SlideShare a Scribd company logo
1 of 141
Download to read offline
TATA LAKSANA IBU HAMIL TERINFEKSI HIV,
SIFILIS DAN HEPATITIS B
TATA LAKSANA IBU HAMIL TERINFEKSI HIV,
SIFILIS DAN HEPATITIS B
Tujuan Pembelajaran
Tujuan Umum :
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan tata laksana Ibu Hamil terinfeksi HIV,
Sifilis dan Hepatitis B sesuai standar
Tujuan Khusus :
1. Melakukan penatalaksanaan antenatal bagi ibu dengan HIV dan ibu yang belum
diketahui status HIV , Sifilis dan Hepatitis B nya.
2. Melakukan penatalaksanaan persalinan bagi ibu dengan HIV, Sifilis dan Hepatitis B
dan ibu yang belum diketahui statusnya.
3. Melakukan penatalaksanaan nifas bagi ibu dengan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dan
ibu berisiko yang status HIV, Sifilis dan Hepatitis B nya belum diketahui.
4. Memberikan pilihan kontrasepsi yang dapat dipilih oleh ibu dengan HIV, Sifilis dan
Hepatitis
Pokok Bahasan
1. Penatalaksanaan antenatal bagi ibu:
• Penatalaksanaan antenatal bagi ibu dengan HIV, Sifilis dan Hepatitis
• Penatalaksanaan ibu yang belum diketahui statusnya
2. Penatalaksanaan persalinan bagi ibu:
• Penatalaksanaan persalinan bagi ibu dengan HIV, Sifilis dan Hepatitis B
• Penatalaksana persalinan ibu yang belum diketahui statusnya.
3. Penatalaksanaan nifas bagi ibu dengan atau tanpa diketahui HIV, Sifilis
dan Hepatitis B.
4. Kontrasepsi yang dapat dipilih oleh ibu dengan HIV, Sifilis dan Hepatitis B
TATALAKSANA
PADA KEHAMILAN
Mengapa PPIA ?
 Infeksi HIV dari ibu ke anak mengganggu kesehatan anak
 Penularan dapat ditekan sampai 50% melalui intervensi
feasible, affordable
 Memungkinkan dilakukannya pencegahan primer kepada
pasangan, perawatan dan pengobatan keluarga
Pentingnya PPIA
 Sebagian ODHA perempuan : usia subur,
 90% penularan terjadi pada waktu perinatal,
 Anak akan menjadi yatim piatu,
 Anak dengan HIV (+) : gangguan tumbuh kembang,
 Stigma sosial bagi anak dengan HIV.
Risiko penularan HIV dari ibu ke bayi tanpa
intervensi PMTCT
Periode transmisi Risiko
•Kehamilan 5 - 10 %
•Persalinan 10 - 20 %
•Menyusui 10 - 15 %
Total 25 - 45 %
Risiko tertinggi
Mazami Enterprise © 2009
Sumber: de Cock dkk, 2000
Source: De Cock KM, et al. JAMA. 2000; 283 (9): 1175-82
Kourtis et al. JAMA 2001; DeCock et al. JAMA 2000
Semua tanpa ASI 15-25 %
Semua dg pemberian ASI sampai 6 bln 25-30 %
Semua dg pemberian ASI sampai 18-24 bln 30-45 %
Masa kehamilan
Selama
persalinan
4% 12%
Post partum melalui ASI
1%
0-14 mg 14-36 mg
36 mg-
kelahiran
Persalinan
8% 7%
0-6 bln 6-24 bln
3%
WAKTU & RISIKO PENULARAN HIV
DARI IBU KE ANAK
Kondisi ibu baik
Tidak terjadi penularan
Ke Bayi
Ke Tim Penolong
Ke Pasien lainnya
Tindakan efektif dan efisien
Tujuan Penatalaksanaan Obstetri
Tujuan Penatalaksanaan Obstetri
Persalinan yang aman
Persalinan yang aman
Penatalaksanaan Antenatal Bagi
Ibu terinfeksi HIV
Penatalaksanaan Antenatal 1/4
Mazami Enterprise © 2009
Pelihara kesehatan secara umum
Pola hidup sehat (diit seimbang, tidak merokok, tidak minum alkohol,
olahraga teratur, istirahat cukup)
Minum roboransia
Asuhan Antenatal 10 T
Ukur Tinggi Badan, Berat Badan, Tekanan darah, Ukur Status Gizi,
Tinggi Fundus Uteri,Presentasi Janin dan DJJ, Pemberian Tablet
Tambah Darah, Status Tetanus Toksoid, Tes Laboratorium, Tata
laksana kasus, dan Konseling
Untuk tes laboratorium : Hemoglobin, Glukoproteinurin, Golongan
darah, HIV, HBsAg, Sifilis, GDS
Penatalaksanaan Antenatal 2/4
Mazami Enterprise © 2009
Kurangi jumlah virus (Viral Load)
Deteksi dini dan terapi faktor penyulit
Minum ARV secara teratur, sedini mungkin
Infeksi Menular Seksual (Sifilis, Gonore, Kondiloma akuminata,
Hepatitis B & C dll),
Malaria
Tuberkulosis
Ketergantungan narkoba
Penatalaksanaan Antenatal 3/4
Mazami Enterprise © 2009
Hindari penularan ke pasangan
Konseling persiapan persalinan
Perilaku seksual sehat, setia pada pasangan
Selalu menggunakan kondom
Periksa status serologis HIV pasangan seksual
Perlu dilakukan konseling kepada ibu, pasangan dan keluarga
mengenai manfaat dan risiko persalinan pervaginam dan persalinan
dengan seksio sesarea berencana
Cara persalinan: Seksio sesarea/ pervaginam
Tempat persalinan dianjurkan di RS/Puskesmas yang tersedia
pelayanan PMTCT
Perlu dilakukan konseling kepada ibu, pasangan dan keluarga
mengenai manfaat dan risiko pemberian ASI Eksklusif dan Susu
Formula Eksklusif
Perlu diberikan dukungan terhadap ibu mengenai keputusan terhadap
pilihan pemberian makanan bayi.
Apabila pilihan adalah ASI Eksklusif maka dijelaskan mengenai
manajemen laktasi.
Apabila pilihan adalah Susu Formula Eksklusif maka dijelaskan
mengenai syarat AFASS dan cara mencapainya.
Penatalaksanaan Antenatal 4/4
Mazami Enterprise © 2009
Konseling pemberian makanan bayi
PPIA 2013 :
 Peningkatan cakupan :
semua ibu hamil ditawarkan untuk tes HIV
 Penawaran dilakukan dengan cara PITC.
 Semua ibu hamil dengan HIV (+) diberi ARV tanpa memandang
CD4nya & usia kehamilan
 ARV diteruskan seumur hidup
PPIA 2013 :
 Persalinan aman untuk Ibu HIV+ :
Boleh lahir normal dengan syarat pemberian ARV (minimal 6
bulan) dan kewaspadaan standar yang sama dengan
persalinan Ibu tanpa HIV
 Kondom hanya digunakan untuk pencegahan IMS, tetap harus
menggunakan kontrasepsi mantab/jangka panjang untuk KB
 Pemberian nutrisi pada bayi :
Boleh ASI dgn syarat pemberian ARV pada ibu dan bayinya
pada masa menyusui.
Penggunaan ARV selama kehamilan akan
menurunkan jumlah virus dalam darah ibu
Menurunkan kemungkinan bayinya terpajan HIV
diberi ARV untuk PPIA segera setelah diketahui hamil
dan akan diteruskan seumur hidupnya
Prinsip Pengobatan
Pengobatan dasar
Pengobatan Dasar
 Gizi yang sesuai
 Obat simtomatik
 Vitamin
 Olah raga
 Dukungan Psikososial
Prinsip Pengobatan
Pengobatan dasar
Pengobatan IO
ART
Minum ARV teratur (bila eligible dan hamil)
Sikap:
Turunkan Viral Load serendah-rendahnya
Menunda untuk memulai ARV
• Ibu sering mengalami mual dan muntah berlebihan (hiperemesis)
• Berada pada Trimester 1 dan ibu sangat khawatir tentang risiko ARV
terhadap janinnya
Tetapi
Jika status klinis atau status imun ibu dalam keadaan SAKIT BERAT, maka
manfaat ARV terapi DINI lebih baik dibanding risiko terhadap janinnya
Memulai ARV pada kehamilan
secepatnya
Manfaat antiretroviral
• Memperbaiki status kesehatan dan kualitas hidup
• Menurunkan angka rawat inap akibat HIV
• Menurunkan angka kematian terkait AIDS
• Menurunkan terjadinya penularan dari ibu ke bayi
Modul 3a, Halaman 25
Penurunan CD4 & komplikasi HIV
HAART
HAART= Highly Active Anti Retroviral Therapy
Pemakaian HAART akan mencegah terjadinya komplikasi infeksi oportunistik
pada pasien dengan HIV
Syarat pemberian ARV pada ibu hamil
• Siap : dalam menerima ARV, mengetahui efek ARV terhadap infeksi HIV
dengan benar.
• Adherence: kepatuhan minum obat
• Disiplin: dalam minum obat dan kontrol ke dokter.
• Aktif: dalam menanyakan dan berdiskusi dengan dokter mengenai terapi.
• Rajin: dalam memeriksakan diri jika timbul keluhan.
Keamanan obat ARV untuk kehamilan
• Semua obat ARV mempunyai efek toksik
• Risiko toksisitas pada ibu dan janin bervariasi tergantung pada
• Usia Kehamilan
• Lama terapi
• Jumlah obat yang digunakan
• Obat ARV dapat digunakan selama kehamilan
• Sebagai terapi kombinasi yang poten untuk ibu hamil
• Sebagai profilaksis tidak ada lagi
1.Kehamilan: Ibu minum ARV
2.Persalinan:
• Seksio sesarea atau
• Pervaginam tanpa trauma ke ibu & janin BILA ARV teratur minimal 6 bulan
3.Laktasi:
• Susu Formula Eksklusif (bila memenuhi syarat AFASS)
• ASI Eksklusif (max 6 bln) dgn ARV bagi ibu dan bayi
Sikap:
Tidak boleh Makanan Campuran (Mix Feeding) !!!
Meminimalkan paparan janin/bayi dengan cairan tubuh
ibu HIV positif
1.Minum Roboransia
2.Pola Hidup Sehat:
• Cukup nutrisi, cukup istirahat, cukup olahraga
• Tidak merokok, tidak minum alkohol
3.Menggunakan kondom:
• Mencegah infeksi baru (bila pasangan non odha)
• Mencegah superinfeksi (bila pasangan odha)
Sikap:
Optimalkan kesehatan ibu dengan HIV positif
Concentration of HBV in Body
Fluids
Moderate
Semen
Vaginal Fluid
Saliva
Low/Not Detectable
Urine
Feces
Sweat
Tears
Breast Milk
High
Blood
Serum
Wound exudates
Penatalaksanaan Persalinan Bagi
Ibu terinfeksi HIV
Risiko penularan masa persalinan
Mazami Enterprise © 2009
His  tekanan pada plasenta meningkat
Terjadi sedikit pencampuran antara darah ibu dengan darah bayi
Lebih sering terjadi jika plasenta meradang/ terinfeksi
Bayi terpapar darah dan lendir serviks pada saat
melewati jalan lahir
Bayi kemungkinan terinfeksi karena menelan darah dan
lendir serviks pada saat resusitasi
Source: De Cock KM, et al. JAMA. 2000; 283 (9): 1175-82
Kourtis et al. JAMA 2001; DeCock et al. JAMA 2000
Semua tanpa ASI 15-25 %
Semua dg pemberian ASI sampai 6 bln 25-30 %
Semua dg pemberian ASI sampai 18-24 bln 30-45 %
Masa kehamilan
Selama
persalinan
4% 12%
Post partum melalui ASI
1%
0-14 mg 14-36 mg
36 mg-
kelahiran
Persalinan
8% 7%
0-6 bln 6-24 bln
3%
WAKTU & RISIKO PENULARAN HIV
DARI IBU KE ANAK
Pemilihan rute persalinan tergantung
Status obstetri
Status PPIA: ARV & viral load
Kesiapan petugas medis: Kewaspadaan universal, SDM,
sarana medis & non medis
Penatalaksanaan Persalinan
Persyaratan untuk persalinan pervaginam
Ibu minum ARV teratur lebih dari 6 bulan, dan/atau
Muatan virus/ viral load tidak terdeteksi
Mazami Enterprise © 2009
Kewaspadaan standar
Dilakukan pada SEMUA penatalaksanaan persalinan baik per vaginam
maupun seksio sesaria
Penatalaksanaan Persalinan 2/4
Prinsip kewaspadaan standar
Cuci tangan
Penggunaan alat pelindung diri (topi, kacamata, masker, apron, sarung
tangan, sepatu) untuk mencegah transmisi infeksi melalui cairan
Penanganan alat medis tajam, baik dalam penggunaan, serah terima,
penyimpanan maupun pembuangan sebagai limbah medis
Penerapan budaya aman dalam kamar operasi dan kamar bersalin
Mazami Enterprise © 2009
Seksio sesarea elektif
Merupakan cara persalinan yang memiliki risiko
transmisi terkecil
Akan mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke
bayi sebesar 50-66%
Persalinan pervaginam
Risiko penularan meningkat apabila terjadi Proses
Persalinan (inpartu) dan Ketuban Pecah Dini
Bila terjadi KPD 4 jam atau lebih, pertimbangkan
percepat persalinan
Penatalaksanaan Persalinan 3/4
Penatalaksanaan Persalinan
Metode persalinan Keuntungan Kerugian
Pervaginam
Syarat:
1. Pemberian ARV ≥ 6 bulan
2. Viral load < 1000
kopi/mm3
1. Mudah dilakukan di sarana
kesehatan yang terbatas.
2. Masa pemulihan pasca persalinan
singkat
3. Biaya rendah
1. Risiko penularan pada bayi relatif tinggi 10-
20% (kecuali ibu telah minum ARV teratur dan
kadar viral load tidak terdeteksi).
Seksio Sesarea Elektif
(Bedah sesar terencana)
1. Risiko penularan yang rendah (2-
4%), atau dapat mengurangi resiko
penularan sampai 50-66%
2. Terencana
1. Lama perawatan bagi ibu lebih panjang.
2. Perlu sarana dan fasilitas pendukung yang
lebih memadai
3. Risiko komplikasi bedah dan anestesi selama
operasi dan pasca operasi
4. Biaya lebih mahal.
PRINSIP PENULARAN HIV
• E = Exit
(virus harus keluar dari tubuh orang yang terinfeksi)
• S = Survive
(virus harus bertahan hidup diluar tubuh)
• S = Sufficient
(J=jumlah virus harus cukup untuk dapat menginfeksi)
• E = Enter
(virus masuk ketubuh orang lain melalui aliran darah)
Concentration of HBV in Body
Fluids
Moderate
Semen
Vaginal Fluid
Saliva
Low/Not Detectable
Urine
Feces
Sweat
Tears
Breast Milk
High
Blood
Serum
Wound exudates
Sarung tangan
IMD pada operasi SC
dengan HIV
Penatalaksanaan Nifas Bagi Ibu
terinfeksi HIV
Mazami Enterprise © 2009
Perawatan nifas umum
Pemeriksaan tanda vital, involusi uterus
Higiene genitalia dan payudara
Nutrisi cukup, istirahat cukup
Perawatan nifas khusus
Pastikan ibu telah menentukan pilihan pemberian makanan untuk bayi
Supresi laktasi apabila ibu memilih untuk tidak menyusui
Penatalaksanaan Nifas 1/2
Mazami Enterprise © 2009
Perawatan berkelanjutan pasca nifas
Hasil pemeriksaan/tes HIV pada bayi diinformasikan kepada dokter
spesialis obsgin yang merawat ibu, sebagai bagian penilaian
keberhasilan penerapan PPIA dalam institusi kesehatan, serta
memperkuat kinerja Tim PPIA
Perawatan, Dukungan dan Pengobatan (CST) lanjutan bagi Odha,
termasuk penatalaksanaan infeksi oportunistik
Pemeriksaan ginekologi rutin, Inspeksi Visual Asam asetat (IVA) dan
Pap smir (bila memungkinkan)
Penatalaksanaan Nifas 2/2
Perencanaan Kehamilan dan Pencegahan kehamilan yang
tidak direncanakan pada perempuan dengan HIV
Perencanaan Kehamilan
Kegiatan yang dilakukan meliputi:
1.pencegahan dan penundaan kehamilan pada ibu dengan HIV melalui
konseling dan penyediaan sarana kontrasepsi yang aman dan efektif
2.perencanaan dan persiapan kehamilan yang tepat, jika ibu ingin
hamil.
Perencanaan kehamilan
Bila perempuan dengan HIV dan pasangannya memutuskan ingin punya anak, maka
kehamilan perlu direncanakan dengan matang. Persyaratan mencakup aspek medis
dan aspek sosial sebagai berikut.
Aspek medis meliputi hal-hal sebagai berikut :
1.Viral load tidak terdeteksi: bila viral load sudah tidak terdeteksi, maka kemungkinan
