Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
BAB I AR.docx
1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap perusahaan yang didirikan di Indonesia tentunya harus memenuhi kewajibannya
sebagai wajib pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Dalam kententuan umum Perpajakan dan tata cara Perpajakan di nyatakan bahwa “Wajib
Pajak adalah orang Pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan
pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan perpajakan” (Pemerintah Pusat, 2009). Kewajiban membayar pajak timbul karena
adanya suatu kegiatan bisnis, yang artinya Wajib Pajak yang melakukan suatu kegiatan
ekonomi akan memperoleh ataupun menerima pendapatan, nantinya pendapatan yang di
peroleh akan di kenai pajak.
Pajak merupakan iuran wajib yang di pungut pemerintah sebagai sumber dana yang
memiliki kontribusi penting terhadap penyelenggaraan pemerintah, pelayanan umum, dan
pembangunan nasional. Dana yang besar di perlukan dalam pembangunan nasional, maka
dari itu di perlakukan dalam pembangunan nasional, maka dari itu di perlukan peran serta
masyarakat dalam membiayai penyelenggaraan pemerintah, pelayan umum, serta
pembangunan nasional. Salah satu peran serta tersebut yaitu dengan melakukan kewajiban
membayar pajak sebagai sumber penerimaan negara.(Gaghana & Gamaliel, 2021)
Berdasarkan UU KUP No. 16 Tahun 2009 tentang Kententuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan pada pasal 1 ayat 1 berbunyi, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang
dengan mendapatkan imbalan secara langsung dan di gunakan untuk keperluan negara bagi
2. sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Wajib pajak orang pribadi atau badan, meliputi
pembayar pajak, pemotong pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (perubahan ketiga dari UU
KUP No. 28 Tahun 2007) , (DIREKTORAT JENDRAL PAJAK, undang-undang KUP dan
Peraturan Pelaksanaanya. 2013).
Menurut UU KUP No. 28 Tahun 2007 perlakuan terhadap pajak tersebut di Indonesia
menganut sistem pemungutan pajak self assessment system, yaitu di lakukan bedasarkan
pedoman sistem perpajakan yang memberikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada
Wajib Pajak untuk mendaftarkan dirinya sendiri sebagai wajib pajak, menghitung,
membayar, dan melaporkan sendiri pajak terutang. Wajib pajak harus melaksanakan
kewajiban perpajakannya yaitu dengan menyampaikan Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan (SPT Tahunan Pph). SPT Tahunan PPh merupakan sarana bagi wajib pajak
untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan perhitungan perhitungan dan atau
pembayaran pajak (DIREKTORAT JENDRAL PAJAK, Undang-undang KUP dan
Pelaksanaannya Peraturan. 2013)
Pajak penghasilan (PPh) Non-migas Badan diprediksi lebih rendah dibandingkan APBNP
2017. Penurunan tersebut disebabkan belum optimalnya aktivitas bisnis industri dan bahan
usaha akibat dampak belum optimalnya harga komoditas. Berdasarkan Nota Keuangan
RAPBN 2018, kontribusi PPh Non-migas Badan terkoreksi sebanyak 0,5% atau dari 48, 9%
menjadi 48,4% dari total keseluruhan target penerimaan PPh Non-Migas. Kondisi itu
berbanding terbalik dengan target PPh Non-migas Orang Pribadi. Kontribusi penerimaan
jenis PPh tersebut sebanyak 51,6% atau terkerek naik sebanyak 0,5% di bandingkan APBNP
3. 2017. Struktur penerimaan Target tersebut dipengaruhi peningkat jumlah wajib pajak sebagai
dampak implementasi pengampunan pajak atau tax amnesty.
Adapun kebijakan secara umum yang bakal ditempuh pemerintah untuk megamankan
penerimaan pajak di antaranya: Pertama optimalisasi penggalian potensi dan pemungutan
perpajakan melalui pendayagunaan data serta sitem informasi perpajakn yang up to date dan
terintegrasi. Kedua, meningkat tingkat kepatuhan wajib pajak dan membangun kesadaran
pajak untuk menciptakan ketaatan membayar pajak. Ketiga, memberikan insentif perpajakan
secara selektif untuk mendukung daya saing industry nasional dan tetap mendorong hiliriasi
industri. Keempat, mempengaruhi komsumsi masyarakat terutama terkait dengan Barang
Kena Cukai (BKC) untuk mengurangi eksternalitas negatif. Kelima, Mengoptimalkan
perjanjian pajak internasional dan mengefektifkan implementasi automatic exchange of
information (AEoI). Sedangkan yang terakhir, pemerintah akan melakukan reditrisbusi
pendapatan terkait upaya menurunkan Inequality. Di samping kelima langkah tersebut,
pemerintah juga mengupayakan untuk melakukan revisi undang-undang (RUU) Perpajakan
meliputi Undang-undnag ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak Penghasilan,
serta Pajak Pertambahan Nilai.
