1. Persamaan Medan Relativistik
4 dan Rumusan Lagrange
Setelah mempelajari bab 4, mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menurunkan nilai eigen dan persamaan gelombang untuk partikel spin 0.
2. Menurunkan nilai eigen dan persamaan gelombang untuk partikel spin ½.
3. Menurunkan nilai eigen dan persamaan gelombang untuk partikel spin 1.
4. Menurunkan solusi persamaan Dirac baik solusi yang bergantung waktu maupun
solusi gelombang bidang.
5. Menurunkan operator spin up dan spin down.
6. Memahami dan mengklasifikasikan bilinear dari kombinasi spinor 4-komponen
ψ dan ψ .
7. Menurunkan persamaan gerak dari medan vektor, medan scalar, medan Dirac dari
rumusan Lagrange.
Sebagaimana telah kita pelajari dalam kinematika relativistik, persamaan-
persamaannya diturunkan dari dua postulat relativitas. Dua kerangka inersia yang
bergerak relatif satu dengan yang lain dengan kecepatan konstan dihubungkan melalui
transformasi Lorentz. Ada suatu cara sederhana untuk memperoleh persamaan-persamaan
yang konsisten secara relativitas khusus (yaitu persamaan-persamaannya tampak sama
dari sudut pandang pengamat dalam gerak relatif) dengan menyatakan persamaan-
persamaan tersebut dengan cara invarian Lorentz.
Pada bab ini akan dipelajari persamaan-persamaan gelombang untuk medan skalar
(spin-0), medan spinor (spin-1/2) dan medan vektor (spin-1) dengan menerapkan prinsip-
prinsip relativitas serta ide-ide dasar dalam mekanika kuantum yang sangat diperlukan
dalam mempelajari obyek-obyek yang berukuran sangat kecil, partikel yang berukuran
mikro. Kombinasi persamaan energi dan momentum relativistik dengan operator energi
dan momentum menghasilkan persamaan-persamaan gelombang yang bermanfaat dalam
mempelajari fisika partikel. Selanjutnya, melalui perumusan Euler-Lagrange persamaan-
persamaan gerak yang diperoleh dapat pula diturunkan dengan memilih rapat Lagrangian
secara tepat.
80
2. 4.1 Medan Skalar: spin-0
Pasal ini akan mempelajari persamaan gelombang untuk sebuah partikel yang tidak spin-
0, yaitu sebuah partikel skalar. Partikel ini diberikan simbol φ . Persamaan gelombang
partikel skalar, dapat diperoleh dari persamaan energi-momentum relativistik dengan
r
mensubstitusikan operator-operator diferensial untuk energi E dan momentum p yang
diberikan dalam mekanika kuantum. Kita akan mengawali dengan menurunkan
persamaan gelombang non relativistik.
Operator-operator diferensial dalam mekanika kuantum untuk energi E dan
r
momentum p diberikan oleh
∂
E → i (operator energi) , (4.1)
∂t
r r
p → − i∇ (operator momentum) , (4.2)
Dalam limit non-relativistik, energi kinetik dari sebuah partikel bebas dengan massa m
r
dan momentum p diberikan oleh
r
p2
E= . (4.3)
2m
Disini E adalah energi kinetik partikel. Jika operator-operator diferensial untuk energi
dan momentum disubstitusikan ke persamaan (4.3) maka diperoleh
1 2 ∂ψ
∇ ψ = −i (persamaan Schrodinger) . (4.4)
2m ∂t
Analog dengan penurunan persamaan Schrodinger, sebuah persamaan kovarian (sama
dalam setiap kerangka acuan) dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan energi
r
dan momentum 4-vektor relativistik dari sebuah partikel, p µ = ( E , p ) ,
r
p 2 = pµ p µ = E 2 − p 2 = m 2 . (4.5)
Operator-operator diferensial persamaan (4.1) kemudian dapat dinyatakan dalam notasi
4-vektor
∂
pµ → i = i∂ µ , (4.6)
∂x µ
81
3. Dalam ungkapan ini, operator energi adalah komponen ke nol persamaan (4.6). Substitusi
persamaan (4.6) ke persamaan (4.5), dengan mengingat bahwa operator selalu bekerja
pada suatu keadaan (state), φ , persamaan (4.5) menghasilkan persamaan diferensial orde-
2,
∂ 2φ
∇ φ − 2 = m 2φ .
2
(persamaan Klein-Gordon) (4.7)
∂t
Persamaan (4.7) dinamakan persamaan Klein-Gordon KG. Dengan memperkenalkan
notasi kotak
∂2 r 2
= ∂µ ∂µ = −∇ , (4.8)
∂t 2
persamaan (4.7) dapat ditulis kembali dalam bentuk
( )
+ m2 φ ( x ) = 0 , (4.9)
Operator adalah invarian Lorentz, jadi persamaan KG adalah persamaan kovarian
relativistik jika φ ( x ) adalah sebuah fungsi skalar. Yaitu terhadap transformasi Lorentz
r r
φ ( x ) bertransformasi x µ = ( t , x ) → x 'µ = ( t ', x ') sebagai berikut
r r r
φ (t, x ) → φ ' ( t ', x ') = φ ( t , x ) , (4.10)
sehingga φ adalah invarian. Persamaan (4.7) adalah persamaan orde-2 dalam derivatif
waktu, sehingga mudah dilihat bahwa solusi persamaan KG adalah solusi gelombang
bidang,
φ ( x ) = Ne −i ( Et − p ⋅ x ) .
r r
(4.11)
dimana N adalah konstanta normalisasi. Jika kita substitusikan solusi gelombang bidang
di atas ke persamaan KG maka solusi untuk energi dari persamaan ini memberikan dua
buah nilai energi, yaitu energi positif dan energi negatif,
+ m 2c 4 + p 2c 2 ,
energi positif
E= . (4.12)
− m 2c 4 + p 2c 2 ,
energi negatif
Solusi energi negatif adalah sebuah permasalahan ketika kita menafsirkan φ ( x )
sebagai sebuah fungsi gelombang untuk partikel tunggal. Untuk sebuah partikel bebas,
82
4. energi total E sepenuhnya dinyatakan oleh energi kinetiknya sehingga energinya konstan,
karenanya dapat dipilih partikel dengan keadaan energi positif dan mengabaikan keadaan
energi negatif. Namun ketika partikel berinteraksi, ada pertukaran energi dengan
lingkungan yang berarti ada sejumlah energi yang diemisikan dalam proses. Kemudian
energi dari sebuah partikel akan menuju ke keadaan energi negatif tak berhingga dan ini
tidak mungkin terjadi untuk sebuah partikel tunggal jika φ ditafsirkan sebagai sebuah
fungsi gelombang. Namun demikian kita tidak dapat mengabaikan begitu saja solusi
energi negatif sebagai solusi tidak fisis. Karena solusi ini diperlukan untuk
mendefinisikan kelengkapan suatu keadaan. Berbeda halnya jika φ ( x ) ditafsirkan sebagai
sebuah medan kuantum, kedua solusi energi bukan masalah. Solusi energi positif dan
negatif terkait dengan operator-operator untuk partikel tercipta atau teranihilasi.
