Paragraf pertama membahas latar belakang perlunya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Paragraf berikutnya menjelaskan perkembangan kurikulum pendidikan di Indonesia dari waktu ke waktu untuk meningkatkan mutu pendidikan. Paragraf terakhir membahas permasalahan pembelajaran biologi di SMP Negeri 21 Malang yang belum melatih berpikir kritis siswa dan belum pernah menerapkan model pembelajaran cooperative script.
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan di Indonesia perlu mendapatkan perhatian utama. Nurhadi &
Senduk (2003) menjelaskan bahwa peran pendidikan sangat penting untuk men-
ciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka, dan demokratis. Oleh karena itu
pembaharuan pendidikan perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidik-
an. Salah satu caranya adalah melalui perubahan kurikulum.
Gagasan mengenai peningkatan mutu pendidikan di Indonesia sebenarnya
tidak pernah berhenti, terutama mulai berlakunya kurikulum-1975. Kurikulum-
1975 merupakan perbaikan dari kurikulum berbasis pengetahuan menjadi kuriku-
lum berbasis kognitivisme. Perubahan kurikulum-1975 ke kurikulum-1984,
orientasi pendidikan pada basis kognitivisme disempurnakan menjadi berbasis
ketrampilan proses. Kurikulum-1984 disempurnakan menjadi kurikulum-1994
yang berbasis ketrampilan proses makin diintensifkan. Pada bagian akhir dari
dasawarsa berlakunya kurikulum-1994 (tahun ajaran 2001-2002) muncul lagi
gagasan pembaharuan dengan diintroduksikannya konsep pendidikan kecakapan
hidup (life skill education), yang ditindaklanjuti dengan terbitnya draft kurikulum
berbasis kompetensi. Perubahan dan perkembangan kurikulum yang didasari oleh
berkembangnya pembaharuan pendidikan demi meningkatnya mutu pendidikan
itu seiring dengan perubahan dan perkembangan paradigma pendidikan yang
2. 2
berlaku secara global. Ini menunjukkan bahwa upaya peningkatan mutu pendidik-
an di Indonesia secara konseptual tidak ketinggalan dibandingkan dengan perkem-
bangan gagasan pembaharuan pendidikan di negara-negara maju. Namun, indika-
tor-indikator pendidikan menunjukkan bahwa mutu pendidikan belum meningkat
secara berarti, bahkan banyak kalangan memberi penilaian mutu pendidikan di
Indonesia makin rendah (Susanto, 2002). Oleh karena itu, pemerintah telah mene-
tapkan Standar Kompetensi Kelulusan dan Standar Isi, untuk dijadikan acuan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Mulyasa, 2007).
Pelaksanaan KTSP telah mengubah tata cara pembelajaran yang ada di
sekolah. Selama ini guru cenderung menggunakan model pengajaran konvensio-
nal, di mana guru hanya sekedar memberikan informasi atau transfer ilmu dan
murid menerimanya. Model pembelajaran konvensional yang identik dengan
ceramah terbukti di dalam pelaksanaannya tidaklah menjadikan keberhasilan
belajar siswa. Dengan penerapan KTSP maka tata cara pengajaran pun harus
berubah. Oleh karena itu diperlukan suasana pembelajaran yang menyenangkan,
yang nantinya bisa menjadikan siswa aktif dan senang untuk belajar.
Selain itu proses pembelajaran di sekolah sejauh ini lebih banyak meng-
arahkan siswa pada pola belajar kompetitif dan individualitas. Pembelajaran
dikatakan mengarah pada pola belajar kompetitif karena proses pembelajaran
cenderung menempatkan siswa pada posisi persaingan dengan siswa-siswa yang
lain. Kecenderungan guru untuk membuat rangking kelas merupakan kasus yang
sering dijumpai, demikian pula kecenderungan guru membanding-bandingkan
hasil ujian siswa. Pembelajaran dikatakan mengarah pada pola belajar
3. 3
individualitas karena proses pembelajaran sering kali berlangsung tanpa ketergan-
tungan atau komunikasi antar siswa.
Sebagai upaya untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dan menyiapkan
siswa agar memiliki hubungan sosial yang sehat akhir-akhir ini banyak dikem-
bangkan pembelajaran kooperatif. Johnson & Johnson (1994) menyatakan bahwa
elemen utama pembelajaran kooperatif adalah 1) ketergantungan antar siswa
untuk mencapai tujuan bersama mencapai suatu tujuan, 2) interaksi langsung
antara siswa satu dengan siswa yang lain, 3) tanggung jawab masing-masing
siswa untuk mengusai bahan pelajaran, 4) menggunakan ketrampilan interperso-
nal dan kelompok kecil.