penularan HIV dari ibu ke bayi rendah.
2.Kadar CD4 lebih dari 350 sel/mm3: kadar CD4 yang tinggi merupakan tanda bahwa
kekebalan tubuh ibu cukup baik dan layak untuk hamil. Dengan kadar CD4 kurang dari
350 sel/mm3 maka ibu akan rentan terhadap infeksi sekunder yang akan
membahayakan ibu dan dan janin di masa kehamilannya.
Perencanaan kehamilan
Aspek sosial mencakup hal-hal di bawah ini :
1.Perencanaan kehamilan oleh pasangan: kedua belah pihak (laki-laki dan
perempuan) benar-benar memahami risiko dan konsekuensi kehamilan,
persalinan dan aspek pengasuhan anak.
2.Kesepakatan/persetujuan dari keluarga: untuk menghindari penelantaran
pengasuhan anak di kemudian hari akibat keterbatasan orang tua yang
menderita HIV, perlu dipertimbangkan adanya persetujuan keluarga agar
bersedia mengasuh anak tersebut apabila terjadi kendala pada orang
tuanya.
Perencanaan kehamilan
Persiapan perempuan dengan HIV yang ingin hamil seperti berikut :
1.Pemeriksaan kadar CD4 dan viral load, untuk mengetahui apakah sudah
layak untuk hamil.
2.Bila VL tidak terdeteksi atau kadar CD4 lebih dari 350 sel/mm3, sanggama
tanpa kontrasepsi dapat dilakukan, terutama pada masa subur.
3.Bila kadar CD4 masih kurang dari 350 sel/mm3, minum ARV secara teratur
dan disiplin minimal selama enam bulan dan tetap menggunakan kondom
selama sanggama.
Perencanaan kehamilan
Persiapan pasangan dari perempuan dengan HIV yang ingin hamil :
1.Bila dipastikan serologis HIV non-reaktif (negatif), maka kapan pun boleh
sanggama tanpa kondom, setelah pihak perempuan dipastikan layak untuk
hamil.
2.Apabila serologis reaktif (positif), perlu dilakukan pemeriksaan viral load,
untuk mengetahui risiko penularan.
3.Apabila VL tidak terdeteksi sanggama tanpa kontrasepsi dapat dilakukan
pada masa subur pasangan.
4.Apabila VL masih terdeteksi atau kadar CD4 kurang dari 350 sel/mm3,
maka sebaiknya rencana kehamilan ditunda dulu.
PRINSIP KONTRASEPSI
1. Setiap perempuan dengan HIV diberikan konseling
mengenai risiko penularan HIV terhadap bayi yang
dikandungnya
2. Tundalah kehamilan sampai kesehatan secara umum
baik
3. Sebaiknya perempuan dengan HIV tidak hamil lagi,
kontrasepsi mantap dianjurkan
Pencegahan dan penundaan kehamilan pada ibu dengan HIV
Pilihan kontrasepsi berdasarkan urutan prioritas untuk ibu dengan
HIV :
1. Kontrasepsi mantap atau sterilisasi: dengan adanya risiko
penularan HIV ke bayi, bila ibu dengan HIV sudah memiliki jumlah
anak yang cukup, dipertimbangkan kontrasepsi mantap.
Pencegahan dan penundaan kehamilan pada ibu dengan HIV
2. Kontrasepsi jangka panjang:
a.Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR): metoda ini disarankan
bila risiko IMS rendah dan pasangannya tidak berisiko IMS.
Sebaiknya pemasangan dilakukan segera setelah plasenta lahir,
walaupun tidak tertutup kemungkinan dipasang pada fase
interval. Syarat-syarat pemasangan AKDR mengikuti standar
yang berlaku. Perlu perhatian khusus bila ada keluhan efek
samping, seperti nyeri dan perdarahan.
Pencegahan dan penundaan kehamilan pada ibu dengan HIV
2. Kontrasepsi jangka panjang:
b. Hormonal (lihat Tabel 6):
i. Pil KB kombinasi: aman dan efektif untuk perempuan dengan HIV yang tidak
dalam terapi obat ARV dan obat lain yang dapat meningkatkan enzim hati.
ARV dapat menurunkan efektivitas pil KB kombinasi.
ii.Pil progesteron: direkomendasikan bagi perempuan dengan HIV yang tidak
dalam terapi obat ARV, karena ARV menurunkan efektivitas pil progesteron.
Pencegahan dan penundaan kehamilan pada ibu dengan HIV
2. Kontrasepsi jangka panjang:
a.Hormonal (lihat Tabel 6):
iii. Suntik progesteron jangka panjang: DMPA dapat digunakan bagi
perempuan dengan HIV yang diberi ART tanpa kehilangan efektivitas
kontrasepsi. Metabolisme DMPA tidak dipengaruhi oleh obat ARV
dan tetap dapat diberikan dengan interval 12 minggu.
iv. Implan progesteron: implan etonorgestrel adalah kontrasepsi yang
amat efektif dan aman pada perempuan dengan HIV yang tidak
dalam terapi obat ARV.
Pilihan Kontrasepsi Berdasarkan urutan Prioritas
Kontrasepsi hormonal
Perempuan HIV
Dalam terapi ARV Tidak dalam terapi ARV
Pil KB kombinasi √
Pil progesteron √
Suntik progesteron jangka panjang (DMPA) √ √
Implan progesteron √
Hormon estrogen mempunyai efek menurunkan efektivitas ARV. Progesteron mempunyai efek sedikit
meningkatkan efektivitas ARV. Namun, sebaiknya tetap diperhatikan pada penggunaan polifarmasi (misalnya
perempuan HIV dengan tuberkulosis), karena semua kontrasepsi hormonal dimetabolisme di hati, demikian
juga ARV. Penggunaan keduanya dalam jangka panjang memperberat fungsi hati.
Pilihan kontrasepsi dan alasannya
• Vasektomi & Tubektomi Bila tidak ingin anak lagi
• AKDR Dianjurkan,sifatnya jangka panjang
• Suntik & Implan Interaksi obat dengan ARV
• Spons & Diafragma Kurang efektif
• Kondom Hanya untuk pencegahan IMS
Mencegah kehamilan yang tidak
direncanakan pada Ibu dengan HIV
1 2
Karena adanya risiko MTCT, maka pada dasarnya Odha perempuan tidak
dianjurkan untuk hamil lagi
1.Cegah HIV pada seluruh wanita usia reproduksi
2.Cegah kehamilan yang tidak direncanakan pada wanita usia
reproduksi terinfeksi HIV
Sikap:
Pertimbangan dokter:
• CD4 > 500
• Viral load tidak terdeteksi
• Minum ARV teratur 6bln
• Konseling
• Pengobatan
• Pemantauan
Keputusan untuk hamil:
• Pasangan
• Dukungan Keluarga
Kurangi jumlah ibu hamil dengan HIV positif
Ringkasan
Semua ibu hamil harus ditawarkan pemeriksaaan HIV
Pada perempuan hamil dengan HIV positiv pemberian ARV penting untuk
mencegah tranmisi infeksi ke bayi
Masa persalinan mempunyai risiko tertinggi dalam penularan HIV dari Ibu ke
Bayi dibanding masa kehamilan dan nifas
Pada dasarnya persalinan ibu dengan HIV dapat dilaksanakan di semua
fasilitas kesehatan, dengan menerapkan kewaspadaan universal standar
Partus pervaginam tidak menjadi masalah asalkan ibu sudah minum ARV
minimal 6 bulan. Seksio sesarea berencana merupakan pilihan apabila
fasilitas memadai
Kondom tetap digunakan, namun hanya merupakan proteksi untuk
pencegahan infeksi
Hepatitis B dalam Kehamilan :
Tata Laksana dan Pencegahan Transmisi Vertikal
Virus Hepatitis B
• Virus DNA
• 350-400 juta manusia di dunia
• Angka mortalitas di dunia mencapai 1 juta akibat
sirosis, gagal hati dan karsinoma hepatoselular
(KHS)
• Transmisi melalui seksual, perkutaneus dan
perinatal
• Terdiri atas 3 bagian :
- Protein envelope (HBsAg)
- Protein nukleokapsid inti (HBcAg)
- Protein nukleokapsid soluble (HBeAg) :
menandakan replikasi
Dienstag JL. Hepatitis B Virus Infection. N Engl J Med. 2008;359:1486-500
Epidemiologi Hepatitis B di Dunia
Shephard CW, Simard EP, Finelli L, Fiore AE, Bell BP. Hepatitis B Virus Infection: epidemiology and vaccination. Epidemiol Rev. 2006;28:112-25
Transmisi Hepatitis B
Shephard CW, Simard EP, Finelli L, Fiore AE, Bell BP. Hepatitis B Virus Infection: epidemiology and vaccination. Epidemiol Rev. 2006;28:112-25
Hepatitis B Akut dan Kronik
Liang TJ. Hepatitis B: the virus and disease. Hepatology. 2009;49(5):13-21
• Hepatitis B akut bersifat self-limiting
• Hanya 5-10% yang berkembang menjadi Hepatitis B Kronik
• Hanya 1% yang berkomplikasi menjadi gagal hati akut
Hepatitis B Kronik pada Kehamilan
Prevalensi Transmisi Hepatitis B di Eropa Tahun 2006-
2012
Duffell EF, Laar MJW, Amato-Gauci AJ. Enhanced surveillance of hepatits B in the EU, 2006-2012. Journal of Viral Hepatitis. 2015;22:581-89.
Transmisi vertikal dari ibu ke anak menempati porsi terbesar dalam
transmisi Hepatitis B kronik
Komplikasi Hepatitis B pada Kehamilan
Semakin muda usia saat terinfeksi, maka semakin tinggi risiko Hepatitis B
kronik
World Health Organization. Guidelines for the prevention, care and treatment of persons with chronic hepatitis B infection. 2015.
Perjalanan Hepatitis B Kronik
Manifestasi Hepatitis B pada Kehamilan
Hepatitis B Akut
Hepatitis B Kronik
 Sering asimptomatik
 Gejala yang dapat muncul adalah tanda-tanda sirosis
 Perlunya deteksi dini
Tan YT, Sun C, Liu CX, Xie SS, Xiao D, Liu L, Yu JH, et al. Clinical features and outcome of acute hepatits B in pregnancy. BMC Infectious Disease. 2014;14:368
Deteksi Awal Infeksi Hepatitis B Kronik
MchMahon BJ. Natural history of chronic hepatitis B-clinical implications. Medscape J Med. 2008;10(4):91
Seluruh ibu hamil diperiksakan nilai HBsAg pada awal dan trimester ketiga kehamilan
Anamnesis pada Pasien dengan
HBsAg Positif
Tanda dan Gejala Sirosis Faktor Risiko Metabolik
Riwayat KHS di keluarga
Status Vaksinasi Hep B
Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
Tanda dan Gejala Sirosis
Jaringan Hati Normal
Jaringan Sirosis Hati
Penegakkan Diagnosis Hepatitis B Kronik pada
Kehamilan
HBsAg positif selama 6 bulan
Sarin SK, Kumar M, Lau GK, Abbas Z, Chan HLY, Chen CJ, et al. Asian-Pacific clinical practices guidelines on the management of hepatitis B: a 2015 updated. Hepatol Int. 2016;10:1-98
• Multiple sexual partners
• Penggunaan obat intravena menggunakan jarum tidak steril
• Kontak dengan pasien yang terinfeksi atau pasien karier hepatitis B kronik
Faktor Risiko Infeksi VHB
Faktor Risiko Transmisi VHB
Faktor yang meningkatkan risiko transmisi :
• Status HBeAg (+) pada ibu
• Kadar DNA-VHB pada ibu (>200.000 IU/mL)
1. Tran TT, Ahn J, Reau NS. ACG Clinical Guideline: Liver Disease and Pregnancy. Am J Gastroenterol. 2016.
2. Borgia G, Carleo MA, Gaeta GB, Gentile I. Hepatitis B in pregnancy. World J Gastroenterol. 2012;18(34):4677-83
Prevalensi HBeAg pada HBsAg Positif
Prevalensi HBeAg pada HBsAg positif tinggi pada perempuan < 30 tahun
(usia reproduksi)  risiko transmisi Hep B meningkat
Ott JJ, Stevens GA, Wiersma ST. The risk of perinatal hepatitis B virus transmission: hepatitis B e antigen (HBeAg) prevalence estimates for all world regions. BMC Infectious Diseases.
2012;12:131
Algoritma Diagnosis Hepatitis B pada Kehamilan
Pemeriksaan Awal Ibu Hamil :
Uji Hati Abnormal
Profil hepatoselular: AST/ALT Profil bilier: bilirubin/alkalin fosfatase
Eksklusi :
• Hepatitis Viral
• Infeksi Herpes
• Penggunaan obat-
obatan
Bilirubin ±
alk.fosfatase ↑
Alk.fosfatase ↑
Pencitraan bilier Tidak ada follow up
• IgM anti HAV
• HBsAg
• Anti HCV
Tidak ada bukti obstruksi
Tran TT, Ahn J, Reau NS. ACG Clinical Guideline: Liver Disease and Pregnancy. Am J Gastroenterol. 2016
Perubahan Fisiologis selama Kehamilan
Tran TT, Ahn J, Reau NS. ACG Clinical Guideline: Liver Disease and Pregnancy. Am J Gastroenterol. 2016
Algoritma Diagnosis Hepatitis B pada Kehamilan
Borgia G, Carleo MA, Gaeta GB, Gentile I. Hepatitis B in pregnancy. World J Gastroenterol. 2012;18(34):4677-83
Definisi Transmisi Vertikal VHB
HbsAg atau DNA-VHB positif selama 6-12 bulan pertama kehidupan pada
bayi yang lahir dari ibu terinfeksi VHB
Gentile I, Borgia G. Vertical transmission of hepatitis B virus: challenges and solutions. InternationalJournal of Women’s Health. 2014;6:605-11
HbsAg dan DNA-VHB (+) saat lahir :
- Sering hanya bersifat sementara (fenomena transien)
- Tidak menggambarkan transmisi
Papaevangelou V. Perinatal HBV Viremia in Newborns of HbsAg(+) mothers is a transient phenomenon that does not necessarily imply HBV infection transmission. Journal of Clinical Virology.
2012; 54:202
Papaevangelou V. Perinatal HBV Viremia in Newborns of HbsAg(+) mothers is a transient phenomenon that does not necessarily imply HBV infection transmission. Journal of Clinical Virology.
2012; 54:202
Karena anti-Hbe dan anti-Hbc didapat
dari ibuku melalui plasenta
Anti Hbe dan anti Hbc (+) dari lahir hingga usia 2 tahun:
tidak berhubungan dengan infeksi VHB kronik
Tata Laksana Hepatitis B dan Pencegahan Transmisi
Vertikal
Pemberian Antiviral pada Ibu Hamil Vaksin Hepatitis B dan HBIg
Proses Kelahiran
Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
Indikasi Pemberian Antiviral pada Ibu Hamil
Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
HbsAg (+)
DNA-VHB > 200.000 U
Pemberian Antiviral
Penentuan Waktu Pemberian Antiviral
Pemberian Antiviral mulai diberikan pada usia kehamilan 28-
32 minggu
Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
Penghentian Pemberian Antiviral
Pregnancy 3 bulan Setiap 3- 6 bulan
Antiviral dihentikan
Pantau AST
Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
Pengaruh Antiviral terhadap Menyusui
Bukan
Kontraindikasi
Antiviral dieksresikan dalam ASI, namun belum ditemukan adanya bukti toksisitas
yang siginifikan
Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
Pemilihan Antiviral pada VHB Kronik
Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
Telbivudine dan tenofovir relatif aman
untuk ibu hamil
Rekomendasi AASLD 2015
Ibu hamil dengan
HbsAg (+) dan DNA-VHB ≤ 200.000 U
tidak disarankan untuk diberikan antiviral
Benefit
Risk
Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
Immunoprofilaksis
• Vaksin Hepatitis B paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir
• Hepatitis Immunoglobulin (HBIg) diberikan pada ekstremitas yang berbeda
• Kombinasi vaksin dan Ig menurunkan risiko transmisi vertikal dari >90% menjadi
<10%
1. Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
2. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jadwal Imunisasi Anak Umur 0-18 Tahun. 2014.
Kegagalan Immunoprofilaksis
Zou H, Chen Y, Duan Z, Zhang H, Pan C. Virologic factors associated with failure to passive-active immunoprophylaxis in infants born to HBsAg-positive mothers. Journal of Viral Hepatitis. 2012.
Per Vaginam atau Sectio Caesaria ?
Rekomendasi 8A
9. Seksio caesaria tidak diindikasikan dikarenakan kurangnya data dan
mempertimbangkan risk-benefit dari SC dibandingkan pervaginam.
Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
Per Vaginam atau Sectio Caesaria ?
Meta-analisis Risiko Transmisi VHB pada section caesaria vs per vaginam
Chang MS, Gavini S, Andrade PC, Baltar JM. Caesarian section to prevent transmission of hepatits B: a meta-analysis. Can J Gastroenterol Hepatol. 2014:28(8):439-44
TATALAKSANA
PADA KEHAMILAN
SIFILIS
• Penyakit sistemik
• Penyebab: bakteri Treponema pallidum
• Jika tidak diobati
• penyakit berkembang dalam stadium dengan gambaran klinis yang bervariasi
dan tidak khas
• komplikasi serius
• Jika diobati dini
• komplikasi sedikit
• Dapat mempermudah penularan HIV
99
W_Indriatmi
Penularan SIFILIS
• Terutama ditularkan melalui
• kontak seksual (genito-genital, ano-genital, oro-genital) atau
• dari ibu hamil kepada janin dalam kandungan
• Paling menular kepada pasangan seksual dalam stadium primer dan
sekunder
• Perkiraan: 3-10% tertular dalam satu kali hubungan seksual dengan
pasangan yang terinfeksi
W_Indriatmi 100
Perjalanan penyakit SIFILIS
• Masa inkubasi: umumnya 21 hari, kisaran 10-90 hari
• Memperbanyak diri pada tempat inokulasi dan membentuk luka /
chancre  SIFILIS PRIMER
• Menyebar ke kelenjar getah bening setempat, kemudian ke pembuluh
darah  SIFILIS SEKUNDER
• Dapat mengenai banyak organ tubuh  SIFILIS SEKUNDER & LATEN
• SIFILIS TERTIER  infeksi /inflamasi pembuluh darah dalam susunan
saraf pusat dan sistem kardiovaskular atau membentuk lesi gumma
W_Indriatmi 101
Perjalanan penyakit SIFILIS
W_Indriatmi 102
Perjalanan penyakit SIFILIS
W_Indriatmi 103
Klasifikasi SIFILIS (WHO)
W_Indriatmi 104
SIFILIS pada ibu hamil
• Dapat tertular dari pasangan seksual
• Manifestasi klinis sama dengan pada orang tidak hamil
• Stadium PRIMER
• Stadium SEKUNDER
• Stadium LATEN
• Stadium TERSIER
• Risiko penularan pada janin / bayi dalam kandungan
• Sifilis KONGENITAL
W_Indriatmi 105
SIFILIS Std PRIMER (S-1)
• Di lokasi inokulasi
• Ulkus durum/chancre:
• Berkembang dari makula – papul – ulkus
• KHAS: tidak nyeri, berindurasi, dasar bersih
• Sangat infeksius
• Dapat hilang spontan dalam 3-6 minggu
• Dapat terjadi lesi multipel
• Limfadenopati regional: kenyal, tidak nyeri, bilateral
• Tes serologi sifilis dapat non-reaktif pada sifilis primer dini
W_Indriatmi 106
SIFILIS Std PRIMER (S-1)
W_Indriatmi 107
SIFILIS Std SEKUNDER (S-2)
• Lesi muncul beberapa minggu setelah lesi primer muncul
• Dapat menetap sampai beberapa bulan
• Lesi S-1 dan S-2 dapat terlihat dalam waktu yang sama
• Paling sering  lesi mukokutan
• Tes serologi paling tinggi dalam stadium ini
W_Indriatmi 108
SIFILIS Std SEKUNDER (S-2)
W_Indriatmi 109
SIFILIS Std SEKUNDER (S-2)
W_Indriatmi 110
SIFILIS Std LATEN (S-laten)
• Kategori:
• Laten dini (kurang dari 1 tahun)
• Laten lanjut (lebih atau sama dengan 1 tahun)
• Jika tidak diketahui awitan infeksi – dianggap S-laten lanjut
• Tidak tampak lesi  bukti: tes serologi reaktif
• Dapat terjadi:
• Di antara S-primer dan S-sekunder
• Sesudah S-sekunder
• 60-85% tetap asimtomatik selama bertahun-tahun tanpa terapi
W_Indriatmi 111
SIFILIS KONGENITAL
• Akibat infeksi transplasenta
• Manifestasi dari asimtomatik sampai fatal
• Manifestasi dini: abortus spontan, lahir mati, ensefalitis, lesi kulit
generalisata, rhinitis (snuffles nose), disfungsi hepar, kegagalan multi
organ
• Manifestasi lanjut: umumnya tidak tampak saat lahir, termasuk
osteitis tulang panjang, malformasi gigi (trias Hutchinson) dan
maksilofasial, keratitis, tuli neurosensorik, gangguan neuropsikologis
W_Indriatmi 112
SIFILIS KONGENITAL
W_Indriatmi 113
Organ tubuh janin yang
terkena sifilis:
Plasenta
Hepar
Paru-paru
Tr. Gastrointestinal
Ginjal
Pankreas
Susunan syaraf pusat
Sistem tulang
SIFILIS KONGENITAL
• Definisi WHO:
• Lahir mati, lahir hidup atau janin mati pada usia kehamilan lebih
dari 20 minggu atau lebih dari 500 g, dari seorang ibu seropositif
sifilis tanpa pengobatan yang adekuat.
• Lahir mati, lahir hidup, atau anak usia kurang dari 2 tahun dengan
bukti terinfeksi sifilis secara klinis atau mikrobiologik
W_Indriatmi 114
WHO guidelines for the treatment of Treponema pallidum (syphilis). 2016
SIFILIS KONGENITAL
• Definisi WHO:
• Sifilis kongenital dengan bukti secara mikrobiologis:
• Mikroskop lapangan gelap: pada preparat tali pusat, plasenta, cairan
hidung atau lesi kulit  tampak T.pallidum
• IgM spesifik T.pallidum reaktif
• Titer serologi non treponema reaktif 4 kali lipat lebih tinggi dibandingkan
titer ibu.
W_Indriatmi 115
WHO guidelines for the treatment of Treponema pallidum (syphilis). 2016
Diagnosis SIFILIS
• Secara KLINIS
• Sebagian besar tanpa keluhan dan gejala
• Lesi dini cepat hilang
• Lesi tidak tampak
• Infeksi laten
• Biasanya digunakan TES SEROLOGI
W_Indriatmi 116
Tes SEROLOGI SIFILIS (TSS)
Tes NONTREPONEMA
• Antibodi ini dapat timbul
sebagai reaksi terhadap
infeksi sifilis, namun juga bisa
memberikan banyak hasil
positif palsu.
• Contoh: RPR (Rapid Plasma
Reagin) dan VDRL (Venereal
Disease Research Laboratory)
Tes TREPONEMA
• Tes ini jarang memberikan hasil positif
palsu.
• Tes ini dapat memberi hasil positif/reaktif
seumur hidup walaupun terapi sifilis telah
berhasil
• Contoh: TPHA (Treponema Pallidum
Haemagglutination Assay), TP-PA
(Treponema Pallidum Particle
Agglutination Assay), FTA-ABS
(Fluorescent Treponemal Antibody
Absorption).
W_Indriatmi 117
W_Indriatmi 118
Peeling et al. Bulletin of the WHO, 2004:82(6)
TSS VDRL & TPHA
• KEUNTUNGAN
• Mudah dilakukan
• Dapat membedakan infeksi aktif dan infeksi masa lampau yang sudah diobati
• KERUGIAN
• Memerlukan peralatan listrik untuk lemari es (menyimpan reagen), rotator
dan sentrifuge
• Tidak bisa menggunakan whole blood
• Hasil negatif palsu bisa terjadi karena antibodi berlebihan (fenomena
prozone)
W_Indriatmi 119
Rapid Test for Syphilis (TP Rapid)
• Dapat menggunakan whole blood, serum atau plasma
• Dapat digunakan di layanan kesehatan sehingga pasien dapat langsung diobati
• Mudah dilakukan, tidak memerlukan tempat penyimpanan khusus atau transport
- pada suhu <30o
• Mudah diinterpretasi, selesai dalam waktu sekitar 30 menit
• Tidak ada efek prozone
• Tidak dapat membedakan infeksi aktif dan infeksi masa lampau yang sudah
diobati
W_Indriatmi 120
W_Indriatmi 121
Alur Tes
Serologis Sifilis
bila TERSEDIA
Tes Non
Treponema dan
Treponema
W_Indriatmi 122
Alur Tes Serologis Sifilis
Pada Ibu Hamil Bila
Hanya Tersedia TP Rapid
Interpretasi Tes Serologi Sifilis
RPR atau VDRL
TPHA atau
TP Rapid
INTERPRETASI
Reaktif Non reaktif Tes skrining nontreponema positif palsu
Reaktif Reaktif  Sifilis yang belum diobati;
 Sifilis lanjut yang pernah diobati
 Frambusia
W_Indriatmi 123
Interpretasi Tes Serologi Sifilis
RPR atau VDRL
TPHA atau
TP Rapid
INTERPRETASI
Non reaktif Reaktif  Sifilis sangat dini yang belum diobati;
 Sifilis dini yang pernah diobati
 Frambusia
Non reaktif Non reaktif  Bukan sifilis;
 Sifilis masa inkubasi;
 Sifilis sangat lanjut;
 Sifilis bersamaan dengan infeksi HIV dan
imunosupresi
W_Indriatmi 124
Tatalaksana SIFILIS pada ibu hamil
• Sifilis DINI (S-1 dan S-2):
• Benzathin penicillin G 2,4 juta unit dosis tunggal injeksi intramuskular ATAU
• Procaine penicillin G 1,2 juta unit injeksi intramuskular sekali sehari selama
10 hari
• Bila alergi penisilin dan tidak memungkinkan untuk desensitisasi, atau tidak
tersedia:
• Eritromisin 4X500 mg per oral selama 14 hari ATAU
• Seftriakson injeksi intramuscular 1 g sekali sehari, selama 14 hari, ATAU
• Azitromisin 2g per oral dosis tunggal
• Catatan: ketiga obat dapat mengobati ibu hamil, namun tidak dapat melewati sawar
plasenta, sehingga tidak dapat mengobati janinnya
W_Indriatmi 125
WHO guidelines for the treatment of Treponema pallidum (syphilis). 2016
Tatalaksana SIFILIS pada ibu hamil
• Sifilis LANJUT (termasuk S laten):
• Benzathin penicillin G 2,4 juta unit injeksi intramuskular sekali seminggu
selama 3 minggu berturut-turut (interval jangan melebihi 14 hari) ATAU
• Procaine penicillin 1,2 juta unit injeksi intramuskular sekali sehari selama 20
hari
• Bila alergi penisilin dan tidak memungkinkan untuk desensitisasi, atau tidak
tersedia:
• Eritromisin 4X500 mg per oral selama 30 hari
• Catatan: obat dapat mengobati ibu hamil, namun tidak dapat melewati sawar plasenta,
sehingga tidak dapat mengobati janinnya
W_Indriatmi 126
WHO guidelines for the treatment of Treponema pallidum (syphilis). 2016
Reaksi Jarisch-Herxheimer
• Reaksi demam akut, seringkali disertai nyeri kepala, mialgia, dan
keluhan lain
• Biasanya terjadi dalam 24 jam pertama setelah pemberian terapi
awal apapun untuk sifilis dan seringkali terjadi pada pasien sifilis dini,
kemungkinan karena bakteri masih sangat banyak dalam stadium dini
W_Indriatmi 127
Reaksi Jarisch-Herxheimer
• Pasien harus diberi tahu mengenai kemungkinan ini
• Dapat diberikan antipiretik untuk mengurangi simtom, namun tetap
tidak dapat mencegah reaksi ini
• Reaksi Jarisch-Herxheimer dapat menginduksi partus atau
menyebabkan fetal distress pada perempuan hamil, namun keadaan
ini jangan menjadi alasan untuk tidak mengobati atau menunda
pengobatan
W_Indriatmi 128
Tatalaksana PASANGAN SEKSUAL
PASANGAN SEKS dari pasien terinfeksi sifilis harus dianggap BERISIKO
dan DIOBATI, bila
• terjadi kontak seksual dengan pasien dalam waktu:
• 3 bulan DITAMBAH durasi simtom pasien SIFILIS PRIMER
• 6 bulan DITAMBAH durasi simtom pasien SIFILIS SEKUNDER
• 1 tahun untuk pasien SIFILIS LATEN DINI
W_Indriatmi 129
Tatalaksana PASANGAN SEKSUAL
• SEORANG YANG TERPAJAN DALAM 90 HARI sebelum pasangan
seksual didiagnosis sifilis primer, sekunder, atau laten dini, dapat
terinfeksi meskipun serologi negatif  OBATI SECARA PRESUMTIF
• SEORANG YANG TERPAJAN >90 HARI sebelum pasangan seksual
didiagnosis sifilis primer, sekunder, atau laten dini, dapat terinfeksi
meskipun serologi negatif  OBATI SECARA PRESUMTIF:
• Bila hasil tes serologi tidak segera didapatkan, dan
• Kemungkinan follow-up meragukan
W_Indriatmi 130
Tatalaksana SIFILIS KONGENITAL
• BAYI DENGAN SIFILIS KONGENITAL PASTI, ATAU
• BAYI YANG KLINIS NORMAL DENGAN IBU SIFILIS:
• yang tidak diobati ATAU
• diobati tidak adekuat (termasuk terapi dalam 30 hari menjelang partus) ATAU
• diobati dengan rejimen bukan penisilin
Anjuran TERAPI:
• Aqueous benzyl penicillin 100.000-150.000 U/kg/hari secara IV selama 10-15 hari
ATAU
• Procaine penicillin 50.000/U/kg/hari sekali sehari IM selama 10-15 hari
W_Indriatmi 131
WHO guidelines for the treatment of Treponema pallidum (syphilis). 2016
Tatalaksana SIFILIS KONGENITAL
• BAYI YANG SECARA KLINIS NORMAL DENGAN IBU SIFILIS, TELAH
DIOBATI SECARA ADEKUAT dan tidak menunjukkan tanda-tanda
infeksi ulang
• Anjuran:
• Bayi dipantau secara ketat
• Bila diobati juga, sebagai pilihan adalah benzathin penicillin G 50.000
U/kg/hari dosis tunggal injeksi IM
W_Indriatmi 132
WHO guidelines for the treatment of Treponema pallidum (syphilis). 2016
MENYUSUI dan SIFILIS
• Tidak ada bukti penularan sifilis melalui ASI, tanpa lesi di daerah payudara
• Seorang ibu menyusui yang menderita S-1 atau S-2 dengan lesi di payudara,
dapat menularkan bayinya melalui kontak lesi dengan mukosa
• Bila terdapat lesi di payudara, terutama di daerah areola  kontraindikasi untuk menyusui
atau penggunaan susu yang “diperah” sampai pengobatan selesai dan penyembuhan lesi
• Tidak ada kontraindikasi untuk menyusui setelah pengobatan adekuat
W_Indriatmi 133
Lawrence RA, Lawrence RM. Breastfeeding: a guide for the medical profession. 5th Ed St Louis, MO:Mosby;1999: 563-616
Contoh Kasus:
SIFILIS KONGENITAL DARI ORANGTUA PENDERITA
SIFILIS
W_Indriatmi 134
W_Indriatmi 135
Bayi, 6 bulan, anak pertama, dengan bercak
merah bersisik sejak 3 bulan
Saat lahir: tidak ada lenting, cairan dari
hidung atau mata
Status gizi baik,
Terdapat pembesaran hepar dan limpa
Kelenjar getah bening aksila & inguinal
membesar
W_Indriatmi 136
Pemeriksaan radiologi: penebalan
korteks dan periosteal tulang
panjang: sesuai dengan sifilis
kongenital
Kasus: TSS dan Tatalaksana
W_Indriatmi 137
PASIEN AYAH IBU
VDRL 1:512 1:1 1:128
TPHA 1:5120 1:5120 1:5120
Terapi
Aqueous penicillin
procaine 50,000
IU/kg/hr selama 10
hari
Benzathine penicillin
3 x 2.4 juta IU dengan
interval 1 minggu
- Alergi penisilin
- Doksisiklin 2 x 100
mg/hari selama 1
bulan
Kasus – 1 bulan pascaterapi
W_Indriatmi 138
Kasus – 1 bulan pascaterapi
W_Indriatmi 139
VDRL 1:256
TPHA 1: 5120
Penutup
• Sifilis pada perempuan hamil:
• Didiagnosis lebih dini
• Diobati lebih dini
Dapat mencegah sifilis kongenital
W_Indriatmi 140
Tatalaksama 3E.pdf

