SlideShare a Scribd company logo
1 of 33
Download to read offline
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
LABORATORIUM : BIOKIMIA
PRAKTIKUM : BIOKIMIA
JUDUL PERCOBAAN : PENENTUAN JENIS ASAM
AMINO DALAM SAMPEL
Oleh:
Nama: Ashabul Kahfi NIM: 20030234044 Kelas: KB 2020
Program / Jurusan: S1 Kimia / Kimia
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
A. Judul Percobaan
Penentuan Jenis Asam Amino dalam Sampel
B. Hari, Tanggal Percobaan
Jum’at, 18 Maret 2022 pukul 08.40 WIB
C. Selesai Percobaan
Jum’at, 18 Maret 2022 pukul 11.10 WIB
D. Tujuan Percobaan
Menentukan asam amino yang terdapat dalam sampel dengan
kromatografi lapis tipis.
E. Dasar Teori
a. Asam Amino
Asam amino merupakan unit molekul paling dasar dalam
pembentukan protein rantai panjang. Ada 20 asam amino dalam protein
yang menjadi dasar struktur dan fungsi tubuh manusia. Setiap asam amino
mengandung setidaknya satu gugus asam karboksilat (-COOH) yang
memberikan keasaman dan satu gugus amino (-NH3) yang memberikan
kebasaan, terikat pada atom karbon yang sama. Setiap rantai asam amino
memiliki rantai yang disebut gugus R, dan setiap asam amino dapat
dibedakan berdasarkan perbedaan gugus R-nya, yang memiliki
karakteristik yang mempengaruhi sifat protein tempat asam amino
bergabung. Asam amino yang memiliki gugus R bersifat nonpolar dapat
menyebabkan asam amino tidak larut dalam air. Sedangkan asam amino
yang memiliki gugus R bersifat polar atau bermuatan listrik dapat
menyebabkan asam amino larut dalam air (Sloane, 2004).
Secara umum, struktur asam amino tersusun dari satu atom C yang
mengikat gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH), atom hidrogen
(H), dan satu gugus sisa (R, residu). Atom C pusat asam amino diberi nama
atom Cα (C alfa), sesuai dengan penamaan senyawa bergugus karboksil,
yaitu atom C yang berikatan langsung dengan gugus karboksil. Gugus
amina juga terikat pada atom Cα ini sehingga senyawa tersebut disebut
asam α-amino (Chang, 2004).
Gambar 1. Struktur Umum Asam Amino
Asam amino biasanya diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia dari
rantai sampingnya. Klasifikasi ini membedakan asam amino menjadi
empat kelompok yaitu asam amino bersifat asam lemah, basa lemah,
hidrofilik jika polar, dan hidrofobik jika nonpolar. Menurut Lehninger
(1997), berdasarkan kepolaran kandungan gugus R, asam amino dapat
dibedakan menjadi beberapa kategori, antara lain:
• Gugus R nonpolar : alanin, leusin, metionin, fenilalanin, dll.
• Gugus R polar, netral : asparagin, glutamin, glisin, serin, dll.
• Gugus R polar, negatif : asam aspartate, asam glutamat
• Gugus R polar, positif : arginin, histidine, lisin
Asam amino yang berperan dalam pembangunan dan penyusunan
protein adalah alfa asam amino, dimana gugus aminonnya terikat pada
atom karbon alfa. Apabila gugus aminonnya terikat pada atom karbon beta
maka asam amino tersebut dapat disebut sebagai asam beta amino. Namun,
dari berbagai jenis asam amino, hanya alfa asam amino yang dapat
ditemukan bebas di alam (Sumardjo, 2009).
Asam amino aromatik adalah asam amino yang memiliki gugus
benzene dalam rantai panjangnya. Suatu senyawa juga dapat dikatakan
aromatik apabila memenuhi aturan Huckel. Aturan yang dibuat oleh ahli
kimia Erich Huckel dari Jerman ini berfungsi untuk menentukan molekul
cincin planar dalam suatu senyawa yang memiliki sifat aromatik. Beberapa
jenis asam amino aromatik terdiri dari fenilalanin, tirosin, dan triptofan
(Suhara, 2004).
b. Asparagin
Merupakan asam α-amino yang digunakan dalam biosintesis protein.
Ini berisi gugus α-amino (yang berada di protonasi −NH+
3 terbentuk dalam
kondisi biologis), gugus asam α-karboksilat (dalam bentuk -COO-
yang
difatonasi dalam kondisi biologis), dan karboksamida rantai samping.
Asparagin biasanya memasuki siklus asam sitrat pada manusia
sebagai oksaloasetat. Pada bakteri, degradasi asparagin mengarah pada
produksi oksaloasetat yang merupakan molekul yang bergabung dengan
sitrat dalam siklus asam sitrat (siklus Krebs). Asparagin dihidrolisis
menjadi aspartat oleh asparaginase. Aspartat kemudian mengalami
transaminasi untuk membentuk glutamat dan oksasaasetat dari alfa-
ketoglutarate.
Gambar 2. Struktur zwitterionic (S) -Asparagin (kiri) dan (R)-asparagin (kanan)
pada pH netral.
c. Histidine
Merupakan asam α-amino yang digunakan dalam biosintesis protein.
Ini mengandung gugus α-amino (yang dalam bentuk protonasi -NH3
+
dalam kondisi biologis), gugus asam karboksilat (yang dalam bentuk -
COO−
yang diprotonasikan dalam kondisi biologis), dan rantai samping
imidazole (yang sebagian diprotonasi). Histidin pertama kali diisolasi oleh
dokter Jerman Albrecht Kossel dan Sven Gustaf Hedin pada tahun 1896
Asam konjugat (bentuk terprotonasi) dari rantai samping imidazol
dalam histidin memiliki pKa sekitar 6,0. Oleh karena itu, di bawah pH 6,
cincin imidazol sebagian besar terprotonasi (seperti yang dijelaskan oleh
persamaan Henderson-Hasselbalch). Cincin imidazol yang dihasilkan
memiliki dua ikatan NH dan bermuatan positif. Muatan positif terdistribusi
secara merata antara dua nitrogen dan dapat diwakili oleh dua struktur
resonansi yang sama pentingnya. Pada nilai pH di atas 6, salah satu dari
dua proton hilang. Proton yang tersisa dari cincin imidazol dapat berada di
nitrogen, memberikan apa yang disebut tautomer N1-H atau N3-H. Seperti
ditunjukkan di atas, tautomer N3-H terprotonasi pada nitrogen #3,
menjauh dari tulang punggung asam amino yang mengandung gugus
amino dan karboksil, sedangkan tautomer N1-H terprotonasi pada nitrogen
yang dekat dengan tulang punggung. Cincin histidin imidazol / imidazol
aromatik pada semua nilai pH.
Gambar 3. Struktur molekul Histidine
d. Cystein
Adalah asam amino proteinogenik semiessensial dengan rumus
HOOC-CH-(NH2)-CH2-SH. Rantai samping thiol dalam sistein sering
berpartisipasi dalam reaksi enzimatik sebagai nukleofil. Banyak dari l-
sistein diperoleh secara industri oleh hidrolisis bahan hewani, seperti bulu
unggas atau rambut babi.
Seperti asam amino lainnya, sistein ada sebagai zwitterion. Sistein
memiliki l kiralitas dalam notasi d / l yang lebih tua berdasarkan homologi
ke d- dan l-gleraldehida. Dalam sistem R / S yang lebih baru menunjuk
kiralitas, berdasarkan nomor atom atom di dekat karbon asimetris, sistein
(dan selenocysteine) memiliki kiral R, karena adanya belerang (atau
selenium) sebagai tetangga kedua atom karbon asimetris. Asam amino
kiral yang tersisa, memiliki atom yang lebih ringan dalam posisi itu,
memiliki kiral S. Mengganti sulfur dengan selenium memberi
selenocysteine.
Gambar 4. Struktur zwitterionic (R) Sistein (kiri) dan (S)-Sistein (kanan) pada
pH netral
e. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi merupakan metode pemisahan kimia berdasarkan
perbedaan partisi zat pada fase diam dan fase gerak. Secara umum,
kromatografi dibagi menjadi dua yaitu kromatografi preparatif dan
kromatografi analitik. Kromatografi preparatif biasanya digunakan untuk
memisahkan senyawa dalam campuran, sedangkan kromatografi analitik
biasanya digunakan untuk mengetahui perbandingan senyawa dalam suatu
campuran. Dari sekian banyak metode pemisahan, kromatografi lebih
sering digunakan dikarenakan metode ini dapat dilakukan dengan mudah,
tidak memakan waktu yang cukup lama bahkan bisa dilakukan dalam
hitungan beberapa menit saja, dan peralatan yang digunakan pun relatif
sederhana (Sastroamidjojo, 1985).
Kromatografi juga merupakan suatu metode pemisahan yang paling
banyak digunakan jika dibandingkan dengan metode pemisahan lain
seperti destilasi, kristalisasi, ekstraksi, dan pengendapan. Kromatografi
mempunyai keuntungan dalam metode yang lebih sederhana, penggunaan
waktu yang singkat, tingkat kepekaan yang tinggi, dan hasil yang
maksimal. Biasanya, metode ini digunakan bila metode lain tidak dapat
dilakukan karena beberapa kendala seperti jumlah cuplikan yang sangat
sedikit dan campuran yang kompleks (Chang, 2004).
Pada kromatografi terdapat fase diam (fase stasioner) dan fase gerak
yang mempunyai arti dan fungsi masing-masing. Fase diam merupakan
salah satu komponen yang penting dimana pada fase ini dapat terjadi
perbedaan hasil pada kromatografi karena adanya interaksi yang
menyebabkan terjadinya perbedaan waktu retensi (Rf) dan terpisahnya
komponen dari suatu senyawa. Fase gerak merupakan pembawa analit
yang bersifat dapat berinteraksi dengan analit tersebut. Fase gerak dapat
berupa bahan cair maupun gas terutama gas yang mudah menguap. Fase
diam juga merupakan proses yang dilalui oleh fase gerak untuk
mengetahui jarak antara noda dengan jarak pelarutnya (Basri, 2003).
Menurut Khopkar (2008), berdasarkan teknik kerja yang dilakukan,
kromatografi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain:
o Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom merupakan metode terbaik untuk
melakukan pemisahan campuran dalam jumlah yang besar dimana
fase geraknya berupa zat cair dan fase diamnya berupa zat padat.
o Kromatografi Kertas
Kromatografi kertas merupakan kromatografi dimana fase
diamnya berupa zat cair. Akan tetapi, terdapat salah satu zat padat
dapat digunakan untuk menyokong fase diam yaitu bubuk selulosa.
Sedangkan fase geraknya biasanya merupakan campuran dari satu
atau lebih pelarut organik dan air.
o Kromatografi Gas
Kromatografi gas merupakan metode kromatografi yang
digunakan untuk memisahkan atau mendeteksi senyawa yang mudah
menguap dalam suatu campuran. Mekanisme pemisahan pada
kromatografi gas didasarkan pada semua interaksi yang mungkin
terjadi antara zat terlarut dengan fase diamnya. Fase gerak pada
kromatografi gas berupa gas yang dapat mengetahui berbagai jenis zat
terlarut dari ujung kolom dan akan dihantarkan menuju detektor yang
ada.
o Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis merupakan suatu proses pemisahan
dimana terdapat fase gerak berupa zat cair dan fase diam berupa zat
padat. Kromatografi lapis tipis sangat berfungsi untuk melakukan
pemisahan secara kuantitatif yang cepat dan sering digunakan dengan
menggunakan mikroskop.
Kromatografi menggunakan satu prinsip dasar dimana jumlah zat
yang berbeda untuk setiap komponen pada waktu tertentu. Sehingga
pemisahan dengan menggunakan metode kromatografi hanya dapat terjadi
apabila suatu senyawa memiliki sifat yang berbeda seperti perbedaan
kelarutan terhadap suatu pelarut, perbedaan sifat keterkaitan, dan
perbedaan temperatur penguapan (Basri, 2003).
Menurut Chang (2004), terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi nilai Rf yang dihasilkan oleh kromatografi, antara lain:
