SlideShare a Scribd company logo
1 of 11
PRODUKSI BABY CRAB RAJUNGAN DI HAPA
               DAN BAK TERKENDALI1




                                         Oleh:
                                      Lisa Ruliaty
                                   Maskur Mardjono
                                   Ujang Komarudin




      DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA
    BALAI BESAR PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR PAYAU
                      JEPARA
                                 2007
                  PRODUKSI BABY CRAB RAJUNGAN DI HAPA
1
 Makalah dipersentasikan pada Pertemuan Indo Aqua 2007, tanggal 30 Juli – 2 Agustus 2007 di Hotel
Inna Grand Bali Beach, Sanur – Bali.
DAN BAK TERKENDALI

                                     Oleh:
              Lisa Ruliaty, Maskur Mardjono dan Ujang Komarudin


                                       ABSTRAK

        Kajian perekayasaan untuk menghasilkan teknologi produksi baby crab rajungan di
hapa dan bak terkendali telah dilakukan. Pada kajian ini, pemeliharaan benih Crab 5
hingga menghasilkan ukuran berat 1,5 – 1,8 gram (ukuran baby crab) dilakukan dengan 2
perlakuan kepadatan yaitu 250 ekor/m2 dan 500 ekor/m2. Pemeliharaan baby crab di bak
dengan memberi substrat pasir setebal ± 5 cm dan shelter berupa tali rafia yang dibuat
menyerupai rumput laut (artificial sea weed), sedangkan pemeliharaan di hapa dengan
pemberian shelter artificial sea weed. Pemberian pakan ikan rucah sebesar 200 – 300 gram/
1000 ekor crab/hari (> 200% berat biomass). Dari kajian didapatkan, hingga umur
pemeliharaan 14 hari (C-19) belum didapatkan berat baby crab yang diharapkan (< 0,5 gr)
sehingga pemeliharaan ditambah menjadi 24 hari (C-29). Hingga umur pemeliharaan 14
hari (C-19) tidak ada perbedaan kelulushidupan pada pemeliharaan di hapa maupun di bak
dengan kepadatan 250 ekor/m2 atau pun kepadatan 500 ekor/m2. Terdapat perbedaan sangat
nyata (P<0,01) pada umur pemeliharaan hingga 24 hari (C-29) terhadap nilai
kelulushidupan pemeliharaan baby crab di bak dan di hapa baik dengan kepadatan 250
ekor/m2 maupun dengan kepadatan 500 ekor/m2. Nilai kelulushidupan yang lebih baik
dihasilkan pada pemeliharaan di bak sebesar 30,3% pada kepadatan 250 ekor/m 2 dan 26,8%
pada kepadatan 500 ekor/m2. Dari hasil analisa proximat, baby crab yang dipelihara pada
hapa mengandung protein yang lebih tinggi sebesar 27,5% dibandingkan baby crab yang
dipelihara di bak sebesar 20,5%. Sedangkan dari tes organoleptik yang dilakukan, tidak ada
perbedaan antara baby crab yang dipelihara di hapa maupun di bak terhadap rasa, warna,
aroma maupun tekstur. Biaya produksi baby crab di bak dengan kepadatan 250 ekor/m 2
sebesar Rp. 135.000/kg merupakan yang termurah dibandingkan yang lainnya.


Kata Kunci : Baby crab rajungan, hapa, bak terkendali.




                                  I. PENDAHULUAN


1. Latar Belakang

        Rajungan (Portunus pelagicus Linn) termasuk dalam klas Krustase, famili
Portunidae, penyebarannya meliputi perairan Indo-Pasifik. Rajungan banyak
ditemukan pada daerah dengan kondisi perairan yang sama seperti Kepiting Bakau
(Scylla serrata). Rajungan dikenal dengan nama blue swimming crab atau Kepiting
Pasir dan merupakan hasil samping dari tambak tradisional pasang surut di Asia
(Cowan, 1992 dalam Susanto et al., 2005).
        Rajungan merupakan komoditas perikanan yang banyak diminati, memiliki
nilai ekonomis tinggi dan mulai dikembangkan pembudidayaannya. Rajungan telah
banyak diekspor di berbagai negara dalam bentuk rajungan segar maupun olahan,
dimana rajungan segar banyak diminta oleh negara Singapura dan dalam bentuk beku
ke negara Jepang dan Amerika. Informasi dari Dinas Perikanan dan Kelautan, Jawa
Tengah bahwa rajungan pada tahun 2003 masih mendominasi nilai ekspor hasil
perikanan. Sampai Juni 2003 nilai ekspornya sekitar 7,4 juta dolar AS. Komoditas
rajungan merupakan komoditas ekspor urutan ketiga dalam arti jumlah, setelah udang
dan ikan. Sampai saat ini seluruh kebutuhan ekspor rajungan masih mengandalkan
hasil tangkapan dari laut, sehingga akan mempengaruhi populasi di alam (Susanto et
al., 2005).
        Selain rajungan ukuran konsumsi sebagai komoditas ekspor unggulan. Dewasa
ini rajungan ukuran kecil (berat ± 1,8 gram/ekor) telah menjadi jenis makanan baru
yang banyak di minati oleh orang Jepang sebagai camilan ketika minum sake. Hal ini
menjadi peluang baru dalam usaha budidaya rajungan. Namun peluang ini, belum
diikuti dengan teknologi untuk memproduksi baby crab rajungan tersebut dalam skala
massal. Salah satu kendala dalam pengembangan teknologi pemeliharaan baby crab
rajungan adalah rendahnya tingkat kelangsungan hidup.            Berdasarkan data
pemeliharaan di bak tanpa pemberian substrat, tingkat kelangsungan hidup Crab 10
hingga Crab 30 hanya sebesar 30% dengan kepadatan 10 ekor/m2 (Ruliaty, 2005).
         Rajungan dikenal sebagai hewan omnivora yang cenderung bermusuhan dan
memangsa organisme sejenis. Variasi ukuran (besar-kecil), kondisi molting, atau
keterbatasan suplai pakan akan merangsang terjadinya kanibalisme, yang pada
akhirnya meningkatkan mortalitas. Pakan merupakan komponen utama yang
dibutuhkan oleh rajungan untuk menjaga kelangsungan hidup dan pertumbuhannya.
Kelengkapan nutrisi dalam pakan mutlak diperlukan untuk menjaga agar
pertumbuhan rajungan dapat berlangsung secara normal. Kebutuhan nutrisi yang
meliputi protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral untuk pertumbuhan ikan
berbeda menurut jenis dan ukurannya (Nur dan Zaenal, 2004).
        Perekayasaan produksi massal baby crab rajungan relatif masih baru,
teknologi yang dihasilkan berupa kajian perekayasaan yang masih terus
dikembangkan. Di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau, Jepara kajian
teknologi produksi baby crab rajungan terus dilakukan sampai sekarang. Tingkat
kelulushidupan yang dihasilkan diharapkan akan terus mengalami kenaikan dengan
perbaikan pada teknik pemeliharaan yang dilakukan.
        Perekayasaan pada produksi baby crab rajungan, saat ini dibatasi pada
pemeliharaan di hapa dan bak terkendali dengan harapan dapat memberdayakan bak
serta tambak idle, ke depan tidak menutup kemungkinan bahwa produksi baby crab
akan dilakukan di tambak pembesaran. Sehingga produksi baby crab akan menjadi
alternatif usaha lain yang menguntungkan, selain pembenihan dan pembesaran
rajungan.


2. Tujuan
        Makalah ini bertujuan untuk memperkenalkan dan memberikan pemahaman
serta pengetahuan teknis dan ekonomis bagi masyarakat mengenai alternatif usaha
yaitu produksi baby crab rajungan.
II. BAHAN DAN METODE

1. Bahan dan Alat
       Adapan bahan yang dipergunakan pada pemeliharaan baby crab rajungan
adalah sebagai berikut:
    Benih rajungan Crab 5
    Ikan Rucah
    Pasir laut
    Air laut

Untuk peralatan yang dipergunakan antara lain:
    Bak semen ukuran 3 x 7 x 1 m
    Hapa net (mesh size 1 x 1 mm) berukuran 2 x 2 m
    Tali rafia yang dibuat menyerupai rumput laut (artificial sea weed)
    Mesin giling
    Gunting dan pisau
    Peralatan pengukuran parameter kualitas air


2.     Metode
       Untuk mendapatkan teknik serta kondisi biologis pada produksi baby crab
rajungan sehingga menjadi informasi dalam pelaksanaan kajian pemeliharaan,
dilakukan beberapa kajian pendahuluan antara lain:
       1.  Pengamatan terhadap laju moulting harian pada Crab 5 – 20.
       2.  Pengaruh frekuensi pemberian pakan segar terhadap sintasan benih C-5
           hingga C-30 (baby crab).
       3. Pengamatan terhadap sintasan benih hingga C-19 dengan kepadatan tinggi
           pada bak dan hapa tanpa substrat dan shelter.
       4. Pengaruh jenis substrat terhadap sintasan dan pertumbuhan benih rajungan
           C-5 hingga C-30