More Related Content

Similar to Tatalaksama 3E.pdf

ab - Pencegahan transmisi vertikal HIV,.pptx
ab - Pencegahan transmisi vertikal HIV,.pptxab - Pencegahan transmisi vertikal HIV,.pptx
ab - Pencegahan transmisi vertikal HIV,.pptxAbarhamMartadiansyah1
 
Program kia di indonesia
Program kia di indonesiaProgram kia di indonesia
Program kia di indonesiaNenk Wikwik
 
MATERI 2.pptx
MATERI 2.pptxMATERI 2.pptx
MATERI 2.pptxrimaocta2
 
HIV / AIDS pada Kehamilan
HIV / AIDS pada KehamilanHIV / AIDS pada Kehamilan
HIV / AIDS pada KehamilanEvan Permana
 
EVIDENCE BASED PRACTICE PADA PELAYANAN KEHAMILAN.ppt
EVIDENCE BASED PRACTICE PADA PELAYANAN KEHAMILAN.pptEVIDENCE BASED PRACTICE PADA PELAYANAN KEHAMILAN.ppt
EVIDENCE BASED PRACTICE PADA PELAYANAN KEHAMILAN.pptDiandr
 
evidencebasedpracticepadapelayanankehamilan-220922101045-6d42bad4.pdf
evidencebasedpracticepadapelayanankehamilan-220922101045-6d42bad4.pdfevidencebasedpracticepadapelayanankehamilan-220922101045-6d42bad4.pdf
evidencebasedpracticepadapelayanankehamilan-220922101045-6d42bad4.pdfYulia Fatma Nasution
 
2. ANC Terintegrasi Malaria Imunisasi dan HIV AIDS.pptx
2. ANC Terintegrasi Malaria Imunisasi dan HIV AIDS.pptx2. ANC Terintegrasi Malaria Imunisasi dan HIV AIDS.pptx
2. ANC Terintegrasi Malaria Imunisasi dan HIV AIDS.pptxJanganLupa5
 
3. Penatalaksanaan Anak 18 Bulan 2023 - .pdf
3. Penatalaksanaan Anak 18 Bulan 2023 - .pdf3. Penatalaksanaan Anak 18 Bulan 2023 - .pdf
3. Penatalaksanaan Anak 18 Bulan 2023 - .pdfMeboix
 
POGI - Wiweko Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)_Translated.pptx
POGI - Wiweko Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)_Translated.pptxPOGI - Wiweko Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)_Translated.pptx
POGI - Wiweko Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)_Translated.pptxfarizrafiz
 
POGI - Wiweko Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)_Translated.pdf
POGI - Wiweko Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)_Translated.pdfPOGI - Wiweko Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)_Translated.pdf
POGI - Wiweko Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)_Translated.pdfSriGustini6
 
HIV_DALAM_KEHAMILAN.pptx
HIV_DALAM_KEHAMILAN.pptxHIV_DALAM_KEHAMILAN.pptx
HIV_DALAM_KEHAMILAN.pptxssuserafc4c11
 
Persentation of HIV pada anak
Persentation of HIV pada anakPersentation of HIV pada anak
Persentation of HIV pada anakAulia Amani
 
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIV.pptx
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIV.pptxASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIV.pptx
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIV.pptxNurMeirita
 
PPT LOKMIN JUNI 2021.pptx
PPT LOKMIN JUNI 2021.pptxPPT LOKMIN JUNI 2021.pptx
PPT LOKMIN JUNI 2021.pptxMirtha93
 
EVIDENCE BASED PRACTICE PADA PELAYANAN KEHAMILAN.pptx
EVIDENCE BASED PRACTICE PADA PELAYANAN KEHAMILAN.pptxEVIDENCE BASED PRACTICE PADA PELAYANAN KEHAMILAN.pptx
EVIDENCE BASED PRACTICE PADA PELAYANAN KEHAMILAN.pptxDiandr
 

