Pemikiran ali ahmad madkur tentang kurikulum pendidikan islam
1. 0
PEMIKIRAN ALI AHMAD MADKUR
TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
Makalah
Disusun untuk Dipresentasikan pada Seminar Mata Kuliah
STUDI NASKAH KEPENDIDIKAN
Dibawah Bimbingan:
Prof. Dr. H. T. Fuad Wahab, MA
Dr. H. M. Izzuddin Musthafa, MA
Disusun Oleh:
Erta Mahyudin
NIM: 3.216.2.2.007
KONSENTRASI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA S3
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG JATI
BANDUNG
2017 M/1439 H
2. 1
PEMIKIRAN ALI AHMAD MADKUR
TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
Oleh: Erta Mahyudin (NIM: 3.216.2.2.007)
A. PENDAHULUAN
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan al-Qur‟an dan As-
sunnah. Selain mempunyai tujuan keilmuan, pendidikan Islam juga mempunyai
tujuan menjadikan manusia sebagai khalifah yang dapat menjalankan tugasnya
dengan baik. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan adanya suatu
program yang terencana yang dapat mengantar proses pendidikan sampai pada
tujuan yang diinginkan. Perencanaan pembelajaran, proses pelaksanaan, sampai
penilaiannya dalam pendidikan lebih dikenal dengan istilah kurikulum pendidikan.
Kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-bahan pendidikan Islam berupa
kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan sistematis diberikan
kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam. Atau dengan
kata lain kurikulum pendidikan Islam adalah semua aktivitas, pengetahuan dan
pengalaman yang dengan sengaja dan secara sistematis diberikan oleh pendidik
kepada anak didik dalam rangka tujuan pendidikan Islam.1
Kurikulum merupakan landasan yang digunakan pendidikan untuk
membimbing peserta didiknya ke arah tujuan pendidikan yang diinginkan melalui
akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap mental. Ini berarti bahwa
proses pendidikan Islam bukanlah proses yang dilakukan secara serampangan, tetapi
hendaknya mengacu pada konseptualisasi manusia, transformasi sejumlah
pengetahuan keterampilan dan sikap mental yang harus terususun.
Islam sebagai sebuah sistem dan aturan kehidupan yang sempurna telah
memberikan panduan yang lengkap untuk seluruh aspek kehidupan. Termasuk di
dalamnya terkait dengan kurikulum pendidikan Islam. Dari sumber ajaran Islam
dapat difahami beberapa karakteristik yang menjadi pembeda dan penciri khusus
1
H. Syamsul Bahri Tanrere, Kaedah Pengajaran Pendidikan Agama, Bandar Seri Begawan:
Universiti Brunei Darussalam, 1993.
3. 2
kurikulum pendidikan Islam dibandingkan kurikulum yang lain. Di antara
karakteristik tersebut adalah bahwa kurikulum pendidikan Islam, (a) berpondasi dan
berorientasi kepada Tuhan, (b) tauhid, (c) universal, (d) reliabel, (e) komprehensif,
(f) berimbang, dan (g) menekankan sisi positif. Dalam makalah ini akan dibahas dua
dari karakter-karakter tersebut.
B. PEMBAHASAN
1. Riwayat Singkat Hidup Ali Ahmad Madkur
Salah satu tokoh pendidikan Islam kontemporer di Timur Tengah adalah Ali
Ahmad Madkur. Ia dilahirkan di kota Mesir (Qahirah). Gelar sarjana bidang
Pendidikan beliau peroleh di Al-Azhar University Mesir. Sekarang menjadi guru
besar (Profesor) di bidang pengembangan kurikulum2
. Sebelumnya pada tahun 2001
ia dipercaya sebagai Dekan Fakultas Tarbiyah di Universitas Sultan Qobus Oman.
Sebagai seorang profesor di bidang kurikulum dan pendidikan Ahmad Madkur
dikenal aktif memberikan materi seminar ilmiah di dalam dan di luar negeri yang
berkenaan dengan kependidikan dan bahasa di beberapa perguruan tinggi di timur
tengah.3
Selain aktif dalam berbagai seminar Internasional, ia juga aktif menulis dalam
bidang pendidikan maupun bahasa Arab. Diantara karya-karya Ali Ahmad Madkur
adalah: Tadris Funun al-Lughah al-Arabiyah, (Dar al-Furqan, Kairo, 2002), Al-
Ta'lim al-'Aliy Fi al-Wathan al-„Arabi.4
Al-Manhaj al-Madrasi al-Mu‟ashir. (Dar Al-
Furqan, Kairo, 2009) Manhaj al-Tarbiyah fi al-Tashawwur al-Islami, (Dar al-Fikri al-
Arabi, Kairo, 2002) Manahij al-Tarbiyah: Asasuha wa Tathbiqatuha, (Dar al-Fikr al-
Arabi, 2001). Thuruq Tadris al-Lughah al-Arabiyyah. Nadhariyyat al-Manahij al-
„Ammah, (Dar al-Furqan, Kairo, 1991).5
2
Terampil, Vol 3, Nomor 3, Desember 2014 pendidikan di Universitas Qohiroh Mesir
3
Pernah sebagai pembicara pada seminar 2nd International Language Conference (ILC) pada
bulan April 2011 di Kuala Lumpur - Malaysia.