        Kemudian dilakukan kajian pemeliharaan benih rajungan dari Crab 5 hingga
mencapai ukuran baby crab (ukuran berat 1,5 – 1,8 gram) dengan 2 perlakuan
kepadatan yaitu 250 ekor/m2 dan 500 ekor/m2. Pemeliharaan dilakukan di hapa dan
bak. Benih Crab 5 yang dipakai merupakan hasil dari pembenihan rajungan BBPBAP
Jepara, dengan berat rata-rata 0,005 gram/ekor (5 mg/ekor). Pemeliharaan baik di
hapa maupun di bak dilakukan dengan 3x ulangan waktu.
        Untuk pemeliharaan di bak dilakukan pada bak yang berukuran 3 x 7 x 1 m,
dengan dasar bak diberi substrat pasir setebal 5 cm dan pemberian shelter dari tali
rafia yang dibuat menyerupai rumput laut (artificial sea weed), ketinggian air pada
bak pemeliharaan sebesar 40 – 60 cm. Pemeliharaan di hapa, menggunakan hapa yang
berukuran 2 x 2 m, dengan pemberian shelter artificial sea weed, hapa dipasang pada
tambak tandon KPRI Budidaya Mina tanpa persiapan khusus seperti pada tambak
pembesaran udang maupun rajungan.
        Pemberian pakan segar berupa ikan rucah diberikan 2x sehari (pagi dan sore
hari) sebanyak 200 – 300 gr/1000 Crab/hari (>200% berat biomass). Pada 10 hari
pertama pemeliharaan ikan rucah yang diberikan dihaluskan dengan cara digiling
menggunakan mesin giling dan pada pemeliharaan selanjutnya ikan rucah yang
diberikan dipotong kecil-kecil menggunakan gunting. Penggantian air sebesar 100%
pada pemeliharaan baby crab di bak dilakukan 2 hari sekali dengan sistem air
mengalir.
        Sampling terhadap berat benih dilakukan seminggu setelah pemeliharaan
(C-12) dan dari data berat tersebut dilakukan konversi untuk menghitung kebutuhan
pakan. Sedangkan sampling total terhadap kelulushidupan dan berat baby crab
dilakukan setelah umur pemeliharaan 14 hari (C-19) dengan harapan ukuran berat
baby crab telah didapatkan (berat 1,5 – 1,8 gr/ekor) dan juga dapat menghasilkan
kelulushidupan >50% yang akan berpengaruh terhadap produksi nantinya. Selain itu
juga dilakukan pengukuran parameter kualitas air serta identifikasi dan penghitungan
plankton yang ditemukan pada tambak tandon yang dipergunakan. Hasil akhir berupa
baby crab rajungan yang dipelihara di hapa maupun pada bak, selanjutnya dilakukan
analisa proximat dan test organoleptik (uji kesukaan).



                        III.    HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Produksi Baby Crab Rajungan di Hapa dan Bak Terkendali

         Dari kajian pendahuluan yang dilakukan didapatkan bahwa :
1.   Benih rajungan C-5 hingga C-10 akan moulting 1 – 2 hari setiap ekornya dengan
     periode waktu moulting yang tidak sama antara satu dengan yang lainnya
     sehingga memicu terjadinya pemangsaan sesama jenisnya. Hal inilah yang
     menyebabkan kehilangan yang besar pada fase tersebut.
2.   Terjadi penambahan berat dan lebar karapas sebesar 35% dari ukuran awal setiap
     kali moulting, dengan periode moulting yang lebih sering terjadi pada malam hari
     (50% lebih sering dibandingkan pada siang hari).
3.   Selain itu juga didapatkan bahwa frekuensi pemberian pakan tidak memberikan
     pengaruh terhadap kelulushidupan benih pada C-5 hingga C-30, dimana
     pemberian pakan yang dilakukan 3x akan memberikan sintasan yang lebih baik
     dibandingkan pemberian pakan 2x.
4.   Jenis substrat tidak memberikan pengaruh terhadap sintasan namun memberikan
     pengaruh terhadap pertumbuhan benih. Jenis substrat dengan kandungan
     persentase pasir yang lebih tinggi akan menunjang kehidupan dan pertumbuhan
     benih lebih baik karena substrat pasir memiliki sirkulasi air dan udara yang baik
     sehingga air dan udara bergerak melalui ruang pori-pori pada substrat pasir jadi
     penyediaan air dan oksigen dapat berjalan dengan baik (Hakim et al., 1986).
5.   Pemberian substrat pasir dan shelter mutlak diperlukan pada pemeliharaan benih
     rajungan untuk mengurangi kehilangan akibat kanibalisme. Tanpa pemberian
     substrat pasir sintasan benih yang dihasilkan pada C-19 dengan kepadatan 250
     ekor/m2 dan 500 ekor/m2 hanya sebesar 13,8 % dan 10,3 %.
6.   Pemberian pakan ikan rucah sebanyak 50 – 100 gram/1000 Crab/hari tidak
     mampu meningkatkan sintasan benih hingga 50 % pada pemeliharaan benih di
     hapa.     Sehingga perlu peningkatan jumlah pakan yang diberikan pada
     pemeliharaan selanjutnya.

       Berdasarkan hasil yang didapatkan pada kajian pendahuluan tersebut,
kemudiannya dilakukan pemeliharaan benih rajungan pada Crab-5 hingga mencapai
ukuran baby crab seperti yang sudah dijabarkan pada metode. Frekuensi pemberian
pakan sebanyak 2x pada pagi dan sore hari didasarkan pada efisiensi waktu, ke depan
tidak menutup kemungkinan frekuensi pemberian pakan dilakukan sebanyak 3x
dengan pemberian pagi, sore dan malam hari untuk lebih dapat meningkatkan nilai
sintasan benih hingga menjadi baby crab.
        Dari kajian pemeliharaan benih rajungan dari C-5 hingga C-19 (2 minggu
pemeliharaan) dengan 3x ulangan waktu didapatkan bahwa tidak ada pengaruh (tidak
berbeda nyata) antara kepadatan 250 ekor/m2 dan 500 ekor/m2 pada pemeliharaan
benih di bak maupun di hapa hingga C-19 terhadap kelulushidupan benih.
Kelulushidupan benih tertinggi dihasilkan pada pemeliharaan dengan kepadatan 250
ekor/m2, dimana pada hapa sebesar 55,5 % ± 3,1 dan pada bak sebesar 55,0 ± 0,2.
Kemudian pada kepadatan 500 ekor/m2 didapatkan kelulushidupan                   pada
pemeliharaan di hapa sebesar 37,7% ± 2,0 dan di bak sebesar 40,0 ± 0,3 (Grafik 1).


                                   70.0
        Kelulushidupan pada C-19




                                   60.0      55.5         55.0

                                   50.0
                                                                                37.7         40.0
                                   40.0                                                             Hapa
                                   30.0                                                             Bak
                                   20.0
                                   10.0
                                    0.0
                                                    250                                500
                                                           Kepadatan (ekor/m2)


                                   Gambar 1. Grafik Kelulushidupan benih pada C-19 (2 minggu
                                             pemeliharaan).

         Berat yang didapatkan pada C-19 sebesar 0,14 gram ± 0,05 pada
pemeliharaan di hapa dan berat 0,28 gram ± 0,10 (lihat Tabel 1) pada pemeliharaan
di bak belum layak untuk dikatakan sebagai baby crab sehingga pemeliharaan di
lanjutkan lagi selama seminggu.

       Tabel 1. Rata-rata Berat Benih Rajungan (gram)

                  Umur                                           Berat (gram)
                Pemeliharaa
                    n                              Hapa                      Bak
                   C-5                         0.005 ± 0.001             0.005 ± 0.001
                  C - 12                       0.022 ± 0.005             0.029 ± 0.006
                  C - 19                       0.143 ± 0.027             0.282 ± 0.052
                  C - 29                       1.700 ± 0.250             1.650 ± 0.247


       Pada umur pemeliharaan hingga C – 29 (3 minggu pemeliharaan), didapatkan
bahwa pemeliharaan dengan kepadatan 250 ekor/m2 maupun kepadatan 500 ekor/m2
memberikan pengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap kelulushidupan benih.
Kelulushidupan yang lebih baik dihasilkan pada kepadatan 250 ekor/m2 baik pada
pemeliharaan di hapa sebesar 22,3% ± 0,5 dan di bak sebesar 30,3% ± 0,3.
Sedangkan pada kepadatan 500 ekor/m2 didapatkan kelulushidupan benih hingga C –
29 pada pemeliharaan di hapa sebesar 16,3 ± 0,9 dan di bak sebesar 20,8% ± 0,7.
(Grafik 2).


                                     35.0
          Kelulushidupan pada C-29

                                                         30.3
                                     30.0                                              26.8
                                     25.0   22.3
                                     20.0                                 16.3                Hapa
                                     15.0                                                     Bak
                                     10.0
                                      5.0
                                      0.0
                                                   250                           500
                                                          Kepadatan (ekor/m2)



                  Gambar 2. Grafik Kelulushidupan Benih hingga C – 29 (3 minggu
                            pemeliharaan.