Pada saat ini kita dapat melihat bahwa setiap perusahaan atau beban yang ada dimanapun,
diharuskan membuat apa yang dinamakan dengan laporan keuangan (financial statement)
yaitu laporan yang berisi infomasi perusahaan termasuk di dalamnya neraca, laba rugi, dan
laporan arus kas beserta rincian masing masing pos dalam laporan keuangan.
Laporan keuangan di susun berdasarkan SAK dengan istilah laporan keuangan komersial.
Dalam periode berjalan sebuah badan pasti telah membuat suatu laporan keuangan yang
termasuk didalamnya laporan laba rugi yang memuat penghasilan, biaya, dan laba/rugi.
4. Seluruh penghasilan dan biaya yang terjadi dalam perusahaan perlu di laporkan semua.
Sehingga untuk memenuhi kebutuhan pelaporan pajak maka perusahaan melakukan koreksi
fiscal.
Laporan laba rugi merupakan salah satu laporan yang harus di hasilkan dari
penyelenggaraan sistem akuntansi dan/atau pembukuan, baik yang di selanggarakan
berdasarkan dengan ketentuan yang di tetapkan di Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
Saat melakukan koreksi fiskal biasanya di temukan koreksi positif atau negatif. Penyebab
timbulnya atau terjadinya koreksi fiskal tersebut adalah karena perbedaan tetap (beda tetap)
antara pengakuan dalam akuntansi keuangan komersial dengan akuntansi pajak (peraturan
perpajakan) dalam penentuan pos-pos dalam laporan laba rugi, seperti dalam pengakuan
pendapatan dan pengakuan biaya serta adanya perbedaan waktu pengakuan tersebut. Dengan
perbedaan tersebut mengakibatkan adanya perbedaan antara laba rugi komersil dan laba rugi
fiskal atas laba rugi komersilnya.
Dalam penelitian terdahulu yang di lakukan oleh (Anggelina, 2020) dalam jurnal Kultura
dengan judul penelitian Analisis Akuntansi Pajak Penghasilan Badan Pada Cv. Bina Mandiri
Perkasa. Hasil analisisnya menunjukan (1) Penerapan akuntansi pajak penghasilan yang di
lakukan oleh CV. Bina Mandiri Perkasa masih belum sesuai dengan peraturan perpajakan
yang berlaku. (2) CV. Bina Mandiri Perkasa merupakan Wajib Pajak dalam negeri yang
berbentuk badan yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bengkalis. (3)
Dalam perhitungan laba perusahaan, peraturan perpajakan tidak selalu sejalan dengan
Undang-undang Perpajakan, peraturan perpajakan mengatur perhitungan laba fiskaluntuk
menentukan laba kena pajak, sedangkan prinsip akuntansi yang berlaku umum diterapkan
untuk menentukan laba akuntansi (komersial). (4) Pencatatan dan perhitungan pajak
5. penghasilan badan pada CV. Bina Mandiri Perkasa belum sesuai dengan undang-undang No.
36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Hal ini berdasarkan hasil analisis yang
menunjukan bahwa CV. Bina Mandiri Perkasa memasukan beberapa komponen biaya yang
tidak diperkenankan dalam Undang-undang Perpajakan sebagai pengurang penghasilan
Bruto.
