SlideShare a Scribd company logo
1 of 34
1
TEKNIK PEMERIKSAAN INTRA VENA PYELOGRAFI PADA
KASUS HIDRONEPHROSIS DI INSTALASI RADIOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SALATIGA
Laporan Kasus
Diajukan untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Praktek Kerja Lapangan (PKL) II di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga
Disusun oleh :
FERA APRILIA
NIM : 11.01.036
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK RONTGEN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA HUSADA SEMARANG
2012/2013
2
HALAMAN PENGESAHAN
Telah diperiksa dan disahkan untuk memenuhi Mata Kuliah Praktek Kerja Lapangan
(PKL) II pada Program Studi Diploma III Teknik Roentgen STIKES Widya Husada
Semarang.
Nama : Fera Aprilia
NIM : 1101036
Judul Laporan Kasus : TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI INTRA VENA
PYELOGRAPHY DENGAN KASUS HIDRONEPHROSIS
INSTALASI RADIOLOGI RSUD KOTA SALATIGA
Mengetahui Pembimbing
Sri Widodo, S.ST
NIP.19690623 199403 2 001
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul ” TEKNIK
PEMERIKSAAN INTRA VENA PYELOGRAFI PADA KASUS HIDRONEPHROSIS
DI INSTALASI RADIOLOGI KOTA SALATIGA”.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas akhir Praktek Kerja Lapangan II
Semester IV, yang dilaksanakan di Instalasi Radilogi RSUD Kota Salatiga pada
tanggal 20mei sampai 29 juni 2013.
Dalam menyusun laporan kasus ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan,
dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak dr. H. Sulaeman, Sp. A, MM,Mkes(MMR) selaku ketua STIKES
Widya Husada.
2. Bapak Nur Utama, SST selaku ketua Prodi DIII Teknik Rontgen STIKES
widya Husada.
3. Direktur RSUD Kota Salatiga.
4. Bapak dr. Achmad Kardinto, Sp. Rad. selaku Dokter Radiolog diInstalasi
Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga.
5. Ibu Yuni Arifah, S.ST selaku kepala ruang Instalasi Radiologi Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Salatiga.
6. Bapak Sri Widodo,S.ST selaku pembimbing praktek PKL II di Instalasi
Radiologi RSUD Kota Salatiga.
7. Semua Radiografer dan staf karyawan di Instalasi Radiologi RSUD Kota
Salatiga (Pak Catur,Pak Kharis,Pak Faik,Bu Endah,Bu Retno,Bu
Asri,Mba Ayu,Pak Mugi,Bu Nandi)
8. Kedua Orang Tua yang tidak henti-hentinya memberi doa dan dukungan
baik itu dari segi finansial, semangat dan motivasi.
4
9. Teman-teman angkatan Prodi DIII Teknik Rontgen Stikes Widya Husada
Semarang.
10. Teman-teman mahasiswa/mahasiswi seperjuangan PKL di RSUD Kota
Salatiga.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan Rahmat-Nya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan studi kasus ini. Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kasus ini,
untuk itu penulis akan senantiasa menerima kritik dan saran yang besifat membangun.
Akhir kata semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan bagi penulis pada khususnya.
Salatiga, 24 juni 2013
Penulis
5
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................... ii
KATA PENGANTAR ...................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................ 2
1.3. Tujuan Penulisan .................................................. 2
1.4. Manfaat Penulisan ................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Tractus Urinarius. ............ 4
2.1.1. Ginjal.......................................................... 4
2.1.2. Ureter ........................................................ 6
2.1.3. Kandung kemih ........................................ 6
2.1.4. Uretra ........................................................ 7
2.2. Patologi Tractus Urinaria .................................... 7
2.2.1. Hidronehprosis ....................................... 7
2.3. Indikasi dan kontra Indikasi Pemeriksaan ............ 8
2.3.1. Indikasi pemerisaan .................................. 8
2.3.2 Kontra Indikasi........................................... 9
2.4. Prosedur Pemeriksaan ........................................... 9
2.4.1. Tujuan Pemeriksaan ................................ 9
2.4.2. Media kontras ........................................... 10
2.5. Persiapan Pemeriksaan ......................................... 11
2.5.1 Persiapan Alat dan Bahan ........................ 11
2.5.2 Persiapan penderita ................................. 12
2.6. Teknik Pemeriksaan Intra Vena Pyelografy ........ 12
6
2.6.1. Proyeksi sebelum pemasukan MK .......... 12
2.6.1.1. Foto Polos Abdomen ................ 13
2.6.1.2. Penyuntikan Media Kontras ...... 14
2.6.2. Foto Post Penyuntikan Media Kontras ...... 14
2.6.2.1. Foto AP 5 menit ......................... 14
2.6.2.2. Foto AP 15 menit ...................... 15
2.6.2.3. Foto AP 30 menit ...................... 16
2.6.2.4. Foto Post Miksi ......................... 17
2.6.3. Proteksi Radiasi ......................................... 18
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Paparan Kasus ...................................................... 20
3.1.1. Identitas pasien .......................................... 20
3.1.2. Riwayat pasien ........................................... 20
3.2. Prosedur Pemeriksaan Intra Vena Pyelograpy ......... 20
3.2.1. Persiapan Alat dan Bahan .......................... 20
3.2.2. Persiapan Pasien ........................................ 21
3.2.3. Prosedur Pemeriksaan ............................... 21
3.2.3.1. Foto Abdomen Polos .................. 21
3.2.3.2. Penyuntikan Media Kontras ....... 23
3.2.3.3. Foto AP 5 menit............................ 23
3.2.3.4. Foto AP 15 menit ........................ 24
3.2.3.5. Foto AP 30 menit ........................ 25
3.3. Hasil Pembacaan Radiograf ................................ 27
3.4. Pembahasan ......................................................... 27
3.4.1. Teknik Pemeriksaan IVP ............................ 28
3.4.2. Proyeksi AP 30 menit berdiri ..................... 29
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan ......................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA
7
DAFTAR GAMBAR
BAB II
Gambar 1.1 Anatomi Traktus Urinarius.............................................. 4
Gambar 2.2 Anatomi Ginjal .............................................................. 5
Gambar 2.3 Anatomi Vesica Urinaria................................................. 7
Gambar 2.4 Posisi pasien Proyeksi AP Polos Abdomen ……........... 13
Gambar 2.4 Radiograf AP Polos Abdomen ...................................... 13
Gambar 2.5 Radiograf Foto 5 menit Post Media Kontras ................ 15
Gambar 2.6 Posisi Pasien 15 Menit Post Media Kontras ................. 16
Gambar 2.6 Radiograf Foto 15 Menit Post Media Kontras ............... 16
Gambar 2.7 Posisi Pasien 30 Menit Post Media Kontras................... 17
Gambar 2.8 Posisi pasien Proyeksi AP Abdomen Post Miksi ........ 18
BAB III
Gambar 3.1 Hasil Radiograf Proyeksi AP Abdomen Polos ............. 22
Gambar 3.2 Hasil Radiograf AP 5 Menit Post Media Kontras ......... 24
Gambar 3.3 Hasil Radiograf AP 15 Menit Post Media Kontras ....... 25
Gambar 3.4 Hasil Radiograf AP Berdiri 30 Menit Post MK ............ 26
Gambar 3.5 Hasil Radiograf AP Post Miksi ..................................... 27
8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan penunjang yang bertujuan
menegakkan diagnosa sehingga dapat membantu dokter untuk melakukan tindakan
medis lebih lanjut terhadappaien. Pemeriksaan radiologi konvensional dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu pemeriksaan tanpa menggunakn media kontras
dan pemeriksaan menggunakan media kontras .
Media kontras adalah suatu bahan yang sangat radioopaque atau radiolusen
apabila berinteraksi dengan sinar-X, sehingga dapat membedakan antara organ dan
jaringan sekitarnya. Menurut jenisnya, media kontras dibagi bagi atas dua jenis yaitu
media kontras positif dan negatif. Salah satu pemeriksaan radiologi yang
menggunakan media kontras positif adalah pemeriksaan BNO IVP ( Intra Vena
Pyelografi ).
Pemeriksaan Intra Vena Pyelografi adalah pemeriksaan secara radiologi dari
saluran perkemihan dengan memasukan media kontras positif secara intravena dengan
tujuan untuk melihat anatomi, fungsi, dan kelainan lain pada traktus urinarius.
Pemeriksaan Intra Vena Pyelografi dapat digunakan pada kasus kolik ginjal,
hidronefrosis, tumor, batu ginjal, dan ren mobile.
Hidronephrosis adalah pembengkakan ginjal akibat tekanan balik terhadap
ginjal karena aliran air kemih tersumbat. Hidronefrosis juga bisa terjadi akibat ada
penyumbatan di bawah sambungan ureteropelvik atau karena arus balik air kemih dari
kandungan kemih. Untuk mendiagnosa hidronefrosis dapat dilakukan dengan
pemeriksaan USG atau pemeriksaan radiologi dengan menggunakan media kontras.
Pemriksaan yang biasanya dilakukan adalah intravena pielografi atau pemeriksaan
IVP.
Pemeriksaan Intra Vena Pyelografi menggunakan berbagai proyeksi antara
lain foto polos abdomen AP ( Antero Posterior ), foto AP( Antero Posterior ) fase 5
menit dengan tujuan untuk melihat media kontras terisi pada pelvicalycal system, AP
( Antero Posterior ) fase 15 menit untuk melihat media kontras terisi pada ureter, foto
AP ( Antero Posterior ) fase 30 menit pada vesica urinaria dan PM ( Post Miksi )
dibuat AP( Antero Posterior ) setelah buang air kecil untuk melihat fungsi dari
saluran perkencingan.
9
Untuk Pemeriksaan Intra Vena Pyelografi di Instalasi Radiologi RSUD Kota
Salatiga dengan kasus Hydronephrosis menggunakan proyeksi AP ( Anterio Posterior
) erect fase 30 menit.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertrik untuk mengkaji lebih jauh
tentang pemeriksaan Intra Vena Pyelografi dengan suspek Hydronephrosis dengan
judul :
“ TEKNIK PEMERIKSAAN INTRA VENA PYELOGRAFI PADA KASUS
HIDRONEPHROSIS DI INSTALASI RADIOLOGI KOTA SALATIGA”
1.2 Rumusan Masalah.
Dengan berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut :
a. Bagaimanakah Teknik Pemeriksaan Intra Vena Pyelografi pada kasus
Hidronephrosis di Instalasi Radiologi RSUD Salatiga ?
b. Mengapa pemeriksaan Intra Vena Pyelografi pada kasus Hidronephrosis di
Instalasi Radiologi RSUD Salatiga menggunakan fase pemotretan 30 menit AP
dibuat beridiri ?
1.3 Tujuan Penulisan.
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah sebagai berikut :
c. Untuk mengetahui teknik pemeriksaan Intra Vena Pyelografi pada kasus
Hidronephrosis di Instalasi Radiologi RSUD Kota Salatiga.
d. Untuk mengetahui alasan teknik pemeriksaan Intra Vena Pyelografi pada kasus
hidronephrosis di Instalasi Radiologi RSUD Kota Salatiga menggunakan fase
pemotretan 30 menit AP erect Post Media Kontras.
a. Manfaat Penulisan.
Manfaat yang diperoleh penulis dari penulisan tugas laporan kasus dengan judul ”
Teknik Pemeriksaan Intra Vena Pyelografi pada kasus Hidronefrosis di RSUD Salatiga”
adalah :
b. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang teknik pemeriksaan
Intra Vena Pyelografi pada kasus Hidronefrosis.
c. Sebagai khasanah pustaka tentang teknik pemeriksaan Intravena Pyelografi
khususnya pada kasus Hidronefrosis bagi mahasiswa Jurusan DIII Teknik
Rontgen Stikes Widya Husada Semarang.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Tractus Urinarius.
Yang dimaksud dengan system urinaria adalah suatu system tentang
pembentukan urine mulai dari ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. (Pearce, 1999).
a. Aspek anterior B. Aspek lateral
Gambar 2.1 Anatomi Traktus Urinarius dari aspek a. anterior dan b. lateral
Keterangan:
1. Ginjal kanan 6. Vena cava inferior
2. Ginjal kiri 7. Aorta
3. Ureter 8. Rectum
4. Vesica urinaria 9. Prostat
5. Suprarenal gland 10. Anal
2.1.1 Ginjal (Syaifuddin, 1997)
Ginjal biasa juga disebut dengan ren, kidney, terletak di belakang rongga
peritoneum dan berhubungan dengan dinding belakang dari rongga abdomen,
dibungkus lapisan lemak yang tebal. Ginjal terdiri dari dua buah yaitu bagian
kanan dan bagian kiri. Ginjal kanan lebih rendah dan lebih tebal dari ginjal kiri,
hal ini karena adanya tekanan dari hati. Letak ginjal kanan setinggi lumbal I
sedangkan letak dari ginjal kiri setinggi thorakal XI dan XII. Bentuknya seperti
biji kacang tanah dan margo lateralnya berbentuk konveks dan margo medialnya
4
2
76
5
1
3
3
2
4
8
10
9
11
berbentuk konkav. Panjangnya sekitar 4,5 inchi (11,25 cm), lebarnya 3 inchi
(7,5cm), dan tebalnya 1,25 inchi (3,75cm). Bagian luar dari ginjal disebut
dengan substansia kortikal sedang bagian dalamnya disebut substansia
medularis dan dibungkus oleh lapisan yang tipis dari jaringan fibrosa. Nefron
merupakan bagian terkecil dari ginjal yang terdiri dari glomerulus, tubulus
proksimal, lengkung hendle, tubulus distal, dan tubulus urinarius (papilla vateri).
Pada setiap ginjal diperkirakan ada 1.000.000 nefron, selama 24 jam dapat
menyaring darah 170 liter, arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke
ginjal. Lubang-lubang yang terdapat pada pyramid renal masing-masing
membentuk simpul dan kapiler suatu badan malphigi yang disebut glomerulus.
Pembuluh afferent bercabang membentuk kapiler menjadi vena renalis yang
membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior.
Fungsi ginjal antara lain :
a. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksik atau racun
b. Mempertahankan suasana keseimbangan cairan
c. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh
d. Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh
e. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari protein ureum,
kreatinin, dan amonia
Keterangan Gambar :
1. Papilla Renal
2. Substansi Kortikal
3. Sinus Renal
4. Substansi Medulary
5. Pyramid
6. Kalik Minor
7. Kalik Mayor
8. Pelvik Renal
Gambar 2.2 Anatomi Ginjal
2.1.2 Ureter
Ureter adalah lanjutan dari renal pelvis yang panjangnya antara 10 sampai