o Pelarut
Nilai Rf yang dihasilkan dipengaruhi oleh koefisien dari suatu
partisi, maka setiap perubahan sekecil apapun dari komposisi suatu
pelarut akan menyebabkan perubahan harga Rf. Sehingga komposisi
suatu pelarut juga menjadi faktor yang mempengaruhi harga faktor
retensi.
o Suhu
Suhu juga dapat mempengaruhi harga faktor retensi karena
perubahan yang terjadi pada suhu juga dapat merubah koefisien partisi
dan kecepatan aliran.
o Ukuran
Ukuran dari bejana pelarut juga mempengaruhi harga faktor
retensi karena berdampak pada waktu perambatan yang memakan
waktu lebih lama.
o Kertas
Kertas dapat mempengaruhi harga Rf karena perbedaan serapan
dan perubahan ion pada setiap jenis kertas. Jenis kertas juga sangat
mempengaruhi kecepatan aliran dan keseimbangan dari partisi itu
sendiri.
o Sifat dan Campuran
Berbagai senyawa mengalami partisi di antara volume-volume
yang sama dari fase tetap menuju fase gerak Mereka memiliki
karakteristik dan kelarutan yang berbeda dari satu senyawa terhadap
senyawa lainnya sehingga mempengaruhi harga Rf yang dihasilkan
Untuk mengetahui jenis asam amino yang terkandung dari suatu
bahan/sampel, metode yang paling sering digunakan yaitu metode
kromatografi kertas. Penggunaan kromatografi kertas dalam penentuan
jenis asam amino karena asam amino memiliki sifat yang larut dalam air
dan tidak mudah menguap sehingga dapat dipisahkan melalui perpindahan
fasa gerak (eluen) pada fasa diam (adsorben). Senyawa asam amino akan
terbawa oleh fasa gerak dan akan mengendap atau menempel pada fasa
diam (adsorben) setelah menempuh jarak tertentu (Fessenden &
Fessenden, 1994).
Gambar 5. Kromatografi lapis tipis
Yang berperan sebagai adsorben dalam kromatografi lapis tipis ialah
berupa plat tipis. Sampel yang akan dianalisis ditotolkan ke ujung plat
kemudian digantung dalam wadah. Dasar dari plat dicelupkan ke dalam
pelarut yang mengisi dasar wadah. Setiap asam amino akan bergerak dari
titik awal hingga mencapai jarak tertentu. Setiap jenis asam amino akan
memiliki jarak tempuh yang khas jika jenis plat, eluen, dan pelarutnya
sama, sehingga dapat dibandingkan jarak tempuh eluen dari setiap jenis
asam amino yang telah diketahui dengan jarak tempuh eluen yang timbul
pada sampel (Sukaryawan, 2011). Jarak tempuh relatif pada pelarut
disebut sebagai Rf, dapat diketahui dengan rumus berikut:
Rf =
Jarak yang ditempuh oleh senyawa/jarak
Jarak yang ditempuh oleh pelarut
F. Alat dan Bahan
a. Alat
 Plat KLT
 Pipa kapiler
 Gelas kimia
 Gelas ukur
 Oven
 Klip dan benang wol
 Chamber
 Cawan petri
b. Bahan
 Asam asetat glasial
 N-butanol
 Akuades
 Larutan asam amino standar
 Larutan sampel (asparagin, histidine, cysteine)
G. Alur Percobaan
1. Pembuatan larutan pengelusi (fasa gerak)
Reaksi: CH3 CH2 CH2 CH2 OH (l) + CH3COOH (l) → CH3COOCH2
CH2 CH2 CH3 (aq) + H2 (l)
2. Penentuan komponen asam amino
N-butanol 25 mL, asam asetat glasial 6
mL, dan akuades 25 mL
• Dicampur dan dihomogenkan
• Dituang ke dalam chamber
• Didiamkan selama 24 jam
Larutan pengelusi
Plat KLT ukuran 4 × 5
• Dibuat batas atas 0,5 cm, batas bawah 1 cm, batas samping kiri dan
kanan masing-masing 0,5 cm, serta titik sampel dan jarak antar sampel
A, B, C, dan D 1cm
• Diberi titik sampel dengan jarak antar sampel A,B,C,D 1cm dengan
menggunakan pensil
• Dioven pada suhu 105°C-110°C selama 5 menit
• Ditotolkan 4 macam larutan A,B,C,D berdampingan dengan pipa kapiler
• Dikeringkan dengan cara di angin-anginkan sebelum tetesan berikut di
atasnya
• Besar noda maksimal 0,4cm
• Digantung dalam chamber untuk dijenuhkan dengan uap eluen sampai
eleun mencapai batas atas
Plat KLT yang telah di aliri eluen
Reaksi ninhydrin dengan asam amino
Reaksi ninhydrin dengan Asparagin
Reaksi ninhydrin dengan Histidin
Reaksi ninhydrin dengan Sistein
Noda asam amino
b
• Ditandai dengan pensil
• Permukaan plat KLT ditutup dengan selotip
• Di hitung nilai Rf tiap noda
• Di catat warna tiap noda
• Dibandingkan harga Rf asam amino hasil percobaan dengan harga Rf
asam amino standar
Komponen asam
• Dioven pada suhu 105°C-110°C selama 5 menit
• Disemprot larutan ninhidrin
• Dikeringkan selama 3 menit
• Ditandai dengan pensil
Plat KLT yang telah di aliri eluen
H. Hasil Pengamatan
No
Perc.
Prosedur Percobaan Hasil Pengamatan Dugaan / Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah
1. Pembuatan larutan pengelusi (fasa
gerak)
n-butanol : tidak
berwarna
asam asetat
glasial : tidak
berwarna
aquadest: tidak
berwarna
n-butanol + asam
asetat glasial +
aquadest =
larutan tidak
berwarna
Reaksi: CH3CH2CH2CH2OH (l) +
CH3COOH(l) →
CH3COOCH2CH2CH2 CH3 (aq) +
H2O (l)
Eluen = fasa gerak semi polar
Aquades = polar
n-butanol = semi polar
As.Asetat = non polar
Tingkat kepolaran:
Aquades>n-butanol>asam asetat
glasial.
Terjadi reaksi
esterifikasi
menghasilkan n
butil asetat
N-butanol 25 mL, asam asetat
glasial 6 mL, dan akuades 25 mL
• Dicampur dan dihomogenkan
• Dituang ke dalam chamber
• Didiamkan selama 24 jam
Larutan pengelusi
2. Penentuan komponen asam amino - Plat KLT berupa
lempeng Al
berlapis silica gel,
alumina,
kieselguhr dan
selulosa berwarna
putih bersih dan
kering
- larutan sampel
A,B,C,D
merupakan
larutan bening
tidak berwarna.
- eluen = larutan
tidak berwarna
- ninhidrin =
larutan tidak
berwarna.
- diberi tanda
kemudain
dikeringkan = plat
kering
- digantung dalam
chamber = eluen
bergerak keatas
mencapai batas
atas hingga plat
menjadi basah.
- dioven= plat
menjadi kering
- disemprot nin
hidrin = plat
menjadi basah,
belum terlihat
noda sampel
- dioven lagi = plat
menjadi kering
- Reaksi ninhidrin dengan asam
amino :
- Reaksi ninhidrin dengan
Asparagin
Didapatkan noda
sampel
A= Kuning pudar
B = merah
kecoklatan
C= Jingga
D = merah
kecoklatan
Nilai Rf tiap
sampel :
A = 0,22
B = 0,17
C = 0,14
D = 0,2
Berdasarkan nilai
Rf yang
didapatkan dapat
disimpulkan
bahwa larutan
sampel A adalah
Plat KLT ukuran 4 × 5
• Dibuat batas atas 0,5 cm, batas
bawah 1 cm, batas samping kiri dan
kanan masing-masing 0,5 cm, serta
titik sampel dan jarak antar sampel
A, B, C, dan D 1cm
• Diberi titik sampel dengan jarak
antar sampel A,B,C,D 1cm dengan
menggunakan pensil
• Dioven pada suhu 105°C-110°C
selama 5 menit
• Ditotolkan 4 macam larutan
A,B,C,D berdampingan dengan
pipa kapiler
• Dikeringkan dengan cara di angin-
anginkan sebelum tetesan berikut di
atasnya
• Besar noda maksimal 0,4cm
• Digantung dalam chamber untuk
dijenuhkan dengan uap eluen
sampai eleun mencapai batas atas
Plat KLT yang telah di aliri eluen
dan nampak noda
sampel
A= Kuning pudar
B = merah
kecoklatan
C= Jingga
D = merah
kecoklatan
- nilai Rf tiap
sampel :
A = 0,22
B = 0,17
C = 0,14
D = 0,2
Reaksi ninhidrin dengan histidin
Reaksi Ninhidrin dengan sistein
asparagin, sampel
B adalah sistein,
sampel C adalah
histidine, dan
sampel D adalah
asparagin
Noda asam amino
b
• Ditandai dengan pensil
• Permukaan plat KLT ditutup
dengan selotip
• Di hitung nilai Rf tiap noda
• Di catat warna tiap noda
• Dibandingkan harga Rf asam
amino hasil percobaan dengan
harga Rf asam amino standar
Komponen asam amino
• Dioven pada suhu 105°C-110°C
selama 5 menit
• Disemprot larutan ninhidrin
• Dikeringkan selama 3 menit
• Ditandai dengan pensil
Nilai Rf secara teori setiap
sampel :
Asparagin = 0,21-0,25
Histidin = 0,11
Sistein = 0,4
(Peodjiadi, A. 1994. Dasar-dasar
Biokimia. Jakarta : UI Press.)
- Berdasarkan nilai Rf hasil
percobaan diduga sampel :
A = Asparagin
B = Sistein
C = Histidin
D = Aspragin (karena nilai Rf
mendekati nilai Rf Asparagin
secara teori).
I. Analisis dan Pembahasan
1. Pembuatan Larutan Pengelusi
Kromatografi merupakan teknik pemisahan campuran berdasarkan
perbedaan koefisien partisi antara fase gerak dan fase diam. Fasa gerak
yang digunakan terdiri dari n-butanol, asam asetat glasial dan akuades,
sedangkan fasa diam yang digunakan adalah silika. Fase gerak dalam
kromatografi disebut eluen. Pada langkah pertama, tujuan dari percobaan
ini adalah untuk memahami cara membuat larutan emulsifier atau eluen
untuk digunakan sebagai fase gerak. Pertama-tama, masukkan 25 mL n-
butanol ke dalam gelas kimia, kemudian tambahkan 6 mL asam asetat
glasial dan 25 mL aquades sambil dikocok perlahan hingga homogen.
Ketiga larutan yang dicampur sebelumnya mengalami reaksi esterifikasi,
menghasilkan larutan seperti ester yang tidak berwarna, butil asetat, yang
disebut eluen, yang bertindak sebagai fase gerak dalam kromatografi lapis
tipis. Selanjutnya larutan tersebut dimasukkan ke dalam chamber yang
berbentuk gelas dan ditutup dengan kertas saring sehingga seluruh dinding
kaca tertutup bagian dalamnya. Kemudian, chamber yang berisi larutan
kaca ditutup selama satu setengah jam untuk menjenuhkan atmosfer di
dalam chamber dengan uap dari larutan tersebut. Tanda suasana jenuh di
dalam chamber adalah melihat kertas saring di dalam chamber benar-benar
basah. Tujuan dilakukannya penjenuhan chamber ini yaitu untuk
menjadikan eluen memenuhi chamber, menghilangkan gas-gas lain, dan
menunggu reaksi esterifikasi berjalan dengan sempurna sehingga fungsi
sebagai fasa gerak dalam kromatografi dapat berjalan secara baik. Jika
eluen belum memenuhi chamber, maka distribusi fasa diam pada
kromatografi akan gagal dan tidak akan dapat berjalan yang menyebabkan
hasil yang diperoleh menjadi tidak teliti. Kromatografi memiliki tujuan
untuk menentukan jenis senyawa yang terdapat dalam sampel yang
diujikan dengan tanda adanya bercak/noda yang menunjukkan suatu jenis
senyawa tertentu. Setiap senyawa akan menghasilkan jarak yang berbeda-
beda karena memiliki distribusi yang berbeda-beda pula dalam suatu fasa
gerak. Pemilihan eluen yang tepat sangat diperlukan dalam metode
kromatografi karena jika eluen yang digunakan memiliki konsentrasi yang
tidak sesuai dengan sampel yang akan dipisahkan, maka kromatografi
dapat tidak berjalan. Apabila eluen bersifat sangat polar akan
menyebabkan seluruh noda yang ditotolkan pada plat naik sampai batas
atas tanpa mengalami pemisahan, sedangkan apabila eluen bersifat terlalu
nonpolar akan menyebabkan noda yang ditotolkan tidak akan bergerak.
2. Penentuan Komponen Asam Amino
Pada percobaan langkah kedua ini bertujuan untuk mengidentifikasi
jenis asam amino yang terdapat dalam sampel. Dalam proses identifikasi,
percobaan ini menggunakan beberapa larutan standar yang mengandung
asam amino yaitu asparagin (larutan tidak berwarna), histidine (larutan
tidak berwarna), dan cysteine (larutan tidak berwarna). asparagin diberi
label A, histidine diberi label B, dan cysteine diberi label C. Hal yang perlu
