1. TATA LAKSANA IBU HAMIL TERINFEKSI HIV,
SIFILIS DAN HEPATITIS B
TATA LAKSANA IBU HAMIL TERINFEKSI HIV,
SIFILIS DAN HEPATITIS B
2. Tujuan Pembelajaran
Tujuan Umum :
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan tata laksana Ibu Hamil terinfeksi HIV,
Sifilis dan Hepatitis B sesuai standar
Tujuan Khusus :
1. Melakukan penatalaksanaan antenatal bagi ibu dengan HIV dan ibu yang belum
diketahui status HIV , Sifilis dan Hepatitis B nya.
2. Melakukan penatalaksanaan persalinan bagi ibu dengan HIV, Sifilis dan Hepatitis B
dan ibu yang belum diketahui statusnya.
3. Melakukan penatalaksanaan nifas bagi ibu dengan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dan
ibu berisiko yang status HIV, Sifilis dan Hepatitis B nya belum diketahui.
4. Memberikan pilihan kontrasepsi yang dapat dipilih oleh ibu dengan HIV, Sifilis dan
Hepatitis
3. Pokok Bahasan
1. Penatalaksanaan antenatal bagi ibu:
• Penatalaksanaan antenatal bagi ibu dengan HIV, Sifilis dan Hepatitis
• Penatalaksanaan ibu yang belum diketahui statusnya
2. Penatalaksanaan persalinan bagi ibu:
• Penatalaksanaan persalinan bagi ibu dengan HIV, Sifilis dan Hepatitis B
• Penatalaksana persalinan ibu yang belum diketahui statusnya.
3. Penatalaksanaan nifas bagi ibu dengan atau tanpa diketahui HIV, Sifilis
dan Hepatitis B.
4. Kontrasepsi yang dapat dipilih oleh ibu dengan HIV, Sifilis dan Hepatitis B
5. Mengapa PPIA ?
Infeksi HIV dari ibu ke anak mengganggu kesehatan anak
Penularan dapat ditekan sampai 50% melalui intervensi
feasible, affordable
Memungkinkan dilakukannya pencegahan primer kepada
pasangan, perawatan dan pengobatan keluarga
6. Pentingnya PPIA
Sebagian ODHA perempuan : usia subur,
90% penularan terjadi pada waktu perinatal,
Anak akan menjadi yatim piatu,
Anak dengan HIV (+) : gangguan tumbuh kembang,
Stigma sosial bagi anak dengan HIV.
9. Source: De Cock KM, et al. JAMA. 2000; 283 (9): 1175-82
Kourtis et al. JAMA 2001; DeCock et al. JAMA 2000
Semua tanpa ASI 15-25 %
Semua dg pemberian ASI sampai 6 bln 25-30 %
Semua dg pemberian ASI sampai 18-24 bln 30-45 %
Masa kehamilan
Selama
persalinan
4% 12%
Post partum melalui ASI
1%
0-14 mg 14-36 mg
36 mg-
kelahiran
Persalinan
8% 7%
0-6 bln 6-24 bln
3%
WAKTU & RISIKO PENULARAN HIV
DARI IBU KE ANAK
10. Kondisi ibu baik
Tidak terjadi penularan
Ke Bayi
Ke Tim Penolong
Ke Pasien lainnya
Tindakan efektif dan efisien
Tujuan Penatalaksanaan Obstetri
Tujuan Penatalaksanaan Obstetri
Persalinan yang aman
Persalinan yang aman
16. PPIA 2013 :
Peningkatan cakupan :
semua ibu hamil ditawarkan untuk tes HIV
Penawaran dilakukan dengan cara PITC.
Semua ibu hamil dengan HIV (+) diberi ARV tanpa memandang
CD4nya & usia kehamilan
ARV diteruskan seumur hidup
17. PPIA 2013 :
Persalinan aman untuk Ibu HIV+ :
Boleh lahir normal dengan syarat pemberian ARV (minimal 6
bulan) dan kewaspadaan standar yang sama dengan
persalinan Ibu tanpa HIV
Kondom hanya digunakan untuk pencegahan IMS, tetap harus
menggunakan kontrasepsi mantab/jangka panjang untuk KB
Pemberian nutrisi pada bayi :
Boleh ASI dgn syarat pemberian ARV pada ibu dan bayinya
pada masa menyusui.
18. Penggunaan ARV selama kehamilan akan
menurunkan jumlah virus dalam darah ibu
Menurunkan kemungkinan bayinya terpajan HIV
diberi ARV untuk PPIA segera setelah diketahui hamil
dan akan diteruskan seumur hidupnya
22. Minum ARV teratur (bila eligible dan hamil)
Sikap:
Turunkan Viral Load serendah-rendahnya
23. Menunda untuk memulai ARV
• Ibu sering mengalami mual dan muntah berlebihan (hiperemesis)
• Berada pada Trimester 1 dan ibu sangat khawatir tentang risiko ARV
terhadap janinnya
Tetapi
Jika status klinis atau status imun ibu dalam keadaan SAKIT BERAT, maka
manfaat ARV terapi DINI lebih baik dibanding risiko terhadap janinnya
Memulai ARV pada kehamilan
secepatnya
24. Manfaat antiretroviral
• Memperbaiki status kesehatan dan kualitas hidup
• Menurunkan angka rawat inap akibat HIV
• Menurunkan angka kematian terkait AIDS
• Menurunkan terjadinya penularan dari ibu ke bayi
25. Modul 3a, Halaman 25
Penurunan CD4 & komplikasi HIV
HAART
HAART= Highly Active Anti Retroviral Therapy
Pemakaian HAART akan mencegah terjadinya komplikasi infeksi oportunistik
pada pasien dengan HIV
26. Syarat pemberian ARV pada ibu hamil
• Siap : dalam menerima ARV, mengetahui efek ARV terhadap infeksi HIV
dengan benar.