4
Ali Ahmad Madkur.com
5
Kompasiana.com 9/11/2017.
4. 3
2. Kandungan Teks
KARAKTERISTIK KETIGA: UNIVERSAL
Karakter ketiga kurikulum pendidikan Islam adalah universal. Islam adalah
akidah dan sistem hukum kehidupan. Ketika akidah bersumber dan berorientasi
kepada tuhan, berkarakter humanis, penutup risalah samawi, maka dengan demikian
dia universal. Universalitas Islam bermakna bahwa dia adalah dakwah untuk seluruh
manusia, dakwah yang tidak rasialis, etnisitis, dan tidak terkungkung oleh batas-batas
geografis, daerah, atau waktu.
Islam dalam gambarannya yang sempurna
Sayid Qutb berkata: Sejalan dengan karakternya yang universal, Islam telah
mengadopsi seluruh ajaran dan agama-agama sebelumnya, dia menetapkannya
bersama kesatuan Tuhan, kesatuan akidah, dan kesatuan agama yang dibawa oleh
seluruh rasul. Semua rasul datang dengan satu agama, yaitu Islam, menundukkan hati
kepada Allah tanpa sekutu, inilah fondasi aqidah yang tidak akan berubah.
Sedangkan syariat yang mengatur kehidupan masyarakat mengalami perkembangan
dalam risalah ketuhanan yang dipimpin para rasul, sejalan dengan kemaslahatan
manusia dan tingkat perkembangan mereka, serta sejalan dengan perkembangan
pemahaman masyarakat. Sehingga apabila Islam datang dengan gambaran yang
dibawa risalah Muhamad SAW. Islam telah mengadopsi pikiran mendasar di dalam
agama Allah yang satu, ia tetap memelihara prinsip dan syariat dan sisten yang baik
dari kerasulan yang sebelumnya, dia juga menyempurnakan yang kurang. (Q.S. al-
Maidah, 3)
Risalah Islam yang terakhir dan ditutup dengan kenabian muhammad bukan
hanya untuk bangsa Arab, bukan hanya untuk satu ras tertentu. Kalau ajaran Islam
yang dibawa oleh Nabi Musa dikhususkan bagi Bani Israil, kalau ajaran Islam yang
dibawa oleh Nabi Isa dikhususkan bagi bani israil yang membelot dan sesat, maka
Islam datang dalam bentuk terakhir dijelaskan dalam Alqur‟an lalu diperjelas dengan
sunnah rasulullah. Ia datang untuk memberi petunjuk bagi seluruh manusia, di
seluruh penjuru bumi, sepanjang waktu sampai akhir masa.
5. 4
Islam adalah Risalah Universal dan Aturan Alam Semesta
Islam adalah risalah universal, dan aturannya yang dijadikan landasan hidup
manusia merupakan aturan alam semesta. Teks-teks yang menjadi landasan
pemahaman untuk hal tersebut jelas dan tegas. Alqur‟an merupakan ayat-ayat dan
kalam Allah untuk semua manusia (QS. Al-Takwir, 27). Nabi Muhammad adalah
utusan Allah bagi seluruh manusia. (QS. Saba‟, 28) Beliau diutus sebagai rahmatan
bagi seluruh manusia. (QS. Al-Anbiya: 107)
Agama ini bukanlah proklamasi bagi kemerdekaan bangsa Arab! Bukan pula
risalah yang khusus bagi bangsa Arab! Objek material ajaran agama ini adalah
manusia, jenis manusia, bidangnya adalah bumi. Allah SWT bukan Tuhan hanya
bagi bangsa Arab, bahkan bukan hanya bagi orang-orang yang berakidah Islam.
Allah adalah Tuhan semesta Alam, agama ini ingin mengembalikan alam semesta
kepada penyembahan hanya kepada-Nya. Dan melepaskan diri dari pengabdian
kepada selain Dia. Penyembahan terbesar dalam padangan Islam adalah tunduknya
manusia kepada hukum-hukum yang dibuat oleh seorang manusia bagi mereka.
Inilah ibadah yang ditegaskan oleh Islam bahwa hendaknya hanya untuk Allah.
Orang-orang yang melakukannya bukan untuk Allah sudah keluar dari agama ini
sekalipun dia mengklaim bahwa dia menjalankan agama ini. Rasulullah telah
menjelaskan bahwa menjalankan hukum yang dibuat manusialah yang membuat
orang yahudi dan nasrani menjadi musyrik, bertentangan dengan perintah Allah yang
mengharuskan mereka hanya menyembah kepada-Nya semata.
Mendirikan bangunan akidah di dalam sanubari dan di dalam realita
berdasarkan penyembahan yang utuh kepada Allah semata merupakan tuntutan
praktis dari makna syahadat la ilaha illa allah. Menerima tatacara melaksakan
ibadah tersebut dari rasulullah merupakan tuntutan praktis dari makna syahadat anna
muhammadan rasulullah.
