2. FISIOLOGI
• Normalnya, 25 cc cairan pleura
berada pada kavum pleura
• Normalnya cairan yang difiltrasi
dan diabsorbsi dari rongga pleura
sebanding, dengan jumlah cairan
0,1-0,2 ml/kgBB.
• Cairan pleura normal
mengandung 1,5 g/dL protein
dengan pH basa (7,60).
• Absorbsi cairan pleura melaului
mikrovili membran kapiler dan
limfe
4. PATOFISIOLOGI
Peningkatan cairan dalam rongga pleura (efusi)
diakibatkan oleh:
(1) meningkatnya filtrasi dengan absorbsi yang normal
atau berkurang
(2) filtrasi normal dengan absorsi yang tidak adekuat
(3) tambahan cairan dari luar (rongga peritonium atau
ekstravasasi cairan intravena
14. TORAKOSINTESIS
Lokasi:
–Secara klinis 1-2 cm di bawah bagian yang
pekak pada perkusi di lineamedioaksillaris
posterior
–> 1 cm batas pada foto lateral decubitus
–USG guiding
17. Kriteria Light
Cairan pleura eksudat jika terdapat satu atau
lebih:
–Protein cairan pleura/ protein serum > 0,5
–LDH cairan pleura dibagi LDH serum > 0,6
–LDH cairan pleura > 2/3 batas atas LDH serum
normal
22. TERAPI
• Pengobatan efusi pleura transudat, hemoragik dan chylus
terapi suportif terhadap gangguan fungsi yang timbul dan
pengobatan spesifik terhadap penyakit dasar
• Evakuasi transudat mengatasi dipsnea dan gangguan
kardiorespirasi lain yang disebabkan oleh pendorongan
mediastinum
• Pemberian diuretik memperlambat reakumulasi transudat
dan dapat menurunkan frekuensi dilakukannya torakosisntesis
23. TERAPI
• Eksudat dan empiema, bakteri dapat mencapai rongga
pleura melalui fistulabronkopleura, trauma tembus pada
dinding dada atau dapat melalui sirkulasi
• Pneumonia bakterial nontuberkulosis merupakan penyebab
terbanyak pleura efusi karena inflamasi atau efusi para
pneumonia
• Stafilokokus aureus merupakan kuman patogen terbanyak
penyebab empiema pada anak kecil dari 2 tahun,
Steptokokus grup A merupakan penyebab terbanyak
empiema pada anak yang lebih besar dan remaja
• Pleura efusi karena infeksi memerlukan pengobatan
antibiotika dan pertimbangan tindakan bedah
24. PROGNOSIS
• Keluaran dari gangguan inflamasi pada pleura tergantung :
– masalah klinis yang mendasari
– luasnya pleura yang terlibat
– usia pasien
– waktu mulainya terapi awal
– komplikasi yang timbul
• Komplikasi, jarang terjadi, tetapi dapat memperlambat penyembuhan :
– fistula bronkopleura
– tension pneumatocele
– fibrotorak
30. EMPYEMA
• Empyema adalah akumulasi pus di dalam rongga pleura
• Untuk terjadinya empyema, sebelumnya harus terjadi
akumulasi cairan pleura
• Insiden empiema 0,7 -9%, median 7 tahun
• Etiologi : 50% efusi parapneumonia, 25% post operasi paru,
esofagus atau mediastinum, 10% trauma thorak
31. ETIOLOGI
• Bakteri aerob gram positif:
S. pneumoniae dan S aureus
• Bakteri aerob gram negatif:
Klebsiella, Pseudomonas, Haemophilus
• Bakteri anaerob:
Bacteroides dan Peptostreptococcus
32. FAKTOR RISIKO
• Usia (anak dan orangtua)
• Kurangnya mobilisasi atau debilitasi
• Pneumonia selama hospitalisasi
• Penyakit komorbid (bronkhiektasis, rheumatoid
arthritis, alkoholisme, diabetes, GERD)
• Penelitian di Inggris:
albumin < 3, Na < 130, trombosit > 400.000, CRP >
100, riwayat alkoholisme atau penggunaan obat IV
peningkatan risiko, riwayat COPD penurunan
risiko
33. PATOFISIOLOGI
Fase 1 (eksudatif)
Cairan eksudat steril terkumpul di ruang
pleural (ruang interstisial paru dan kapiler
visceral) akibat peningkatan permeabilitas,
LDH (<1000) dan lekosit rendah, glukosa
(>40) dan pH (>7.20) dalam batas normal
dapat kembali normal dengan antibiotik
Onset: 2 – 5 hari setelah pneumonia
34. Fase 2 (transisional / fibropurulen)
Terjadi invasi bakteri dan akumulasi leukosit
PMN, bakteri, debris seluler mengaktivasi
kaskade koagulasi peningkatan prokoagulan
dan menekan aktivitas fibrinolitik deposisi
fibrin dan lokulasi cairan
-pH (<7,20) dan glukosa (<60) menurun, LDH
meningkat, kultur cairan pleura positif
-5 – 10 hari setelah pneumonia
35. Fase 3 (kronis atau organisasi)
- Proliferasi fibroblas di pleura viseral dan parietal
membran inelastik akan terbentuk (pleural
peel) terhambatnya pengembangan paru
- Dapat terjadi drainase spontan
- 2 – 3 minggu dari terjadinya pneumonia
36. TANDA DAN GEJALA
• Infeksi aerob serupa pneumonia baterial, bakteri anaerob
subakut
• Demam tinggi
• Berkeringat
• Selera makan turun
• Malaise
• Batuk
• Dyspnea
• Nyeri dada
• Berbaring miring pada sisi yang sakit
• Pneumonia dengan demam terus menerus 48 jam dengan
pemberian antibiotik yang adekuat.