        Pemeliharaan baby crab hingga C – 29 memberikan nilai kelulushidupan yang
lebih tinggi baik pada kepadatan 250 ekor/m2 maupun pada kepadatan 500 ekor/m2
bila dibandingkan dengan pemeliharaan yang dilakukan di hapa. Berat ideal untuk
bisa dipanen sebagai baby crab dapat dicapai pada umur pemeliharaan C – 29 (3
minggu pemeliharaan) dengan berat rata-rata sebesar 1,70 gram pada pemeliharaan di
hapa dan berat rata-rata sebesar 1,65 gram pada pemeliharaan di bak (lihat Tabel 1).
        Terjadi kehilangan sebesar 58% pada pemeliharaan di hapa dari umur C – 19
hingga C – 29, sedangkan pada pemeliharaan di bak terjadi kehilangan sebesar 39%.
Besarnya nilai kehilangan benih selama seminggu pemeliharaan diduga diakibatkan
karena kanibalisme antar sesamanya, dimana dari kajian pendahuluan diketahui
bahwa moulting pada Crab 5 – Crab 30 terjadi hampir setiap hari sehingga
meningkatkan kanibalisme. Selain itu, di duga tidak tersedianya pakan pada malam
hari yang frekuensi moulting sering terjadi turut memberi pengaruh terjadinya
kehilangan benih yang besar.
         Rajungan merupakan hewan omnivora yang cenderung memangsa sejenis.
Variasi ukuran, kondisi molting atau keterbatasan suplai pakan akan merangsang
terjadinya kanibalisme yang akhirnya akan meningkatkan mortalitas. Menurut
Marshal et al. (2005), kanibalisme tinggi terjadi pada saat rajungan mencapai stadia
crab, dimana salah satu penyebabnya adalah proses molting yang merupakan siklus
biologi pada hewan krustacea. Molting selalu menyebabkan kondisi tubuh lemah dan
lunak dan pada saat kondisi ini merangsang individu lain untuk memangsanya. Untuk
mengatasi kanibalisme dapat menggunakan shelter atau pelindung sebagai tempat
untuk berlindung pada saat kondisi lemah, juga dapat memperluas permukaan media
hidup sehingga peluang bertemu antar individu dapat diperkecil. Dengan demikian
peluang saling kontak fisik yang dapat berakibat terjadinya kanibalisme dapat
dikurangi. Selain shelter, pemberian pakan yang cukup dan optimal diharapkan dapat
mengurangi tingkat kanibalisme meskipun tidak menjamin sepenuhnya. Pakan yang
diberikan dapat berupa pakan segar seperti ikan rucah, tetapi masalah yang terjadi
adalah pemanfaatan pakan yang tidak sama antar individu sehingga ukuran pada umur
yang sama menjadi tidak sama.


B. Analisa Proximat
        Hasil analisa proximat terhadap hasil akhir berupa baby crab menunjukkan
bahwa nilai protein yang lebih tinggi pada pemeliharaan baby crab yang dilakukan di
hapa sebesar 27,53% dibandingkan baby crab yang dipelihara di bak sebesar 20,47%
(Tabel 2). Lebih tingginya kandungan protein baby crab yang dipelihara di hapa
tambak di duga karena lebih bervariasinya plankton yang ditemukan serta udang kecil
(jambret) dan ikan-ikan kecil yang masuk ke dalam hapa sebagai pakan tambahan
bagi baby crab yang dipelihara. Dari hasil identifikasi plankton yang ditemukan di
dapatkan jenis plankton dari klas Chlorophyceae (jenis Chlorella sp) mendominasi
pada perairan tambak tersebut dan plankton dari klas Baccillariaceae (9 jenis), Ciliata
(1 jenis) dan Dinoflagellata (1 jenis).

                Tabel 2. Hasil analisa Proximat

                                       Hasil Analisis
           Asal      Kadar      Kadar   Protein Lem           Serat    BETN
           Baby      Air (%)   Abu (%)   (%)        ak        (%)       (%)
           Crab                                    (%)

          Hapa        15.73      29.62      27.53     2.58    3.39      21.15


          Bak         14.97      28.73      20.47     2.57     2.9      30.36



C. Tes Organoleptik (Uji Kesukaan)
        Dari hasil penyebaran formulir uji kesukaan terhadap sampel baby crab yang
telah di olah sehingga siap dimakan (snack baby crab) didapatkan bahwa tidak ada
perbedaan antara baby crab yang dipelihara di hapa maupun yang dipelihara di bak
terhadap rasa, aroma, warna, tekstur maupun penampakannya.
         Sebagian besar responden (35% - 50%) memberi nilai 5 (suka) terhadap
parameter rasa, aroma, warna dan tekstur serta penampakan dari snack baby crab yang
disajikan. Dimana skor penilaian menunjukkan angka (1) sangat tidak suka, (2) tidak
suka, (3) agak tidak suka, (4) agak suka, (5) suka, (6) sangat suka dan (7) amat sangat
suka (Gambar 3 – Gambar 7).
35.0
                                                                                                                                                    50.0
                 30.0
                                                                                                                                                    40.0
                 25.0




                                                                                                                                   Persentase (%)
                                                                                                                                                    30.0                                                                 Bak
                 20.0                                                                                       Bak
Persentase (%)




                                                                                                                                                    20.0                                                                 Hapa
                 15.0                                                                                       Hapa
                 10.0
                                                                                                                                                    10.0
                        5.0                                                                                                                          0.0
                        0.0                                                                                                                                    1       2       3       4        5       6        7
                                    1       2          3                    4         5       6     7                                                              Nilai kesukaan terhadap Aroma
                                                    Nilai Kesukaan terhadap Rasa




Gambar 3. Grafik nilai kesukaan terhadap Gambar 4. Grafik nilai kesukaan terhadap
          rasa                                     aroma


                                                                                                                                            50.0
                         40.0
                                                                                                                                            40.0
                         30.0
       Persentase (%)




                                                                                                             Bak
                                                                                                                           Persentase (%)




                                                                                                                                            30.0                                                                                Bak
                         20.0
                                                                                                             Hapa                           20.0                                                                                Hapa
                         10.0
                                                                                                                                            10.0
                              0.0
                                        1       2              3                4         5   6     7                                           0.0
                                                                                                                                                           1       2           3           4        5        6       7
                                                Nilai kesukaan terhadap Warna
                                                                                                                                                                           Nilai kesukaan terhadap Tekstur




Gambar                                      5.          Grafik nilai kesukaan Gambar 6. Grafik nilai kesukaan terhadap
                                                       terhadap warna                    tekstur


                                                                            40.0
                                                           Persentase (%)




                                                                            30.0
                                                                                                                                                                                           Bak
                                                                            20.0
                                                                                                                                                                                           Hapa
                                                                            10.0
                                                                                0.0
                                                                                              1         2          3   4                     5             6           7
                                                                                                  Nilai Kesukaan terhadap Penampakan


                                                       Gambar 7. Grafik nilai kesukaan terhadap penampakan


D. Biaya Produksi
          Dari penghitungan terhadap komponen pakan (ikan rucah) dan biaya benih
pada crab 5, didapatkan bahwa biaya produksi untuk menghasilkan sebanyak 1 kg
baby crab di bak dengan kepadatan 250 ekor/m2 memberikan biaya yang paling
murah dibandingkan yang lainnya (Tabel 3). Dimana biaya pembelian benih crab 5 di
hitung sebesar @Rp.50,- dan pakan ikan rucah Rp.5.000/kg sedangkan berat akhir
baby crab sebesar 1,8 gram/ekor.
     Tabel 3. Biaya produksi baby crab di hapa dan bak.

     Kepadatan      SR                                       Biaya      Biaya
                                         2                          2
       Awal        akhir    Produksi/m         Total      produksi/m produksi/kg
     (ekor/m2)      (%)       (gram)         pakan (kg)      (Rp)       (Rp)
     Hapa
        250        22,3       100,35            1,2         18.000     184.355
        500        16,3       146,70            2,4         37.000     252.215
     Bak
        250        30,3       136,35            1,2         18.500     135.680
        500        26,0       234,00            2,4         37.000     158.120




                          IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
           Dari kajian produksi baby crab yang dilakukan dapat disimpulkan
beberapa hal:
   1. Hingga umur pemeliharaan 14 hari (C-19) belum didapatkan berat baby crab
       yang diharapkan (< 0,5 gr) sehingga pemeliharaan ditambah menjadi 24 hari
       (C-29).
   2. Sampai umur pemeliharaan 14 hari (C-19) tidak ada perbedaan kelulushidupan
       pada pemeliharaan di hapa maupun di bak dengan kepadatan 250 ekor/m2 atau
       pun kepadatan 500 ekor/m2. Namun, pada umur pemeliharaan hingga 24 hari
       (C-29) terdapat perbedaan sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai kelulushidupan
       pemeliharaan baby crab di bak dan di hapa baik dengan kepadatan 250 ekor/
       m2 maupun dengan kepadatan 500 ekor/m2.
   3. Nilai kelulushidupan yang lebih baik dihasilkan pada pemeliharaan di bak
       sebesar 30,3% pada kepadatan 250 ekor/m2 dan 26,8% pada kepadatan 500
       ekor/m2.
   4. Dari hasil analisa proximat, baby crab yang dipelihara pada hapa mengandung
       protein yang lebih tinggi sebesar 27,5% dibandingkan baby crab yang
       dipelihara di bak sebesar 20,5%.
   5. Sedangkan dari tes organoleptik yang dilakukan, tidak ada perbedaan antara
       baby crab yang dipelihara di hapa maupun di bak terhadap rasa, warna, aroma
       maupun tekstur.
   6. Biaya produksi baby crab di bak dengan kepadatan 250 ekor/m2 sebesar Rp.
       135.000/kg merupakan yang termurah dibandingkan yang lainnya.