Inilah dia kaidah kurikulum Islam yang membedakannya dari seluruh sistem
dan kurikulum lain yang dikenal manusia. Ia merupakan pondasi dari seluruh entitas
penciptaan, bukan hanya kehidupan manusia. Semua yang ada adalah ciptaan Allah
(QS. Al-Nahl: 40), (QS. Al-Furqan, 2), (Q.S. Al-A‟raf, 54)
6. 5
Asal Seluruh Manusia adalah Satu
Islam mengikat seluruh manusia pada asal muasal yang tunggal. Ia juga
menjadikan ikatan terbesar di antara manusia adalah ikatan kemanusiaan. (QS. Al-
Nisa, 1) Berdasarkan ikatan ini Islam bisa mengumpulan manusia dalam
perlindungan Islam, seluruh manusia dianggap sama, sekalipun ras dan bahasa
mereka berbeda-beda, manusia dijaga di bawah naungan sistem sosial Islam dengan
pondasi tunggal yang kuat, yaitu ikatan kemanusiaan. Rasullullah pernah
menjelaskan: “Tidak boleh ada dari kita yang mengajak pada kesukuan. Tidak boleh
ada dari kita yang berperang atas dasar kesukuan. Dan tidak boleh ada dari kita
yang mati atas dasar kesukuan. (H.R. Abu Daud)
Menusia –seperti yang dijelaskan oleh Sayid Qutb- adalah umat yang satu.
Dengan demikian tidak boleh ada eksploitasi keuntungan yang dilakukan oleh satu
golongan atas golongan yang lain, atau oleh satu bangsa atas bangsa yang lain. Hal
itu dianggap sebagai sesuatu yang aneh dan janggal dalam pandangan Islam. Karena
ketakwaan dan amal salihlah yang menjadi kriteria tunggal untuk keutaman dalam
timbangan Allah Swt. (Q.S. Al hujurat 13) Nabi pernah bersabda: “Hanya takwa
yang menjadi keutamaan bangsa Arab atas bangsa lainnya.”
Seluruh Bumi Milik Allah, Manusia Hanyalah Khalifah di Bumi
Semua bumi milik Allah dan semua manusia adalah khalifah di bumi. (Q.S. al-
Baqarah: 30) Islam tidak mengenal batas-batas wilayah, juga tidak mengenal batasan
ras dan bahasa, semua jenis manusia dijadikan khalifah di bumi. Semuanya bertugas
memakmurkan dan memajukannya, serta memanfaatkan kekayaan dan sumber daya
yang ada di bumi. Dengan demikian, semua manusia adalah saudara. Mereka tidak
akan mendapatkan kasih sayang dan pertolongan dari Allah kalau mereka tidak
saling menyayangi dan tidak saling tolong menolong dalam kebaikan. Tidak heran
ketika Rasulullah mengatakan: “Sayangilah yang dibumi, sehingga yang di langit
akan menyayangi kalian.” Beliau tidak mengkhususkan kelompok, suku, ras atau
bangsa tertentu.
Pemikiran Islam sebanding dengan pemikiran tentang nasionalisme dalam arti
yang positif. Dalam arti bahwa semua bumi yang dinaungi oleh Islam adalah negara
7. 6
bagi seluruh manusia. Setiap muslim di muka bumi adalah warga negara di negara
muslim manapun. Semua muslim di muka bumi –tanpa pengecualian- memiliki hak
untuk keluar masuk ke negara Islam manapun. Bisa bebas pergi kemana saja tanpa
harus menggunakan passport dan tanpa ada batasan ruang.
Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa Islam sebagai akidah dan sistem
merupakan satu-satunya agama yang bisa dideskripsikan sebagai agama yang
universal. Dialah satu-satunya agama yang bisa disebut sebagai dunia kebebasan,
dunia yang satu, dimana manusia bisa menikmati rasa aman dan damai secara
bersama-sama.
Universalitas Kurikulum
Kurikulum pendidikan Islam adalah kurikulum pendidikan “manusia”, manusia
baik yang bisa hidup di setiap masa. Bukan hanya warga negara yang terbatas dalam
arti kependudukan yang sempit. Pendidikan manusia bukan berarti pengabaian
terhadap pendidikan warga negara, bahkan dia lebih komprehensif dan lebih
sempurna. Yang sebenarnya adalah tidak ada ketakutan yang lebih jelas dari
penduduk atas manusia, akan tetapi yang paling menakutkan adalah kependudukan
yang terbatas pemikiran, keberpihakan, dan perilakunya di dalam batas-batas
geografis negaranya.
Kita sangat membutuhkan pengembangan pemikiran kemanusiaan yang
universal dan komprehensif dalam pendidikan. Dan pengembangan pemahaman
kemanusian dalam pendidikan. Pemahaman ini bukanlah berupa falsafah atau
ideologi yang terikat dengan tempat dan waktu serta terikat dengan pengembangan
zaman.
Hanya kurikulum Islam saja yang bisa mewujudkan pemahaman kemanusian
dalam jiwa pendidik. Realisasi kemanusiaan manusia sejalan dengan kemanusian
kurikulum Islam dan universalitasnya yang ditegaskan dalam surat pertama
makkiyah, yaitu surat al-takwir ayat 27 dan ditegaskan juga dalam pernyataan Allah
kepada nabinya (QS. Al-Anbiya 107)
Kemanusian telah memanen buah dari pemahaman arti kewarganegaraan yang
sempit dalam bentuk gambaran pertarungan internasional, perang dunia, perang antar
8. 7
daerah, serta penjajahan dan penguasaan atas bumi orang lain, perampasan hak
warganya, lalu memaksa mereka bekerja mengabdi kepada yang lainnya, dan
menundukkan atas kemanusian mereka.
