Makalah ini membahas mengenai pandangan ulama’ terhadap hadist Iftiraq Al Ummah, Perkembangan Islam setelah Khulafaur Rasyidin, Riwayat Hadist tentang Iftiraqu Ummati, Pandangan ulama terkait hadist Iftiraqu Ummati, Pandangan sunni terhadap hadist Iftiraqu Ummati.
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PANDANGAN ULAMA
1. MAKALAH
“ PENDIDIKAN AGAMA ISLAM“
Dosen Pembimbing : Abdul Hamid Aly, S.Pd.,MPd
Disusun oleh :
Kelompok 3 (M-01)
1. M. Maulana Habibi 21901081010
2. Rakhmad Hidayat 21901081018
3. Ahmad Amirudin 21901081022
4. FarahWirdatul Baidla’ 21901081027
5. Syairotun Nadzifah 21901081031
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2019
2. Pendidikan Agama Islam 2019
2
PROFIL PENYUSUN
DARI SISI KIRI :
1. Rakhmad Hidayat 21901081018
2. FarahWirdatul Baidla’ 21901081027
3. Syairotun Nadzifah 21901081031
4. Ahmad Amirudin 21901081022
5. M. Maulana Habibi 21901081010
3. Pendidikan Agama Islam 2019
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugerah dari-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna
dan menjadi anugerah terbesar bagi seluruh alam semesta. Makalah ini di buat untuk
memenuhi tugas mata kuliah “ Pendidikan Agama Islam“.
Makalah ini berisikan mengenai pandangan ulama’ terhadap hadist iftiraq al ummah,
Perkembangan Islam setelah Khulafaurrasyidin, Riwayat Hadist tentang iftiraqu ummati,
Pandangan ulama terkait hadist iftiraqu ummati, Pandangan sunni terhadap hadist iftiraqu
ummati.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Mudah-mudahan makalah sederhana ini dapat dipahami oleh
semua orang khususnya bagi para pembaca.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kalian.
Malang, Oktober 2019
Penyusun
4. Pendidikan Agama Islam 2019
4
DAFTAR ISI
PROFIL PENYUSUN…………………………………………………… 2
KATA PENGANTAR ............................................................................... 3
DAFTAR ISI ............................................................................................... 4
BAB I (PENDAHULUAN)
A. Latar Belakang ………............................................................. 5
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ....................................................................... 5
BAB II (PEMBAHASAN)
2.1. Pandangan Ulama’ Terhadap Hadist Iftiraq Al Ummah............... 7
2.2. Perkembangan Islam Setelah Khulafaur Rasyidin....................... 13
2.3. Riwayat Hadist Tentang Iftiraqu Ummati................................... 16
2.4 Pandangan Ulama Terkait Hadist Iftiraqu Ummati…………….. 20
2.5 Pandangan Sunni Terhadap Hadist Iftiraqu Ummati…………… 27
BAB III (PENUTUP)
3.1. Kesimpulan ............................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 30
5. Pendidikan Agama Islam 2019
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perkembangan pemikiran dalam Islam tidak terlepas dari perkembangan sosial dalam
kalangan Islam itu sendiri. Memang, Pembahasan pokok dalam Agama Islam adalah aqidah,
namun dalam kenyataanya masalah pertama yang muncul di kalangan umat Islam bukanlah
masalah teologi, melainkan persolaan di bidang politik, hal ini di dasari dengan fakta sejarah
yang menunjukkan bahwa, titik awal munculnya persolan pertama ini di tandai dengan
lahirnya kelompok-kelompok dari kaum muslimin yang telah terpecah yang kesemuanya itu
di awali dengan persoalan politik yang kemudian memunculkan kelompok-kelompok dengan
berbagai Aliran teologi dan berbagai pendapat-pendapat yang berbeda-beda.
Hal ini sudah menjadi fakta dalam sejarah yang tidak bisa dirubah lagi, dan sudah
menjadi ilmu pengetahuan yang termaktub dalam kitab-kitab agama, terutama dalam kitab-
kitab ushuluddin.
Barang siapa yang membaca kitab-kitab ushuluddin akan menjumpai didalamnya
perkataan-perkataan: Syiah, Khawarij, Qodariah, Jabariah, Sunny (Ahlussunnah Wal
Jamaaah), Asy-Ariah, Maturidiah, dan lain-lain.
Umat Islam, khususnya yang berpengetahuan agama tidak heran melihat membaca hal
ini karena Nabi Muhammad SAW sudah juga mengabarkan pada masa hidup beliau.
Sejarah terbentuknya firqah-firqah dalam Islam adalah peristiwa tahkim atau arbitrase
yang dilakukan oleh golongan Ali bin Abi Thalib dan golongan Mu’awiyah bin Abi Shofyan.
Kalau ditelusuri lebih ke belakang, embrio dari seluruh konflik tersebut berawal dari
peristiwa pembunuhan Usman. Mencermati peristiwa tersebut, ummat Islam terbagi tiga, satu
golongan menghendaki untuk menyelesaikan pembunuhan tersebut sebelum mengangkat
khalifah, sementara golongan kedua menghenadaki secepatnya diadakan pengangkatan
khalifah, golongan ketiga adalah golongan yang netral.
Golongan yang menghendaki segera diangkat khalifah adalah mereka yang
menganggap bahwa yang paling berhak menjadi khalifah setelah Usman bin affan adalah
Ali. Golongan ini pada mulanya mendapat dukungan kuat dari seluruh umat Islam. Sementara
kelompok kedua berdalih bahwa persoalan kekhalifahan adalah masalah yang tidak terlalu
mendesak, sementara yang perlu diproritaskan adalah pengusutan kasus pembunuhan Usman,
bahkan kelompok ini mensinyalir kalau Ali ada di balik pembunuhan Usman dengan
menggunakan tangan-tangan lain.
6. Pendidikan Agama Islam 2019
6
Komplik kelompok pertama dan kedua semakin melebar bahkan berakhir dengan
pertempuran antara sesama muslim. Peperangan Shiffin yang diakhiri dengan tahkim sebagai
cikal bakal lahirnya kelompok Khawarij. Kelompok ini berasumsi bahwa tindakan politik
tersebut telah menabrak aturan agama. Sebab hal tersebut tidak ditemukan dalam Al-Quran
dan Sunnah Nabi Muhammad. Akibatnya mereka berontak kepada Ali dan bahkan
memusuhinya sepanjang Ali tidak membatalkan kesepakatannya tersebut.
Atas dasar ini, kemudian golongan yang semula mendukung Ali ini selanjutnya
berbalik menentang dan memusuhi Ali beserta tiga orang tokoh pelaku tahkim lainnya yaitu
Abu Musa Al-Asyari, Mu’awiyah bin Abi Sofyan dan Amr Bin Ash.Untuk itu mereka
berusaha keras agar dapat membunuh ke empat tokoh ini , dan menurut fakta sejarah, hanya
Ali yang berhasil terbunuh oleh Abdurrahman bin muljam, sebagai salah seorang utusan
khawarij.
Kondisi umat Islam pada waktu itu adalah pembiasan dari kemerdekaan berpikir dan
berijtihad atas masalah yang mereka hadapi. Sebab umat Islam menghadapi sejumlah
peroblema yang tidak pernah ditemukan pada priode Nabi Muhammad. Lebih dari itu para
sahabat mulai menetapkan hukum dengan berpedoman pada qiyas dan ijma’. Sehingga
perseberangan pendapat antara umat Islam sulit terhindarkan. Bahkan perbedaan pendapat
tersebut telah “merampas” hak Allah yaitu menetapkan seorang kafir hanya kerena berbeda
pendapat.
7. Pendidikan Agama Islam 2019
7
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Pandangan ulama’ terhadap hadist iftiraq al ummah?
2. Bagaimana Perkembangan Islam setelah Khulafaurrasyidin?
3. Apakah Riwayat Hadist tentang iftiraqu ummati?
4. Bagaimana Pandangan ulama terkait hadist iftiraqu ummati?
5. Bagaimana Pandangan sunni terhadap hadist iftiraqu ummati?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui Pandangan ulama’ terhadap hadist iftiraq al ummah?