B. Saran
       Perlu dilakukan kajian lebih mendalam dengan menambah frekuensi
pemberian pakan hingga 3x sehari sehingga diharapkan dapat meningkatkan nilai
kelulushidupan benih hingga menjadi baby crab. Peningkatan kelulushidupan pada
produksi baby crab hingga >50% dapat mengurangi biaya produksi perkg baby crab
yang dihasilkan. Hal ini, kedepannya akan menjadikan produksi baby crab sebagai
alternatif usaha baru yang lebih menguntungkan bagi masyarakat.
Ucapan Terima Kasih
        Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kapada rekan-rekan
di tim rajungan (Sdr. Nur Hamid, Rudi Prastowo dan Jasmo) atas kerjasama yang
solid selama ini di dalam pengembangan teknologi rajungan di produksi pembenihan
maupun di produksi baby crab. Serta kepada Sdr.Agus Basyar yang membantu di
dalam pengemasan produk akhir (snack baby crab).




Daftar Pustaka
Hakim, N.Yusuf, Lubis, Sutopo, Amin,D. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Badan
     Penerbit Universitas Lampung. 448 hal.
Marshall, S., Kevin.W, Brian P. and David. M. 2005. Cannibalism in Juvenile Blue
       Swimmer Crabs Portunus pelagicus: effect of body size, moult stage and refug
       availability. Applied Animal Behaviour Science No.90 (2005) 65 – 82.
Nur, Abidin dan Z.Arifin. 2004. Nutrisi dan Formulasi Pakan Ikan. Departemen
     Kelautan dan Perikanan. BBPBAP Jepara. Hal 2 – 40.
Ruliaty, L., M. Mardjono dan R. Prastowo 2005. Pertumbuhan dan Sintasan Juvenile
     Rajungan pada Bak Terkendali. Prosiding Pertemuan Lintas UPT Payau dan
     Laut di Makasar tgl 2 – 5 Juli 2005. Dirjen Perikanan Budidaya DKP.
Susanto, Bambang, I.Setyadi, Heyanti dan A.Hanafi, 2005. Pedoman teknis Teknologi
     Perbenihan Rajungan (Portunus pelagicus). Pusat Riset Perikanan Budidaya.
     Jakarta. Hal. 2-17.

More Related Content

What's hot

Laporan Praktikum Mie Basah
Laporan Praktikum Mie BasahLaporan Praktikum Mie Basah
Laporan Praktikum Mie BasahErnalia Rosita
 
Tugas presentasi PEMBUATAN TEMPE
Tugas presentasi PEMBUATAN TEMPETugas presentasi PEMBUATAN TEMPE
Tugas presentasi PEMBUATAN TEMPESari Faturrohmah
 
Teks Ulasan Buku Akademik
Teks Ulasan Buku Akademik Teks Ulasan Buku Akademik
Teks Ulasan Buku Akademik arifyusuf13
 
Laporan Praktikum Klimatologi Acara 3 Shinta Rebecca Naibaho
Laporan Praktikum Klimatologi Acara 3 Shinta Rebecca NaibahoLaporan Praktikum Klimatologi Acara 3 Shinta Rebecca Naibaho
Laporan Praktikum Klimatologi Acara 3 Shinta Rebecca NaibahoShinta R Naibaho
 
Teks ulasan buku non akademik
Teks ulasan buku non akademikTeks ulasan buku non akademik
Teks ulasan buku non akademikvaradhilla
 
PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN
PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN
PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN Muhammad Eko
 
Evaluasi Penyuluhan pertanian.pdf
Evaluasi Penyuluhan pertanian.pdfEvaluasi Penyuluhan pertanian.pdf
Evaluasi Penyuluhan pertanian.pdfMariniMna
 
03 program kerja program studi farmasi
03 program kerja program studi farmasi03 program kerja program studi farmasi
03 program kerja program studi farmasiEtik Kurniawati
 
Ilmu Ukur Kayu
Ilmu Ukur Kayu Ilmu Ukur Kayu
Ilmu Ukur Kayu lombkTBK
 
Materi Injeksi untuk Perawat
Materi Injeksi untuk PerawatMateri Injeksi untuk Perawat
Materi Injeksi untuk Perawatarymita
 
Ppinteraksi tumbuhan dengan mikroba (bakteri)
Ppinteraksi tumbuhan dengan mikroba (bakteri)Ppinteraksi tumbuhan dengan mikroba (bakteri)
Ppinteraksi tumbuhan dengan mikroba (bakteri)Robin Ginting
 
Integritas Ipteks
Integritas Ipteks Integritas Ipteks
Integritas Ipteks Muh Saleh
 
Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)
Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)
Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)Emma Femi
 

What's hot (20)

Laporan Praktikum Mie Basah
Laporan Praktikum Mie BasahLaporan Praktikum Mie Basah
Laporan Praktikum Mie Basah
 
Tugas presentasi PEMBUATAN TEMPE
Tugas presentasi PEMBUATAN TEMPETugas presentasi PEMBUATAN TEMPE
Tugas presentasi PEMBUATAN TEMPE
 
Proposal ubi jalar
Proposal ubi jalarProposal ubi jalar
Proposal ubi jalar
 
Teks Ulasan Buku Akademik
Teks Ulasan Buku Akademik Teks Ulasan Buku Akademik
Teks Ulasan Buku Akademik
 
Laporan Praktikum Klimatologi Acara 3 Shinta Rebecca Naibaho
Laporan Praktikum Klimatologi Acara 3 Shinta Rebecca NaibahoLaporan Praktikum Klimatologi Acara 3 Shinta Rebecca Naibaho
Laporan Praktikum Klimatologi Acara 3 Shinta Rebecca Naibaho
 
Teks ulasan buku non akademik
Teks ulasan buku non akademikTeks ulasan buku non akademik
Teks ulasan buku non akademik
 
PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN
PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN
PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN
 
Evaluasi Penyuluhan pertanian.pdf
Evaluasi Penyuluhan pertanian.pdfEvaluasi Penyuluhan pertanian.pdf
Evaluasi Penyuluhan pertanian.pdf
 
03 program kerja program studi farmasi
03 program kerja program studi farmasi03 program kerja program studi farmasi
03 program kerja program studi farmasi
 
Ilmu Ukur Kayu
Ilmu Ukur Kayu Ilmu Ukur Kayu
Ilmu Ukur Kayu
 
Menu makanan 10 hari
Menu makanan 10 hariMenu makanan 10 hari
Menu makanan 10 hari
 
Materi Injeksi untuk Perawat
Materi Injeksi untuk PerawatMateri Injeksi untuk Perawat
Materi Injeksi untuk Perawat
 
Ppinteraksi tumbuhan dengan mikroba (bakteri)
Ppinteraksi tumbuhan dengan mikroba (bakteri)Ppinteraksi tumbuhan dengan mikroba (bakteri)
Ppinteraksi tumbuhan dengan mikroba (bakteri)
 
Soal bhs indonesia
Soal bhs indonesiaSoal bhs indonesia
Soal bhs indonesia
 
Proposal singkong
Proposal singkongProposal singkong
Proposal singkong
 
Rptp kajian kedelai lahan kering masam
Rptp kajian kedelai lahan kering masamRptp kajian kedelai lahan kering masam
Rptp kajian kedelai lahan kering masam
 
Integritas Ipteks
Integritas Ipteks Integritas Ipteks
Integritas Ipteks
 
ketahanan pangan
ketahanan panganketahanan pangan
ketahanan pangan
 
Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)
Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)
Sistem Pertanian Terpadu (Integrasi Tanaman - Ternak)
 
Naskah pidato
Naskah pidatoNaskah pidato
Naskah pidato
 

Similar to PRODUKSI BABY CRAB RAJUNGAN DI HAPA DAN BAK TERKENDALI

Produksi baby crab rajungan dengan sistem modular
Produksi baby crab rajungan dengan sistem modularProduksi baby crab rajungan dengan sistem modular
Produksi baby crab rajungan dengan sistem modularlisa ruliaty 631971
 
PENAMPILAN REPRODUKSI DAN KUALITAS LARVA RAJUNGAN DENGAN PEMBERIAN BIOMASS A...
PENAMPILAN REPRODUKSI DAN KUALITAS LARVA  RAJUNGAN DENGAN PEMBERIAN BIOMASS A...PENAMPILAN REPRODUKSI DAN KUALITAS LARVA  RAJUNGAN DENGAN PEMBERIAN BIOMASS A...
PENAMPILAN REPRODUKSI DAN KUALITAS LARVA RAJUNGAN DENGAN PEMBERIAN BIOMASS A...lisa ruliaty 631971
 
