1. SISTEM PERWAKILAN DAN
PARTISIPASI PUBLIK
DALAM PENYUSUNAN
UNDANG-UNDANG
(STUDI KASUS RUU YAYASAN
DAN RUU PENYIARAN)
DISAMPAIKAN OLEH :
AFRIZAL TJOETRA
2. PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
• Pada masa orde baru Soeharto, dominasi negara dalam
penyusunan peraturan perundang-undangan sangat besar,
dengan demikian isi undang-undang sangat kental
diwarnai oleh kepentingan pemerintah dan banyak yang
bertentangan dengan kepentingan rakyat
• Pasca orde baru Soeharto, ruang politik lebih terbuka,
sehingga terbuka peluang untuk menata kembali pola
hubungan antara negara dengan masyarakat terutama
untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
penyusunan undang-undang
3. Kendati ruang politik bagi rakyat lebih terbuka, ternyata
partisipasi rakyat dalam penyusunan undang-undang masih
terbatas, terutama karena tidak ada mekanisme pelibatan
masyarakat dalam penyusunan undang-undang yang diatur
secara formal
Berkenaan dengan masalah diatas, beberapa lembaga
mengusulkan jalan keluar, sbb :
1. Harus dilakukan sistem Pemilu langsung oleh rakyat
2. Program parpol yang jelas dengan target terukur dalam
kampanye
3. Adanya Laporan Pertanggung Jawaban setiap anggota
legislatif kepada konstituen
4. Mekanisme penalty oleh konstituen apabila anggota
legislatif tidak dapat melaksanakan aspirasi warga
5. Harus ada prosedur yang partisipatif dan diakui secara
hukum formal
4. Sistem Perwakilan
• Demokrasi perwakilan didefinisikan sebagai
sistem demokrasi yang ditandai dengan adanya
lembaga perwakilan. Rakyat memilih wakilnya
melalui pemilu.
• Ada berbagai teori tentang hubungan rakyat
dengan wakilnya dalam penyusunan kebijakan.
Salah satunya adalah teori mandat.
• Menurut teori ini rakyat memberikan mandat pada
wakil rakyat untuk duduk di lembaga perwakilan.
• Ada tiga varian tentang teori mandat ini, yakni
mandat imperatif, bebas dan representatif.
5. Gambaran Umum DPR dan Proses Formal
Penyusunan UU di DPR
• Ada tiga fungsi utama DPR yaitu legislasi,
pengawasan, dan anggaran.
• Berdasarkan ketentuan UUD 1945 pasal 20 dan
21, PR RI, posisi anggota DPR dan peran masing-
masing alat kelengkapan DPR sangat menentukan
dalam proses pembahasan RUU.
• Alat kelengkapan DPR serta pendukungnya
tersebut adalah Fraksi, Bamus, Baleg, staf ahli,
arena lobi, serta hak yang dimiliki oleh anggota
DPR.
• Proses formal penyusunan UU di DPR, lihat
bagan.
6. Anggota DPR : Wakil Parpol
• DPR memiliki popular dan institusional
agenda, yakni Prolegnas, Propenas, dan
Prioritas Pembahasan.
• Sumber rujukan tersebut tidak selalu
digunakan oleh anggota DPR sebagai upaya
mengartikulasikan kepentingan
konstituennya.
• Karenanya, DPR dan publik tidak memiliki
pedoman yang jelas untuk menyampaikan
usulan UU.
7. • Fraksi sebagai alat kepanjangan partai.
• Sisi politik sangat dominan mewarnai fraksi
dibandingkan dengan alat kelengkapan DPR
lainnya.
• Kontrol fraksi pada anggotanya dalam proses
penyusunan UU, dilakukan melalui dua cara:
Pertama, melalui rapat fraksi. Kedua, penentuan
sikap fraksi terhadap berbagai isu di DPR.
• Atas dasar kontrol ketat dari faksi maka
disimpulkan bahwa anggota DPR wakil parpol.
8. Implementasi Fungsi, Tugas dan
Wewenang Anggota DPR
• Dari 3 fungsi yang dijalankan DPR, fungsi
legislasi selama ini belum maksimal
dilakukan anggota DPR, begitu pula halnya
dengan fungsi anggaran.
