2. Latar Belakang
Sebagai makhluk social, manusia tidak bisa
lepas untuk berhubungan dengan orang lain dalam
kerangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan
manusia sangat beragam, sehingga terkadang secara
pribadi ia tidak mampu untuk memenuhinya, dan harus
berhubungan dengan orang lain. Hubungan antara satu
manusia dengan manusia lain dalam memenuhi
kebutuhan, harus terdapat aturan yang menjelaskan hak
dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan.
Proses untuk membuat kesepakatan dalam kerangka
memenuhi kebutuhan keduanya, lazim disebut dengan
proses untuk berakad atau melakukan kontrak. Hubungan
ini merupakah fitrah yang sudah ditakdirkan oleh
Allah. karena itu ia merupakan kebutuhan sosial sejak
manusia mulai mengenal arti hak milik. Islam sebagai
agama yang komprehensif dan universal memberikan
aturan yang cukup jelas dalam akad untuk dapat
diimplementasikan dalam setiap masa
3. LANJUTAN
Dalam pembahasan fiqih, akad atau kontrak yang
dapat digunakan bertransaksi sangat beragam,
sesuai dengan karakteristik dan spesifikasi
kebutuhan yang ada. Sebelum membahas lebih
lanjut tentang pembagian atau macam-macam
akad secara spesifik, akan dijelaskan teori akad
secara umum yang nantinya akan dijadikan
sebagai dasar untuk melakukan akad-akad
lainnya secara khusus .
4. PENGERTIAN AKAD
Secara literal, akad berasal dari bahasa arab yaitu
ًادْق ََ ََ َََع ُدِقْع َََي َد ََ َََقَعyang berarti perjanjian atau
persetujuan. Kata ini juga bisa diartikan tali yang
mengikat karena akan adanya ikatan antara orang
yang berakad. Dalam kitab fiqih sunnah, kata akad
diartikan dengan hubungan ( َُُطْبّالر
) dan kesepakatan
( ْاقَفِتِاال
.)
Secara terminologi ulama fiqih, akad dapat ditinjau
dari segi umum dan segi khusus. Dari segi umum,
pengertian akad sama dengan pengertian akad dari
segi bahasa menurut ulama Syafi'iyah, Hanafiyah,
dan Hanabilah yaitu segala sesuatu yang dikerjakan
oleh seseorang berdasakan keinginananya sendiri
seperti waqaf, talak, pembebasan, dan segala
sesuatu yang pembentukannya membutuhkan
keinginan dua orang seperti jual beli, perwakilan, dan
5. LANJUTAN
Sedangkan dari segi khusus yang dikemukakan oleh
ulama fiqih antara lain:
• Perikatan yang ditetapkan dengan ijab-qabul
berdasarkan ketentuan syara' yang berdampak pada
objeknya.
• Keterkaitan ucapan antara orang yang berakad
secara syara' pada segi yang tampak dan berdampak
pada objeknya.
• Terkumpulnya adanya serah terima atau sesuatu
yang menunjukan adanya serah terima yang disertai
dengan kekuatan hukum.
• Perikatan ijab qabul yang dibenarkan syara' yang
menetapkan keridhaan kedua belah pihak.
• Berkumpulnya serah terima diantara kedua belah
pihak atau perkataan seseorang yang berpengaruh
pada kedua belah pihak.
6. Pembentukan Akad
• Dalam pelaksanaan akad atau pembentukannya, baru
dapat dikatakan benar, sah atau diakui keberadaannya
oleh hukum apabila semua unsur pembentuknya terpenuhi
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Di antaranya
adalah adanya unsur unsur‘ridla', unsur objek akad
(‘mahal') dan unsur sebab akibat (‘sabab') serta ‘ganjaran'
apabila asas (rukun)-nya tidak dipenuhi (konsekuensi).
Sebelum melakukan akad (perikatan) pelaku akad harus
menentukan jenis, hakikat tujuan, bentuk dan nama yang
sudah umum. Sehingga pihak hakim bisa mengambil
kesimpulan dari bentuk pelaksanaan akad itu.