Kesimpulannya adalah sekolah kemanusiaan dalam pendidikan usianya sudah
lama selama adanya Islam itu sendiri. Mana kala setiap kurikulum non samawi yang
kita terima -sebagaimana yang dijelaskan Ustadz Muhammad Qutb- menyatakan
bahwa tujuan pendidikan adalah menyiapkan warga negara yang baik. Maka pada
saat itu kita mendapatkan Islam berusaha mewujudkan tujuan yang lebih
komprehensif dan lebih detail dari tujuan tersebut, yaitu menghasilkan manusia yang
baik. Manusia secara mutlak, dengan pengertian yang komprehensif, manusia yang
dengan subtantsinya yang terpendam di dalam dirinya. Manusia dalam arti sebagai
manusia, bukan sebagai warga negara di permukaan bumi atau di tempat tertentu.
Manusia yang menjadi target pendidikan Islam adalah manusia yang
menjadikan aturan Allah sebagai landasan aturan, perasaan, dan perilaku hidupnya.
Secara umum dia adalah manusia yang memenuhi kriteria menjadi khalifah yang
merupakan kelebihan yang Allah karuniakan kepada manusia melebihi ciptaan Allah
yang lain. Sehingga dia bisa bergiat untuk memakmurkan bumi seuai dengan aturan
Allah, dengan memberdayakan semua potensi dan sumber daya yang tersedia
baginya.
KARAKTERISTIK KEEMPAT: KOKOH
Karakter keempat kurikulum pendidikan dalam Islam adalah kokh. Yusuf
Qardhawi menjelaskan karakter ini dengan penjelasannya: “Bergerak dalam bingkai
yang tetap dan mengitari poros yang kokoh”. Manakala sistam Islam adalah sistem
yang rabbani, berbasis pada tauhid, maka tugas manusia adalah menerima, merespon,
menyesuaikan diri, dan menerapkannya dalam kehidupan nyata. Ia bukan hasil dari
pemikiran manusia, tetapi pemberian dari Sang Pencipta manusia kepada manusia...”
Itulah dia pendidikan Islam. Pendidikan Islam berkarakter sistem yang berdasar pada
“Bergerak dalam bingkai yang tetap dan mengitari poros yang kokoh”.
9. 8
Ada kekokohan dalam komponen pendidikan Islam yang fundamental, dalam
norma-norma yang subtansial. Komponen dan norma tersebut tidak akan berubah
mengikuti realita kehidupan nyata dan kondisinya yang kongkret. Perubahan dalam
realita dan kenyataan hidup harus tetap dikendalikan dengan komponen dan nilai-
nilai yang tetap tersebut. Karakteristik keempat ini berhubungan dengan pergerakan
di dalam bingkai yang tetap dan sekitar poros yang tetap yaitu ciptaan ilahi di seluruh
alam ini.
Berdasarkan hal itu, Islam melihat bahwa kehidupan manusia –sebagai bagian
dari makrokosmos- tidak semuanya tetap dan tidak semuanya berubah. Ada bagian
yang tidak boleh berubah, supaya tidak menimbulkan gangguan dan kerusakan. Ada
juga bagian yang harus dinamis dan tidak boleh statis, supaya kehidupan bisa
berlanjut dan tidak membeku.
Di antara hal tetap yang merupakan “poros kokoh” kurikulum pendidikan
Islam adalah: semua yang berhubungan dengan hakikat ketuhanan, seperti hakikat
wujud Allah, rahasia subtantifnya, keesaan-Nya, kekuasaan-Nya, dan pengaturanNya
terhadap makhluk-Nya. Yang juga tidak akan berubah adalah bahwa seluruh alam
semesta merupakan ciptaan Allah, hakikat penyembahan kepada Allah, hakikat iman
kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, taqdir baik
dan buruk, syarat sah sebuah perbuatan yang diterima. Termasuk juga hakikat bahwa
agama yang benar menurut Allah adalah Islam, Islam artinya hanya menyembah dan
mengabdi kepada Allah, berserah pada kehendak-Nya, mau melaksanakan hukum
dan ketetapan-Nya. Termasuk juga hakikat bahwa manusia adalah makhluk yang
mulia melebihi seluruh makhluk di dunia. Dia dijadikan sebagai sebagai khalifah,
semua yang ada di bumi telah ditundukkan baginya.
Dari itu, tidak ada yang lebih tinggi dari nilai manusia atau menyebabkan
rusaknya nilai manusia. Kenyataan bahwa manusia berasal dari asal muasal yang
tunggal, sehingga mereka sama, dan bahwa satu-satunya nilai yang bisa menjadikan
mereka lebih utama dibandingkan yang lainnya adalah taqwa dan amal salih. Dengan
demikian tidak ada nilai bagi harta, atau ras, atau status, atau golongan, dan yang
lainnya.
10. 9
Termasuk yang tidak berubah adalah tujuan penciptaan manusia, yaitu ibadah
kepada Allah, dan tugas mereka adalah melaksanakan tugas kekhalifahan di bumi,
atau memakmurkan dan memajukannya sesuai aturan Allah. Yang tidak berubah
adalah hakikat bahwa dunia adalah negeri ujian dan amal, sementara akhirat adalah
negeri perhitungan dan balasan.