dilakukan pertama kali adalah persiapan alat dan bahan, kromatografi kali
ini menggunakan plat KLT yang ditandai dengan diberi batas atas, batas
kanan, batas kiri sebesar 0,5 cm dan batas bawah sebesar 1 cm. Kemudian
memberi tanda A, B, C dan D dengan pensil sebagai titik tempat
menotolkan larutan nantinya. Lalu, plat KLT dimasukkan ke dalam oven
dengan suhu 105-110o
C selama 5 menit yang berfungsi sebagai sterilisasi
dan menghilangkan kadar air pada plat KLT karena jika plat masih
mengandung kadar air maka asam amino akan mudah masuk dan
tercampur dengan air sehingga akan mempengaruhi ketinggian noda dan
nilai Rf yang dihasilkan. Setelah itu, setiap titik yang telah ditandai dengan
pensil ditotolkan larutan asam amino yang berbeda, yaitu:
o Titik A = larutan asparagin
o Titik B = larutan histidine
o Titik C = larutan cysteine
o Titik D = larutan sampel
Penotolan dilakukan menggunakan pipa kapiler secara berulang kali
dengan jarak setiap titik sebesar 1 cm. Diameter noda totolan pada plat
tidak boleh melebihi diameter 0,4 cm. Sebelum dilakukan pengulangan
penotolan, noda totolan sebelumnya harus dikeringkan terlebih dahulu
dengan cara diangin-anginkan. Tujuan dilakukannya penotolan secara
berulang kali agar noda totolan tampak lebih jelas saat naik bersama
eluennya. Setiap totolan pada titik A, B, C, dan D masih berupa noda tak
berwarna pada plat kromatografi. Totolan pada titik A, B, C, dan D ini
adalah fasa diam yang akan dielusi oleh eluen yang telah dibuat
sebelumnya dalam chamber.
Setelah langkah persiapan plat kromatografi telah selesai, langkah
berikutnya adalah memasukkan plat kromatografi ke dalam gelas yang
berada di dalam chamber dengan hati-hati. Selain itu, bagian tepi plat tidak
boleh menyentuh dinding chamber dan bagian bawah plat kromatografi
halus tercelup eluen tetapi tidak sampai menyentuh batas bawah.
Kemudian, chamber tersebut ditutup dengan kaca supaya terjadi elusi oleh
eluen (fasa gerak). Elusi yaitu terjadinya perambatan eluen pada plat
hingga mencapai batas atas. Setelah eluen mencapai batas atas plat, maka
plat harus segera dikeluarkan. Jarak tempuh eluen pada plat adalah 6 cm
(jarak dari batas bawah sampai batas atas). Hasil dari proses kromatografi
ini adalah plat yang telah basah oleh perambatan eluen. Warna plat tetap
dan belum timbul noda/bercak. Lalu, plat dimasukkan ke dalam oven
dengan suhu 105-110o
C selama 5 menit yang berfungsi untuk
menghilangkan eluen yang masih membasahi plat. Berikutnya, larutan
disemprot dengan ninhidrin yaitu larutan untuk mengidentifikasi adanya
asam amino dengan menunjukkan perubahan warna menjadi ungu.
Kemudian plat dikeringkan selama 3 menit yang berfungsi untuk
memperoleh noda-noda bercak asam amino dengan ditandai adanya noda
berwarna yang timbul secara jelas pada suatu jarak yang ditempuh oleh
eluen. Hal ini dapat terjadi dikarenakan ninhidrin dapat bereaksi dengan
asam amino saat proses pemanasan dan akan berikatan membentuk
senyawa kompleks yang menimbulkan warna.
Setelah dikeringkan, distribusi larutan berjalan lurus dan baik. Pada
titik A (totolan larutan asparagin), muncul noda berwarna kuning pudar.
Pada titik B (totolan larutan histidine), muncul noda berwarna merah
keclokatan. Pada titik C (totolan larutan cysteine), muncul noda berwarna
Jingga. Pada titik D (totolan larutan sampel) yang dianalisis kandungan
asam aminonya muncul noda berwarna merah. Dari perhitungan nilai Rf
diperoleh hasil, yaitu pada titik A (larutan asparagin), nilai Rf sebesar 0,22;
pada titik B (larutan histidine), nilai Rf sebesar 0,17; pada titik C (larutan
cysteine), nilai Rf sebesar 0,14; dan pada titik D (larutan sampel), nilai Rf
sebesar 0,2. Nilai Rf pada titik D (larutan sampel) memiliki nilai yang
sama dengan nilai Rf larutan asparagin. Dari hasil nilai Rf pada percobaan
tersebut, maka dapat dianalisis bahwa titik D (larutan sampel)
mengandung asam amino asparagin karena memiliki nilai Rf yang sama
dengan nilai Rf dari titik A (larutan asparagin).
J. Diskusi
Pada praktikum terdapat ketidaksamaan hasil nilai Rf yang diperoleh saat
praktikum dengan hasil Rf teori yaitu pada asparagin nilai Rf sesuai teori
sebesar 0,5 namun pada praktikum nilai Rf yang didapat hanya 0,22 lalu pada
cysteine niai Rf sesuai teori yaitu 0,4 dan nilai Rf yang didapat saat praktikum
sebesar 0,14. Hal tersebut mungkin bisa terjadi dikarenakan beberapa faktor
pada saat praktikum di laboratorium, Adapun beberapa faktor tersebut :
1. Pelarut : Mungkin saja pada saat praktikum terdapat kontaminasi pelarut
sehingga terdapat perubahan komposisi dan mempengaruhi nilai Rf
2. Suhu : Pada saat di laboraorium saat itu suhu sedang tidak pada suhu
ruangan (25o
C)
3. Ukuran wadah pelarut : Bisa jadi Wadah pelarut tidak sesuai dengan yang
semestinya digunakan (bisa jadi lebih besar maupun lebih kecil)
4. Plat KLT : Jenis plat yang digunakan saat praktikum juga dapat
mempengaruhi nilai Rf
K. Kesimpulan
Berdasarkan pecobaan penentuan jenis asam amino dalam sampel yang
telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa nilai Rf pada asam
amino yang diperoleh seperti : larutan A (asparagin) dengan nilai Rf 0,22;
larutan B (Histidine) dengan nilai Rf 0,17; larutan C (Cysteine) dengan nilai
Rf 0,14; dan larutan D (sampel) dengan harga Rf 0,2. Sehingga dengan harga
Rf yang diperoleh, komponen asam amino pada larutan D adalah histidine
L. Daftar Pustaka
Tim Dosen Biokimia. (2021). Petunjuk Praktikum Biokimia. Surabaya:
Laboratorium Biokimia, Jurusan kimia, FMIPA, UNESA
Basri, S. (2003). Kamus Kimia. Jakarta: Kineka Cipta.
Chang, R. (2004). Kimia Dasar Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Fessenden, R. J., & Fessenden, J. S. (1994). Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Jalip, I. S. (2008). Penuntun Praktikum Kimia Organik. Jakarta: Laboratorium
Kimia, Fakultas Biologi, Universitas Nasional.
Khopkar, S. M. (2008). Konsep Dasar Kimia Analitik. Bandung: ITP Press.
Lehninger, A. L. (1997). Dasar - Dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Poedjiadi, A. (1994). Dasar - Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Sastroamidjojo, H. (1985). Kromatografi. Jakarta: Liberty.
Sloane, E. (2004). Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Suhara. (2004). Dasar - Dasar Biokimia. Bandung: Prisma Press.
Sukaryawan, M. (2011). Petunjuk Praktikum Biokimia. Palembang:
Universitas Sriwijaya.
Sumardjo, D. (2009). Pengantar Kimia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Yazid, E., & Nursanti, L. (2006). Penuntun Praktikum Biokimia untuk
Mahasiswa Analis. Yogyakarta: CV Andi Offset.
M. Jawaban Pertanyaan
1. Apakah keuntungan dan kerugian dalam metode pemisahan dengan
kromatografi lapis tipis?
Jawab:
Keuntungan
o Peralatan dan materi yang digunakan sangat sederhana
o Biaya yang dikeluarkan relatif murah
o Waktu yang digunakan relatif singkat
o Tidak memerlukan hasil dengan tingkat ketelitian yang tinggi
o Hasil yang ditunjukkan dapat langsung diidentifikasi
Kerugian
o Hanya dapat digunakan sebagai analisis kualitatif
o Tidak dapat digunakan dalam analisis kuantitatif
o Tidak dapat menggunakan pereaksi yang bersifat kuat karena kertas
akan terdekomposisi
2. Apakah metode kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk analisis
kuantitatif?
Jawab:
Analisis kuantitatif menggunakan kromatografi lapis tipis dapat dilakukan
berdasarkan perbandingan nilai Rf yang dihasilkan oleh sampel dan standar. Namun
penggunaan kromatografi kertas dalam analisis kuantitatif perlu memperhatikan
beberapa hal yang menentukan nilai Rf yang diperoleh, antara lain sebagai berikut:
Kondisi percobaan harus sama antara sampel dan standar
Sampel harus divariasikan menggunakan beberapa pelarut
Noda yang dihasilkan dalam kromatografi belum tentu merupakan zat
tunggal
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi nilai Rf?
 Pelarut
Nilai Rf yang dihasilkan dipengaruhi oleh koefisien partisi,
sehingga setiap perubahan kecil pada komposisi pelarut akan
menyebabkan perubahan nilai Rf, sehingga komposisi pelarut juga
merupakan faktor yang mempengaruhi harga faktor retensi
 Suhu
Suhu mempengaruhi nilai faktor retensi karena perubahan suhu
juga mengubah koefisien partisi dan laju aliran
 Ukuran
Ukuran wadah pelarut juga akan mempengaruhi nilai faktor
retensi, karena akan mempengaruhi semakin lama waktu rambat yang
dibutuhkan.
 Plat KLT
Plat mempengaruhi nilai Rf karena perbedaan serapan dan
variasi ion dari masing-masing kertas. Jenis kertas juga sangat
mempengaruhi laju alir dan keseimbangan dari separator itu sendiri.
 Sifat dan Campuran
Dari fase diam ke fase gerak, berbagai senyawa didistribusikan
antara volume yang sama. Dari satu senyawa dengan senyawa lainnya
memiliki sifat dan kelarutan yang berbeda sehingga mempengaruhi
nilai Rf yang dihasilkan.
N. Lampiran Foto
Alur
Percobaan
Gambar Keterangan
Plat klT 4x5cm
Digambar
batas atas,batas
bawah, dan
batas samping
Jarak antar sampel 1cm
Plat di oven
pada suhu 105-
110˚C selama 5
menit
Didapatkan plat klt
kering
Ditetesi larutan
A,B,C,D
Noda belum terlihat
Plat
dikeringkan
dengan cara
diangin
anginkan
Didapatkan plat KLT
kering dan larutan
sampel tidak melebar.
Dipasang klip
dan tali untuk
digantung di
dalam chamber
Didapatkan plat klt yang
sudah dipasang tali
Digantung di
dalam chamber
hingga eluen
naik ke batas
atas.
Plat KLT menjadi basah
oleh eluen
Di oven selama
5 menit dengan
suhu 105-
110⁰C
Plat KLT menjadi
kering dan noda sampel
belum terlihat
Disemprot
dengan
ninhydrin
Plat KLT menjadi basa
oleh ninhidrin
Di oven
Kembali
selama 3menit
Plat KLT menjadi
kering dan noda sampel
terlihat
Muncul noda
lalu ditandai
dengan pensil
Didapatkan titik noda
sampel
Permukaan klT
ditutup dengan
selotip
Plat KLT tertutup
selotip sehingga noda
sampel tidak
menghilang.
Dihitung nilai
Rf tiap noda
Didapatkan nilai Rf tiap
noda sampel
O. Lampiran Perhitungan
Rf =
Jarak yang ditempuh sampel
Jarak yang ditempuh eluen
- Rf Asparagin (A) =
0,8 𝑐𝑐𝑐𝑐
3,5 𝑐𝑐𝑐𝑐
= 0,22
- Rf histidine (B) =
0,6 𝑐𝑐𝑐𝑐
3,5 𝑐𝑐𝑐𝑐
= 0,17
- Rf Sistein (C) =
0,5 𝑐𝑐𝑐𝑐
3,5 𝑐𝑐𝑐𝑐
= 0,14
- Rf sampel (D) =
0,7 𝑐𝑐𝑐𝑐
3,5 𝑐𝑐𝑐𝑐
= 0,2
P. Lampiran Tulis Tangan
Laporan Resmi Praktikum Penentuan Jenis Asam Amino dalam Sampel.pdf
Laporan Resmi Praktikum Penentuan Jenis Asam Amino dalam Sampel.pdf
Laporan Resmi Praktikum Penentuan Jenis Asam Amino dalam Sampel.pdf
Laporan Resmi Praktikum Penentuan Jenis Asam Amino dalam Sampel.pdf
Laporan Resmi Praktikum Penentuan Jenis Asam Amino dalam Sampel.pdf

