1. BAB I
KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses
penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain.
Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau
dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000).
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang
pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai
pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi
(Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam
rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995)
B. ETIOLOGI
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan
seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum,
sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
2. Pembentukan
cairan
yang
berlebihan,
karena
radang
(tuberculosis,
pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke
rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena
trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
1
2. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit
neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh
sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
∗
Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
∗
Penurunan tekanan osmotic koloid darah
∗
Peningkatan tekanan negative intrapleural
∗
Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
Penyebab paling sering efusi pleura transudatif di USA adalah oleh karena
penyakit gagal jantung kiri, emboli paru, dan sirosis hepatis, sedangkan penyebab
efusi pleura eksudatif disebabkan oleh pneumonia bakteri, keganasan (ca paru, ca
mammae, dan lymphoma merupakan 75 % penyebab efusi pleura oleh karena
kanker), infeksi virus. Tuberkulosis paru merupakan penyebab paling sering dari
efusi pleura di Negara berkembang termasuk Indonesia. Selain TBC, keadaan lain
juga menyebabkan efusi pleura seperti pada penyakit autoimun systemic lupus
erythematosus (SLE), perdarahan (sering akibat trauma). Efusi pleura jarang pada
keadaan rupture esophagus, penyakit pancreas, abses intraabdomen, rheumatoid
arthritis, sindroma Meig (asites, dan efusi karena adanya tumor ovarium).
a.
Berdasarkan Jenis Cairan
Kalau seorang pasien ditemukan menderita efusi pleura, kita harus berupaya
untuk menemukan penyebabnya. Ada banyak macam penyebab terjadinya
pengumpulan cairan pleura. Tahap yang pertama adalah menentukan apakah pasien
menderita efusi pleura jenis transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi
kalau faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura
mengalami perubahan.
2
3. Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan
dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura tipe transudatif
dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran kadar Laktat Dehidrogenase (LDH)
dan protein di dalam cairan, pleura. Efusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak
salah satu dari tiga kriteria berikut ini, sementara efusi pleura transudatif tidak
memenuhi satu pun dari tiga kriteria ini :
1. Protein cairan pleura / protein serum > 0,5
2. LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6
3. LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang
normal di dalam serum
PARAMETER
warna
TRANSUDAT
Jernih
BJ
EKSUDAT
Jernih, keruh,
< 1,016
berdarah
< 1,016
Jumlah set
Sedikit
Banyak (> 500
Jenis set
PMN < 50%
Rivalta
Negatif
Glukosa
60 mg/dl (= GD
sel/mm2)
PMN < 50%
Negatif
plasma)
Protein
60 mg/dl
< 2,5 g/dl
Rasio protein TE/plasma
< 0,5
LDH
< 200 IU/dl
(bervariasi)
< 2,5 g/dl
3
< 0,5
4. Rasio LDH T-
< 0,6
< 200 IU/dl
E/plasma
< 0,6
Efusi pleura berupa:
a. Eksudat, disebabkan oleh :
1. Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia,
Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 1006000/cc. Gejala penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise,
mialgia, sakit dada, sakit perut, gejala perikarditis. Diagnosa dapat dilakukan
dengan cara mendeteksi antibodi terhadap virus dalam cairan efusi.
2. Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh
bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara
hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob
(Streptococcus
paeumonie,
Staphylococcus
aureus,
Pseudomonas,
Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan lainlain). Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibotika ampicillin dan
metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang terinfeksi keluar dari rongga
pleura.
3. Pleuritis
karena
fungi
penyebabnya:
Aktinomikosis,
Aspergillus,
Kriptococcus, dll. Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap
organisme fungi.
4. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi
melalui focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat
juga secara hemaogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya
cairan efusi disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis
perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga
4
5. pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang
disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang
yang masif. Pada pasien pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris,
penurunan berat badan, dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.
5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru,
mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan
ukuran jantung yang tidak membesar. Patofisiologi terjadinya efusi ini diduga
karena :
Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi
kebocoran kapiler.
Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura,
bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan gangguan
aliran balik sirkulasi.
Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif
intra pleural, sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang
ditemukan berupa eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut
mungkin menurun jika beban tumor dalam cairan pleura cukup tinggi.
Diagnosis dibuat melalui pemeriksaan sitologik cairan pleura dan tindakan
blopsi pleura yang menggunakan jarum (needle biopsy).
6. Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri,
abses paru atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai
predominan sel-sel PMN dan pada beberapa penderita cairannya berwarna
purulen (empiema). Meskipun pada beberapa kasus efusi parapneumonik ini
dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun drainage kadang diperlukan pada
empiema dan efusi pleura yang terlokalisir. Menurut Light, terdapat 4 indikasi
untuk
dilakukannya
tube
thoracostomy
parapneumonik:
5
pada
pasien
dengan
efusi
6. Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura
Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura
Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl
Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada
nilai pH bakteri
Penanganan
keadaan
ini
tidak
boleh
terlambat
karena
efusi
parapneumonik yang mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam waktu
beberapa jam saja.
7. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid,
Skleroderma.
8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.
b. Transudat, disebabkan oleh :
1. Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab lainnya
adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior. Patogenesisnya
adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler
dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada pleura parietalis. Di samping
itu peningkatan tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorpsi
pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun (terhalang)
sehingga filtrasi cairan ke rongg pleura dan paru-paru meningkat.
Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga
menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit menerangkan adalah
kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan.
6
7. Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi dengan
istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga segera menghilang. Kadang-kadang
torakosentesis diperlukan juga bila penderita amat sesak.
2. Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura
dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral
dan cairan bersifat transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan diuretik dan
restriksi pemberian garam. Tapi pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan
infus albumin.
3. Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang
kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi kanan
dan
biasanya
cukup
besar
untuk
menimbulkan
dyspneu
berat.
Apabila
penatalaksanaan medis tidak dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada alternatif
yang baik. Pertimbangan tindakan yang dapat dilakukan adalah pemasangan pintas
peritoneum-venosa (peritoneal venous shunt, torakotomi) dengan perbaikan terhadap
kebocoran melalui bedah, atau torakotomi pipa dengan suntikan agen yang
menyebakan skelorasis.
4. Meig’s Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita
dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom
serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas
yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan
7
8. yang banyak oleh tumornya dimana efusi pleuranya terjadi karena cairan asites yang
masuk ke pleura melalui porus di diafragma. Klinisnya merupakan penyakit kronis.
5. Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi unilateral
ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga pleura
terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara
cairan pleura dengan cairan dialisat.
6. Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada
hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang
baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor
koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila
darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari
trauma dinding dada.
b.
Berdasarkan Kuman Penyebab
1. Mycobacterium Tuberculosis
a.Bakteriologi
Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini adalah sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 mm dan tebal 03-0,6 mm.
Kuman ini tahan terhadap asam dikarenakan kandungan asam lemak (lipid) di
dindingnya. Kuman ini dapat hidup pada udara kering maupun dingin. Hal ini karena
kuman berada dalam sifat dormant yang suatu saat kuman dapat bangkit kembali dan
aktif kembali.
8
9. Kuman ini hidup sebagai parasit intraseluter didalam sitoplasma makrofag.
Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak
mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain,
sehingga bagian apikal ini merupakan predileksi penyakit tuberkulosis.
b. Patogenesis
•
Tuberkulosis Primer
Penularan terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersihkan keluar menjadi
droplet nudei dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung dari ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap,
kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi terhisap
oleh oang sehat, ia akan menempel pada jalan napas atau paru-paru. Kuman dapat
masuk lewat luka pada kulit atau mukosa tapi hal ini sangat jarang terjadi.