Sedangkan sisi yang dapat berubah adalah situasi dan kondisi politik, sosial
kemasyarakatan, ekonomi, pendidikan dan yang sejenisnya. Semua aspek tadi akan
terus berubah sejalan dengan interaksi manusi sebagai khalifah di bumi, dan sejalan
dengan interaksi akalnya yang terus menerus dengan alam materi serta segala
perubahan yang lahir dari situasi ekonomi sosial kemasyarkatan politik dan
pendidikan.
Akan tetapi nilai yang tetap bagi manusia akan kekal yaitu bahwa dia adalah
khalifah di bumi untuk memakmurkan dan memajukannya seuai dengan aturan yang
telah ditetapkan Allah. Dia bercocok tanam di bumi dengan kapak dan bajak, karena
situasi dan kondisi yang menuntut hal itu, dengan cara itulah dia telah memenuhi
persyaratan menjadi khalifah. Ketika kondisi berubah, manusia melihat bahwa syarat
kekhalifahan menuntut penggunaan mesin pertanian, keadaan berkembang lagi,
manusia melihat pentingnya nuklir dan mengirim satelit untuk mengungkap
atmosfir... begitulah gambaran khilafah di bumi, akan tetapi pada saat yang sama ada
pemahaman yang tetap untuk berbagai kondisi, yaitu manusia melaksanakan
tugasnya memakmurkan bumi sesuai ketentuan Allah, dan supaya tidak ada yang
melampaui manusia, dan supaya nilai yang dimilikinya tidak binasa hanya untuk
meledakkan atom atau satelit atau menambahkan hasil, karena manusia adalah
pemimpin segala sesuatu di atas bumi, andaikan nilainya memudar maka dia tidak
menghasilkan sesuatu yang tidak ada nilainya sama sekali.
Begitulah Islam memandang bahwa perubahan ini tidak boleh terlepas dari
segala ikatan, perkembangan dikendalikan oleh nilai-nilai yang tetap atau aspek-
aspek yang tetap di dalam kehidupan manusia. Titik tolaknya terpelihara di bumi
tanpa menghalangi atau menghentikan geraknya. Kekurangan dan kegoncangan akan
menghalangi kehidupannya. Syariat tuhan yang diperhatikan –dari sisi allah-
merespon dua sisi sekaligus secara meyakinkan. Pada posisi tetap, syariat
11. 10
memberikan penjabaran yang ajeg tidak bisa menerima perubahan. Pada posisi yang
berubah, syariat memberikan dasar-dasar umum yang tetap, dan dia memberikan
kepada akal manusia untuk berijtihad dengan apa yang dia anggap bisa mewujudkan
kemaslahatan –terkait maslahah mursalah yang belum ada teksnya- tanpa melampaui
dasar-dasar yang tetap dan tidak bertentangan. Inilah yang memberikan kepada
syariat kelonggaran dan kebaikannya untuk semua generasi sampai hari kiamat.
Kondisi itu sekarang berkebalikan dengan apa yang ada di Erofa secara umum
dan Amerika secara khusus. Apa yang sesuai dengan pemikiran Amerika dan Erofa
khususnya setelah lahirnya teori Darwin dalam perkembangan dan kemajuan – dan
telah meletakkan kehidupan Amerika dan Erofa, dengan kedua sisinya yang tetap
dan yang berubah secara bersama-sama, pada batasan perubahan, yang mereka sebut
sebagai perkembangan. Kondisi ini telah berdampak pada perubahan kemanusiaan
semuanya mengalami kekacauan dahsyat yang dialami sekarang dengan alasan
bahwa perkembangan ilmu dan materi yang pantas untuk mengubah seluruh
kehidupan dari A sampai Z, tanpa meninggalkan sesuatu yang tetap secara pasti. Dari
sinilah tumbuhkan apa yang mereka namai dengan “konflik generasi”.
Selama seluruh hidup diletakkan pada garis perubahan, lalu bagaimana bagi
generasi-generasi untuk bertemu pada salah satu urusan hidup, dan zaman yang
berubah telah memisahkan antara satu generasi dengan generasi yang lain sampai
tidak ada perpisahan. Apabila ada dua generasi yang berhadapan –dalam suatu
urusan- maka itu perjumpaan pertentangan bukan perjumpaan gencatan senjata
bukan perjumpaan persepakatan.
Sedangkan masyarakat Islam yang menerapkan aturan Allah dan berjalan
sesuai dengan syariatnya, tidak mengenal fenomena “konflik generasi” akan tetapi
dia mengenal dengan baik fenomena “perbedaan generasi”, hal itu telah dipahami
oleh Umar RA dengan mata batinnya yang tajam ketika dia mengeluarkan statement:
“Perbaikilah cara mendidik anak-anak, karena mereka diciptakan untuk suatu masa
yang berbeda dengan masa kalian.” Dengan pernyataan itu dia ingin menegaskan
pentingnya variasi dan perubahan sebagian metode dan teknik pendidikan yang
sesuai dengan perubahan situasi dan kondisi politik, sosial kemasyarakatan, dan
ekonomi. Tetapi semua itu harus tetap dijaga dengan norma-norma yang tetap supaya
12. 11
perubahan pemahaman tentang perubahan tidak memalingkan dari jalan yang benar.
