa harta tersebut gagal
direpatriasi. Intinya, pemilik harta telah diberikan kesempatan paling
tidak selama delapan bulan sejak program pengampunan pajak
ditutup pada 31 Maret 2017.
WAJIB E-FAKTUR BAGI PEMBELI TANPA
NPWP DITUNDA HINGGA APRIL 2018
Setelah sempat ditunda, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memastikan
implementasi Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
31/PJ/2017 tentang Tata Cara Pembuatan Faktur Elektronik atau e-
faktur akan diimplementasikan mulai April 2018.
Sebelumnya, pelaksanaan beleid yang mewajibkan penggunaan e-
faktur bagi pembeli yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) sempat ditunda dari yang seharusnya mulai diterapkan per 1
Desember 2017. Penundaan dilakukan bersamaan dengan munculnya
keberatan sejumlah pihak yang menganggap kewajiban tersebut
berpotensi mengganggu aktivitas niaga berbasis elektronik (e-
commerce).
Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan menegaskan kebijakan
tersebut harus segera diimplementasikan mengingat sosialisasi sudah
dirasa cukup dan pelaku industri sudah memahami tujuan kebijakan
tersebut. Namun, DJP akan melakukan sosialisasi kembali selama
telama tiga bulan ke depan sebelum kebijakan tersebut benar-benar
diterapkan pada April 2018.
Identitas Pengganti NPWP
Berdasarkan aturan tersebut anntinya, pedagang online bisa
menerbitkan faktur pajak kepada pembeli yang tidak memiliki NPWP.
Sebagai gantinya, pembeli cukup mencantumkan nomor identitas
kependudukan sebagai ganti NPWP. Sedangkan bagi warga negara
asing, cukup melampirkan identitas berupa nomor paspor.
Pencantuman identitas ini membuat kegiatan usaha yang selama ini
bersifat informal menjadi formal.
DJP mengestimasi, nilai peredaran usaha informal di Indonesia saat ini
mencapai kisaran Rp13.500 triliun. Jumlah itu setara dengan hampir
sembilan kali target pajak dalam APBN 2017.
PERTUKARAN INFORMASI DIRAMALKAN
SUMBANG PAJAK RP2 TRILIUN DI 2018
Untuk mengejar target penerimaan pajak tahun 2018, pemerintah
akan mengotimalkan pelaksanaan pertukaran informasi keuangan,
baik dari lembaga keuangan dalam negeri maupun dari otoritas pajak
negara lain.
Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan memperkirakan potensi
tambahan penerimaan pajak dari program Automatic Exchange of
Information (AEoI) ini diperkirakan mencapai Rp 2,17 triliun.
Potensi penerimaan tersebut diprediksi berasal dari Pajak Penghasilan
(PPh) Pasal 25 dan Pasal 29. Pada tahun 2017, kedua jenis pajak
tersebut menyumbang kas negara sebesar Rp 7,83 triliun atau
39,26% dari target Rp19,94 triliun di APBNP 2017.
Rencananya, pertukaran informasi pajak ini akan dilaksanakan mulai
pertengahan tahun. Pemerintah mengklaim Indonesia sudah siapkan
menjalankan komitmen AEoI dengan yurisdiksi lain mengingat payung
hukum setingkat Undang-Undang (UU) telah rilis.
Digugat Kembali
Kendati demikian, Undang-undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang
Pengesahan Perppu AEoI menjadi UU kembali diuji materi oleh
sejumlah pihak.
Fernando M. Manullang selaku pemohon judicial review kembali
mengajukan permohonan yang sama ke Mahkamah Konstitusi pada
22 Desember 2017, setelah sebelumnya pada November 2017 Ia
mencabut gugatannya tersebut.