More Related Content

What's hot

Makalah hukum-raoult-dan-termodinamika-larutan-ideal
Makalah hukum-raoult-dan-termodinamika-larutan-idealMakalah hukum-raoult-dan-termodinamika-larutan-ideal
Makalah hukum-raoult-dan-termodinamika-larutan-ideal
Torang Aritonang
 
Tugas mekanisme kimia organik
Tugas mekanisme kimia organikTugas mekanisme kimia organik
Tugas mekanisme kimia organik
sanrorobby
 
Reaksi oksidasi asam lemak
Reaksi oksidasi asam lemakReaksi oksidasi asam lemak
Reaksi oksidasi asam lemak
Lisa Pinto
 
Analisis kation dan anion
Analisis kation dan anionAnalisis kation dan anion
Analisis kation dan anion
EKO SUPRIYADI
 
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 1 identifikasi 1
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 1 identifikasi 1ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 1 identifikasi 1
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 1 identifikasi 1
Fransiska Puteri
 

What's hot (20)

Aes(Atomic Emission Spectroscopy)
Aes(Atomic Emission Spectroscopy)Aes(Atomic Emission Spectroscopy)
Aes(Atomic Emission Spectroscopy)
 
6. mekanisme reaksi eliminasi
6. mekanisme reaksi eliminasi6. mekanisme reaksi eliminasi
6. mekanisme reaksi eliminasi
 
Makalah hukum-raoult-dan-termodinamika-larutan-ideal
Makalah hukum-raoult-dan-termodinamika-larutan-idealMakalah hukum-raoult-dan-termodinamika-larutan-ideal
Makalah hukum-raoult-dan-termodinamika-larutan-ideal
 
Ir dan ftir
Ir dan ftirIr dan ftir
Ir dan ftir
 
parasetamol
parasetamolparasetamol
parasetamol
 
Tugas mekanisme kimia organik
Tugas mekanisme kimia organikTugas mekanisme kimia organik
Tugas mekanisme kimia organik
 
Reaksi oksidasi asam lemak
Reaksi oksidasi asam lemakReaksi oksidasi asam lemak
Reaksi oksidasi asam lemak
 
Senyawa steroid
Senyawa steroidSenyawa steroid
Senyawa steroid
 
jurnal aluminium
jurnal aluminiumjurnal aluminium
jurnal aluminium
 
Isolasi kasein susu
Isolasi kasein susu Isolasi kasein susu
Isolasi kasein susu
 
Reaksi eliminasi
Reaksi eliminasiReaksi eliminasi
Reaksi eliminasi
 
Kolom HPLC
Kolom HPLCKolom HPLC
Kolom HPLC
 
PENETAPAN KADAR MINYAK (BILANGAN-BILANGAN)
PENETAPAN KADAR MINYAK (BILANGAN-BILANGAN)PENETAPAN KADAR MINYAK (BILANGAN-BILANGAN)
PENETAPAN KADAR MINYAK (BILANGAN-BILANGAN)
 
Kimia Analitik I
Kimia Analitik IKimia Analitik I
Kimia Analitik I
 
Analisis kation dan anion
Analisis kation dan anionAnalisis kation dan anion
Analisis kation dan anion
 
Laporan kelarutan dua cairan yang saling bercampur sebagian
Laporan kelarutan dua cairan yang saling bercampur sebagianLaporan kelarutan dua cairan yang saling bercampur sebagian
Laporan kelarutan dua cairan yang saling bercampur sebagian
 
Titrasi iodimetri vitamin c
Titrasi iodimetri vitamin cTitrasi iodimetri vitamin c
Titrasi iodimetri vitamin c
 
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 1 identifikasi 1
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 1 identifikasi 1ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 1 identifikasi 1
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 1 identifikasi 1
 
Solution_Kimia Dasar
Solution_Kimia DasarSolution_Kimia Dasar
Solution_Kimia Dasar
 
Kinetika adsorpsi
Kinetika adsorpsiKinetika adsorpsi
Kinetika adsorpsi
 

Similar to Laporan Resmi Praktikum Penentuan Jenis Asam Amino dalam Sampel.pdf

asam amino dan protein enzim
asam amino dan protein enzimasam amino dan protein enzim
asam amino dan protein enzim
leeeli
 
laporan uji asam amino
laporan uji asam aminolaporan uji asam amino
laporan uji asam amino
Elisa Elisa
 