Penelitian yang di lakukan (Hadijah & Herawati, 2022) dalam jurnal Prosiding Firma
(Festival Riset Ilmiah Manajemen dan Akuntansi) dengan judul penelitian Analisis
Perhitungan Pajak Penghasilan Badan Bedasarkan Laporan Keuangan Perusahaan. Hasil
Analisisnya (1) Perusahaan yang memiliki peredaran Bruto dibawah 4,8 Miliyar dalam
menghitung pajak penghasilan seharusnya kenakan Pajak Penghasilan bersifat final dan
dikenai pajak setiap Wajib pajak memperoleh peredaran bruto yaitu 0,5% dari peredaran
bruto sesuai dengan PP 23 Tahun 2018. Sedangkan untuk perusahaan yang memiliki
peredaran bruto tidak melebihi 50 Miliyar maka dikenakan tarif berdasarkan Pasal 31E UU
PPh yaitu mendapatkan fasilitas 50% lebih rendah. Dan untuk perusahaan yang memiliki
peredaran bruto diatas 50 Miliyar, dikenakan tarif tunggal pasal 17 Undang-Undang Pajak
Penghasilan. (2) Perhitungan Pajak Penghasilan Badan PT. MDP Tahun 2019 belum sesuai
dengan Undang-Undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Hal ini bedasarkan
hasil analisis yang menunjukan bahwa adanya biaya yang seharusnya tidak menjadi
pengurang penghasilan yaitu Beban Lain-lain dan sebagaian dari Beban Adminitrasi Umum
karena merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan karyawan tertentu. (3)
Perhitungan PPh Badan CV. MPS sesuai PP 23 Tahun 2018 selama Peredaran Bruto tidak
lebih dari 4,8 Miliyar dan dalam jangka waktu tidak lebih dari 4 tahun sejak PP 23 Tahun
2018 diberlakukan.
6. Penelitian yang dilakukan (Mongi et al., 2022) dalam jurnal Evaluasi Perhitungan Pajak
Penghasilan Badan Pada PT Sakura Global Indonesia. Hasil analisanya yaitu (1) Hasil
Rekonsiliasi terdapat selisih koreksi positif beban penyusutan aktiva tetap bangunan gedung
yang diakui oleh perusahaan lebih besar dari pada beban penyusutan berdasarkan Peraturan
Perpajakan. (2) Terdapat selisih negatif dimana beban penyusutan aktiva tetap kendaraan
mobil di akui oleh perusahaan tersebut lebih kecil dari pada beban penyusutan berdasarkan
Peraturan Perpajakan. (3) Jumlah Pajak terutang sebelum dilakukan koreksi fiskal sebesar
Rp. 14.404.984,- sedangkan setelah di lakukan koreksi fiskal menjadi Rp. 27.204.859,-
dimana selisih dari jumlah tersebut sebesar Rp. 12.799.875,- hal ini di akibatkan karena
adanya perbedaan tarif perhitungan beban penyusutan oleh pihak perpajakan sebagaimana
yang telah diatur dalam peraturan perpajakan Undang-undang No. 36 Tahun 2008 tentang
pajak penghasilan. (4) Terdapat kesalahan bayar pajak, dimana Pajak Penghasilan Badan di
potong sebesar 22%. Sesuai undang-undang No. 36 Tahun 2008 tentang PPh 31E yakni
pengurangan tarif pajak penghasilan sebesar 50%, sehingga taruf PPh Badan yang
seharusnya di bayar oleh perusahaan sebesar 11%.
Demikian halnya dengan PT Trinitan Metals and Minerals yang merupakan perusahaan
manufaktur yang berdiri sejak 29 Juli 2009 dan berlokasi di Parung Tanjung No. 89, Cicadas
Gunung Putri, Kabupaten Bogor. Perusahaan ini bergerak dibidang usaha pembuatan Logam
Dasar Bukan Besi. PT Trinitan Metals and Minerals merupakan Wajib Pajak Badan yang
memerlukan koreksi fiskal dalam laporan keuangnya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan
antara biaya yang diakui dalam laporan kuangan perusahaan dengan biaya yang di akui
dalam laporan perusahaan dengan biaya yang di akui oleh Undang-Undang perpajakan.
7. Untuk lebih jelas tentang permasalahan pada penelitian ini, dapat di lihat seperti pada
table berikut :
Tabel 1.1
PT Trinitan Metals and Minerals Tbk
Laporan Laba/Rugi
Per 2020
Masalah dalam penelitian ini berdasarkan yang dilihat dari laporan keuangan yang
berasal dari general legder yaitu adanya beberapa perbedaan pengakuan menurut akuntansi
dengan Undang-undang Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 yang peneliti jumpai pada PT
Trinitan Metals and Minerals Tbk, yaitu saat melihat pos akun biaya yang di catat di
perusahaan “Biaya Telepon dan Komunikasi” terdapat beberapa transaksi Tunjangn Pulsa
Karyawan yang sejak 2020 tidak di pungut PPh sehingga tidak masuk ke dalam SPT PPh
8. Badan, yang seharusnya Tunjangan pulsa karyawan tersebut masuk kedalam Pos akun “Gaji
Upah dan Bonus” yang sesuai dengan keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP-
220/PJ./2002 Pasa 1 ayat (2) yang berbunyi “Atas biaya berlangganan atau pengisian uang
pulsa dan perbaikan telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk
pegawai tertentu karena jabatan atau perkerjaannya, dapat di bebankan sebagai biaya
perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya berlangganan atau
pengisian uang pulsa dan perbaikan dalam tahun pajak yang bersangkutan.”