• Adherence: kepatuhan minum obat
• Disiplin: dalam minum obat dan kontrol ke dokter.
• Aktif: dalam menanyakan dan berdiskusi dengan dokter mengenai terapi.
• Rajin: dalam memeriksakan diri jika timbul keluhan.
27. Keamanan obat ARV untuk kehamilan
• Semua obat ARV mempunyai efek toksik
• Risiko toksisitas pada ibu dan janin bervariasi tergantung pada
• Usia Kehamilan
• Lama terapi
• Jumlah obat yang digunakan
• Obat ARV dapat digunakan selama kehamilan
• Sebagai terapi kombinasi yang poten untuk ibu hamil
• Sebagai profilaksis tidak ada lagi
28. 1.Kehamilan: Ibu minum ARV
2.Persalinan:
• Seksio sesarea atau
• Pervaginam tanpa trauma ke ibu & janin BILA ARV teratur minimal 6 bulan
3.Laktasi:
• Susu Formula Eksklusif (bila memenuhi syarat AFASS)
• ASI Eksklusif (max 6 bln) dgn ARV bagi ibu dan bayi
Sikap:
Tidak boleh Makanan Campuran (Mix Feeding) !!!
Meminimalkan paparan janin/bayi dengan cairan tubuh
ibu HIV positif
29. 1.Minum Roboransia
2.Pola Hidup Sehat:
• Cukup nutrisi, cukup istirahat, cukup olahraga
• Tidak merokok, tidak minum alkohol
3.Menggunakan kondom:
• Mencegah infeksi baru (bila pasangan non odha)
• Mencegah superinfeksi (bila pasangan odha)
Sikap:
Optimalkan kesehatan ibu dengan HIV positif
30. Concentration of HBV in Body
Fluids
Moderate
Semen
Vaginal Fluid
Saliva
Low/Not Detectable
Urine
Feces
Sweat
Tears
Breast Milk
High
Blood
Serum
Wound exudates
33. Source: De Cock KM, et al. JAMA. 2000; 283 (9): 1175-82
Kourtis et al. JAMA 2001; DeCock et al. JAMA 2000
Semua tanpa ASI 15-25 %
Semua dg pemberian ASI sampai 6 bln 25-30 %
Semua dg pemberian ASI sampai 18-24 bln 30-45 %
Masa kehamilan
Selama
persalinan
4% 12%
Post partum melalui ASI
1%
0-14 mg 14-36 mg
36 mg-
kelahiran
Persalinan
8% 7%
0-6 bln 6-24 bln
3%
WAKTU & RISIKO PENULARAN HIV
DARI IBU KE ANAK
34. Pemilihan rute persalinan tergantung
Status obstetri
Status PPIA: ARV & viral load
Kesiapan petugas medis: Kewaspadaan universal, SDM,
sarana medis & non medis
Penatalaksanaan Persalinan
Persyaratan untuk persalinan pervaginam
Ibu minum ARV teratur lebih dari 6 bulan, dan/atau
Muatan virus/ viral load tidak terdeteksi
37. Penatalaksanaan Persalinan
Metode persalinan Keuntungan Kerugian
Pervaginam
Syarat:
1. Pemberian ARV ≥ 6 bulan
2. Viral load < 1000
kopi/mm3
1. Mudah dilakukan di sarana
kesehatan yang terbatas.
2. Masa pemulihan pasca persalinan
singkat
3. Biaya rendah
1. Risiko penularan pada bayi relatif tinggi 10-
20% (kecuali ibu telah minum ARV teratur dan
kadar viral load tidak terdeteksi).
Seksio Sesarea Elektif
(Bedah sesar terencana)
1. Risiko penularan yang rendah (2-
4%), atau dapat mengurangi resiko
penularan sampai 50-66%
2. Terencana
1. Lama perawatan bagi ibu lebih panjang.
2. Perlu sarana dan fasilitas pendukung yang
lebih memadai
3. Risiko komplikasi bedah dan anestesi selama
operasi dan pasca operasi
4. Biaya lebih mahal.
38. PRINSIP PENULARAN HIV
• E = Exit
(virus harus keluar dari tubuh orang yang terinfeksi)
• S = Survive
(virus harus bertahan hidup diluar tubuh)
• S = Sufficient
(J=jumlah virus harus cukup untuk dapat menginfeksi)
• E = Enter
(virus masuk ketubuh orang lain melalui aliran darah)
39. Concentration of HBV in Body
Fluids
Moderate
Semen
Vaginal Fluid
Saliva
Low/Not Detectable
Urine
Feces
Sweat
Tears
Breast Milk
High
Blood
Serum
Wound exudates
51. Perencanaan Kehamilan
Kegiatan yang dilakukan meliputi:
1.pencegahan dan penundaan kehamilan pada ibu dengan HIV melalui
konseling dan penyediaan sarana kontrasepsi yang aman dan efektif
2.perencanaan dan persiapan kehamilan yang tepat, jika ibu ingin
hamil.
52. Perencanaan kehamilan
Bila perempuan dengan HIV dan pasangannya memutuskan ingin punya anak, maka
kehamilan perlu direncanakan dengan matang. Persyaratan mencakup aspek medis
dan aspek sosial sebagai berikut.
