adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
Tindak tutur direktif pendidik dalam interaksi belajar mengajar
1. 1
Tindak Tutur Direktif Pendidik dalam Interaksi Belajar Mengajar
di SMA Negeri 1 Wirosari: Analisis Wacana Kelas
Iguh Prasetyo
(Guru SMA N 1 Wirosari Grobogan)
Abstrak
___________________________________________________________________
Kemampuan komunikasi pendidik dalam menyampaikan petunjuk maupun arahan kepada peserta
didik dapat diwujudkan dengan tindak tutur direktif. Pengekspresian tindak tutur direktif pendidik
perlu memperhatikan dimensi konteks sosial, interaksioanal, dan kemampuan diri (individual agency)
pendidik. Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1) mendeskripsi dimensi konteks sosial, 2)
mendeskripsi dimensi konteks interaksional, 3) mendeskripsi individual agency (kemampuan pendidik)
pada tindak tutur direktif pendidik dalam mengelola interaksi belajar-mengajar di SMA Negeri 1
Wirosari. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskripsi kualitatif dan pendekatan teoritis analisis
wacana kelas (Rymes). Hasil penelitian ini adalah: 1) adanya jarak sosial yang variatif, status sosial
pendidik yang tinggi, formalitas dalam berkomunikasi, dan fungsi afektif yang cukup tinggi. 2)
Tindak tutur direktif pendidik memunculkan interaksional terprediski, tidak terprediski, dan konteks
baru. 3) Berdasar realisasi tindak tutur direktif pendidik dapat diketahui kemampuan penguasaan
materi, kemampuan menyampaikan materi, dan kemampuan berinteraksi pendidik.
The communication skills of educators in delivering instructions and direction to students can be
realized by directive speech acts. Expressing the directive speech acts of educators needs to pay
attention to the dimensions of the social context, interaction, and the individual agency of educators.
The objectives of this study were: 1) to describe the dimensions of social context, 2) to describe the
dimensions of the interactional context, 3) to describe the individual agency in the speech acts of the
educator directors in managing the teaching-learning interaction in Wirosari 1 Public High School.
This study uses a qualitative description approach and theoretical approach to class discourse
analysis (Rymes). The results of this study are: 1) the social context behind the educator's directive
speech acts is the existence of a variety of social distance, high social status of educators, formalities
in communication, affective functions that are quite high. 2) The instructor's directive speech actions
bring predictable, unpredictable, and new contextual interaction. 3) Based on the realization of the
speech acts the educator directive can be known about the ability of mastering the material, the
ability to convey material, and the ability to interact with educators.
PENDAHULUAN
Salah satu faktor penentu keberhasilan pengelolaan kelas adalah kemampuan
pendidik dalam mengelola interaksi belajar-mengajar. Interaksi belajar-mengajar
merupakan proses komunikasi antara pendidik sebagai penutur, peserta didik sebagai
perespons atau mitra tutur, dan bahan pembelajaran sebagai topik tutur dengan mengacu
program pembelajaran (Berlo 1960; Sardiman 2016).
Dalam proses komunikasi pendidik dituntut mempunyai kemampuan berinteraksi,
bersosialisasi, memotivasi, negosiasi, menjalankan regulasi, dan manajemen waktu
dalam pengelolaan interaksi belajar-mengajar. Hal ini sesuai dengan peran dan fungsi
2. 2
pendidik, diantaranya adalah sebagai informator, edukator, manager, fasilitator,
dinamisator (pembimbing), motivator, mediator, inovator, dan evaluator (Suparlan,
2006; Husin, 1995; Sardiman 2016).