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka, penulis tertarik melakukan penelitian
dengan judul “ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN (PPH)
BADAN PADA PT TRINITAN METALS AND MINERALS TAHUN 2020”.
1.2. Identifikasi Masalah
PPh atau Pajak penghasilan Badan adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi
atau badan atas penghasilan yang di terima atau di peroleh dalam suatu tahun pajak.
Penelitian ini di fokuskan pada analisis perhitungan pajak penghasilan PT Trinitan Metals
and Minerals yang bersumber dari laporan keuangan perusahaan. Peneliti akan melihat laporan
posisi keuangan serta laporan Laba/rugi yang di buat perusahaan dan menganalisis apakah akun
akun yang dapat di koreksi dalam perpajakan seperti akun penghasilan, beban, yang digunakan
telah sesuai dan telah di sajikan dengan benar sesuai dengan ketentuan Perpajakan.
1.3. Perbatasan Masalah
Perbatasan masalah yang di maksudkan supaya penelitian ini tidak keluar dari sasaran, tidak
menyimpang dari apa yang dianalisis. Adapun batasan dalam penelitian ini adalah:
9. 1. Penelitian ini dibatasi pada pembahasan yang menyangkut bagaimana pajak penghasilan
(PPh) Badan.
2. Penelitian ini dibatasi pada pembahasan yang menyangkut bagaimana Akuntansi Pajak
Penghasilan (PPh) Badan .
3. Periode Peneliti ini adalah tahun 2020.
1.3. Rumusan Masalah (Fokus Masalah)
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah di paparkan di atas, maka rumusan
masalah yang dapat di ambil adalah:
1. Bagaimana pajak penghasilan (Pph) Badan pada PT Trinitan Metals and Minerals
Tahun 2020?
2. Bagaimana Akuntansi Pajak Penghasilan badan pada PT Trinitan Metals and
Minerals Tahun 2020?
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu :
1. Untuk mengetahui bagaimana Pajak penghasilan Badan pada PT Trinitan Metals and
Minerals tahun 2020.
2. Untuk mengetahui bagaimana akuntansi Pajak penghasilan Badan di Pt Trinitan
Metals and Minerals 2020.
1.5. Manfaat Penelitian (kegunaan)
1.5.1. Manfaat Akademis
10. Dengan melakukan penelitian ini, penulis berharap dapat memberikan pengetahuan
kepada mahasiswa/i tentang sistem perpajakan di Indonesia, terlebih lagi dalam
memahami perhitungan Pph Badan berdasarkan peraturan dan undang-undang
yang berlaku, serta sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang bermaksud
mengadakan penelitian yang sama.
1.5.2. Manfaat Praktis
a) Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini di harapkan dapat menambah pengetahuan baru sehubungan
dengan hal-hal yang di teliti serta mencoba untuk menerapkan teori-teori yang ada
mengenai masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
b) Bagi Perusahaan
Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat di gunakan sebagai sumber
informasi dan bahan pertimbangan perusahaan dalam menghitung, mencatat,
menyetor atau membayar dan melaporkan Pajak Penghasilan Badan. Serta agar
perusahaan dapat lebih meningkatkan kinerja perusahaannya dengan memahami
perhitungan berdasarkan akuntansi perpajakan, sehingga dapat menyajikan
laporan keuangan yang baik dan benar menurut peraturan perpajakan yang
berlaku.
c) Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil peneliti ini diharapkan dapat bermanfaat dalam Akuntansi Pajak
Penghasilan (PPH) Badan pada perusahaan, hasil yang diperoleh nantinya dapat
11. dijadikan sebagai dasar atau informasi untuk menambah wawasan dan sebagai
referensi bagi peneliti selanjutnya.