Aspek medis meliputi hal-hal sebagai berikut :
1.Viral load tidak terdeteksi: bila viral load sudah tidak terdeteksi, maka kemungkinan
penularan HIV dari ibu ke bayi rendah.
2.Kadar CD4 lebih dari 350 sel/mm3: kadar CD4 yang tinggi merupakan tanda bahwa
kekebalan tubuh ibu cukup baik dan layak untuk hamil. Dengan kadar CD4 kurang dari
350 sel/mm3 maka ibu akan rentan terhadap infeksi sekunder yang akan
membahayakan ibu dan dan janin di masa kehamilannya.
53. Perencanaan kehamilan
Aspek sosial mencakup hal-hal di bawah ini :
1.Perencanaan kehamilan oleh pasangan: kedua belah pihak (laki-laki dan
perempuan) benar-benar memahami risiko dan konsekuensi kehamilan,
persalinan dan aspek pengasuhan anak.
2.Kesepakatan/persetujuan dari keluarga: untuk menghindari penelantaran
pengasuhan anak di kemudian hari akibat keterbatasan orang tua yang
menderita HIV, perlu dipertimbangkan adanya persetujuan keluarga agar
bersedia mengasuh anak tersebut apabila terjadi kendala pada orang
tuanya.
54. Perencanaan kehamilan
Persiapan perempuan dengan HIV yang ingin hamil seperti berikut :
1.Pemeriksaan kadar CD4 dan viral load, untuk mengetahui apakah sudah
layak untuk hamil.
2.Bila VL tidak terdeteksi atau kadar CD4 lebih dari 350 sel/mm3, sanggama
tanpa kontrasepsi dapat dilakukan, terutama pada masa subur.
3.Bila kadar CD4 masih kurang dari 350 sel/mm3, minum ARV secara teratur
dan disiplin minimal selama enam bulan dan tetap menggunakan kondom
selama sanggama.
55. Perencanaan kehamilan
Persiapan pasangan dari perempuan dengan HIV yang ingin hamil :
1.Bila dipastikan serologis HIV non-reaktif (negatif), maka kapan pun boleh
sanggama tanpa kondom, setelah pihak perempuan dipastikan layak untuk
hamil.
2.Apabila serologis reaktif (positif), perlu dilakukan pemeriksaan viral load,
untuk mengetahui risiko penularan.
3.Apabila VL tidak terdeteksi sanggama tanpa kontrasepsi dapat dilakukan
pada masa subur pasangan.
4.Apabila VL masih terdeteksi atau kadar CD4 kurang dari 350 sel/mm3,
maka sebaiknya rencana kehamilan ditunda dulu.
56. PRINSIP KONTRASEPSI
1. Setiap perempuan dengan HIV diberikan konseling
mengenai risiko penularan HIV terhadap bayi yang
dikandungnya
2. Tundalah kehamilan sampai kesehatan secara umum
baik
3. Sebaiknya perempuan dengan HIV tidak hamil lagi,
kontrasepsi mantap dianjurkan
57. Pencegahan dan penundaan kehamilan pada ibu dengan HIV
Pilihan kontrasepsi berdasarkan urutan prioritas untuk ibu dengan
HIV :
1. Kontrasepsi mantap atau sterilisasi: dengan adanya risiko
penularan HIV ke bayi, bila ibu dengan HIV sudah memiliki jumlah
anak yang cukup, dipertimbangkan kontrasepsi mantap.
58. Pencegahan dan penundaan kehamilan pada ibu dengan HIV
2. Kontrasepsi jangka panjang:
a.Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR): metoda ini disarankan
bila risiko IMS rendah dan pasangannya tidak berisiko IMS.
Sebaiknya pemasangan dilakukan segera setelah plasenta lahir,
walaupun tidak tertutup kemungkinan dipasang pada fase
interval. Syarat-syarat pemasangan AKDR mengikuti standar
yang berlaku. Perlu perhatian khusus bila ada keluhan efek
samping, seperti nyeri dan perdarahan.
59. Pencegahan dan penundaan kehamilan pada ibu dengan HIV
2. Kontrasepsi jangka panjang:
b. Hormonal (lihat Tabel 6):
i. Pil KB kombinasi: aman dan efektif untuk perempuan dengan HIV yang tidak
dalam terapi obat ARV dan obat lain yang dapat meningkatkan enzim hati.
ARV dapat menurunkan efektivitas pil KB kombinasi.
ii.Pil progesteron: direkomendasikan bagi perempuan dengan HIV yang tidak
dalam terapi obat ARV, karena ARV menurunkan efektivitas pil progesteron.
60. Pencegahan dan penundaan kehamilan pada ibu dengan HIV
2. Kontrasepsi jangka panjang:
a.Hormonal (lihat Tabel 6):
iii. Suntik progesteron jangka panjang: DMPA dapat digunakan bagi
perempuan dengan HIV yang diberi ART tanpa kehilangan efektivitas
kontrasepsi. Metabolisme DMPA tidak dipengaruhi oleh obat ARV
dan tetap dapat diberikan dengan interval 12 minggu.
iv. Implan progesteron: implan etonorgestrel adalah kontrasepsi yang
amat efektif dan aman pada perempuan dengan HIV yang tidak
dalam terapi obat ARV.