Dan apabila didapati kesamaran (keraguan) dalam bentuk,
jenis, nama dan sebagainya, yang dengan kesamaran
tersebut, hakim tidak bisa menyimpulkan bentuk akadnya,
maka pihak hakim berhak mengambil kesimpulan dengan
lebih memprioritaskan pihak yang berhutang.
7. RUKUN AKAD
1. Aqid (Orang yang Menyelenggarakan Akad)
Aqid adalah pihak-pihak yang melakukan transaksi, atau orang yang
memiliki hak dan yang akan diberi hak, seperti dalam hal jual beli mereka
adalah penjual dan pembeli. Ulama fiqh memberikan persyaratan atau criteria
yang harus dipenuhi oleh aqid antara lain :
2.
• Ahliyah
Keduanya memiliki kecakapan dan kepatutan untuk melakukan transaksi.
Biasanya mereka akan memiliki ahliyah jika telah baligh atau mumayyiz dan
berakal. Berakal disini adalah tidak gila sehingga mampu memahami ucapan
orang-orang normal. Sedangkan mumayyiz disini artinya mampu
membedakan antara baik dan buruk; antara yang berbahaya dan tidak
berbahaya; dan antara merugikan dan menguntungkan.
3.
• Wilayah
Wilayah bisa diartikan sebagai hak dan kewenangan seseorang yang
mendapatkan legalitas syar'i untuk melakukan transaksi atas suatu obyek
tertentu. Artinya orang tersebut memang merupakan pemilik asli, wali atau
wakil atas suatu obyek transaksi, sehingga ia memiliki hak dan otoritas untuk
mentransaksikannya. Dan yang terpenting, orang yang melakukan akad harus
bebas dari tekanan sehingga mampu mengekspresikan pilihannya secara
bebas.
8. LANJUTAN
2. Ma'qud ‘Alaih (objek transaksi)
Ma'qud ‘Alaih harus memenuhi beberapa persyaratan
sebagai berikut :
1. Obyek transaksi harus ada ketika akad atau
kontrak sedang dilakukan.
2. Obyek transaksi harus berupa mal mutaqawwim
(harta yang diperbolehkan syara' untuk
ditransaksikan) dan dimiliki penuh oleh
pemiliknya.
3. Obyek transaksi bisa diserahterimakan saat
terjadinya akad, atau dimungkinkan dikemudian
hari.
4. Adanya kejelasan tentang obyek transaksi.
5. Obyek transaksi harus suci, tidak terkena najis
dan bukan barang najis.
9. LANJUTAN
Shighat, yaitu Ijab dan Qobul
Ijab Qobul merupakan ungkapan yang menunjukkan kerelaan atau
kesepakatan dua pihak yang melakukan kontrak atau akad. Definisi ijab menurut
ulama Hanafiyah adalah penetapan perbuatan tertentu yang menunjukkan
keridhaan yang diucapkan oleh orang pertama, baik yang menyerahkan maupun
menerima, sedangkan qobul adalah orang yang berkata setelah orang yang
mengucapkan ijab, yang menunjukkan keridhaan atas ucapan orang yang
pertama. Menurut ulama selain Hanafiyah, ijab adalah pernyataan yang keluar
dari orang yang menyerahkan benda, baik dikatakan oleh orang pertama atau
kedua, sedangkan Qobul adalah pernyataan dari orang yang menerima.
Dari dua pernyataan definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa akad Ijab
Qobul merupakan ungkapan antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi
atau kontrak atas suatu hal yang dengan kesepakatan itu maka akan terjadi
pemindahan ha kantar kedua pihak tersebut.
Dalam ijab qobul terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi , ulama fiqh
menuliskannya sebagai berikut :
a. adanya kejelasan maksud antara kedua belah pihak.
b. Adanya kesesuaian antara ijab dan qobul
c. Adanya pertemuan antara ijab dan qobul (berurutan dan menyambung).
d. Adanya satu majlis akad dan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak,
tidak menunjukkan penolakan dan pembatalan dari keduannya.