Similar to Tatalaksama 3E.pdf (20)

ab - Pencegahan transmisi vertikal HIV,.pptx
ab - Pencegahan transmisi vertikal HIV,.pptxab - Pencegahan transmisi vertikal HIV,.pptx
ab - Pencegahan transmisi vertikal HIV,.pptx
 
ppt resti fix.pptx
ppt resti fix.pptxppt resti fix.pptx
ppt resti fix.pptx
 
Program kia di indonesia
Program kia di indonesiaProgram kia di indonesia
Program kia di indonesia
 
MATERI 2.pptx
MATERI 2.pptxMATERI 2.pptx
MATERI 2.pptx
 
HIV / AIDS pada Kehamilan
HIV / AIDS pada KehamilanHIV / AIDS pada Kehamilan
HIV / AIDS pada Kehamilan
 
ANC TERPADU.pptx
ANC TERPADU.pptxANC TERPADU.pptx
ANC TERPADU.pptx
 
EVIDENCE BASED PRACTICE PADA PELAYANAN KEHAMILAN.ppt
EVIDENCE BASED PRACTICE PADA PELAYANAN KEHAMILAN.pptEVIDENCE BASED PRACTICE PADA PELAYANAN KEHAMILAN.ppt
EVIDENCE BASED PRACTICE PADA PELAYANAN KEHAMILAN.ppt
 
evidencebasedpracticepadapelayanankehamilan-220922101045-6d42bad4.pdf
evidencebasedpracticepadapelayanankehamilan-220922101045-6d42bad4.pdfevidencebasedpracticepadapelayanankehamilan-220922101045-6d42bad4.pdf
evidencebasedpracticepadapelayanankehamilan-220922101045-6d42bad4.pdf
 
I KONSEP UMUM KEHAMILAN.ppt
I KONSEP UMUM KEHAMILAN.pptI KONSEP UMUM KEHAMILAN.ppt
I KONSEP UMUM KEHAMILAN.ppt
 
2. ANC Terintegrasi Malaria Imunisasi dan HIV AIDS.pptx
2. ANC Terintegrasi Malaria Imunisasi dan HIV AIDS.pptx2. ANC Terintegrasi Malaria Imunisasi dan HIV AIDS.pptx
2. ANC Terintegrasi Malaria Imunisasi dan HIV AIDS.pptx
 
3. Penatalaksanaan Anak 18 Bulan 2023 - .pdf
3. Penatalaksanaan Anak 18 Bulan 2023 - .pdf3. Penatalaksanaan Anak 18 Bulan 2023 - .pdf
3. Penatalaksanaan Anak 18 Bulan 2023 - .pdf
 
POGI - Wiweko Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)_Translated.pptx
POGI - Wiweko Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)_Translated.pptxPOGI - Wiweko Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)_Translated.pptx
POGI - Wiweko Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)_Translated.pptx
 
POGI - Wiweko Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)_Translated.pdf
POGI - Wiweko Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)_Translated.pdfPOGI - Wiweko Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)_Translated.pdf
POGI - Wiweko Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)_Translated.pdf
 
HIV_DALAM_KEHAMILAN.pptx
HIV_DALAM_KEHAMILAN.pptxHIV_DALAM_KEHAMILAN.pptx
HIV_DALAM_KEHAMILAN.pptx
 
1. ANC.pdf
1. ANC.pdf1. ANC.pdf
1. ANC.pdf
 
Persentation of HIV pada anak
Persentation of HIV pada anakPersentation of HIV pada anak
Persentation of HIV pada anak
 
388227082-Fishbone-KIA.docx
388227082-Fishbone-KIA.docx388227082-Fishbone-KIA.docx
388227082-Fishbone-KIA.docx
 
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIV.pptx
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIV.pptxASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIV.pptx
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIV.pptx
 
PPT LOKMIN JUNI 2021.pptx
PPT LOKMIN JUNI 2021.pptxPPT LOKMIN JUNI 2021.pptx
PPT LOKMIN JUNI 2021.pptx
 
EVIDENCE BASED PRACTICE PADA PELAYANAN KEHAMILAN.pptx
EVIDENCE BASED PRACTICE PADA PELAYANAN KEHAMILAN.pptxEVIDENCE BASED PRACTICE PADA PELAYANAN KEHAMILAN.pptx
EVIDENCE BASED PRACTICE PADA PELAYANAN KEHAMILAN.pptx
 

Recently uploaded

konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptKianSantang21
 
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANDianFitriyani15
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasmufida16
 
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitPresentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitIrfanNersMaulana
 
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikaPresentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikassuser1cc42a
 
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdfPPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdfSeruniArdhia
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfhurufd86
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesNadrohSitepu1
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfHilalSunu
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTriNurmiyati
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxpuspapameswari
 
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptxATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptxDesiNatalia68
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diriandi861789
 
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasiantoniareong
 
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfPEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfMeboix
 
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar KepHaslianiBaharuddin
 
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdfPpt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdfAyundaHennaPelalawan
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptbambang62741
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinanDwiNormaR
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufalmahdaly02
 

Recently uploaded (20)

konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
 
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
 
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitPresentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
 
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikaPresentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
 
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdfPPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
 
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptxATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
 
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
 
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfPEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
 
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
 
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdfPpt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
 