Makalah Kelainan Metabolisme Asam Amino
Makalah Kelainan Metabolisme Asam AminoMakalah Kelainan Metabolisme Asam Amino
Makalah Kelainan Metabolisme Asam Amino
Alivia Salma
 
Makalah Kelainan Metabolisme Asam Amino
Makalah Kelainan Metabolisme Asam AminoMakalah Kelainan Metabolisme Asam Amino
Makalah Kelainan Metabolisme Asam Amino
Alivia Salma L
 
Protein merupakan komponen utama semua sel mahluk hidup
Protein merupakan komponen utama semua sel mahluk hidupProtein merupakan komponen utama semua sel mahluk hidup
Protein merupakan komponen utama semua sel mahluk hidup
Tiko Utaka
 

Similar to Laporan Resmi Praktikum Penentuan Jenis Asam Amino dalam Sampel.pdf (20)

BIOKIMIA_ppt.pptx
BIOKIMIA_ppt.pptxBIOKIMIA_ppt.pptx
BIOKIMIA_ppt.pptx
 
Makalah Biokimia asam amino
Makalah Biokimia asam aminoMakalah Biokimia asam amino
Makalah Biokimia asam amino
 
Irfan bahan kuliah asam amino
Irfan bahan kuliah asam aminoIrfan bahan kuliah asam amino
Irfan bahan kuliah asam amino
 
4.1.asam amino dan protein
4.1.asam amino dan protein4.1.asam amino dan protein
4.1.asam amino dan protein
 
asam amino & protein kel-2.ppt
asam amino & protein kel-2.pptasam amino & protein kel-2.ppt
asam amino & protein kel-2.ppt
 
Protein
ProteinProtein
Protein
 
Praktikum 1
Praktikum 1Praktikum 1
Praktikum 1
 
Biochemistry of protein1(kul ke 3 bz)
Biochemistry  of protein1(kul ke 3 bz)Biochemistry  of protein1(kul ke 3 bz)
Biochemistry of protein1(kul ke 3 bz)
 
asam amino dan protein enzim
asam amino dan protein enzimasam amino dan protein enzim
asam amino dan protein enzim
 
Makalah asam karbonat
Makalah asam karbonatMakalah asam karbonat
Makalah asam karbonat
 
laporan uji asam amino
laporan uji asam aminolaporan uji asam amino
laporan uji asam amino
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Al-As'Adiyah Balikeran 1.10. Stoikiometri, Tata Nama Senyawa, Konsep mol, Huk...
Al-As'Adiyah Balikeran 1.10. Stoikiometri, Tata Nama Senyawa, Konsep mol, Huk...Al-As'Adiyah Balikeran 1.10. Stoikiometri, Tata Nama Senyawa, Konsep mol, Huk...
Al-As'Adiyah Balikeran 1.10. Stoikiometri, Tata Nama Senyawa, Konsep mol, Huk...
 
Makalah Kelainan Metabolisme Asam Amino
Makalah Kelainan Metabolisme Asam AminoMakalah Kelainan Metabolisme Asam Amino
Makalah Kelainan Metabolisme Asam Amino
 
Makalah Kelainan Metabolisme Asam Amino
Makalah Kelainan Metabolisme Asam AminoMakalah Kelainan Metabolisme Asam Amino
Makalah Kelainan Metabolisme Asam Amino
 
Protein merupakan komponen utama semua sel mahluk hidup
Protein merupakan komponen utama semua sel mahluk hidupProtein merupakan komponen utama semua sel mahluk hidup
Protein merupakan komponen utama semua sel mahluk hidup
 
Kromatografi gas ii revisi
Kromatografi gas ii revisiKromatografi gas ii revisi
Kromatografi gas ii revisi
 
Percobaan III ASAM AMINO DAN PROTEIN
Percobaan III ASAM AMINO DAN PROTEINPercobaan III ASAM AMINO DAN PROTEIN
Percobaan III ASAM AMINO DAN PROTEIN
 
Modul 2-struktur-dan-fungsi-protein
Modul 2-struktur-dan-fungsi-proteinModul 2-struktur-dan-fungsi-protein
Modul 2-struktur-dan-fungsi-protein
 
Asam amino, Peptida, dan Protein (4).pptx
Asam amino, Peptida, dan Protein (4).pptxAsam amino, Peptida, dan Protein (4).pptx
Asam amino, Peptida, dan Protein (4).pptx
 

Recently uploaded

Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksiAnalisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
MemenAzmi1
 

Recently uploaded (11)

bagian 2 pengujian hipotesis deskriptif 1 sampel
bagian 2 pengujian hipotesis deskriptif 1 sampelbagian 2 pengujian hipotesis deskriptif 1 sampel
bagian 2 pengujian hipotesis deskriptif 1 sampel
 
Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024
Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024
Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024
 
e-Book Persepsi dan Adopsi-Rachmat Hendayana.pdf
e-Book Persepsi dan Adopsi-Rachmat Hendayana.pdfe-Book Persepsi dan Adopsi-Rachmat Hendayana.pdf
e-Book Persepsi dan Adopsi-Rachmat Hendayana.pdf
 
MATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI ppt
MATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI pptMATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI ppt
MATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI ppt
 
Dana Setiawan (Paparan terkait Konstruksi Jalan )
Dana Setiawan   (Paparan terkait Konstruksi Jalan )Dana Setiawan   (Paparan terkait Konstruksi Jalan )
Dana Setiawan (Paparan terkait Konstruksi Jalan )
 
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksiAnalisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
 
tranformasi energi atau perubahan energi
tranformasi energi atau perubahan energitranformasi energi atau perubahan energi
tranformasi energi atau perubahan energi
 
PERCOBAAN 3 Dissolved Oxygen-Kimia Lingkungan.docx
PERCOBAAN 3 Dissolved Oxygen-Kimia Lingkungan.docxPERCOBAAN 3 Dissolved Oxygen-Kimia Lingkungan.docx
PERCOBAAN 3 Dissolved Oxygen-Kimia Lingkungan.docx
 
Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...
Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...
Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...
 
PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...
PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...
PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...
 
Uji hipotesis, prosedur hipotesis, dan analisis data
Uji hipotesis, prosedur hipotesis, dan analisis dataUji hipotesis, prosedur hipotesis, dan analisis data
Uji hipotesis, prosedur hipotesis, dan analisis data
 