2. Mengetahui Perkembangan Islam setelah Khulafaurrasyidin?
3. Mengetahui Riwayat Hadist tentang iftiraqu ummati?
4. Mengetahui Pandangan ulama terkait hadist iftiraqu ummati?
5. Mengetahui Pandangan sunni terhadap hadist iftiraqu ummati?
8. Pendidikan Agama Islam 2019
8
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pandangan Ulama’ Terhadap Hadist Iftiraq Al Ummah
Berawal dari hadits iftiraqul ummah (perpecahan umat), memunculkan berbagai
persepsi dalam menyikapi variansi kelompok yang ada ditengah-tengah kaum muslimin.
Diantara mereka ada yang terkesan memaksakan kelompok tertentu sebagai satu-satunya
komunitas yang mendapatkan jaminan selamat di antara sekian kelompok yang ada.
Kemudian mereka berusaha untuk menyematkan ancaman kecalakaan dan neraka kepada
komunitas selainnya. Di sisi lain ada juga yang terlalu longgar dalam memaknai hadits
tersebut sehingga menafikan adanya aliran sesat selagi masih menisbatkan dirinya kepada
islam meski hanya namanya saja.
Untuk mendudukkan hadits tersebut ke dalam realita kehidupan dengan aneka ragam
kolompok ini, hendaknya kita menilai tidak hanya dari sudut pandang teks yang tertera di
hadits dan kita ma’nai sesuai dengan kehendak kita. Sehingga yang dihasilkan hanyalah
jutstifikasi terhap persepsi yang kita simpulkan dan kemudian mencari dalil sebagai penguat.
Namun handaknya kita meneliti secara jeli hadits tersebut serta mengidintentifikasi
pernyataan para ulama yang menjelaskan tentang maksud daripadanya.
Hadits yang menyebutkan tentang iftiraqul ummah menjadi 73 golongan adalah sebagai
berikut:
إِنَّ نب نِإ نِإْنَ ئنينَ اف نتنِإقنِنَّ َنِى اِ ىدنى نب سَنْإتنن ِن نْإِنَّ نب إننإ نى ئنينَ إتنْنتنِإنُ نَ نىُنتإَّنى َنْنو ىدنى نَنَ نب سْنن ن ُ نب ىهنى نِيىُْل َنن ينَّلاياَ سَنْإتنن ِن نْ
اَنَينانَإلُ
“Sesungguhnya bani israil terpecah menjadi tujuh puluh satu golongan. Dan sesungguhnya
ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan semuanya terancam masuk neraka
kecuali satu. Dialah al-jama’ah.”
Hadits ini atau yang makna dengannya juga tendapat pada beberapa kitab hadits diantaranya
dalam Sunan ibnu Majah , Sunan abi Dawud , Musnad Ahmad , Sunan ad-Darimiy , As-
syariah milik Al-ajuriy .
Hadits ini merupakan pengakhabaran dari Rasulullah saw tentang perpecahan yang akan
terjadi pada tubuh kaum muslimin. Pengguna’an kata “ummah” memancing perbincangan
para ulama tentang maknanya. Apakah yang dimaksud adalah ummatud da’wah (termasuk di
dalamnya yahudi dan nasrani dan yang lainnya) yang menjadi obyek dakwah Rasulullah saw,
atau yang dimaksud adalah ummatul ijabah (ummat islam secara khusus). Imam as-sindiy
berkata: “yang dimaksud adalah ummatul ijabah, yaitu ahlul qiblah. Karena istilah ummah
9. Pendidikan Agama Islam 2019
9
dinisbatkan kepada beliau shallalahu alaihi wasallam yang secara langsung dapat difahami
sebagai ummatul ijabah.
Sedangkan seorang ulama, DR. Al-Buthiy bependapat bahwa yang dimaksud dengan ummah
adalah ummatud da’wah. Ini berdasarkan dengan argumentasi bahwa Rasulullah saw
menggunakan kata ummah secara umum. Kalau saja yang dimaksud dengan ummah adalah
ummatul ijabah tentunya beliau akan menggunakan isitlah “sataftariqul muslimin”. Ini
maknanya bahwa yang dimaksud dengan ummah adalah ummatu da’wah. Kesimpulannya
bahwa ummat yang di menjadi obyek dakwah rasulullah akan terpecah menjadi 73 agama.
Dan jaminan bahwa yang selamat adalah hanya satu agama maknanya adalah agam islam
dengan sekian sekte-sektenya.
Pendapat yang rajih adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh As-Sindiy dengan beberapa
alasan: Pertama, bahwa di hadits yang lain Rasulullah menejelaskan bahwa yahudi dan
nasraniy terpecah menjadi 71 golongan dan kemuadian Rasulullah menjelaskan pada waktu
yang bersama’an bahwa ummatnya akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Ini
maknanya bahwa yang dimaksud dengan ummat di hadits tersebut adalah ummatul ijabah
yaitu islam. Alasan ke dua, bahwa hadits tersebut adalah sebagi bentuk pengakhabaran
terhadap kejadian yang akan datang. Sedangkan perpecahan yang terjadi pada ummatud
dakwah seperti yahudi dan nasrani sudah terjadi pada masa Rasulullah saw. Dengan demikian
yang lebih tepat untuk memaknai ummatiy adalah ummatul ijabah.
Adapun yang dimaksud dengan perpecahan dalam hadits tersebut adalah perpecahan dalam
permasalahn yang bersifat ushul dan i’tiqad bukan dalam hal furu’ (cabang) dan amaliyah.
As-sindiy berkata “yang dimaksud adalah perpecahan mereka dalam perkara ushul dan
i’tiqad bukan dalam hal furu’ dan amaliyat. Karena dalam perkara furu’ islam memberikan
toleransi yang lebih luas dan hal tersebut masuk dalam ranah ijtihad para ulama. Sangat
banyak kita dapatkan perbeda’an dalam hal furu’ dan amaliyat terjadi dikalangan para ulama
semenjak pada masa Rasulullah saw hingga saat ini. Di dalam Aunul ma’bud syarh sunan
abiy Dawud disebutkan bahwa tidakalah termasuk dalam firaq madzmumah itu mereka yang
berselisih dalam perkara cabang fiqih dalam pembahasan halal dan haram, namum yang
dimaksud adalah mereka yang menyelisihi ahlulul haq dalam perkara ushul tauhid.
Adapun ma’na yang 72 di neraka bukanlah sebuah kepastian bahwa setiap personal dari
mereka akan masuk kedalam neraka dan kekal di dalamnya. Karena 72 puluh dua golongan
tersebut tidak keluar dari lingkup islam. Al khattabiy berkata: “(akan terpecah ummatku
menjadi 73 golongan) dalamnya tertadapat penjelasan bahwa kelompok-kelompok ini tidak
keluar dari lingkup Diin. Kerena Nabi saw menyebut sebagai ummatnya. Meskipun diantara
10. Pendidikan Agama Islam 2019
10
kaum muslimin ada yang munafiq yang mereka menampakkan islam dan menyembunyikan
kekafiran. Atau diantara mereka ada yang menisbatkan diri kepada islam namun praktek amal
mereka mengeluarkan mereka dari islam.
Jadi, setiap personal dari 72 pecahan tersebut tidak berarti masuk kedalam neraka semuanya.
Namun ungkapan tersebut sebagai ancaman akan aqidah-aqidah menyeleweng yang akan
menjerumuskan mereka ke dalam neraka. Diantara mereka ada yang kekal di dalam neraka
dan ada juga yang tidak kekal sesuai dengan tingkat kebid’ahan yang mereka lakukan, dan
ada juga yang diampuni kesalahannya oleh allah swt. Ini sebagaimana pernyataan ibnu
taymiyah: “sebagaimana kalau kita mengatakan apa yang difirmankan oleh Allah swt
(sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim dengan kedzaliman, maka
sesungguhnya mereka akan memakan api di dalam perut mereka) Qs. An-nisa’: 10. maka
tidak selayaknya bagi seseorang untuk mengatakan terhadap orang lain secara ta’yin
(personal) bahwa dia di dalam neraka. Hal ini dikarenakan bisa jadi ia diampuni oleh Allah
dengan kebaikan-kebaikannya yang mengahapuskan kesalahannya. Atau dengan musibah
yang mengikisnya, atau Allah swt sendiri yang mengampuninya atau kemungkinan yang lain.