12 inchi (25-30 cm), dan diameternya sekitar 1 mm sampai 1 cm. Ureter terdiri
atas dinding luar yang fibrus, lapisan tengah yang berotot, dan lapisan mukosa
2
6
7
5
8
1
3
4
12
sebelah dalam. Ureter mulai sebagai pelebaran hilum ginjal, dan letaknya
menurun dari ginjal sepanjang bagian belakang dari rongga peritoneum dan di
depan dari muskulus psoas dan prosesus transversus dari vertebra lumbal dan
berjalan menuju ke dalam pelvis dan dengan arah oblik bermuara ke kandung
kemih melalui bagian posterior lateral. Pada ureter terdapat 3 daerah
penyempitan anatomis, yaitu :
a. Uretropelvico junction, yaitu ureter bagian proksimal mulai dari renal pelvis
sampai bagian ureter yang mengecil
b. Pelvic brim, yaitu persilangan antara ureter dengan pembuluh darah arteri
iliaka
c. Vesikouretro junction, yaitu ujung ureter yang masuk ke dalam vesika
urinaria (kandung kemih). (Syaifuddin, 1997).
2.1.3 Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan muskulus membrane yang berbentuk
kantong yang merupakan tempat penampungan urine yang dihasilkan oleh
ginjal, organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi). Letaknya di dalam panggul
besar, sekitar bagian postero superior dari simfisis pubis. Bagian kandung kemih
terdiri dari fundus (berhubungan dengan rectal ampula pada laki-laki, serta
uterus bagian atas dari kanalis vagina pada wanita), korpus, dan korteks.
Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan peritoneum (lapisan sebelah luar),
tunika muskularis (lapisan otot), tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan
bagian dalam). Kandung kemih bervariasi dalam bentuk, ukuran, dan posisinya,
tergantung dari volume urine yang ada di dalamnya. Secara umum volume dari
vesika urinaria adalah 350-500 ml.
Kandung kemih berfungsi sebagai tempat penampungan sementara
(reservoa) urine, mempunyai selaput mukosa berbentuk lipatan disebut rugae
(kerutan) dan dinding otot elastis sehingga kandung kencing dapat membesar
dan menampung jumlah urine yang banyak. (Pearce, 1999).
13
Keterangan Gambar :
1. Ureter
2. UV Junction
3. Trigone
4. Uretra
5. Prostate
Gambar 2.3 Anatomi Vesika Urinaria
2.1.4 Uretra
Uretra adalah saluran sempit yang terdiri dari mukosa membrane dengan
muskulus yang berbentuk spinkter pada bagian bawah dari kandung kemih.
Letaknya agak ke atas orivisium internal dari uretra pada kandung kemih, dan
terbentang sepanjang 1,5 inchi (3,75 cm) pada wanita dan 7-8 inchi (18,75 cm)
pada pria. Uretra pria dibagi atas pars prostatika, pars membrane, dan pars
kavernosa. (Pearce, 1999).
Uretra berfungsi untuk transport urine dari kandung kencing ke meatus
eksterna, uretra merupakan sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung
kencing ke lubang air.
2.2 Patologi Tractus Urinarius
Dalam pemeriksaan Intra Vena Pyelography ada beberapa patologinya sebagai
berikut :
2.2.1 Hidronephrosis
Hidronephrosis adalah pembengkakan ginjal akibat tekanan balik
terhadap ginjal karena aliran air kemih tersumbat. Hidronefrosis juga bisa
terjadi akibat ada penyumbatan di bawah sambungan ureteropelvik atau karena
arus balik air kemih dari kandungan kemih
2.3 Indikasi dan Kontra Indikasi Pemeriksaan
Indikasi dan Kontra indikasi pada Pemeriksaan Intra Vena Pyelografy antara lain :
2.3.1 Indikasi Pemeriksaan (Bontrager, 2001)
1
2
3
4
5
14
a. Benigna Prostatica Hyperplasi (pembesaran prostat jinak), adalah suatu
tumor prostate yang disebabkan oleh adanya penyempitan atau obstruksi
uretra.
b. Bladder calculi/vesico lithiasis/batu kandung kemih
c. Polinephritis, adalah peradangan pada ginjal dan renal pelvis yang
disebabkan oleh pyogenic bakteri (pembentukan nanah)
d. Ren calculi (batu pada ginjal), adalah kalkulus yang terdapat pada ginjal atau
pada parenchim ginjal.
e. Hidronefrosis, adalah distensi dari renal pelvis dan system kalises dari ginjal
yang disebabkan oleh obstruksi renal pelvis atau ureter.
f. Hipertensi ginjal (renal hypertension), adalah meningkatnya tekanan darah
pada ginjal melalui renal arteri.
g. Obstruksi ginjal (renal obstruction), adalah obstruksi pada ginjal yang
disebabkan oleh batu, trombosis, atau trauma.
h. Penyakit ginjal polikistik (polycystic kidney disease), yaitu suatu penyakit
ginjal yang ditandai dengan banyaknya kista yang tidak teratur pada satu
atau kedua ginjal.
i. Cystitis, yaitu peradangan pada vesika urinaria
2.3.2 Kontra Indikasi Pemeriksaan (Bontrager, 2001)
a. Hipersensitif terhadap media kontras
b. Tumor ganas
c. Gangguan pada hepar
d. Kegagalan jantung
e. Anemia
f. Gagal ginjal akut maupun kronik
g. Diabetes, khususnya diabetes mellitus
h. Pheochrocytoma
i. Multiple myeloma
j. Anuria (tidak adanya ekskresi dari urine)
k. Perforasi ureter
2.4 Prosedur Pemeriksaan
2.4.1. Tujuan Pemeriksaan
15
Pemeriksaan Intra Vena Pielografi merupakan pemeriksaan traktus
urinarius dengan menggunakan media kontras positif yang dimasukkan kedalam
intra vena dengan tujuan untuk melihat anatomi dan fisiologis, dari fungsi ginjal
juga kelainan - kelainan lain dari traktus urinarius
2.4.2. Media Kontras
Media kontras merupakan bahan yang dapat di gunakan untuk
menampakkan struktur gambar suatu organ tubuh dalam pemeriksaan radiologi,
dimana dengan foto polos biasa organ tersebut kurang dapat dibedakan dengan
jaringan sekitarnya karena mempunyai densitas relatif sama.
Media kontras yang sering digunakan pada pemeriksaan Intra Vena
Pielografi adalah Iopamiro yang dimasukkan secara intra vena.
Tes sensitifitas dilakukan dengan memasukkan media kontras ke tubuh
pasien untuk melihat kerentanan terhadap media kontras. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
a. Skin tes
Memasukkan media kontras 5 cc di bawah kulit secara intra kutan
kemudian ditunggu 10 menit, jika timbul tanda – tanda merah berarti alergi.
b. Tes langsung
Memasukkan media kontras 2 cc melalui intra vena. Tidak jarang orang
yang dilakukan Intra Vena Pielografi ini terjadi alergi sehinga tidak diperlukan
pengawasan secara khusus terhadap pasien.
Pada pasien yang tidak tahan terhadap media kontras dapat terjadi reaksi
mayor atau minor. Reaksi minor ditunjukkan dengan gejala-gejala seperti :
mual-mual, gatal-gatal, mata menjadi merah, sesak nafas dan muka menjadi
sembab. Reaksi mayor dapat ditunjukkan dengan gejala-gejala sebagai
berikut: kolaps pembuluh darah tepi, kejang dan cardiac arrest (berhentinya
denyut jantung) keadaan ini diikuti dengan badan terasa dingin.
Tindakan untuk mengatasi reaksi terhadap media kontras adalah
1) Memasang oksigen untuk mengatasi keadaan shock, pasien sesak nafas.
2) Memberikan obat anti alergi baik intra meskuler atau intra vena menurut
petunjuk dokter.
d. Media kontras yang digunakan dapat dibedakan menjadi jenis ionic dan non
ionic :
16
1. Media Kontras Organik Ionic
Jenis media kontras ini memiliki nilai osmolalitas yang lebih
tinggi bila dibanding menia kontras non ionic. Namun penggunaan media
kontras ini lebih berisiko menimbulkan reaksi alergi. Bahan kontras ini
terdiri dari opacifying element dan komponen kimia lainnya yang menjadi
satu molekul kompleks. Komponen utamanya umumnya disusun oleh
kelompok carboxyl yang berbentuk benzoid acid yang kemudian
dicampur dengan bahan lainnya. Media kontras ionic juga tersusun oleh
suatu yang dikenal sebagai cation. Cation merupakan garam, yang
biasanya berupa sodium atau meglumin atau kombinasi dari keduanya.
Garam akan meningkatkan daya larut kontras media. Bahan kontras ionic
yang sering digunakan pada pemeriksaan IVP ialah urografin.
2. Media Kontras Organik Non-Ionik
Media kontras ini pertama kali diperkenalkan di US pada tahun
1984. pada media kontras ini ioning carboxil diganti dengan amide atau
glukosa sehingga reaksi alergi yang timbul dapat diminimalisasi. Bila
dibanding dengan kontras ionic, bahan kontras ini jauh lebih mahal.
Namun banyak departemen radiologi yang telah menggunakan jenis
kontras ini, menimbang dari keadaan pasien serta reaksi alergi yang dapat
ditimbulkan oleh media kontras ionik.
 Bahan kontras yang digunakan
1) Urografin 60 % - 70 %
2) Urografin 300 mg
3) Triosil 75 %
4) Urovision 58 %
5) Hipaque 45 %
6) Conray 280, 325, 420.
2.5 Persiapan Pemeriksaan
Sebelum melakukan Pemeriksaan Intra Vena Pyelograpy di lakukan persiapan alat
dan persiapan pasien sebagai berikut :
2.5.1 Persiapan alat dan bahan
17
Alat dan bahan untuk pemeriksaan Intra Vena Pyelografi yang harus
dipersiapkan antara lain : Pesawat rontgen siap pakai, kaset IP dan film ukuran 24
x 30 cm dan 30 x 40 cm, grid, marker dan plester.
Pada pemeriksaan Intra Vena Pielografi perlu dipersiapkan alat untuk
memasukkan media kontras, terdiri alat bantu steril dan non steril. Alat steril yang
diperlukan antara lain : spuit 20 cc, jarum ukuran 20-21, kassa, kapas alkohol, obat
anti alergi dan infus set. Sedangkan alat bantu non steril terdiri atas : bengkok,
pengatur waktu, tensimeter dan tabung oksigen.
2.5.2 Persiapan penderita
Persiapan pemeriksaan pada traktus urinarius perlu dilakukan dengan
tujuan agar abdomen bebas dari feses dan udara dengan melakukan urus-urus.
Selain itu juga harus dilakukan pemeriksaan kadar kreatinin normal (1,5
mg/100ml) dan ureum normal (20 mg/100 ml) darah di laboratorium serta
pengukuran tekanan darah pasien.
Tahapan persiapan yang harus dilakukan pasien antara lain sebagai berikut :
1. Sehari sebelum pemeriksaan, pasien hanya diperbolehkan makanan rendah
serat, misalnya bubur kecap
2. Pada tengah malam tidak boleh makan lagi atau pasien puasa minimal 8 jam
sebelum pemeriksaan dilakukan
3. pada malam hari penderita diberi obat pencahar yang berupa sulfas magnesium
atau garam ingris sebanyak 30 gram atau dulkolax tablet sebanyak 4 butir.
4. pada pagi hari pasien diberi dulkolax suposutoria sebanyak 1 butir yang
dimasukkan ke dalam dubur guna lavement
5. pasien dilarang merokok dan banyak bicara karena dapat meningkatkan
produksi cairan dalam lambung dan volume udara pada usus
6. sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk buang air kecil
7. pasien diwajibkan melakukan tes darah di laboratorium guna mengukur kadar
ureum serta kreatininnya. Kandungan kreatinin (menyatakan jumlah darah
yang dibersihan dari kreatinin per menit) normal berkisar antara 120-140 ml per
menit per 1,73 m2 luas permukaan tubuh (Scholtmeijer,1997). Sedangkan kadar
ureum normal dalam darah ialah 8-25 mg/100ml.
2.6 Teknik Pemeriksaan Radiografi Intra Vena Pyelografi
18
Teknik pemeriksaan radiografi dari Intra Vena Pyelografi adalah sebagai
berikut :
2.6.1. Proyeksi Radiograf sebelum Pemasukan Media Kontras
Proyeksi sebelum pemasukan media kontras antara lain :
2.6.1.1 Foto Polos Abdomen (Ballinger, 2003)
Foto polos abdomen adalah pemotretan abdomen yang dibuat sebelum
dilakukan penyuntuksn medis kontras. Tujuan dibuatnya foto polos abdomen
adalah:
1. Untuk melihat persiapan penderita.
2. Untuk menentukan faktor eksposi.
3. Untuk mengetahui ketepatan posisi pasien.
4. Untuk menilai organ-organ yang ada dalam abdomen secara keseluruhan.
Teknik pemotretan adalah sebagai berikut :
a. Posisi Pasien : Pasien tidur telentang diatas meja
pemeriksan dengan kedua tangan berada
disamping tubuh dan kedua kaki lurus ke
bawah.
b. Posisi Obyek : Bidang MSP tubuh diatur sedemikian rupa
sehingga berada pada garis tengah bucky
table.
c. Kaset dan IP : ukuran 30 X 40 cm diatur membujur dengan
batas atas kaset pada processus xypoideus
dan batas bawah kaset pada simpisis pubis.
d. Titik Bidik : Ditujukan pada MSP tubuh setinggi garis
yang menghubungkan antara crista illiaka
kanan dan kiri
e. Arah sinar : tegak lurus terhadap kaset.
f. Eksposi : Pada saat pasien ekspirasi dan tahan nafas.
19
Gambar 2.4 Posisi Pasien Proyeksi Antero-Posterior Abdomen dan radiograf Antero-Posterior
Abdomen (Ballinger, 2003)
2.6.1.2 Penyuntikan Media Kontras
Sebelum penyuntikan media kontras terlebih dahulu dilakukan skin test
terhadap pasien. Selanjutnya setelah pasien tidak mengalami alergi maka
pasien tersebut telah memenuhi syarat dilakukan pemeriksaan Intra Vena
Pielografi. Penyuntikan Intra Vena Pielografi mempunyai dua cara pemasukan
media kontras yaitu penyuntikan langsung dan dengan cara drip infus.
Penyuntikan media kontras secara langsung dilakukan melalui pembuluh
darah vena dengan cara memasukkan wing needle ke dalam vena mediana
cubiti.
2.6.2 Foto post penyuntikan media kontras
2.6.2.1 Foto AP 5 menit setelah penyuntikan media kontras (Ballinger, 2003)
Tujuan pemotretan ini adalah untuk melihat fungsi ginjal dan untuk
melihat pengisian media kontras pada pelviocalis.
Teknik pemotretan adalah sebagai berikut :
a. Posisi Pasien : Pasien tidur telentang diatas meja
pemeriksan dengan kedua tangan berada
disamping tubuh dan kedua kaki lurus ke
bawah.
b. Posisi Obyek : Bidang MSP tubuh diatur sedemikian rupa
sehingga berada pada garis tengah bucky
table.
20
c. Kaset dan IP : ukuran 24 X 30cm diatur melintang dengan
batas atas kaset pada processus xypoideus
dan batas bawah kaset pada simpisis pubis.
d. Titik Bidik : Ditujukan pada MSP tubuh setinggi garis
yang menghubungkan antara pertengahan
procesus xypoideus dan umbilicus.
e. Arah sinar : tegak lurus terhadap kaset.
f. Eksposi : Pada saat pasien ekspirasi dan tahan nafas.
Gambar 2.5 Posisi Pasien Proyeksi Antero-Posterior Abdomen dan Radiograf Antero-
Posterior Abdomen Post Injeksi 5 menit (Ballinger, 2003).
2.6.2.2 Foto AP 15menit setelah penyuntikan media kontras (Ballinger, 2003)
Tujuan pemotretan untuk melihat pengisian media kontras pada ureter.
Teknik pemeriksaannya adalah sebagai berikut :
a. Posisi Pasien : Pasien tidur telentang diatas meja
pemeriksan dengan kedua tangan berada
disamping tubuh dan kedua kaki lurus ke
bawah.
b. Posisi Obyek : Bidang MSP tubuh diatur sedemikian rupa
sehingga berada pada garis tengah bucky
table.