Permasalahan kedua dengan tafsiran fungsi gelombang yang muncul adalah ketika
kita mencoba untuk merealisasikan rapat probabilitas. Dalam persamaan Schrodinger,
jika ψ adalah fungsi gelombang maka rapat probabilitas, ρ , diberikan oleh
ρ = ψ *ψ . (4.13)
Karena probabilitas adalah kekal maka haruslah memenuhi persamaan kontinuitas
r r ∂ρ
∇⋅ j + =0 , (4.14)
∂t
r
dimana j adalah arus probabilitas. Arus probabilitas yang memenuhi persamaan
kontinuitas ini adalah
( )
r i r r
j =− ψ * ∇ψ − ψ ∇ψ * . (4.15)
2m
Akan tetapi, rapat probabilitas yang didefinisikan oleh persamaan (4.13) tidak kekal
dalam persamaan KG. Ini karena persamaan KG adalah persamaan orde-2 dalam derivatif
waktu, serupa dengan persamaan gerak Newton dalam mekanika. Syarat awal untuk
menyelesaikan persamaan gerak Newton adalah posisi awal dan kecepatan awal. Ini
r
berarti bahwa kita perlu memberikan konfigurasi awal derivatif φ ( x ) dan turunannya
r
∂φ ( x ) / ∂t pada persamaan KG. Untuk kasus partikel bebas relativistik maka persamaan
rapat probabilitas dan arus probabilitas haruslah melibatkan komponen waktu sehingga
kedua besaran ini akan bertransformasi sebagai sebuah vektor (4-vektor). Dalam kasus ini
persamaan kontinuitas dapat dinyatakan secara kovarian,
83
5. ∂µ jµ = 0 . (4.16)
r
dimana j µ ( ρ , j ) . Karena itu secara relativistik, rapat probabilitas bukan sebuah kuantitas
skalar tetapi komponen ke nol dari sebuah 4-vektor. Agar persamaan kontinuitas dipenuhi
maka ρ dan j µ dapat dipilih sebagai berikut
i ∂φ ∂φ *
ρ= φ * −φ , (4.17a)
2m ∂t ∂t
jµ =
i
2m
( )
φ * ∂ µφ − ∂ µ φ φ * . (4.17b)
Tampak perbedaan yang jelas antara persamaan (4.17a) dan (4.13). Pada kasus tak
relativistik rapat arus probabilitas memiliki nilai definitif positif ρ = φ * φ = φ = N .
2 2
sedangkan dalam kasus relativistik tidak definitif positif, ρ = 2 N E , karena kita masih
2
bisa memilih E bernilai negatif. Akibatnya arus j µ tidak memberikan tafsiran ρ sebagai
rapat probabilitas (karena tidak definitif positif) seperti dalam persamaan Schrodinger.
Contoh 4.1.
Buktikan bahwa jika rapat probabilitas dan arus probabilitas masing-masing diberikan
oleh persamaan (4.13) dan (4.15) maka persamaan kontinuitas
r r ∂ρ
∇⋅ j + =0 ,
∂t
akan dipenuhi. Persamaan kontinuitas (4.14) ekuivalen dengan kekekalan muatan
(buktikan!).
Jawab:
Persamaan (4.13) memberikan hasil
∂ρ ∂ ∂ψ * ∂ψ
= (ψ *ψ ) = ψ + ψ *
∂t ∂t ∂t ∂t
dan dari persamaan (4.15) diperoleh
84
6. ( )
r r i r r r r
∇⋅ j = − ∇ψ * ∇ψ + ψ * ∇ 2ψ − ∇ψ∇ψ * −ψ∇ 2ψ *
2m
i ∂ψ ∂ψ *
=− ψ * −2im − φ 2im
2m
∂t ∂t
∂ψ ∂ψ *
= − ψ * +ψ
∂t ∂t
Dengan menjumlahkan kedua persamaan di atas maka persamaan kontinuitas dipenuhi.
Dari dua kesulitan persamaan KG sebagai persamaan relativistik untuk partikel
tunggal: (i) adanya solusi energi negatif (ii) arus probalitas tidak menghasilkan rapat
probabilitas definitif positif, P.A.M. Dirac kemudian menurunkan sebuah persamaan
yang konsisten dengan perumusan energi-momentum relativistik dan dapat menjelaskan
kedua masalah persamaan KG. Persamaannya adalah persamaan orde pertama dalam
turunan waktu dan berlaku untuk sebuah partikel spin-1/2. Pada pasal berikut ini akan
dipelajari persamaan Dirac yang dapat pula diturunkan melalui persamaan energi-
momentum namun persamaan ini harus difaktorisasi. Alternatif penurunan persamaan
Dirac dapat dikerjakan melalui sifat-sifat transformasi dari spinor terhadap grup
Lorentz1.
4.2 Spinor: Partikel spin-1/2
Dalam menurunkan persmaaannya, Dirac menggunakan sebuah strategi bahwa
persamaan (4.5) dapat difaktorisasi sehingga menghasilkan sebuah persamaan keadaan
untuk partikel spin-1/2. Partikel ini diberikan simbol ψ (spinor 4-komponen). Misalkan
persamaan (4.5) dapat difaktorisasi sebagai berikut
(p µ
) ( )(
pµ − m 2 = β ν pν + m γ τ pτ − m . ) (4.18)
Disini β ν dan γ τ adalah koefisien-koefisien yang belum diketahui. Selanjutnya, ruas
kanan persamaan (4.18) diuraikan menjadi
(β ν
)( ) (
pν + m γ τ pτ − m = β ν pν β τ pτ − m + mc γ τ pτ − m) ( )
1
Lihat Ryder, L.H., Quantum Field Theory, Bab II.
85
7. (
= β ν γ τ pν pτ − β ν pν − γ ν pν m − m2 . ) (4.19)
Koefisien-koefisien β ν dan γ τ ditentukan oleh suku linier dari pν . Jika suku linier dalam
pν pada persamaan (4.19) diabaikan maka diperoleh
β ν pν − γ ν pν = 0 ⇒ βν = γ ν . (20)
Akibatnya persamaan (4.18) menjadi
p µ pµ = γ ν γ τ pν pτ , (4.21)
Dengan menguraikan komponen-komponen untuk masing-masing ruas persamaan (4.21),
maka diperoleh
( p ) − ( p ) − ( p ) − ( p ) = (γ ) ( p ) + (γ ) ( p ) + (γ ) ( p ) + (γ ) ( p )
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
0 1 2 2 0 0 1 1 2 2 3 3
+ (γ γ + γ γ ) p p + (γ γ + γ γ ) p p + (γ γ + γ γ ) p p
0 1 1 0
0 1
0 2 2 0
0 2
0 3 3 0
0 3
+ (γ γ + γ γ ) p p + (γ γ + γ γ ) p p + (γ γ + γ γ ) p p
1 2 2 1
1 2
1 3 3 1
1 3
2 3 3 2
2 3
(4.22)
Dari persamaan ini dapat dilihat bahwa tidak ada satu himpunan skalar γ 0 , γ 1 , γ 2 , γ 3 ( )
yang memenuhi ruas kanan persamaan. Persamaan tersebut hanya dipenuhi jika γ µ harus
merupakan bentuk-bentuk matriks, yang kemudian dikenal dengan matriks Dirac. Dirac
memilih matriks-matriks γ µ yang merupakan matriks 4 x 4 sebagai berikut
σ 0 0 0 σ1 0 σ 2 0 σ 3
γ0 = , γ1 = 1 , γ2 = 2 , γ3 = 3 , (4.23)
0 −σ 0 −σ 0 −σ 0 −σ 0
dimana σ µ ( µ = 0,1,2,3) adalah matriks 2 x 2 yang diberikan oleh matriks-matriks Pauli
sebagai berikut
1 0 0 1 0 −i 1 0
σ0 = ≡1 , σ1 = , σ2 = , σ3 = . (4.24)
0 1 1 0 i 0 0 −1
Kita dapat menguji hubungan persamaan (4.22) dengan mensubstitusikan matriks-matriks
(4.23). Matriks-matriks Dirac kemudian memenuhi aljabar Clifford:
γ µ γ ν + γ ν γ µ = 2 g µν , (4.25)
atau
86
8. {γ µ
}
, γ ν = 2g µν . (4.26)
Disini { A, B} = AB + BA adalah hubungan anti komutator untuk kuantitas A dan B dan
g µν adalah metrik Minkowski. Dapat dibuktikan bahwa matriks γ µ memenuhi
(γ ) (γ ) γ µ γ ν = −γ ν γ µ ( µ ≠ ν ) ,
2 2
0
= 1, i
= −1,
γ 0 = γ 0, γ i = −γ i .