61. Pilihan Kontrasepsi Berdasarkan urutan Prioritas
Kontrasepsi hormonal
Perempuan HIV
Dalam terapi ARV Tidak dalam terapi ARV
Pil KB kombinasi √
Pil progesteron √
Suntik progesteron jangka panjang (DMPA) √ √
Implan progesteron √
Hormon estrogen mempunyai efek menurunkan efektivitas ARV. Progesteron mempunyai efek sedikit
meningkatkan efektivitas ARV. Namun, sebaiknya tetap diperhatikan pada penggunaan polifarmasi (misalnya
perempuan HIV dengan tuberkulosis), karena semua kontrasepsi hormonal dimetabolisme di hati, demikian
juga ARV. Penggunaan keduanya dalam jangka panjang memperberat fungsi hati.
62. Pilihan kontrasepsi dan alasannya
• Vasektomi & Tubektomi Bila tidak ingin anak lagi
• AKDR Dianjurkan,sifatnya jangka panjang
• Suntik & Implan Interaksi obat dengan ARV
• Spons & Diafragma Kurang efektif
• Kondom Hanya untuk pencegahan IMS
Mencegah kehamilan yang tidak
direncanakan pada Ibu dengan HIV
1 2
Karena adanya risiko MTCT, maka pada dasarnya Odha perempuan tidak
dianjurkan untuk hamil lagi
63. 1.Cegah HIV pada seluruh wanita usia reproduksi
2.Cegah kehamilan yang tidak direncanakan pada wanita usia
reproduksi terinfeksi HIV
Sikap:
Pertimbangan dokter:
• CD4 > 500
• Viral load tidak terdeteksi
• Minum ARV teratur 6bln
• Konseling
• Pengobatan
• Pemantauan
Keputusan untuk hamil:
• Pasangan
• Dukungan Keluarga
Kurangi jumlah ibu hamil dengan HIV positif
64. Ringkasan
Semua ibu hamil harus ditawarkan pemeriksaaan HIV
Pada perempuan hamil dengan HIV positiv pemberian ARV penting untuk
mencegah tranmisi infeksi ke bayi
Masa persalinan mempunyai risiko tertinggi dalam penularan HIV dari Ibu ke
Bayi dibanding masa kehamilan dan nifas
Pada dasarnya persalinan ibu dengan HIV dapat dilaksanakan di semua
fasilitas kesehatan, dengan menerapkan kewaspadaan universal standar
Partus pervaginam tidak menjadi masalah asalkan ibu sudah minum ARV
minimal 6 bulan. Seksio sesarea berencana merupakan pilihan apabila
fasilitas memadai
Kondom tetap digunakan, namun hanya merupakan proteksi untuk
pencegahan infeksi
65. Hepatitis B dalam Kehamilan :
Tata Laksana dan Pencegahan Transmisi Vertikal
66. Virus Hepatitis B
• Virus DNA
• 350-400 juta manusia di dunia
• Angka mortalitas di dunia mencapai 1 juta akibat
sirosis, gagal hati dan karsinoma hepatoselular
(KHS)
• Transmisi melalui seksual, perkutaneus dan
perinatal
• Terdiri atas 3 bagian :
- Protein envelope (HBsAg)
- Protein nukleokapsid inti (HBcAg)
- Protein nukleokapsid soluble (HBeAg) :
menandakan replikasi
Dienstag JL. Hepatitis B Virus Infection. N Engl J Med. 2008;359:1486-500
67. Epidemiologi Hepatitis B di Dunia
Shephard CW, Simard EP, Finelli L, Fiore AE, Bell BP. Hepatitis B Virus Infection: epidemiology and vaccination. Epidemiol Rev. 2006;28:112-25
68. Transmisi Hepatitis B
Shephard CW, Simard EP, Finelli L, Fiore AE, Bell BP. Hepatitis B Virus Infection: epidemiology and vaccination. Epidemiol Rev. 2006;28:112-25
69. Hepatitis B Akut dan Kronik
Liang TJ. Hepatitis B: the virus and disease. Hepatology. 2009;49(5):13-21
• Hepatitis B akut bersifat self-limiting
• Hanya 5-10% yang berkembang menjadi Hepatitis B Kronik
• Hanya 1% yang berkomplikasi menjadi gagal hati akut
71. Prevalensi Transmisi Hepatitis B di Eropa Tahun 2006-
2012
Duffell EF, Laar MJW, Amato-Gauci AJ. Enhanced surveillance of hepatits B in the EU, 2006-2012. Journal of Viral Hepatitis. 2015;22:581-89.
Transmisi vertikal dari ibu ke anak menempati porsi terbesar dalam
transmisi Hepatitis B kronik
72. Komplikasi Hepatitis B pada Kehamilan
Semakin muda usia saat terinfeksi, maka semakin tinggi risiko Hepatitis B
kronik
World Health Organization. Guidelines for the prevention, care and treatment of persons with chronic hepatitis B infection. 2015.