Tatalaksama 3E.pdf

  • 1. TATA LAKSANA IBU HAMIL TERINFEKSI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B TATA LAKSANA IBU HAMIL TERINFEKSI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B
  • 2. Tujuan Pembelajaran Tujuan Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan tata laksana Ibu Hamil terinfeksi HIV, Sifilis dan Hepatitis B sesuai standar Tujuan Khusus : 1. Melakukan penatalaksanaan antenatal bagi ibu dengan HIV dan ibu yang belum diketahui status HIV , Sifilis dan Hepatitis B nya. 2. Melakukan penatalaksanaan persalinan bagi ibu dengan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dan ibu yang belum diketahui statusnya. 3. Melakukan penatalaksanaan nifas bagi ibu dengan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dan ibu berisiko yang status HIV, Sifilis dan Hepatitis B nya belum diketahui. 4. Memberikan pilihan kontrasepsi yang dapat dipilih oleh ibu dengan HIV, Sifilis dan Hepatitis
  • 3. Pokok Bahasan 1. Penatalaksanaan antenatal bagi ibu: • Penatalaksanaan antenatal bagi ibu dengan HIV, Sifilis dan Hepatitis • Penatalaksanaan ibu yang belum diketahui statusnya 2. Penatalaksanaan persalinan bagi ibu: • Penatalaksanaan persalinan bagi ibu dengan HIV, Sifilis dan Hepatitis B • Penatalaksana persalinan ibu yang belum diketahui statusnya. 3. Penatalaksanaan nifas bagi ibu dengan atau tanpa diketahui HIV, Sifilis dan Hepatitis B. 4. Kontrasepsi yang dapat dipilih oleh ibu dengan HIV, Sifilis dan Hepatitis B
  • 5. Mengapa PPIA ?  Infeksi HIV dari ibu ke anak mengganggu kesehatan anak  Penularan dapat ditekan sampai 50% melalui intervensi feasible, affordable  Memungkinkan dilakukannya pencegahan primer kepada pasangan, perawatan dan pengobatan keluarga
  • 6. Pentingnya PPIA  Sebagian ODHA perempuan : usia subur,  90% penularan terjadi pada waktu perinatal,  Anak akan menjadi yatim piatu,  Anak dengan HIV (+) : gangguan tumbuh kembang,  Stigma sosial bagi anak dengan HIV.
  • 7.
  • 8. Risiko penularan HIV dari ibu ke bayi tanpa intervensi PMTCT Periode transmisi Risiko •Kehamilan 5 - 10 % •Persalinan 10 - 20 % •Menyusui 10 - 15 % Total 25 - 45 % Risiko tertinggi Mazami Enterprise © 2009 Sumber: de Cock dkk, 2000
  • 9. Source: De Cock KM, et al. JAMA. 2000; 283 (9): 1175-82 Kourtis et al. JAMA 2001; DeCock et al. JAMA 2000 Semua tanpa ASI 15-25 % Semua dg pemberian ASI sampai 6 bln 25-30 % Semua dg pemberian ASI sampai 18-24 bln 30-45 % Masa kehamilan Selama persalinan 4% 12% Post partum melalui ASI 1% 0-14 mg 14-36 mg 36 mg- kelahiran Persalinan 8% 7% 0-6 bln 6-24 bln 3% WAKTU & RISIKO PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK
  • 10. Kondisi ibu baik Tidak terjadi penularan Ke Bayi Ke Tim Penolong Ke Pasien lainnya Tindakan efektif dan efisien Tujuan Penatalaksanaan Obstetri Tujuan Penatalaksanaan Obstetri Persalinan yang aman Persalinan yang aman
  • 12. Penatalaksanaan Antenatal 1/4 Mazami Enterprise © 2009 Pelihara kesehatan secara umum Pola hidup sehat (diit seimbang, tidak merokok, tidak minum alkohol, olahraga teratur, istirahat cukup) Minum roboransia Asuhan Antenatal 10 T Ukur Tinggi Badan, Berat Badan, Tekanan darah, Ukur Status Gizi, Tinggi Fundus Uteri,Presentasi Janin dan DJJ, Pemberian Tablet Tambah Darah, Status Tetanus Toksoid, Tes Laboratorium, Tata laksana kasus, dan Konseling Untuk tes laboratorium : Hemoglobin, Glukoproteinurin, Golongan darah, HIV, HBsAg, Sifilis, GDS
  • 13. Penatalaksanaan Antenatal 2/4 Mazami Enterprise © 2009 Kurangi jumlah virus (Viral Load) Deteksi dini dan terapi faktor penyulit Minum ARV secara teratur, sedini mungkin Infeksi Menular Seksual (Sifilis, Gonore, Kondiloma akuminata, Hepatitis B & C dll), Malaria Tuberkulosis Ketergantungan narkoba
  • 14. Penatalaksanaan Antenatal 3/4 Mazami Enterprise © 2009 Hindari penularan ke pasangan Konseling persiapan persalinan Perilaku seksual sehat, setia pada pasangan Selalu menggunakan kondom Periksa status serologis HIV pasangan seksual Perlu dilakukan konseling kepada ibu, pasangan dan keluarga mengenai manfaat dan risiko persalinan pervaginam dan persalinan dengan seksio sesarea berencana Cara persalinan: Seksio sesarea/ pervaginam Tempat persalinan dianjurkan di RS/Puskesmas yang tersedia pelayanan PMTCT
  • 15. Perlu dilakukan konseling kepada ibu, pasangan dan keluarga mengenai manfaat dan risiko pemberian ASI Eksklusif dan Susu Formula Eksklusif Perlu diberikan dukungan terhadap ibu mengenai keputusan terhadap pilihan pemberian makanan bayi. Apabila pilihan adalah ASI Eksklusif maka dijelaskan mengenai manajemen laktasi. Apabila pilihan adalah Susu Formula Eksklusif maka dijelaskan mengenai syarat AFASS dan cara mencapainya. Penatalaksanaan Antenatal 4/4 Mazami Enterprise © 2009 Konseling pemberian makanan bayi
  • 16. PPIA 2013 :  Peningkatan cakupan : semua ibu hamil ditawarkan untuk tes HIV  Penawaran dilakukan dengan cara PITC.  Semua ibu hamil dengan HIV (+) diberi ARV tanpa memandang CD4nya & usia kehamilan  ARV diteruskan seumur hidup
  • 17. PPIA 2013 :  Persalinan aman untuk Ibu HIV+ : Boleh lahir normal dengan syarat pemberian ARV (minimal 6 bulan) dan kewaspadaan standar yang sama dengan persalinan Ibu tanpa HIV  Kondom hanya digunakan untuk pencegahan IMS, tetap harus menggunakan kontrasepsi mantab/jangka panjang untuk KB  Pemberian nutrisi pada bayi : Boleh ASI dgn syarat pemberian ARV pada ibu dan bayinya pada masa menyusui.
  • 18. Penggunaan ARV selama kehamilan akan menurunkan jumlah virus dalam darah ibu Menurunkan kemungkinan bayinya terpajan HIV diberi ARV untuk PPIA segera setelah diketahui hamil dan akan diteruskan seumur hidupnya
  • 20. Pengobatan Dasar  Gizi yang sesuai  Obat simtomatik  Vitamin  Olah raga  Dukungan Psikososial
  • 22. Minum ARV teratur (bila eligible dan hamil) Sikap: Turunkan Viral Load serendah-rendahnya
  • 23. Menunda untuk memulai ARV • Ibu sering mengalami mual dan muntah berlebihan (hiperemesis) • Berada pada Trimester 1 dan ibu sangat khawatir tentang risiko ARV terhadap janinnya Tetapi Jika status klinis atau status imun ibu dalam keadaan SAKIT BERAT, maka manfaat ARV terapi DINI lebih baik dibanding risiko terhadap janinnya Memulai ARV pada kehamilan secepatnya
  • 24. Manfaat antiretroviral • Memperbaiki status kesehatan dan kualitas hidup • Menurunkan angka rawat inap akibat HIV • Menurunkan angka kematian terkait AIDS • Menurunkan terjadinya penularan dari ibu ke bayi
  • 25. Modul 3a, Halaman 25 Penurunan CD4 & komplikasi HIV HAART HAART= Highly Active Anti Retroviral Therapy Pemakaian HAART akan mencegah terjadinya komplikasi infeksi oportunistik pada pasien dengan HIV
  • 26. Syarat pemberian ARV pada ibu hamil • Siap : dalam menerima ARV, mengetahui efek ARV terhadap infeksi HIV dengan benar. • Adherence: kepatuhan minum obat • Disiplin: dalam minum obat dan kontrol ke dokter. • Aktif: dalam menanyakan dan berdiskusi dengan dokter mengenai terapi. • Rajin: dalam memeriksakan diri jika timbul keluhan.
  • 27. Keamanan obat ARV untuk kehamilan • Semua obat ARV mempunyai efek toksik • Risiko toksisitas pada ibu dan janin bervariasi tergantung pada • Usia Kehamilan • Lama terapi • Jumlah obat yang digunakan • Obat ARV dapat digunakan selama kehamilan • Sebagai terapi kombinasi yang poten untuk ibu hamil • Sebagai profilaksis tidak ada lagi
  • 28. 1.Kehamilan: Ibu minum ARV 2.Persalinan: • Seksio sesarea atau • Pervaginam tanpa trauma ke ibu & janin BILA ARV teratur minimal 6 bulan 3.Laktasi: • Susu Formula Eksklusif (bila memenuhi syarat AFASS) • ASI Eksklusif (max 6 bln) dgn ARV bagi ibu dan bayi Sikap: Tidak boleh Makanan Campuran (Mix Feeding) !!! Meminimalkan paparan janin/bayi dengan cairan tubuh ibu HIV positif
  • 29. 1.Minum Roboransia 2.Pola Hidup Sehat: • Cukup nutrisi, cukup istirahat, cukup olahraga • Tidak merokok, tidak minum alkohol 3.Menggunakan kondom: • Mencegah infeksi baru (bila pasangan non odha) • Mencegah superinfeksi (bila pasangan odha) Sikap: Optimalkan kesehatan ibu dengan HIV positif
  • 30. Concentration of HBV in Body Fluids Moderate Semen Vaginal Fluid Saliva Low/Not Detectable Urine Feces Sweat Tears Breast Milk High Blood Serum Wound exudates
  • 32. Risiko penularan masa persalinan Mazami Enterprise © 2009 His  tekanan pada plasenta meningkat Terjadi sedikit pencampuran antara darah ibu dengan darah bayi Lebih sering terjadi jika plasenta meradang/ terinfeksi Bayi terpapar darah dan lendir serviks pada saat melewati jalan lahir Bayi kemungkinan terinfeksi karena menelan darah dan lendir serviks pada saat resusitasi
  • 33. Source: De Cock KM, et al. JAMA. 2000; 283 (9): 1175-82 Kourtis et al. JAMA 2001; DeCock et al. JAMA 2000 Semua tanpa ASI 15-25 % Semua dg pemberian ASI sampai 6 bln 25-30 % Semua dg pemberian ASI sampai 18-24 bln 30-45 % Masa kehamilan Selama persalinan 4% 12% Post partum melalui ASI 1% 0-14 mg 14-36 mg 36 mg- kelahiran Persalinan 8% 7% 0-6 bln 6-24 bln 3% WAKTU & RISIKO PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK
  • 34. Pemilihan rute persalinan tergantung Status obstetri Status PPIA: ARV & viral load Kesiapan petugas medis: Kewaspadaan universal, SDM, sarana medis & non medis Penatalaksanaan Persalinan Persyaratan untuk persalinan pervaginam Ibu minum ARV teratur lebih dari 6 bulan, dan/atau Muatan virus/ viral load tidak terdeteksi
  • 35. Mazami Enterprise © 2009 Kewaspadaan standar Dilakukan pada SEMUA penatalaksanaan persalinan baik per vaginam maupun seksio sesaria Penatalaksanaan Persalinan 2/4 Prinsip kewaspadaan standar Cuci tangan Penggunaan alat pelindung diri (topi, kacamata, masker, apron, sarung tangan, sepatu) untuk mencegah transmisi infeksi melalui cairan Penanganan alat medis tajam, baik dalam penggunaan, serah terima, penyimpanan maupun pembuangan sebagai limbah medis Penerapan budaya aman dalam kamar operasi dan kamar bersalin
  • 36. Mazami Enterprise © 2009 Seksio sesarea elektif Merupakan cara persalinan yang memiliki risiko transmisi terkecil Akan mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke bayi sebesar 50-66% Persalinan pervaginam Risiko penularan meningkat apabila terjadi Proses Persalinan (inpartu) dan Ketuban Pecah Dini Bila terjadi KPD 4 jam atau lebih, pertimbangkan percepat persalinan Penatalaksanaan Persalinan 3/4
  • 37. Penatalaksanaan Persalinan Metode persalinan Keuntungan Kerugian Pervaginam Syarat: 1. Pemberian ARV ≥ 6 bulan 2. Viral load < 1000 kopi/mm3 1. Mudah dilakukan di sarana kesehatan yang terbatas. 2. Masa pemulihan pasca persalinan singkat 3. Biaya rendah 1. Risiko penularan pada bayi relatif tinggi 10- 20% (kecuali ibu telah minum ARV teratur dan kadar viral load tidak terdeteksi). Seksio Sesarea Elektif (Bedah sesar terencana) 1. Risiko penularan yang rendah (2- 4%), atau dapat mengurangi resiko penularan sampai 50-66% 2. Terencana 1. Lama perawatan bagi ibu lebih panjang. 2. Perlu sarana dan fasilitas pendukung yang lebih memadai 3. Risiko komplikasi bedah dan anestesi selama operasi dan pasca operasi 4. Biaya lebih mahal.
  • 38. PRINSIP PENULARAN HIV • E = Exit (virus harus keluar dari tubuh orang yang terinfeksi) • S = Survive (virus harus bertahan hidup diluar tubuh) • S = Sufficient (J=jumlah virus harus cukup untuk dapat menginfeksi) • E = Enter (virus masuk ketubuh orang lain melalui aliran darah)
  • 39. Concentration of HBV in Body Fluids Moderate Semen Vaginal Fluid Saliva Low/Not Detectable Urine Feces Sweat Tears Breast Milk High Blood Serum Wound exudates
  • 41.
  • 42. IMD pada operasi SC dengan HIV
  • 43.
  • 44.
  • 45.
  • 46.
  • 47. Penatalaksanaan Nifas Bagi Ibu terinfeksi HIV
  • 48. Mazami Enterprise © 2009 Perawatan nifas umum Pemeriksaan tanda vital, involusi uterus Higiene genitalia dan payudara Nutrisi cukup, istirahat cukup Perawatan nifas khusus Pastikan ibu telah menentukan pilihan pemberian makanan untuk bayi Supresi laktasi apabila ibu memilih untuk tidak menyusui Penatalaksanaan Nifas 1/2
  • 49. Mazami Enterprise © 2009 Perawatan berkelanjutan pasca nifas Hasil pemeriksaan/tes HIV pada bayi diinformasikan kepada dokter spesialis obsgin yang merawat ibu, sebagai bagian penilaian keberhasilan penerapan PPIA dalam institusi kesehatan, serta memperkuat kinerja Tim PPIA Perawatan, Dukungan dan Pengobatan (CST) lanjutan bagi Odha, termasuk penatalaksanaan infeksi oportunistik Pemeriksaan ginekologi rutin, Inspeksi Visual Asam asetat (IVA) dan Pap smir (bila memungkinkan) Penatalaksanaan Nifas 2/2
  • 50. Perencanaan Kehamilan dan Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan dengan HIV
  • 51. Perencanaan Kehamilan Kegiatan yang dilakukan meliputi: 1.pencegahan dan penundaan kehamilan pada ibu dengan HIV melalui konseling dan penyediaan sarana kontrasepsi yang aman dan efektif 2.perencanaan dan persiapan kehamilan yang tepat, jika ibu ingin hamil.
  • 52. Perencanaan kehamilan Bila perempuan dengan HIV dan pasangannya memutuskan ingin punya anak, maka kehamilan perlu direncanakan dengan matang. Persyaratan mencakup aspek medis dan aspek sosial sebagai berikut. Aspek medis meliputi hal-hal sebagai berikut : 1.Viral load tidak terdeteksi: bila viral load sudah tidak terdeteksi, maka kemungkinan penularan HIV dari ibu ke bayi rendah. 2.Kadar CD4 lebih dari 350 sel/mm3: kadar CD4 yang tinggi merupakan tanda bahwa kekebalan tubuh ibu cukup baik dan layak untuk hamil. Dengan kadar CD4 kurang dari 350 sel/mm3 maka ibu akan rentan terhadap infeksi sekunder yang akan membahayakan ibu dan dan janin di masa kehamilannya.