Kegiatan interaksi belajar-mengajar selalu berjalan dinamis. Pendidik sering
menghadapi kendala dalam melaksanakan kegiatan interaksi belajar-mengajar. Ada
berapa jenis perilaku yang dapat mengganggu kegiatan belajar-mengajar antara lain
adalah tidak adanya perhatian, perilaku mengganggu, memusatkan perhatian, cara
maupun tuturan dalam memberikan petunjuk dan tujuan pembelajaran yang tidak jelas
(Sanjaya 2008). Penyampaian petunjuk pendidik dapat diwujudkan dengan tindak tutur
direktif. Tindak tutur direktif adalah tindak tutur untuk menyuruh sebagai bentuk
ekspresi sikap penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh mitra tutur untuk
melakukan sesuatu (Ibrahim 1993:27; Yule 2014 : 93).
Penggunaan tindak tutur direktif pendidik haruslah seefektif mungkin agar tujuan
interaksi belajar-mengajar dapat tercapai. Perhatian terhadap konteks adalah hal yang
tidak bisa dihindari dalam mewujudkan tindak tutur direktif pendidik yang efektif.
Konteks merupakan suatu pengetahuan latar belakang yang secara bersama dimiliki
oleh penutur dan mitra tutur yang dapat membantu mitra tutur menafsirkan atau
menginterprestasi maksud tuturan penutur (Leech 1993; Rustono 1999: 20).
Penggunaan bahasa (tindak tutur) pendidik melalui interaksi lisan pendidik dan
peserta didik di kelas merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kebermaknaan
kegiatan belajar-mengajar. Bahasa yang digunakan oleh pendidik di dalam kelas dapat
mempengaruhi keberhasilan interaksi belajar-mengajar (Cook 2000; Parrish 2004).
Wacana kelas mengacu pada bahasa yang pendidik dan peserta digunakan untuk
berkomunikasi satu sama lain di dalam kelas. Wacana anatara peserta didik dan pendidik
ini disebut juga wacana sebagai pedagogik. Wacana kelas berbeda bentuk dan fungsi
bahasa yang digunakan dengan situasi lain karena peran sosial yang berbeda. Fungsi
bahasa tersebut digunakan untuk mengungkapkan isi informasi faktual atau proposional,
disebut fungsi bahasa transaksional; sedang fungsi bahasa dalam pengungkapan
hubungan sosial dan sikap-sikap pribadi disebut fungsi bahasa interaksional (Richards
1992:52, Brown 1987: 1-2). Rymes (2016: 20) menguraikan konsep ragam bahasa
komunikatif dan hubungannya dengan identitas sosial seseorang. Analisis wacana kelas
3. 3
memberikan metode untuk mempelajari bagaimana komunikasi ragam bahasa pendidik
dan peserta didik.
Permasalahan yang akan diurai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1)
bagaimanakah dimensi konteks sosial, 2) Bagaimanakah dimensi konteks interaksional,
3) serta bagaimanakah individual agency (kemampuan pendidik) pada tindak tutur
direktif pendidik dalam mengelola interaksi belajar-mengajar di SMA Negeri 1
Wirosari?
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) mendeskripsi dimensi
konteks sosial pada, 2) mendeskripsi dimensi konteks interaksional, 3) danmendeskripsi
individual agency pada tindak tutur direktif pendidik dalam mengelola interaksi belajar-
mengajar di SMA Negeri 1 Wirosari.
METODE
Metode merupakan rencana keseluruhan bagi penyajian bahan bahasa secara rapi
dan tertib, yang tidak ada bagian-bagiannya yang berkontradiksi, dan kesemuanya itu
didasarkan pada pendekatan yang dipilih (Subyantoro: 2013). Adapun pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan teoretis dan pendekatan metodologis.
Pendekatan teoretis yang digunakan adalah analisis wacana kelas Rymes yang meliputi
dimensi konteks sosial, dimensi konteks interaksional, dan individual agency. Ketiga
dimensi tersebut akan menguraikan fungsi dan penggunaan bahasa. Adapun pendekatan
metodologis yang akan digunakan adalah pendekatan kualitatif .