74. Manifestasi Hepatitis B pada Kehamilan
Hepatitis B Akut
Hepatitis B Kronik
Sering asimptomatik
Gejala yang dapat muncul adalah tanda-tanda sirosis
Perlunya deteksi dini
Tan YT, Sun C, Liu CX, Xie SS, Xiao D, Liu L, Yu JH, et al. Clinical features and outcome of acute hepatits B in pregnancy. BMC Infectious Disease. 2014;14:368
75. Deteksi Awal Infeksi Hepatitis B Kronik
MchMahon BJ. Natural history of chronic hepatitis B-clinical implications. Medscape J Med. 2008;10(4):91
Seluruh ibu hamil diperiksakan nilai HBsAg pada awal dan trimester ketiga kehamilan
76. Anamnesis pada Pasien dengan
HBsAg Positif
Tanda dan Gejala Sirosis Faktor Risiko Metabolik
Riwayat KHS di keluarga
Status Vaksinasi Hep B
Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
77. Tanda dan Gejala Sirosis
Jaringan Hati Normal
Jaringan Sirosis Hati
78. Penegakkan Diagnosis Hepatitis B Kronik pada
Kehamilan
HBsAg positif selama 6 bulan
Sarin SK, Kumar M, Lau GK, Abbas Z, Chan HLY, Chen CJ, et al. Asian-Pacific clinical practices guidelines on the management of hepatitis B: a 2015 updated. Hepatol Int. 2016;10:1-98
79. • Multiple sexual partners
• Penggunaan obat intravena menggunakan jarum tidak steril
• Kontak dengan pasien yang terinfeksi atau pasien karier hepatitis B kronik
Faktor Risiko Infeksi VHB
Faktor Risiko Transmisi VHB
Faktor yang meningkatkan risiko transmisi :
• Status HBeAg (+) pada ibu
• Kadar DNA-VHB pada ibu (>200.000 IU/mL)
1. Tran TT, Ahn J, Reau NS. ACG Clinical Guideline: Liver Disease and Pregnancy. Am J Gastroenterol. 2016.
2. Borgia G, Carleo MA, Gaeta GB, Gentile I. Hepatitis B in pregnancy. World J Gastroenterol. 2012;18(34):4677-83
80. Prevalensi HBeAg pada HBsAg Positif
Prevalensi HBeAg pada HBsAg positif tinggi pada perempuan < 30 tahun
(usia reproduksi) risiko transmisi Hep B meningkat
Ott JJ, Stevens GA, Wiersma ST. The risk of perinatal hepatitis B virus transmission: hepatitis B e antigen (HBeAg) prevalence estimates for all world regions. BMC Infectious Diseases.
2012;12:131
81. Algoritma Diagnosis Hepatitis B pada Kehamilan
Pemeriksaan Awal Ibu Hamil :
Uji Hati Abnormal
Profil hepatoselular: AST/ALT Profil bilier: bilirubin/alkalin fosfatase
Eksklusi :
• Hepatitis Viral
• Infeksi Herpes
• Penggunaan obat-
obatan
Bilirubin ±
alk.fosfatase ↑
Alk.fosfatase ↑
Pencitraan bilier Tidak ada follow up
• IgM anti HAV
• HBsAg
• Anti HCV
Tidak ada bukti obstruksi
Tran TT, Ahn J, Reau NS. ACG Clinical Guideline: Liver Disease and Pregnancy. Am J Gastroenterol. 2016
82. Perubahan Fisiologis selama Kehamilan
Tran TT, Ahn J, Reau NS. ACG Clinical Guideline: Liver Disease and Pregnancy. Am J Gastroenterol. 2016
83. Algoritma Diagnosis Hepatitis B pada Kehamilan
Borgia G, Carleo MA, Gaeta GB, Gentile I. Hepatitis B in pregnancy. World J Gastroenterol. 2012;18(34):4677-83
84. Definisi Transmisi Vertikal VHB
HbsAg atau DNA-VHB positif selama 6-12 bulan pertama kehidupan pada
bayi yang lahir dari ibu terinfeksi VHB
Gentile I, Borgia G. Vertical transmission of hepatitis B virus: challenges and solutions. InternationalJournal of Women’s Health. 2014;6:605-11
85. HbsAg dan DNA-VHB (+) saat lahir :
- Sering hanya bersifat sementara (fenomena transien)
- Tidak menggambarkan transmisi
Papaevangelou V. Perinatal HBV Viremia in Newborns of HbsAg(+) mothers is a transient phenomenon that does not necessarily imply HBV infection transmission. Journal of Clinical Virology.
2012; 54:202
86. Papaevangelou V. Perinatal HBV Viremia in Newborns of HbsAg(+) mothers is a transient phenomenon that does not necessarily imply HBV infection transmission. Journal of Clinical Virology.
2012; 54:202
Karena anti-Hbe dan anti-Hbc didapat
dari ibuku melalui plasenta
Anti Hbe dan anti Hbc (+) dari lahir hingga usia 2 tahun:
tidak berhubungan dengan infeksi VHB kronik
87. Tata Laksana Hepatitis B dan Pencegahan Transmisi
Vertikal
Pemberian Antiviral pada Ibu Hamil Vaksin Hepatitis B dan HBIg
Proses Kelahiran
Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
88. Indikasi Pemberian Antiviral pada Ibu Hamil
Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
HbsAg (+)
DNA-VHB > 200.000 U
Pemberian Antiviral
89. Penentuan Waktu Pemberian Antiviral
Pemberian Antiviral mulai diberikan pada usia kehamilan 28-
32 minggu
Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
90. Penghentian Pemberian Antiviral
Pregnancy 3 bulan Setiap 3- 6 bulan
Antiviral dihentikan
Pantau AST
Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
91. Pengaruh Antiviral terhadap Menyusui
Bukan
Kontraindikasi
Antiviral dieksresikan dalam ASI, namun belum ditemukan adanya bukti toksisitas
yang siginifikan
Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
92. Pemilihan Antiviral pada VHB Kronik
Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
Telbivudine dan tenofovir relatif aman
untuk ibu hamil
93. Rekomendasi AASLD 2015
Ibu hamil dengan
HbsAg (+) dan DNA-VHB ≤ 200.000 U
tidak disarankan untuk diberikan antiviral
Benefit
Risk
Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
94. Immunoprofilaksis
• Vaksin Hepatitis B paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir
• Hepatitis Immunoglobulin (HBIg) diberikan pada ekstremitas yang berbeda
• Kombinasi vaksin dan Ig menurunkan risiko transmisi vertikal dari >90% menjadi
<10%
1. Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
2. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jadwal Imunisasi Anak Umur 0-18 Tahun. 2014.