Gambaran kehidupan –seperti yang dipahami Islam- terus berubah, harus
berubah dan berkembang, akan tetapi harus terus menerus dijaga harus selalu dijaga
dengan kurikulum allah yang diturunkan pada dasarnya untuk mengikuti
perkembangan hidup yang terus menerus, dan menjaga titik tolaknya sehingga dia
tidak sesat jalan.
Seorang pengendara onta, hidupnya bisa berubah sehingga dia mengendarai
mobil atau pesawat atau roket, tetapi sepanjang masa dia terus terkoneksi hatinya
dengan Allah, dia merasa kelebihannya atas apa yang dia kedarai dan atas
pencapaiannya pada tingkat tersebut.
3. Ciri-Ciri Kurikulum Pendidikan Islam dari Pandangan Ahli yang Lain
Kurikulum Pendidikan Islam tidak akan terlepas dari asas Islam itu sendiri yakni
Al-Qur`an dan Al-Hadits, maka ciri utama yang bisa diketahui adalah mencantumkan
Al-Qur`an dan Al-Hadits sebagai sumber utama. ciri-ciri kurikulum pendidikan
Islam menurut Al-Syaibani, yaitu:
a. Kurikulum pendidikan Islam harus menonjolkan mata pelajaran agama dan
akhlak. Agama dan akhlak itu harus diambil dari Al-Qur`an dan Al-Hadit serat
contoh-contoh dari tokoh terdahulu yang saleh.
b. Kurikulum pendidikan Islam harus memperhatikan pengembangan menyeluruh
aspek pribadi siswa, yaitu aspek jasmani, akal dan rohani. Untuk pengembangan
menyeluruh ini kurikulum harus berisi mata pelajaran yang banyak, sesuai dengan
tujuan pembinaan setiap aspek itu. Oleh karena itu, di perguruan tinggi diajarkan
mata pelajaran seperti ilmu-ilmu Al-Qur`an termasuk tafsir dan qiro`ah serta mata
pelajaran lainnya.
c. Kurikulum pendidikan Islam memperhatikan keseimbangan antara pribadi dan
masyarakat, dunia dan akhirat, jasmani, akal dan rohani manusia.
d. Kurikulum pendidikan Islam memperhatikan juga seni halus seperti ukir, pahat,
tulis-indah, gambar dan sejenisnya. Selain itu, memperhatikan juga pendidikan
jasmani, latihan militer, teknik, keterampilan dan bahasa asing sekalipun
13. 12
semuanya ini diberikan kepada perseorangan secara efektif berdasar bakat, minat
dan kebutuhan.
e. Kurikulum pendidikan Islam mempertimbangkan perbedaan kebudayaan yang
sering terdapat di tengah manusia karena perbedaan tempat dan juga perbedaan
zaman. Kurikulum dirancang sesuai dengan kebudayaan itu.
Adapun ciri-ciri khusus kurikulum pendidikan Islam, yaitu:
a. Dalam kurikulum pendidikan Islam, tujuan utamanya adalah pembinaan anak
didik untuk bertauhid. Oleh karena itu, semua sumber yang dirunut berasal dari
ajaran Islam;
b. Kurikulum harus disesuaikan dengan fitrah manusia, sebagai makhluk yang
memiliki keyakinan kepada Tuhan;
c. Kurikulum yang disajikan merupakan hasil pengujian materi dengan landasan Al-
Qur`an dan Al-Hadits;
d. Mengarahkan minat dan bakat serta meningkatkan kemampuan akliah peserta
didik serta keterampilan yang akan diterapkan dalam kehidupan konkret;
e. Pembinaan akhlak peserta didik, sehingga pergaulannya tidak keluar dari tuntunan
Islam; dan
f. Tidak ada kadaluarsa kurikulum karena ciri khas kurikulum Islam senantiasa
relevan dengan perkembangan zaman bahkan menjadi filter kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam penerapannya didalam kehidupan masyarakat.6
Beberapa ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam yang telah disebutkan diatas,
dapat dipahami bahwa kurikulum pendidikan Islam menekankan aspek spiritual
tinggi dan akhlak yang mulia.
4. Prinsip-Prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
Prinsip-prinsip kurikulum pendidikan Islam menurut Mujib, yaitu:
a. Prinsip yang berorientasi pada tujuan. “Al-umur bi maqashidiha” merupakan
adagium ushuliyah yang berimplikasi pada aktivitas kurikulum yang terarah,
sehingga tujuan pendidikan yang tersusun sebelumnya dapat tercapai. Disamping
6
Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam Jilid II. Bandung: Pustaka
Setia. hlm. 182.
14. 13
itu, perlu adanya persiapan khusus bagi para penyelenggara pendidikan untuk
menetapkan tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh peserta didik seiring dengan
tugas manusia sebagai hamba dan khalifah Allah swt.
b. Prinsip relevansi. Implikasinya adalah mengusulkan agar kurikulum yang
ditetapkan harus dibentuk sedemikian rupa, sehingga tuntutan pendidikan dengan
kurikulum tersebut dapat memenuhi jenis dan mutu tenaga kerja yang dibutuhkan
masyarakat, serta tuntutan vertical dalam mengeban nilai-nilai ilahi
sebagai rahmatan li al-alamin.