c. Kaset dan IP : ukuran 30 X 40 cm diatur membujur dengan
batas atas kaset pada processus xypoideus
dan batas bawah kaset pada simpisis pubis.
21
e. Titik Bidik : Ditujukan pada MSP tubuh setinggi garis
yang menghubungkan antara crista illiaka
kanan dan kiri
f. Arah sinar : tegak lurus terhadap kaset.
g. Eksposi : Pada saat pasien ekspirasi dan tahan nafas.
Gambar 2.6 Posisi Pasien Proyeksi Antero-Posterior Abdomen dan Radiograf Antero-
Posterior Abdomen Post Injeksi 15 menit (Ballinger, 2003).
2.6.2.3 Foto AP 30 menit setelah penyuntikan media kontras (Ballinger, 2003)
Tujuan pemotretan untuk melihat pengisian ureter dan kandung
kencing. Teknik pemeriksaannya adalah sebagai berikut :
a. Posisi Pasien : Pasien tidur telentang diatas meja
pemeriksan dengan kedua tangan berada
disamping tubuh dan kedua kaki lurus ke
bawah.
b. Posisi Obyek : Bidang MSP tubuh diatur sedemikian rupa
sehingga berada pada garis tengah bucky
table.
c. Kaset dan IP : ukuran 30 X 40 cm diatur membujur dengan
batas atas kaset pada processus xypoideus
dan batas bawah kaset pada simpisis pubis.
22
d. Titik Bidik : Ditujukan pada MSP tubuh setinggi garis
yang menghubungkan antara crista illiaka
kanan dan kiri
e. Arah sinar : tegak lurus terhadap kaset.
f. Eksposi : Pada saat pasien ekspirasi dan tahan nafas.
Apabila pada pengambilan radiograf tujuan pengambilan radiograf
belum terpenuhi maka dibuat radiograf 60 menit, 90 menit, 120 menit. Dan
apabila diperlukan maka dibuat proyeksi oblik.
Catatan : Lamanya pemeriksaan bergantung pada fungsi dari organ-organ
traktus urinarius. Apabila ada sumbatan, turunnya media kontras
menjadi terhambat sehingga pemeriksaan IVP dapat memakan
waktu hingga 90 menit bahkan 120 menit.
Gambar 2.7 Posisi Pasien Proyeksi Antero-Posterior Abdomen Abdomen Post Injeksi 30 menit
(Ballinger, 2003).
2.6.2.4 Foto Post Miksi (Ballinger, 2003)
Apabila pada foto 30 menit kandung kemih sudah terisi penuh media
kontras, dan sesudah diberikan proyeksi tambahan tertentu, maka pasien
dipersilahkan buang air terlebih dahulu, dilanjutkan foto post miksi dengan
tujuan melihat kandung kemih sudah bersih dari urine(residu dalam vesica
urinaria) dan Melihat adanya kelainan pada traktus urinarius seperti ren
mobile dan pembesaran kelenjar prostat.
Teknik pemeriksaannya adalah sebagai berikut :
23
a. Posisi Pasien : Pasien tidur telentang diatas meja
pemeriksan dengan kedua tangan berada
disamping tubuh dan kedua kaki lurus ke
bawah.
b. Posisi Obyek : Bidang MSP tubuh diatur sedemikian rupa
sehingga berada pada garis tengah bucky
table.
c. Kaset dan IP : ukuran 30 X 40 cm diatur membujur dengan
batas atas kaset pada processus xypoideus
dan batas bawah kaset pada simpisis pubis.
d. Titik Bidik : Ditujukan pada MSP tubuh setinggi garis
yang menghubungkan antara crista illiaka
kanan dan kiri
e. Arah sinar : tegak lurus terhadap kaset.
f. Eksposi : Pada saat pasien ekspirasi dan tahan nafas.
Gambar 2.8 Posisi Pasien Proyeksi Antero-Posterior Abdomen Abdomen Post Miksi
(Ballinger, 2003)
24
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Paparan Kasus
3.1.1 Identitas Pasien
Adapun identias pasien yang menjalani pemeriksaan radiologi Intra
Vena Pyelography dengan diagnosa awal Hydronephrosis di Rumah Sakit
Umum Daerah Salatiga adalah sebagai berikut :
Nama : Tn. S
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : Salatiga
No. Rontgen : 0513/RI.01.108
Permintaan foto : BNO IVP
Dr. Pengirim : Dr. Widodo Raharjo Sp, PD
Keterangan klinis : Hidronephrosis
3.1.2 Riwayat Penyakit
Pasien Tn.S dirawat di Ruang Cempaka sejak tanggal 20 mei 2013.
Dengan keluhan rasa sakit dan nyeri pada abdomen atas. Kemudian pasien dirujuk
ke bagian radiologi untuk melakukan pemeriksaan BNO-IVP. Karena
memerlukan persiapan yang khusus maka pemeriksaan dilakukan dua hari
kemudian. Pada hari jumat tanggal 23 mei 2013 pasien datang ke Instalasi
Radiologi untuk melakukan pemeriksaan IVP dengan diagnosa Hidronefrosis.
Penderita datang dengan membawa surat permintaan pemeriksaan dari dokter.
3.2 Prosedur Pemeriksaan Intra Vena Pyelography (IVP) Pada Kasus Hidronephrosis
di Instalasi Radiologi RSUD Salatiga
3.2.1. Persiapan Alat dan Bahan
a) Alat dan bahan steril
1. spuit 50 cc
2. jarum suntik
3. kapas alkohol
4. iopamiro 50 ml
25
b) Alat dan bahan tidak steril
1. Pesawat sinar-x yang dilengkapi dengan bucky table
2. Imajing plate dan film ukuran 24 x 30 cm dan 30 x 40 cm yang
jumlahnya sesuai dengan kebutuhan.
3. Marker dan penanda waktu
4. Baju pasien
5. Plester
6. Timer
3.2.2. Persiapan Pasien.
Persiapan pasien sebelum pemeriksaan IVP di RSUD Salatiga adalah
sebagai berikut :
1. Dua hari sebelum pemeriksaan, pasien dianjurkan untuk makan –
makanan yang rendah serat seperti bubur kecap.
2. Pasien dianjurkan untuk mengurangi bicara.
3. Pada malam hari sebelum pemeriksaan, pasien dianjurkan untuk
meminum obat pencahar seperti dulcolax tablet.
4. Pada pagi harinya pasien di beri obat pencahar supositoria 1 butir
5. Pasien di anjurkan tidak merokok
6. Pada pukul 08.00, pasien datang ke instalasi radiologi untuk
melakukan pemeriksaan.
Persiapan ini di lakukan di ruang rawat inap cempaka sejak tanggal 20
mei 2013
3.2.3. Prosedur pemeriksaan.
3.2.3.1. Foto abdomen polos.
a. Tujuan Pemotretan :
1) Melihat persiapan pasien, menilai usus apakah bebas dari udara dan
feses.
2) Melihat kelainan-kelainan anatomi dari organ-organ saluran kemih.
3) Memeperbaiki posisi pasien apabila masih salah, dan menentukan
faktor eksposi selanjutnya.
b. Posisi Pasien : Pasien tidur telentang diatas meja
pemeriksan dengan kedua tangan berada
26
disamping tubuh dan kedua kaki lurus ke
bawah.
c. Posisi Obyek : Bidang MSP tubuh diatur sedemikian rupa
sehingga berada pada garis tengah bucky
table. Kaset IP ukuran 30 X 40 cm diatur
membujur dengan batas atas kaset pada
processus xypoideus dan batas bawah kaset
pada simpisis pubis.
d. Titik Bidik : Ditujukan pada MSP tubuh setinggi garis
yang menghubungkan antara crista illiaka
kanan dan kiri
e. Arah sinar : tegak lurus terhadap kaset.
f. Eksposi : Pada saat pasien ekspirasi dan tahan nafas
g. Faktor eksposi : kV : 70, mA : 280, s: 80
Gambar 3.1 Foto abdomen polos
h. Kriteria Radiograf:
1) Tampak udara pada colon
2) Tampak thorakal 11 dan batas bawah simpisis pubis
27
3.2.3.2. Penyuntikan media kontras.
Pada pemeriksaan IVP di RSUD Salatiga, penyuntikan media
kontras dilakukan secara dengan cara drip infus karena pasien
berasal dari rawat inap. Media kontras yang digunakan adalah
iopamiro 50 ml. Dosis yang diberikan tergantung dari berat badan
3.2.3.3. Foto AP 5 menit post penyuntikan media kontras.
a. Adapun tujuan dari pembuatan foto 5 menit ini adalah:
1) Untuk melihat fungsi ekskresi ginjal.
2) Untuk melihat pengisian media kontras pada daerah
pelvic kalises.
b. Posisi Pasien : Pasien tidur telentang diatas meja
pemeriksan dengan kedua tangan berada
disamping tubuh dan kedua kaki lurus ke
bawah.
c. Posisi Obyek : Bidang MSP tubuh diatur sedemikian rupa
sehingga berada pada garis tengah bucky
table. Kaset IP ukuran 24 X 30 cm diatur
melintang dengan batas atas kaset pada
processus xypoideus dan batas bawah kaset
pada umbilikus.
a. Titik Bidik : Ditujukan pada pertengahann Prosesus
Xypoideud dan umbilicus
b. Arah sinar : tegak lurus terhadap kaset.
c. Eksposi : Pada saat pasien ekspirasi dan tahan nafas
d. Faktor eksposi : kV : 70, mA : 280, s: 80
28
Gambar 3.2 Foto 5 menit post penyuntikan media kontras.
e. Kriteria Rariograf :
1) Tampak kontur ginjal
2) Tampak media kontras mengisi kedua ginjal dan ureter
3.2.3.4. Foto 15 menit post penyuntikan media kontras.
Tujuan dari pembuatan radiograf 15 menit adalah untuk melihat
pengisian media kontras pada ureter.
a. Posisi Pasien : Pasien tidur telentang diatas meja
pemeriksan dengan kedua tangan berada
disamping tubuh dan kedua kaki lurus ke
bawah.
b. Posisi Obyek : Bidang MSP tubuh diatur sedemikian rupa
sehingga berada pada garis tengah bucky
table. Kaset IP ukuran 30 X 40 cm diatur
membujur dengan batas atas kaset pada
processus xypoideus dan batas bawah kaset
pada simpisis pubis.
c. Titik Bidik : Ditujukan pada MSP tubuh setinggi garis
yang menghubungkan antara crista illiaka
kanan dan kiri
d. Arah sinar : tegak lurus terhadap kaset.
e. Eksposi : Pada saat pasien ekspirasi dan tahan nafas
f. Faktor eksposi : kV : 70, mA : 280, s: 80
29
Gambar 3.3 Foto 15 menit post penyuntikan media kontras
g. Kriteria gambar :
1) Tampak kontur ginjal
2) Tampak media kontras mengisi kedua ginjal, urter dan
vesica urinaria
3.2.3.5. Foto 30 menit post penyuntikan media kontras.
Adapun tujuan dari pembuatan radiograf 30 menit adalah untuk
melihat media kontras pada daerah ureter dan kandung kencing .
a. Posisi Pasien : Pasien erect pada bucky stand dengan kedua
tangan disamping tubuh
b. Posisi Obyek : Bidang MSP tubuh diatur sedemikian rupa
sehingga berada pada garis tengah bucky
stand. Kaset IP ukuran 30 X 40 cm diatur
membujur dengan batas atas kaset pada
processus xypoideus dan batas bawah kaset
pada simpisis pubis.
c. Titik Bidik : Ditujukan pada MSP tubuh setinggi garis
yang menghubungkan antara crista illiaka
kanan dan kiri
d. Arah sinar : Tegak lurus terhadap kaset.
30
e. Eksposi : Pada saat pasien ekspirasi dan tahan nafas.
f. Faktor eksposi : Kv : 70, mA : 320, s : 80
Gambar 3.4 Foto 30 menit post penyuntikan media kontras
g. Kriteria gambar :
1) Tampak kontur ginjal
2) Tampak media kontras pada ginjal dan ureter bagian
proksimal
3) Tampak media kontras yang mengisi vesica urinaria
3.2.3.6. Foto Post Miksi
Tujuan dari pembuatan foto post miksi adalah untuk menilai
kemampuan dan daya kontraksi dari kandung kemih setelah media
kontras dikeluarkan.
a. Posisi Pasien : Pasien tidur telentang diatas meja
pemeriksan dengan kedua tangan berada
disamping tubuh dan kedua kaki lurus ke
bawah.
b. Posisi Obyek : Bidang MSP tubuh diatur sedemikian rupa
sehingga berada pada garis tengah bucky
table. Kaset IP ukuran 30 X 40 cm diatur
membujur dengan batas atas kaset pada
31
processus xypoideus dan batas bawah kaset
pada simpisis pubis.
c. Titik Bidik : Ditujukan pada MSP tubuh setinggi garis
yang menghubungkan antara crista illiaka
kanan dan kiri
d. Arah sinar : tegak lurus terhadap kaset.
e. Eksposi : Pada saat pasien ekspirasi dan tahan nafas.
f. Faktor eksposi : kV : 70, mA : 320, s : 80
Gambar 3.9 Foto Post Miksi
g. Kriteria Radiograf :
1) Tampak Vesica Urinaria dengan sedikit sisa media
kontras
2) Masih tersimpan sedikit media kontras di kontur ginjal
3) Densitas bagus sesuai dengan factor eksposi
3.3 Hasil Pembacaan Radiograf.
Adapun hasil pembacaan radiograf oleh dokter radiologi adalah sebagai
berikut :
Pemeriksaan X FOTO BNO/IVP
1. Struktur tulang Scoliosis Collumna VL dan gambaran Coxitis Dx/Sn DBN
32
2. Articulatio Sacroilliaca Dx/Sn tak tampak Sklerotik
3. Tampak Batu opaque tunggal didaerah Para Corpus VI.2 Dx dan V 1-2 Sn
4. Fungsi sekresi Ren Dx Sn baiks
5. Passage kontras lancar
6. PCS dan Ureter 1/3 Proksimal Ren Sn melebar, sampai dengan setinggi peri
Coxitis batu tersebut dan masih tampak gambaran kontras yang mengisi
ureter sebelah distalnya s/d VU
7. Tak tampak kinkin dan penyempitan Ureter Dx/Sn
8. Tak tampak divertikel VU
9. Tak tampak gambaran Indentasi pada dasar VU
10. Fungsi pengosongan VU baik, sisa Urine + sedikit
KESAN :
1. Scoliosis Collumna VL
2. Gambaran Dx/Sn
3. Hydronephrosis dan Hydroureter Sn et causa
4. Bendungan partia dari Ureterolithiasis Sn1/3 Proksimal
5. Nephrolithiasis Dx
6. Fungsi Ginjal Dx/Sn Baik
7. Fungsi Vesica Urinaria Baik
33
3.4 Pembahasan.
3.4.1 Teknik Pemeriksaan Intra Vena Pyelography
Pemeriksaan Intra Vena Pyelografi adalah suatu pemeriksaan pada traktus
urinarius yang dapat memperlihatkan anatomi dan fungsi dari traktus urinarius, yang
di dahului dengan persiapan pasien dan persiapan peralatan Teknik Pemeriksaan.
Pemeriksaan Intra Vena Pyelografi pada Billinger 2003 menggunakan proyeksi AP
sebelum pemasukan media kontras, menit ke 5 setelah memasukan media kontas,
menit ke 15, 30 menit dan PM, sedangkan kasus Hidronephrosis di Instalasi radiologi
RSUD Salatiga dilakukan dengan posisi supine dengan proyeksi Antero posterior
pada foto polos. Foto 5 menit setelah media kontras dimasukan, foto 15 menit ,30
menit erect, 60 menit, 90 menit , 120 menit dan yang terakhir setelah pasien buang air
kecil dilakukan.
3.4.2 Pada Proyeksi 30 Menit Post Injeksi di buat AP berdiri
Pemeriksaan yang dilakukan di RSUD Kota Salatiga ini, pada pemeriksaan
Intra Vena Pyelography pada menit ke 5, 15 menit dan PM sama , tapi pada menit ke
30 berbeda dengan Billlinger 2003. Dimana pada Billlinger 2003 ini proyeksi yang
digunakan adalah AP Supine dengan tujuan untuk melihat media kontras terisi pada
vesica urinaria sedangkan di Instalasi Radiologi RSUD Kota Salatiga menggunakan
Proyeksi Antero Posterior berdiri karena memiliki alasan sendiri. Alasannya kasus
hidronefrosis juga bisa di sebabkan adanya ren mobile yang mengakibatkan
penyempitan ureter dikarenakan pergerakan ginjal. Ren mobile terjadi jika
pergerakan lebih dari satu setengah corpus vertebrae . Untuk melihat ren mobile ini
lebih tepat digunakan proyeksi berdiri sedangkan untuk proyeksi supine tidak bisa
menilai adanya ren mobile.
34
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan.
4.1.1 Pemeriksaan Intra Vena Pyelografy di lakukan pemotretan polos,Foto
5 menit,15 menit,30 menit stelah media kontras di masukan dan Post
Miksi.
4.1.2 Foto 30 menit setelah media kontras masuk dilakukan dengan proyeksi
berdiri.
4.2 Saran
4.2.1 Sebaiknya pada saat eksposi, pangantar diberikan perlindungan dari
radiasi dengan memberikan apron, atau diberi penjelasan untuk
berlindung di balik tabir pelindung.
4.2.2 Proteksi radiasi bagi pasien harus ditingkatkan dengan tidak terjadi
pengulangan foto