• Fungsi pengawasan menjadi titik berat.
9. Bamus
• Bamus dapat dikatakan sebagai gambaran
dari kepentingan seluruh fraksi.
• Tugas bamus menetapkan alokasi waktu
dalam pembahasan UU.
• Karena itu, Bamus dapat dikatakan sebagai
terminal dalam proses penyusunan UU.
10. Baleg
• Baleg dibentuk sebagai upaya untuk
merespon kritik yang ditujukan ke DPR
dalam hal legislasi.
• Tujuan dibentuknya untuk merancang
berbagai RUU yang nantinya akan
digunakan sebagai hak inisiati DPR.
• Dengan demikian, Baleg dapat disebut
sebagai dapur legislasi nasional.
11. Posisi dan peran Setjen dan
Staf Ahli
• Keberadaan Setjen pada dasarnya untuk
mendukung tugas dan fungsi DPR.
• Problem yang dihadapi Setjen kurangnya
tenaga ahli, lebih banyak staf pendukung.
12. PEMBAHASAN
I. Partisipasi Publik
1. Teori tentang Partisipasi Publik
Konsep partisipasi publik erat kaitannya dengan relasi
masyarakat (civil society) dengan negara.
Setidaknya ada dua konsep yang digunakan untuk menjelaskan
konsep tersebut, yaitu :
• Masyarakat sudah memberikan mandatnya kepada negara,
sehingga pembentukan kebijakan publik sepenuhnya
diserahkan kepada negara.
• Sekalipun sudah memberikan mandatnya kepada negara,
masyarakat tetap memiliki hak untuk terlibat dalam
pembentukan kebijakan yang akan dikeluarkan negara.
Partisipasi publik didefinisikan sebagai aktivitas oleh warga
negara untuk mempengaruhi pembuatan keputusan pemerintah.
13. 2. Tingkat Partisipasi
• Menurut Arstein ada 8 tingkatan partisipasi
masyarakat (Eight Rungs on the Ladder of Citizen
Participation).
• Secara umum, tingkatan tersebut terbagi dalam
tiga bagian partisipasi masyarakat :
1. Non-participation (manipulation dan therapy);
2. Tokenism (information, communication dan
placation); dan
3. Citizen power (partnership, delegated control
dan citizen control)
14. • Partisipasi publik merupakan aktivitas yang
dilakukan secara terus menerus dan
berkesinambungan, melibatkan beberapa anggota
masyarakat yang tergabung atau mengorganisir
dirinya berdasrkan suatu kepentingan tertentu
• Dengan demikian, tidak benar pernyataan bahwa
partisipasi publik akan menimbulkan tindakan
anarki
• Publik yang dimaksud terdiri dari kelompok
kepentingan, partai politik, dan individu. Dalam
penelitian ini kelompok kepentingan yang menjadi
fokus adalah Ornop.
3. Publik dalam perwujudan partisipasi
15. 4. Sumber Daya dan Arena Efektifitas
untuk Partisipasi Publik
Mencakup :
1. Perubahan perilaku dan institusi pemerintahan
2. Peningkatan kapasitas asosiasi atau organisasi
publik
3. Kemudahan publik untuk mendapatkan
informasi
16. 5. Wujud Partisipasi Publik
Menurut Kell Antoft dan Jack Novack, wujud
partisipasi publik, adalah :
1. Partisipasi dalam pemilu (electoral participation)
2. Lobi (lobbying)
3. Penentuan agenda publik oleh lembaga legislatif
(getting council agenda)
4. Pembentukan institusi tertentu oleh pemerintah
yang anggotanya adalah perwakilan masyarakat
yang independen (special purpose bodies)
5. Pengelompokan publik didasarkan atas isu atau
masalah tertentu (special purpose participation)
17. 6. Mekanisme Konsultasi dan Karakter
dasar Partisipasi Publik
Mencakup 4 hal :
1. Pengkomunikasian isu kepada publik
2. Menjaring berbagai saran atau rekomendasi
3. Pertemuan atau rapat atara pejabat pemerintah
dengan berbagai kelompok masyrakat yang
berkepentingan
4. Mengidentifikasi isu atau masalah publik yang
harus dilakukan oleh berbagai kelompok
kepentingan
18. Ruang Partisipasi Publik Formal
• Ruang partisipasi publik formal adalah
berbagai kesempatan yang disediakan DPR
bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam
proses penyusunan UU.