Laporan Resmi Praktikum Penentuan Jenis Asam Amino dalam Sampel.pdf

  • 1. LAPORAN RESMI PRAKTIKUM LABORATORIUM : BIOKIMIA PRAKTIKUM : BIOKIMIA JUDUL PERCOBAAN : PENENTUAN JENIS ASAM AMINO DALAM SAMPEL Oleh: Nama: Ashabul Kahfi NIM: 20030234044 Kelas: KB 2020 Program / Jurusan: S1 Kimia / Kimia JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
  • 2. A. Judul Percobaan Penentuan Jenis Asam Amino dalam Sampel B. Hari, Tanggal Percobaan Jum’at, 18 Maret 2022 pukul 08.40 WIB C. Selesai Percobaan Jum’at, 18 Maret 2022 pukul 11.10 WIB D. Tujuan Percobaan Menentukan asam amino yang terdapat dalam sampel dengan kromatografi lapis tipis. E. Dasar Teori a. Asam Amino Asam amino merupakan unit molekul paling dasar dalam pembentukan protein rantai panjang. Ada 20 asam amino dalam protein yang menjadi dasar struktur dan fungsi tubuh manusia. Setiap asam amino mengandung setidaknya satu gugus asam karboksilat (-COOH) yang memberikan keasaman dan satu gugus amino (-NH3) yang memberikan kebasaan, terikat pada atom karbon yang sama. Setiap rantai asam amino memiliki rantai yang disebut gugus R, dan setiap asam amino dapat dibedakan berdasarkan perbedaan gugus R-nya, yang memiliki karakteristik yang mempengaruhi sifat protein tempat asam amino bergabung. Asam amino yang memiliki gugus R bersifat nonpolar dapat menyebabkan asam amino tidak larut dalam air. Sedangkan asam amino yang memiliki gugus R bersifat polar atau bermuatan listrik dapat menyebabkan asam amino larut dalam air (Sloane, 2004). Secara umum, struktur asam amino tersusun dari satu atom C yang mengikat gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH), atom hidrogen (H), dan satu gugus sisa (R, residu). Atom C pusat asam amino diberi nama atom Cα (C alfa), sesuai dengan penamaan senyawa bergugus karboksil, yaitu atom C yang berikatan langsung dengan gugus karboksil. Gugus amina juga terikat pada atom Cα ini sehingga senyawa tersebut disebut asam α-amino (Chang, 2004).
  • 3. Gambar 1. Struktur Umum Asam Amino Asam amino biasanya diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia dari rantai sampingnya. Klasifikasi ini membedakan asam amino menjadi empat kelompok yaitu asam amino bersifat asam lemah, basa lemah, hidrofilik jika polar, dan hidrofobik jika nonpolar. Menurut Lehninger (1997), berdasarkan kepolaran kandungan gugus R, asam amino dapat dibedakan menjadi beberapa kategori, antara lain: • Gugus R nonpolar : alanin, leusin, metionin, fenilalanin, dll. • Gugus R polar, netral : asparagin, glutamin, glisin, serin, dll. • Gugus R polar, negatif : asam aspartate, asam glutamat • Gugus R polar, positif : arginin, histidine, lisin Asam amino yang berperan dalam pembangunan dan penyusunan protein adalah alfa asam amino, dimana gugus aminonnya terikat pada atom karbon alfa. Apabila gugus aminonnya terikat pada atom karbon beta maka asam amino tersebut dapat disebut sebagai asam beta amino. Namun, dari berbagai jenis asam amino, hanya alfa asam amino yang dapat ditemukan bebas di alam (Sumardjo, 2009). Asam amino aromatik adalah asam amino yang memiliki gugus benzene dalam rantai panjangnya. Suatu senyawa juga dapat dikatakan aromatik apabila memenuhi aturan Huckel. Aturan yang dibuat oleh ahli kimia Erich Huckel dari Jerman ini berfungsi untuk menentukan molekul cincin planar dalam suatu senyawa yang memiliki sifat aromatik. Beberapa jenis asam amino aromatik terdiri dari fenilalanin, tirosin, dan triptofan (Suhara, 2004). b. Asparagin Merupakan asam α-amino yang digunakan dalam biosintesis protein. Ini berisi gugus α-amino (yang berada di protonasi −NH+ 3 terbentuk dalam
  • 4. kondisi biologis), gugus asam α-karboksilat (dalam bentuk -COO- yang difatonasi dalam kondisi biologis), dan karboksamida rantai samping. Asparagin biasanya memasuki siklus asam sitrat pada manusia sebagai oksaloasetat. Pada bakteri, degradasi asparagin mengarah pada produksi oksaloasetat yang merupakan molekul yang bergabung dengan sitrat dalam siklus asam sitrat (siklus Krebs). Asparagin dihidrolisis menjadi aspartat oleh asparaginase. Aspartat kemudian mengalami transaminasi untuk membentuk glutamat dan oksasaasetat dari alfa- ketoglutarate. Gambar 2. Struktur zwitterionic (S) -Asparagin (kiri) dan (R)-asparagin (kanan) pada pH netral. c. Histidine Merupakan asam α-amino yang digunakan dalam biosintesis protein. Ini mengandung gugus α-amino (yang dalam bentuk protonasi -NH3 + dalam kondisi biologis), gugus asam karboksilat (yang dalam bentuk - COO− yang diprotonasikan dalam kondisi biologis), dan rantai samping imidazole (yang sebagian diprotonasi). Histidin pertama kali diisolasi oleh dokter Jerman Albrecht Kossel dan Sven Gustaf Hedin pada tahun 1896 Asam konjugat (bentuk terprotonasi) dari rantai samping imidazol dalam histidin memiliki pKa sekitar 6,0. Oleh karena itu, di bawah pH 6, cincin imidazol sebagian besar terprotonasi (seperti yang dijelaskan oleh persamaan Henderson-Hasselbalch). Cincin imidazol yang dihasilkan memiliki dua ikatan NH dan bermuatan positif. Muatan positif terdistribusi secara merata antara dua nitrogen dan dapat diwakili oleh dua struktur resonansi yang sama pentingnya. Pada nilai pH di atas 6, salah satu dari dua proton hilang. Proton yang tersisa dari cincin imidazol dapat berada di nitrogen, memberikan apa yang disebut tautomer N1-H atau N3-H. Seperti ditunjukkan di atas, tautomer N3-H terprotonasi pada nitrogen #3, menjauh dari tulang punggung asam amino yang mengandung gugus
  • 5. amino dan karboksil, sedangkan tautomer N1-H terprotonasi pada nitrogen yang dekat dengan tulang punggung. Cincin histidin imidazol / imidazol aromatik pada semua nilai pH. Gambar 3. Struktur molekul Histidine d. Cystein Adalah asam amino proteinogenik semiessensial dengan rumus HOOC-CH-(NH2)-CH2-SH. Rantai samping thiol dalam sistein sering berpartisipasi dalam reaksi enzimatik sebagai nukleofil. Banyak dari l- sistein diperoleh secara industri oleh hidrolisis bahan hewani, seperti bulu unggas atau rambut babi. Seperti asam amino lainnya, sistein ada sebagai zwitterion. Sistein memiliki l kiralitas dalam notasi d / l yang lebih tua berdasarkan homologi ke d- dan l-gleraldehida. Dalam sistem R / S yang lebih baru menunjuk kiralitas, berdasarkan nomor atom atom di dekat karbon asimetris, sistein (dan selenocysteine) memiliki kiral R, karena adanya belerang (atau selenium) sebagai tetangga kedua atom karbon asimetris. Asam amino kiral yang tersisa, memiliki atom yang lebih ringan dalam posisi itu, memiliki kiral S. Mengganti sulfur dengan selenium memberi selenocysteine. Gambar 4. Struktur zwitterionic (R) Sistein (kiri) dan (S)-Sistein (kanan) pada pH netral e. Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi merupakan metode pemisahan kimia berdasarkan perbedaan partisi zat pada fase diam dan fase gerak. Secara umum,
  • 6. kromatografi dibagi menjadi dua yaitu kromatografi preparatif dan kromatografi analitik. Kromatografi preparatif biasanya digunakan untuk memisahkan senyawa dalam campuran, sedangkan kromatografi analitik biasanya digunakan untuk mengetahui perbandingan senyawa dalam suatu campuran. Dari sekian banyak metode pemisahan, kromatografi lebih sering digunakan dikarenakan metode ini dapat dilakukan dengan mudah, tidak memakan waktu yang cukup lama bahkan bisa dilakukan dalam hitungan beberapa menit saja, dan peralatan yang digunakan pun relatif sederhana (Sastroamidjojo, 1985). Kromatografi juga merupakan suatu metode pemisahan yang paling banyak digunakan jika dibandingkan dengan metode pemisahan lain seperti destilasi, kristalisasi, ekstraksi, dan pengendapan. Kromatografi mempunyai keuntungan dalam metode yang lebih sederhana, penggunaan waktu yang singkat, tingkat kepekaan yang tinggi, dan hasil yang maksimal. Biasanya, metode ini digunakan bila metode lain tidak dapat dilakukan karena beberapa kendala seperti jumlah cuplikan yang sangat sedikit dan campuran yang kompleks (Chang, 2004). Pada kromatografi terdapat fase diam (fase stasioner) dan fase gerak yang mempunyai arti dan fungsi masing-masing. Fase diam merupakan salah satu komponen yang penting dimana pada fase ini dapat terjadi perbedaan hasil pada kromatografi karena adanya interaksi yang menyebabkan terjadinya perbedaan waktu retensi (Rf) dan terpisahnya komponen dari suatu senyawa. Fase gerak merupakan pembawa analit yang bersifat dapat berinteraksi dengan analit tersebut. Fase gerak dapat berupa bahan cair maupun gas terutama gas yang mudah menguap. Fase diam juga merupakan proses yang dilalui oleh fase gerak untuk mengetahui jarak antara noda dengan jarak pelarutnya (Basri, 2003). Menurut Khopkar (2008), berdasarkan teknik kerja yang dilakukan, kromatografi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain: o Kromatografi Kolom
  • 7. Kromatografi kolom merupakan metode terbaik untuk melakukan pemisahan campuran dalam jumlah yang besar dimana fase geraknya berupa zat cair dan fase diamnya berupa zat padat. o Kromatografi Kertas Kromatografi kertas merupakan kromatografi dimana fase diamnya berupa zat cair. Akan tetapi, terdapat salah satu zat padat dapat digunakan untuk menyokong fase diam yaitu bubuk selulosa. Sedangkan fase geraknya biasanya merupakan campuran dari satu atau lebih pelarut organik dan air. o Kromatografi Gas Kromatografi gas merupakan metode kromatografi yang digunakan untuk memisahkan atau mendeteksi senyawa yang mudah menguap dalam suatu campuran. Mekanisme pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada semua interaksi yang mungkin terjadi antara zat terlarut dengan fase diamnya. Fase gerak pada kromatografi gas berupa gas yang dapat mengetahui berbagai jenis zat terlarut dari ujung kolom dan akan dihantarkan menuju detektor yang ada. o Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis merupakan suatu proses pemisahan dimana terdapat fase gerak berupa zat cair dan fase diam berupa zat padat. Kromatografi lapis tipis sangat berfungsi untuk melakukan pemisahan secara kuantitatif yang cepat dan sering digunakan dengan menggunakan mikroskop. Kromatografi menggunakan satu prinsip dasar dimana jumlah zat yang berbeda untuk setiap komponen pada waktu tertentu. Sehingga pemisahan dengan menggunakan metode kromatografi hanya dapat terjadi apabila suatu senyawa memiliki sifat yang berbeda seperti perbedaan kelarutan terhadap suatu pelarut, perbedaan sifat keterkaitan, dan perbedaan temperatur penguapan (Basri, 2003). Menurut Chang (2004), terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai Rf yang dihasilkan oleh kromatografi, antara lain:
  • 8. o Pelarut Nilai Rf yang dihasilkan dipengaruhi oleh koefisien dari suatu partisi, maka setiap perubahan sekecil apapun dari komposisi suatu pelarut akan menyebabkan perubahan harga Rf. Sehingga komposisi suatu pelarut juga menjadi faktor yang mempengaruhi harga faktor retensi. o Suhu Suhu juga dapat mempengaruhi harga faktor retensi karena perubahan yang terjadi pada suhu juga dapat merubah koefisien partisi dan kecepatan aliran. o Ukuran Ukuran dari bejana pelarut juga mempengaruhi harga faktor retensi karena berdampak pada waktu perambatan yang memakan waktu lebih lama. o Kertas Kertas dapat mempengaruhi harga Rf karena perbedaan serapan dan perubahan ion pada setiap jenis kertas. Jenis kertas juga sangat mempengaruhi kecepatan aliran dan keseimbangan dari partisi itu sendiri. o Sifat dan Campuran Berbagai senyawa mengalami partisi di antara volume-volume yang sama dari fase tetap menuju fase gerak Mereka memiliki karakteristik dan kelarutan yang berbeda dari satu senyawa terhadap senyawa lainnya sehingga mempengaruhi harga Rf yang dihasilkan Untuk mengetahui jenis asam amino yang terkandung dari suatu bahan/sampel, metode yang paling sering digunakan yaitu metode kromatografi kertas. Penggunaan kromatografi kertas dalam penentuan jenis asam amino karena asam amino memiliki sifat yang larut dalam air dan tidak mudah menguap sehingga dapat dipisahkan melalui perpindahan fasa gerak (eluen) pada fasa diam (adsorben). Senyawa asam amino akan terbawa oleh fasa gerak dan akan mengendap atau menempel pada fasa
  • 9. diam (adsorben) setelah menempuh jarak tertentu (Fessenden & Fessenden, 1994). Gambar 5. Kromatografi lapis tipis Yang berperan sebagai adsorben dalam kromatografi lapis tipis ialah berupa plat tipis. Sampel yang akan dianalisis ditotolkan ke ujung plat kemudian digantung dalam wadah. Dasar dari plat dicelupkan ke dalam pelarut yang mengisi dasar wadah. Setiap asam amino akan bergerak dari titik awal hingga mencapai jarak tertentu. Setiap jenis asam amino akan memiliki jarak tempuh yang khas jika jenis plat, eluen, dan pelarutnya sama, sehingga dapat dibandingkan jarak tempuh eluen dari setiap jenis asam amino yang telah diketahui dengan jarak tempuh eluen yang timbul pada sampel (Sukaryawan, 2011). Jarak tempuh relatif pada pelarut disebut sebagai Rf, dapat diketahui dengan rumus berikut: Rf = Jarak yang ditempuh oleh senyawa/jarak Jarak yang ditempuh oleh pelarut F. Alat dan Bahan a. Alat  Plat KLT  Pipa kapiler  Gelas kimia  Gelas ukur  Oven  Klip dan benang wol  Chamber  Cawan petri
  • 10. b. Bahan  Asam asetat glasial  N-butanol  Akuades  Larutan asam amino standar  Larutan sampel (asparagin, histidine, cysteine) G. Alur Percobaan 1. Pembuatan larutan pengelusi (fasa gerak) Reaksi: CH3 CH2 CH2 CH2 OH (l) + CH3COOH (l) → CH3COOCH2 CH2 CH2 CH3 (aq) + H2 (l) 2. Penentuan komponen asam amino N-butanol 25 mL, asam asetat glasial 6 mL, dan akuades 25 mL • Dicampur dan dihomogenkan • Dituang ke dalam chamber • Didiamkan selama 24 jam Larutan pengelusi Plat KLT ukuran 4 × 5 • Dibuat batas atas 0,5 cm, batas bawah 1 cm, batas samping kiri dan kanan masing-masing 0,5 cm, serta titik sampel dan jarak antar sampel A, B, C, dan D 1cm • Diberi titik sampel dengan jarak antar sampel A,B,C,D 1cm dengan menggunakan pensil • Dioven pada suhu 105°C-110°C selama 5 menit • Ditotolkan 4 macam larutan A,B,C,D berdampingan dengan pipa kapiler • Dikeringkan dengan cara di angin-anginkan sebelum tetesan berikut di atasnya • Besar noda maksimal 0,4cm • Digantung dalam chamber untuk dijenuhkan dengan uap eluen sampai eleun mencapai batas atas Plat KLT yang telah di aliri eluen
  • 11. Reaksi ninhydrin dengan asam amino Reaksi ninhydrin dengan Asparagin Reaksi ninhydrin dengan Histidin Reaksi ninhydrin dengan Sistein Noda asam amino b • Ditandai dengan pensil • Permukaan plat KLT ditutup dengan selotip • Di hitung nilai Rf tiap noda • Di catat warna tiap noda • Dibandingkan harga Rf asam amino hasil percobaan dengan harga Rf asam amino standar Komponen asam • Dioven pada suhu 105°C-110°C selama 5 menit • Disemprot larutan ninhidrin • Dikeringkan selama 3 menit • Ditandai dengan pensil Plat KLT yang telah di aliri eluen
  • 12.
  • 13. H. Hasil Pengamatan No Perc. Prosedur Percobaan Hasil Pengamatan Dugaan / Reaksi Kesimpulan Sebelum Sesudah 1. Pembuatan larutan pengelusi (fasa gerak) n-butanol : tidak berwarna asam asetat glasial : tidak berwarna aquadest: tidak berwarna n-butanol + asam asetat glasial + aquadest = larutan tidak berwarna Reaksi: CH3CH2CH2CH2OH (l) + CH3COOH(l) → CH3COOCH2CH2CH2 CH3 (aq) + H2O (l) Eluen = fasa gerak semi polar Aquades = polar n-butanol = semi polar As.Asetat = non polar Tingkat kepolaran: Aquades>n-butanol>asam asetat glasial. Terjadi reaksi esterifikasi menghasilkan n butil asetat N-butanol 25 mL, asam asetat glasial 6 mL, dan akuades 25 mL • Dicampur dan dihomogenkan • Dituang ke dalam chamber • Didiamkan selama 24 jam Larutan pengelusi
  • 14. 2. Penentuan komponen asam amino - Plat KLT berupa lempeng Al berlapis silica gel, alumina, kieselguhr dan selulosa berwarna putih bersih dan kering - larutan sampel A,B,C,D merupakan larutan bening tidak berwarna. - eluen = larutan tidak berwarna - ninhidrin = larutan tidak berwarna. - diberi tanda kemudain dikeringkan = plat kering - digantung dalam chamber = eluen bergerak keatas mencapai batas atas hingga plat menjadi basah. - dioven= plat menjadi kering - disemprot nin hidrin = plat menjadi basah, belum terlihat noda sampel - dioven lagi = plat menjadi kering - Reaksi ninhidrin dengan asam amino : - Reaksi ninhidrin dengan Asparagin Didapatkan noda sampel A= Kuning pudar B = merah kecoklatan C= Jingga D = merah kecoklatan Nilai Rf tiap sampel : A = 0,22 B = 0,17 C = 0,14 D = 0,2 Berdasarkan nilai Rf yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa larutan sampel A adalah Plat KLT ukuran 4 × 5 • Dibuat batas atas 0,5 cm, batas bawah 1 cm, batas samping kiri dan kanan masing-masing 0,5 cm, serta titik sampel dan jarak antar sampel A, B, C, dan D 1cm • Diberi titik sampel dengan jarak antar sampel A,B,C,D 1cm dengan menggunakan pensil • Dioven pada suhu 105°C-110°C selama 5 menit • Ditotolkan 4 macam larutan A,B,C,D berdampingan dengan pipa kapiler • Dikeringkan dengan cara di angin- anginkan sebelum tetesan berikut di atasnya • Besar noda maksimal 0,4cm • Digantung dalam chamber untuk dijenuhkan dengan uap eluen sampai eleun mencapai batas atas Plat KLT yang telah di aliri eluen
  • 15. dan nampak noda sampel A= Kuning pudar B = merah kecoklatan C= Jingga D = merah kecoklatan - nilai Rf tiap sampel : A = 0,22 B = 0,17 C = 0,14 D = 0,2 Reaksi ninhidrin dengan histidin Reaksi Ninhidrin dengan sistein asparagin, sampel B adalah sistein, sampel C adalah histidine, dan sampel D adalah asparagin Noda asam amino b • Ditandai dengan pensil • Permukaan plat KLT ditutup dengan selotip • Di hitung nilai Rf tiap noda • Di catat warna tiap noda • Dibandingkan harga Rf asam amino hasil percobaan dengan harga Rf asam amino standar Komponen asam amino • Dioven pada suhu 105°C-110°C selama 5 menit • Disemprot larutan ninhidrin • Dikeringkan selama 3 menit • Ditandai dengan pensil
  • 16. Nilai Rf secara teori setiap sampel : Asparagin = 0,21-0,25 Histidin = 0,11 Sistein = 0,4 (Peodjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : UI Press.) - Berdasarkan nilai Rf hasil percobaan diduga sampel : A = Asparagin B = Sistein C = Histidin
  • 17. D = Aspragin (karena nilai Rf mendekati nilai Rf Asparagin secara teori).
  • 18. I. Analisis dan Pembahasan 1. Pembuatan Larutan Pengelusi Kromatografi merupakan teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan koefisien partisi antara fase gerak dan fase diam. Fasa gerak yang digunakan terdiri dari n-butanol, asam asetat glasial dan akuades, sedangkan fasa diam yang digunakan adalah silika. Fase gerak dalam kromatografi disebut eluen. Pada langkah pertama, tujuan dari percobaan ini adalah untuk memahami cara membuat larutan emulsifier atau eluen untuk digunakan sebagai fase gerak. Pertama-tama, masukkan 25 mL n- butanol ke dalam gelas kimia, kemudian tambahkan 6 mL asam asetat glasial dan 25 mL aquades sambil dikocok perlahan hingga homogen. Ketiga larutan yang dicampur sebelumnya mengalami reaksi esterifikasi, menghasilkan larutan seperti ester yang tidak berwarna, butil asetat, yang disebut eluen, yang bertindak sebagai fase gerak dalam kromatografi lapis tipis. Selanjutnya larutan tersebut dimasukkan ke dalam chamber yang berbentuk gelas dan ditutup dengan kertas saring sehingga seluruh dinding kaca tertutup bagian dalamnya. Kemudian, chamber yang berisi larutan kaca ditutup selama satu setengah jam untuk menjenuhkan atmosfer di dalam chamber dengan uap dari larutan tersebut. Tanda suasana jenuh di dalam chamber adalah melihat kertas saring di dalam chamber benar-benar basah. Tujuan dilakukannya penjenuhan chamber ini yaitu untuk menjadikan eluen memenuhi chamber, menghilangkan gas-gas lain, dan menunggu reaksi esterifikasi berjalan dengan sempurna sehingga fungsi sebagai fasa gerak dalam kromatografi dapat berjalan secara baik. Jika eluen belum memenuhi chamber, maka distribusi fasa diam pada kromatografi akan gagal dan tidak akan dapat berjalan yang menyebabkan hasil yang diperoleh menjadi tidak teliti. Kromatografi memiliki tujuan untuk menentukan jenis senyawa yang terdapat dalam sampel yang diujikan dengan tanda adanya bercak/noda yang menunjukkan suatu jenis senyawa tertentu. Setiap senyawa akan menghasilkan jarak yang berbeda- beda karena memiliki distribusi yang berbeda-beda pula dalam suatu fasa gerak. Pemilihan eluen yang tepat sangat diperlukan dalam metode