Sumber data dalam penelitian ini adalah tuturan pendidik dalam interaksi belajar-
mengajar di SMA Negeri 1 Wirosari. Dalam penelitian, sumber data yang akan
digunakan adalah pendidik dengan berbagai latar belakang. Dalam penelitian ini
digunakan tuturan pendidik dengan berbagai disiplin ilmu (mata pelajaran).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dimensi Konteks Sosial
Realisasi tindak tutur direktif pendidik dalam mengelola interaksi belajar-
mengajar di SMA Negeri 1 Wirosari mempunyai pola yang menunjukkan karakteristik
interaksi belajar-mengajar. Hal ini dikarenakan konteks sosial pendidik, peserta didik dan
lingkungan yang menyertainya sangatlah berbeda dengan peristiwa tutur dalam
pembelajaran di tempat (sekolah) lain. Konteks yang melatarbelakangi interaksi belajar-
4. 4
mengajar dapat menimbulkan fungsi wacana yang berbeda serta ragam bahasa yang
digunakan oleh pendidik.
Perbedaan Konteks Mempengaruhi Fungsi Wacana
Tindak tutur direktif yang digunakan pendidik sangatlah dipengaruhi struktur
sosial. Sebuah tindak tutur mempunyai fungsi wacana yang berbeda karena latar
belakang sosial yang berbeda. Sebuah bentuk bahasa yang sama, tetapi dalam konteks
yang berbeda akan mempunyai fungsi berbeda pula.
(1)KONTEKS: PENDIDIK AKAN MENJELASKAN MATERI DI PAPAN TULIS,
NAMUN SPIDOL YANG AKAN DIGUNAKAN SUDAH HABIS
TINTANYA SEHINGGA TIDAK BISA DIPAKAI.
Pendidik : Ini spidol cuma ini?
Peserta didik : Iya (serempak). Sampai mati Bu!
Secara tekstual, tindak tutur direktif pendidik (1) menunjukkan bahwa penutur
menanyakan kepada mitra tutur apakah spidol yang dimiliki hanya satu tersebut. Secara
kontekstual, tindak tutur direktif pendidik mempunyai maksud agar peserta didik segera
mencari spidol yang masih berfungsi atau segera mengisi spidol tersebut dengan tinta
yang sudah disediakan oleh sekolah. Maksud pendidik dilatarbelakangi konteks: spidol
tidak berfungsi saat akan digunakan menulis di papan tulis.
Konteks yang melatarbelakangi tindak tutur direktif “Ini spidol cuma ini?”
membuktikan adanya perbedaan fungsi. Perbedaan fungsi tersebut yaitu menanyakan
jumlah spidol yang dimiliki dan meminta peserta didik agar menyiapkan spidol yang
masih berfungsi.
Perbedaan Konteks Luar Kelas (Sosial) Mempengaruhi Penggunaan Ragam
Bahasa
Sebuah bentuk bahasa akan mempunyai fungsi wacana yang berbeda karena latar
belakang di luar kelas yang berbeda. Aspek-aspek sosial yang mempengaruhi fungsi
wacana (tindak tutur direktif) pendidik dalam mengelola interaksi belajar-mengajar
adalah jarak sosial, status sosial, formalitas serta fungsi afektif dan referensial.
1. Jarak Sosial
5. 5
Jarak sosial yang mempengaruhi tindak tutur direktif pendidik dalam interaksi
belajar-mengajar di dalam kelas meliputi beberapa tingkatan yakni, hubungan sangat
dekat, hubungan cukup dekat, dan hubungan cukup jauh.
a. Skala Hubungan Sangat Dekat
Kedekatan hubungan antara penutur dan mitra tutur dapat teridentifikasi melalui
bentuk tindak tutur, respons mitra tutur, dan latar belakang psikologis.
(2)KONTEKS: PENDIDIK MEYAKINKAN PESERTA DIDIK BAHWA SOAL
YANG DITENTUKAN HARUS DIKERJAKAN.
Pendidik : Digarap! Kamu pilih mengerjakan soal atau kamu yang saya
garap?
Peserta didik : Ini saya ngerjain soal Bu!