† †
(4.27)
Hubungan energi-momentum relativistik persamaan (4.18) kemudian menjadi
(p µ
pµ − m 2 ) = ( γ ν pν + m )( γ τ pτ − m ) = 0 . (4.28)
Persamaan di atas mengandung dua solusi yaitu
(i ) γ µ pµ − m = 0, (ii ) γ µ pµ + m = 0 . (4.29)
Dan ini mengijinkan pula dua solusi baik untuk solusi energi positif maupun negatif.
Berikut ini akan dijelaskan solusi (i), solusi (ii) dapat dikerjakan sebagai latihan.
Seperti dalam penurunan persamaan Schrodinger dan persamaan KG, momentum
relativistik diganti menjadi operator dalam mekanika kuantum, persamaam (4.6). Dengan
mengingat kembali bahwa operator bekerja pada suatu keadaan, ψ , maka persamaan (29)
untuk solusi (i) menjadi
( iγ µ
∂ µ − m )ψ = 0 , (persamaan Dirac) (4.30)
Ini adalah sebuah persamaan diferensial orde pertama yang kovarian dan dikenal sebagai
persamaan Dirac dengan ψ sebagai medan spinor Dirac. Persamaan (4.30) adalah
persamaan matriks 4 x 4 sehingga mudah dipahami bahwa medan spinor Dirac ψ
merupakan sebuah matriks kolom, 4 x 1, dengan empat komponen
ψ 1
ψ
ψ = 2 . ψ = ψ 1* ψ 2 ψ 3 ψ 4
* * *
(4.31)
ψ 3
ψ 4
Sebagai catatan, meskipun ψ mengandung empat komponen, ψ ini bukan sebuah 4-
vektor.
87
9. Contoh 4.2:
Buktikan bahwa masing-masing komponen dari ψ memenuhi persamaan KG!
Jawab:
Mulai dari persamaan Dirac (4.30)
iγ µ ∂ µψ − mψ = 0 .
Kerjakan pada kedua ruas persamaan sebuah operator iγ ν ∂ν untuk memperoleh
( )
iγ µ γ ν ∂ µ ∂νψ − m γ ν ∂νψ = 0 .
Suku kedua ruas kiri persamaan di atas adalah γ µ ∂ µψ = − ( im )ψ , sehingga menjadi
γ µ γ ν ∂ µ ∂νψ + m2ψ = 0 .
Persamaan ini juga dapat ditulis dalam bentuk simetrik dengan mempertukarkan indeks
µ ↔ν
γ ν γ µ ∂ν ∂ µψ + m2ψ = 0 .
Jumlahkan kedua persamaan di atas dengan mengingat ∂ µ ∂νψ = ∂ν ∂ µψ maka diperoleh
(γ γ + γ ν γ µ ) ∂ µ ∂νψ + 2m 2ψ = 0
µ ν
⇔ g µν ∂ µ ∂νψ + m2ψ = 0
atau
∂ 2ψ r 2
∂ µ ∂ µψ + m 2ψ = − ∇ ψ + m 2ψ = 0
∂t 2
Ini adalah persamaan KG (4.7).
Selanjutnya, bagaimana Dirac dapat menjelaskna dua problem dalam persamaan
KG. Rapat arus seperti apa yang memenuhi persamaan kontinuitas (4.16) yang dapat
menghasilkan rapat probabilitas definitif positif?. Serta bagaimana menjelaskan
keberadaan solusi energi negatif dan energi positif. Untuk itu, kita perlu melakukan
sebuah manipulasi yang memberikan konsekuensi ini, seperti halnya contoh di atas.
Dengan mengambil konjugat Hermitian persamaan Dirac maka
88
10. ((iγ ) ) = ( ( iγ ) )
† †
µ
∂µ − m ψ 0
∂ 0 + iγ i ∂ i − m ψ
. (4.32)
( )
s s
=ψ †
−iγ ∂ 0 − iγ ∂ i − m = 0
0† i†
s s
Kalau ψ adalah matriks kolom (4.31), ψ † adalah matriks baris 1 x 4. Simbol ∂ 0 dan ∂ i
berarti beroperasi ke sebelah kiri. Dengan menggunakan sifat-sifat matriks Dirac (4.27),
γ 0 = γ 0 dan γ i = −γ i maka persamaan (4.32) menjadi2
† †
( )
s s
ψ † −iγ 0∂ 0 + iγ i ∂ i − m = 0 . (4.33)
Kalikan dari kanan persamaan di atas dengan γ 0
( )
s s
ψ † −iγ 0∂ 0 + iγ i ∂ i − m γ 0 = 0
( )
s s
⇔ ψ † −iγ 0γ 0∂ 0 + iγ iγ 0∂ i − mγ 0 = 0
( )
s s
⇔ ψ †γ 0 iγ 0∂ 0 + iγ i ∂ i + m = 0
( )
s
⇔ ψ †γ 0 iγ µ ∂ µ + m = 0
Selanjutnya spinor adjoint ψ didefinisikan sebagai berikut
ψ = ψ †γ 0 , (4.34)
maka diperoleh
( )
s
ψ iγ µ ∂ µ + m = 0 . (4.35)
Persamaan ψ dan persamaan ψ dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa rapat arus
j µ = ψγ µψ , (4.36)
adalah kekal, ∂ µ j µ = 0 :
( )
∂ µ j µ = ∂ µ ψγ µψ = ( ∂ µψ ) γ µψ + ψ γ µ ∂ µψ ( )
= ( imψ )ψ + ψ ( −imψ ) = 0 . (4.37)
Komponen nol dari rapat arus adalah rapat probabilitas
t r s
2
Notasi dengan panah di atas berarti: A∂ µ B = A∂ µ B − A∂ µ B = A ( ∂ µ B ) − ( ∂ µ A ) B . Sebagai contoh
s
ψ †∂ 0 = ∂ 0ψ † .