Tugas paper
Tugas paperTugas paper
Tugas paperHafdalia
 
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya laut
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya lautBab iibalai besar pengembangan dan budi daya laut
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya lautRohman Efendi
 
Potensi Perikanan Berdasarkan "Concern Organisme" di Segara Anakan, Cilacap (...
Potensi Perikanan Berdasarkan "Concern Organisme" di Segara Anakan, Cilacap (...Potensi Perikanan Berdasarkan "Concern Organisme" di Segara Anakan, Cilacap (...
Potensi Perikanan Berdasarkan "Concern Organisme" di Segara Anakan, Cilacap (...Oto Prasadi
 
Produksi Udang Sayur Untuk Memberdayakan Backyard Hatchery
Produksi Udang Sayur  Untuk Memberdayakan Backyard HatcheryProduksi Udang Sayur  Untuk Memberdayakan Backyard Hatchery
Produksi Udang Sayur Untuk Memberdayakan Backyard Hatcherylisa ruliaty 631971
 
Jojo subagja semah domestikasi
Jojo subagja semah domestikasiJojo subagja semah domestikasi
Jojo subagja semah domestikasiJojo Subagja
 
laporan prakerin pembenihan rajungan
 laporan prakerin pembenihan rajungan laporan prakerin pembenihan rajungan
laporan prakerin pembenihan rajunganAbd Taj Khalwatiyah
 
Presentasi BRIN_Pengalaman aplikasi teknologi budidaya ikan di daerah (1).pptx
Presentasi BRIN_Pengalaman aplikasi teknologi budidaya ikan di daerah (1).pptxPresentasi BRIN_Pengalaman aplikasi teknologi budidaya ikan di daerah (1).pptx
Presentasi BRIN_Pengalaman aplikasi teknologi budidaya ikan di daerah (1).pptxArisIrawan6
 
Komposisi telur dan larva ikan pelagis pada perairan terumbu karang kawasan b...
Komposisi telur dan larva ikan pelagis pada perairan terumbu karang kawasan b...Komposisi telur dan larva ikan pelagis pada perairan terumbu karang kawasan b...
Komposisi telur dan larva ikan pelagis pada perairan terumbu karang kawasan b...Mujiyanto -
 
BACKYARD HATCHERY RAJUNGAN; SUATU ALTERNATIF USAHA BUDIDAYA
BACKYARD HATCHERY RAJUNGAN;  SUATU ALTERNATIF USAHA BUDIDAYABACKYARD HATCHERY RAJUNGAN;  SUATU ALTERNATIF USAHA BUDIDAYA
BACKYARD HATCHERY RAJUNGAN; SUATU ALTERNATIF USAHA BUDIDAYAlisa ruliaty 631971
 
Pendederan bak terpal
Pendederan bak terpalPendederan bak terpal
Pendederan bak terpalSawargi Ppmkp
 
PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP GELONDONGAN IKAN KANCRA (Labeobarbus douro...
PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP GELONDONGAN IKAN KANCRA (Labeobarbus douro...PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP GELONDONGAN IKAN KANCRA (Labeobarbus douro...
PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP GELONDONGAN IKAN KANCRA (Labeobarbus douro...Repository Ipb
 
Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)
Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)
Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)CRABERS
 
Buduidaya ikan nila & mujair
Buduidaya ikan nila & mujairBuduidaya ikan nila & mujair
Buduidaya ikan nila & mujairSyara Hanjaya
 
Presentasi teknik-teknik pembenihan tilapia
Presentasi teknik-teknik pembenihan tilapiaPresentasi teknik-teknik pembenihan tilapia
Presentasi teknik-teknik pembenihan tilapiaIbnu Sahidhir
 

Similar to PRODUKSI BABY CRAB RAJUNGAN DI HAPA DAN BAK TERKENDALI (20)

Produksi baby crab rajungan dengan sistem modular
Produksi baby crab rajungan dengan sistem modularProduksi baby crab rajungan dengan sistem modular
Produksi baby crab rajungan dengan sistem modular
 
PENAMPILAN REPRODUKSI DAN KUALITAS LARVA RAJUNGAN DENGAN PEMBERIAN BIOMASS A...
PENAMPILAN REPRODUKSI DAN KUALITAS LARVA  RAJUNGAN DENGAN PEMBERIAN BIOMASS A...PENAMPILAN REPRODUKSI DAN KUALITAS LARVA  RAJUNGAN DENGAN PEMBERIAN BIOMASS A...
PENAMPILAN REPRODUKSI DAN KUALITAS LARVA RAJUNGAN DENGAN PEMBERIAN BIOMASS A...
 
Tugas paper
Tugas paperTugas paper
Tugas paper
 
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya laut
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya lautBab iibalai besar pengembangan dan budi daya laut
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya laut
 
Potensi Perikanan Berdasarkan "Concern Organisme" di Segara Anakan, Cilacap (...
Potensi Perikanan Berdasarkan "Concern Organisme" di Segara Anakan, Cilacap (...Potensi Perikanan Berdasarkan "Concern Organisme" di Segara Anakan, Cilacap (...
Potensi Perikanan Berdasarkan "Concern Organisme" di Segara Anakan, Cilacap (...
 
Produksi Udang Sayur Untuk Memberdayakan Backyard Hatchery
Produksi Udang Sayur  Untuk Memberdayakan Backyard HatcheryProduksi Udang Sayur  Untuk Memberdayakan Backyard Hatchery
Produksi Udang Sayur Untuk Memberdayakan Backyard Hatchery
 
Jojo subagja semah domestikasi
Jojo subagja semah domestikasiJojo subagja semah domestikasi
Jojo subagja semah domestikasi
 
laporan prakerin pembenihan rajungan
 laporan prakerin pembenihan rajungan laporan prakerin pembenihan rajungan
laporan prakerin pembenihan rajungan
 
Budidaya lele sangkuriang
Budidaya lele sangkuriangBudidaya lele sangkuriang
Budidaya lele sangkuriang
 
Presentasi BRIN_Pengalaman aplikasi teknologi budidaya ikan di daerah (1).pptx
Presentasi BRIN_Pengalaman aplikasi teknologi budidaya ikan di daerah (1).pptxPresentasi BRIN_Pengalaman aplikasi teknologi budidaya ikan di daerah (1).pptx
Presentasi BRIN_Pengalaman aplikasi teknologi budidaya ikan di daerah (1).pptx
 
Contoh proposal
Contoh proposalContoh proposal
Contoh proposal
 
Komposisi telur dan larva ikan pelagis pada perairan terumbu karang kawasan b...
Komposisi telur dan larva ikan pelagis pada perairan terumbu karang kawasan b...Komposisi telur dan larva ikan pelagis pada perairan terumbu karang kawasan b...
Komposisi telur dan larva ikan pelagis pada perairan terumbu karang kawasan b...
 
BACKYARD HATCHERY RAJUNGAN; SUATU ALTERNATIF USAHA BUDIDAYA
BACKYARD HATCHERY RAJUNGAN;  SUATU ALTERNATIF USAHA BUDIDAYABACKYARD HATCHERY RAJUNGAN;  SUATU ALTERNATIF USAHA BUDIDAYA
BACKYARD HATCHERY RAJUNGAN; SUATU ALTERNATIF USAHA BUDIDAYA
 
Pendederan bak terpal
Pendederan bak terpalPendederan bak terpal
Pendederan bak terpal
 
PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP GELONDONGAN IKAN KANCRA (Labeobarbus douro...
PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP GELONDONGAN IKAN KANCRA (Labeobarbus douro...PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP GELONDONGAN IKAN KANCRA (Labeobarbus douro...
PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP GELONDONGAN IKAN KANCRA (Labeobarbus douro...
 
Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)
Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)
Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)
 
Proposal budidaya lele kabupaten muna (pure)
Proposal budidaya lele kabupaten muna (pure)Proposal budidaya lele kabupaten muna (pure)
Proposal budidaya lele kabupaten muna (pure)
 
Buduidaya ikan nila & mujair
Buduidaya ikan nila & mujairBuduidaya ikan nila & mujair
Buduidaya ikan nila & mujair
 
Artikel rumput laut
Artikel rumput lautArtikel rumput laut
Artikel rumput laut
 
Presentasi teknik-teknik pembenihan tilapia
Presentasi teknik-teknik pembenihan tilapiaPresentasi teknik-teknik pembenihan tilapia
Presentasi teknik-teknik pembenihan tilapia
 

More from lisa ruliaty 631971

Production of Baby Swimmer Crab Production in The Pond
Production of Baby Swimmer Crab Production in The Pond Production of Baby Swimmer Crab Production in The Pond
Production of Baby Swimmer Crab Production in The Pond lisa ruliaty 631971
 
swimmer crab culture in the pond
swimmer crab culture in the pondswimmer crab culture in the pond
swimmer crab culture in the pondlisa ruliaty 631971
 
Komposisi plankton kulonprogo.2016
Komposisi plankton kulonprogo.2016Komposisi plankton kulonprogo.2016
Komposisi plankton kulonprogo.2016lisa ruliaty 631971
 
Pengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio dha
Pengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio dhaPengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio dha
Pengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio dhalisa ruliaty 631971
 
Metode scoring pada seleksi benih udang windu
Metode scoring pada seleksi benih udang winduMetode scoring pada seleksi benih udang windu
Metode scoring pada seleksi benih udang windulisa ruliaty 631971
 
Evaluasi hasil kel.benih bandeng.2013
Evaluasi hasil kel.benih bandeng.2013Evaluasi hasil kel.benih bandeng.2013
Evaluasi hasil kel.benih bandeng.2013lisa ruliaty 631971
 
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadapPengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadaplisa ruliaty 631971
 
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadapPengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadaplisa ruliaty 631971
 
APLIKASI PENYUNTIKAN HORMON SEROTONIN (5-HT) TERHADAP PEMATANGAN GONAD INDU...
APLIKASI PENYUNTIKAN HORMON  SEROTONIN (5-HT) TERHADAP  PEMATANGAN GONAD INDU...APLIKASI PENYUNTIKAN HORMON  SEROTONIN (5-HT) TERHADAP  PEMATANGAN GONAD INDU...
APLIKASI PENYUNTIKAN HORMON SEROTONIN (5-HT) TERHADAP PEMATANGAN GONAD INDU...lisa ruliaty 631971
 
PERBANDINGAN MUTU INDUK RAJUNGAN MATANG TELUR ALAM DENGAN INDUK ABLASI ASAL...
PERBANDINGAN  MUTU INDUK RAJUNGAN MATANG TELUR  ALAM DENGAN INDUK ABLASI ASAL...PERBANDINGAN  MUTU INDUK RAJUNGAN MATANG TELUR  ALAM DENGAN INDUK ABLASI ASAL...
PERBANDINGAN MUTU INDUK RAJUNGAN MATANG TELUR ALAM DENGAN INDUK ABLASI ASAL...lisa ruliaty 631971
 
MASKULINISASI BENIH RAJUNGAN DENGAN PERENDAMAN HORMON 17 α- METILTESTOSTERO...
MASKULINISASI  BENIH RAJUNGAN DENGAN PERENDAMAN  HORMON 17 α- METILTESTOSTERO...MASKULINISASI  BENIH RAJUNGAN DENGAN PERENDAMAN  HORMON 17 α- METILTESTOSTERO...
MASKULINISASI BENIH RAJUNGAN DENGAN PERENDAMAN HORMON 17 α- METILTESTOSTERO...lisa ruliaty 631971
 

More from lisa ruliaty 631971 (20)

Production of Baby Swimmer Crab Production in The Pond
Production of Baby Swimmer Crab Production in The Pond Production of Baby Swimmer Crab Production in The Pond
Production of Baby Swimmer Crab Production in The Pond
 
swimmer crab culture in the pond
swimmer crab culture in the pondswimmer crab culture in the pond
swimmer crab culture in the pond
 
Komposisi plankton kulonprogo.2016
Komposisi plankton kulonprogo.2016Komposisi plankton kulonprogo.2016
Komposisi plankton kulonprogo.2016
 
Pengaruh taurin
Pengaruh taurinPengaruh taurin
Pengaruh taurin
 
Pengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio dha
Pengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio dhaPengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio dha
Pengaruh penambahan asam lemak pada pakan terhadap rasio dha
 
Metode scoring pada seleksi benih udang windu
Metode scoring pada seleksi benih udang winduMetode scoring pada seleksi benih udang windu
Metode scoring pada seleksi benih udang windu
 
Evaluasi hasil kel.benih bandeng.2013
Evaluasi hasil kel.benih bandeng.2013Evaluasi hasil kel.benih bandeng.2013
Evaluasi hasil kel.benih bandeng.2013
 
Ovaprime pada induk bandeng
Ovaprime pada induk bandengOvaprime pada induk bandeng
Ovaprime pada induk bandeng
 
Abstract.pengangkutan
Abstract.pengangkutanAbstract.pengangkutan
Abstract.pengangkutan
 
Abstract.bandeng bak dalam
Abstract.bandeng bak dalamAbstract.bandeng bak dalam
Abstract.bandeng bak dalam
 
7. teknologi biofloc
7. teknologi biofloc7. teknologi biofloc
7. teknologi biofloc
 
Progres keg.bandeng.bbpbap jpr
Progres keg.bandeng.bbpbap jprProgres keg.bandeng.bbpbap jpr
Progres keg.bandeng.bbpbap jpr
 
Abstrak.bandeng biofloc.2012
Abstrak.bandeng biofloc.2012Abstrak.bandeng biofloc.2012
Abstrak.bandeng biofloc.2012
 
Biofloc bandeng.indo aqua 2012
Biofloc bandeng.indo aqua 2012Biofloc bandeng.indo aqua 2012
Biofloc bandeng.indo aqua 2012
 
Ikan hias clownfish
Ikan hias clownfishIkan hias clownfish
Ikan hias clownfish
 
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadapPengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
 
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadapPengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
Pengaruh pemberian artemia dewasa terhadap
 
APLIKASI PENYUNTIKAN HORMON SEROTONIN (5-HT) TERHADAP PEMATANGAN GONAD INDU...
APLIKASI PENYUNTIKAN HORMON  SEROTONIN (5-HT) TERHADAP  PEMATANGAN GONAD INDU...APLIKASI PENYUNTIKAN HORMON  SEROTONIN (5-HT) TERHADAP  PEMATANGAN GONAD INDU...
APLIKASI PENYUNTIKAN HORMON SEROTONIN (5-HT) TERHADAP PEMATANGAN GONAD INDU...
 
PERBANDINGAN MUTU INDUK RAJUNGAN MATANG TELUR ALAM DENGAN INDUK ABLASI ASAL...
PERBANDINGAN  MUTU INDUK RAJUNGAN MATANG TELUR  ALAM DENGAN INDUK ABLASI ASAL...PERBANDINGAN  MUTU INDUK RAJUNGAN MATANG TELUR  ALAM DENGAN INDUK ABLASI ASAL...
PERBANDINGAN MUTU INDUK RAJUNGAN MATANG TELUR ALAM DENGAN INDUK ABLASI ASAL...
 
MASKULINISASI BENIH RAJUNGAN DENGAN PERENDAMAN HORMON 17 α- METILTESTOSTERO...
MASKULINISASI  BENIH RAJUNGAN DENGAN PERENDAMAN  HORMON 17 α- METILTESTOSTERO...MASKULINISASI  BENIH RAJUNGAN DENGAN PERENDAMAN  HORMON 17 α- METILTESTOSTERO...
MASKULINISASI BENIH RAJUNGAN DENGAN PERENDAMAN HORMON 17 α- METILTESTOSTERO...
 