  • 53. Perencanaan kehamilan Aspek sosial mencakup hal-hal di bawah ini : 1.Perencanaan kehamilan oleh pasangan: kedua belah pihak (laki-laki dan perempuan) benar-benar memahami risiko dan konsekuensi kehamilan, persalinan dan aspek pengasuhan anak. 2.Kesepakatan/persetujuan dari keluarga: untuk menghindari penelantaran pengasuhan anak di kemudian hari akibat keterbatasan orang tua yang menderita HIV, perlu dipertimbangkan adanya persetujuan keluarga agar bersedia mengasuh anak tersebut apabila terjadi kendala pada orang tuanya.
  • 54. Perencanaan kehamilan Persiapan perempuan dengan HIV yang ingin hamil seperti berikut : 1.Pemeriksaan kadar CD4 dan viral load, untuk mengetahui apakah sudah layak untuk hamil. 2.Bila VL tidak terdeteksi atau kadar CD4 lebih dari 350 sel/mm3, sanggama tanpa kontrasepsi dapat dilakukan, terutama pada masa subur. 3.Bila kadar CD4 masih kurang dari 350 sel/mm3, minum ARV secara teratur dan disiplin minimal selama enam bulan dan tetap menggunakan kondom selama sanggama.
  • 55. Perencanaan kehamilan Persiapan pasangan dari perempuan dengan HIV yang ingin hamil : 1.Bila dipastikan serologis HIV non-reaktif (negatif), maka kapan pun boleh sanggama tanpa kondom, setelah pihak perempuan dipastikan layak untuk hamil. 2.Apabila serologis reaktif (positif), perlu dilakukan pemeriksaan viral load, untuk mengetahui risiko penularan. 3.Apabila VL tidak terdeteksi sanggama tanpa kontrasepsi dapat dilakukan pada masa subur pasangan. 4.Apabila VL masih terdeteksi atau kadar CD4 kurang dari 350 sel/mm3, maka sebaiknya rencana kehamilan ditunda dulu.
  • 56. PRINSIP KONTRASEPSI 1. Setiap perempuan dengan HIV diberikan konseling mengenai risiko penularan HIV terhadap bayi yang dikandungnya 2. Tundalah kehamilan sampai kesehatan secara umum baik 3. Sebaiknya perempuan dengan HIV tidak hamil lagi, kontrasepsi mantap dianjurkan
  • 57. Pencegahan dan penundaan kehamilan pada ibu dengan HIV Pilihan kontrasepsi berdasarkan urutan prioritas untuk ibu dengan HIV : 1. Kontrasepsi mantap atau sterilisasi: dengan adanya risiko penularan HIV ke bayi, bila ibu dengan HIV sudah memiliki jumlah anak yang cukup, dipertimbangkan kontrasepsi mantap.
  • 58. Pencegahan dan penundaan kehamilan pada ibu dengan HIV 2. Kontrasepsi jangka panjang: a.Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR): metoda ini disarankan bila risiko IMS rendah dan pasangannya tidak berisiko IMS. Sebaiknya pemasangan dilakukan segera setelah plasenta lahir, walaupun tidak tertutup kemungkinan dipasang pada fase interval. Syarat-syarat pemasangan AKDR mengikuti standar yang berlaku. Perlu perhatian khusus bila ada keluhan efek samping, seperti nyeri dan perdarahan.
  • 59. Pencegahan dan penundaan kehamilan pada ibu dengan HIV 2. Kontrasepsi jangka panjang: b. Hormonal (lihat Tabel 6): i. Pil KB kombinasi: aman dan efektif untuk perempuan dengan HIV yang tidak dalam terapi obat ARV dan obat lain yang dapat meningkatkan enzim hati. ARV dapat menurunkan efektivitas pil KB kombinasi. ii.Pil progesteron: direkomendasikan bagi perempuan dengan HIV yang tidak dalam terapi obat ARV, karena ARV menurunkan efektivitas pil progesteron.
  • 60. Pencegahan dan penundaan kehamilan pada ibu dengan HIV 2. Kontrasepsi jangka panjang: a.Hormonal (lihat Tabel 6): iii. Suntik progesteron jangka panjang: DMPA dapat digunakan bagi perempuan dengan HIV yang diberi ART tanpa kehilangan efektivitas kontrasepsi. Metabolisme DMPA tidak dipengaruhi oleh obat ARV dan tetap dapat diberikan dengan interval 12 minggu. iv. Implan progesteron: implan etonorgestrel adalah kontrasepsi yang amat efektif dan aman pada perempuan dengan HIV yang tidak dalam terapi obat ARV.
  • 61. Pilihan Kontrasepsi Berdasarkan urutan Prioritas Kontrasepsi hormonal Perempuan HIV Dalam terapi ARV Tidak dalam terapi ARV Pil KB kombinasi √ Pil progesteron √ Suntik progesteron jangka panjang (DMPA) √ √ Implan progesteron √ Hormon estrogen mempunyai efek menurunkan efektivitas ARV. Progesteron mempunyai efek sedikit meningkatkan efektivitas ARV. Namun, sebaiknya tetap diperhatikan pada penggunaan polifarmasi (misalnya perempuan HIV dengan tuberkulosis), karena semua kontrasepsi hormonal dimetabolisme di hati, demikian juga ARV. Penggunaan keduanya dalam jangka panjang memperberat fungsi hati.
  • 62. Pilihan kontrasepsi dan alasannya • Vasektomi & Tubektomi Bila tidak ingin anak lagi • AKDR Dianjurkan,sifatnya jangka panjang • Suntik & Implan Interaksi obat dengan ARV • Spons & Diafragma Kurang efektif • Kondom Hanya untuk pencegahan IMS Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada Ibu dengan HIV 1 2 Karena adanya risiko MTCT, maka pada dasarnya Odha perempuan tidak dianjurkan untuk hamil lagi
  • 63. 1.Cegah HIV pada seluruh wanita usia reproduksi 2.Cegah kehamilan yang tidak direncanakan pada wanita usia reproduksi terinfeksi HIV Sikap: Pertimbangan dokter: • CD4 > 500 • Viral load tidak terdeteksi • Minum ARV teratur 6bln • Konseling • Pengobatan • Pemantauan Keputusan untuk hamil: • Pasangan • Dukungan Keluarga Kurangi jumlah ibu hamil dengan HIV positif
  • 64. Ringkasan Semua ibu hamil harus ditawarkan pemeriksaaan HIV Pada perempuan hamil dengan HIV positiv pemberian ARV penting untuk mencegah tranmisi infeksi ke bayi Masa persalinan mempunyai risiko tertinggi dalam penularan HIV dari Ibu ke Bayi dibanding masa kehamilan dan nifas Pada dasarnya persalinan ibu dengan HIV dapat dilaksanakan di semua fasilitas kesehatan, dengan menerapkan kewaspadaan universal standar Partus pervaginam tidak menjadi masalah asalkan ibu sudah minum ARV minimal 6 bulan. Seksio sesarea berencana merupakan pilihan apabila fasilitas memadai Kondom tetap digunakan, namun hanya merupakan proteksi untuk pencegahan infeksi
  • 65. Hepatitis B dalam Kehamilan : Tata Laksana dan Pencegahan Transmisi Vertikal
  • 66. Virus Hepatitis B • Virus DNA • 350-400 juta manusia di dunia • Angka mortalitas di dunia mencapai 1 juta akibat sirosis, gagal hati dan karsinoma hepatoselular (KHS) • Transmisi melalui seksual, perkutaneus dan perinatal • Terdiri atas 3 bagian : - Protein envelope (HBsAg) - Protein nukleokapsid inti (HBcAg) - Protein nukleokapsid soluble (HBeAg) : menandakan replikasi Dienstag JL. Hepatitis B Virus Infection. N Engl J Med. 2008;359:1486-500
  • 67. Epidemiologi Hepatitis B di Dunia Shephard CW, Simard EP, Finelli L, Fiore AE, Bell BP. Hepatitis B Virus Infection: epidemiology and vaccination. Epidemiol Rev. 2006;28:112-25
  • 68. Transmisi Hepatitis B Shephard CW, Simard EP, Finelli L, Fiore AE, Bell BP. Hepatitis B Virus Infection: epidemiology and vaccination. Epidemiol Rev. 2006;28:112-25
  • 69. Hepatitis B Akut dan Kronik Liang TJ. Hepatitis B: the virus and disease. Hepatology. 2009;49(5):13-21 • Hepatitis B akut bersifat self-limiting • Hanya 5-10% yang berkembang menjadi Hepatitis B Kronik • Hanya 1% yang berkomplikasi menjadi gagal hati akut
  • 70. Hepatitis B Kronik pada Kehamilan
  • 71. Prevalensi Transmisi Hepatitis B di Eropa Tahun 2006- 2012 Duffell EF, Laar MJW, Amato-Gauci AJ. Enhanced surveillance of hepatits B in the EU, 2006-2012. Journal of Viral Hepatitis. 2015;22:581-89. Transmisi vertikal dari ibu ke anak menempati porsi terbesar dalam transmisi Hepatitis B kronik
  • 72. Komplikasi Hepatitis B pada Kehamilan Semakin muda usia saat terinfeksi, maka semakin tinggi risiko Hepatitis B kronik World Health Organization. Guidelines for the prevention, care and treatment of persons with chronic hepatitis B infection. 2015.
  • 74. Manifestasi Hepatitis B pada Kehamilan Hepatitis B Akut Hepatitis B Kronik  Sering asimptomatik  Gejala yang dapat muncul adalah tanda-tanda sirosis  Perlunya deteksi dini Tan YT, Sun C, Liu CX, Xie SS, Xiao D, Liu L, Yu JH, et al. Clinical features and outcome of acute hepatits B in pregnancy. BMC Infectious Disease. 2014;14:368
  • 75. Deteksi Awal Infeksi Hepatitis B Kronik MchMahon BJ. Natural history of chronic hepatitis B-clinical implications. Medscape J Med. 2008;10(4):91 Seluruh ibu hamil diperiksakan nilai HBsAg pada awal dan trimester ketiga kehamilan
  • 76. Anamnesis pada Pasien dengan HBsAg Positif Tanda dan Gejala Sirosis Faktor Risiko Metabolik Riwayat KHS di keluarga Status Vaksinasi Hep B Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
  • 77. Tanda dan Gejala Sirosis Jaringan Hati Normal Jaringan Sirosis Hati
  • 78. Penegakkan Diagnosis Hepatitis B Kronik pada Kehamilan HBsAg positif selama 6 bulan Sarin SK, Kumar M, Lau GK, Abbas Z, Chan HLY, Chen CJ, et al. Asian-Pacific clinical practices guidelines on the management of hepatitis B: a 2015 updated. Hepatol Int. 2016;10:1-98
  • 79. • Multiple sexual partners • Penggunaan obat intravena menggunakan jarum tidak steril • Kontak dengan pasien yang terinfeksi atau pasien karier hepatitis B kronik Faktor Risiko Infeksi VHB Faktor Risiko Transmisi VHB Faktor yang meningkatkan risiko transmisi : • Status HBeAg (+) pada ibu • Kadar DNA-VHB pada ibu (>200.000 IU/mL) 1. Tran TT, Ahn J, Reau NS. ACG Clinical Guideline: Liver Disease and Pregnancy. Am J Gastroenterol. 2016. 2. Borgia G, Carleo MA, Gaeta GB, Gentile I. Hepatitis B in pregnancy. World J Gastroenterol. 2012;18(34):4677-83
  • 80. Prevalensi HBeAg pada HBsAg Positif Prevalensi HBeAg pada HBsAg positif tinggi pada perempuan < 30 tahun (usia reproduksi)  risiko transmisi Hep B meningkat Ott JJ, Stevens GA, Wiersma ST. The risk of perinatal hepatitis B virus transmission: hepatitis B e antigen (HBeAg) prevalence estimates for all world regions. BMC Infectious Diseases. 2012;12:131
  • 81. Algoritma Diagnosis Hepatitis B pada Kehamilan Pemeriksaan Awal Ibu Hamil : Uji Hati Abnormal Profil hepatoselular: AST/ALT Profil bilier: bilirubin/alkalin fosfatase Eksklusi : • Hepatitis Viral • Infeksi Herpes • Penggunaan obat- obatan Bilirubin ± alk.fosfatase ↑ Alk.fosfatase ↑ Pencitraan bilier Tidak ada follow up • IgM anti HAV • HBsAg • Anti HCV Tidak ada bukti obstruksi Tran TT, Ahn J, Reau NS. ACG Clinical Guideline: Liver Disease and Pregnancy. Am J Gastroenterol. 2016
  • 82. Perubahan Fisiologis selama Kehamilan Tran TT, Ahn J, Reau NS. ACG Clinical Guideline: Liver Disease and Pregnancy. Am J Gastroenterol. 2016
  • 83. Algoritma Diagnosis Hepatitis B pada Kehamilan Borgia G, Carleo MA, Gaeta GB, Gentile I. Hepatitis B in pregnancy. World J Gastroenterol. 2012;18(34):4677-83
  • 84. Definisi Transmisi Vertikal VHB HbsAg atau DNA-VHB positif selama 6-12 bulan pertama kehidupan pada bayi yang lahir dari ibu terinfeksi VHB Gentile I, Borgia G. Vertical transmission of hepatitis B virus: challenges and solutions. InternationalJournal of Women’s Health. 2014;6:605-11
  • 85. HbsAg dan DNA-VHB (+) saat lahir : - Sering hanya bersifat sementara (fenomena transien) - Tidak menggambarkan transmisi Papaevangelou V. Perinatal HBV Viremia in Newborns of HbsAg(+) mothers is a transient phenomenon that does not necessarily imply HBV infection transmission. Journal of Clinical Virology. 2012; 54:202
  • 86. Papaevangelou V. Perinatal HBV Viremia in Newborns of HbsAg(+) mothers is a transient phenomenon that does not necessarily imply HBV infection transmission. Journal of Clinical Virology. 2012; 54:202 Karena anti-Hbe dan anti-Hbc didapat dari ibuku melalui plasenta Anti Hbe dan anti Hbc (+) dari lahir hingga usia 2 tahun: tidak berhubungan dengan infeksi VHB kronik
  • 87. Tata Laksana Hepatitis B dan Pencegahan Transmisi Vertikal Pemberian Antiviral pada Ibu Hamil Vaksin Hepatitis B dan HBIg Proses Kelahiran Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
  • 88. Indikasi Pemberian Antiviral pada Ibu Hamil Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23. HbsAg (+) DNA-VHB > 200.000 U Pemberian Antiviral
  • 89. Penentuan Waktu Pemberian Antiviral Pemberian Antiviral mulai diberikan pada usia kehamilan 28- 32 minggu Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
  • 90. Penghentian Pemberian Antiviral Pregnancy 3 bulan Setiap 3- 6 bulan Antiviral dihentikan Pantau AST Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
  • 91. Pengaruh Antiviral terhadap Menyusui Bukan Kontraindikasi Antiviral dieksresikan dalam ASI, namun belum ditemukan adanya bukti toksisitas yang siginifikan Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
  • 92. Pemilihan Antiviral pada VHB Kronik Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23. Telbivudine dan tenofovir relatif aman untuk ibu hamil
  • 93. Rekomendasi AASLD 2015 Ibu hamil dengan HbsAg (+) dan DNA-VHB ≤ 200.000 U tidak disarankan untuk diberikan antiviral Benefit Risk Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
  • 94. Immunoprofilaksis • Vaksin Hepatitis B paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir • Hepatitis Immunoglobulin (HBIg) diberikan pada ekstremitas yang berbeda • Kombinasi vaksin dan Ig menurunkan risiko transmisi vertikal dari >90% menjadi <10% 1. Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23. 2. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jadwal Imunisasi Anak Umur 0-18 Tahun. 2014.