Kuman yang menetap di jaringan paru, ia tumbuh dan berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa ke organ tubuh lain. Kuman yang
bersarang tadi akan membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut
sarang primer atau afek primer. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran
getah bening menuju illus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar
getah bening hillus (limfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis lokal +
limfadenitis regional = kompleks primer. Kompleks primer ini selanjutnya dapat
menjadi :
1) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat
9
10. 2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas, berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hillus atau kompleks (sarang) Ghon
3) Berkomplikasi dan menyebar secara:
Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya
Secara bronkogen pada paru ysng bersangkutan maupun paru yang di
sebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama tertelan besama sputum
dan ludah sehingga menyebar ke usus
Secara limfogen, ke organ tubuh lainnya
Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya
Semua kejadian diatas tergolong ke dalam perjalanan tuberklosis primer.
•
Tuberkulosis Post-Primer
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (Post-Primer).
Tuberkulosis Post-Primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas
paru-paru (bagian apikal posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke
daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiller paru. Sarang dini ini mula-mula
juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi
tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel DatiaLanghans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan
bermacam-macam jaringan ikat.
Bergantung dari imunitas penderita, virulensi, jumlah kuman, sarang dapat
menjadi :
10
11. 1) Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut
2) Sarang
yang
mula-mula
meluas,
tapi
segera
menyembuh
dan
menimbulkan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi lebih
keras, menimbulkan perkapuran dan akan sembuh delam bentuk
perkapuran.
3) Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan
jaringan sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, dan
menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan
keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis,
lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam
jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik.
Kavitas dapat :
•
Melus kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Sarang ini
selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu.
•
Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma
ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan
jadi kavitas lagi.
•
Bersih dan menyembuh, disebut open heated cavity. Dapat juga menyembuh
dengan membungkus diri dan menjadi kecil. Kadang-kadang berakhir sebagai
kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate
shaped.
Pada penvakit TBC paru, efusi pleura diduga disebabkan oleh rupturnya fokus
subpleural dari jarngan nerotik perkijuan sehingga tuberkuloprotein yang ada
didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbulkan reaksi hipersensitif tipe lambat.
Hal ini didukung dengan ditemukannya limfossit T, Interleukin-2 dan Interleukin
reseptor pada cairan pleura.
11
12. Cara penyebaran lainnya diduga secara hematogen dan secara perkontinuitatum dari
kelenjar-kelenjar getah bening servikal, rnediastinal, dan dari abses di vertebrae.
Efusi pleura yang disebabkan oleh TBC dapat juga berupa empyema, yaitu buila
terjadi infeksi sekunder karena adanya fitula bronchopulmonal, atau berupa
chylothoraxs yaitu bila terdapat penekanan kelenjar atau tarikan fibrin pada duktus
thoracicus. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraxs
kiri, jarang yang masif. Pada thoraxosentesis ditemukan cairan berwarna kuning
jernih, mengandung > 3 gr protein/ 100 ml, bila cairan berupa darah, serosanguineous
atau merah muda diagnosis TBC harus diragukan.
Dalam keadaan normal, cairan pleura dibentuk dalam jumlah kecil untuk melumasi
permukaan pleura (pleura adalah selaput tipis yang melapisi rongga dada dan
membungkus paru-paru).
Bisa terjadi 2 jenis efusi yang berbeda:
1. Efusi pleura transudativa, biasanya disebabkan oleh suatu kelainan pada
tekanan normal di dalam paru-paru. Jenis efusi transudativa yang paling
sering ditemukan adalah gagal jantung kongestif.
2. Efusi pleura eksudativa terjadi akibat peradangan pada pleura, yang seringkali
disebabkan oleh penyakit paru-paru. Kanker, tuberkulosis dan infeksi paru
lainnya, reaksi obat, asbetosis dan sarkoidosis merupakan beberapa contoh
penyakit yang bisa menyebabkan efusi pleura eksudativa.