PRODUKSI BABY CRAB RAJUNGAN DI HAPA DAN BAK TERKENDALI

  • 1. PRODUKSI BABY CRAB RAJUNGAN DI HAPA DAN BAK TERKENDALI1 Oleh: Lisa Ruliaty Maskur Mardjono Ujang Komarudin DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA BALAI BESAR PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR PAYAU JEPARA 2007 PRODUKSI BABY CRAB RAJUNGAN DI HAPA 1 Makalah dipersentasikan pada Pertemuan Indo Aqua 2007, tanggal 30 Juli – 2 Agustus 2007 di Hotel Inna Grand Bali Beach, Sanur – Bali.
  • 2. DAN BAK TERKENDALI Oleh: Lisa Ruliaty, Maskur Mardjono dan Ujang Komarudin ABSTRAK Kajian perekayasaan untuk menghasilkan teknologi produksi baby crab rajungan di hapa dan bak terkendali telah dilakukan. Pada kajian ini, pemeliharaan benih Crab 5 hingga menghasilkan ukuran berat 1,5 – 1,8 gram (ukuran baby crab) dilakukan dengan 2 perlakuan kepadatan yaitu 250 ekor/m2 dan 500 ekor/m2. Pemeliharaan baby crab di bak dengan memberi substrat pasir setebal ± 5 cm dan shelter berupa tali rafia yang dibuat menyerupai rumput laut (artificial sea weed), sedangkan pemeliharaan di hapa dengan pemberian shelter artificial sea weed. Pemberian pakan ikan rucah sebesar 200 – 300 gram/ 1000 ekor crab/hari (> 200% berat biomass). Dari kajian didapatkan, hingga umur pemeliharaan 14 hari (C-19) belum didapatkan berat baby crab yang diharapkan (< 0,5 gr) sehingga pemeliharaan ditambah menjadi 24 hari (C-29). Hingga umur pemeliharaan 14 hari (C-19) tidak ada perbedaan kelulushidupan pada pemeliharaan di hapa maupun di bak dengan kepadatan 250 ekor/m2 atau pun kepadatan 500 ekor/m2. Terdapat perbedaan sangat nyata (P<0,01) pada umur pemeliharaan hingga 24 hari (C-29) terhadap nilai kelulushidupan pemeliharaan baby crab di bak dan di hapa baik dengan kepadatan 250 ekor/m2 maupun dengan kepadatan 500 ekor/m2. Nilai kelulushidupan yang lebih baik dihasilkan pada pemeliharaan di bak sebesar 30,3% pada kepadatan 250 ekor/m 2 dan 26,8% pada kepadatan 500 ekor/m2. Dari hasil analisa proximat, baby crab yang dipelihara pada hapa mengandung protein yang lebih tinggi sebesar 27,5% dibandingkan baby crab yang dipelihara di bak sebesar 20,5%. Sedangkan dari tes organoleptik yang dilakukan, tidak ada perbedaan antara baby crab yang dipelihara di hapa maupun di bak terhadap rasa, warna, aroma maupun tekstur. Biaya produksi baby crab di bak dengan kepadatan 250 ekor/m 2 sebesar Rp. 135.000/kg merupakan yang termurah dibandingkan yang lainnya. Kata Kunci : Baby crab rajungan, hapa, bak terkendali. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Rajungan (Portunus pelagicus Linn) termasuk dalam klas Krustase, famili Portunidae, penyebarannya meliputi perairan Indo-Pasifik. Rajungan banyak ditemukan pada daerah dengan kondisi perairan yang sama seperti Kepiting Bakau (Scylla serrata). Rajungan dikenal dengan nama blue swimming crab atau Kepiting Pasir dan merupakan hasil samping dari tambak tradisional pasang surut di Asia (Cowan, 1992 dalam Susanto et al., 2005). Rajungan merupakan komoditas perikanan yang banyak diminati, memiliki nilai ekonomis tinggi dan mulai dikembangkan pembudidayaannya. Rajungan telah banyak diekspor di berbagai negara dalam bentuk rajungan segar maupun olahan, dimana rajungan segar banyak diminta oleh negara Singapura dan dalam bentuk beku ke negara Jepang dan Amerika. Informasi dari Dinas Perikanan dan Kelautan, Jawa
  • 3. Tengah bahwa rajungan pada tahun 2003 masih mendominasi nilai ekspor hasil perikanan. Sampai Juni 2003 nilai ekspornya sekitar 7,4 juta dolar AS. Komoditas rajungan merupakan komoditas ekspor urutan ketiga dalam arti jumlah, setelah udang dan ikan. Sampai saat ini seluruh kebutuhan ekspor rajungan masih mengandalkan hasil tangkapan dari laut, sehingga akan mempengaruhi populasi di alam (Susanto et al., 2005). Selain rajungan ukuran konsumsi sebagai komoditas ekspor unggulan. Dewasa ini rajungan ukuran kecil (berat ± 1,8 gram/ekor) telah menjadi jenis makanan baru yang banyak di minati oleh orang Jepang sebagai camilan ketika minum sake. Hal ini menjadi peluang baru dalam usaha budidaya rajungan. Namun peluang ini, belum diikuti dengan teknologi untuk memproduksi baby crab rajungan tersebut dalam skala massal. Salah satu kendala dalam pengembangan teknologi pemeliharaan baby crab rajungan adalah rendahnya tingkat kelangsungan hidup. Berdasarkan data pemeliharaan di bak tanpa pemberian substrat, tingkat kelangsungan hidup Crab 10 hingga Crab 30 hanya sebesar 30% dengan kepadatan 10 ekor/m2 (Ruliaty, 2005). Rajungan dikenal sebagai hewan omnivora yang cenderung bermusuhan dan memangsa organisme sejenis. Variasi ukuran (besar-kecil), kondisi molting, atau keterbatasan suplai pakan akan merangsang terjadinya kanibalisme, yang pada akhirnya meningkatkan mortalitas. Pakan merupakan komponen utama yang dibutuhkan oleh rajungan untuk menjaga kelangsungan hidup dan pertumbuhannya. Kelengkapan nutrisi dalam pakan mutlak diperlukan untuk menjaga agar pertumbuhan rajungan dapat berlangsung secara normal. Kebutuhan nutrisi yang meliputi protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral untuk pertumbuhan ikan berbeda menurut jenis dan ukurannya (Nur dan Zaenal, 2004). Perekayasaan produksi massal baby crab rajungan relatif masih baru, teknologi yang dihasilkan berupa kajian perekayasaan yang masih terus dikembangkan. Di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau, Jepara kajian teknologi produksi baby crab rajungan terus dilakukan sampai sekarang. Tingkat kelulushidupan yang dihasilkan diharapkan akan terus mengalami kenaikan dengan perbaikan pada teknik pemeliharaan yang dilakukan. Perekayasaan pada produksi baby crab rajungan, saat ini dibatasi pada pemeliharaan di hapa dan bak terkendali dengan harapan dapat memberdayakan bak serta tambak idle, ke depan tidak menutup kemungkinan bahwa produksi baby crab akan dilakukan di tambak pembesaran. Sehingga produksi baby crab akan menjadi alternatif usaha lain yang menguntungkan, selain pembenihan dan pembesaran rajungan. 2. Tujuan Makalah ini bertujuan untuk memperkenalkan dan memberikan pemahaman serta pengetahuan teknis dan ekonomis bagi masyarakat mengenai alternatif usaha yaitu produksi baby crab rajungan.
  • 4. II. BAHAN DAN METODE 1. Bahan dan Alat Adapan bahan yang dipergunakan pada pemeliharaan baby crab rajungan adalah sebagai berikut:  Benih rajungan Crab 5  Ikan Rucah  Pasir laut  Air laut Untuk peralatan yang dipergunakan antara lain:  Bak semen ukuran 3 x 7 x 1 m  Hapa net (mesh size 1 x 1 mm) berukuran 2 x 2 m  Tali rafia yang dibuat menyerupai rumput laut (artificial sea weed)  Mesin giling  Gunting dan pisau  Peralatan pengukuran parameter kualitas air 2. Metode Untuk mendapatkan teknik serta kondisi biologis pada produksi baby crab rajungan sehingga menjadi informasi dalam pelaksanaan kajian pemeliharaan, dilakukan beberapa kajian pendahuluan antara lain: 1. Pengamatan terhadap laju moulting harian pada Crab 5 – 20. 2. Pengaruh frekuensi pemberian pakan segar terhadap sintasan benih C-5 hingga C-30 (baby crab). 3. Pengamatan terhadap sintasan benih hingga C-19 dengan kepadatan tinggi pada bak dan hapa tanpa substrat dan shelter. 4. Pengaruh jenis substrat terhadap sintasan dan pertumbuhan benih rajungan C-5 hingga C-30 Kemudian dilakukan kajian pemeliharaan benih rajungan dari Crab 5 hingga mencapai ukuran baby crab (ukuran berat 1,5 – 1,8 gram) dengan 2 perlakuan kepadatan yaitu 250 ekor/m2 dan 500 ekor/m2. Pemeliharaan dilakukan di hapa dan bak. Benih Crab 5 yang dipakai merupakan hasil dari pembenihan rajungan BBPBAP Jepara, dengan berat rata-rata 0,005 gram/ekor (5 mg/ekor). Pemeliharaan baik di hapa maupun di bak dilakukan dengan 3x ulangan waktu. Untuk pemeliharaan di bak dilakukan pada bak yang berukuran 3 x 7 x 1 m, dengan dasar bak diberi substrat pasir setebal 5 cm dan pemberian shelter dari tali rafia yang dibuat menyerupai rumput laut (artificial sea weed), ketinggian air pada bak pemeliharaan sebesar 40 – 60 cm. Pemeliharaan di hapa, menggunakan hapa yang berukuran 2 x 2 m, dengan pemberian shelter artificial sea weed, hapa dipasang pada tambak tandon KPRI Budidaya Mina tanpa persiapan khusus seperti pada tambak pembesaran udang maupun rajungan. Pemberian pakan segar berupa ikan rucah diberikan 2x sehari (pagi dan sore hari) sebanyak 200 – 300 gr/1000 Crab/hari (>200% berat biomass). Pada 10 hari pertama pemeliharaan ikan rucah yang diberikan dihaluskan dengan cara digiling menggunakan mesin giling dan pada pemeliharaan selanjutnya ikan rucah yang diberikan dipotong kecil-kecil menggunakan gunting. Penggantian air sebesar 100%