  • 95. Kegagalan Immunoprofilaksis Zou H, Chen Y, Duan Z, Zhang H, Pan C. Virologic factors associated with failure to passive-active immunoprophylaxis in infants born to HBsAg-positive mothers. Journal of Viral Hepatitis. 2012.
  • 96. Per Vaginam atau Sectio Caesaria ? Rekomendasi 8A 9. Seksio caesaria tidak diindikasikan dikarenakan kurangnya data dan mempertimbangkan risk-benefit dari SC dibandingkan pervaginam. Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2015: 1-23.
  • 97. Per Vaginam atau Sectio Caesaria ? Meta-analisis Risiko Transmisi VHB pada section caesaria vs per vaginam Chang MS, Gavini S, Andrade PC, Baltar JM. Caesarian section to prevent transmission of hepatits B: a meta-analysis. Can J Gastroenterol Hepatol. 2014:28(8):439-44
  • 99. SIFILIS • Penyakit sistemik • Penyebab: bakteri Treponema pallidum • Jika tidak diobati • penyakit berkembang dalam stadium dengan gambaran klinis yang bervariasi dan tidak khas • komplikasi serius • Jika diobati dini • komplikasi sedikit • Dapat mempermudah penularan HIV 99 W_Indriatmi
  • 100. Penularan SIFILIS • Terutama ditularkan melalui • kontak seksual (genito-genital, ano-genital, oro-genital) atau • dari ibu hamil kepada janin dalam kandungan • Paling menular kepada pasangan seksual dalam stadium primer dan sekunder • Perkiraan: 3-10% tertular dalam satu kali hubungan seksual dengan pasangan yang terinfeksi W_Indriatmi 100
  • 101. Perjalanan penyakit SIFILIS • Masa inkubasi: umumnya 21 hari, kisaran 10-90 hari • Memperbanyak diri pada tempat inokulasi dan membentuk luka / chancre  SIFILIS PRIMER • Menyebar ke kelenjar getah bening setempat, kemudian ke pembuluh darah  SIFILIS SEKUNDER • Dapat mengenai banyak organ tubuh  SIFILIS SEKUNDER & LATEN • SIFILIS TERTIER  infeksi /inflamasi pembuluh darah dalam susunan saraf pusat dan sistem kardiovaskular atau membentuk lesi gumma W_Indriatmi 101
  • 105. SIFILIS pada ibu hamil • Dapat tertular dari pasangan seksual • Manifestasi klinis sama dengan pada orang tidak hamil • Stadium PRIMER • Stadium SEKUNDER • Stadium LATEN • Stadium TERSIER • Risiko penularan pada janin / bayi dalam kandungan • Sifilis KONGENITAL W_Indriatmi 105
  • 106. SIFILIS Std PRIMER (S-1) • Di lokasi inokulasi • Ulkus durum/chancre: • Berkembang dari makula – papul – ulkus • KHAS: tidak nyeri, berindurasi, dasar bersih • Sangat infeksius • Dapat hilang spontan dalam 3-6 minggu • Dapat terjadi lesi multipel • Limfadenopati regional: kenyal, tidak nyeri, bilateral • Tes serologi sifilis dapat non-reaktif pada sifilis primer dini W_Indriatmi 106
  • 107. SIFILIS Std PRIMER (S-1) W_Indriatmi 107
  • 108. SIFILIS Std SEKUNDER (S-2) • Lesi muncul beberapa minggu setelah lesi primer muncul • Dapat menetap sampai beberapa bulan • Lesi S-1 dan S-2 dapat terlihat dalam waktu yang sama • Paling sering  lesi mukokutan • Tes serologi paling tinggi dalam stadium ini W_Indriatmi 108
  • 109. SIFILIS Std SEKUNDER (S-2) W_Indriatmi 109
  • 110. SIFILIS Std SEKUNDER (S-2) W_Indriatmi 110
  • 111. SIFILIS Std LATEN (S-laten) • Kategori: • Laten dini (kurang dari 1 tahun) • Laten lanjut (lebih atau sama dengan 1 tahun) • Jika tidak diketahui awitan infeksi – dianggap S-laten lanjut • Tidak tampak lesi  bukti: tes serologi reaktif • Dapat terjadi: • Di antara S-primer dan S-sekunder • Sesudah S-sekunder • 60-85% tetap asimtomatik selama bertahun-tahun tanpa terapi W_Indriatmi 111
  • 112. SIFILIS KONGENITAL • Akibat infeksi transplasenta • Manifestasi dari asimtomatik sampai fatal • Manifestasi dini: abortus spontan, lahir mati, ensefalitis, lesi kulit generalisata, rhinitis (snuffles nose), disfungsi hepar, kegagalan multi organ • Manifestasi lanjut: umumnya tidak tampak saat lahir, termasuk osteitis tulang panjang, malformasi gigi (trias Hutchinson) dan maksilofasial, keratitis, tuli neurosensorik, gangguan neuropsikologis W_Indriatmi 112
  • 113. SIFILIS KONGENITAL W_Indriatmi 113 Organ tubuh janin yang terkena sifilis: Plasenta Hepar Paru-paru Tr. Gastrointestinal Ginjal Pankreas Susunan syaraf pusat Sistem tulang
  • 114. SIFILIS KONGENITAL • Definisi WHO: • Lahir mati, lahir hidup atau janin mati pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu atau lebih dari 500 g, dari seorang ibu seropositif sifilis tanpa pengobatan yang adekuat. • Lahir mati, lahir hidup, atau anak usia kurang dari 2 tahun dengan bukti terinfeksi sifilis secara klinis atau mikrobiologik W_Indriatmi 114 WHO guidelines for the treatment of Treponema pallidum (syphilis). 2016
  • 115. SIFILIS KONGENITAL • Definisi WHO: • Sifilis kongenital dengan bukti secara mikrobiologis: • Mikroskop lapangan gelap: pada preparat tali pusat, plasenta, cairan hidung atau lesi kulit  tampak T.pallidum • IgM spesifik T.pallidum reaktif • Titer serologi non treponema reaktif 4 kali lipat lebih tinggi dibandingkan titer ibu. W_Indriatmi 115 WHO guidelines for the treatment of Treponema pallidum (syphilis). 2016
  • 116. Diagnosis SIFILIS • Secara KLINIS • Sebagian besar tanpa keluhan dan gejala • Lesi dini cepat hilang • Lesi tidak tampak • Infeksi laten • Biasanya digunakan TES SEROLOGI W_Indriatmi 116
  • 117. Tes SEROLOGI SIFILIS (TSS) Tes NONTREPONEMA • Antibodi ini dapat timbul sebagai reaksi terhadap infeksi sifilis, namun juga bisa memberikan banyak hasil positif palsu. • Contoh: RPR (Rapid Plasma Reagin) dan VDRL (Venereal Disease Research Laboratory) Tes TREPONEMA • Tes ini jarang memberikan hasil positif palsu. • Tes ini dapat memberi hasil positif/reaktif seumur hidup walaupun terapi sifilis telah berhasil • Contoh: TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay), TP-PA (Treponema Pallidum Particle Agglutination Assay), FTA-ABS (Fluorescent Treponemal Antibody Absorption). W_Indriatmi 117
  • 118. W_Indriatmi 118 Peeling et al. Bulletin of the WHO, 2004:82(6)
  • 119. TSS VDRL & TPHA • KEUNTUNGAN • Mudah dilakukan • Dapat membedakan infeksi aktif dan infeksi masa lampau yang sudah diobati • KERUGIAN • Memerlukan peralatan listrik untuk lemari es (menyimpan reagen), rotator dan sentrifuge • Tidak bisa menggunakan whole blood • Hasil negatif palsu bisa terjadi karena antibodi berlebihan (fenomena prozone) W_Indriatmi 119
  • 120. Rapid Test for Syphilis (TP Rapid) • Dapat menggunakan whole blood, serum atau plasma • Dapat digunakan di layanan kesehatan sehingga pasien dapat langsung diobati • Mudah dilakukan, tidak memerlukan tempat penyimpanan khusus atau transport - pada suhu <30o • Mudah diinterpretasi, selesai dalam waktu sekitar 30 menit • Tidak ada efek prozone • Tidak dapat membedakan infeksi aktif dan infeksi masa lampau yang sudah diobati W_Indriatmi 120
  • 121. W_Indriatmi 121 Alur Tes Serologis Sifilis bila TERSEDIA Tes Non Treponema dan Treponema
  • 122. W_Indriatmi 122 Alur Tes Serologis Sifilis Pada Ibu Hamil Bila Hanya Tersedia TP Rapid
  • 123. Interpretasi Tes Serologi Sifilis RPR atau VDRL TPHA atau TP Rapid INTERPRETASI Reaktif Non reaktif Tes skrining nontreponema positif palsu Reaktif Reaktif  Sifilis yang belum diobati;  Sifilis lanjut yang pernah diobati  Frambusia W_Indriatmi 123
  • 124. Interpretasi Tes Serologi Sifilis RPR atau VDRL TPHA atau TP Rapid INTERPRETASI Non reaktif Reaktif  Sifilis sangat dini yang belum diobati;  Sifilis dini yang pernah diobati  Frambusia Non reaktif Non reaktif  Bukan sifilis;  Sifilis masa inkubasi;  Sifilis sangat lanjut;  Sifilis bersamaan dengan infeksi HIV dan imunosupresi W_Indriatmi 124
  • 125. Tatalaksana SIFILIS pada ibu hamil • Sifilis DINI (S-1 dan S-2): • Benzathin penicillin G 2,4 juta unit dosis tunggal injeksi intramuskular ATAU • Procaine penicillin G 1,2 juta unit injeksi intramuskular sekali sehari selama 10 hari • Bila alergi penisilin dan tidak memungkinkan untuk desensitisasi, atau tidak tersedia: • Eritromisin 4X500 mg per oral selama 14 hari ATAU • Seftriakson injeksi intramuscular 1 g sekali sehari, selama 14 hari, ATAU • Azitromisin 2g per oral dosis tunggal • Catatan: ketiga obat dapat mengobati ibu hamil, namun tidak dapat melewati sawar plasenta, sehingga tidak dapat mengobati janinnya W_Indriatmi 125 WHO guidelines for the treatment of Treponema pallidum (syphilis). 2016
  • 126. Tatalaksana SIFILIS pada ibu hamil • Sifilis LANJUT (termasuk S laten): • Benzathin penicillin G 2,4 juta unit injeksi intramuskular sekali seminggu selama 3 minggu berturut-turut (interval jangan melebihi 14 hari) ATAU • Procaine penicillin 1,2 juta unit injeksi intramuskular sekali sehari selama 20 hari • Bila alergi penisilin dan tidak memungkinkan untuk desensitisasi, atau tidak tersedia: • Eritromisin 4X500 mg per oral selama 30 hari • Catatan: obat dapat mengobati ibu hamil, namun tidak dapat melewati sawar plasenta, sehingga tidak dapat mengobati janinnya W_Indriatmi 126 WHO guidelines for the treatment of Treponema pallidum (syphilis). 2016
  • 127. Reaksi Jarisch-Herxheimer • Reaksi demam akut, seringkali disertai nyeri kepala, mialgia, dan keluhan lain • Biasanya terjadi dalam 24 jam pertama setelah pemberian terapi awal apapun untuk sifilis dan seringkali terjadi pada pasien sifilis dini, kemungkinan karena bakteri masih sangat banyak dalam stadium dini W_Indriatmi 127
  • 128. Reaksi Jarisch-Herxheimer • Pasien harus diberi tahu mengenai kemungkinan ini • Dapat diberikan antipiretik untuk mengurangi simtom, namun tetap tidak dapat mencegah reaksi ini • Reaksi Jarisch-Herxheimer dapat menginduksi partus atau menyebabkan fetal distress pada perempuan hamil, namun keadaan ini jangan menjadi alasan untuk tidak mengobati atau menunda pengobatan W_Indriatmi 128
  • 129. Tatalaksana PASANGAN SEKSUAL PASANGAN SEKS dari pasien terinfeksi sifilis harus dianggap BERISIKO dan DIOBATI, bila • terjadi kontak seksual dengan pasien dalam waktu: • 3 bulan DITAMBAH durasi simtom pasien SIFILIS PRIMER • 6 bulan DITAMBAH durasi simtom pasien SIFILIS SEKUNDER • 1 tahun untuk pasien SIFILIS LATEN DINI W_Indriatmi 129
  • 130. Tatalaksana PASANGAN SEKSUAL • SEORANG YANG TERPAJAN DALAM 90 HARI sebelum pasangan seksual didiagnosis sifilis primer, sekunder, atau laten dini, dapat terinfeksi meskipun serologi negatif  OBATI SECARA PRESUMTIF • SEORANG YANG TERPAJAN >90 HARI sebelum pasangan seksual didiagnosis sifilis primer, sekunder, atau laten dini, dapat terinfeksi meskipun serologi negatif  OBATI SECARA PRESUMTIF: • Bila hasil tes serologi tidak segera didapatkan, dan • Kemungkinan follow-up meragukan W_Indriatmi 130
  • 131. Tatalaksana SIFILIS KONGENITAL • BAYI DENGAN SIFILIS KONGENITAL PASTI, ATAU • BAYI YANG KLINIS NORMAL DENGAN IBU SIFILIS: • yang tidak diobati ATAU • diobati tidak adekuat (termasuk terapi dalam 30 hari menjelang partus) ATAU • diobati dengan rejimen bukan penisilin Anjuran TERAPI: • Aqueous benzyl penicillin 100.000-150.000 U/kg/hari secara IV selama 10-15 hari ATAU • Procaine penicillin 50.000/U/kg/hari sekali sehari IM selama 10-15 hari W_Indriatmi 131 WHO guidelines for the treatment of Treponema pallidum (syphilis). 2016
  • 132. Tatalaksana SIFILIS KONGENITAL • BAYI YANG SECARA KLINIS NORMAL DENGAN IBU SIFILIS, TELAH DIOBATI SECARA ADEKUAT dan tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi ulang • Anjuran: • Bayi dipantau secara ketat • Bila diobati juga, sebagai pilihan adalah benzathin penicillin G 50.000 U/kg/hari dosis tunggal injeksi IM W_Indriatmi 132 WHO guidelines for the treatment of Treponema pallidum (syphilis). 2016
  • 133. MENYUSUI dan SIFILIS • Tidak ada bukti penularan sifilis melalui ASI, tanpa lesi di daerah payudara • Seorang ibu menyusui yang menderita S-1 atau S-2 dengan lesi di payudara, dapat menularkan bayinya melalui kontak lesi dengan mukosa • Bila terdapat lesi di payudara, terutama di daerah areola  kontraindikasi untuk menyusui atau penggunaan susu yang “diperah” sampai pengobatan selesai dan penyembuhan lesi • Tidak ada kontraindikasi untuk menyusui setelah pengobatan adekuat W_Indriatmi 133 Lawrence RA, Lawrence RM. Breastfeeding: a guide for the medical profession. 5th Ed St Louis, MO:Mosby;1999: 563-616
  • 134. Contoh Kasus: SIFILIS KONGENITAL DARI ORANGTUA PENDERITA SIFILIS W_Indriatmi 134
  • 135. W_Indriatmi 135 Bayi, 6 bulan, anak pertama, dengan bercak merah bersisik sejak 3 bulan Saat lahir: tidak ada lenting, cairan dari hidung atau mata Status gizi baik, Terdapat pembesaran hepar dan limpa Kelenjar getah bening aksila & inguinal membesar
  • 136. W_Indriatmi 136 Pemeriksaan radiologi: penebalan korteks dan periosteal tulang panjang: sesuai dengan sifilis kongenital
  • 137. Kasus: TSS dan Tatalaksana W_Indriatmi 137 PASIEN AYAH IBU VDRL 1:512 1:1 1:128 TPHA 1:5120 1:5120 1:5120 Terapi Aqueous penicillin procaine 50,000 IU/kg/hr selama 10 hari Benzathine penicillin 3 x 2.4 juta IU dengan interval 1 minggu - Alergi penisilin - Doksisiklin 2 x 100 mg/hari selama 1 bulan
  • 138. Kasus – 1 bulan pascaterapi W_Indriatmi 138
  • 139. Kasus – 1 bulan pascaterapi W_Indriatmi 139 VDRL 1:256 TPHA 1: 5120
  • 140. Penutup • Sifilis pada perempuan hamil: • Didiagnosis lebih dini • Diobati lebih dini Dapat mencegah sifilis kongenital W_Indriatmi 140