Belajar kooperatif merupakan salah satu metode pembelajaran yang
diyakini mampu meningkatkan motivasi dan pemahaman siswa karena pembela-
jaran ini berorientasi pada siswa. Pembelajaran kooperatif memberikan kesem-
patan kepada siswa untuk membangun pemahaman suatu konsep melalui aktivitas
sendiri dan interaksinya dengan siswa lain. Pembelajaran kooperatif juga dapat
memberikan dukungan bagi siswa dalam saling tukar menukar ide, memecahkan
masalah, berpikir alternatif, dan meningkatkan kecakapan berbahasa (Lawrence
dalam Arnyana, 2004).
Model pembelajaran cooperative script sampai saat ini belum banyak
diteliti di Indonesia, belum banyak dikembangkan baik melalui penelitian maupun
aplikasinya dalam pembelajaran di kelas khususnya pada Penelitian Tindakan
Kelas (PTK). Model cooperative script memiliki banyak kelebihan, sebagaimana
dikatakan oleh para ahli yang pernah menerapkan model pembelajaran
4. 4
cooperative script yaitu untuk meningkatkan pemahaman dan proses yang
mengembangkan kreativitas siswa dalam pembelajaran (Jacobs, dkk, 1996).
Banyak siswa merasakan manfaat bekerja sama dengan teman sekelas
mendiskusikan materi yang telah mereka baca atau telah mereka dengar di kelas.
Menjadikan latihan bersama teman sebaya ini menjadi prosedur resmi telah diteliti
oleh Danserau dan koleganya dalam Nur & Wikandari (2004). Dalam penelitian
ini siswa bekerja secara berpasangan dan secara bergantian membuat ringkasan
bagian materi pelajaran untuk teman pasangannya. Sementara satu siswa
membaca ringkasan, siswa yang lain mendengarkan dan mengoreksi kesalahan-
kesalahan atau bagian-bagian penting yang hilang. Selanjutnya kedua siswa itu
berganti peran, melanjutkan cara ini hingga seluruh materi pelajaran telah dipela-
jari. Sejumlah studi tentang cooperative script ini telah konsisten menemukan
bahwa siswa yang belajar dengan cara ini dapat belajar dan mengendapkan materi
lebih banyak daripada siswa yang membuat ringkasannya sendiri atau mereka
yang hanya sekedar membaca materi pelajaran itu. Ada suatu hal yang menarik,
sementara kedua siswa dalam cooperative script ini mendapatkan peningkatan
hasil belajar dari aktivitas ini, peningkatan yang lebih besar diperoleh untuk
bagian materi saat siswa mengajarkan bagian materi itu kepada pasangannya
daripada materi saat siswa berperan sebagai pendengar (Spurlin, dkk dalam Nur &
Wikandari, 2004).
Pembelajaran cooperative script mempunyai kelebihan dalam hal mening-
katkan hasil belajarnya diantaranya pada tahap berpasangan, siswa mempunyai
persepsi bahwa ”mereka tenggelam dan berenang bersama-sama” dan siswa harus
mempunyai tujuan bahwa mereka mempunyai tujuan yang sama sehingga siswa
5. 5
akan terpacu untuk belajar. Tahap meringkas wacana atau materi yang diberikan
oleh guru, siswa mempunyai tanggungjawab terhadap siswa lain dalam kelompok-
nya disamping tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi
pelajaran dan siswa harus berbagi tugas dan tanggungjawab secara merata antar
anggota. Tahap selanjutnya, tahap pembentukan peran pembicara dan pendengar,
tahap ini siswa berbagi kepemimpinan disamping belajar. Pada tahap diskusi yang
dilakukan oleh pembicara dan pendengar, siswa akan mempertanggungjawabkan
materi secara individu atas materi yang dipelajari dalam belajarnya. Sedangkan
Pembelajaran cooperative script mempunyai kelebihan dalam hal meningkatkan
kemampuan berpikirnya diantaranya pada tahap meringkas wacana atau materi
yang diberikan oleh guru, siswa dapat mengelompokkan dan meringkas materi.
Pada tahap diskusi yang dilakukan oleh pembicara dan pendengar, siswa dapat
membandingkan, menghubungkan sebab-akibat, memberikan alasan, berpendapat,
menciptakan, menerapkan, dan menganalisis pada materi. Tahap yang terakhir
yaitu menarik kesimpulan siswa dapat menyimpulkan, mensintesis, dan
mengevaluasi.