Maksud tindak tutur direktif pada percakapan (2) adalah penutur memerintah agar
mitra tutur segera mengerjakan soal. Penutur (pendidik) dalam memerintah mitra tutur
(peserta didik) memilih tindak tutur direktif langsung dengan bahasa yang kurang
formal, yaitu adanya kata garap.
b. Skala Hubungan Cukup Dekat
Hubungan antara penutur dan mitra tutur dikategorikan cukup dekat dapat dilihat
melalui pilihan bentuk tindak tutur, yaitu berbentuk langsung. Pilihan bahasa yang lebih
memperhatikan prinsip sopan santun dapat juga menjadikan hubungan antara penutur
dan mitra tutur lebih dekat.
(3) KONTEKS: PENDIDIK MEYAKINKAN PESERTA DIDIK BAHWA SOAL
YANG DITENTUKAN HARUS DIKERJAKAN.
Pendidik : Saya minta tolong semua untuk tenang dan LKS dibagi!
Peserta didik : (membagi LKS)
Maksud tindak tutur direktif pendidik pada percakapan (3) adalah penutur
meminta kepada mitra tutur untuk tenang dan LKS yang sebelumnya dikumpulkan
untuk dibagikan. Penutur menggunakan bentuk tindak tutur direktif langsung dalam
penyampaian maksudnya. Penutur menggunakan kata tolong sebagai bentuk kesantunan
agar mitra tutur lebih menerimanya. Pilihan bentuk langsung dan kesantunan ini
menunjukkan bahwa hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur cukup dekat.
c. Skala Hubungan Cukup jauh
Hubungan antara penutur dan mitra tutur dikategorikan cukup jauh dapat
teridentifikasi melalui pilihan bentuk tindak tutur, yaitu bentuk tidak langsung dan
6. 6
kurangnya penutur memperhatikan prinsip sopan santun dalam menggunakan tindak
tutur (direktif).
(4)KONTEKS: PADA PERTEMUAN SEBELUMNYA, PENDIDIK MEMBERI
TUGAS KEPADA PESERTA DIDIK. SEKARANG PENDIDIK
MENGKONFERMASI APAKAH TUGAS YANG DIBERIKAN
SEBELUMNYA SUDAH DIKERJAKAN OLEH PESERTA DIDIK.
Pendidik : Siapa yang tidak mengerjakan sama sekali?
Peserta didik : (Peserta didik yang tidak mengerjakan sama sekali tunjuk jari)
Pada Percakapan (4). Penutur mempunyai maksud menginterogasi mitra tutur
agar mereka yang tidak mengerjakan tugas segera mengaku. Hal ini dilakukan penutur
sebagai pendidik untuk mengontrol kedisipinan serta kejujuran mitra tutur. Penutur
menggunakan bahasa formal dan fungsi interogasi menunjukkan bahwa hubungan
penutur dan mitra tutur cukup jauh.
2. Status Sosial
Secara struktur sosial dan supremasi kekuasaan (otoritas) di sekolah, penutur yang
merupakan pendidik tentunya lebih tinggi derajatnya dari mitra tutur yang merupakan
peserta didik.
(5)KONTEKS: PESERTA DIDIK SALING BERDEBAT PENDIDIK
MENYARANKAN KEPADA PESERTA DIDIK UNTUK TIDAK
MENANGGAPI LAGI.
Pendidik : Sudah, diam saja!
Peserta didik: (diam)
Penutur pada percakapan (5) menyarankan kepada mitra tutur yang sedang
berselisih paham untuk menghentikan perselisihan. Saran untuk menyudahi perselisihan
dan diam merupakan bentuk otoritas yang dimiliki penutur. Otoritas (kekuasaan)
penutur yang tinggi memungkinkan untuk mengondisikan kelas, sehingga kegiatan
belajar-mengajar bisa segera dimulai. Kekuasan yang dimiliki penutur ini menunjukkan
bahwa status sosial penutur lebih tinggi daripada mitra tutur.