Penyebab lain dari efusi pleura :
12
13. Gagal jantung
Kadar protein darah yang rendah
Sirosis
Pneumonia
Blastomikosis
Koksidioidomikosis
Tuberkulosis
Histoplasmosis
Kriptokokosis
Abses dibawah diafragma
Artritis rematoid
Pankreatitis
Emboli paru
Tumor
Lupus eritematosus sistemik
Pembedahan jantung
Cedera di dada
Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin,klorpromazin,
nitrofurantoin, bromokriptin, dantrolen, prokarbazin)
13
14. Dalam keadaan normal, hanya ditemukan selapis cairan tipis yang
memisahkan kedua lapisan pleura. Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di
dalam rongga pleura adalah darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan yang
mengandung kolesterol tinggi.
a) Hemotoraks (darah di dalam rongga pleura) biasanya terjadi karena cedera
di dada. Penyebab lainnya adalah:
1. pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan
darahnya ke dalam rongga pleura
2. kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta)
yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura
3. gangguan pembekuan darah. Darah di dalam rongga pleura tidak
membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan
melelui sebuah jarum atau selang.
b) Empiema (nanah di dalam rongga pleura) bisa terjadi jika pneumonia atau
abses paru menyebar ke dalam rongga pleura. Empiema bisa merupakan
komplikasi dari:
1. Pneumonia
2. Infeksi pada cedera di dada
3. Pembedahan dada
4. Pecahnya kerongkongan
5. Abses di perut.
c) Kilotoraks (cairan seperti susu di dalam rongga dada) disebabkan oleh
suatu cedera pada saluran getah bening utama di dada (duktus torakikus)
atau oleh penyumbatan saluran karena adanya tumor.
Rongga pleura yang terisi cairan dengan kadar kolesterol yang tinggi terjadi
karena efusi pleura menahun yang disebabkan oleh tuberkulosis atau artritis
rematoid.
1
15. C. TANDA DAN GEJALA
∗
Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak,
penderita akan sesak napas.
∗
Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
∗
Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
∗
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
∗
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah
pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
∗
Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
∗
Batuk
∗
Cegukan
∗
pernafasan yang cepat
∗
nyeri perut.
1.
Dan anamnesa didapatkan :
1
16. 1.
Sesak nafas
2.
Rasa berat pada dada
3.
Berat badan menurun pada neoplasma
4.
Batuk berdarah pada karsinoma bronchus atau
metastasis
5.
Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil
pada empilema
6.
Ascites pada sirosis hepatis
-
Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi
yang sakit)
∗
Dinding dada lebih cembung dan
gerakan tertinggal
∗
Vokal fremitus menurun
∗
Perkusi dull sampal flat
∗
Bunyi pernafasan menruun sampai
menghilang
∗
Pendorongan mediastinum ke sisi
yang sehat dapat dilihat atau diraba pada treakhea
a.
Nyeri dada pada pleuritis :
Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan
diperberat oleh bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri
dihasilkan dari pleura parietalis yang inflamasi dan mendapat persarafan dari
nervus intercostal. Nyeri biasanya dirasakan pada tempat-tempat terjadinya
pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah lain :
-
Iritasi dari diafragma
pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G. Nervuis intercostal
terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.
1
17. -
Iritasi bagian central
diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus menyebabkan nyeri
menjalar ke daerah leher dan bahu.
D. PATOFISIOLOGI
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk
membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini
dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hodrostatik,
tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh
kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir
kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia
akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan
tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas
transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung
karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis
hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan
antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler
sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung
banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau
nihil sehingga berat jenisnya rendah.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
∗
Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati
menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak
1
18. cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di
mediatinum.
∗
∗
Ultrasonografi
Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna,
biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris
anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin
serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus
(kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil
bendungan) atau eksudat (hasil radang).
∗
Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil
tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan
kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis
sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
∗
Biopsi pleura mungkin juga dilakukan
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk
mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan
ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada
penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan
specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam
beberapa hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri,
penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam
keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan
drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan
untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
1
19. Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan
kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah
akumulasi cairan lebih lanjut.
Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding
dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.