More Related Content

What's hot

Prosessing otomatis radiografi
Prosessing otomatis radiografiProsessing otomatis radiografi
Prosessing otomatis radiografi
Amalia Annisa
 

What's hot (20)

ivp
ivpivp
ivp
 
Wsd
WsdWsd
Wsd
 
Teknik Pemeriksaan Radiografi Colon In Loop (CIL)
Teknik Pemeriksaan Radiografi Colon In Loop (CIL)Teknik Pemeriksaan Radiografi Colon In Loop (CIL)
Teknik Pemeriksaan Radiografi Colon In Loop (CIL)
 
Ct scan
Ct scanCt scan
Ct scan
 
ppt Aplikasi pengolahan citra digital pada modalitas digital radiography (DR)
ppt Aplikasi pengolahan citra digital pada modalitas digital radiography (DR)ppt Aplikasi pengolahan citra digital pada modalitas digital radiography (DR)
ppt Aplikasi pengolahan citra digital pada modalitas digital radiography (DR)
 
Bahan kontras radiografi
Bahan kontras radiografiBahan kontras radiografi
Bahan kontras radiografi
 
Ppt ct scan thorax pada kasus asma
Ppt ct scan thorax pada kasus asmaPpt ct scan thorax pada kasus asma
Ppt ct scan thorax pada kasus asma
 
Prosessing otomatis radiografi
Prosessing otomatis radiografiProsessing otomatis radiografi
Prosessing otomatis radiografi
 
Teknik Radiografi 3 Pediatric
Teknik Radiografi 3 PediatricTeknik Radiografi 3 Pediatric
Teknik Radiografi 3 Pediatric
 
Teknik Radiografi 3 Pemeriksaan Benda Asing (corpus alienum)
Teknik Radiografi 3 Pemeriksaan Benda Asing (corpus alienum)Teknik Radiografi 3 Pemeriksaan Benda Asing (corpus alienum)
Teknik Radiografi 3 Pemeriksaan Benda Asing (corpus alienum)
 
Ppt quality control akurasi dan repro kv
Ppt quality control akurasi dan repro kvPpt quality control akurasi dan repro kv
Ppt quality control akurasi dan repro kv
 
Teknik Pemeriksaan Radiografi Faring laring trakhea
Teknik Pemeriksaan Radiografi Faring laring trakheaTeknik Pemeriksaan Radiografi Faring laring trakhea
Teknik Pemeriksaan Radiografi Faring laring trakhea
 
Interpretasi Rontgen Dada atau Foto Thoraks
Interpretasi Rontgen Dada atau Foto ThoraksInterpretasi Rontgen Dada atau Foto Thoraks
Interpretasi Rontgen Dada atau Foto Thoraks
 
MRI
MRIMRI
MRI
 
Document1 tugas tr cruris
Document1 tugas tr crurisDocument1 tugas tr cruris
Document1 tugas tr cruris
 
ppt teknik scanning Renogram
ppt teknik scanning Renogramppt teknik scanning Renogram
ppt teknik scanning Renogram
 
ppt kritisi dan evaluasi radiograf Lopografi
ppt kritisi dan evaluasi radiograf Lopografippt kritisi dan evaluasi radiograf Lopografi
ppt kritisi dan evaluasi radiograf Lopografi
 
ppt kritisi dan evaluasi radiograf Oesofagus Maag Duodenum
ppt kritisi dan evaluasi radiograf Oesofagus Maag Duodenumppt kritisi dan evaluasi radiograf Oesofagus Maag Duodenum
ppt kritisi dan evaluasi radiograf Oesofagus Maag Duodenum
 
Laporan kasus kolitis
Laporan kasus kolitisLaporan kasus kolitis
Laporan kasus kolitis
 
Mandala of health paul
Mandala of health   paulMandala of health   paul
Mandala of health paul
 

Viewers also liked

Building administrator performance appraisal
Building administrator performance appraisalBuilding administrator performance appraisal
Building administrator performance appraisal
PaulScholes012
 
Present perfect already - just
Present perfect   already - justPresent perfect   already - just
Present perfect already - just
macqbursa
 
Indirect Electrosynthesis of 1-aminoanthraquinone
Indirect Electrosynthesis of 1-aminoanthraquinoneIndirect Electrosynthesis of 1-aminoanthraquinone
Indirect Electrosynthesis of 1-aminoanthraquinone
Stephen Harrison
 
Simulation and detection of transients on a 150kV HV Cable-paper
Simulation and detection of transients on a 150kV HV Cable-paperSimulation and detection of transients on a 150kV HV Cable-paper
Simulation and detection of transients on a 150kV HV Cable-paper
Thomas Mathew
 

Viewers also liked (20)

2015PRO-ART
2015PRO-ART2015PRO-ART
2015PRO-ART
 
LVTN-Ng.H.Hanh.Rev 26.01
LVTN-Ng.H.Hanh.Rev 26.01LVTN-Ng.H.Hanh.Rev 26.01
LVTN-Ng.H.Hanh.Rev 26.01
 
CV-AMENDED
CV-AMENDEDCV-AMENDED
CV-AMENDED
 
Building administrator performance appraisal
Building administrator performance appraisalBuilding administrator performance appraisal
Building administrator performance appraisal
 
Present perfect already - just
Present perfect   already - justPresent perfect   already - just
Present perfect already - just
 
Salon stylist performance appraisal
Salon stylist performance appraisalSalon stylist performance appraisal
Salon stylist performance appraisal
 
Aenlle Resume 2016
Aenlle Resume 2016Aenlle Resume 2016
Aenlle Resume 2016
 
Penyakit HIV/AIDS
Penyakit HIV/AIDSPenyakit HIV/AIDS
Penyakit HIV/AIDS
 
Black Friday article
Black Friday articleBlack Friday article
Black Friday article
 
Forms of poetry updated
Forms of poetry updatedForms of poetry updated
Forms of poetry updated
 
Soumitra Analytics CV
Soumitra Analytics CVSoumitra Analytics CV
Soumitra Analytics CV
 
Indirect Electrosynthesis of 1-aminoanthraquinone
Indirect Electrosynthesis of 1-aminoanthraquinoneIndirect Electrosynthesis of 1-aminoanthraquinone
Indirect Electrosynthesis of 1-aminoanthraquinone
 
