Wacana merupakan satuan bahasa terbesar yang terdiri dari kalimat-kalimat yang saling terkait secara makna dan struktur. Terdapat beberapa jenis wacana seperti narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Untuk membuat wacana kohesif dan koheren diperlukan penggunaan alat-alat gramatikal dan semantik seperti konjungsi, kata ganti, hubungan antar kalimat, dan elipsis.
2. WACANA
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga
dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal
tertinggi dan terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap,
maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan,
pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca
(dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan)
tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi
atau terbesar, wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang
memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan
kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal dapat dipenuhi
kalau dalam wacana itu sudah terbina kekohesifan, yaitu
adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada
dalam wacana sehingga isi wacana apik dan benar.
3. Sumarlam (2003:15) mengemukakan bahwa
wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan
secara lisan seperti pidato, ceramah khotbah dan dialog.
Atau secara tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat,
dan dokumen tertulis yang dilihat dari struktur
lahirnya( dari segi bentuk) bersifat kohesif, saling terkait
dan dari struktur batinnya( dari segi maknanya) bersifat
koheren terpadu.
Wacana merupakan satuan bahasa yang paling
besar di gunakan dalam komunikasi. Satuan bahasa di
bawahnya secara berturut-turut adalah kalimat, frase,
kata dan bunyi. Secara berurutan, rangkaian bunyi
merupakan bentuk kata. Rangkaian kata membentuk
frase dan rangkaian frase membentuk kalimat. Akhirnya,
rangkaian kalimat membentuk wacana.
5. *Narasi
Wacana Narasi adalah salah satu jenis wacana yang menceritakan / mengisahkan sesuatu
peristiwa secara berurutan berdasarkan urutan kejadiannya. Dengan demikian wacana jenis ini
tidak bermaksud untuk mempengaruhi seseorang melainkan hanya menceritakan sesuatu kejadian
yang telah disaksikan, dialami dan didengar oleh pengarang. Narasi dapat bersifat fakta atau fiksi
(cerita rekaan). Narasi yang bersifat fakta, antara lain biografi dan autobiografi, sedangkan yang
berupa fiksi diantaranya cerpen dan novel.
* DESKRIPSI
Wacana deskripsi adalah wacana yang menggambarkan sesuatu dengan jelas dan
terperinci. Wacana deskripsi bertujuan melukiskan atau memberikan gambaran terhadap sesuatu
dengan sejelas-jelasnya sehingga pembaca seolah-olah dapat melihat, mendengar, membaca atau
merasakan hal yang dideskripsikan. Oleh sebab itu deskripsi yang baik adalah deskripsi yang
dilengkapi dengan hal-hal yang dapat merangsang panca indra. Contoh : seperti keadaan banjir,
suasana dipasar dan sebagainya.
*Eksposisi
Wacana eksposisi adalah wacana yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci
(memaparkan) sesuatu dengan tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan
kepada pembaca. Karangan eksposisi biasanya digunakan pada karya-karya ilmiah seperti artikel
ilmiah, makalah-makalah untuk seminar atau penataran.
6. *Argumentasi
Wacana argumentasi adalah wacana yang bertujuan mempengaruhi
pembaca agar dapat menerima ide, pendapat, atau pernyataan yang
dikemukakan penulisnya. Untuk memperkuat ide atau pendapatnya, penulis
wacana argumentasi menyertakan data-data pendukung. Tujuannya,
pembaca menjadi yakin atas kebenaran yang disampaikan penulis.
Contoh : laporan penelitian ilmiah dan karya tulis
*Persuasi
Wacana persuasi merupakan wacana yang berisi imbauan atau
ajakan kepada orang lain untuk melakukan sesuatu seperti yang diharapkan
oleh penulisnya. Oleh karena itu biasanya disertai penjelasan dan fakta-
fakta sehingga meyakinkan dan dapat mempengaruhi pembaca.
Pendekatan yang dipakai dalam persuasi adalah pendekatan emotif yang
berusaha membangkitkan dan merangsang emosi.
Contoh :
1. Propaganda kelompok / golongan, kampanye
2. Iklan dalam media massa
7. Ciri-ciri wacana adalah sebagai
berikut.
1. Tiap wacana mempunyai tujuan
2. Wacana berlandaskan hubungan antara penutur atau penulis
dengan pendengar atau pembaca. Wacana berkait dengan
kedudukan penutur yang menuturkan sesuatu lakuan bahasa dalam
masyarakat.
Hal ini akan mempengaruhi gaya wacana dalam lakuan bahasa tersebut sama
ada gaya formal atau tidak formal.
Contoh : Apabila seseorang pelajar berhubung dengan gurunya, dia akan
menggunakan gaya formal tetapi apabila dia berhubung dengan kawannya, dia
akan menggunakan gaya tidak formal.
3. Wacana mempunyai ciri-ciri turutan atau susun atur dengan
pengertian unsur-unsurnya dapat disusun misalnya urusan waktu,
tempat
Contoh : Sebab akibat
“Oleh sebab dia belajar bersungguh-sungguh, dia mendapat kejayaan yang
cemerlang dan dia telah diberi hadiah penghargaan.”