10. Ijab Qobul akan dinyatakan batal
apabila :
a. penjual menarik kembali ucapannya sebelum
terdapat qobul dari si pembeli.
b. Adanya penolakan ijab dari si pembeli.
c. Berakhirnya majlis akad. Jika kedua pihak
belum ada kesepakatan, namun keduanya telah
pisah dari majlis akad. Ijab dan qobul dianggap
batal.
d. Kedua pihak atau salah satu, hilang ahliyah -
nya sebelum terjadi kesepakatan
e. Rusaknya objek transaksi sebelum terjadinya
qobul atau kesepakatan.
11. Syarat-Syarat Akad
1.
a. Syarat terjadinya akad
Syarat terjadinya akad adalah segala sesuatu yang disyaratkan untuk terjadinya
akad secara syara'. Syarat ini terbagi menjadi dua bagian yakni umum dan
khusus. Syarat akad yang bersifat umum adalah syarat–syarat akad yang wajib
sempurna wujudnya dalam berbagai akad. Syarat-syarat umum yang harus
dipenuhi dalam setiap akad adalah:
• Pelaku akad cakap bertindak (ahli).
• Yang dujadikan objek akad dapat menerima hukumnya.
• Akad itu diperbolehkan syara'dilakukan oleh orang yang berhak
melakukannya walaupun bukan aqid yang memiliki barang.
• Akad dapat memberikan faidah sehingga tidak sah bila rahn dianggap
imbangan amanah.
• Ijab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadi kabul. Oleh
karenanya akad menjadi batal bila ijab dicabut kembali sebelum adanya
kabul.
• Ijab dan kabul harus bersambung, sehingga bila orang yang berijab
berpisah sebelum adanya qabul, maka akad menjadi batal.
Sedangkan syarat yang bersifat khusus adalah syarat-syarat yang wujudnya
wajib ada dalam sebagian akad. Syarat ini juga sering disebut syarat
idhafi(tambahan yang harus ada disamping syarat-syarat yang umum, seperti
syarat adanya saksi dalam pernikahan.
12. LANJUTAN
B. Syarat Pelaksanaan akad
Dalam pelaksanaan akad, ada dua syarat
yaitu kepemilikan dan kekuasaan. Kepemilikan
adalah sesuatu yang dimiliki oleh seseorang
sehingga ia bebas beraktivitas dengan apa-apa yang
dimilikinya sesuai dengan aturan syara'. Adapun
kekuasaan adalah kemampuan seseorang dalam
ber-tasharuf sesuai dengan ketentuan syara'
13. LANJUTAN
c. Syarat Kepastian Akad (luzum)
Dasar dalam akad adalah kepastian.
Seperti contoh dalam jual beli, seperti khiyar
syarat, khiyar aib, dan lain-lain. Jika luzum
Nampak maka akad batal atau dikembalika
14. Pembagian Akad dan Sifat -
Sifatnya
• Pembagian akad dibedakan menjadi beberapa bagian berdasarkan sudut pandang yang
berbeda, yaitu:
Berdasarkan ketentuan syara'
• Akad shahih
akad shahih adalah akad yang memenuhi unsur dan syarat yang ditetapkan
oleh syara'. Dalam istilah ulama Hanafiyah, akad shahih adalah akad yang memenuhi
ketentuan syara' pada asalnya dan sifatnya.
• Akad tidak shahih
Akad shahih adalah akad yang tidak memenuhi unsur dan syarat yang
ditetapkan oleh syara'. Dengan demikian, akad ini tidak berdampak hukum atau tidak
sah. Jumhur ulama selain Hanafiyah menetapkan akad bathil dan fasid termasuk
kedalam jenis akad tidak shahih, sedangkan ulama Hanafiyah membedakan antara
fasid dengan batal.
Menurut ulama Hanafiyah, akad batal adalah akad yang tidak memenuhi memenuhi
rukun atau tidak ada barang yang diakadkan seperti akad yang dilakukan oleh salah
seorang yang bukan golongan ahli akad. Misalnya orang gila, dan lain-lain. Adapun
akad fasid adalah akad yang yang memenuhi persyaratan dan rukun, tetapi dilarang
syara' seperti menjual barang yang tidak diketahui sehingga dapat menimbulkan
percekcokan.