• Ruang tersebut terdiri dari pra-pembahasan
(kunker anggota DPR, penyampaian
aspirasi langsung dan tak langsung) hingga
pembahasan (sosialisasi RUU oleh Baleg,
kunker anggota DPR, RDPU, penyampaian
aspirasi langsung dan tak langsung)
19. Temuan Penelitian tentang DPR dan
Partisipasi Publik
• Sumber rujukan pembahasan UU tidak mutlak Propenas
dan Prolegnas, sangat ditentukan oleh dinamika politik
yang berkembang di DPR.
• Jangka waktu pembahasan, tidak pasti (bisa cepat atau
lambat).
• Biaya penyusunan UU minim.
• Rendahnya produktivitas anggota DPR dalam
pengajuan RUU.
• Tingkat kehadiran dan keaktifan anggota rendah dalam
pembahasan RUU, kecuali dalam Panja.
• Ruang partisipasi publik tersedia secara formal, tetapi
ruang tersebut tidak memberikan jaminan keterlibatan
publik akan diakomodir oleh DPR.
20. Partipasi Publik dalam proses Penyusunan
RUU Yayasan dan RUU Penyiaran
• Dinamika Partisipasi publik; langkah pertama yang dilakukan
oleh publik yang berkepentingan adalah membentuk special
purpose bodies (Koalisi atau kelompok)
• Faktor Keberhasilan dan kegagalan; dalam pembahasan RUU
di DPR penting menggunakan ruang partisipasi yang tersedia
maupun yang dibentuk secara intensif. Dalam hal ini
Kelompok Ornop lebih berhasil dibandingkan dengan Koalisi.
• Ruang Partisipasi publik di DPR; Ruang-ruang partisipasi
publik yang tersedia tidak signifikan karena : (1) tidak ada
jaminan, (2) kriteria pihak-pihak yang dilibatkan tidak jelas.
• Dampak advokasi kebijakan; selain keberhasilan advokasi
yang dilakukan Kelompok Ornop, adanya tuntutan yang sama
dari anggota DPR terhadap masyarakat yang melakukan
advokasi kebijakan. Bagi kelompok/koalisi lain yang sulit
pendanaannya, tentunya menyulitkan.
21. PENUTUP
Kesimpulan dan Rencana Aksi
• Bentuk partisipasi di Indonesia : rakyat hanya dilibatkan dalam proses
pemilu. Namun mulai ada upaya dari rakyat untuk mendapatkan hak guna
terlibat dalam proses penyusunan kebijakan di parlemen.
• Ruang-ruang artikulasi secara formal yang digunakan anggota DPR untuk
menyetujui dan menolak pengesahan RUU adalah Rapat Paripurna, Rapat
Bamus, Rapat Pansus, Rapat Komisi, dan Rapat Panja.
• Dalam konteks informal, keberadaan ruang-ruang artikulasi sangat
ditentukan oleh kreatifitas anggota DPR untuk membentuknya.
• RDPU dan sosialisasi melalui Baleg, bukanlah ruang yang signifikan.
• Ada problem di DPR, baik internal maupun eksternal.
• Dominasi fraksi dalam setiap pembahasan RUU merupakan faktor
penyebab tidak optimalnya penggunaan ruang-ruang artikulasi oleh
anggota DPR.
• Ruang informal yang sering digunakan oleh Koalisi dan kelompok adalah
lobi dan penyediaan panggung bagi anggota DPR.
• DPR dan masyarakat belum maksimal menggunakan ruang-ruang
partisipasi yang tersedia, kecuali untuk Kelompok Ornop.