8. 4. Tiap-tiap ayat dalam sebuah wacana perlu mempunyai
maklumat baru yang belum ada dalam ayat sebelumnya yang
mendukung kebenaran
Contoh ayat: Saya berkerja sehari suntuk. Saya berkerja dari awal pagi
hingga lewat petang.
5. Wacana juga tidak boleh memasukkan maklumat yang
berlawanan dengan logika
Bertentangan dengan maklumat yang ada sebelumnya.
Contoh : Ayat “Semalam saya bekerja sehingga jam satu tengah hari”
tidak boleh dimasukkan selepas ayat “Semalam saya bekerja sehari
suntuk”, demikianlah sebaliknya.
6. Wacana mempunyai andaian dan inferensi.
Informasi atau maklumat awal dalam wacana disebut andaian manakala
maklumat baru disebut inferensi.
9. Untuk mencapai wacana yang kohesi dan koherensi
diperlukan alat-alat wacana. Baik yang berupa alat
gramatikal , aspek semantik, atau gabungan keduanya. Alat-
alat gramatikal yang dapat digunakan agar suatu wacana
menjadi kohesi, antara lain adalah
– (a) konjungsi,
– (b) kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan
anaforis,
– (c ) menggunakan elipsis
10. Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah
wacana menjadi kohesif, antara lain adalah
• 1. Konjungsi, yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian
kalimat atau menghubungkan paragraf dengan paragraph. Dengan
penggunaan konjungsi ini, hubungan itu menjadi lebih eksplisit, dan
akan menjadi lebih jelas bila dibandingkan dengan hubungan yang
tanpa konjungsi. Contohnya: Raja sakit. Permaisuri meninggal.
• Pada contoh diatas, hubungan antara kalimat pertama dengan kalimat
kedua itu tidak jelas: apakah hubungan penambahan, apakah
hubungan sebab dan akibat, atau hubungan kewaktuan. Hubungan
menjadi jelas, misalnya diberi konjungsi, dan menjadi kalimat sebagai
berikut:
• 1. Raja sakit dan pernaisuri meninggal.
• 2. Raja sakit karena permaisuri meninggal.
• 3. Raja sakit ketika permaisuri meninggal.
• 4. Raja sakit sebelum permaisuri meninggal
• 5. Raja sakit. Oleh karena itu, permaisuri meninggal.
• 6. Raja sakit, sedangkan permaisuri meninggal.
11. • 2. Menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu
sebagai rujukan anaforis. Dengan menggunakan kata ganti
sebagai rujukan anaforis, maka bagian kalimat yang sama tidak
perlu di ulang, melainkan diganti dengan kata ganti itu. Maka
oleh karena itu juga kalimat-kalimat tersebut saling
berhubungan.
• 3. Menggunakan ellipsis, yaitu penghilangan bagian kalimat
yang sama yang terdapat kalimat yang lain. Dengan ellipsis,
karena tidak di ulangnya bagian yang sama, maka wacana itu
tampak menjadi lebih efektif, dan penghilangan itu sendiri
menjadi alat penghubung kalimat di dalam wacana itu.
12. Selain dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif
dan koherens dapat juga di buat dengan bantuan berbagai aspek
semantik. Caranya, antara lain:
• 1. Menggunakan hubungan pertentangan pada kedua bagian
kalimat yang terdapat dalam wacana. Misalnya:
a. Kemarin hujan turun lebat sekali. Hari ini cerahnya bukan main.
b. Saya datang anda pergi. Saya hadir, anda absen. Maka, mana
mungkin kita bisa bicara.
• 2. Menggunakan hubungan generik-spesifik atau sebaliknya
spesifik-generik. Misalnya:
a. Pemerintah berusaha menyediakan kendaraan umum sebanyak-
banyaknya dan akan berupaya mengurangi mobil-mobil pribadi.
b. Kuda itu jangan kau pacu terus. Binatang juga perlu beristirahat.
• 3. Menggunakan hubungan perbandingan antara isi kedua bagian
kalimat atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana.
Misalnya:
a. Dengan cepat di sambarnya tas wanita pejalan kaki itu. Bagai
elang menyambar anak ayam.
13. • 4. Menggunakan hubungan sebab-akibat di antara isi kedua
bagian kalimat; atai isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana.
Misalnya:
a. Dia malas, dan sering kali bolos sekolah. Wajarlah kalau tidak
naik kelas.
b. Pada pagi hari bus selalu penuh sesak. Bernafas pun susah di
dalam bus itu.
• 5. Menggunakan hubungan tujuan di dalam isi sebuah wacana.
Misalnya:
a. Semua anaknya di sekolahkan. Agar kelak tidak seperti dirinya.
b. Banyak jembatan layang di bangun di Jakarta. Supaya
kemacetan lalu lintas teratasi.
• 6. Menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian
kalimat atau pada dua kalimat dalam satu wacana. Misalnya:
a. Becak sudah tidak ada lagi di Jakarta. Kendaraan roda tiga itu
sering di tuduh memacetkan lalu lintas.
b. Kebakaran sering melanda Jakarta. Kalau dia datang si jago
merah itu tidak kenal waktu, siang ataupun malam.