3. Formalitas
Keformalan sebuah interaksi selalu berkaitan dengan waktu dan tempat terjadinya
suatu peristiwa tutur, mengacu juga pada situasi tempat dan waktu atau situasi
psikologis pembicaraan. Ada dua macam situasi dalam pembicaraan yaitu situasi formal
dan situasi informal.
a. Situasi Formal
7. 7
Interaksi dalam situasi formal dapat diketahui melalui keformalan atau kebakuan
bahasa yang digunakan partisipan dalam sebuah peristiwa tutur. Semakin tinggi tingkat
kebakuan bahasa yang digunakan penutur maupun mitra tutur menunjukkan tingkat
formalitas interaksi yang tinggi.
(6)` KONTEKS: PESERTA DIDIK MENGERJAKAN SOAL. PENDIDIK MEMINTA
SALAH SATU KELOMPOK UNTUK MENGERJAKAN SOAL DI
DEPAN
Pendidik : Coba salah satu kelompok bisa untuk maju!
Peserta didik : Bembeng, Pak!
Percakapan (6) menunjukkan bahwa penutur (pendidik) bermaksud meminta mitra
tutur (satu personal dari salah satu kelompok) untuk mengerjakan soal yang telah
dibahas di dalam kelompok. Penutur menggunakan tindak tutur direktif secara langsung
(imperatif). Bentuk tindak tutur direktif langsung ini menunjukkan kesungguhan
maksud penutur.
tutur direktif pendidik pada percakapan (38) dapat pula terlihat dari kesantunan
tuturan (menggunakan kata coba) yang disampaikan penutur kepada mitra tutur.
Kebakuan dan keformalan bahasa yang digunakan penutur dapat pula sebagai bentuk
kesungguhan penutur dalam menyampaikan maksud. Kebakuan tindak tutur direktif
penutur pada percakapan (6) menunjukkan bahwa interaksi tersebut dalam situasi
formal.
b. Situasi Informal
Bahasa pendidik dan peserta didik dalam interaksi belajar-mengajar dapat
mempengaruhi tingkat keformalan. Penggunaan variasi bahasa nonstandar dapat
menjadikan interaksi dalam situasi informal.
(7) KONTEKS : PESERTA DIDIK TIDAK SEGERA MENGERJAKAN SOAL
MESKI WAKTU YANG DISEDIAKN LEBIH DARI CUKUP.
Pendidik : Ayo Hendrik, cepat maju, Hendrik!! Selak wektune entek lho.
Peserta didik : (dengan terpaksa maju ke depan)
Penutur bermaksud memerintah peserta didik yang bernama Hendrik untuk
segera mengerjakan soal di papan tulis. Penggunaan alih kode (bahasa Jawa), sebagai
latar belakang budaya keduanya (penutur dan mitra tutur) menandakan bahwa penutur
mengutamakan emosional daripada kesantunan. Penggunaan bahasa tidak baku (bahasa
Jawa) ini menjadikan suasana interaksi menjadi informal.
8. 8
4. Fungsi Afektif dan Referensial
Fungsi afektif lebih dominan mana kala tindak tutur direktif mengedepankan
emosional atau mengekspresikan perasaan penutur. Fungsi referensial lebih dominan
mana kala tindak tutur mengedepankan penyampaian maksud ataupun informasi.
a. Fungsi Afektif
Fungsi efektif digunakan penutur untuk mengekspresikan suasana hati dan
perasaan penutur. Penutur dalam menggunakan tindak tutur direktif lebih dipengaruhi
suasana emosional yang dirasakan penutur.
(8) KONTEKS : PENDIDIK MEMINTA (MENUNTUT) SALAH SATU PESERTA
DIDIK UNTUK MENUNJUKKAN PARTIKEL BETA DAN
GAMMA YANG ADA PADA PAPAN TULIS.
Pendidik : Wis mbok waca to? Mana?