15. LANJUTAN
Berdasarkan ada dan tidak adanya qismah
• Akad musamah , yaitu akad yang telah
ditetapkan syara' dan telah ada hukum-
hukumnya, seperti jual beli, hibah, dan ijarah.
• Ghair musamah yaitu akad yang belum
ditetapkan oleh syara' dan belum ditetapkan
hukumnya.
Berdasarkan zat benda yang diakadkan
• Benda yang berwujud
• Benda tidak berwujud.
16. LANJUTAN
Berdasarkan adanya unsur lain didalamnya
• Akad munjiz yaitu akad yang dilaksanakan
langsung pada waktu selesainya akad. Pernyataan
akad yang diikuti dengan pelaksaan akad adalah
pernyataan yang disertai dengan syarat-syarat dan
tidak pula ditentukan waktu pelaksanaan adanya
akad.
• Akad mu'alaq adalah akad yand didalam
pelaksaannya terdapat syarat-syarat yang telah
ditentukan dalam akad, misalnya penentuan
penyerahan barang-barang yang diakadkan setelah
adanya pembayaran.
• Akad mu'alaq ialah akad yang didalam
pelaksaannya terdapat syarat-syarat mengenai
penanggulangan pelaksaan akad, pernyataan yang
pelaksaannya ditangguhkan hingga waktu yang
ditentukan. Perkataan ini sah dilakukan pada waktu
akad, tetapi belum mempunyai akibat hukum sebelum
17. LANJUTAN
Berdasarkan disyariatkan atau tidaknya akad
• Akad musyara'ah ialah akad-akad yang debenarkan syara' seperti
gadai dan jual beli.
• Akad mamnu'ah ialah akad-akad yang dilarang syara' seperti menjual
anak kambing dalam perut ibunya.
Berdasarkan sifat benda yang menjadi objek dalam akad
• Akad ainniyah ialah akad yang disyaratkan dengan penyerahan
barang seperti jual beli.
• Akad ghair ‘ainiyah ialah akad yang tidak disertai dengan penyerahan
barang-barangg karena tanpa penyerahan barangpun akad sudah sah.
Berdasarkan cara melakukannya
• Akad yang harus dilaksanakan dengan upacara tertentu seperti akad
pernikahan dihadiri oleh dua saksi, wali, dan petugas pencatat nikah.
• Akad ridhaiyah ialah akad yang dilakukan tanpa upacara tertentu dan
terjadi karena keridhaan dua belah pihak seperti akad-akad pada
umumnya.
18. LANJUTAN
Berdasarkan berlaku atau tidaknya akad
• Akad nafidzah , yaitu akad yang bebas atau terlepas dari penghalang-
penghalang akad
• Akad mauqufah , yaitu akad –akad yang bertalian dengan
persetujuan-persetujuan seperti akad fudluli (akad yang berlaku setelah
disetujui pemilik harta)
Berdasarkan luzum dan dapat dibatalkan
• Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak yang tidak dapat
dipindahkan seperti akad nikah. Manfaat perkawinan, seperti
bersetubuh, tidak bisa dipindahkan kepada orang lain. Akan tetapi, akad
nikah bisa diakhiri dengan dengan cara yang dibenarkan syara'
• Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak, dapat dipindahkan
dan dapat dirusakkan seperti akad jual beli dan lain-lain.
• Akad lazimah yang menjadii hak kedua belah pihak tanpa menunggu
persetujuan salah satu pihak. Seperti titipan boleh diambil orang yang
menitip dari orang yang dititipi tanpa menungguu persetujuan darinya.
Begitupun sebalikanya, orang yang dititipi boleh mengembalikan barang
titipan pada orang yang menitipi tanpa harus menunggu persetujuan
darinya.
19. LANJUTAN
Berdasarkan tukar menukar hak
• Akad mu'awadhah, yaitu akad yang berlaku atas dasar timbal balik
seperti akad jual beli
• Akad tabarru'at, yaitu akad-akad yang berlaku atas dasar pemberian
dan pertolongan seperti akad hibah.
• Akad yang tabaru'at pada awalnya namun menjadi akad mu'awadhah
pada akhirnya seperti akad qarad dan kafalah.