•
WATER SEAL DRAINASE (WSD)
1. Pengertian
WSD adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan
udara dan cairan melalui selang dada.
2. Indikasi
a. Pneumothoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus
b. Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca
bedah toraks
c. Torakotomi
d. Efusi pleura
e. Empiema karena penyakit paru serius dan kondisi inflamasi
3. Tujuan Pemasangan
∗
Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura
∗
Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
∗
Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian
∗
Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.
4. Tempat pemasangan
a. Apikal
Letak selang pada interkosta III mid
klavikula
Dimasukkan secara antero lateral
1
20. Fungsi untuk mengeluarkan udara
dari rongga pleura
b. Basal
Letak selang pada interkostal V-VI
atau interkostal VIII-IX mid aksiller
Fungsi : untuk mengeluarkan cairan
dari rongga pleura
5. Jenis WSD
•
Sistem satu botol
Sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada pasien
dengan simple pneumotoraks
•
Sistem dua botol
Pada system ini, botol pertama mengumpulkan cairan/drainase dan
botol kedua adalah botol water seal.
•
System tiga botol
Sistem tiga botol, botol penghisap control ditambahkan ke system dua
botol. System tiga botol ini paling aman untuk mengatur jumlah
penghisapan.
1
21. BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1.
Aktifitas/istirahat
Gejala : dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat
2.
Sirkulasi
Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop, hipertensi/hipotensi,
DVJ
3.
Integritas ego
Tanda : ketakutan, gelisah
4.
Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral/ infus
1
22. 5.
nyeri/kenyamanan
Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat oleh napas
dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi
6.
Pernapasan
Gejala : Kesulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma,
Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada,
retraksi interkostal, Bunyi napas menurun dan fremitus menurun (pada sisi
terlibat), Perkusi dada : hiperresonan diarea terisi udara dan bunyi pekak
diarea terisi cairan
Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila
trauma atau kemps, penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat,
sianosis,berkeringat, krepitasi subkutan
Pengkajian primer (A B C D)
•
Jalan napas/airway
Periksa jalan napas apakah teerdapat hambatan seperti benda asing,
edema pada saluran napas, dan adanya tonjolan-tonjolan.
•
Pernapasan/breathing
Dispneu/sesak napas
Takipnea
Perkusi dada berbunyi pekak
Penurunan ekspansi dada
Bunyi napas menurun
Fremitus menurun pada sisi yang terlibat
•
Sirkulasi/circulation
1
23. Takikardi
Tekanan darah menurun
Disritmia
Irama jantung gallop
Kulit pucat, sianosis, akral dingin
•
Tingkat kesadaran/disability
Tingkat kesadaran diukur dengan menggunakan GCS berdasarkan
kriteria pembukaan mata, respon verbal, respon motorikterhadap
perintah verbal atau stimulus nyeri.
Diagnosa prioritas utama keperawtan
• Pola napas tidak efektif
Data subjektif :
Data objektif :
Dispneu/sesak napas
Takipnea
Perkusi dada berbunyi pekak
Penurunan ekspansi dada
Bunyi napas menurun
Fremitus menurun pada sisi yang terlibat
Takikardi
Hipotensi
Kulit pcat
Sianosis
Tindakan keperawatan yang dilakukan :
• Pemasangan ventilator
1
24. • Pemasangan water sel drainase (WSD) pada paru
Memenuhi kebutuhan oksigen
Mempertahankan kenyamanan pasien
Mengeluarkan cairan pada rongga paru/pleura
Memaksimalkan pengembangan paru
Mempertahankan pola pernapasan
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan),
gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.Kemungkinan
dibuktikan oleh : dispneu, takipneu, perubahan kedalaman pernapasan,
penggunaan otot aksesori, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA
taknormal.
2. Nyeri dada b.d factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan factor-faktor fisik
(pemasangan selang dada) ditandai dengan pasien meringis kesakitan.
1
25. 3. Resiko tinggi trauma/henti napas b.d proses cidera, system drainase dada,
kurang pendidikan keamanan/pencegahan
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan
1