Model cooperative script merupakan model pembelajaran yang mengem-
bangkan upaya kerja sama dalam mencapai tujuan bersama (Danserau dalam
Hadi, 2007). Model cooperative script efektif untuk meningkatkan pemahaman
siswa pada materi pelajaran (Mc Donald dalam Hadi, 2007). Siswa juga menda-
patkan kesempatan mempelajari bagian lain dari materi yang tidak dipelajarinya
(Spurlin dalam Hadi, 2007). Pada metode pembelajaran cooperative script siswa
akan dipasangkan dengan temannya dan akan berperan sebagai pembicara dan
pendengar. Pembicara membuat kesimpulan dari materi yang akan disampaikan
6. 6
kepada pendengar dan pendengar akan menyimak, mengoreksi, menunjukkan ide-
ide pokok yang kurang lengkap (Danserau dalam Hadi, 2007). Penerapan metode
pembelajaran cooperative script sangat fleksibel karena dapat dilakukan pada
pembelajaran yang dipusatkan di dalam ruangan kelas, kegiatan laboratorium, dan
observasi lapangan.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai ilmu yang terus berkembang tidak
hanya dibutuhkan keterampilan dalam memahami tetapi juga perlu adanya proses
berpikir dari siswa. Berpikir kritis adalah suatu kemampuan yang dimiliki
individu untuk melihat dan memecahkan masalah yang ditandai dengan sifat-sifat
dan bakat kritis yaitu mempunyai sifat rasa ingin tahu yang tinggi imajinatif dan
selalu tertantang oleh kemajemukan, berani mengambil resiko, dan selalu meng-
hargai hak-hak orang lain, arahan bahkan bimbingan orang lain (Guilford dalam
Riyanto, dkk, 2004)
Kemampuan berpikir kritis siswa dalam proses pembelajaran merupakan
hal yang sangat penting. Pengembangan kemampuan berpikir kritis belum di
upayakan terencana dan terintegrasi dalam pembelajaran biologi (Corebima
2007). Pentingnya kemampuan berpikir kritis dimasukkan ke dalam kurikulum
karena dengan keterampilan ini siswa mampu bersikap rasional dan memilih
alternatif pilihan yang terbaik bagi dirinya. Oleh karena itu berbagai kajian telah
menemukan adanya hubungan antara ketrampilan penalaran formal dan prestasi
belajar khususnya biologi, termasuk ketrampilan laboratorium dan ketrampilan
berpikir kritis perlu terus menerus dilatih agar dapat berkembang karena dengan
melatih ketrampilan berpikir kritis pada siswa akan mewujudkan watak-watak
berpikir kritis (Ennis dalam Hadi, 2007). Terdapat tiga alasan manusia perlu
7. 7
berpikir kritis. Alasan tersebut adalah: alasan fisiologis, tiga fungsi benak manusia
yaitu perasaan, kehendak atau keinginan, pikiran; alasan psikolo-gis, dua jenis
berpikir manusia, yaitu pikiran tingkat I dan pikiran tingkat II. Secara alami,
manusia cenderung berpikir melibatkan perasaan dan keinginan yang biasa
disebut pikiran tingkat I. Penimbangan secara cermat dan hati-hati diperoleh
pikiran tingkat II yang bersih dari perasaan dan keinginan; dan alasan akademis,
seorang siswa diharapkan mampu mengidentifikasi gejala dan masalah, mampu
menganalisis gejala dan masalah, mampu menyelesaikan masalah, memperbaiki
kesalahan, dan melengkapi kekurangan dalam masyarakat dengan hasil karyanya
(penelitian, penerapan ilmu, dan sebagainya).
Dengan kata lain, diharapkan siswa dapat secara mandiri belajar memaha-
mi, menganalisis, dan menyelesaikan masalah agar nantinya dapat melakukan
perbaikan masyarakat (Mayasari, 2006). Oleh sebab itu melatih kemampuan
berpikir kritis melalui pembelajaran sangat mendesak untuk dilakukan. Metode
yang digunakan efektif untuk melatih kemampuan berpikir kritis adalah metode
pembelajaran kooperatif (Susilo, 2007). Lebih lanjut diungkapkan bahwa pada
pembelajaran kooperatif, siswa berdiskusi, berargumentasi, bertukar pikiran, dan
melakukan kerjasama. Aktivitas yang terjadi pada pembelajaran kooperatif
merupakan aktivitas yang mengembangkan ketrampilan berpikir kritis. Metode
pembelajaran cooperative script merupakan salah satu dari model pembelajaran
kooperatif yang memiliki ciri-ciri dan aktivitas yang memberdayakan kemampuan
berpikir kritis khususnya pada saat peran pembicara dan pendengar berlangsung,
siswa menyusun kalimat yang baik untuk ditransfer pada pasangannya.