89
11. j 0 = ψγ 0ψ = ψ †γ 0γ 0ψ = ψ †ψ
ψ 1
ψ
2 , (4.38)
= ψ 1* ψ 2 ψ 3 ψ 4 2 = ψ1 + ψ 2 + ψ 3 + ψ 4
* * * 2 2 2
ψ
3
ψ 4
ini menghasilkan rapat probabilitas positif. Dibandingkan dengan persamaan KG,
persamaan Dirac memberikan lebih jelas dalam mengatasi rapat probabilitas untuk
partikel. Seperti diharapkan masalah rapat probabilitas telah dapat dipecahkan. Untuk
kasus energi negatif dapat dijelaskan pasal berikut ini.
Contoh 4.3.
Jika fungsi keadaan ψ ( x ) memenuhi persamaan Dirac, peroleh kembali hubungan
energi-momentum relativistik E 2 = p 2c 2 + m 2c 4 !
Jawab:
Persamaan Dirac (i) dapat ditulis kembali untuk sebuah partikel dengan massa m yang
memiliki keadaan ψ :
(γ µ
)
pµ − m ψ = 0 , (4.39)
atau
ψ 1
ψ
( 1 2 3
ψ 3
)
γ p0 + γ p1 + γ p2 + γ p3 − mc 2 = 0 .
0
(4.40)
ψ 4
Dengan menguraikan masing-masing komponen persamaan di atas maka diperoleh
sebuah persamaan matriks
E−m 0 − pz − px + ip y ψ 1
E−m px − ip y
0 pz ψ 2 = 0 . (4.41)
pz px − ip y −E − m 0 ψ 3
− px + ip y
− pz 0 − E − m ψ 4
90
12. Persamaan ini memberikan empat buah persamaan yang harus diselesaikan. Dengan
melakukan perkalian matriks maka diperoleh:
(i ) ( E − m )ψ 1 − pzψ 3 − ( px − ip y )ψ 4 = 0 . (4.42a)
(ii ) ( E − m )ψ 2 − ( px + ip y )ψ 3 + pzψ 4 = 0 . (4.42b)
(iii ) pzψ 1 + ( p x − ip y )ψ 2 − ( E + m )ψ 3 = 0 . (4.42c)
(iv) ( p x + ip y )ψ 1 − pzψ 2 − ( E + m )ψ 4 = 0 . (4.42d)
Dari persamaan (4.42a) dan persamaan (4.42b) diperoleh
ψ 1 1 − pz − ( px − ip y ) ψ 3
ψ = − E − m . (4.43)
2 ( ) − ( px + ip y )
pz ψ 4
Sedangkan dari persamaan (4.42c) dan persamaan (4.42d) diperoleh
ψ 3 1
pz (p x− ip y ) ψ 1
.
ψ = (4.44)
4 ( E + m ) ( p x + ip y )
− p z ψ 2
Kombinasi persamaan (4.43) dan (4.44) memberikan hasil
ψ 1 px + p y + pz2 ψ 1 1 0 ψ 1
2 2
1 0 p2
ψ = 2 2
= 2 . (4.45)
2 (
E − m2 )
0 2 2
px + p y + pz ψ 2 (
)
E − m 2 0 1 ψ 2
Sehingga diperoleh
p2
1= 2 , atau E 2 = p 2 + m2
(
E − m2 )
(
Apakah solusi ini dapat diperoleh jika diselesaikan untuk γ µ pµ + mc ψ = 0 ? )
4.2.1 Solusi Persamaan Dirac
A. Solusi bergantung waktu
Tinjau bahwa medan spinor Dirac ψ tidak bergantung pada posisi, yaitu
∂ψ ∂ψ ∂ψ ∂ψ ∂ψ
= , = = =0 . (4.46)
∂x 0 ∂t ∂x1 ∂x 2 ∂x 3
91
13. Kemudian elemen-elemen matrikss kolom (4 x 1) dari medan spinor Dirac disusun
menjadi dua buah matriks kolom (2 x 1) sebagai berikut
ψ 1
ψ ψ
ψ = 2≡ A . (4.47)
ψ 3 ψ B
ψ
4
Jelaslah disini ψ A dan ψ B masing-masing adalah matrikss kolom (2 x 1) dengan
komponen-komponen matriksnya diberikan oleh
ψ ψ
ψ A = 1 , ψB = 3 . (4.48)
ψ 2 ψ 4
Maka persamaan medan Dirac menjadi
∂ψ A
12 x 2 0 ∂t ψ A
− m = 0 , (4.49)
0 −12 x 2 ∂ψ B ψ B
∂t
dimana 12x2 adalah matriks satuan (2 x 2). Dari persamaan (4.49) ada dua buah
persamaan yang harus diselesaikan
∂ψ A
− mψ A = 0 , (4.50a)
∂t
∂ψ B
− − mψ B = 0 . (4.50b)
∂t
Dengan mengintegrasikan persamaan-persamaan di atas maka diperoleh solusi untuk
masing-masing persamaan,
ψ A (t ) = ψ A (0)exp ( −imt ) , (energi positif: partikel), (4.51a)
ψ B (t ) = ψ B (0)exp ( +imt ) . (energi negatif: anti partikel). (4.51b)
Persamaan (4.51) adalah persamaan bergantung waktu dari partikel dalam keadaan
r
kuantum dengan energi E. Dalam kerangka diam partikel ( p = 0 ), energi dari sebuah
partikel diberikan oleh E = m sehingga ψ A adalah solusi yang mungkin. Sedangkan ψ B
menggambarkan keadaan kuantum dari sebuah partikel lain dengan energi negatif
E = − m . Dirac kemudian memberikan tafsiran bahwa ψ A adalah solusi untuk keadaan
92
14. partikel (energi positif) spin-1/2 sedangkan ψ B adalah solusi untuk keadaan anti-partikel
(energi negatif) spin-1/2. 3 Sebagai contoh, jika ψ A adalah keadaan kuantum elektron
maka ψ B adalah keadaan kuantum anti-elektron yaitu positron. Dari kenyataan ini dapat
disimpulkan bahwa persamaan Dirac bukan persamaan yang menggambarkan persamaan
untuk partikel tunggal tetapi persamaan untuk partikel dan anti partikel.
Energi
Partikel
Foton m
−m
Anti-partikel (hole)
Lautan Dirac
Gambar 4.1. Penciptaan pasangan partikel-antipartikel dalam tafsiran lautan Dirac.
Masalah solusi energi negatif kemudian dijelaskan dengan memperkenalkan apa
yang disebut ”lautan Dirac” (Dirac sea). Bertolak dari prinsip larangan Pauli untuk
partikel spin-1/2, Dirac mengasumsikan bahwa keadaan energi negatif terisi secara penuh
(sebuah vakum stabil dimana semua keadaan energi negatif ditempati) dan prinsip Pauli
mencegah setiap partikel memasuki lautan keadaan energi negatif ini. Gambaran ini juga
membawa suatu kesimpulan bahwa tafsiran partikel tunggal untuk persamaan Dirac
adalah tidak mungkin. Sebuah foton dengan energi E > 2m dapat mengeksitasi salah satu
elektron yang mengisi keadaan energi negatif akan meninggalkan sebuah lubang (hole)
dalam lautan Dirac (Lihat Gambar 4.1). Lubang ini berperilaku seperti sebuah partikel
dengan massa yang sama tetapi muatannya berlawanan yang ditafsirkan sebagai sebuah
3
Membedakan partikel dan anti partikel hanyalah sebuah konvensi. Jadi kita juga dapat mengubah
konvensi tersebut, misalnya positron adalah partikel dan elektron adalah anti partikel. Dalam hal ini kita
hidup dalam dunia anti partikel.