95. Kegagalan Immunoprofilaksis
Zou H, Chen Y, Duan Z, Zhang H, Pan C. Virologic factors associated with failure to passive-active immunoprophylaxis in infants born to HBsAg-positive mothers. Journal of Viral Hepatitis. 2012.
96. Per Vaginam atau Sectio Caesaria ?
Rekomendasi 8A
9. Seksio caesaria tidak diindikasikan dikarenakan kurangnya data dan
mempertimbangkan risk-benefit dari SC dibandingkan pervaginam.
Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
97. Per Vaginam atau Sectio Caesaria ?
Meta-analisis Risiko Transmisi VHB pada section caesaria vs per vaginam
Chang MS, Gavini S, Andrade PC, Baltar JM. Caesarian section to prevent transmission of hepatits B: a meta-analysis. Can J Gastroenterol Hepatol. 2014:28(8):439-44
99. SIFILIS
• Penyakit sistemik
• Penyebab: bakteri Treponema pallidum
• Jika tidak diobati
• penyakit berkembang dalam stadium dengan gambaran klinis yang bervariasi
dan tidak khas
• komplikasi serius
• Jika diobati dini
• komplikasi sedikit
• Dapat mempermudah penularan HIV
99
W_Indriatmi
100. Penularan SIFILIS
• Terutama ditularkan melalui
• kontak seksual (genito-genital, ano-genital, oro-genital) atau
• dari ibu hamil kepada janin dalam kandungan
• Paling menular kepada pasangan seksual dalam stadium primer dan
sekunder
• Perkiraan: 3-10% tertular dalam satu kali hubungan seksual dengan
pasangan yang terinfeksi
W_Indriatmi 100
101. Perjalanan penyakit SIFILIS
• Masa inkubasi: umumnya 21 hari, kisaran 10-90 hari
• Memperbanyak diri pada tempat inokulasi dan membentuk luka /
chancre SIFILIS PRIMER
• Menyebar ke kelenjar getah bening setempat, kemudian ke pembuluh
darah SIFILIS SEKUNDER
• Dapat mengenai banyak organ tubuh SIFILIS SEKUNDER & LATEN
• SIFILIS TERTIER infeksi /inflamasi pembuluh darah dalam susunan
saraf pusat dan sistem kardiovaskular atau membentuk lesi gumma
W_Indriatmi 101
105. SIFILIS pada ibu hamil
• Dapat tertular dari pasangan seksual
• Manifestasi klinis sama dengan pada orang tidak hamil
• Stadium PRIMER
• Stadium SEKUNDER
• Stadium LATEN
• Stadium TERSIER
• Risiko penularan pada janin / bayi dalam kandungan
• Sifilis KONGENITAL
W_Indriatmi 105
106. SIFILIS Std PRIMER (S-1)
• Di lokasi inokulasi
• Ulkus durum/chancre:
• Berkembang dari makula – papul – ulkus
• KHAS: tidak nyeri, berindurasi, dasar bersih
• Sangat infeksius
• Dapat hilang spontan dalam 3-6 minggu
• Dapat terjadi lesi multipel
• Limfadenopati regional: kenyal, tidak nyeri, bilateral
• Tes serologi sifilis dapat non-reaktif pada sifilis primer dini
W_Indriatmi 106
108. SIFILIS Std SEKUNDER (S-2)
• Lesi muncul beberapa minggu setelah lesi primer muncul
• Dapat menetap sampai beberapa bulan
• Lesi S-1 dan S-2 dapat terlihat dalam waktu yang sama
• Paling sering lesi mukokutan
• Tes serologi paling tinggi dalam stadium ini
W_Indriatmi 108
111. SIFILIS Std LATEN (S-laten)
• Kategori:
• Laten dini (kurang dari 1 tahun)
• Laten lanjut (lebih atau sama dengan 1 tahun)
• Jika tidak diketahui awitan infeksi – dianggap S-laten lanjut
• Tidak tampak lesi bukti: tes serologi reaktif
• Dapat terjadi:
• Di antara S-primer dan S-sekunder
• Sesudah S-sekunder
• 60-85% tetap asimtomatik selama bertahun-tahun tanpa terapi
W_Indriatmi 111
112. SIFILIS KONGENITAL
• Akibat infeksi transplasenta
• Manifestasi dari asimtomatik sampai fatal
• Manifestasi dini: abortus spontan, lahir mati, ensefalitis, lesi kulit
generalisata, rhinitis (snuffles nose), disfungsi hepar, kegagalan multi
organ
• Manifestasi lanjut: umumnya tidak tampak saat lahir, termasuk
osteitis tulang panjang, malformasi gigi (trias Hutchinson) dan
maksilofasial, keratitis, tuli neurosensorik, gangguan neuropsikologis
W_Indriatmi 112
113. SIFILIS KONGENITAL
W_Indriatmi 113
Organ tubuh janin yang
terkena sifilis:
Plasenta
Hepar
Paru-paru
Tr. Gastrointestinal
Ginjal
Pankreas
Susunan syaraf pusat
Sistem tulang
114. SIFILIS KONGENITAL
• Definisi WHO:
• Lahir mati, lahir hidup atau janin mati pada usia kehamilan lebih
dari 20 minggu atau lebih dari 500 g, dari seorang ibu seropositif
sifilis tanpa pengobatan yang adekuat.