c. Prinsip efisiensi dan efektifitas. Implikasinya adalah mengusulkan agar kegiatan
kurikulum dapat mendayagunakan waktu, tenaga, biaya, dan sumber-sumber lain
secara cermat dan tetap sehingga hasilnya memadai dan memenuhi harapan sera
membuahkan hasil sebanyaknya. Islam mengajarkan agar seorang muslim
menghargai waktu sebaik-baiknya (QS. Al-„Ashr: 1, Adh-Dhuha: 1, Al-lail: 1,
Asy-Syams: 1-9), sehingga tidak ada hari libur untuk beraktivitas (QS. Al-
Jumu‟ah: 9-10), serta menghargai tenaga dan aktivitas manusia. Baik tidaknya
seseorang ditentukan oleh nilai kerjanya (QS. An-Najm: 39-40). Di samping itu,
Islam juga mengajarkan agar seseorang sedapatnya menggunakan hartanya
sesederhana mungkin, tidak bolos, dan tidak menggunakannya untuk sesuatu
yang kurang bermanfaat (mubadzir). (QS. Al-Isra‟: 26-27).
d. Prinsip fleksibilitas program. Implikasinya adalah kurikulum disusun begitu
luwes, sehingga mampu disesuaikan dengan situasi setempat, waktu dan kondisi
yang berkembang, tanpa mengembang tujuan pendidikan yang diinginkan.
Prinsip ini tidak hanya dilihat dari salah satu faktor, tetapi juga dilihat dari
totalitas ekosistem kurikulum, baik yang berkenaan dengan perkembangan
peserta didik (kecerdasan, kemampuan, dan pengetahuan yang diperolah),
metode yang digunakan, fasilitas yang tersedia, serta lingkungan yang
mempengaruhinya.
e. Prinsip integritas. Implikasinya adalah mengupayakan kurikulum agar
menghasilkan manusia yang seutuhnya, manusia yang mampu mengintegrasikan
antara fakultas dzikir dan fakultas fikir, serta manusia yang mampu
menyelaraskan kehidupan dunia dan akhirat. Di samping itu, pengupayaan
15. 14
kurikulum tersebut menghasilkan peserta didik yang mampu menguasai ilmu-
ilmu qur’ani (din Allah) dan ilu-ilmu kawni (sunnah Allah) yang bertujuan untuk
mencari ridha Allah swt. Prinsip ini dilakukan dengan cara memadukan semua
komponen kurikulum tanpa adanya penggalan satu dengan lainnya.
f. Prinsip kontinuitas (istiqamah). Implikasinya adalah bagaimana susuna
kurikulum yang terdiri dari bagian yang berkesinambungan dengan kegiatan-
kegiatan kurikulum lainnya, baik secara vertical (penjenjangan, tahapan),
maupun secara horizontal.
g. Prinsip sinkronisme. Implikasinya adalah bagaimana suatu kurikulum dapat
seirama, searah dan setujuan, serta jangansampai terjadi kegiatan kurikulum lain
yang menghambat, berlawanan, atau mematikan kegiatan lain.
h. Prinsip objektivitas. Implikasinya adalah adanya kurikulum tersebut dilakukan
melalui tuntutan kebenaran ilmiah yang objektif, dengan mengesampingkan
pengaruh-pengaruh emosi yang irasional. (QS. Al-Ma‟idah: 8).
i. Prinsip demokrasi. Implikasinya adalah pelaksanaan kurikulum harus dilakukan
secara demokrasi. Artinya, saling mengerti, memahami keadaan dan situasi tiap-
tiap subjek dan objek kurikulum. Segala tindakan sebaiknya dilakukan melalui
musyawarah untuk mufakat, sehingga kegiatan itu didukung bersama dan apabila
terjadi kegagalan maka tidak meyalahkan satu dengan yang lain.
j. Prinsip analisis kegiatan. Prinsip ini mengandung tuntutan agar kurikulum
dikonstruksikan melalui proses analisis isi bahan mata pelajaran, serta analisis
tingkah laku yang sesuai dengan materi pelajaran.
k. Prinsip individualisasi. Prinsip kurikulum yang memperhatikan perbedaan
pembawaan dan lingkungan pada umumnya yang meliputi seluruh aspek pribadi
peserta didik, seperti perbedaan jasmani, watak, inteligensi, bakat, serta
kelebihan dan kekurangannya.
l. Prinsip pendidikan seumur hidup. Konsep ini diterapkan dalam kurikulum
mengingat keutuhan potensi subjek manusia sebagai subjek yang berkembang
dan perlunya keutuhan wawasan (orientasi) manusia sebagai sukbjek yang sadar
akan nilai (yang menghayati dan yakin akan cita-cita dan tujuan hidup). (Tim
16. 15
Depag RI, 1979; 18). Semua hal tersebut tidak akan tercapai tanpa adanya belajar
yang berkesinambungan.7
Sedangkan menurut Asy-Syaibani (1979: 519-522), prinsip utama dalam
kurikulum pendidikan Islam adalah:
a. Menonjolnya tujuan agama dan akhlaq pada berbagai tujuan-tujuan dan
kandungan, metode-metode dan alat-alat yang bercorak agama. Segala yang
diajarkan dan diamalkan dalam lingkungan berdasarkan al-qur‟an, as-sunnah dan
juga peninggalan-peninggalan orang shaleh
b. Meluasnya perhatiannya dan menyeluruhnya kandungan-kandungannya.