8. 8
Hubungan antara metode pembelajaran cooperative script dengan
kemampuan berpikir kritis yakni pada metode pembelajaran cooperative script
setiap siswa akan melakukan aktivitas untuk mengasah kemampuan berpikir kritis
seperti membandingkan, menghubungkan sebab-akibat, memberikan alasan,
meringkas, menyimpulkan, berpendapat, mengelompokkan, menciptakan,
menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi.
Permasalahan pembelajaran biologi di SMP Negeri 21 Malang, berdasar
hasil wawancara dengan guru biologi, khususnya dengan koodinator bidang studi
biologi, bahwa masalah pembelajaran biologi selama ini dapat diidentifikasi
sebagai berikut: 1) pembelajaran biologi belum melatih siswa mengembangkan
kemampuan berpikir kritis siswa yaitu menciptakan, menganalisis, mensintesis,
dan mengevaluasi, 2) pembelajaran biologi belum pernah menerapkan model
pembelajaran cooperative script, 3) konsep biologi (sistem ekskresi) dibutuhkan
siswa untuk mengenal dirinya lebih lanjut, dan 4) penguasaan konsep biologi
sistem ekskresi belum memuaskan dari segi hasil belajar dan kemampuan berpikir
kritis. Berdasarkan permasalahan pembelajaran biologi di SMP Negeri 21 Malang,
sebagai sekolah negeri yang ingin mengembangkan proses dan output
pembelajaran maka penerapan strategi inovatif banyak dikembangkan di sekolah
ini termasuk pembelajaran cooperative script.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka judul penelitian yang
diusulkan adalah Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Model
Cooperative Script Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Ketuntasan
Hasil Belajar Pada Siswa Kelas VIII-A SMP Negeri 21 Malang.
9. 9
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah ada peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa kelas VIII-A SMP
Negeri 21 Malang setelah diterapkan metode pembelajaran kooperatif model
cooperative script?
2. Apakah ada peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII-A SMP
Negeri 21 Malang setelah diterapkan metode pembelajaran kooperatif model
cooperative script?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan model
cooperative script dalam meningkatkan.
1. Ketuntasan hasil belajar siswa kelas VIII-A SMP Negeri 21 Malang.
2. Kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII-A SMP Negeri 21 Malang.
D. Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat dalam penelitian ini antara lain.
1. Bagi peneliti: menambah keterampilan untuk menerapkan model pembelajaran
kooperatif model cooperative script.
2. Bagi guru: sebagai alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan guru
biologi maupun guru bidang studi yang lain.
10. 10
3. Bagi sekolah: dapat menjadi bahan pertimbangan bagi sekolah untuk mening-
katkan mutu pendidikan di sekolah.
4. Bagi siswa: penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
berpikir siswa pada matapelajaran biologi sehingga hasil belajarnya dapat
meningkat.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Mengingat permasalahan dalam suatu penelitian dapat berkembang
menjadi masalah yang lebih luas dan kompleks maka perlu membatasi pada hal-
hal sebagai berikut.
1. Subyek penelitian adalah siswa kelas VIII-A SMP Negeri 21 Malang Kota
Malang pada tahun pelajaran 2007/2008.
2. Metode pembelajaran yang diberikan dalam penelitian ini adalah pembelajar-
an kooperatif model cooperative script.
3. Materi pembelajaran yang diberikan dalam penelitian ini adalah sistem
ekskresi.
F. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya kesalahfahaman dalam penafsirkan judul
penelitian ini, maka akan dijelaskan beberapa istilah yang digunakan yaitu.
1. Pembelajaran kooperatif model cooperative script yaitu pembelajaran yang
dilakukan oleh siswa dengan membaca materi yang diberikan oleh guru atau
dari referensi siswa sendiri dan kemudian diringkas. Siswa dibagi dalam
11. 11
kelompok berpasang-pasangan dengan salah satu menjadi pendengar dan yang
lain sebagai pembicara. Hasil dari ringkasan tersebut akan diutarakan kepada
pendengar. Setelah pembicara menyelesaikan ringkasannya, pendengar
berganti peran menjadi pembicara. Jumlah siswa dalam kelas adalah 47 untuk
menanggulanginya maka ada satu kelompok yang mempunyai anggota
kelompok 3 siswa. Saat peran pembicara dan pendengar, salah seorang siswa
bisa menjadi pembicara ataupun pendengar secara bergantian.
2. Kemampuan berpikir kritis adalah membandingkan, menghubungkan sebab-
akibat, memberikan alasan, meringkas, menyimpulkan, berpendapat,
mengelompokkan, menciptakan, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan
mengevaluasi.
3. Ketuntasan hasil belajar biologi siswa adalah penguasaan materi (kognitif)
biologi pada pokok bahasan sistem ekskresi yang terlihat pada tes akhir siklus
yang dianalisis menurut standar ketuntasan belajar dari Depdiknas.