Peserta didik : (diam)
Penutur bermaksud menuntut peserta didik untuk menunjukkan apa yang diminta
pendidik sebelumnya, yaitu menunjukkan partikel beta dan gamma yang ada pada papan
tulis. Penutur menuntut peserta didik untuk menunjukkan apa yang dimaksud penutur
(partikel beta dan gamma) karena sebelumnya penutur telah menjelaskan dan
menunjukkan partikel beta dan gamma yang ada di papan tulis. Tindak tutur direktif
pendidik pada percakapan (8) mengedepankan ungkapan kekecewaan (suasana
emosional) penutur dibanding sekadar meminta informasi atau menanya.
b. Fungsi Referensial
Fungsi referensial dalam tindak tutur direktif digunakan penutur untuk
menyampaikan maksud agar mintra tutur dapat memahami apa yang harus dilakukan.
(9) KONTEKS : PENDIDIK AKAN MEMULAI PENJELASAN SOAL NOMOR
EMPAT, NAMUN ADA BEBERAPA PESERTA DIDIK YANG
RAMAI, SALAH SATUNYA IKBAL.
Pendidik : Coba perhatikan soal yang ke empat. Yo..! Bal perhatikan!
Peserta didik : (diam dan memperhatikan)
Penutur meminta kepada mitra tutur untuk memperhatikan pelajaran. Penutur
menggunakan tindak tutur direktif berbentuk langsung yaitu mitra tutur agar segera
memperhatikan penjelasan pendidik. Penutur menyampaikan maksud bahwa yang harus
dilakukan mitra tutur adalah memperhatikan penjelasan pendidik. Percakapan (9)
menunjukkan bahwa tindak tutur direktif pendidik mempunyai fungsi referensial.
9. 9
Dimensi Konteks Interaksional
Tindak tutur direktif dalam interaksi belajar-mengajar digunakan pendidik untuk
menyampaikan maksud dengan berbagai konteks. Konteks interaksional adalah salah
satu faktor yang sangat mempengaruhi ketercapaian maksud pendidik (penutur).
1. Konteks Interaksional Terprediksi (Kesesuaian).
Mitra tutur dapat memprediksi jawaban atau tindakan yang sesuai dengan maksud
penutur. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan mitra tutur maupun metode penutur
dalam menyampaikan maksud.
(10)KONTEKS : PENDIDIK MENGKONFERMASI APAKAH PESERTA DIDIK
MEMPERHATIKAN. MATERI / JAWABAN TERSEDIA PADA
TAMPILAN PROYEKTOR.
Pendidik : Untuk yang kita pelajari ini nanti adalah yang satu dan dua. Berikutnya
e pengertian dari hitung integral atau integral tidak tentu. E... hitung
integral kebalikan dari...?
Peserta didik : Diferensial turunan.
Pada percakapan (10) penutur meminta kepada mitra tutur untuk menjawab
pertanyaan sebagai bentuk respon terhadap apa yang telah penutur sampaikan. Respon
mitra tutur merupakan indikasi mereka telah memperhatikan. Sikap inilah yang
diharapkan oleh penutur sebagai pendidik kepada mitra tutur (peserta didik). Penutur
hanya ingin mengetahui bahwa mitra tutur masih memperhatikan atau tidak, karena
jawaban yang dibutuhkan penutur ada dalam layar proyektor LCD.
2. Konteks Interaksional Tak Terpreksi
Kegiatan interaksi belajar-mengajar adakalanya harus menghadapi kendala. Salah
salah satu kendala ditandai dengan resposn diam peserta didik. Respons peserta didik
dengan diam mengakibatkan pendidik tidak bisa memprediksi apa yang ada di dalam
benak peserta didik.
(11)KONTEKS : PENDIDIK MENJELASKAN KEMBALI KEPADA PESERTA
DIDIK PENTINGNYA INTERAKSI SOSIAL YANG
SEBENARNYA SUDAH DIBERIKAN DI KELAS X DAN MASIH
MASIH BANYAK PESERTA DIDIK YANG BELUM MEMAHAMI
Pendidik : Kenapa kegiatan interaksi sosial menjadi kegiatan yang paling
penting? Karena ....
