2. AZZAM ZAH (SF20011)
Mekanisme interaksi obat pada fase farmakokinetik, maka
salah satu obat (index drug) mempengaruhi proses absorpsi,
distribusi, metabolism, atau ekskresi obat kedua (precipitant
drug) sehingga kadar plasma kedua obat bisa meningkat atau
menurun. Akibat selanjutnya adalah terjadi peningkatan
toksisitas atau bahkan penurunan efektifitas obat tersebut
(Baxter, 2010).
3. Interaksi Obat Antasida Dengan Penghambat H2 (Absorpsi) Terjadinya perubahan pH cairan gastrointestinal,
misalnya peningkatan pH karena adanya antasida, penghambat-H2, ataupun penghambat pompa-proton akan
menurunkan absorpsi basa-basa lemah (misal, ketokonazol, itrakonazol) dan akan meningkatkan absorpsi obat-obat
asam lemah (misal, glibenklamid, glipizid, tolbutamid). Peningkatan pH cairan gastrointestinal akan menurunkan
absorpsi antibiotika golongan selafosporin seperti sefuroksim aksetil dan sefpodoksim prokseti.
Interaksi Obat Fenilbutazon Dengan Warfarin Dan Tolbutamid (Distribusi)
Mekanisme interaksi yang melibatkan proses distribusi terjadi karena pergeseran ikatan protein plasma.
Interaksi obat yang melibatkan proses distribusi akan bermakna klinik jika: (1) obat indeks memiliki ikatan protein
sebesar ≥ 85%, volume distribusi (Vd) obat ≤0,15 V/kg dan memiliki batas keamanan sempit; (2) obat presipitan
berikatan dengan albumin pada tempat ikatan (binding site) yang sama dengan obat indeks, serta kadarnya cukup
tinggi untuk menempati dan menjenuhkan binding-site nya [9]. Contohnya, fenilbutazon dapat menggeser warfarin
(ikatan protein 99%; Vd = 0,14 l/kg) dan tolbutamid (ikatan protein 96%, Vd = 0,12 l/kg) sehingga kadar plasma
warfarin dan tolbutamid bebas meningkat. Selain itu, fenilbutazon juga menghambat metabolisme warfarin dan
tolbutamid.
4. Interaksi Rifampisin Dengan metilprednisolon (Metabolisme)
Interaksi rifampisin dengan metilprednisolon juga termasuk dalam kategori interaksi
farmakokinetik. Mekanisme interaksi tersebut terjadi pada fase metabolisme dimana rifampisin akan
menginduksi enzim metabolisme CYP450 pada kortikosteroid sehingga dapat mengurangi efektivitas
dan bioavailability dari kortikosteroid (Baxter, 2010).
Interaksi Obat Fenilbutazon Dan Indometasin Dengan Tiazid Dan Furosemide (Ekskresi)
Penghambatan sekresi di tubuli ginjal terjadi akibat kompetisi antara obat dan metabolit obat
untuk sistem transport yang sama, terutama sistem transport untuk obat bersifat asam dan metabolit
yang juga bersifat asam. Contoh: fenilbutazon dan indometasin menghambat sekresi ke tubuli ginjal
obat-obat diuretik tiazid dan furosemid, sehingga efek diuretiknya menurun; salisilat menghambat
sekresi probenesid ke tubuli ginjal sehingga efek probenesid sebagai urikosurik menurun.
5. INTERAKSI OBAT DENGAN OBAT
(FARMAKODINAMIK
Mekanisme Interaksi Obat Secara Farmakodinamik
menunjukkan bahwa obat–obat yang diberikan saling
berinteraksi pada sistem reseptor, tempat kerja atau
sistem fisiologis yang sama sehingga terjadi efek yang
aditif, sinergis (saling memperkuat), dan antagonis
(saling menghilangkan) (Chelkeba et al., 2013).
6. INTERAKSI OBAT DENGAN OBAT
(FARMAKODINAMIK
Interaksi Obat Ampisilin Dengan Gentamisin
Menurut Baxter (2010) terdapat suatu laporan penemuan klinis yang menunjukkan
bahwa penggunaan kombinasi kedua obat tersebut dapat memberikan efek menguntungkan
(sinergis), terutama dalam pengobatan infeksi Pseudomonas. Selain itu, pemberian penisilin
parenteral tertentu dapat menonaktifkan aminoglikosida tertentu secara in vivo maupun in vitro.
Secara in vitro, interaksi antara ampisilin dengan aminoglikosida dapat menyebabkan
berkurangnya efek aminoglikosida, seperti gentamisin. Hal ini terjadi karena gugus amino pada
aminoglikosida dan cincin β-laktam pada penisilin berinteraksi secara kimia untuk membentuk
amida yang tidak aktif secara biologis. Interaksi tersebut biasa disebut dengan interaksi
farmaseutik yang terjadi di luar tubuh sebelum obat diberikan antara obat yangp-ISSN 1693-
3591 e-ISSN 2579-910Xtidak dapat bercampur (inkompatibel). Interaksi ini mengakibatkan
inaktivasi obat (Setiawati, 2007).
7. PARACETAMOL DENGAN MAKANAN
Efek makanan terhadap parasetamol terjadi pada dua fase, yaitu
pada fase absorbsi dan pada fase metabolisme. Pada fase absorbsi,
makanan dapat menurunkan kecepatan absorbsi dari parasetamol
sehingga level parasetamol tertinggi lambat tercapai, dan efek
mungkin akan lebih lama didapatkan. Mekanisme terjadinya penundaan
absorbsi ini karena adanya makanan dapat menurunkan waktu
pengosongan lambung, sehingga menunda absorbsi dari parasetamol.
Makanan tinggi karbohidrat, tinggi lemak, dan tinggi protein dapat
menunda waktu pengosongan lambung (Bushra, 2011).
8. Daftar Pustaka
Baxter, K. 2010. Stockley's Drug Interactions. London:
Pharmaceutical Press.
Bushra, Rabia., Nousheen Aslam., Arshad Yar Khan., 2011., “Food
Drug “, Oman Medical Journals, Vol. 26 No. 2:77-83.
Chelkeba, L., Alemseged, F., Bedada, W. 2013. Assessment of
potential drug-drug interactions among outpatients receiving
cardiovascular medications at Jimma University specialized hospital.
South West Ethiopia, 2(2):144-152.
Setiawati, A. 2007. Interaksi obat. Dalam: Gunawan, S.G.,
Setiabudy, R., Nafrialdi, Elysabeth (Eds). Farmakologi dan Terapi. Edisi
5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapetik FK UI.