93
15. positron. Implementasikan dari hal ini dapat dilihat ketika kita mengkuantisasi medan
spin-1/2.4
B. Solusi gelombang bidang
Solusi gelombang bidang untuk persamaan Dirac adalah
r
ψ ( x ) = N exp ( −ip x ) u ( p ) , p µ = ( E , p ) , (4.52)
dimana N adalah konstanta normalisasi dan u ( p ) adalah fungsi Dirac bebas sedemikian
sehingga ψ ( x ) memenuhi persamaan Dirac (4.30). Fungsi u ( p ) kemudian akan
menyatakan keadaan spinor 4-komponen. Karena ψ ( x ) bergantung pada x µ maka
∂ψ ( x )
∂ µψ =
∂x µ
(
= −ipµ N exp −ipν xν u ( p ) . ) (4.53)
Akibatnya persamaan Dirac menjadi
( ( ) ) ( (
iγ µ −ipµ N exp −ipν xν u ( p ) − m N exp −ipν xν u ( p ) = 0 . ) ) (4.54)
atau
(γ µ
)
pµ − m u ( p ) = 0 . (4.55)
Ini dinamakan sebagai persamaan Dirac dalam ruang momentum. Jika u ( p ) memenuhi
persamaan (4.55), maka ψ ( x ) pada persamaan (4.52) memenuhi persamaan Dirac.
Dengan menggunakan analogi contoh 4.1, namun sekarang untuk fungsi bebas
Dirac u ( p ) (spinor 4-komponen) yang didekomposisikan sebagai berikut
u u u
u = A, uA = 1 , uB = 3 . (4.56)
u B u2 u4
Maka dapat diperoleh dua buah persamaan simultan:
u 1 − pz − ( p x − ip y ) u3
uA = 1 = − . (4.57a)
u2 ( E − m ) − ( px + ip y )
pz u4
u 1
pz (p x − ip y ) u1
.
uB = 3 = (4.57b)
u4 ( E + m ) ( px + ip y )
− p z u 2
4
Dalam buku ini tidak akan membahas kuantisasi medan. Untuk kuantisasi medan dapat dibaca pada buku
teks teori medan kuantum, lihat referensi.
94
16. Jika kedua persamaan di atas diselesaikan maka hubungan energi-momentum relativistik
juga diperoleh,
+ p 2 + m2 ,
partikel
E= (4.58)
− p 2 + m2 ,
anti − partikel
Kembali, akar positif terkait dengan keadaan partikel dan akar negatif adalah untuk anti
partikel, seperti dijelaskan sebelumnya. Karena u ( p ) masih merupakan fungsi bebas
maka pemilihan komponen-kompenen dari persamaan (4.57) akan menghasilkan empat
buah solusi: dua buah untuk solusi energi positif E = + p 2 + m 2 dan dua buah untuk
solusi energi negatif E = − p 2 + m 2 , yaitu:
1. Dua solusi untuk energi positif (partikel):
(i) jika u1 = 1 dan u2 = 0 : partikel dengan spin up, maka
1
uA = , (4.59a)
0
dan
u 1
pz (p x− ip y ) 1
= 1 pz
uB = 3 = . (4.59b)
u4 ( E + m ) ( px + ip y )
− pz 0 ( E + m ) px + ip y
Sehingga diperoleh
1
0
r u A p z
u ( E, p ) = = . (4.59c)
u B E + m
px + ip y
E+m
r
Untuk partikel diam p = 0 fungsi keadaan spinor 4 komponen dari partikel dengan spin
up adalah
1 1
r 0 0
( )
u E ,0 =
0
⇒ ψ ( x ) = exp ( −iEt ) .
0
(4.59d)
0 0
(ii) jika u1 = 0 dan u2 = 1 : partikel dengan spin down, maka
95
17. 0
uA = , (4.60a)
1
dan
u 1 px − ip y
uB = 3 = . (4.60b)
u4 ( E + m ) − p z
Sehingga diperoleh
0
1
r u A px − ip y
u ( E, p ) = = . (4.60c)
u B E + m
− pz
E+m
r
Sehingga untuk partikel diam p = 0 fungsi keadaan spinor 4 komponen dari partikel
dengan spin down adalah
0 0
r 1 1
( )
u E ,0 = ⇒
0
ψ ( x ) = exp ( −iEt ) .
0
(4.60d)
0 0
2. Dua solusi untuk energi negatif (anti partikel):
(i) jika u3 = 1 dan u4 = 0 : anti partikel dengan spin up, maka
u 1 pz
uA = 1 = . (4.61a)
u2 ( E − m ) px + ip y
1
uB = . (4.61b)
0
Sehingga diperoleh
pz
( E − m)
r u A px + ip y
u ( E, p ) = = . (4.61c)
u B ( E − m )
1
0
r
Untuk anti partikel diam p = 0 fungsi keadaan spinor 4 komponen dari antipartikel
dengan spin up adalah
96
18. 0 0
r 0 0
( )
u E ,0 =
1
⇒ ψ ( x ) = exp ( +iEt ) .
1
(4.61d)
0 0
(ii) jika u3 = 0 dan u4 = 1 : anti partikel dengan spin down, maka
u 1 px − ip y
uA = 1 = . (4.62a)
u2 ( E − m ) − p z
0
uB = . (4.62b)
1
Sehingga diperoleh
px − ip y
E−m
( )
r u − p z
u ( E, p ) = A = . (4.62c)
u B ( E − m )
0
1
r
Untuk anti partikel diam p = 0 fungsi keadaan spinor 4 komponen dari antipartikel
dengan spin down adalah
0 0
r 0 0
( )
u E ,0 =
0
⇒ ψ ( x ) = exp ( +iEt ) .
0
(4.63d)
1 1
Fungsi Dirac bebas u(p) di atas adalah funsi Dirac yang belum ternormalisasi. Maka
untuk memperoleh fungsi Dirac ternormalisasi perlu diperkenalkan konstanta normalisasi
N. Misalkan empat fungsi Dirac bebas (spinor Dirac 4-komponen) yang ternormalisasi
dinyatakan oleh: u (1) dan u (2) adalah solusi untuk partikel, u (3) dan u (4) adalah solusi
untuk anti-partikel. Kita tuliskan kembali persamaan di atas dengan melibatkan faktor
normalisasi sebagai berikut:
(1) Solusi untuk partikel E = + p 2 + m 2 adalah
97
19. 1 0
0 1
r pz r p x − ip y
u ( E, p) = N
(1)
(spin up), u ( E , p ) = N
(2)
(spin down). (4.64)
E+m E+m
px + ip y − pz
E+m
E+m
Persamaan ini berturut-turut mengambarkan persamaan keadaan elektron dengan
spin-up dan spin-down.
(2) Solusi untuk anti-partikel E = − p 2 + m 2 adalah
pz p x − ip y
( E − m) E−m
( )
r px + ip y r − pz
u (3) ( E , p ) = N (spin up), u ( E , p ) = N
(4)
(spin down) (4.65)
( E − m) ( E − m)
1 0
0
1
Persamaan ini berturut-turut mengambarkan persamaan keadaan antielektron dengan
spin-up dan spin-down. Sifat-sifat akan dijelaskan pada pasal berikutnya.