  • 19. kromatografi karena jika eluen yang digunakan memiliki konsentrasi yang tidak sesuai dengan sampel yang akan dipisahkan, maka kromatografi dapat tidak berjalan. Apabila eluen bersifat sangat polar akan menyebabkan seluruh noda yang ditotolkan pada plat naik sampai batas atas tanpa mengalami pemisahan, sedangkan apabila eluen bersifat terlalu nonpolar akan menyebabkan noda yang ditotolkan tidak akan bergerak. 2. Penentuan Komponen Asam Amino Pada percobaan langkah kedua ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis asam amino yang terdapat dalam sampel. Dalam proses identifikasi, percobaan ini menggunakan beberapa larutan standar yang mengandung asam amino yaitu asparagin (larutan tidak berwarna), histidine (larutan tidak berwarna), dan cysteine (larutan tidak berwarna). asparagin diberi label A, histidine diberi label B, dan cysteine diberi label C. Hal yang perlu dilakukan pertama kali adalah persiapan alat dan bahan, kromatografi kali ini menggunakan plat KLT yang ditandai dengan diberi batas atas, batas kanan, batas kiri sebesar 0,5 cm dan batas bawah sebesar 1 cm. Kemudian memberi tanda A, B, C dan D dengan pensil sebagai titik tempat menotolkan larutan nantinya. Lalu, plat KLT dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105-110o C selama 5 menit yang berfungsi sebagai sterilisasi dan menghilangkan kadar air pada plat KLT karena jika plat masih mengandung kadar air maka asam amino akan mudah masuk dan tercampur dengan air sehingga akan mempengaruhi ketinggian noda dan nilai Rf yang dihasilkan. Setelah itu, setiap titik yang telah ditandai dengan pensil ditotolkan larutan asam amino yang berbeda, yaitu: o Titik A = larutan asparagin o Titik B = larutan histidine o Titik C = larutan cysteine o Titik D = larutan sampel Penotolan dilakukan menggunakan pipa kapiler secara berulang kali dengan jarak setiap titik sebesar 1 cm. Diameter noda totolan pada plat tidak boleh melebihi diameter 0,4 cm. Sebelum dilakukan pengulangan penotolan, noda totolan sebelumnya harus dikeringkan terlebih dahulu
  • 20. dengan cara diangin-anginkan. Tujuan dilakukannya penotolan secara berulang kali agar noda totolan tampak lebih jelas saat naik bersama eluennya. Setiap totolan pada titik A, B, C, dan D masih berupa noda tak berwarna pada plat kromatografi. Totolan pada titik A, B, C, dan D ini adalah fasa diam yang akan dielusi oleh eluen yang telah dibuat sebelumnya dalam chamber. Setelah langkah persiapan plat kromatografi telah selesai, langkah berikutnya adalah memasukkan plat kromatografi ke dalam gelas yang berada di dalam chamber dengan hati-hati. Selain itu, bagian tepi plat tidak boleh menyentuh dinding chamber dan bagian bawah plat kromatografi halus tercelup eluen tetapi tidak sampai menyentuh batas bawah. Kemudian, chamber tersebut ditutup dengan kaca supaya terjadi elusi oleh eluen (fasa gerak). Elusi yaitu terjadinya perambatan eluen pada plat hingga mencapai batas atas. Setelah eluen mencapai batas atas plat, maka plat harus segera dikeluarkan. Jarak tempuh eluen pada plat adalah 6 cm (jarak dari batas bawah sampai batas atas). Hasil dari proses kromatografi ini adalah plat yang telah basah oleh perambatan eluen. Warna plat tetap dan belum timbul noda/bercak. Lalu, plat dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105-110o C selama 5 menit yang berfungsi untuk menghilangkan eluen yang masih membasahi plat. Berikutnya, larutan disemprot dengan ninhidrin yaitu larutan untuk mengidentifikasi adanya asam amino dengan menunjukkan perubahan warna menjadi ungu. Kemudian plat dikeringkan selama 3 menit yang berfungsi untuk memperoleh noda-noda bercak asam amino dengan ditandai adanya noda berwarna yang timbul secara jelas pada suatu jarak yang ditempuh oleh eluen. Hal ini dapat terjadi dikarenakan ninhidrin dapat bereaksi dengan asam amino saat proses pemanasan dan akan berikatan membentuk senyawa kompleks yang menimbulkan warna. Setelah dikeringkan, distribusi larutan berjalan lurus dan baik. Pada titik A (totolan larutan asparagin), muncul noda berwarna kuning pudar. Pada titik B (totolan larutan histidine), muncul noda berwarna merah keclokatan. Pada titik C (totolan larutan cysteine), muncul noda berwarna
  • 21. Jingga. Pada titik D (totolan larutan sampel) yang dianalisis kandungan asam aminonya muncul noda berwarna merah. Dari perhitungan nilai Rf diperoleh hasil, yaitu pada titik A (larutan asparagin), nilai Rf sebesar 0,22; pada titik B (larutan histidine), nilai Rf sebesar 0,17; pada titik C (larutan cysteine), nilai Rf sebesar 0,14; dan pada titik D (larutan sampel), nilai Rf sebesar 0,2. Nilai Rf pada titik D (larutan sampel) memiliki nilai yang sama dengan nilai Rf larutan asparagin. Dari hasil nilai Rf pada percobaan tersebut, maka dapat dianalisis bahwa titik D (larutan sampel) mengandung asam amino asparagin karena memiliki nilai Rf yang sama dengan nilai Rf dari titik A (larutan asparagin). J. Diskusi Pada praktikum terdapat ketidaksamaan hasil nilai Rf yang diperoleh saat praktikum dengan hasil Rf teori yaitu pada asparagin nilai Rf sesuai teori sebesar 0,5 namun pada praktikum nilai Rf yang didapat hanya 0,22 lalu pada cysteine niai Rf sesuai teori yaitu 0,4 dan nilai Rf yang didapat saat praktikum sebesar 0,14. Hal tersebut mungkin bisa terjadi dikarenakan beberapa faktor pada saat praktikum di laboratorium, Adapun beberapa faktor tersebut : 1. Pelarut : Mungkin saja pada saat praktikum terdapat kontaminasi pelarut sehingga terdapat perubahan komposisi dan mempengaruhi nilai Rf 2. Suhu : Pada saat di laboraorium saat itu suhu sedang tidak pada suhu ruangan (25o C) 3. Ukuran wadah pelarut : Bisa jadi Wadah pelarut tidak sesuai dengan yang semestinya digunakan (bisa jadi lebih besar maupun lebih kecil) 4. Plat KLT : Jenis plat yang digunakan saat praktikum juga dapat mempengaruhi nilai Rf K. Kesimpulan Berdasarkan pecobaan penentuan jenis asam amino dalam sampel yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa nilai Rf pada asam amino yang diperoleh seperti : larutan A (asparagin) dengan nilai Rf 0,22; larutan B (Histidine) dengan nilai Rf 0,17; larutan C (Cysteine) dengan nilai
  • 22. Rf 0,14; dan larutan D (sampel) dengan harga Rf 0,2. Sehingga dengan harga Rf yang diperoleh, komponen asam amino pada larutan D adalah histidine L. Daftar Pustaka Tim Dosen Biokimia. (2021). Petunjuk Praktikum Biokimia. Surabaya: Laboratorium Biokimia, Jurusan kimia, FMIPA, UNESA Basri, S. (2003). Kamus Kimia. Jakarta: Kineka Cipta. Chang, R. (2004). Kimia Dasar Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Fessenden, R. J., & Fessenden, J. S. (1994). Kimia Organik. Jakarta: Erlangga. Jalip, I. S. (2008). Penuntun Praktikum Kimia Organik. Jakarta: Laboratorium Kimia, Fakultas Biologi, Universitas Nasional. Khopkar, S. M. (2008). Konsep Dasar Kimia Analitik. Bandung: ITP Press. Lehninger, A. L. (1997). Dasar - Dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Poedjiadi, A. (1994). Dasar - Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press. Sastroamidjojo, H. (1985). Kromatografi. Jakarta: Liberty. Sloane, E. (2004). Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Suhara. (2004). Dasar - Dasar Biokimia. Bandung: Prisma Press. Sukaryawan, M. (2011). Petunjuk Praktikum Biokimia. Palembang: Universitas Sriwijaya. Sumardjo, D. (2009). Pengantar Kimia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Yazid, E., & Nursanti, L. (2006). Penuntun Praktikum Biokimia untuk Mahasiswa Analis. Yogyakarta: CV Andi Offset.
  • 23. M. Jawaban Pertanyaan 1. Apakah keuntungan dan kerugian dalam metode pemisahan dengan kromatografi lapis tipis? Jawab: Keuntungan o Peralatan dan materi yang digunakan sangat sederhana o Biaya yang dikeluarkan relatif murah o Waktu yang digunakan relatif singkat o Tidak memerlukan hasil dengan tingkat ketelitian yang tinggi o Hasil yang ditunjukkan dapat langsung diidentifikasi Kerugian o Hanya dapat digunakan sebagai analisis kualitatif o Tidak dapat digunakan dalam analisis kuantitatif o Tidak dapat menggunakan pereaksi yang bersifat kuat karena kertas akan terdekomposisi 2. Apakah metode kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk analisis kuantitatif? Jawab: Analisis kuantitatif menggunakan kromatografi lapis tipis dapat dilakukan berdasarkan perbandingan nilai Rf yang dihasilkan oleh sampel dan standar. Namun penggunaan kromatografi kertas dalam analisis kuantitatif perlu memperhatikan beberapa hal yang menentukan nilai Rf yang diperoleh, antara lain sebagai berikut: Kondisi percobaan harus sama antara sampel dan standar Sampel harus divariasikan menggunakan beberapa pelarut Noda yang dihasilkan dalam kromatografi belum tentu merupakan zat tunggal 3. Faktor apa saja yang mempengaruhi nilai Rf?  Pelarut Nilai Rf yang dihasilkan dipengaruhi oleh koefisien partisi, sehingga setiap perubahan kecil pada komposisi pelarut akan menyebabkan perubahan nilai Rf, sehingga komposisi pelarut juga merupakan faktor yang mempengaruhi harga faktor retensi
  • 24.  Suhu Suhu mempengaruhi nilai faktor retensi karena perubahan suhu juga mengubah koefisien partisi dan laju aliran  Ukuran Ukuran wadah pelarut juga akan mempengaruhi nilai faktor retensi, karena akan mempengaruhi semakin lama waktu rambat yang dibutuhkan.  Plat KLT Plat mempengaruhi nilai Rf karena perbedaan serapan dan variasi ion dari masing-masing kertas. Jenis kertas juga sangat mempengaruhi laju alir dan keseimbangan dari separator itu sendiri.  Sifat dan Campuran Dari fase diam ke fase gerak, berbagai senyawa didistribusikan antara volume yang sama. Dari satu senyawa dengan senyawa lainnya memiliki sifat dan kelarutan yang berbeda sehingga mempengaruhi nilai Rf yang dihasilkan.
  • 25. N. Lampiran Foto Alur Percobaan Gambar Keterangan Plat klT 4x5cm Digambar batas atas,batas bawah, dan batas samping Jarak antar sampel 1cm Plat di oven pada suhu 105- 110˚C selama 5 menit Didapatkan plat klt kering Ditetesi larutan A,B,C,D Noda belum terlihat Plat dikeringkan dengan cara diangin anginkan Didapatkan plat KLT kering dan larutan sampel tidak melebar.
  • 26. Dipasang klip dan tali untuk digantung di dalam chamber Didapatkan plat klt yang sudah dipasang tali Digantung di dalam chamber hingga eluen naik ke batas atas. Plat KLT menjadi basah oleh eluen Di oven selama 5 menit dengan suhu 105- 110⁰C Plat KLT menjadi kering dan noda sampel belum terlihat Disemprot dengan ninhydrin Plat KLT menjadi basa oleh ninhidrin
  • 27. Di oven Kembali selama 3menit Plat KLT menjadi kering dan noda sampel terlihat Muncul noda lalu ditandai dengan pensil Didapatkan titik noda sampel Permukaan klT ditutup dengan selotip Plat KLT tertutup selotip sehingga noda sampel tidak menghilang. Dihitung nilai Rf tiap noda Didapatkan nilai Rf tiap noda sampel
  • 28. O. Lampiran Perhitungan Rf = Jarak yang ditempuh sampel Jarak yang ditempuh eluen - Rf Asparagin (A) = 0,8 𝑐𝑐𝑐𝑐 3,5 𝑐𝑐𝑐𝑐 = 0,22 - Rf histidine (B) = 0,6 𝑐𝑐𝑐𝑐 3,5 𝑐𝑐𝑐𝑐 = 0,17 - Rf Sistein (C) = 0,5 𝑐𝑐𝑐𝑐 3,5 𝑐𝑐𝑐𝑐 = 0,14 - Rf sampel (D) = 0,7 𝑐𝑐𝑐𝑐 3,5 𝑐𝑐𝑐𝑐 = 0,2 P. Lampiran Tulis Tangan