Berdasarkan harus diganti dan tidaknya
• Akad dhaman , yaitu akad yang menjadi tanggung jawab pihak kedua
setelah benda-benda akad diterima seperti qarad.
• Akad amanah , yaitu tanggung jawab kerusakan oleh pemilik benda
bukan, bukan oleh yang memegang benda, seperti titipan.
• Akad yang dipengaruhi oleh beberapa unsur, salah satu seginya
adalah dhaman dan segi yang lain merupakan amanah, seperti rahn
20. LANJUTAN
Berdasarkan tujuan akad
• Tamlik: seperti jual beli
• mengadakan usaha bersama seperti syirkah dan mudharabah
• tautsiq (memperkokoh kepercayaan) seperti rahn dan kafalah
• menyerahkan kekuasaan seperti wakalah dan washiyah
• mengadakan pemeliharaan seperti ida' atau titipan
Berdasarkan faur dan istimrar
• Akad fauriyah , yaitu akad-akad yang tidak memerlukan waktu yang lama, pelaksaaan
akad hanya sebentar saja seperti jual beli.
• Akad istimrar atau zamaniyah , yaitu hukum akad terus berjalan, seperti I'arah .
Berdasarkan asliyah dan tabi'iyah
• Akad asliyah yaitu akad yang berdiri sendiri tanpa memerlukan adanya sesuatu yang lain
seperti jual beli dan I'arah.
• Akad tahi'iyah , yaitu akad yang membutuhkan adanya yang lain, seperti akad rahn tidak
akan dilakukan tanpa adanya hutang.
21. Kedudukan, Fungsi, Ketentuan
dan Pengaruh Aib dalam Akad
• Kedudukan dan fungsi akad adalah sebagai alat paling utama dalam sah atau tidaknya muamalah dan
menjadi tujuan akhir dari muamalah.
• Akad yang menyalahi syariat seperti agar kafir atau akan berzina, tidak harus ditepati.
• Tidak sah akad yang disertai dengan syarat. Misalnya dalam akad jual beli aqid berkata: “Aku jual barang
ini seratus dengan syarat dengan syarat kamu menjual rumahmu padaku sekian…,” atau “aku jual rumah
barang ini kepadamu tunai dengan harga sekian atau kredit dengan harga sekian”, atau “aku beli barang ini
sekian asalakan kamu membeli dariku sampai dengan jangka waktu tertentu sekian”.
• Akad yang dapat dipengaruhi Aib adalah akad akad-akad yang mengandung unsur pertukaran seperti jual
beli atau sewa.
• Cacat yang karenanya barang dagangan bisa dikembalikan adalah cacat yang bisa mengurangi
harga/nilai barang dagangan, dan cacat harus ada sebelum jual beli menurut kesepakatan ulama. Turunnya
harga karena perbedaan harga pasar, tidak termasuk cacat dalam jual beli.
22. Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan yang telah teruai diatas dapat ditarik beberapa
kesimpulan bahwasanya kesepakatan antar kedua pihak berkenaan dengan
suatu hal atau kontrak antara beberapa pihak atas diskursus yang dibenarkan
oleh syara' dan memiliki implikasi hukum tertentu.terkait dalam implementasinya
tentu akad tidak pernah lepas dari yang namanya rukun maupun syarat yang
mesti terpenuhi agar menjadi sah dan sempurnanya sebuah akad.
Adapun mengenai jenis-jenis akad, ternyata banyak sekali macam-macam
akad yang dilihat dari berbagai perspektif, baik dari segi ketentuan
syari'ahnya, cara pelaksanaan, zat benda-benda, dan lain-lain. Semua
mengandung unsur yang sama yakni adanya kerelaan dan keridhaan antar
kedua belah pihak terkait dengan pindahnya hak-hak dari satu pihak ke
pihak lain yang melakukan kontrak.
Sehingga dengan terbentuknya akad, akan muncul hak dan kewajiban
diantara pihak yang bertransaksi. Sehingga tercapailah tujuan kegiatan
muamalah dalam kehidupan kita sehari-hari