Lantas pernyataan “wahidah fil jannah” apakah setiap personal dari firqah najiah tidak akan
masuk neraka? Syaikh Utsaimin menjawab bahwa diantara merka bisa jadi ada yang masuk
neraka namun tadak kekal di dalamnya. Beliau juga memberikan gambaran tentang hal ini
bahwa manusia terbagi menjadi empat kelompok: pertama: mubtadi’ murni yang tidak
mengerjakan sunnah satupun, mereka ini kekal di neraka tanpa dipungkiri lagi. Kedua:
mubtadi’ yang tercampur (dengan sunnah) maka mereka berhak masuk neraka dan tidak
kekal di dalamnya. Ke tiga: seorang sunniy yang murni maka ia tidak berhak masuk neraka,
kalaupun ia masuk neraka karena perbuatan maksiat maka mereka tidak kekal di dalamnya.
Ke empat: suniiy yang tercampur (dengan bid’ah) “Dan (ada pula) orang-orang lain yang
mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan
pekerjaan lain yang buruk” (Qs. At-Taubah: 102) maka mereka ini berhak masuk neraka
namun tidak kekal di dalmnya.
Adapun kelompok yang selamat adalah “jama’ah”, atau dalam redaksi hadits lain “ma ana
alaihi wa ashabiy”. As-Sindiy berkata: “sabdanya (al-jama’ah) adalah mereka yang sesuai
dengan jama’ah sahabat dan mengambil aqidah mereka serta berpegang teguh dengan pola
fakir mereka.” Di dalam aunul ma’bud disebutkan: (al-jama’ah) adalah alhul qur’an dan
hadits dan fiqh dan ahlul ilmi yang mereka sejalan dalam mengikuti jejak Nabi shallallahu
alaihi wasallam dalam setiap kondisi. Dan mereka tidak merusak dan merubahnya dan tidak
pula menggantinya dengan pemikiran-pemikiran yang rusak.
11. Pendidikan Agama Islam 2019
11
Representasi Hadist Al iftiraqu ummah
Banyak persepsi yang muncul dalam penerapan hadits iftiraq ini. Diantara mereka ada yang
mencoba untuk menyematkan label 72 golongan tersebut kepada kelompok-kelopok tertentu.
Dan disisi lain mereka berusaha untuk menggiring opini public bahwa satu-satunya kelompok
yang selamat adalah kelompoknya sendiri. Padahal hadits tersebut sama sekali tidak
mendukung pernyataan mereka tersebut. Rasulullah saw tidak menghususukan kelompok
yang selamat tersebut untuk golongan tertentu dan menafikan kelompok yang lainnya.
Untuk mengukur suatu kelompok atau personal apakah ia masuk kedalam golongan yang
selamat atau kelompok yang celaka hendaknya menggunakan timbangan al-qur’an dan
sunnah. Sedangkan Al-qur’an dan Sunnah menyebutkan Al-Jama’ah atau Ma ana alaihi wa
ashabiy sama sekali tidak menghususkan nama kelompok-kelompok tertentu. Maknanya
siapa saja dari kaum muslimin yang terpenuhi padanya sifat kelompok tersebut maka ia
berhak mendapatkan jaminannya. Bukan lantas memaksakan dalil untuk menghusus jaminan
tersebut kepada komunitas tertentu dan menafikan yang lainnya.
Syaikhul islam Ibnu Taymiyah berkata tentang golongan yang selamat tersebut “Mereka
adalah yang berpegang teguh dengan islam secara murni dan bersih dari penyimpangan.
Mereka adalah ahlus sunnah yang tercakup di dalamnya As-Shiddiqun, Asy-syuhada, Ash-
Shalihun. Dan termasuk pula di dalmnya para pembawa panji petunjuk, pelita di tengah
kegelapan, dan orang-orang yang mempunyai budi pekerti yang luhur dan keutama’an, dan
abdal: yaitu para imam yang kaum muslimin bersepakat atas petunjuk dan keilmuan mereka.
Mereka adalah thaifah al-manshurah yang disebutkan dalam hadits (akan senantiasa ada
sekelompok dari ummatku yang senantiasa berada diatas kebenaran dan tidak akan mampu
memberikan kecalakaan kepada mereka orang yang menghinakan mereka atau orang yang
menyelisihi mereka sampi datangnya hari kiamat).
Dengan demikian kelompok yang selamat atau Firqah Najiah tersebut tersebar di kalangan
seluruh kaum muslimin yang mereka meniti jejak Rasul dan para sahabatnya. Sehingga
nampaklah kebathilan orang-orang yang menganggap bahwa hanya orang-orang yang
bergabung bersama kelompoknya saja yang berhak mendapat julukan firqah najiah dan yang
selainnya adalah kelompok yang celaka. Fudhail bin Iyadh berkata “seorang bertanya kepada
imam malik, wahai abu Abdullah: siapakan Ahlus-Sunnah itu? Beliau menjawab, orang yang
tidak memiliki laqob (julukan) yang diketahui. Tidak pula jahmiy, tidak rafidiy, tidak
qadariy.”
Imam Nawawi ketika menerangkan hadits Rasulullah saw (akan senantisa ada segolongan
dari ummatku yang mereka berada diatas kebenaran): ini mengandung pengertian bahwa
12. Pendidikan Agama Islam 2019
12
kelompok tersebut terpencar pada setiap komunitas kaum muslimin. Diantara mereka ada
para pemberani yang senantiasa berperang, dan dianatara mereka ada fuqaha, demikian pula
ahli hadits, dan orang-orang ahli zuhud, dan penyeru kepada yang makruf dan mencegah dari
yang mungkar. Dan termasuk pula di dalamnya orang-orang selain mereka dan para ahli
kebaikan”.
Abdul akhir Hammad al-ghunaimiy pentadzib syarah aqidah thahawiyah, memberikan
komentar ketika menyebutkan hadits rasulullah saw (diin ini akan senantiasa tegak dan
berperang diatasnya segolongan dari kaum muslimin samapi datangnya hari kiama) sembari
berkata: hal ini -wallahu a’lam- memberikan penngertian bahwa para mujahidin di jalan
Allah adalah orang yang paling utama untuk masuk ke dalam kelompok tersebut. Oleh karena
itulah syaikhul islam ibnu taymiyah berkata tentang Tar-tar dan kewajiban memeranginya
(adapun sekelompok kaum muslimin yang berada di syam, dan mesir dan yang selainnya,
maka mereka pada saat ini merupakan orang yang paling berhak untuk masuk dalam kategori
thaifah manshurah yang disebutkan oleh nabi shallahu alaihi wasallam (akan senantiasa ada
sekelompok dari ummatku yang senantiasa berada diatak kebenaran dan tidak akan mampu
memberikan kecalakaan kepada mereka orang yang menghinakan mereka atau orang yang
menyelisihi mereka sampi datangnya hari kiamat) majmu fatawa: 28/ 531).
13. Pendidikan Agama Islam 2019
13
2.2 Bagaimana Perkembangan Islam setelahKhulafaur Rasyidin
Kepemimpinan Setelah Khulafaur Rasyidin
Kedudukan sebagai khalifah kemudian dijabat oleh putra Ali yaitu Hasan selama
beberapa bulan. Namun, karena Hasan menginginkan perdamaian dan menghindari
pertumpahan darah, maka Hasan menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada Muawiyah bin
Abu Sufyan. Dan akhirnya penyerahan kekuasaan ini dapat mempersatukan umat Islam
kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Di sisi lain,
penyerahan itu juga menyebabkan Mu’awiyah menjadi penguasa absolut dalam Islam. Tahun
41 H (661 M), tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai tahun jama’ah (‘am
jama’ah)! Dengan demikian berakhirlah masa yang disebut dengan masa Khulafa’ur
Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam.
Ketika itu wilayah kekuasaan Islam sangat luas. Ekspansi ke negeri-negeri yang sangat
jauh dari pusat kekuasaannya dalam waktu tidak lebih dari setengah abad, merupakan
kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak pernah mempunyai
pengalaman politik yang memadai. Faktor-faktor yang menyebabkan ekspansi itu demikian
cepat antara lain adalah:
Islam, disamping merupakan ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan,
juga agama yang mementingkan soal pembentukan masyarakat.
Dalam dada para sahabat, tertanam keyakinan tebal tentang kewajiban menyerukan
ajaran-ajaran Islam (dakwah) ke seluruh penjuru dunia. Semangat dakwah tersebut
membentuk satu kesatuan yang padu dalam diri umat Islam.