37. PEMERIKSAAN FISIK
• Demam, takipnea, takikardia
• Asimetris dengan ketertinggalan gerak
• Suara vesikular menurun atau tidak ada
• Perkusi tumpul/redup
• Penurunan fremitus taktil
• Dapat ditemukan pergeseran trakhea
38. Pemeriksaan Penunjang
• Rontgen thorax : AP atau PA, lateral atau decubitus lateral
alternatif bila tidak bisa USG
• Ultrasonografi : viskositas, pengumpulan cairan dalam septa
• CT Scan thorax : cairan, lokulasi, perlengketan lapisan
pleura
• Analisis cairan pleura dan kultur cairan pleura dan kultur
untuk Mycobacterium TB
• Pemeriksaan darah :
– Darah lengkap : lekositosis, netrofilia
– CRP
– Kultur darah
39. Figure A illustrates the patient at presentation. Note the amount of fluid present. In Figure
B, the radiograph demonstrates progression of the pleural fluid accumulation with further
airspace disease and scoliosis noted. Despite the radiographic evidence of disease
progression, the patient was clinically improving. Figure C illustrates the radiograph at
follow-up, 6 months following completion of therapy. Resolution of the parapneumonic
effusion with no evidence of pleural thickening or fibrosis occurred.
40. DIAGNOSIS
• Foto toraks, area opaq dan cloudy
• USG dan CT scan dilakukan bila ada lokulasi atau
gambaran menyerupai abses
• Pemeriksaan cairan pleura hasil eksudat atau
transudat dengan kriteria Light.
• Cairan pleura eksudat jika terdapat satu atau lebih:
– Protein cairan pleura : protein serum > 0,5
– LDH cairan pleura : LDH serum > 0,6
– LDH cairan pleura > 2/3 batas atas LDH serum
normal
41. STAGING
Kategori 1 (efusi parapneumonik):
cairan free-flowing minimal, kurang dari 10 mm pada
posisi dekubitus; kultur, pH tidak diketahui antibiotik
Kategori 2 (efusi parapneumonik uncomplicated):
lebih dari 10 mm tapi kurang dari separuh hemithoraks;
Gram dan kultur negatif, pH > 7,20 antibiotik
42. Kategori 3 (efusi parapneumonia complicated):
efusi besar, lebih dari setengah hemithoraks; pH < 7,20,
LDH > 1000, glukosa > 40; Gram atau kultur positif
thorakostomi, antibiotik, trombolitik
Kategori 4 (empyema):
efusi lebih dari setengah hemithoraks, efusi dengan
penebalan pleura, pus pada aspirasi thorakostomi,
trombolitik, dekortikasi
43. TATALAKSANA
Pemberian antibiotik segera untuk menjaga fase akut
menjadi lebih lanjut 2 minggu intravena.
– CAP : sefalosporin generasi 2 dan 3 dengan
tambahan makrolide
– CAP berat : sefalosporin generasi 3 dengan aktivitas
antipseudomonas dan makrolide
– Bila ada bukti aspirasi: tangani juga bakteri anaerob
oral
– Antibiotik dapat diganti per oral bila bebas demam
24 jam
– Durasi antibiotik 1-6 minggu
44. • Drainase cairan pleura torakosintesis
• Memperbaiki pengembangan paru
• Operasi drainase cairan dan menutup rongga pleura
• Empiema fase 2 memasukkan chest tube dan
reseksi iga.
• Empiema fase 3 mengambil jaringan fibrous yang
tebal (dekortikasi)
45. • Suportif:
– Terapi oksigen bila saturasi < 93%
– Hidrasi adekuat
– Antipiretik
– Mobilisasi, latihan napas dan batuk
– Analgetik
• Rawat jalan bila tidak menggunakan terapi oksigen
dan antibiotik per oral
• Evaluasi rontgen 4-6 minggu untuk melihat resolusi.