I contenuti in rete ed il peer to peer
I contenuti in rete ed il peer to peerI contenuti in rete ed il peer to peer
I contenuti in rete ed il peer to peer
 
Informe final 2016 pdf
Informe  final  2016 pdfInforme  final  2016 pdf
Informe final 2016 pdf
 
Il recupero delle informazioni cancellate e nascoste
Il recupero delle informazioni cancellate e nascosteIl recupero delle informazioni cancellate e nascoste
Il recupero delle informazioni cancellate e nascoste
 
Past tense
Past tensePast tense
Past tense
 
Slideshare fisiologia instintos sexo y sexualidad
Slideshare fisiologia instintos sexo y sexualidadSlideshare fisiologia instintos sexo y sexualidad
Slideshare fisiologia instintos sexo y sexualidad
 
El reporte o informe
El reporte o informeEl reporte o informe
El reporte o informe
 
El ensayo
El ensayoEl ensayo
El ensayo
 
Simulation and detection of transients on a 150kV HV Cable-paper
Simulation and detection of transients on a 150kV HV Cable-paperSimulation and detection of transients on a 150kV HV Cable-paper
Simulation and detection of transients on a 150kV HV Cable-paper
 

Similar to Ivp fera

Pemeriksaan radiologi dan laboratorium untuk fisioterapi
Pemeriksaan radiologi dan laboratorium untuk fisioterapiPemeriksaan radiologi dan laboratorium untuk fisioterapi
Pemeriksaan radiologi dan laboratorium untuk fisioterapi
Ishak Majid
 
Program kerja radiologi 2014
Program kerja radiologi 2014Program kerja radiologi 2014
Program kerja radiologi 2014
Lukas Aji
 
Gejala ispa pada pekerja pengecatan teralis di wilayah banjarbaru selatan
Gejala ispa pada pekerja pengecatan teralis di wilayah banjarbaru selatanGejala ispa pada pekerja pengecatan teralis di wilayah banjarbaru selatan
Gejala ispa pada pekerja pengecatan teralis di wilayah banjarbaru selatan
Muhammad Rizkyanto
 

Similar to Ivp fera (20)

LAPORAN KASUS PKL 1 TIARA PUTRI H.pdf
LAPORAN KASUS PKL 1 TIARA PUTRI H.pdfLAPORAN KASUS PKL 1 TIARA PUTRI H.pdf
LAPORAN KASUS PKL 1 TIARA PUTRI H.pdf
 
Laporan tutorial Radiografi Kedokteran Gigi
Laporan tutorial Radiografi Kedokteran GigiLaporan tutorial Radiografi Kedokteran Gigi
Laporan tutorial Radiografi Kedokteran Gigi
 
Pemeriksaan radiologi dan laboratorium untuk fisioterapi
Pemeriksaan radiologi dan laboratorium untuk fisioterapiPemeriksaan radiologi dan laboratorium untuk fisioterapi
Pemeriksaan radiologi dan laboratorium untuk fisioterapi
 
Makalah lopografi kritisi
Makalah lopografi kritisiMakalah lopografi kritisi
Makalah lopografi kritisi
 
Praktikum Modul 4 Fisika dan Biologi
Praktikum Modul 4 Fisika dan BiologiPraktikum Modul 4 Fisika dan Biologi
Praktikum Modul 4 Fisika dan Biologi
 
Kelompok vi b fister
Kelompok vi b fisterKelompok vi b fister
Kelompok vi b fister
 
Pengantar epidemiologi
Pengantar epidemiologiPengantar epidemiologi
Pengantar epidemiologi
 
Epidemiologi skrining dbd puskesmas banjarbaru utara
Epidemiologi skrining dbd puskesmas banjarbaru utaraEpidemiologi skrining dbd puskesmas banjarbaru utara
Epidemiologi skrining dbd puskesmas banjarbaru utara
 
Program kerja radiologi 2014
Program kerja radiologi 2014Program kerja radiologi 2014
Program kerja radiologi 2014
 
STUDI KASUS TENTANG PENYAKIT TYPOID DI RSUD BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN
STUDI KASUS TENTANG PENYAKIT TYPOID DI RSUD BANJARBARU KALIMANTAN SELATANSTUDI KASUS TENTANG PENYAKIT TYPOID DI RSUD BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN
STUDI KASUS TENTANG PENYAKIT TYPOID DI RSUD BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN
 
Praktek patologi
Praktek patologiPraktek patologi
Praktek patologi
 
Modul 4 patologi praktek
Modul 4 patologi praktekModul 4 patologi praktek
Modul 4 patologi praktek
 
Surveilans Epidemiologi Penyakit Diare Di Wilayah Puskesmas Pasayangan Martapura
Surveilans Epidemiologi Penyakit Diare Di Wilayah Puskesmas Pasayangan MartapuraSurveilans Epidemiologi Penyakit Diare Di Wilayah Puskesmas Pasayangan Martapura
Surveilans Epidemiologi Penyakit Diare Di Wilayah Puskesmas Pasayangan Martapura
 
Analisa mikrobiologi pada makanan
Analisa mikrobiologi pada makananAnalisa mikrobiologi pada makanan
Analisa mikrobiologi pada makanan
 
Analisa Distribusi Medan Magnet pada Sensor Dasar Magnetic Inductance Tomogr...
Analisa Distribusi Medan Magnet pada Sensor Dasar Magnetic  Inductance Tomogr...Analisa Distribusi Medan Magnet pada Sensor Dasar Magnetic  Inductance Tomogr...
Analisa Distribusi Medan Magnet pada Sensor Dasar Magnetic Inductance Tomogr...
 
EPIDEMIOLOGI KASUS ISPA DI DAERAH GUNTUNG PAYUNG AKIBAT MUSIM KEMARAU
EPIDEMIOLOGI KASUS ISPA DI DAERAH GUNTUNG PAYUNG AKIBAT MUSIM KEMARAUEPIDEMIOLOGI KASUS ISPA DI DAERAH GUNTUNG PAYUNG AKIBAT MUSIM KEMARAU
EPIDEMIOLOGI KASUS ISPA DI DAERAH GUNTUNG PAYUNG AKIBAT MUSIM KEMARAU
 
Gejala ispa pada pekerja pengecatan teralis di wilayah banjarbaru selatan
Gejala ispa pada pekerja pengecatan teralis di wilayah banjarbaru selatanGejala ispa pada pekerja pengecatan teralis di wilayah banjarbaru selatan
Gejala ispa pada pekerja pengecatan teralis di wilayah banjarbaru selatan
 
Skripsi kelompok 3 epidemiologi
Skripsi kelompok 3 epidemiologiSkripsi kelompok 3 epidemiologi
Skripsi kelompok 3 epidemiologi
 
Ringkasan disertasi biologi a.n. Abdul Basith
Ringkasan disertasi biologi a.n. Abdul BasithRingkasan disertasi biologi a.n. Abdul Basith
Ringkasan disertasi biologi a.n. Abdul Basith
 
SISTEM PAKAR DIAGNOSA AWAL PENYAKIT JANTUNG MENGGUNAKAN METODE TSUKAMOTO DAN ...
SISTEM PAKAR DIAGNOSA AWAL PENYAKIT JANTUNG MENGGUNAKAN METODE TSUKAMOTO DAN ...SISTEM PAKAR DIAGNOSA AWAL PENYAKIT JANTUNG MENGGUNAKAN METODE TSUKAMOTO DAN ...
SISTEM PAKAR DIAGNOSA AWAL PENYAKIT JANTUNG MENGGUNAKAN METODE TSUKAMOTO DAN ...
 