Bizantium dan Persia, dua kekuatan yang menguasai Timur Tengah pada waktu itu, mulai
memasuki masa kemunduran dan kelemahan, baik karena sering terjadi peperangan antara
keduanya maupun karena persoalan-persoalan dalam negeri masing-masing.
Pertentangan aliran agama di wilayah Bizantium mengakibatkan hilangnya kemerdekaan
beragama bagi rakyat. Rakyat tidak senang karena pihak kerajaan memaksakan aliran yang
dianutnya. Mereka juga tidak senang karena pajak yang tinggi untuk biaya peperangan
melawan Persia.
Islam datang ke daerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan toleran, tidak
memaksa rakyat untuk mengubah agamanya untuk masuk Islam.
Bangsa Sami di Syria dan Palestina dan bangsa Hami di Mesir memandang bangsa Arab
lebih dekat kepada mereka daripada bangsa Eropa, Bizantium, yang memerintah mereka.
Mesir, Syria dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya. Kekayaan itu membantu penguasa
Islam untuk membiayai ekspansi ke daerah yang lebih jauh.
14. Pendidikan Agama Islam 2019
14
Mulai dari masa Abu Bakar sampai kepada Ali dinamakan periode Khilafah Rasyidah.
Para khalifahnya disebut al-Khulafa’ al-Rasyidun, (khalifah-khalifah yang mendapat
petunjuk). Ciri masa ini adalah para khalifah betul-betul menurut teladan nabi. Setelah
periode ini, pemerintahan Islam berbentuk kerajaan. Kekuasaan diwariskan secara turun
temurun. Selain itu, seorang khalifah pada masa khilafah Rasyidah, tidak pernah bertindak
sendiri ketika negara menghadapi kesulitan; Mereka selalu bermusyawarah dengan
pembesar-pembesar yang lain. Sedangkan para penguasa sesudahnya sering bertindak
otoriter.
Perjalanan Kerajaan Bani Umayyah
Daulah Umayyah memegang tampuk kekhalifahan selama dua periode, di Suriah hampir satu
abad, yaitu sejak 30-132 H atau 660-750 M dan di Spanyol selama 275 tahun, yaitu 756-1031
M. Perluasan wilayah kekuasaan Islam pada masa Daulah Umayyah telah memasuki benua
Eropa bahkan telah mencapai wilayah Byzantium.
Pada masa pemerintahan Mu’awiyah dilakukan berbagai perubahan dalam pemerintahan.
Mengingat berbagai pengamalannya yang pernah menjadi Gubernur di Syam, Mu’awiyah
melakukan perubahan pemerintahan, yaitu membentuk jawatan perhubungan (jawatan pos)
dan jawatan pendaftaran. Mu’awiyah menduduki jabatan sebagai Khalifah selama hampir 20
tahun.
Para Khalifah pada masa Bani Umayyah, antara lain:
a. Mu’awiyah bin Abu Sufyan
b. Yazid bin Mu’awiyah
c. Mu’awiyah binYazid
d. Marwan bin Hakam
e. Abdul Malik bin Marwan
f. AL-Walid bin Abdul Malik
g. Sulaiman bin Abdul Malik
h. Umar bin Abdul Azis
i. Yazid bin Abdul Malik
j. Hisyam bin Abdul Malik
Sepeninggal Mu’awiyah, pemerintahan dipegang oleh Yazid bin Mu’awiyah. Pada masa
pemerintahannya, prinsip musyawarah yang telah dicanangkan oleh Rasulullah dan
Khulafaur Rasyidin mulai bergeser ke bentuk monarki absolut.
Artinya, pemimpin merupakan raja yang diangkat secara turun-temurun. Akan tetapi,
raja-rajanya masih menggunakan gelar khalifah. pemerintahan Yazid diwarnai oleh berbagai
15. Pendidikan Agama Islam 2019
15
pergolakan politik. Hal ini semakin memuncak setelah terbunuhnya cucu Rasulullah SAW,
yaitu Husain bin Ali.
Setelah Yazid wafat, pemerintahan digantikan oleh Mu’awiyah II. Namun, Mu’awiyah II
tidak sanggup memerintah dan menyerahkan kepemimpinannya kepada Marwan bin Hakam.
Akan tetapi, Marwan hanya memerintah selama 9 bulan dan mengundurkan diri karena tidak
bisa menghadapi pergolakan politik yang terjadi, sampai akhirnya suasana kerajaan bisa
dipulihkan setelah Abdul Malik bin Marwan menjadi khalifah.
Masa kejayaan Bani Umayyah dimulai ketika Abdul Malik bin Marwan memerintah 66-
86 H Atau 685-705 M. Berbagai kemajuan dilakukan Abdul Malik , diantaranya:
a. Menetapkan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi.
b. Mendirikan Balai kesehatan untuk rakyat.
c. Mendirikan Masjid di Damaskus.
Kejayaan Kerajaan Umayyah semakin menonjol setelah diperintahkan Al-
Walid bin Abdul Malik, yaitu tahun 86-96 H atau 705-715 M. Pada masanya, kerajaan
Umayyah mampu memperluas wilayah kekuasaan Islam sampai ke India, Afrika Utara,
hingga Maroko, dan Andalusia. Pada masa ini perluasan wilayah Islam meliputi sebagai
berikut:
a. Wilayah kekuasaan Kerajaan Romawi di Asia Kecil meliputi Ibukota Konstantinopel serta
perluasan ke beberapa pulau di Laut Tengah.
b. Wilayah Afrika Utara sampai ke pantai Atlantik dan menyeberangi selat Jabal tarik (Selat
Gibraltar).
c. Wilayah Timur, Bagian Utara di seberang sungai Jihun (Amru Daria).
Ketika kekuasaan Islam berada di tangan kerajaan Bani Umayyah, seni bangunan,
misalnya bangunan Qubatus Sarkah di Yerussalem dan bangunan Masjid Nabawiyah di
Madinah dapat mencapai ketinggian melampaui batas seni bangun Gothik di Eropa.
Sementara itu, perkembangan ilmu pengetahuan pun tidak ketinggalan. Misalnya, bidang–
bidang kedokteran, filsafat, kimia, astronomi, dan ilmu ukur berkembang dengan sangat
pesat.
Keruntuhan Kerajaan Umayyah
Masa kejayaan Bani Umayyah mulai menurun. Ada beberapa kelemahan yang menjadi
suramnya kekuasaan Bani Umayyah, di antaranya:
a. Mulai hilangnya persatuan Islam yang dibina sejak zaman Rasulullah.
b. Orang mulai mementingkan dunia dan mengabaikan urusan agama
16. Pendidikan Agama Islam 2019
16
c. Menghilangnya demokrasi Islam dan mulainya penggunaan Monarki absolut
d. Adanya pemberontakan dari Kaum Hawarij, Syiah dan Bani Abbas.
Khalifah terakhir dari Bani Umayyah bernama Marwan bin Muhammad. Ia tidak mampu
lagi menghadapi gerakan perlawanan dari Bani Abbas. Pada 5 Agustus 750 M, Marwan bin
Muhammad terbunuh oleh Shalih Bin Ali.
Penyebaran Islam pada kekhalifahan Bani Umayyah meliputi wilayah Asia Kecil, yaitu
kerajaan Romawi (Konstantinopel), Asia Utara sampai ke wilayah Spanyol, dan Selat Jabal
Tarik, hingga mencapai Asia Tengah sampai perbatasan Tiongkok (China).