22. BAGAN 6 : PROSES PENYUSUNAN UU
USUL PEMERINTAH
Fraksi
Keterangan:
Proses Penyusunan UU
Peran Fraksi Dalam Penyusunan UU
Rapat Dalam Pembicaraan Tingkat I
Penugasan untuk Perbaikan RUU
Fraksi
Departemen/
Non Departemen
Depkeh
HAM Pimpinan
DPR
BamusParipurna Paripurna
Fraksi
Fraksi
Paripurna
Timsin
RDPU Raker
Timcil Timus
Panja
Pansus/Komisi
Fraksi
Baleg
Fraksi
23. BAGAN 7 : PROSES PENYUSUNAN UU USUL DPR
Rapat Dalam Pembicaraan Tingkat I
Keterangan:
Penugasan untuk Perbaikan RUU
Proses Penyusunan UU
Fraksi
Pimpinan
DPR
Bamus Paripurna
Fraksi
Fraksi
Paripurna
Timsi
n
RDPU Raker
Timcil Timus
Panja
Pansus/Komisi
Fraksi
Peran Fraksi Dalam Penyusunan UU
Baleg
Anggota
DPR
Komisi
Gabungan
Komisi
Baleg
Pengusul
RUU
Fraksi
24. BAGAN 9 : PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES
PENYUSUNAN UU PENYIARAN
Kampanye
Pendampingan
RDPU Mengajukan Diri
Anggota
DPR
Komisi
Baleg
Fraksi
Gabungan
Komisi
Pengusul
RUU
Pimpinan
DPR
Bamus Paripurna
Fraksi
Fraksi
Paripurna
Timsin
RDPU
Raker
Timus
1
1
3
1
0
7
2 1
6
1
2
1
8
2
6
2
RDPU
Penyampaian Usulan
DPR ke Pemerintah
4
5
Tanggapan
Pemerintah
61
Keterangan:
Tidak Digunakan
Lobi
Panggung
Pengiriman Delegasi
RDPU Diundang
1
2
3
4
5
6
7
8
9 Aspirasi Tidak Langsung
1
0
Studi Banding
Proses Penyusunan UU
Lobi oleh Mitra Permanen
Peran Fraksi
Rapat Pembahasan Tingkat I
6
8
1
0
8
8
7
67
Fraksi
Fraksi
3
9
6
1
6
Kampanye
Pendampingan
RDPU Mengajukan Diri
Anggota
DPR
Komisi
Baleg
Fraksi
Gabungan
Komisi
Pengusul
RUU
Pimpinan
DPR
Bamus Paripurna
Fraksi
Fraksi
Paripurna
Timsin
RDPU
Raker
Timus
1
1
3
1
0
7
2 1
6
1
2
1
8
2
6
2
RDPU
Penyampaian Usulan
DPR ke Pemerintah
4
5
Tanggapan
Pemerintah
61
Keterangan:
Tidak Digunakan
Lobi
Panggung
Pengiriman Delegasi
RDPU Diundang
1
2
3
4
5
6
7
8
9 Aspirasi Tidak Langsung
1
0
Studi Banding
Proses Penyusunan UU
Lobi oleh Mitra Permanen
Peran Fraksi
Rapat Pembahasan Tingkat I
6
8
1
0
8
8
7
67
Fraksi
Fraksi
3
9
6
1
6
25. BAGAN 11 : PARTISIPASI PUBLIK DALAM
PROSES PENYUSUNAN UU YAYASAN
Proses Penyusunan UU
Timcil
Alur Rapat Dalam Pembicaraan Tingkat I
Panja
Pimpinan
DPR
Timus
Fraksi
Departemen/
Non Departemen
Depkeh
HAM Bamus Paripurna
Fraksi
Fraksi
Paripurna TimsinRDPU Raker
Pansus
1
4
4 1
2
1
3
1
Fraksi
1
2
3
4
Hak Menghadiri Rapat
Hak Berbicara
Hak Bersuara
Lobi
Keterangan:
Peran Fraksi Dalam Penyusunan UU
5 Organisasi Informal
2
1
4
2
4
4
3
2
43
Penggunaan Ruang Tidak Optimal
1
4
32
1
4
43
2
1
21
1
5
4
3
2
4 2
3
4
1
2
1
1
3
2
6
Titip Respon
6
6
6
Fraksi
4
3
1
3
3
2
2
1
4
2
Paripurn
a
Fraksi
2 4
1
2 3
4