• Lahir mati, lahir hidup, atau anak usia kurang dari 2 tahun dengan
bukti terinfeksi sifilis secara klinis atau mikrobiologik
W_Indriatmi 114
WHO guidelines for the treatment of Treponema pallidum (syphilis). 2016
115. SIFILIS KONGENITAL
• Definisi WHO:
• Sifilis kongenital dengan bukti secara mikrobiologis:
• Mikroskop lapangan gelap: pada preparat tali pusat, plasenta, cairan
hidung atau lesi kulit tampak T.pallidum
• IgM spesifik T.pallidum reaktif
• Titer serologi non treponema reaktif 4 kali lipat lebih tinggi dibandingkan
titer ibu.
W_Indriatmi 115
WHO guidelines for the treatment of Treponema pallidum (syphilis). 2016
116. Diagnosis SIFILIS
• Secara KLINIS
• Sebagian besar tanpa keluhan dan gejala
• Lesi dini cepat hilang
• Lesi tidak tampak
• Infeksi laten
• Biasanya digunakan TES SEROLOGI
W_Indriatmi 116
117. Tes SEROLOGI SIFILIS (TSS)
Tes NONTREPONEMA
• Antibodi ini dapat timbul
sebagai reaksi terhadap
infeksi sifilis, namun juga bisa
memberikan banyak hasil
positif palsu.
• Contoh: RPR (Rapid Plasma
Reagin) dan VDRL (Venereal
Disease Research Laboratory)
Tes TREPONEMA
• Tes ini jarang memberikan hasil positif
palsu.
• Tes ini dapat memberi hasil positif/reaktif
seumur hidup walaupun terapi sifilis telah
berhasil
• Contoh: TPHA (Treponema Pallidum
Haemagglutination Assay), TP-PA
(Treponema Pallidum Particle
Agglutination Assay), FTA-ABS
(Fluorescent Treponemal Antibody
Absorption).
W_Indriatmi 117
119. TSS VDRL & TPHA
• KEUNTUNGAN
• Mudah dilakukan
• Dapat membedakan infeksi aktif dan infeksi masa lampau yang sudah diobati
• KERUGIAN
• Memerlukan peralatan listrik untuk lemari es (menyimpan reagen), rotator
dan sentrifuge
• Tidak bisa menggunakan whole blood
• Hasil negatif palsu bisa terjadi karena antibodi berlebihan (fenomena
prozone)
W_Indriatmi 119
120. Rapid Test for Syphilis (TP Rapid)
• Dapat menggunakan whole blood, serum atau plasma
• Dapat digunakan di layanan kesehatan sehingga pasien dapat langsung diobati
• Mudah dilakukan, tidak memerlukan tempat penyimpanan khusus atau transport
- pada suhu <30o
• Mudah diinterpretasi, selesai dalam waktu sekitar 30 menit
• Tidak ada efek prozone
• Tidak dapat membedakan infeksi aktif dan infeksi masa lampau yang sudah
diobati
W_Indriatmi 120
123. Interpretasi Tes Serologi Sifilis
RPR atau VDRL
TPHA atau
TP Rapid
INTERPRETASI
Reaktif Non reaktif Tes skrining nontreponema positif palsu
Reaktif Reaktif Sifilis yang belum diobati;
Sifilis lanjut yang pernah diobati
Frambusia
W_Indriatmi 123
124. Interpretasi Tes Serologi Sifilis
RPR atau VDRL
TPHA atau
TP Rapid
INTERPRETASI
Non reaktif Reaktif Sifilis sangat dini yang belum diobati;
Sifilis dini yang pernah diobati
Frambusia
Non reaktif Non reaktif Bukan sifilis;
Sifilis masa inkubasi;
Sifilis sangat lanjut;
Sifilis bersamaan dengan infeksi HIV dan
imunosupresi
W_Indriatmi 124
125. Tatalaksana SIFILIS pada ibu hamil
• Sifilis DINI (S-1 dan S-2):
• Benzathin penicillin G 2,4 juta unit dosis tunggal injeksi intramuskular ATAU
• Procaine penicillin G 1,2 juta unit injeksi intramuskular sekali sehari selama
10 hari
• Bila alergi penisilin dan tidak memungkinkan untuk desensitisasi, atau tidak
tersedia:
• Eritromisin 4X500 mg per oral selama 14 hari ATAU
• Seftriakson injeksi intramuscular 1 g sekali sehari, selama 14 hari, ATAU
• Azitromisin 2g per oral dosis tunggal
• Catatan: ketiga obat dapat mengobati ibu hamil, namun tidak dapat melewati sawar
plasenta, sehingga tidak dapat mengobati janinnya
W_Indriatmi 125
WHO guidelines for the treatment of Treponema pallidum (syphilis). 2016
126. Tatalaksana SIFILIS pada ibu hamil
• Sifilis LANJUT (termasuk S laten):
• Benzathin penicillin G 2,4 juta unit injeksi intramuskular sekali seminggu
selama 3 minggu berturut-turut (interval jangan melebihi 14 hari) ATAU
• Procaine penicillin 1,2 juta unit injeksi intramuskular sekali sehari selama 20
hari
• Bila alergi penisilin dan tidak memungkinkan untuk desensitisasi, atau tidak
tersedia:
• Eritromisin 4X500 mg per oral selama 30 hari
• Catatan: obat dapat mengobati ibu hamil, namun tidak dapat melewati sawar plasenta,
sehingga tidak dapat mengobati janinnya
W_Indriatmi 126
WHO guidelines for the treatment of Treponema pallidum (syphilis). 2016
127. Reaksi Jarisch-Herxheimer
• Reaksi demam akut, seringkali disertai nyeri kepala, mialgia, dan
keluhan lain
• Biasanya terjadi dalam 24 jam pertama setelah pemberian terapi
awal apapun untuk sifilis dan seringkali terjadi pada pasien sifilis dini,
kemungkinan karena bakteri masih sangat banyak dalam stadium dini
W_Indriatmi 127
128. Reaksi Jarisch-Herxheimer
• Pasien harus diberi tahu mengenai kemungkinan ini
• Dapat diberikan antipiretik untuk mengurangi simtom, namun tetap
tidak dapat mencegah reaksi ini
• Reaksi Jarisch-Herxheimer dapat menginduksi partus atau
menyebabkan fetal distress pada perempuan hamil, namun keadaan
ini jangan menjadi alasan untuk tidak mengobati atau menunda
pengobatan
W_Indriatmi 128
129. Tatalaksana PASANGAN SEKSUAL
PASANGAN SEKS dari pasien terinfeksi sifilis harus dianggap BERISIKO
dan DIOBATI, bila
• terjadi kontak seksual dengan pasien dalam waktu:
• 3 bulan DITAMBAH durasi simtom pasien SIFILIS PRIMER
• 6 bulan DITAMBAH durasi simtom pasien SIFILIS SEKUNDER
• 1 tahun untuk pasien SIFILIS LATEN DINI
W_Indriatmi 129
130. Tatalaksana PASANGAN SEKSUAL
• SEORANG YANG TERPAJAN DALAM 90 HARI sebelum pasangan
seksual didiagnosis sifilis primer, sekunder, atau laten dini, dapat
terinfeksi meskipun serologi negatif OBATI SECARA PRESUMTIF
• SEORANG YANG TERPAJAN >90 HARI sebelum pasangan seksual
didiagnosis sifilis primer, sekunder, atau laten dini, dapat terinfeksi
meskipun serologi negatif OBATI SECARA PRESUMTIF:
• Bila hasil tes serologi tidak segera didapatkan, dan
• Kemungkinan follow-up meragukan
W_Indriatmi 130
131. Tatalaksana SIFILIS KONGENITAL
• BAYI DENGAN SIFILIS KONGENITAL PASTI, ATAU
• BAYI YANG KLINIS NORMAL DENGAN IBU SIFILIS:
• yang tidak diobati ATAU
• diobati tidak adekuat (termasuk terapi dalam 30 hari menjelang partus) ATAU
• diobati dengan rejimen bukan penisilin
Anjuran TERAPI:
• Aqueous benzyl penicillin 100.000-150.000 U/kg/hari secara IV selama 10-15 hari
ATAU
• Procaine penicillin 50.000/U/kg/hari sekali sehari IM selama 10-15 hari
W_Indriatmi 131
WHO guidelines for the treatment of Treponema pallidum (syphilis). 2016
132. Tatalaksana SIFILIS KONGENITAL
• BAYI YANG SECARA KLINIS NORMAL DENGAN IBU SIFILIS, TELAH
DIOBATI SECARA ADEKUAT dan tidak menunjukkan tanda-tanda
infeksi ulang
• Anjuran:
• Bayi dipantau secara ketat
• Bila diobati juga, sebagai pilihan adalah benzathin penicillin G 50.000
U/kg/hari dosis tunggal injeksi IM
W_Indriatmi 132
WHO guidelines for the treatment of Treponema pallidum (syphilis). 2016
133. MENYUSUI dan SIFILIS
• Tidak ada bukti penularan sifilis melalui ASI, tanpa lesi di daerah payudara
• Seorang ibu menyusui yang menderita S-1 atau S-2 dengan lesi di payudara,
dapat menularkan bayinya melalui kontak lesi dengan mukosa
• Bila terdapat lesi di payudara, terutama di daerah areola kontraindikasi untuk menyusui
atau penggunaan susu yang “diperah” sampai pengobatan selesai dan penyembuhan lesi
• Tidak ada kontraindikasi untuk menyusui setelah pengobatan adekuat
W_Indriatmi 133
Lawrence RA, Lawrence RM. Breastfeeding: a guide for the medical profession. 5th Ed St Louis, MO:Mosby;1999: 563-616
135. W_Indriatmi 135
Bayi, 6 bulan, anak pertama, dengan bercak
merah bersisik sejak 3 bulan
Saat lahir: tidak ada lenting, cairan dari
hidung atau mata
Status gizi baik,
Terdapat pembesaran hepar dan limpa
Kelenjar getah bening aksila & inguinal
membesar
137. Kasus: TSS dan Tatalaksana
W_Indriatmi 137
PASIEN AYAH IBU
VDRL 1:512 1:1 1:128
TPHA 1:5120 1:5120 1:5120
Terapi
Aqueous penicillin
procaine 50,000
IU/kg/hr selama 10
hari
Benzathine penicillin
3 x 2.4 juta IU dengan
interval 1 minggu
- Alergi penisilin
- Doksisiklin 2 x 100
mg/hari selama 1
bulan