Hal penting yang dicapai pada masa Bani Umayyah, yaitu:
a. Menetapkan Bahasa Arab sebagai Bahasa resmi;
b. Mendirikan masjid Agung di Damaskus;
c. Membuat mata uang bertuliskan kalimat syahadat;
d. Mendirikan rumah sakit di berbagai wilayah;
e. Menyempurnakan peraturan pemerintah;
f. Melakukan pembukuan Hadits Nabi
2.3 Riwayat Hadist Tentang Iftiraqu Ummati
Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang perpecahan umat
Perpecahan kaum muslimin dalam agama, sebagaimana yang kita saksikan pada zaman
sekarang ini, telah jauh-jauh hari dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Diriwayatkan dari sahabat Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu, beliau
menceritakan,
نى نهنِ ن ينِنوإلُ نَإَنِ إِن إعاونيإِنْ إِن ىدنى نهنِ :ننين نن نيْ نن نَلينْ نعىينَّ نب نبإ نينَ ام ئىينَ ن ُِى ننكاَّ نِ ىد فسَىين ِن نْإِنَّ نب نِإ نِإْنَ ئنينَ ُكاْنتنِإنُ
نَّ نب نيدنِإْنَ :ِن نْإِنَّ نب ْت نرنَ ئنينَ اف نتنِإقنِنَّ نَىيناإلُ نْنَنَ ىدنى نباَنَينانَإلُ نَنَ نب فنَىْنَإلُ َنن ْنن ن ُ نب نب ف نِيىُْل َنن كدناْإِ
“Ketahuilah, ketika sedang bersama kami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Ketahuilah! Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari kalangan
ahlu kitab berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan, dan umatku akan berpecah
menjadi tujuh puluh tiga golongan. Tujuh puluh dua golongan masuk neraka dan satu
golongan masuk surga, yaitu al-jama’ah.” (HR. Abu Dawud no. 4597, dinilai hasan oleh
Al-Albani)
17. Pendidikan Agama Islam 2019
17
Dalam riwayat At-Tirmidzi, dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
ىُْل نبإَن َ ىَّتُى َْو ئنينَ ئنَنِ ين َنِى اِ ئنينَ ىِن نَإعن نل :نعىينَّ نب نبإ نينَ ا ُِى ئىينَ ن ُِى انكاَّ نِ ننينْ إعاَّلإْن يدننَ إدنى ئىِن فنَإْىْيلنو نَإْ
ابى اِ ئنَنِ إِن فسَىين ِن نْإِنَّ نب نِإ نِإْنَ ئنينَ إتنْىتنقنَ َ ىَّتُى َْو ىدنى نب فلننلنف اَّنْإْنع إِن َنِى اِ َنن يدننونل سَن نَّ نرنَ ئنينَ َنِى اِ اف نتنِإقنَ نب
ينع نَنَ إِن نب :ُكالينْ ف سْنن ن ُ نب سَىين ىهنى نِيىُْل َنن إعاَّلاياَ فسَىين ِن نْإِنَّ نب ْت نرنَ َنوينلإَنِ نب نبإ نينَ نيَّنِ ين :ننينْ ن ُِى ننكاَّ نِ
“Pasti akan datang kepada umatku, sesuatu yang telah datang pada bani Israil seperti
sejajarnya sandal dengan sandal. Sehingga apabila di antara mereka (bani Israil) ada orang
yang menggauli ibu kandungnya sendiri secara terang-terangan, maka pasti di antara
umatku ada yang melakukan demikian. Sesungguhnya bani Israil terpecah menjadi tujuh
puluh dua golongan dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan.
Semuanya masuk ke dalam neraka. kecuali satu golongan.”
Para sahabat bertanya, “Siapakah mereka, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Mereka adalah golongan yang berjalan di atas jalan ditempuh oleh aku
dan para sahabatku.” (HR. Tirmidzi no. 2641, dinilai hasan oleh Al-Albani)
Faidah dari hadits-hadits tentang perpecahan umat
Terdapat banyak faidah yang dapat kita ambil dari hadits-hadits tentang perpecahan umat di
atas. Dalam tulisan ini, kami sarikan sebagian faidah tersebut dalam poin-poin singkat
berikut ini:
Faidah pertama, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut bahwa satu golongan yang
selamat tersebut adalah al-jama’ah.
Kalau kita memperhatikan dalil-dalil syar’i, istilah “al-jama’ah” itu kembali kepada dua
makna:
Al-jama’ah dalam makna “bersatu karena berpegang teguh dengan kebenaran”. Inilah
makna al-jama’ah dalam istilah “ahlus sunnah wal jama’ah”. Yang dimaksud dengan
“kebenaran” itu adalah mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga mengikuti
kesepakatan (ijma’) para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Inilah makna al-jama’ah yang
diisyaratkan dalam hadits di atas, yaitu bersatu dalam kebenaran.
18. Pendidikan Agama Islam 2019
18
Artinya, al-jama’ah adalah sifat orang-orang yang berpegang teguh dengan kebenaran,
yaitu ijma’ salaf. Dengan kata lain, al-jama’ah itu tidak identik dengan kelompok,
organisasi, yayasan, atau partai tertentu. Karena al-jama’ah itu adalah sifat, siapa saja yang
bersifat dengan al-jama’ah, maka dia adalah al-jama’ah.
Jadi, selama seseorang itu berpegang dengan ijma’ salaf, maka dia berada dalam al-
jama’ah, meskipun secara kenyataan dan realita, dia seorang diri dan tidak memiliki teman.
Hal ini sebagaimana kata sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,
نك ب ْت َ بىد لق ُل ق بُن ي َََاي ُل اي َّى
“Al-jama’ah itu hanyalah yang mencocoki kebenaran, meskipun Engkau seorang diri.” (Al-
hawaadits wal bida’, karya Abu Syaamah, hal. 22)
Pengertian ke dua dari al-jama’ah adalah bersatu untuk mengakui dan patuh kepada
penguasa muslim, dan haram memberontak kepada penguasa (ulil amri) yang sah. Sehingga
siapa saja yang berada di tengah-tengah negeri kaum muslimin, namun dia meyakini boleh
memberontak kepada penguasa kaum muslimin yang sah, maka dia pada hakikatnya tidak
berada dalam al-jama’ah meskipun secara lahiriyah dia tinggal di negeri tersebut.
Al-jama’a dengan pengertian ke dua ini, adalah sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam,
اَلباٌال نب فِن نانيإَااُل نَىانىنِ اَنلنَنيْا نب فن ى نِ نَنانُْل اه نرإونى :ْعنيإَا اَإينْ ىِنَّلإ نينَ اَنَاع نه ت نرنَ إِن ات نلاَ نْ نكإَىنُل ىدنونن فإعنَّلنِنَينان
نَّلنىُنِ نبإع
“Ada tiga hal yang jika terdapat dalam diri seseorang, maka dia akan terbebas dari al-
ghill (yaitu, menghendaki kejelekan untuk orang lain atau permusuhan yang tersembunyi,
pen.), yaitu (1) seseorang beramal ikhlas karena Allah Ta’ala; (2) menginginkan kebaikan
(memberikan nasihat) kepada para pemimpin kaum muslimin; dan (3) komitmen dengan
jamaah kaum muslimin (yaitu jamaah kaum muslimin di atas satu komando pemimpin
yang sah, pen.). Karena seruan itu meliputi dari belakang mereka (maksudnya, ketika
seorang pemimpin telah diangkat sebagai penguasa oleh yang berhak mengangkatnya,
maka kewajiban taat mengikat semua kaum muslimin, pen.).” (HR. Tirmidzi no. 2658,
Ibnu Majah no. 230, Ahmad 3: 225, hadits shahih)
19. Pendidikan Agama Islam 2019
19
Faidah ke dua, hadits-hadits di atas adalah dalil bahwa umat-umat terdahulu (yaitu Yahudi
dan Nasrani) sebelum umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengalami
perpecahan.
Meskipun mereka tampak bersatu, tetapi pada hakikatnya mereka berpecah belah dalam
banyak aliran, sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Sehingga kita tidak perlu tertipu dengan tampilan-tampilan yang mengesankan
bahwa tidak ada perpecahan dalam agama mereka.
Allah Ta’ala telah menjelaskan sifat orang-orang jahiliyyah, baik dari kalangan Yahudi,
Nasrani, dan juga para penyembah berhala dengan Allah Ta’ala katakan,
نتنن إعنَّلإعنننل ينانو ْ إٌ ن اَاَ يسْن ن ُكاَّينَ نب إعاَّلنْعنِ ُكاْىتنن عِننَىلُ ِنن ا ِن نَ نتإْااإلُ ِنن ُكاَّكاونَ نه نب كدنا
“Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Yaitu orang-
orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa
golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan
mereka.” (QS. Ar-Ruum [30]: 31-32)
Faidah ke tiga, perpecahan yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan dalam hadits
ini bukanlah perpecahan karena urusan atau perkara duniawi sebagaimana persangkaan
sebagian orang. Misalnya, bukan karena memperebutkan harta dan memperebutkan pangkat
dan jabatan. Akan tetapi, perpecahan yang disebutkan Nabi adalah perpecahan dalam
masalah (pemahaman) agama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan dalam hadits di
atas,
سَىين ِن نْإِنَّ نب ْت نرنَ ئنينَ َنِى اِ اف نتنِإقنَ نب
“Dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga ‘millah’ (golongan).” (HR. Tirmidzi
no. 2641)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut masing-masing aliran dengan
istilah “millah” (agama). Hal ini menunjukkan bahwa aliran-aliran tersebut berbeda dengan
millah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu
‘anhum. Sehingga perbedaan antara millah-millah (yang menyimpang) tersebut dengan
20. Pendidikan Agama Islam 2019
20
millah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah perbedaan jalan, perbedaan pemahaman,
atau perbedaan metodologi dalam beragama.