46.
47.
48.
49. FOLLOW UP
• Pola demam
• Darah rutin : lekosit, CRP
• Komplikasi
– Demam persisten: abses CT Scan
– Kolaps lobus pulmo persisten : corpus alienum
bronchoscopy
– Bronchopleural fistula
51. definisi
• Adanya udara dalam kavum pleura, masuk
melalui defek dari pleura viseral (misalnya
ruptur bula) atau pleura parietal (misalnya
fraktur iga)
53. Penyebab lain dari hilangnya marker paru
• Bula emfisematous yang luas
• Kista paru luas
• Emboli pulmo
Hanya pneumothorax yang memiliki garis putih
paralel pada foto thorax
54. Manifestasi
• Dispneu
• Nyeri dada ipsilateral nyeri intens mulai dari
bahu
• Pada pemeriksaan fisik paru ketinggalan
gerak, hipersonor, penurunan suara paru pada
bagian pneumothorax
55. Gambaran foto thorax
• Garis putih pada pleura viseral paralel dengan
dinding dada
• Tidak ada gambaran marker paru di lateral
garis
• Dapat berhubungan dengan keadaan fraktur
65. Tipe Pneumothorax
Simpel
– Mediastinum berada di sentral
– Kondisi stabil
– Dapat menunggu hasil foto thorax untuk
konfirmasi diagnosis
Tension
– Progresif jantung dan mediastinum berada
menjauhi pneumothorax
– Kondisi tidak stabil
– Harus segera dilakukan tindakan tanpa
menunggu foto thorax
66. Terapi
• Observasi kecil
• Drainage besar chest tube di linea mid
axilla ICS 4-5 di atas costa tempat yg tidak
ada pembuluh darah dansaraf evaluasi
jika pneumothorak tetap ada selama 4 hari
surgical pleurodesis
68. Definisi
• Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan
paru yang berisi material purulen berisikan sel
radang akibat s infeksi
• Abses paru jarang teproses nekrotik permanen
paru oleh proserjadi pada anak
• Prevalensi 0,7 per 100.000 orang
• Laki-laki 1,6 kali lebih sering
69. Klasifikasi Abses Paru
1. Abses paru primer
terjadi tanpa penyakit yang mendasari
2. Abses paru sekunder
terjadi karena adanya penyakit yang
mendasari atau abnormalitas paru
70. • Patogenesis dimulai dari pneumonitis yang menjadi nekrosis
membentuk kavitas dan abses
• Patofisiologi abses terjadi ketika lokal infeksi di parenkim paru
yang menjadi nekrotik dengan kavitas melalui beberapa mekanisme
1. infeksi sekunder karena imunitas yang menurun atau virulensi
organisme
2. pulmonary aspiration pada anak dengan defisit neurologis (CP),
abnormalitas esofageal
3. septik emboli endokarditis
4. penyebaran hematogen septikemia
76. Kavitas berdinding tebal, adanya
cairan di tengah konsolidasi paru.
Air fluid level (+)
J.F. Johnson,W.E. Shiels, C.B. White and B.D.Williams,
Concealed pulmonary abscess: diagnosis by computed
tomography, Pediatrics 78 (1986), 283–286.
MRI tidak rutin dilakukan
J.F. Johnson,W.E. Shiels, C.B. White and B.D.Williams,
Concealed pulmonary abscess: diagnosis by computed
tomography, Pediatrics 78 (1986), 283–286.
78. Terapi
1. Antibiotik
– Abses paru primer meliputi organisme yang berada di
saluran nafas atas (S. aureus, Streptococcus pneumoniae and
streptococcal species dan gram-negative bacilli) : flucloxacillin
and cefotaxime/ceftriaxone
– Abses paru sekunder : organisme anaerob+ S. aureus:
Klindamisin
– Antibiotik iv digunakan 2-3 minggu kemudian oral 4-8 minggu
(pediatris respirology review (2007) 8, 77-84)
79. Terapi
2. Jika terapi dengan antibiotik gagal → drainase
3. Untuk abses paru perifer → aspirasi perkutaneus dan
kateter dapat dilakukan dengan CT guidence
4. Pada kasus berat, dapat dilakukan segmentektomi dan
lobektomi
80. Komplikasi
• Abses paru dapat pecah spontan ke kompartemen yang
dekat menimbulkan empiema, piothorax atau
pneumothorax
• Terjadi hubungan antara kavitas abses dan ruang pleura
fistula bronkopleural
• Jika abses paru terjadi karena penyebaran secara
hematogen abses paru yang multipel.
81. Outcome
• Morbiditas pada dewasa 15–20%
• Mortalitas pada anak rendah 5% pada abses paru
sekunder
Follow-up jangka panjang tidak ada penurunan
fungsi paru