Ivp fera

  • 1. 1 TEKNIK PEMERIKSAAN INTRA VENA PYELOGRAFI PADA KASUS HIDRONEPHROSIS DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SALATIGA Laporan Kasus Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Praktek Kerja Lapangan (PKL) II di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga Disusun oleh : FERA APRILIA NIM : 11.01.036 PROGRAM STUDI DIII TEKNIK RONTGEN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA HUSADA SEMARANG 2012/2013
  • 2. 2 HALAMAN PENGESAHAN Telah diperiksa dan disahkan untuk memenuhi Mata Kuliah Praktek Kerja Lapangan (PKL) II pada Program Studi Diploma III Teknik Roentgen STIKES Widya Husada Semarang. Nama : Fera Aprilia NIM : 1101036 Judul Laporan Kasus : TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI INTRA VENA PYELOGRAPHY DENGAN KASUS HIDRONEPHROSIS INSTALASI RADIOLOGI RSUD KOTA SALATIGA Mengetahui Pembimbing Sri Widodo, S.ST NIP.19690623 199403 2 001
  • 3. 3 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul ” TEKNIK PEMERIKSAAN INTRA VENA PYELOGRAFI PADA KASUS HIDRONEPHROSIS DI INSTALASI RADIOLOGI KOTA SALATIGA”. Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas akhir Praktek Kerja Lapangan II Semester IV, yang dilaksanakan di Instalasi Radilogi RSUD Kota Salatiga pada tanggal 20mei sampai 29 juni 2013. Dalam menyusun laporan kasus ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak dr. H. Sulaeman, Sp. A, MM,Mkes(MMR) selaku ketua STIKES Widya Husada. 2. Bapak Nur Utama, SST selaku ketua Prodi DIII Teknik Rontgen STIKES widya Husada. 3. Direktur RSUD Kota Salatiga. 4. Bapak dr. Achmad Kardinto, Sp. Rad. selaku Dokter Radiolog diInstalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga. 5. Ibu Yuni Arifah, S.ST selaku kepala ruang Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga. 6. Bapak Sri Widodo,S.ST selaku pembimbing praktek PKL II di Instalasi Radiologi RSUD Kota Salatiga. 7. Semua Radiografer dan staf karyawan di Instalasi Radiologi RSUD Kota Salatiga (Pak Catur,Pak Kharis,Pak Faik,Bu Endah,Bu Retno,Bu Asri,Mba Ayu,Pak Mugi,Bu Nandi) 8. Kedua Orang Tua yang tidak henti-hentinya memberi doa dan dukungan baik itu dari segi finansial, semangat dan motivasi.
  • 4. 4 9. Teman-teman angkatan Prodi DIII Teknik Rontgen Stikes Widya Husada Semarang. 10. Teman-teman mahasiswa/mahasiswi seperjuangan PKL di RSUD Kota Salatiga. Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan Rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan studi kasus ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kasus ini, untuk itu penulis akan senantiasa menerima kritik dan saran yang besifat membangun. Akhir kata semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Salatiga, 24 juni 2013 Penulis
  • 5. 5 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN .......................................................... ii KATA PENGANTAR ...................................................................... iii DAFTAR ISI ..................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ........................................................................ vii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ................................................ 2 1.3. Tujuan Penulisan .................................................. 2 1.4. Manfaat Penulisan ................................................ 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Tractus Urinarius. ............ 4 2.1.1. Ginjal.......................................................... 4 2.1.2. Ureter ........................................................ 6 2.1.3. Kandung kemih ........................................ 6 2.1.4. Uretra ........................................................ 7 2.2. Patologi Tractus Urinaria .................................... 7 2.2.1. Hidronehprosis ....................................... 7 2.3. Indikasi dan kontra Indikasi Pemeriksaan ............ 8 2.3.1. Indikasi pemerisaan .................................. 8 2.3.2 Kontra Indikasi........................................... 9 2.4. Prosedur Pemeriksaan ........................................... 9 2.4.1. Tujuan Pemeriksaan ................................ 9 2.4.2. Media kontras ........................................... 10 2.5. Persiapan Pemeriksaan ......................................... 11 2.5.1 Persiapan Alat dan Bahan ........................ 11 2.5.2 Persiapan penderita ................................. 12 2.6. Teknik Pemeriksaan Intra Vena Pyelografy ........ 12
  • 6. 6 2.6.1. Proyeksi sebelum pemasukan MK .......... 12 2.6.1.1. Foto Polos Abdomen ................ 13 2.6.1.2. Penyuntikan Media Kontras ...... 14 2.6.2. Foto Post Penyuntikan Media Kontras ...... 14 2.6.2.1. Foto AP 5 menit ......................... 14 2.6.2.2. Foto AP 15 menit ...................... 15 2.6.2.3. Foto AP 30 menit ...................... 16 2.6.2.4. Foto Post Miksi ......................... 17 2.6.3. Proteksi Radiasi ......................................... 18 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Paparan Kasus ...................................................... 20 3.1.1. Identitas pasien .......................................... 20 3.1.2. Riwayat pasien ........................................... 20 3.2. Prosedur Pemeriksaan Intra Vena Pyelograpy ......... 20 3.2.1. Persiapan Alat dan Bahan .......................... 20 3.2.2. Persiapan Pasien ........................................ 21 3.2.3. Prosedur Pemeriksaan ............................... 21 3.2.3.1. Foto Abdomen Polos .................. 21 3.2.3.2. Penyuntikan Media Kontras ....... 23 3.2.3.3. Foto AP 5 menit............................ 23 3.2.3.4. Foto AP 15 menit ........................ 24 3.2.3.5. Foto AP 30 menit ........................ 25 3.3. Hasil Pembacaan Radiograf ................................ 27 3.4. Pembahasan ......................................................... 27 3.4.1. Teknik Pemeriksaan IVP ............................ 28 3.4.2. Proyeksi AP 30 menit berdiri ..................... 29 BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan ......................................................... 30 DAFTAR PUSTAKA
  • 7. 7 DAFTAR GAMBAR BAB II Gambar 1.1 Anatomi Traktus Urinarius.............................................. 4 Gambar 2.2 Anatomi Ginjal .............................................................. 5 Gambar 2.3 Anatomi Vesica Urinaria................................................. 7 Gambar 2.4 Posisi pasien Proyeksi AP Polos Abdomen ……........... 13 Gambar 2.4 Radiograf AP Polos Abdomen ...................................... 13 Gambar 2.5 Radiograf Foto 5 menit Post Media Kontras ................ 15 Gambar 2.6 Posisi Pasien 15 Menit Post Media Kontras ................. 16 Gambar 2.6 Radiograf Foto 15 Menit Post Media Kontras ............... 16 Gambar 2.7 Posisi Pasien 30 Menit Post Media Kontras................... 17 Gambar 2.8 Posisi pasien Proyeksi AP Abdomen Post Miksi ........ 18 BAB III Gambar 3.1 Hasil Radiograf Proyeksi AP Abdomen Polos ............. 22 Gambar 3.2 Hasil Radiograf AP 5 Menit Post Media Kontras ......... 24 Gambar 3.3 Hasil Radiograf AP 15 Menit Post Media Kontras ....... 25 Gambar 3.4 Hasil Radiograf AP Berdiri 30 Menit Post MK ............ 26 Gambar 3.5 Hasil Radiograf AP Post Miksi ..................................... 27
  • 8. 8 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan penunjang yang bertujuan menegakkan diagnosa sehingga dapat membantu dokter untuk melakukan tindakan medis lebih lanjut terhadappaien. Pemeriksaan radiologi konvensional dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu pemeriksaan tanpa menggunakn media kontras dan pemeriksaan menggunakan media kontras . Media kontras adalah suatu bahan yang sangat radioopaque atau radiolusen apabila berinteraksi dengan sinar-X, sehingga dapat membedakan antara organ dan jaringan sekitarnya. Menurut jenisnya, media kontras dibagi bagi atas dua jenis yaitu media kontras positif dan negatif. Salah satu pemeriksaan radiologi yang menggunakan media kontras positif adalah pemeriksaan BNO IVP ( Intra Vena Pyelografi ). Pemeriksaan Intra Vena Pyelografi adalah pemeriksaan secara radiologi dari saluran perkemihan dengan memasukan media kontras positif secara intravena dengan tujuan untuk melihat anatomi, fungsi, dan kelainan lain pada traktus urinarius. Pemeriksaan Intra Vena Pyelografi dapat digunakan pada kasus kolik ginjal, hidronefrosis, tumor, batu ginjal, dan ren mobile. Hidronephrosis adalah pembengkakan ginjal akibat tekanan balik terhadap ginjal karena aliran air kemih tersumbat. Hidronefrosis juga bisa terjadi akibat ada penyumbatan di bawah sambungan ureteropelvik atau karena arus balik air kemih dari kandungan kemih. Untuk mendiagnosa hidronefrosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan USG atau pemeriksaan radiologi dengan menggunakan media kontras. Pemriksaan yang biasanya dilakukan adalah intravena pielografi atau pemeriksaan IVP. Pemeriksaan Intra Vena Pyelografi menggunakan berbagai proyeksi antara lain foto polos abdomen AP ( Antero Posterior ), foto AP( Antero Posterior ) fase 5 menit dengan tujuan untuk melihat media kontras terisi pada pelvicalycal system, AP ( Antero Posterior ) fase 15 menit untuk melihat media kontras terisi pada ureter, foto AP ( Antero Posterior ) fase 30 menit pada vesica urinaria dan PM ( Post Miksi ) dibuat AP( Antero Posterior ) setelah buang air kecil untuk melihat fungsi dari saluran perkencingan.
  • 9. 9 Untuk Pemeriksaan Intra Vena Pyelografi di Instalasi Radiologi RSUD Kota Salatiga dengan kasus Hydronephrosis menggunakan proyeksi AP ( Anterio Posterior ) erect fase 30 menit. Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertrik untuk mengkaji lebih jauh tentang pemeriksaan Intra Vena Pyelografi dengan suspek Hydronephrosis dengan judul : “ TEKNIK PEMERIKSAAN INTRA VENA PYELOGRAFI PADA KASUS HIDRONEPHROSIS DI INSTALASI RADIOLOGI KOTA SALATIGA” 1.2 Rumusan Masalah. Dengan berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : a. Bagaimanakah Teknik Pemeriksaan Intra Vena Pyelografi pada kasus Hidronephrosis di Instalasi Radiologi RSUD Salatiga ? b. Mengapa pemeriksaan Intra Vena Pyelografi pada kasus Hidronephrosis di Instalasi Radiologi RSUD Salatiga menggunakan fase pemotretan 30 menit AP dibuat beridiri ? 1.3 Tujuan Penulisan. Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah sebagai berikut : c. Untuk mengetahui teknik pemeriksaan Intra Vena Pyelografi pada kasus Hidronephrosis di Instalasi Radiologi RSUD Kota Salatiga. d. Untuk mengetahui alasan teknik pemeriksaan Intra Vena Pyelografi pada kasus hidronephrosis di Instalasi Radiologi RSUD Kota Salatiga menggunakan fase pemotretan 30 menit AP erect Post Media Kontras. a. Manfaat Penulisan. Manfaat yang diperoleh penulis dari penulisan tugas laporan kasus dengan judul ” Teknik Pemeriksaan Intra Vena Pyelografi pada kasus Hidronefrosis di RSUD Salatiga” adalah : b. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang teknik pemeriksaan Intra Vena Pyelografi pada kasus Hidronefrosis. c. Sebagai khasanah pustaka tentang teknik pemeriksaan Intravena Pyelografi khususnya pada kasus Hidronefrosis bagi mahasiswa Jurusan DIII Teknik Rontgen Stikes Widya Husada Semarang.
  • 10. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Tractus Urinarius. Yang dimaksud dengan system urinaria adalah suatu system tentang pembentukan urine mulai dari ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. (Pearce, 1999). a. Aspek anterior B. Aspek lateral Gambar 2.1 Anatomi Traktus Urinarius dari aspek a. anterior dan b. lateral Keterangan: 1. Ginjal kanan 6. Vena cava inferior 2. Ginjal kiri 7. Aorta 3. Ureter 8. Rectum 4. Vesica urinaria 9. Prostat 5. Suprarenal gland 10. Anal 2.1.1 Ginjal (Syaifuddin, 1997) Ginjal biasa juga disebut dengan ren, kidney, terletak di belakang rongga peritoneum dan berhubungan dengan dinding belakang dari rongga abdomen, dibungkus lapisan lemak yang tebal. Ginjal terdiri dari dua buah yaitu bagian kanan dan bagian kiri. Ginjal kanan lebih rendah dan lebih tebal dari ginjal kiri, hal ini karena adanya tekanan dari hati. Letak ginjal kanan setinggi lumbal I sedangkan letak dari ginjal kiri setinggi thorakal XI dan XII. Bentuknya seperti biji kacang tanah dan margo lateralnya berbentuk konveks dan margo medialnya 4 2 76 5 1 3 3 2 4 8 10 9
  • 11. 11 berbentuk konkav. Panjangnya sekitar 4,5 inchi (11,25 cm), lebarnya 3 inchi (7,5cm), dan tebalnya 1,25 inchi (3,75cm). Bagian luar dari ginjal disebut dengan substansia kortikal sedang bagian dalamnya disebut substansia medularis dan dibungkus oleh lapisan yang tipis dari jaringan fibrosa. Nefron merupakan bagian terkecil dari ginjal yang terdiri dari glomerulus, tubulus proksimal, lengkung hendle, tubulus distal, dan tubulus urinarius (papilla vateri). Pada setiap ginjal diperkirakan ada 1.000.000 nefron, selama 24 jam dapat menyaring darah 170 liter, arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal. Lubang-lubang yang terdapat pada pyramid renal masing-masing membentuk simpul dan kapiler suatu badan malphigi yang disebut glomerulus. Pembuluh afferent bercabang membentuk kapiler menjadi vena renalis yang membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior. Fungsi ginjal antara lain : a. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksik atau racun b. Mempertahankan suasana keseimbangan cairan c. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh d. Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh e. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari protein ureum, kreatinin, dan amonia Keterangan Gambar : 1. Papilla Renal 2. Substansi Kortikal 3. Sinus Renal 4. Substansi Medulary 5. Pyramid 6. Kalik Minor 7. Kalik Mayor 8. Pelvik Renal Gambar 2.2 Anatomi Ginjal 2.1.2 Ureter Ureter adalah lanjutan dari renal pelvis yang panjangnya antara 10 sampai 12 inchi (25-30 cm), dan diameternya sekitar 1 mm sampai 1 cm. Ureter terdiri atas dinding luar yang fibrus, lapisan tengah yang berotot, dan lapisan mukosa 2 6 7 5 8 1 3 4