Peserta didik : (Diam)
Penutur mengajak mitra tutur untuk mengingat kembali materi kelas X dengan
memberi pertanyaan tentang pentingnya interaksi sosial. Mitra tutur semuanya diam
10. 10
saat mendapatkan pertanyaan dari penutur. Kondisi diam mitra tutur inilah yang
menyebabkan konteks interaksional tidak terprediksi. Diamnya mitra tutur tidak
diketahui (tak terprediksi) apakah mereka tidak bisa menjawab, sedang berpikir, atau
tidak berkenan atas pertanyaan tersebut.
3. Menciptakan Konteks Interaksi Baru
Tindak tutur direktif pendidik dalam interaksi belajar-mengajar adakalanya
mendapatkan respons secara tidak terduga. Respon yang tidak terduga tersebut tidak
relevan dengan konteks interaksi yang sedang berlangsung.
(12)KONTEKS : PENDIDIK MENGHENDAKI KEPADA PESERTA DIDIK UNTUK
MENCETAK TEKS RECOUNT (CERITA ULANG).
Pendidik : Silakan Anda print out!
Peserta didik : Translate Mom?
Penutur (pendidik) menghendaki agar mitra tutur mengumpulkan tugas berupa
teks recount yang diperoleh dari internet untuk diprint out (dicetak). Respons verbal
mitra tutur ternyata tidak relevan terhadap maksud tindak tutur direktif penutur
(pendidik).
Penutur mempunyai maksud agar tugas dikumpulkan dalam bentuk cetak, namun
mitra tutur beranggapan bahwa tugas harus diterjemahkan. Hal ini mengakibatkan
adanya perubahan konteks interaksi atau munculnya konteks interaksi baru.
Dimensi Individual Agency
Tindak tutur direktif pendidik dalam mengelola interaksi belajar-mengajar dapat
diketahui kemampuan pendidik dalam penguasaan materi, penyampaian materi dan
kemampuan berinteraksi.
1. Kemampuan Penguasaan Materi
Pendidik akan dapat mengelola interaksi belajar-mengajar apabila ia mempunyai
penguasaan materi untuk disampaikan dalam kegiatan belajar-mengajar. Penguasaan
materi pendidik dapat terlihat melalui tindak tutur direktif pendidik dalam mengelola
interaksi belajar-mengajar.
(13)KONTEKS : SETELAH PENDIDIK MENYAMPAIKAN MATERI, PESERTA
DIDIK DIMINTA UNTUK MENGERJAKAN SOAL
Pendidik : Nah coba sekarang coba per masing-masing untuk nilai i! Coba
per masing masing dulu...!
11. 11
Tindak tutur direktif pendidik pada percakapan (13) menunjukkan bahwa penutur
(pendidik) menjelaskan kepada mitra tutur (peserta didik) tentang langkah yang harus
dilakukan dalam mengerjakan soal. Kemampuan menjelaskan langkah-langkah dalam
mengerjakan soal menunjukkan bahwa penutur (pendidik) menguasai materi yang telah
disampaikan.
2. Kemampuan Menyampaikan Materi
Interaksi belajar-mengajar berjalan dengan efektif apabila terjadi hubungan timbal
balik yang positif sesuai tujuan pembelajaran. Tindak tutur direktif pendidik dapat dapat
dijadikan indikasi kemampuan menyampaikan materi pendidik.
(14)KONTEKS : BERTANYA TENTANG SEBUAH LAMBANG YANG TIDAK
TERDAPAT PADA LAYAR PROYEKTOR, NAMUN SUDAH
PERNAH DISAMPAIKAN PADA MATERI SEBELUMNYA.
Pendidik : ... Untuk menyatakan kembali gunakan integral dengan lambang
... Kalau keduanya lambangnya apa?