Solusi energi negatif dapat pula ditafsirkan sebagai keadaan antipartikel energi
positif. Untuk itu, ungkapan energi dan momentum fisis dari anti partikel dapat diperoleh
dengan membalik tanda kedua kuantitas ini. Untuk memperjelas perbedaaan antara solusi
partikel dan anti partikel yang keduanya sekarang memiliki energi dan momentum
(
positif E = )
p 2 + m 2 , untuk partikel dinyatakan dengan u ( s ) dan anti partikel dengan
v ( s ) dengan s = 1, 2. Sehingga dengan membalik tanda persamaan (4.65) maka diperoleh
p x − ip y
E+m
( )
r r − pz
v (1) ( E , p ) = u (4) (− E , − p ) = N , (4.66a)
( E + m)
0
1
98
20. pz
( E + m)
r r px + ip y
v (2) ( E , p ) = u (3) ( − E , − p ) = N , (4.66b)
( E + m)
1
0
Ini adalah solusi untuk dua keadaan spin anti partikel. Dengan demikian solusi
gelombang bidang dari persamaan Dirac dapat diringkas sebagai berikut:
N exp ( −ip ⋅ x ) u ( s ) ( p ) , partikel
ψ (s)
( x) =
(4.67)
N exp ( −ip ⋅ x ) v ( p ) ,
(s)
anti partikel
dimana s = 1, 2.
Contoh 4.4.
Carilah konstanta normalisasi N dengan menggunakan persamaan-persamaan (4.64) jika
syarat normalisasi untuk spinor diberikan oleh u †u = 2 E ?
Jawab:
Dari persamaan (4.64) diperoleh
1
0
pz px − ip y p
u (1) †u (1) = NN * 1 0
z
E+m E+m E+m
px + ip y
E+m
= NN 1 + 0 +
* pz2
+
( px − ip y )( px + ip y )
( E + m) ( E + m)
2 2
( E + m )2 + p 2 2 2E
= NN *
= N .
( E + m) E + m
2
Dengan syarat normalisasi yang diberikan maka
99
21. 2 2E
N = 2E ⇒ N = E+m . (4.68)
E + m
Ini adalah konstanta normalisasi untuk keadaan partikel. Cobalah gunakan untuk spinor
yang lain, serta turunkan konstanta normalisasi untuk keadaan anti-partikel?
Dengan menggunakan konstanta normalisasi (4.68) maka keempat keadaan spin dapat
dinyatakan sebagai berikut
1 0
0 1
r pz r p x − ip y
u ( E, p) = E + m
(1)
, u ( E, p) = E + m
(2)
,
E+m E+m
px + ip y − pz
E+m
E+m
( px − ip y ) pz
( E + m)
( E + m)
r −p r p x + ip y
v (1) ( E , p ) = E + m z , v (2) ( E , p ) = E + m
( E + m) ( E + m)
1
0
1
0
Sifat-sifat normalisasi dari persamaan spinor di atas adalah
u ( r ) ( p )u ( s ) ( p ) = 2mδ rs , (4.69a)
u ( r ) ( p )v ( s ) ( p ) = v ( r ) ( p )u ( s ) ( p ) = 0 , (4.69b)
v ( r ) ( p )v ( s ) ( p ) = −2mδ rs . (4.69c)
Disini r, s = 1, 2.
4.2.2 Operator spin
Kita ingin mengetahui fungsi keadaan spinor yang telah diberikan di atas. Matriks spin
untuk partikel-partikel Dirac didefinisikan sebagai berikut
r
r 1 σ 0
S= r . (4.70)
2 0 σ
Dengan masing-masing komponennya adalah
100
22. 1 σ x 0 1 σ y 0 1 σ z 0
Sx = , Sy = , Sz = . (4.71)
2 0 σx
2 0 σy 2 0 σz
Andaikan kita ingin mengukur S x , S y dan S z pada sebuah partikel dalam keadaan
(state) :
α
β . (4.72)
Misalkan spin up dalam arah-z adalah
α α
σz = , spinup dalam arah − z . (4.73)
β β
dan spin down dalam arah-z adalah
α α
σ z = − , spin down dalam arah − z . (4.74)
β β
Pertama kita dapat membentuk sebuah persamaan nilai eigen
α α
σz = λ . (4.75)
β β
Maka nilai eigen λ dapat diselesaikan sebagai berikut
1 0 1 0 α
− λ 0 1 β = 0 . (4.76)
0 −1
Dan persamaan yang harus diselesaikan adalah
(1 − λ )α = 0, (1 + λ ) β = 0 ,
yang memberikan solusi nilai eigen λ = ±1 . Untuk λ = 1 maka diperoleh
1 0 α α α α
0 −1 β = β ⇒ −β = β ⇒ α = α, − β = β . (4.77)
Dengan mengambil α = 1 dan β = 0 maka keadaan eigenya diberikan oleh
α 1
↑ ≡ = , spinup . (78)
β 0
Keadaan eigen (4.78) adalah keadaan dari sebuah partikel dengan spin up. Kemudian
dengan mengambil λ = −1 maka diperoleh
1 0 α α α α
0 −1 β = − β ⇒ − β = − β ⇒ α = −α , β = β . (4.79)
maka keadaan eigenya diberikan oleh
101
23. α 0
↓ ≡ = , spin down . (4.80)
β 1
Keadaan eigen (4.80) adalah keadaan dari sebuah partikel dengan spin down dimana kita
telah memilih α = 0, β = 1 .
Contoh 4.5.
Buktikan bahwa medan spinor Dirac adalah keadaan partikel spin up dan spin down!.
Jawab:
Untuk memahami keadaan spin-up atau spin-down dari spinor-spinor Dirac u (1) , u (2) , v (1)
dan v (2) , kita tinjau salah satu darinya, yang lain silahkan dicoba.
1
0
pz
u (1) =N . (4.81)
E+m
p x + ip y
E+m
r
Misalkan p sejajar dengan sumbu-z dan px = p y = 0 , maka diperoleh
E + m
u (1) = 0 . (4.82)
E − m
0
Selanjutnya operasikan operator spin (4.71) terhadap spinor eigen di atas maka diperoleh
1 0 00 E + m E + m
0
1 0 −1 0 0 = 1 0 = 1 u (1) .
S z u (1) = (4.83)
2 0 0 1 0 E − m 2 E − m 2
0 0 0 −1 0
0
Persamaan di atas membentuk persamaan nilai eigen
1
S z u (1) = + u (1) . (spin-up) , (4.84a)
2
102
24. dengan nilai eigen adalah +1/ 2 yang terkait dengan keadaan (spinor) eigen u (1) spin-up.
Dengan cara yang sama dapat ditunjukan bahwa
1
S z u (2) = − u (2) . (spin-down) (4.84b)
2
1
S z u (3) = + u (3) . (spin-up) (4.84c)
2
1
S z u (4) = − u (4) . (spin-down) (4.84d)
2
4.2.3 Kovarian Bilinier
Pada pasal ini kita akan mempelajari dan mengklasifikasikan bilinier dari kombinasi
spinor 4-komponen ψ dan ψ . Yang dimaksud bilinier disini yaitu obyek yang tidak
membawa indeks spinor dan hanya meliputi dua buah medan spinor. Tujuan mempelajari
bentuk bilinier adalah untuk mendefinisikan suatu fungsi Lagrange, yang akan kita
pelajari pada pasal berikutnya.