  • 12. 12 sebelah dalam. Ureter mulai sebagai pelebaran hilum ginjal, dan letaknya menurun dari ginjal sepanjang bagian belakang dari rongga peritoneum dan di depan dari muskulus psoas dan prosesus transversus dari vertebra lumbal dan berjalan menuju ke dalam pelvis dan dengan arah oblik bermuara ke kandung kemih melalui bagian posterior lateral. Pada ureter terdapat 3 daerah penyempitan anatomis, yaitu : a. Uretropelvico junction, yaitu ureter bagian proksimal mulai dari renal pelvis sampai bagian ureter yang mengecil b. Pelvic brim, yaitu persilangan antara ureter dengan pembuluh darah arteri iliaka c. Vesikouretro junction, yaitu ujung ureter yang masuk ke dalam vesika urinaria (kandung kemih). (Syaifuddin, 1997). 2.1.3 Kandung Kemih Kandung kemih merupakan muskulus membrane yang berbentuk kantong yang merupakan tempat penampungan urine yang dihasilkan oleh ginjal, organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi). Letaknya di dalam panggul besar, sekitar bagian postero superior dari simfisis pubis. Bagian kandung kemih terdiri dari fundus (berhubungan dengan rectal ampula pada laki-laki, serta uterus bagian atas dari kanalis vagina pada wanita), korpus, dan korteks. Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan peritoneum (lapisan sebelah luar), tunika muskularis (lapisan otot), tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam). Kandung kemih bervariasi dalam bentuk, ukuran, dan posisinya, tergantung dari volume urine yang ada di dalamnya. Secara umum volume dari vesika urinaria adalah 350-500 ml. Kandung kemih berfungsi sebagai tempat penampungan sementara (reservoa) urine, mempunyai selaput mukosa berbentuk lipatan disebut rugae (kerutan) dan dinding otot elastis sehingga kandung kencing dapat membesar dan menampung jumlah urine yang banyak. (Pearce, 1999).
  • 13. 13 Keterangan Gambar : 1. Ureter 2. UV Junction 3. Trigone 4. Uretra 5. Prostate Gambar 2.3 Anatomi Vesika Urinaria 2.1.4 Uretra Uretra adalah saluran sempit yang terdiri dari mukosa membrane dengan muskulus yang berbentuk spinkter pada bagian bawah dari kandung kemih. Letaknya agak ke atas orivisium internal dari uretra pada kandung kemih, dan terbentang sepanjang 1,5 inchi (3,75 cm) pada wanita dan 7-8 inchi (18,75 cm) pada pria. Uretra pria dibagi atas pars prostatika, pars membrane, dan pars kavernosa. (Pearce, 1999). Uretra berfungsi untuk transport urine dari kandung kencing ke meatus eksterna, uretra merupakan sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung kencing ke lubang air. 2.2 Patologi Tractus Urinarius Dalam pemeriksaan Intra Vena Pyelography ada beberapa patologinya sebagai berikut : 2.2.1 Hidronephrosis Hidronephrosis adalah pembengkakan ginjal akibat tekanan balik terhadap ginjal karena aliran air kemih tersumbat. Hidronefrosis juga bisa terjadi akibat ada penyumbatan di bawah sambungan ureteropelvik atau karena arus balik air kemih dari kandungan kemih 2.3 Indikasi dan Kontra Indikasi Pemeriksaan Indikasi dan Kontra indikasi pada Pemeriksaan Intra Vena Pyelografy antara lain : 2.3.1 Indikasi Pemeriksaan (Bontrager, 2001) 1 2 3 4 5
  • 14. 14 a. Benigna Prostatica Hyperplasi (pembesaran prostat jinak), adalah suatu tumor prostate yang disebabkan oleh adanya penyempitan atau obstruksi uretra. b. Bladder calculi/vesico lithiasis/batu kandung kemih c. Polinephritis, adalah peradangan pada ginjal dan renal pelvis yang disebabkan oleh pyogenic bakteri (pembentukan nanah) d. Ren calculi (batu pada ginjal), adalah kalkulus yang terdapat pada ginjal atau pada parenchim ginjal. e. Hidronefrosis, adalah distensi dari renal pelvis dan system kalises dari ginjal yang disebabkan oleh obstruksi renal pelvis atau ureter. f. Hipertensi ginjal (renal hypertension), adalah meningkatnya tekanan darah pada ginjal melalui renal arteri. g. Obstruksi ginjal (renal obstruction), adalah obstruksi pada ginjal yang disebabkan oleh batu, trombosis, atau trauma. h. Penyakit ginjal polikistik (polycystic kidney disease), yaitu suatu penyakit ginjal yang ditandai dengan banyaknya kista yang tidak teratur pada satu atau kedua ginjal. i. Cystitis, yaitu peradangan pada vesika urinaria 2.3.2 Kontra Indikasi Pemeriksaan (Bontrager, 2001) a. Hipersensitif terhadap media kontras b. Tumor ganas c. Gangguan pada hepar d. Kegagalan jantung e. Anemia f. Gagal ginjal akut maupun kronik g. Diabetes, khususnya diabetes mellitus h. Pheochrocytoma i. Multiple myeloma j. Anuria (tidak adanya ekskresi dari urine) k. Perforasi ureter 2.4 Prosedur Pemeriksaan 2.4.1. Tujuan Pemeriksaan
  • 15. 15 Pemeriksaan Intra Vena Pielografi merupakan pemeriksaan traktus urinarius dengan menggunakan media kontras positif yang dimasukkan kedalam intra vena dengan tujuan untuk melihat anatomi dan fisiologis, dari fungsi ginjal juga kelainan - kelainan lain dari traktus urinarius 2.4.2. Media Kontras Media kontras merupakan bahan yang dapat di gunakan untuk menampakkan struktur gambar suatu organ tubuh dalam pemeriksaan radiologi, dimana dengan foto polos biasa organ tersebut kurang dapat dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena mempunyai densitas relatif sama. Media kontras yang sering digunakan pada pemeriksaan Intra Vena Pielografi adalah Iopamiro yang dimasukkan secara intra vena. Tes sensitifitas dilakukan dengan memasukkan media kontras ke tubuh pasien untuk melihat kerentanan terhadap media kontras. Hal ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Skin tes Memasukkan media kontras 5 cc di bawah kulit secara intra kutan kemudian ditunggu 10 menit, jika timbul tanda – tanda merah berarti alergi. b. Tes langsung Memasukkan media kontras 2 cc melalui intra vena. Tidak jarang orang yang dilakukan Intra Vena Pielografi ini terjadi alergi sehinga tidak diperlukan pengawasan secara khusus terhadap pasien. Pada pasien yang tidak tahan terhadap media kontras dapat terjadi reaksi mayor atau minor. Reaksi minor ditunjukkan dengan gejala-gejala seperti : mual-mual, gatal-gatal, mata menjadi merah, sesak nafas dan muka menjadi sembab. Reaksi mayor dapat ditunjukkan dengan gejala-gejala sebagai berikut: kolaps pembuluh darah tepi, kejang dan cardiac arrest (berhentinya denyut jantung) keadaan ini diikuti dengan badan terasa dingin. Tindakan untuk mengatasi reaksi terhadap media kontras adalah 1) Memasang oksigen untuk mengatasi keadaan shock, pasien sesak nafas. 2) Memberikan obat anti alergi baik intra meskuler atau intra vena menurut petunjuk dokter. d. Media kontras yang digunakan dapat dibedakan menjadi jenis ionic dan non ionic :
  • 16. 16 1. Media Kontras Organik Ionic Jenis media kontras ini memiliki nilai osmolalitas yang lebih tinggi bila dibanding menia kontras non ionic. Namun penggunaan media kontras ini lebih berisiko menimbulkan reaksi alergi. Bahan kontras ini terdiri dari opacifying element dan komponen kimia lainnya yang menjadi satu molekul kompleks. Komponen utamanya umumnya disusun oleh kelompok carboxyl yang berbentuk benzoid acid yang kemudian dicampur dengan bahan lainnya. Media kontras ionic juga tersusun oleh suatu yang dikenal sebagai cation. Cation merupakan garam, yang biasanya berupa sodium atau meglumin atau kombinasi dari keduanya. Garam akan meningkatkan daya larut kontras media. Bahan kontras ionic yang sering digunakan pada pemeriksaan IVP ialah urografin. 2. Media Kontras Organik Non-Ionik Media kontras ini pertama kali diperkenalkan di US pada tahun 1984. pada media kontras ini ioning carboxil diganti dengan amide atau glukosa sehingga reaksi alergi yang timbul dapat diminimalisasi. Bila dibanding dengan kontras ionic, bahan kontras ini jauh lebih mahal. Namun banyak departemen radiologi yang telah menggunakan jenis kontras ini, menimbang dari keadaan pasien serta reaksi alergi yang dapat ditimbulkan oleh media kontras ionik.  Bahan kontras yang digunakan 1) Urografin 60 % - 70 % 2) Urografin 300 mg 3) Triosil 75 % 4) Urovision 58 % 5) Hipaque 45 % 6) Conray 280, 325, 420. 2.5 Persiapan Pemeriksaan Sebelum melakukan Pemeriksaan Intra Vena Pyelograpy di lakukan persiapan alat dan persiapan pasien sebagai berikut : 2.5.1 Persiapan alat dan bahan
  • 17. 17 Alat dan bahan untuk pemeriksaan Intra Vena Pyelografi yang harus dipersiapkan antara lain : Pesawat rontgen siap pakai, kaset IP dan film ukuran 24 x 30 cm dan 30 x 40 cm, grid, marker dan plester. Pada pemeriksaan Intra Vena Pielografi perlu dipersiapkan alat untuk memasukkan media kontras, terdiri alat bantu steril dan non steril. Alat steril yang diperlukan antara lain : spuit 20 cc, jarum ukuran 20-21, kassa, kapas alkohol, obat anti alergi dan infus set. Sedangkan alat bantu non steril terdiri atas : bengkok, pengatur waktu, tensimeter dan tabung oksigen. 2.5.2 Persiapan penderita Persiapan pemeriksaan pada traktus urinarius perlu dilakukan dengan tujuan agar abdomen bebas dari feses dan udara dengan melakukan urus-urus. Selain itu juga harus dilakukan pemeriksaan kadar kreatinin normal (1,5 mg/100ml) dan ureum normal (20 mg/100 ml) darah di laboratorium serta pengukuran tekanan darah pasien. Tahapan persiapan yang harus dilakukan pasien antara lain sebagai berikut : 1. Sehari sebelum pemeriksaan, pasien hanya diperbolehkan makanan rendah serat, misalnya bubur kecap 2. Pada tengah malam tidak boleh makan lagi atau pasien puasa minimal 8 jam sebelum pemeriksaan dilakukan 3. pada malam hari penderita diberi obat pencahar yang berupa sulfas magnesium atau garam ingris sebanyak 30 gram atau dulkolax tablet sebanyak 4 butir. 4. pada pagi hari pasien diberi dulkolax suposutoria sebanyak 1 butir yang dimasukkan ke dalam dubur guna lavement 5. pasien dilarang merokok dan banyak bicara karena dapat meningkatkan produksi cairan dalam lambung dan volume udara pada usus 6. sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk buang air kecil 7. pasien diwajibkan melakukan tes darah di laboratorium guna mengukur kadar ureum serta kreatininnya. Kandungan kreatinin (menyatakan jumlah darah yang dibersihan dari kreatinin per menit) normal berkisar antara 120-140 ml per menit per 1,73 m2 luas permukaan tubuh (Scholtmeijer,1997). Sedangkan kadar ureum normal dalam darah ialah 8-25 mg/100ml. 2.6 Teknik Pemeriksaan Radiografi Intra Vena Pyelografi
  • 18. 18 Teknik pemeriksaan radiografi dari Intra Vena Pyelografi adalah sebagai berikut : 2.6.1. Proyeksi Radiograf sebelum Pemasukan Media Kontras Proyeksi sebelum pemasukan media kontras antara lain : 2.6.1.1 Foto Polos Abdomen (Ballinger, 2003) Foto polos abdomen adalah pemotretan abdomen yang dibuat sebelum dilakukan penyuntuksn medis kontras. Tujuan dibuatnya foto polos abdomen adalah: 1. Untuk melihat persiapan penderita. 2. Untuk menentukan faktor eksposi. 3. Untuk mengetahui ketepatan posisi pasien. 4. Untuk menilai organ-organ yang ada dalam abdomen secara keseluruhan. Teknik pemotretan adalah sebagai berikut : a. Posisi Pasien : Pasien tidur telentang diatas meja pemeriksan dengan kedua tangan berada disamping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. b. Posisi Obyek : Bidang MSP tubuh diatur sedemikian rupa sehingga berada pada garis tengah bucky table. c. Kaset dan IP : ukuran 30 X 40 cm diatur membujur dengan batas atas kaset pada processus xypoideus dan batas bawah kaset pada simpisis pubis. d. Titik Bidik : Ditujukan pada MSP tubuh setinggi garis yang menghubungkan antara crista illiaka kanan dan kiri e. Arah sinar : tegak lurus terhadap kaset. f. Eksposi : Pada saat pasien ekspirasi dan tahan nafas.
  • 19. 19 Gambar 2.4 Posisi Pasien Proyeksi Antero-Posterior Abdomen dan radiograf Antero-Posterior Abdomen (Ballinger, 2003) 2.6.1.2 Penyuntikan Media Kontras Sebelum penyuntikan media kontras terlebih dahulu dilakukan skin test terhadap pasien. Selanjutnya setelah pasien tidak mengalami alergi maka pasien tersebut telah memenuhi syarat dilakukan pemeriksaan Intra Vena Pielografi. Penyuntikan Intra Vena Pielografi mempunyai dua cara pemasukan media kontras yaitu penyuntikan langsung dan dengan cara drip infus. Penyuntikan media kontras secara langsung dilakukan melalui pembuluh darah vena dengan cara memasukkan wing needle ke dalam vena mediana cubiti. 2.6.2 Foto post penyuntikan media kontras 2.6.2.1 Foto AP 5 menit setelah penyuntikan media kontras (Ballinger, 2003) Tujuan pemotretan ini adalah untuk melihat fungsi ginjal dan untuk melihat pengisian media kontras pada pelviocalis. Teknik pemotretan adalah sebagai berikut : a. Posisi Pasien : Pasien tidur telentang diatas meja pemeriksan dengan kedua tangan berada disamping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. b. Posisi Obyek : Bidang MSP tubuh diatur sedemikian rupa sehingga berada pada garis tengah bucky table.
  • 20. 20 c. Kaset dan IP : ukuran 24 X 30cm diatur melintang dengan batas atas kaset pada processus xypoideus dan batas bawah kaset pada simpisis pubis. d. Titik Bidik : Ditujukan pada MSP tubuh setinggi garis yang menghubungkan antara pertengahan procesus xypoideus dan umbilicus. e. Arah sinar : tegak lurus terhadap kaset. f. Eksposi : Pada saat pasien ekspirasi dan tahan nafas. Gambar 2.5 Posisi Pasien Proyeksi Antero-Posterior Abdomen dan Radiograf Antero- Posterior Abdomen Post Injeksi 5 menit (Ballinger, 2003). 2.6.2.2 Foto AP 15menit setelah penyuntikan media kontras (Ballinger, 2003) Tujuan pemotretan untuk melihat pengisian media kontras pada ureter. Teknik pemeriksaannya adalah sebagai berikut : a. Posisi Pasien : Pasien tidur telentang diatas meja pemeriksan dengan kedua tangan berada disamping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. b. Posisi Obyek : Bidang MSP tubuh diatur sedemikian rupa sehingga berada pada garis tengah bucky table. c. Kaset dan IP : ukuran 30 X 40 cm diatur membujur dengan batas atas kaset pada processus xypoideus dan batas bawah kaset pada simpisis pubis.