Kurikulum yang betul-betul mencerminkan semangat, pemikiran dan ajaran-
ajarannya adalah kurikulum yang luas, menyeluruh dan memperhatikan
pengembangan dan bimbingan terhadap segala aspek pribadi pelajar dari segi
intelektual, psikologi, social dan spiritual.
c. Ciri-ciri keseimbangan yang relatif diantara kandungan-kandungan kurikulum
dari ilmu-ilmu dan seni, atau kegiatan pengalaman-pengalaman yang bermacam-
macam. Kurikulum dalam pendidikan islam sebagaimana ia terkenal dengan
menyeluruhnya perhatian, dan juga menaruh perhatian untuk mencapai
perkembangan yang menyeluruh dan juga saling lengkap-melengkapi.
d. Ciri yang keempat adalah kecenderungan pada seni, aktifitas jasmani, latihan
militer, pengetahuan teknik, latihan kejuruan, latiha bahasa asing, sekalipun atas
dasar perseorangan atau bagi mereka yang memiliki bakat. Sebenarnya cirri-ciri
ini tidak membawa perkara baru, tetapi hanaya menguatkan dua ciri yang lalu
yaitu ciri-ciri menyeluruh dan keseimbangan.
e. Ciri yang kelima adalah keterkaitan antara kurikulum dalam pendidikan islam
dengan kesediaan-kesediaan pelajar-pelajar dan minat, kemampuan
kebutuhandab perbedaan-perbadaan perseorangan dengan mereka. Dan juga
keterkaitan dengan alam sekitar budaya dan social dimana sebuah kurikulum itu
dilaksanakan.
7
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah., hlm. 167-170.
17. 16
C. PENUTUP
Karakter universal dalam kurikulum pendidikan Islam berkembang dari
karakter ajaran Islam itu sendiri. Islam merupakan agama universal, ajarannya
mencakup seluruh aspek kehidupan umat manusia yang berlaku di setiap tempat
dan masa. Islam merupakan agama yang memiliki keseimbangan orientasi hidup,
yaitu kehidupan dunia dan akhirat. Penamaan Islam sebagai agama, langsung
diberikan oleh Allah melalui Al-Quran. Sementara itu, pemberian nama agama
lain yang berkembang di dunia senantiasa diidentifikasikan kepada orang atau
tokoh yang membawa ajaran tersebut, atau daerah tempat agama itu lahir.
Universalisme Islam terintegritas dan terkodifikasi dalam akidah, syariah, dan
akhlak. Antara satu dan yang lainnya terdapat nisbat atau hubungan yang saling
berkaitan dan kesemuanya berfokus dan menuju pada keesaan Allah atau
bertauhid. Ajaran tauhid inilah yang menjadi inti, awal, dan akhir dari seluruh
ajaran Islam.
Muatan kurikulum Islam ada yang tidak berubah dan ada juga yang harus
berubah sejalan dengan perkembangan zaman. Bahwa agama Islam ini telah
sempurna -semuanya-: ajarannya sempurna, lengkap, tidak ada satu pun yang
terluput. Dan Nabi shallallaahu „alaihi wa sallam sudah mengajarkan semuanya
kepada manusia. Yang membawa manusia ke Surga; Nabi jelaskan lengkap, yang
membawa manusia ke Neraka; Nabi sudah jelaskan semuanya. Aspek-aspek
tersebut tidak boleh berubah dalam kurikulum pendidikan Islam.
Agama Islam sebagai agama samawi terakhir adalah agama penyempurna
dari agama sebelumnya, Islam datang bukan hanya untuk bangsa Arab akan tetapi
untuk semua manusia sampai akhir zaman tentu sebagai agama samawi terakhir
agama Islam membawa ajaran-ajaran selalu sesuai dengan perkembangan zaman
dan tempat dan Al-Qur‟an sebagai kitab suci pedoman umat Islam sudah tentu
juga sesuai dengan tempat dan waktu.Jika tidak mana mungkin Al-Qur‟an
menjadi pedoman umat sampai akhir zaman
18. 17
DAFTAR PUSTAKA
Damsar. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Media Prenada Group,
2012.
Madkur, Ali Ahmad, Manhaj al-Tarbiyah fi al-Tashawwur al-Islami, Kairo: Dar al-
Fikr al-Arabiy, 2002.
Sulaiman, Fatiyah Hasan, Sistem Pendidikan Islam Versi al-Ghazali, alih bahasa
Fathurrahman dan Syamsudin, Bandung: PT al-Ma‟arif, 1986.
Suharto, Toto, Filsafat Pendidikan Islam, Palembang, IAIN Raden Fatah Press, 2007
Basri, Hasan dan Beni Ahmad Saebani. Ilmu Pendidikan Islam Jilid II. Bandung:
Pustaka Setia. 2010.
Daradjat, Zakiah dkk. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. III. Jakarta: Bumi Aksara. 1996.
Hamalik, Oemar. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara. 1994.
Nasution. Kurikulum dan Pengajaran. Cet. IV. Jakarta: Bumi Aksara. 2006.
Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam. Cet. V. Jakarta: Kencana. 2013.
Noer Aly, Hery. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Logos. 1999.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2012.
Umar, Bukhori. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah. 2010.
Basri, Hasan dan Beni Ahmad Saebani. Ilmu Pendidikan Islam Jilid II. Bandung:
Pustaka Setia. 2010.
Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2003.