Sifat-sifat dari spinor Dirac tidak bertransformasi seperti 4-vektor meskipun
memiliki 4 buah komponen. Matriks γ µ juga bukan 4-vektor karena tidak berubah ketika
ditransformasikan dari kerangka S dan S’. Sehingga dapat dipahami bahwa bentuk
bilinier terkait dengan sebuah matriks. Transformasi dari kerangka S kerangka S’ yang
r
bergerak dengan kecepatan v searah sumbu-x diberikan oleh
ψ → ψ ' = Sψ , (4.85)
disini S adalah sebuah matriks 4 x 4,
a a−σ 1
S = a+ + a−γ 0γ 1 = + , (86)
a−σ 1 a+
dimana
a+ = 1
2 (γ + 1) , a− = − 1
2 ( γ − 1) , (4.87)
Andaikan kita ingin membangun sebuah kuantitas skalar dengan menggunakan sebuah
spinorψ . Pertama kita dapat membuat kombinasi ψ †ψ , apakah ini adalah sebuah skalar?
Jika skalar maka tidak akan berubah terhadap transformasi (4.85). Kombinasi ψ †ψ
memberikan hasil
103
25. ψ 1
ψ
* 2
ψ †ψ = ψ 1* ψ 2 ψ 3
* *
ψ4
= | ψ 1 |2 + | ψ 2 |2 + | ψ 3 |2 + | ψ 4 |2 . (4.88)
ψ 3
ψ 4
Masing-masing spinor bertrasformasi sebagai berikut
ψ → ψ ' = Sψ . (4.89a)
ψ† → ( ψ ') = ( Sψ ) = ψ † S † .
† †
(4.89b)
Sehingga persamaan (4.88) menjadi
(ψ ψ )
†
→ ψ '† ψ ' = ψ † S † Sψ . (4.90)
Jika ψ †ψ adalah skalar, haruslah S † S = 1 . Dapat dibuktikan dengan menggunakan
persamaan (4.86), bahwa S † S ≠ 1 ,
1 − βσ 1
S †S = S 2 = γ ≠1 , β = v/c (4.91)
− βσ 1 1
Kemudian kita ingin mencoba untuk membuat kombinasi ψψ = ψ †γ 0ψ , dengan cara
yang sama harus pula ditransformasikan sesuai dengan kaidah transformasi (4.85),
(ψψ ) → (ψψ ) ' = (ψ ' ) γ 0ψ ' .
†
(4.92)
Dengan menggunakan persamaan (4.89b) maka transformasi di atas menjadi
(ψψ ) → (ψψ ) ' = ψ † S †γ 0 Sψ . (93)
Dalam kasus ini haruslah dibuktikan S †γ 0 S = γ 0 . Lihat contoh dibawah ini bahwa
hubungan ini dipenuhi, sehingga ψψ adalah sebuah skalar.
Contoh4.6.
Bukutikan bahwa S †γ 0 S = γ 0 sehingga ψψ adalah skalar.
Jawab:
Dari persamaan (4.86) dapat diperoleh
a+ *
( a−σ 1 ) * a* a−σ 1
*
S† = = *+ *
( a−σ 1 ) * a−σ 1 a+
*
a+
Dengat mengingat bahwa a± terdiri dari bilangan biasa maka a± = a± ,
*
104
27. Pseudoskalar dan pseudovektor dibedakan dengan skalar dan vektor oleh perlakuan
terhadap transformasi paritas5
P = ( x, y , z ) → ( − x, − y , − z ) . (4.97)
Pseudoskalar berubah tanda sedangkan skalar tidak berubah tanda.
Kita melihat ada 16 buah matriks yang dapat dibangun dari matriks gamma 4 x 4
membentuk himpunan matriks {1, γ 5 , γ µ , γ µ γ 5 , σ µν }: ada 1 buah matriks satuan, 1
buah matriks γ 5 , 4 buah matriks γ µ , 4 buah matriks γ µ γ 5 dan 6 buah matriks σ µν .
4.3 Medan Vektor: Partikel spin-1
Berikut ini akan dipelajari partikel spin-1. Foton tidak memiliki massa digambarkan oleh
persamaan Maxwell dan partikel bermassa dengan spin-1 (sebagai contoh boson W ± )
digambarkan melalui persamaan Proca.
r r
Dalam elektrodinamika klasik medan listrik E dan medan magnet B diberikan
oleh 4 set persamaan yaitu persamaan Maxwell:
r r
(i ) ∇ E = 4πρ (Hukum Gauss) , (4.98a)
r
r r 1 ∂B
(ii ) ∇ × E + = 0, (Hukum Faraday) , (4.98b)
c ∂t
r r
(iii ) ∇ B = 0 , (4.98c)
r
r r 1 ∂E 4π r
(iv) ∇ × B − = j (Hukum Ampere) . (4.98d)
c ∂t c
Penjelasan persamaan di atas sebagai berikut: persamaan (i) adalah hukum Gauss yaitu
muatan total di dalam sebuah permukaan tertutup dapat diperoleh dengan
r
mengintegrasikan komponen normal E pada permukaan tersebut. Persamaan (ii) adalah
hukum Faraday yaitu perubahan medan magnet akan menghasilkan medan listrik
Persamaan (iii) menjelaskan tentang tidak adanya muatan magnetik dan persamaan (iv)
adalah hukum Ampere yaitu perubahan medan listrik menghasilkan medan magnet.
Persamaan (ii) dan (iii) dinamakan persamaan homogen sedangkan persamaan (i) dan (iv)
dinamakan sebagai persamaan tak-homogen, mengandung suku sumber.
r r
Dalam notasi relativistik, medan listrik E dan medan magnet B secara bersama-
sama membentuk sebuah medan tensor kontravarian rank-2 antisimetrik (medan tensor
elektromagnetik),
5
J. Griffiths, D., Introduction to Elementary Particle, Bab IV pasal 4.6.
106
28. 0 − E1 − E2 − E3
E 0 − B3 B2
F µν = 1 , (4.99a)
E2 B3 0 − B1
E3
− B2 B1 0
F µν = − F νµ , (antisimetrik) . (4.99b)
Medan tensor elektromagnetik kovarian antisimetrik dapat diperoleh dari tensor medan
kontravarian dengan mengerjakan kontraksi indeks (menurunkan indeks):
Fµν = g µα gνβ F αβ . (4.100)
Representasi matriks untuk medan tensor elektromagnetik kovarian antisimetrik
kemudian diperoleh:
0 E1 E2 E3
−E 0 − B3 B2
Fµν = 1 . (4.101)
− E2 B3 0 − B1
− E3
− B2 B1 0
r
Sedangkan rapat muatan ρ dan rapat arus j adalah 4-vektor:
j µ = ( j 0 , j ) = ( cρ , j ) .
r r
(4.102)
Persamaan Maxwell tak-homogen kemudian dapat dinyatakan sebagai berikut
4π ν
∂ µ F µν = j . (persamaan Maxwell tak-homogen) (103)
c
Persamaan ini menghubungkan tensor antisimetrik dan vektor sebagaimana ditunjukan
oleh indeksnya. Bentuk eksplisit persamaan (4.103), tentunya akan diperoleh kembali
persamaan Maxwell tak-homogen:
(a) dengan mengambil ν = 0 ,
∂F µ 0 ∂F 00 ∂F 10 ∂F 20 ∂F 30 ∂E ∂E ∂E
µ
= + 1 + + =0+ x + y + z
∂x ∂x 0
∂x ∂x 2
∂x 3
∂x ∂y ∂z
r r 4π 0
=∇ E = j ,
c
yang memberikan kembali persamaan (i) dengan mengambil j 0 = c ρ .