  • 21. 21 e. Titik Bidik : Ditujukan pada MSP tubuh setinggi garis yang menghubungkan antara crista illiaka kanan dan kiri f. Arah sinar : tegak lurus terhadap kaset. g. Eksposi : Pada saat pasien ekspirasi dan tahan nafas. Gambar 2.6 Posisi Pasien Proyeksi Antero-Posterior Abdomen dan Radiograf Antero- Posterior Abdomen Post Injeksi 15 menit (Ballinger, 2003). 2.6.2.3 Foto AP 30 menit setelah penyuntikan media kontras (Ballinger, 2003) Tujuan pemotretan untuk melihat pengisian ureter dan kandung kencing. Teknik pemeriksaannya adalah sebagai berikut : a. Posisi Pasien : Pasien tidur telentang diatas meja pemeriksan dengan kedua tangan berada disamping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. b. Posisi Obyek : Bidang MSP tubuh diatur sedemikian rupa sehingga berada pada garis tengah bucky table. c. Kaset dan IP : ukuran 30 X 40 cm diatur membujur dengan batas atas kaset pada processus xypoideus dan batas bawah kaset pada simpisis pubis.
  • 22. 22 d. Titik Bidik : Ditujukan pada MSP tubuh setinggi garis yang menghubungkan antara crista illiaka kanan dan kiri e. Arah sinar : tegak lurus terhadap kaset. f. Eksposi : Pada saat pasien ekspirasi dan tahan nafas. Apabila pada pengambilan radiograf tujuan pengambilan radiograf belum terpenuhi maka dibuat radiograf 60 menit, 90 menit, 120 menit. Dan apabila diperlukan maka dibuat proyeksi oblik. Catatan : Lamanya pemeriksaan bergantung pada fungsi dari organ-organ traktus urinarius. Apabila ada sumbatan, turunnya media kontras menjadi terhambat sehingga pemeriksaan IVP dapat memakan waktu hingga 90 menit bahkan 120 menit. Gambar 2.7 Posisi Pasien Proyeksi Antero-Posterior Abdomen Abdomen Post Injeksi 30 menit (Ballinger, 2003). 2.6.2.4 Foto Post Miksi (Ballinger, 2003) Apabila pada foto 30 menit kandung kemih sudah terisi penuh media kontras, dan sesudah diberikan proyeksi tambahan tertentu, maka pasien dipersilahkan buang air terlebih dahulu, dilanjutkan foto post miksi dengan tujuan melihat kandung kemih sudah bersih dari urine(residu dalam vesica urinaria) dan Melihat adanya kelainan pada traktus urinarius seperti ren mobile dan pembesaran kelenjar prostat. Teknik pemeriksaannya adalah sebagai berikut :
  • 23. 23 a. Posisi Pasien : Pasien tidur telentang diatas meja pemeriksan dengan kedua tangan berada disamping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. b. Posisi Obyek : Bidang MSP tubuh diatur sedemikian rupa sehingga berada pada garis tengah bucky table. c. Kaset dan IP : ukuran 30 X 40 cm diatur membujur dengan batas atas kaset pada processus xypoideus dan batas bawah kaset pada simpisis pubis. d. Titik Bidik : Ditujukan pada MSP tubuh setinggi garis yang menghubungkan antara crista illiaka kanan dan kiri e. Arah sinar : tegak lurus terhadap kaset. f. Eksposi : Pada saat pasien ekspirasi dan tahan nafas. Gambar 2.8 Posisi Pasien Proyeksi Antero-Posterior Abdomen Abdomen Post Miksi (Ballinger, 2003)
  • 24. 24 BAB III PEMBAHASAN 3.1 Paparan Kasus 3.1.1 Identitas Pasien Adapun identias pasien yang menjalani pemeriksaan radiologi Intra Vena Pyelography dengan diagnosa awal Hydronephrosis di Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga adalah sebagai berikut : Nama : Tn. S Umur : 58 tahun Jenis Kelamin : laki-laki Alamat : Salatiga No. Rontgen : 0513/RI.01.108 Permintaan foto : BNO IVP Dr. Pengirim : Dr. Widodo Raharjo Sp, PD Keterangan klinis : Hidronephrosis 3.1.2 Riwayat Penyakit Pasien Tn.S dirawat di Ruang Cempaka sejak tanggal 20 mei 2013. Dengan keluhan rasa sakit dan nyeri pada abdomen atas. Kemudian pasien dirujuk ke bagian radiologi untuk melakukan pemeriksaan BNO-IVP. Karena memerlukan persiapan yang khusus maka pemeriksaan dilakukan dua hari kemudian. Pada hari jumat tanggal 23 mei 2013 pasien datang ke Instalasi Radiologi untuk melakukan pemeriksaan IVP dengan diagnosa Hidronefrosis. Penderita datang dengan membawa surat permintaan pemeriksaan dari dokter. 3.2 Prosedur Pemeriksaan Intra Vena Pyelography (IVP) Pada Kasus Hidronephrosis di Instalasi Radiologi RSUD Salatiga 3.2.1. Persiapan Alat dan Bahan a) Alat dan bahan steril 1. spuit 50 cc 2. jarum suntik 3. kapas alkohol 4. iopamiro 50 ml
  • 25. 25 b) Alat dan bahan tidak steril 1. Pesawat sinar-x yang dilengkapi dengan bucky table 2. Imajing plate dan film ukuran 24 x 30 cm dan 30 x 40 cm yang jumlahnya sesuai dengan kebutuhan. 3. Marker dan penanda waktu 4. Baju pasien 5. Plester 6. Timer 3.2.2. Persiapan Pasien. Persiapan pasien sebelum pemeriksaan IVP di RSUD Salatiga adalah sebagai berikut : 1. Dua hari sebelum pemeriksaan, pasien dianjurkan untuk makan – makanan yang rendah serat seperti bubur kecap. 2. Pasien dianjurkan untuk mengurangi bicara. 3. Pada malam hari sebelum pemeriksaan, pasien dianjurkan untuk meminum obat pencahar seperti dulcolax tablet. 4. Pada pagi harinya pasien di beri obat pencahar supositoria 1 butir 5. Pasien di anjurkan tidak merokok 6. Pada pukul 08.00, pasien datang ke instalasi radiologi untuk melakukan pemeriksaan. Persiapan ini di lakukan di ruang rawat inap cempaka sejak tanggal 20 mei 2013 3.2.3. Prosedur pemeriksaan. 3.2.3.1. Foto abdomen polos. a. Tujuan Pemotretan : 1) Melihat persiapan pasien, menilai usus apakah bebas dari udara dan feses. 2) Melihat kelainan-kelainan anatomi dari organ-organ saluran kemih. 3) Memeperbaiki posisi pasien apabila masih salah, dan menentukan faktor eksposi selanjutnya. b. Posisi Pasien : Pasien tidur telentang diatas meja pemeriksan dengan kedua tangan berada
  • 26. 26 disamping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. c. Posisi Obyek : Bidang MSP tubuh diatur sedemikian rupa sehingga berada pada garis tengah bucky table. Kaset IP ukuran 30 X 40 cm diatur membujur dengan batas atas kaset pada processus xypoideus dan batas bawah kaset pada simpisis pubis. d. Titik Bidik : Ditujukan pada MSP tubuh setinggi garis yang menghubungkan antara crista illiaka kanan dan kiri e. Arah sinar : tegak lurus terhadap kaset. f. Eksposi : Pada saat pasien ekspirasi dan tahan nafas g. Faktor eksposi : kV : 70, mA : 280, s: 80 Gambar 3.1 Foto abdomen polos h. Kriteria Radiograf: 1) Tampak udara pada colon 2) Tampak thorakal 11 dan batas bawah simpisis pubis
  • 27. 27 3.2.3.2. Penyuntikan media kontras. Pada pemeriksaan IVP di RSUD Salatiga, penyuntikan media kontras dilakukan secara dengan cara drip infus karena pasien berasal dari rawat inap. Media kontras yang digunakan adalah iopamiro 50 ml. Dosis yang diberikan tergantung dari berat badan 3.2.3.3. Foto AP 5 menit post penyuntikan media kontras. a. Adapun tujuan dari pembuatan foto 5 menit ini adalah: 1) Untuk melihat fungsi ekskresi ginjal. 2) Untuk melihat pengisian media kontras pada daerah pelvic kalises. b. Posisi Pasien : Pasien tidur telentang diatas meja pemeriksan dengan kedua tangan berada disamping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. c. Posisi Obyek : Bidang MSP tubuh diatur sedemikian rupa sehingga berada pada garis tengah bucky table. Kaset IP ukuran 24 X 30 cm diatur melintang dengan batas atas kaset pada processus xypoideus dan batas bawah kaset pada umbilikus. a. Titik Bidik : Ditujukan pada pertengahann Prosesus Xypoideud dan umbilicus b. Arah sinar : tegak lurus terhadap kaset. c. Eksposi : Pada saat pasien ekspirasi dan tahan nafas d. Faktor eksposi : kV : 70, mA : 280, s: 80
  • 28. 28 Gambar 3.2 Foto 5 menit post penyuntikan media kontras. e. Kriteria Rariograf : 1) Tampak kontur ginjal 2) Tampak media kontras mengisi kedua ginjal dan ureter 3.2.3.4. Foto 15 menit post penyuntikan media kontras. Tujuan dari pembuatan radiograf 15 menit adalah untuk melihat pengisian media kontras pada ureter. a. Posisi Pasien : Pasien tidur telentang diatas meja pemeriksan dengan kedua tangan berada disamping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. b. Posisi Obyek : Bidang MSP tubuh diatur sedemikian rupa sehingga berada pada garis tengah bucky table. Kaset IP ukuran 30 X 40 cm diatur membujur dengan batas atas kaset pada processus xypoideus dan batas bawah kaset pada simpisis pubis. c. Titik Bidik : Ditujukan pada MSP tubuh setinggi garis yang menghubungkan antara crista illiaka kanan dan kiri d. Arah sinar : tegak lurus terhadap kaset. e. Eksposi : Pada saat pasien ekspirasi dan tahan nafas f. Faktor eksposi : kV : 70, mA : 280, s: 80
  • 29. 29 Gambar 3.3 Foto 15 menit post penyuntikan media kontras g. Kriteria gambar : 1) Tampak kontur ginjal 2) Tampak media kontras mengisi kedua ginjal, urter dan vesica urinaria 3.2.3.5. Foto 30 menit post penyuntikan media kontras. Adapun tujuan dari pembuatan radiograf 30 menit adalah untuk melihat media kontras pada daerah ureter dan kandung kencing . a. Posisi Pasien : Pasien erect pada bucky stand dengan kedua tangan disamping tubuh b. Posisi Obyek : Bidang MSP tubuh diatur sedemikian rupa sehingga berada pada garis tengah bucky stand. Kaset IP ukuran 30 X 40 cm diatur membujur dengan batas atas kaset pada processus xypoideus dan batas bawah kaset pada simpisis pubis. c. Titik Bidik : Ditujukan pada MSP tubuh setinggi garis yang menghubungkan antara crista illiaka kanan dan kiri d. Arah sinar : Tegak lurus terhadap kaset.
  • 30. 30 e. Eksposi : Pada saat pasien ekspirasi dan tahan nafas. f. Faktor eksposi : Kv : 70, mA : 320, s : 80 Gambar 3.4 Foto 30 menit post penyuntikan media kontras g. Kriteria gambar : 1) Tampak kontur ginjal 2) Tampak media kontras pada ginjal dan ureter bagian proksimal 3) Tampak media kontras yang mengisi vesica urinaria 3.2.3.6. Foto Post Miksi Tujuan dari pembuatan foto post miksi adalah untuk menilai kemampuan dan daya kontraksi dari kandung kemih setelah media kontras dikeluarkan. a. Posisi Pasien : Pasien tidur telentang diatas meja pemeriksan dengan kedua tangan berada disamping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. b. Posisi Obyek : Bidang MSP tubuh diatur sedemikian rupa sehingga berada pada garis tengah bucky table. Kaset IP ukuran 30 X 40 cm diatur membujur dengan batas atas kaset pada
  • 31. 31 processus xypoideus dan batas bawah kaset pada simpisis pubis. c. Titik Bidik : Ditujukan pada MSP tubuh setinggi garis yang menghubungkan antara crista illiaka kanan dan kiri d. Arah sinar : tegak lurus terhadap kaset. e. Eksposi : Pada saat pasien ekspirasi dan tahan nafas. f. Faktor eksposi : kV : 70, mA : 320, s : 80 Gambar 3.9 Foto Post Miksi g. Kriteria Radiograf : 1) Tampak Vesica Urinaria dengan sedikit sisa media kontras 2) Masih tersimpan sedikit media kontras di kontur ginjal 3) Densitas bagus sesuai dengan factor eksposi 3.3 Hasil Pembacaan Radiograf. Adapun hasil pembacaan radiograf oleh dokter radiologi adalah sebagai berikut : Pemeriksaan X FOTO BNO/IVP 1. Struktur tulang Scoliosis Collumna VL dan gambaran Coxitis Dx/Sn DBN
  • 32. 32 2. Articulatio Sacroilliaca Dx/Sn tak tampak Sklerotik 3. Tampak Batu opaque tunggal didaerah Para Corpus VI.2 Dx dan V 1-2 Sn 4. Fungsi sekresi Ren Dx Sn baiks 5. Passage kontras lancar 6. PCS dan Ureter 1/3 Proksimal Ren Sn melebar, sampai dengan setinggi peri Coxitis batu tersebut dan masih tampak gambaran kontras yang mengisi ureter sebelah distalnya s/d VU 7. Tak tampak kinkin dan penyempitan Ureter Dx/Sn 8. Tak tampak divertikel VU 9. Tak tampak gambaran Indentasi pada dasar VU 10. Fungsi pengosongan VU baik, sisa Urine + sedikit KESAN : 1. Scoliosis Collumna VL 2. Gambaran Dx/Sn 3. Hydronephrosis dan Hydroureter Sn et causa 4. Bendungan partia dari Ureterolithiasis Sn1/3 Proksimal 5. Nephrolithiasis Dx 6. Fungsi Ginjal Dx/Sn Baik 7. Fungsi Vesica Urinaria Baik
  • 33. 33 3.4 Pembahasan. 3.4.1 Teknik Pemeriksaan Intra Vena Pyelography Pemeriksaan Intra Vena Pyelografi adalah suatu pemeriksaan pada traktus urinarius yang dapat memperlihatkan anatomi dan fungsi dari traktus urinarius, yang di dahului dengan persiapan pasien dan persiapan peralatan Teknik Pemeriksaan. Pemeriksaan Intra Vena Pyelografi pada Billinger 2003 menggunakan proyeksi AP sebelum pemasukan media kontras, menit ke 5 setelah memasukan media kontas, menit ke 15, 30 menit dan PM, sedangkan kasus Hidronephrosis di Instalasi radiologi RSUD Salatiga dilakukan dengan posisi supine dengan proyeksi Antero posterior pada foto polos. Foto 5 menit setelah media kontras dimasukan, foto 15 menit ,30 menit erect, 60 menit, 90 menit , 120 menit dan yang terakhir setelah pasien buang air kecil dilakukan. 3.4.2 Pada Proyeksi 30 Menit Post Injeksi di buat AP berdiri Pemeriksaan yang dilakukan di RSUD Kota Salatiga ini, pada pemeriksaan Intra Vena Pyelography pada menit ke 5, 15 menit dan PM sama , tapi pada menit ke 30 berbeda dengan Billlinger 2003. Dimana pada Billlinger 2003 ini proyeksi yang digunakan adalah AP Supine dengan tujuan untuk melihat media kontras terisi pada vesica urinaria sedangkan di Instalasi Radiologi RSUD Kota Salatiga menggunakan Proyeksi Antero Posterior berdiri karena memiliki alasan sendiri. Alasannya kasus hidronefrosis juga bisa di sebabkan adanya ren mobile yang mengakibatkan penyempitan ureter dikarenakan pergerakan ginjal. Ren mobile terjadi jika pergerakan lebih dari satu setengah corpus vertebrae . Untuk melihat ren mobile ini lebih tepat digunakan proyeksi berdiri sedangkan untuk proyeksi supine tidak bisa menilai adanya ren mobile.
  • 34. 34 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan. 4.1.1 Pemeriksaan Intra Vena Pyelografy di lakukan pemotretan polos,Foto 5 menit,15 menit,30 menit stelah media kontras di masukan dan Post Miksi. 4.1.2 Foto 30 menit setelah media kontras masuk dilakukan dengan proyeksi berdiri. 4.2 Saran 4.2.1 Sebaiknya pada saat eksposi, pangantar diberikan perlindungan dari radiasi dengan memberikan apron, atau diberi penjelasan untuk berlindung di balik tabir pelindung. 4.2.2 Proteksi radiasi bagi pasien harus ditingkatkan dengan tidak terjadi pengulangan foto