1. FILOSOFI AMPLOP
Saduran hati yang tak terbaca oleh pemirsa, tersadur rapi dengan kalimat
yang tak baku. Menyusunnya dengan kalimat yang apik dengan penggambaran
bersifat multitafsir. Saduran itu diam-diam dilipat dan dibungkus dengan amplop
yang berbingkai. Jika orang melihatnya hanya sebuah kertas-kertas yang terlipat.
Jika orang menemukan kertas itu mungkin akan di buang ke tong sampah
dipinggir jalan. Hanya seorang penyadur yang mampu mendeskripsinya, hanya
seorang penyadur yang mampu meyelami makna dibalik sadurannya. Jadi
hakikatnya jika orang melihatnya atau membacanya akan mengatakan “sebuah
amplop berbingkai yang tak penting” ketidaktahuan orang-orang yang melihat
justru membuat penyadur semakin senang. Sebuah rasa yang telah disadur
kemudian diselipkan bahkan dimasukan kedalam amplop yang dilipat-lipat
hingga membentuk bingkaian bergaris lusu.
Saduran yang dikemas kemudian dilipat rapat-rapat dalam sebuah
amplop kini telah lusu berbentuk kucel. Jika lipatan itu dikembalikan seperti
semula tak bisa semulus dulu. Berbentuk putih tanpa ada goresan. lipatan
berbentuk persegi dengan kepala yang melancip kebawah dan sudut persegi
yang masih lancip. Tapi kini, kucel bergaris-garis tak berirama. Sudut persegi
panjang yang menumpul terkesan menjadi amplop yang telah digagahi oleh
pemiliknya.
Hanya amplopnya saja yang tampak lusu, tapi dalamnya tersirat makna
yang mendalam. Orang tak mengetahui bahwa saduran itu adalah sebatang
emas yang memancarkan lazuardi keagungan. Orang tak akan mengira bahwa
saduran itu benar-benar sebuah pendeskripsian yang murni. Orang hanya
memandang dari bentuk amplop yang sudah kucel berbentuk bingkain bergaris.
Tampak tak bermutu dan tak tampak membawakan kemaslahatan. Tapi
penyadur justru senang sadurannya tak dapat dibaca pemirsa, tak dapat
dipahami sanak saudaranya, kerabat, sahabat maupun cermin yang menjadi
saduran itu.
2. Diam-diam angin telah mengatahui dibalik isi amplop itu, tidak hanya
isinya melainkan makna yang tersirat di dalamnya. Dihebuslah angin yang
bernuansa semilir angin Firdausi yang selalu membawa berita keindahan , berita
kenikamatan, dan berita kebahagiaan. Dari yang diinginkan oleh penyadur dan
apa yang telah dirasakan penyadur dalam jangka waktu yang cukup lama. Angin
membawa amplop kucel itu pada sebuah tempat. Tempat yang sering didatangi
oleh banyak orang. Sebuah toko, toko serba ada yang berdiri dibawah pohon-
pohon kalpataru dijaga oleh enam karyawan. Amplop yang dibawa oleh angin itu
tersandar pada sebuah bangku, bangku yang memanjang tak terduduki oleh
seorangpun. Angin semilir itu tak bertanggung jawab membawa amplop hingga
tersandar pada bangku di depan toko. Orang lalu lalang membiarkan amplop itu
tergeletak, tidak membuang atau menyingkirkannya. Tetapi hanya mendiamkan
saja.
Diam amplop itu bingung dengan angin yang semakin sumilir, gerangan
apa yang membuat udara yang panas ini menjadi sejuk. Gerangan apa yang
membuat angin menari-nari seakan menyambut tamu istimewa yang datang dari
langit. Amplop yang terisi saduran itu hanya diam membisu. Seperti amplop pada
umumnya.
Berjalan mendekati amplop seorang perempuan mengambil amplop di
atas bangku. Perempuan yang berparas peri, dengan pijakan yang suci
mengambil amlop itu. tangan yang bening sebening mutiara menerbangkan
amplop itu dihadapan mukanya. wajah yang bening berbentuk bulat dengan
hidung melancip dan mata yang menyipit, bibir yang menungging seakan
membawakan sebuah keceriaan. Dibolak-baliknya amplop itu. dengan tangannya
dimasukkannya amplop itu kedalam sakunya. Kemudian perempuan itu pergi.
Penyadur tak tahu bahwa sadurannya ditangan sosok yang sering ditulisnya,
diimpikannya. Perasaannya dibawah di dalam saku perempuan itu, menyelempit
pada sebuah kantung. Antara hati yang di dalam dada dan hati yang ada dalam
amplop. Bertemu dalam dimensi yang berbeda. 30 maret 2012. 19.46