Pada ayat di atas, Allah Ta’ala menggunakan kata tunggal ketika menyebutkan jalan-Nya,
yaitu “shirath”. Sedangkan ketika Allah Ta’ala menyebutkan jalan kesesatan, Allah Ta’ala
memakai bentuk jamak, yaitu “as-subul”. Sekali lagi, ini menjelaskan bahwa jalan
kebenaran itu hanya itu, itulah jalan Allah, sedangkan jalan kesesatan itu banyak dan
berbilang.
2.4 Pandangan Ulama Terkait Hadist Iftiraqu Ummati
Kedudukan Hadits Tujuh Puluh Tiga Golongan Umat Islam
KEDUDUKAN HADITS “TUJUH PULUH TIGA GOLONGAN UMMAT ISLAM”
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Akhir-akhir ini kita sering dengar ada beberapa khatib dan penulis yang membawakan hadits
tentang tujuh puluh dua golongan ummat Islam masuk Neraka dan hanya satu golongan
ummat Islam yang masuk Surga adalah hadits yang lemah, dan mereka berkata bahwa yang
benar adalah hadits yang berbunyi bahwa tujuh puluh golongan masuk Surga dan satu
golongan yang masuk Neraka, yaitu kaum zindiq. Mereka melemahkan atau mendha’ifkan
‘hadits perpecahan ummat Islam menjadi tujuh puluh golongan, semua masuk Neraka dan
hanya satu yang masuk Surga’ disebabkan tiga hal:
1. Karena pada sanad-sanad hadits tersebut terdapat kelemahan.
2. Karena jumlah bilangan golongan yang celaka itu berbeda-beda, misalnya; satu hadits
menyebutkan tujuh puluh dua golongan yang masuk Neraka, dalam hadits yang lainnya
disebutkan tujuh puluh satu golongan dan dalam hadits yang lainnya lagi disebutkan tujuh
puluh golongan saja, tanpa menentukan batas.
3. Karena makna/isi hadits tersebut tidak cocok dengan akal, mereka mengatakan bahwa
semestinya mayoritas ummat Islam ini menempati Surga atau minimal menjadi separuh
penghuni Surga.
Dalam tulisan ini, insya Allah, saya akan menjelaskan kedudukan sebenarnya dari hadits
tersebut, serta penjelasannya dari para ulama Ahli Hadits, sehingga dengan demikian akan
hilang ke-musykil-an yang ada, baik dari segi sanadnya maupun maknanya.
21. Pendidikan Agama Islam 2019
21
HADITS PERTAMA:
Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
نَ اِ إكاَّلن إلُ فننتنِإننُ :نعىينَّ نب نبإ نينَ اُِ ئىينَ نم ان إكاَّ نِ ننينْ :ننينْ نْ نإتعنتاَ إَنونِ إِنَ نتنْىتنقنَ نب فسَنْإتنن إِن نْإِنَّ نب نِإ نِإْنَ إبنِ إننإ نى ئني
سَنْإتنن إِن نْإِنَّ نب ْتنرنَ ئنينَ إَنِى اِ اف نتنِإقنَ نب سَنْإتنن إِن نْإِنَّ نب نِإ نِإْنَ إبنِ إننإ نى ئنينَ إنِينْىْ.ُل
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah bersabda, ‘Kaum Yahudi telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) golongan atau
tujuh puluh dua (72) golongan, dan kaum Nasrani telah terpecah menjadi tujuh puluh satu
(71) atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh
tiga (73) golongan.
Keterangan:
Hadits ini diriwayatkan oleh:
1. Abu Dawud, Kitab as-Sunnah, I-Bab Syarhus Sunnah no. 4596, dan lafazh hadits di atas
adalah lafazh Abu Dawud.
2. At-Tirmidzi, Kitabul Iman, 18-Bab Maa Jaa-a fiftiraaqi Haadzihil Ummah, no. 2778 dan ia
berkata: “Hadits ini hasan shahih.” (Lihat kitab Tuhfatul Ahwadzi VII/397-398.)
3. Ibnu Majah, 36-Kitabul Fitan, 17-Bab Iftiraaqil Umam, no. 3991.
4. Imam Ahmad, dalam kitab Musnad II/332, tanpa me-nyebutkan kata “Nashara.”
5. Al-Hakim, dalam kitabnya al-Mustadrak, Kitabul Iman I/6, dan ia berkata: “Hadits ini
banyak sanadnya, dan berbicara tentang masalah pokok agama.”
6. Ibnu Hibban, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Mawaariduzh Zhamaan, 31-
Kitabul Fitan, 4-Bab Iftiraqil Ummah, hal. 454, no. 1834.
7. Abu Ya’la al-Maushiliy, dalam kitabnya al-Musnad: Musnad Abu Hurairah, no. 5884 (cet.
Daarul Kutub Ilmiyyah, Beirut).
8. Ibnu Abi ‘Ashim, dalam kitabnya as-Sunnah, 19-Bab Fii ma Akhbara bihin Nabiyyu -
Shallallaahu ‘alaihi wa sallam- anna Ummatahu Sataftariqu, I/33, no. 66.
9. Ibnu Baththah, dalam kitab Ibanatul Kubra: Bab Dzikri Iftiraaqil Umam fii Diiniha, wa
‘ala kam Taftariqul Ummah? I/374-375 no. 273 tahqiq Ridha Na’san Mu’thi.
10. Al-Ajurri, dalam kitab asy-Syari’ah: Bab Dzikri Iftiraqil Umam fii Diinihi, I/306 no. 22,
tahqiq Dr. ‘Abdullah bin ‘Umar bin Sulaiman ad-Damiiji.
22. Pendidikan Agama Islam 2019
22
HADITS KEDUA:
Hadits tentang terpecahnya ummat menjadi 73 golongan diriwayatkan juga oleh Anas bin
Malik dengan mempunyai 8 (delapan) jalan (sanad) di antaranya dari jalan Qatadah
diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 3993:
Lafazh-nya adalah sebagai berikut:
إتنْنتنِإننُ نَإ نىُنتإَّنى إَنْنو ىدنى :نعىينَّ نب نبإ نينَ اُِ ئىينَ نم ان إكاَّ نِ ننينْ :ننينْ ْلنلين نِإو نْنَّنِ إِنَإننإ نى ئنينَ إَنِى اِ ىدنى نب سَنْإتنن إِن نْإِنَّ نب
اَنَينانَإلُ نَنَ نب اسْنن ن ُ نب ىهنى نِيىُْل َنن ينَّلاياَ سَنْإتنن إِن نْإِنَّ نب نِإ نِإْنَ ئنينَ اف نتنِإقنِنَّ
Dari Anas bin Malik, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi 71 (tujuh puluh satu) golongan, dan
sesungguhnya ummatku akan terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan, yang
semuanya berada di Neraka, kecuali satu golongan, yakni “al-Jama’ah.”
Imam al-Bushiriy berkata, “Sanadnya shahih dan para perawinya tsiqah.[1]
Hadits ini dishahih-kan oleh Imam al-Albany dalam shahih Ibnu Majah no. 3227.
(Lihat tujuh sanad lainnya yang terdapat dalam Silsilatul Ahaadits ash-Shahiihah I/360-361)
HADITS KETIGA:
Imam at-Tirmidzi meriwayatkan dalam Kitabul Iman, bab Maa Jaa-a Fiftiraaqi Haadzihil
Ummah no. 2641 dari Shahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash dan Imam al-Laalika-i juga
meriwayatkan dalam kitabnya Syarah Ushuli I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (I/111-112
no. 147) dari Shahabat dan dari jalan yang sama, dengan ada tambahan pertanyaan, yaitu:
“Siapakah golongan yang selamat itu?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
إَنوينلإَنِ نب نبإ نينَ نيَّنِين
“Ialah golongan yang mengikuti jejakku dan jejak para Shahabatku.”