(b) dengan mengambil ν = 1 ,
∂F µ1 ∂F 01 ∂F 11 ∂F 21 ∂F 31 1 ∂Ex ∂B ∂B
= + 1 + + 3 =− +0+ z − y
∂x µ ∂x 0 ∂x ∂x 2 ∂x c ∂t ∂y ∂z
4π 1
= j ,
c
107
29. atau
∂Bz ∂By 1 ∂E x 4π
− − = jx
∂y ∂z c ∂t c
(c) dengan mengambil ν = 2 ,
∂F µ 2 ∂F 02 ∂F 12 ∂F 22 ∂F 32 1 ∂E y ∂Bz ∂B
µ
= + 1 + + =− − +0− x
∂x ∂x 0
∂x ∂x 2
∂x 3
c ∂t ∂x ∂z
4π 2
= j ,
c
atau
∂Bz ∂Bx 1 ∂E y 4π
− − − = jy
∂x ∂z c ∂t c
(d) dengan mengambil ν = 3 ,
∂F µ 3 ∂F 03 ∂F 13 ∂F 23 ∂F 33 1 ∂Ez ∂By ∂Bx
µ
= + 1 + + =− − − +0
∂x ∂x 0
∂x ∂x 2
∂x 3
c ∂t ∂x ∂y
4π 3
= j ,
c
atau
∂By ∂Bx 1 ∂E z 4π
− − − = jz
∂x ∂y c ∂t c
Dari hasil (b) , (c) dan (d), ketiga persamaan ini dapat dinyatakan dalam bentuk 3-vektor.
Hasilnya adalah
r
r 1 ∂E 4π r
( )
r 1
∇× B − = j, j j = jx , j 2 = j y , j 3 = jz
c ∂t c
yang ekuivalen dengan persamaan (iv)
Dari sifat antisimetrik F µν = − F νµ maka rapat arus j µ menjadi bebas divergensi
∂µ jµ = 0 . (4.104)
r
Persamaan Maxwell homogen adalah ekuivaken dengan ungkapan bahwa B dapat
r
dinyatakan sebagai rotasi dari sebuah potensial vektor, A :
r r r
B = ∇× A . (4.105)
Sehingga persamaan Maxwell (ii) menjadi
r
r r 1 ∂A
∇×E + =0 . (4.106)
c ∂t
108
30. Dengan memperkenal potensial 4-vektor
( )
r
Aµ = φ , A , (4.107)
dengan
r r r r r 1 ∂A
B = ∇ × A, E = −∇φ − , (4.108)
c ∂t
persamaan Maxwell homogen masih dipenuhi. Sehingga dalam notasi relativistik dapat
dinyatakan sebagai berikut
F µν = − F νµ = ∂ µ Aν − ∂ν Aµ . (4.109)
Dalam elektrodinamika klasik, medan-medan merupakan elemen-elemen fisisnya.
Mengenalkan sebuah potensial 4-vektor (4.109) hanyalah konstruksi matematis yang
dapat mempertahankan persamaan Maxwell homogen dan mengubah bentuk persamaan
tak-homogen menjadi formulasi relativistik. Secara matematis ini dapat dibenarkan,
r
namun apa makna fisis dari kuantitas-kuantitas φ dan A belumlah jelas meskipun
persamaan (4.109) menentukan secara khusus medan listrik dan medan magnet dalam
r r
ungkapan φ dan A . Ini berarti bahwa φ dan A dapat dipilih sembarang yang akibatnya
r
φ dan A menjadi tidak unik. Andaikan ada sebuah potensial baru yang juga tidak
r r
mengubah ungkapan medan listrik E dan medan magnet B ,
∂f ( x)
φ ( x) → φ '( x) = φ ( x) + , (4.110a)
∂t
r r r r
A( x) → A '( x) = A( x) − ∇f ( x) . (4.110b)
Disini f ( x) adalah sebuah fungsi sembarang yang kemudian dinamakan fungsi gauge.
Maka dengan mensubstitusikan ke persamaan (4.108) diperoleh
r
∂A ' ∂f ( x) ∂ r
( )
r r r r r
E → E ' = −∇φ '− = −∇ φ ( x) + − ∂t A( x) − ∇f ( x)
∂t ∂t
r ∂f ( x) ∂ r ∂ r
( )
r
= −∇φ ( x) − ∇ − A( x) + ∇f ( x )
∂t ∂t ∂t
r r
r ∂∇f ( x) ∂ r ∂∇f ( x)
= −∇φ ( x) − − A( x) +
∂t ∂t ∂t
r ∂ r
= −∇φ ( x) − A( x)
∂t
( )
r r r r r r r
B → B ' = ∇ × A ' = ∇ × A( x) − ∇f ( x)
109
31. ( )
r r r r
= ∇ × A( x) − ∇ × ∇f ( x)
r r
= ∇ × A( x)
Bandingkan hasil transformasi persamaan di atas dengan persamaan (4.108),
r r
dapat dilihat bahwa ungkapan medan listrik E dan medan magnet B masih
dipertahankan oleh transformasi (4.110). Persamaan transformasi (4.110) dinamakan
transformasi gauge. Karena itu persamaan Maxwell invarian terhadap transformasi
gauge. Hukum-hukum fisika yang tidak berubah terhadap transformasi gauge dikatakan
invarian gauge. Bentuk kovarian dari transformasi gauge adalah
Aµ → A 'µ = Aµ + ∂ µ f , (4.111)
Dengan mensubstitusikan persamaan (4.111) ke persamaan (4.103), diperoleh
ungkapan untuk potensial 4-vektor Aµ sebagai berikut
4π ν
(
∂ µ ∂ µ Aν − ∂ν ∂ µ Aµ = ) c
j , (4.112)
Dengan mengubah-ubah ungkapan potensial dapat dilihat bahwa perubahan potensial
tidak mempengaruhi medan-medannya, maka dari persamaan (4.111) dapat dipaksakan
sebuah derajat kebebasan dengan memilih f tertentu sedemikian sehingga transformasi
Aµ memenuhi syarat gauge Lorentz,
1 ∂φ r r
∂ µ Aµ = + ∇ A = 0. (4.113)
c ∂t
Sehingga persamaan (4.112) menjadi
4π ν
∂ µ ∂ µ Aν = j , (114)
c
Persamaan ini kemudian memberikan dua buah persamaan gelombang
r
1 ∂ 2φ 1 ∂2 A r 4π r
− ∇ 2φ = 4πρ , − ∇2 A = j, (4.115)
c 2 ∂t 2 c 2 ∂t 2 c
Solusi dari persamaan ini memberikan potensial Lienard-Wiechert. Dalam vakum,
persamaan (4.114) memberikan sebuah tafsiran Aν dalam ungkapan fungsi gelombang
untuk partikel tak bermassa (foton)
∂ µ ∂ µ Aν = 0 , (4.116)
110