Peserta didik : (Menggambarkan sebuah bentuk dengan kedua tangan mereka
Penutur menjelaskan langkah-langkah dalam mengerjakan soal. Penjelasan cara
menyampaikan langkah-langkah yang jelas dan urut (berkelanjutan) merupakan
kemampuan penutur (pendidik) dalam menyampaikan materi.
3. Kemampuan Interaksi
Seorang pendidik tentunya harus memiliki kemampuan menggunakan bahasa
dalam mengelola interaksi belajar-mengajar. Kemampuan berinteraksi pendidik dapat
tercermin dalam penggunaan tindak tutur direktif dalam interaksi belajar-mengajar.
(15)KONTEKS : SETELAH MEMBERI PETUNJUK TUGAS, PENDIDIK JUGA
MEMBERI KESEMPATAN KEPADA PESERTA DIDIK UNTUK
BERTANYA.
Pendidik : Nanti jika ada yang belum jelas, silakan bertanya!
Peserta didik : Nggih, Bu.
Penutur memberi kesempatan kepada mitra tutur untuk bertanya atas tugas yang
sudah diberikan. Tindak tutur direktif pendidik pada percakapan (15) menunjukkan
kemampuan interaksi pendidik. Pendidik memberikan kesempatan peserta didik untuk
bertanya agar petunjuk dapat dipahami secara tuntas oleh peserta didik.
KESIMPULAN
1. Konteks sosial yang melatarbelakangi tindak tutur direktif pendidik adalah adanya
jarak sosial, status sosial pendidik yang tinggi, formalitas dalam berkomunikasi, dan
12. 12
fungsi afektif /refrensial. Jarak sosial, status sosial, dan formalitas interaksi
dipengaruhi oleh formalitas (kebakuan) bahasa yang digunakan.
2. Tindak tutur direktif pendidik memunculkan interaksional terprediski, tidak
terprediski, dan menciptakan konteks baru. Konteks baru tercipta karena interprestasi
yang berbeda.
3. Berdasar realisasi tindak tutur direktif pendidik dapat diketahui kemampuan
penguasaan materi, kemampuan menyampaikan materi, dan kemampuan berinteraksi
pendidik. Kemampuan penguasaan materi, penyampaian materi, dan interaksi terlihat
dari metode mengajar maupun metode interaksi yang digunakan pendidik.
DAFTAR PUSTAKA
Berlo, D. K. 1961. The Process of Communication : An Introduction to Theory and
Practice. New York: Holt, Rinehart, and Winston.
Brown, P. & Levinson, S.C. 1987. “Universal in Language Use: Politeness Phenomena”.
(Ed.) Question and Politeness. Cambridge: Cambridge University Press.
Cook, V. 2000. Second Language Learning and Language Teaching. Beijing: Foreign
Language Teachingand Research Press.
Husin, K. 1995. Dinamika Sekolah dan Bilik Darjah. Kuala Lumpur: Utusan Publication
& Distribution.
Leech, G. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Terjemahan D. D. Oka. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Parrish, B. 2004. Teaching Adult ESL A Practical Introduction. New York, NY:
McGraw Hill.
Richards, J.C. et.al. 1992. Longman Dictionary of Language Teaching and Applied
Linguistics. Essex: Longman.
Rustono. 1999. Pokok-Pokok Pragmatik. Semarang: CV IKIP Semarang Press.
Rymes, B. 2016. Classroom Discourse Analysis A Tool for Critical Reflection. New
York: Routledge.
Sanjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Proses Pendidikan. Jakarta:
Macanan Jaya Cemerlang.
Sardiman. 2016. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Subyantoro. 2013. Teori Pembelajaran Bahasa, Sebuah Pengantar. Semarang:
Universitas Negeri Semarang Press.
Suparlan. 2006. Guru Sebagai Profesi. Yogyakarta: Hikaya.
Yule, G. 2006. Pragmatics. Terjemahan Indah Fajar Wahyuni. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.