Lafazh-nya secara lengkap adalah sebagai berikut:
ن إَنِى اِ ئنينَ ىِن نَإعن نل :نعىينَّ نب نبإ نينَ ا ُِى ئىينَ نم ان إكاَّ نِ ننينْ :ننينْ ب ْتإانَ نِإو نم ننإِنَ إِنَ نَإْىْيلنو نَإْىُْل نبإَن نَإ نىُنتإَّنى إَنْنو ئنينَ ئنَنِ ي
ى اِ ئنَنِ إِن إعاَّلإْن يدننَ إدنى ئىِن نْإِنَّ نب نِإ نِإْنَ ئنينَ إتنْىتنقنَ نَإ نىُنتإَّنى إَنْنو ىدنى نب لننلنف اَّنْإْنع إِن إَنِى اِ إَنن يدننونل سَن نَّنرنَ اب اف نتنِإقنَ نب سَىين إِن
ُ إكالينْ فسْنن ن ُ نب سَىين ىهنى نِيىُْل َنن إعاَّلاياَ سَىين إِن نْإِنَّ نب ْتنرنَ ئنينَ إَنِى اِ: إَنوينلإَنِ نب نبإ نينَ نيَّنِ ين :ننينْ نم نن إكاَّ نِ ينع نَنَ إِن ن.ب
23. Pendidikan Agama Islam 2019
23
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Sungguh akan terjadi pada ummatku, apa yang telah terjadi pada ummat bani Israil sedikit
demi sedikit, sehingga jika ada di antara mereka (Bani Israil) yang menyetubuhi ibunya
secara terang-terangan, maka niscaya akan ada pada ummatku yang mengerjakan itu. Dan
sesungguhnya bani Israil berpecah menjadi tujuh puluh dua millah, semuanya di Neraka
kecuali satu millah saja dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga millah, yang
semuanya di Neraka kecuali satu millah.’ (para Shahabat) bertanya, ‘Siapa mereka wahai
Rasulullah?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Apa yang aku dan para
Shahabatku berada di atasnya.’”
(Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi no. 2641, dan ia berkata: “Ini merupakan hadits penjelas yang
gharib, kami tidak mengetahuinya seperti ini, kecuali dari jalan ini.”)
KESIMPULAN
Kedudukan hadits-hadits di atas setelah diadakan penelitian oleh para Ahli Hadits, maka
mereka berkesimpulan bahwa hadits-hadits tentang terpecahnya ummat ini menjadi 73 (tujuh
puluh tiga) golongan, 72 (tujuh puluh dua) golongan masuk Neraka dan satu golongan masuk
Surga adalah hadits yang shahih, yang memang sah datangnya dari Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Dan tidak boleh seorang pun meragukan tentang keshahihan hadits-hadits
tersebut, kecuali kalau ia dapat membuktikan berdasarkan ilmu hadits tentang kelemahannya.
Hadits-hadits tentang terpecahnya ummat Islam menjadi tujuh puluh tiga golongan adalah
hadits yang shahih sanad dan matannya. Dan yang menyatakan hadits ini shahih adalah
pakar-pakar hadits yang memang sudah ahli di bidangnya. Kemudian menurut kenyataan
yang ada bahwa ummat Islam ini berpecah belah, berfirqah-firqah (bergolongan-golongan),
dan setiap golongan bang-ga dengan golongannya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang ummat Islam berpecah belah seperti kaum musyrikin:
“Artinya : Janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-
orang yang memecah belah agama me-reka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-
tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” [Ar-Rum: 31-32]
24. Pendidikan Agama Islam 2019
24
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan jalan keluar, jalan selamat dunia dan akhirat.
Yaitu berpegang kepada Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para
Shahabatnya.
ALASAN MEREKA YANG MELEMAHKAN HADITS INI SERTA BANTAHANNYA
Ada sebagian orang melemahkan hadits-hadits tersebut karena melihat jumlah yang berbeda-
beda dalam penyebutan jumlah bilangan firqah (kelompok) yang binasa tersebut, yakni di
satu hadits disebutkan sebanyak 70 (tujuh puluh) firqah, di hadits yang lainnya disebutkan
sebanyak 71 (tujuh puluh satu) firqah, di hadits yang lainnya lagi disebutkan sebanyak 72
(tujuh puluh dua) firqah, dan hanya satu firqah yang masuk Surga.
Oleh karena itu saya akan terangkan tahqiqnya, berapa jumlah firqah yang binasa itu?
Pertama, di dalam hadits ‘Auf bin Malik dari jalan Nu’aim bin Hammad yang diriwayatkan
oleh al-Bazzar dalam kitab Musnad-nya (I/98) no. 172, dan Hakim (IV/ 430) disebut tujuh
puluh (70) firqah lebih, dengan tidak menentukan jumlahnya yang pasti.
Akan tetapi, sanad hadits ini dha’if (lemah), karena di dalam sanadnya ada seorang perawi
yang bernama Nu’aim bin Hammad al-Khuzaa’i.
Ibnu Hajar berkata, “Ia banyak salahnya.”
An-Nasa-i berkata, “Ia orang yang lemah.”
TARJIH
Setelah kita melewati pembahasan di atas, maka dapatlah kita simpulkan bahwa yang lebih
kuat adalah yang menyebutkan dengan 73 (tujuh puluh tiga) golongan.
Kesimpulan tersebut disebabkan karena hadits-hadits yang menerangkan tentang terpecahnya
ummat menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan adalah lebih banyak sanadnya dan lebih kuat
dibanding hadits-hadits yang menyebut 70 (tujuh puluh), 71 (tujuh puluh satu), atau 72 (tujuh
puluh dua).
25. Pendidikan Agama Islam 2019
25
MAKNA HADITS
Sebagian orang menolak hadits-hadits yang shahih karena mereka lebih mendahulukan akal
daripada wahyu, padahal yang benar adalah wahyu yang berupa nash al-Qur’an dan Sunnah
yang sah lebih tinggi dan jauh lebih utama dibanding dengan akal manusia. Wahyu adalah
ma’shum sedangkan akal manusia tidak ma’shum. Wahyu bersifat tetap dan terpelihara
sedangkan akal manusia berubah-ubah. Dan manusia mempunyai sifat-sifat kekurangan, di
antaranya:
Manusia ini adalah lemah, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
“Artinya : Dan diciptakan dalam keadaan lemah.” [An-Nisaa’: 28]
Dan manusia itu juga jahil (bodoh), zhalim dan sedikit ilmunya, Allah Subhanahu wa Ta’ala
telah berfirman:
“Artinya : Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir
akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesung-guhnya manusia itu
amat zhalim dan amat bodoh.” [Al-Ahzaab: 72]
Serta seringkali berkeluh kesah, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
“Artinya ; Sesungguhnya manusia itu diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.” [Al-Ma’aarij
: 19]
Sedangkan wahyu tidak ada kebathilan di dalamnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
berfirman:
“Yang tidak datang kepadanya (al-Qur’an) kebathilan baik dari depan maupun dari
belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Mahabijaksana lagi Mahaterpuji.” [Al-
Fushshilat : 42]
Adapun masalah makna hadits yang masih musykil (sulit difahami), maka janganlah dengan
alasan tersebut kita terburu-buru untuk menolak hadits-hadits yang sahih dari Nabi
26. Pendidikan Agama Islam 2019
26
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena betapa banyaknya hadits-hadits sah yang belum dapat
kita fahami makna dan maksudnya.
Permasalahan yang harus diperhatikan adalah bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui
daripada kita. Al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih tidak akan mungkin bertentangan
dengan akal manusia selama-lamanya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan bahwa ummatnya akan mengalami
perpecahan dan perselisihan dan akan menjadi 73 (tujuh puluh tiga) firqah, semuanya ini
telah terbukti.
Dan yang terpenting bagi kita sekarang ini ialah berusaha mengetahui tentang kelompok-
kelompok yang binasa dan golongan yang selamat serta ciri-ciri mereka berdasarkan al-
Qur’an dan as-Sunnah yang sah dan penjelasan para Shahabat dan para ulama Salaf, agar kita
termasuk ke dalam “Golongan yang selamat” dan menjauhkan diri dari kelompok-kelompok
sesat yang kian hari kian berkembang.
Golongan yang selamat hanya satu, dan jalan selamat menuju kepada Allah hanya satu, Allah
Subahanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan
janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan
kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada-mu agar kamu
bertaqwa.” [Al-An’am: 153]
Jalan yang selamat adalah jalan yang telah ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan para Sha-habatnya.
Bila ummat Islam ingin selamat dunia dan akhirat, maka mereka wajib mengikuti jalan yang
telah ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabatnya.
Mudah-mudahan Allah membimbing kita ke jalan selamat dan memberikan hidayah taufiq
untuk mengikuti jejak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabatnya.
27. Pendidikan Agama Islam 2019
27
Wallahu a’lam bish shawab.
2.5 Pandangan Sunni Terhadap Hadist Iftiraqu Ummati
Imam Turmudzi, Abu Dawud dan Ibn Majah, masing-masing dalam kitab Sunan-nya
meriwayatkan hadits tentang penggolongan umat Islam menjadi 73 (tujuh puluh tiga)
golongan atau firqoh, dan hanya satu golongan di antaranya yang selamat dari ancaman siksa
neraka, yaitu golongan yang konsisten pada ajaran Nabi Muhammad SAW dan para
Sahabatnya (Jama’ah) atau yang kemudian disebut dengan sebutan Ahlussunnah wal
Jama’ah. Menurut Imam Abdul Qahir al-Baghdadi (w. 429 H/1037 M) sebagaimana disebut
dalam karya monumentalnya, Al-Farq bainal-Firaq hadits tersebut diriwayatkan dari
beberapa sumber sanad, antara lain; Anas bin Malik, Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin ‘Amr,
Abu Umamah dan Watsilah bin al-Asqa.
Respon para ulama kalam terhadap hadits tersebut ternyata tidak sama. Setidaknya, ada tiga
macam respon yang diberikan;
Pertama, hadits-hadits tersebut digunakan sebagai pijakan yang dinilainya cukup kuat untuk
menggolongkan umat Islam menjadi 73 firqah, dan di antaranya hanya satu golongan yang
selamat dari neraka, yakni Ahlussunnah wal Jama’ah. Di antara kelompok ini antara lain;
Imam Abdul Qahir al-Baghdadi (Al-Farq bainal-Firaq), Imam Abu al-Muzhaffar al-
Isfarayini (at-Tabshir fid Din), Abu al-Ma’ali Muhammad Husain al-‘Alawi (Bayan al-
Adyan), Adludin Abdurrahman al-Aiji (al-Aqa’id al-Adliyah) dan Muhammad bin
Abdulkarim asy-Syahrastani (al-Milal wan Nihal). Ibn Taimiyyah dalam Majmu’
Fatawa (vol-3) menilai bahwa hadits tersebut dapat diakui kesasihannya.
Kedua, hadits-hadits tersebut tidak digunakan sebagai rujukan penggolongan umat Islam,
tetapi juga tidak dinyatakan penolakannya atas hadits tersebut. Di antara mereka itu, antara
lain; Imam Abu al-Hasan Ali bin Isma’il al-Asy’ari (Maqalatul Islamiyyin wa ikhtilaful
Mushollin) dan Imam Abu Abdillah Fakhruddin ar-Razi (I’tiqadat firaqil Muslimin wal
Musyrikin). Kedua pakar ilmu kalam ini telah menulis karya ilmiahnya, tanpa menyebut-
nyebut hadits-hadits tentang Iftiraq al-Ummah tersebut. Padahal al-Asy’ari disebut sebagai
pelopor Ahlussunnah wal Jama’ah.
Ketiga, hadits Iftiraqul Ummah tersebut dinilai sebagai hadits dla’if (lemah), sehingga tidak
dapat dijadikan rujukan. Di antara mereka adalah Ali bin Ahmad bin Hazm adh-Dhahiri, (Ibn
Hazm, al-Fishal fil-Milal wal-Ahwa’ wan-Nihal).
Pengertian firqah atau golongan dalam hadits tersebut, oleh para ulama dan para ahli tersebut,
berkaitan dengan Ushuluddin (masalah-masalah agama yang fundamental dan prinsipil),
28. Pendidikan Agama Islam 2019
28
bukan masalah furu’iyyah atau fiqhiyyah yang berkaitan dengan hokum-hukum amaliyah atau
yang kerap disebut sebagai masalah khilafiyah, semacam qunut shalat subuh, jumlah raka’at
tarawih, ziarah kubur, dan lain-lain.
Syeikh Muhammad Muhyiddin Abdul-Hamid, seorang ulama’ yang banyak men-
tahqiq karya-karya unggulan dalam ilmu kalam, seperti karya Imam al-Asy’ari, al-Baghdadi
di atas, menyatakan kesulitannya untuk memperoleh hitungan yang valid terhadap firqoh-
firqoh baru, seperti Ahmadiyah dan lain-lain.
Demikian itulah masalah yang muncul dari hadits 73 firqoh. Selain itu, ada masalah-masalah
lain yang masih memerlukan studi lebih lanjut yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiyyah dan diniyyah, seperti; apa yang dijadikan parameter untuk menentukan suatu
kelompok umat ini menjadi firqah tertentu yang mandiri yang berbeda statusnya dari
kelompok lain. Lalu, apa sebetulnya yang paling banyak menjadi pemicu timbulnya firqah-
firqah tersebut?
Terakhir, sejauhmana peran realitas historis dan kultural dalam mempengaruhi perjalanan dan
dinamika firqah-firqah tersebut. Tentu saja, masih banyak lagi yang perlu dikaji lebih lanjut.
Pernyataan diatas dijelaskan oleh Prof KH Tholchah Hasan(Wakil Ra’is Am Syuriah
PBNU)
29. Pendidikan Agama Islam 2019
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Relevansi dari ẖadîts terpecahnya umat Islam adalah umat Islam dilarang untuk
memecah belah menjadi golongan-golongan. Umat Islam haruslah mampu
membedakan wilayah-wilayah dalam ajaran Islam sesuai tempatnya. Seperti halnya di
wilayah ushuluddin, umat Islam dilarang adanya perbedaan, karena di wilayah
tersebutlah batasan defenisi al-jamâ‟ah menempatinya. Dikatakan keluar dari Islam
bila terjadi perbedaan. Selain itu umat Islam juga harus mampu memahami wilayah
ijtihadiyah, untuk terjadinya ikhtilaf. Karena hal tersebut berkaitan dengan masalah
hukum. Sedangkan hukum, dipengaruhi oleh kondisi waktu dan tempat, sehingga
perbedaan dalam hal tersebut diperbolehkan.
4
Sesuai dengan petunjuk al-Qurˋan dan ẖadîts-ẖadîts lain yang lebih shaẖiẖ, perintah
untuk umat Islam adalah harus senantiasa menjaga umat Islam lain sebagai saudara.
Adanya larangan untuk berselisih, dan bercerai-berai. Adanya perintah untuk
memahami al-Qurˋan dan ẖadîts Nabi serta Atsar para sahabat sebagaimana ilmunya.
Karena yang dimaksud dalam ẖadîts ini, al-jamâ‟ah adalah mereka yang berpegang
teguh kepada tali agama, untuk ber-amar ma‟ruf nahi munkar, sesuai dengan petunjuk
al-Qurˋan dan ẖadîts Nabi serta amalan para Sahabat.
30. Pendidikan Agama Islam 2019
30
DAFTAR PUSTAKA
1. http://choimaarif.blogspot.com/2016/11/latar-perpecahan-islam.html
2. https://www.annursolo.com/penjelasan-dan-aplikasi-tentang-hadits-iftiraqul-ummah/
3. https://husnakun.wordpress.com/2008/02/14/penyebaran-islam-setelah-khulafaur-
rasyidin-bani-umayyah/
4. https://islamislami.com/2017/04/23/kepemimpinan-setelah-khulafaur-rasyidin/
5. https://muslim.or.id/46663-mendulang-faidah-dari-hadits-perpecahan-umat.html
6. https://almanhaj.or.id/453-kedudukan-hadits-tujuh-puluh-tiga-golongan-umat-
islam.html