  • 5. pada pemeliharaan baby crab di bak dilakukan 2 hari sekali dengan sistem air mengalir. Sampling terhadap berat benih dilakukan seminggu setelah pemeliharaan (C-12) dan dari data berat tersebut dilakukan konversi untuk menghitung kebutuhan pakan. Sedangkan sampling total terhadap kelulushidupan dan berat baby crab dilakukan setelah umur pemeliharaan 14 hari (C-19) dengan harapan ukuran berat baby crab telah didapatkan (berat 1,5 – 1,8 gr/ekor) dan juga dapat menghasilkan kelulushidupan >50% yang akan berpengaruh terhadap produksi nantinya. Selain itu juga dilakukan pengukuran parameter kualitas air serta identifikasi dan penghitungan plankton yang ditemukan pada tambak tandon yang dipergunakan. Hasil akhir berupa baby crab rajungan yang dipelihara di hapa maupun pada bak, selanjutnya dilakukan analisa proximat dan test organoleptik (uji kesukaan). III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Produksi Baby Crab Rajungan di Hapa dan Bak Terkendali Dari kajian pendahuluan yang dilakukan didapatkan bahwa : 1. Benih rajungan C-5 hingga C-10 akan moulting 1 – 2 hari setiap ekornya dengan periode waktu moulting yang tidak sama antara satu dengan yang lainnya sehingga memicu terjadinya pemangsaan sesama jenisnya. Hal inilah yang menyebabkan kehilangan yang besar pada fase tersebut. 2. Terjadi penambahan berat dan lebar karapas sebesar 35% dari ukuran awal setiap kali moulting, dengan periode moulting yang lebih sering terjadi pada malam hari (50% lebih sering dibandingkan pada siang hari). 3. Selain itu juga didapatkan bahwa frekuensi pemberian pakan tidak memberikan pengaruh terhadap kelulushidupan benih pada C-5 hingga C-30, dimana pemberian pakan yang dilakukan 3x akan memberikan sintasan yang lebih baik dibandingkan pemberian pakan 2x. 4. Jenis substrat tidak memberikan pengaruh terhadap sintasan namun memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan benih. Jenis substrat dengan kandungan persentase pasir yang lebih tinggi akan menunjang kehidupan dan pertumbuhan benih lebih baik karena substrat pasir memiliki sirkulasi air dan udara yang baik sehingga air dan udara bergerak melalui ruang pori-pori pada substrat pasir jadi penyediaan air dan oksigen dapat berjalan dengan baik (Hakim et al., 1986). 5. Pemberian substrat pasir dan shelter mutlak diperlukan pada pemeliharaan benih rajungan untuk mengurangi kehilangan akibat kanibalisme. Tanpa pemberian substrat pasir sintasan benih yang dihasilkan pada C-19 dengan kepadatan 250 ekor/m2 dan 500 ekor/m2 hanya sebesar 13,8 % dan 10,3 %. 6. Pemberian pakan ikan rucah sebanyak 50 – 100 gram/1000 Crab/hari tidak mampu meningkatkan sintasan benih hingga 50 % pada pemeliharaan benih di hapa. Sehingga perlu peningkatan jumlah pakan yang diberikan pada pemeliharaan selanjutnya. Berdasarkan hasil yang didapatkan pada kajian pendahuluan tersebut, kemudiannya dilakukan pemeliharaan benih rajungan pada Crab-5 hingga mencapai ukuran baby crab seperti yang sudah dijabarkan pada metode. Frekuensi pemberian
  • 6. pakan sebanyak 2x pada pagi dan sore hari didasarkan pada efisiensi waktu, ke depan tidak menutup kemungkinan frekuensi pemberian pakan dilakukan sebanyak 3x dengan pemberian pagi, sore dan malam hari untuk lebih dapat meningkatkan nilai sintasan benih hingga menjadi baby crab. Dari kajian pemeliharaan benih rajungan dari C-5 hingga C-19 (2 minggu pemeliharaan) dengan 3x ulangan waktu didapatkan bahwa tidak ada pengaruh (tidak berbeda nyata) antara kepadatan 250 ekor/m2 dan 500 ekor/m2 pada pemeliharaan benih di bak maupun di hapa hingga C-19 terhadap kelulushidupan benih. Kelulushidupan benih tertinggi dihasilkan pada pemeliharaan dengan kepadatan 250 ekor/m2, dimana pada hapa sebesar 55,5 % ± 3,1 dan pada bak sebesar 55,0 ± 0,2. Kemudian pada kepadatan 500 ekor/m2 didapatkan kelulushidupan pada pemeliharaan di hapa sebesar 37,7% ± 2,0 dan di bak sebesar 40,0 ± 0,3 (Grafik 1). 70.0 Kelulushidupan pada C-19 60.0 55.5 55.0 50.0 37.7 40.0 40.0 Hapa 30.0 Bak 20.0 10.0 0.0 250 500 Kepadatan (ekor/m2) Gambar 1. Grafik Kelulushidupan benih pada C-19 (2 minggu pemeliharaan). Berat yang didapatkan pada C-19 sebesar 0,14 gram ± 0,05 pada pemeliharaan di hapa dan berat 0,28 gram ± 0,10 (lihat Tabel 1) pada pemeliharaan di bak belum layak untuk dikatakan sebagai baby crab sehingga pemeliharaan di lanjutkan lagi selama seminggu. Tabel 1. Rata-rata Berat Benih Rajungan (gram) Umur Berat (gram) Pemeliharaa n Hapa Bak C-5 0.005 ± 0.001 0.005 ± 0.001 C - 12 0.022 ± 0.005 0.029 ± 0.006 C - 19 0.143 ± 0.027 0.282 ± 0.052 C - 29 1.700 ± 0.250 1.650 ± 0.247 Pada umur pemeliharaan hingga C – 29 (3 minggu pemeliharaan), didapatkan bahwa pemeliharaan dengan kepadatan 250 ekor/m2 maupun kepadatan 500 ekor/m2 memberikan pengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap kelulushidupan benih. Kelulushidupan yang lebih baik dihasilkan pada kepadatan 250 ekor/m2 baik pada
  • 7. pemeliharaan di hapa sebesar 22,3% ± 0,5 dan di bak sebesar 30,3% ± 0,3. Sedangkan pada kepadatan 500 ekor/m2 didapatkan kelulushidupan benih hingga C – 29 pada pemeliharaan di hapa sebesar 16,3 ± 0,9 dan di bak sebesar 20,8% ± 0,7. (Grafik 2). 35.0 Kelulushidupan pada C-29 30.3 30.0 26.8 25.0 22.3 20.0 16.3 Hapa 15.0 Bak 10.0 5.0 0.0 250 500 Kepadatan (ekor/m2) Gambar 2. Grafik Kelulushidupan Benih hingga C – 29 (3 minggu pemeliharaan. Pemeliharaan baby crab hingga C – 29 memberikan nilai kelulushidupan yang lebih tinggi baik pada kepadatan 250 ekor/m2 maupun pada kepadatan 500 ekor/m2 bila dibandingkan dengan pemeliharaan yang dilakukan di hapa. Berat ideal untuk bisa dipanen sebagai baby crab dapat dicapai pada umur pemeliharaan C – 29 (3 minggu pemeliharaan) dengan berat rata-rata sebesar 1,70 gram pada pemeliharaan di hapa dan berat rata-rata sebesar 1,65 gram pada pemeliharaan di bak (lihat Tabel 1). Terjadi kehilangan sebesar 58% pada pemeliharaan di hapa dari umur C – 19 hingga C – 29, sedangkan pada pemeliharaan di bak terjadi kehilangan sebesar 39%. Besarnya nilai kehilangan benih selama seminggu pemeliharaan diduga diakibatkan karena kanibalisme antar sesamanya, dimana dari kajian pendahuluan diketahui bahwa moulting pada Crab 5 – Crab 30 terjadi hampir setiap hari sehingga meningkatkan kanibalisme. Selain itu, di duga tidak tersedianya pakan pada malam hari yang frekuensi moulting sering terjadi turut memberi pengaruh terjadinya kehilangan benih yang besar. Rajungan merupakan hewan omnivora yang cenderung memangsa sejenis. Variasi ukuran, kondisi molting atau keterbatasan suplai pakan akan merangsang terjadinya kanibalisme yang akhirnya akan meningkatkan mortalitas. Menurut Marshal et al. (2005), kanibalisme tinggi terjadi pada saat rajungan mencapai stadia crab, dimana salah satu penyebabnya adalah proses molting yang merupakan siklus biologi pada hewan krustacea. Molting selalu menyebabkan kondisi tubuh lemah dan lunak dan pada saat kondisi ini merangsang individu lain untuk memangsanya. Untuk mengatasi kanibalisme dapat menggunakan shelter atau pelindung sebagai tempat untuk berlindung pada saat kondisi lemah, juga dapat memperluas permukaan media hidup sehingga peluang bertemu antar individu dapat diperkecil. Dengan demikian peluang saling kontak fisik yang dapat berakibat terjadinya kanibalisme dapat dikurangi. Selain shelter, pemberian pakan yang cukup dan optimal diharapkan dapat mengurangi tingkat kanibalisme meskipun tidak menjamin sepenuhnya. Pakan yang
  • 8. diberikan dapat berupa pakan segar seperti ikan rucah, tetapi masalah yang terjadi adalah pemanfaatan pakan yang tidak sama antar individu sehingga ukuran pada umur yang sama menjadi tidak sama. B. Analisa Proximat Hasil analisa proximat terhadap hasil akhir berupa baby crab menunjukkan bahwa nilai protein yang lebih tinggi pada pemeliharaan baby crab yang dilakukan di hapa sebesar 27,53% dibandingkan baby crab yang dipelihara di bak sebesar 20,47% (Tabel 2). Lebih tingginya kandungan protein baby crab yang dipelihara di hapa tambak di duga karena lebih bervariasinya plankton yang ditemukan serta udang kecil (jambret) dan ikan-ikan kecil yang masuk ke dalam hapa sebagai pakan tambahan bagi baby crab yang dipelihara. Dari hasil identifikasi plankton yang ditemukan di dapatkan jenis plankton dari klas Chlorophyceae (jenis Chlorella sp) mendominasi pada perairan tambak tersebut dan plankton dari klas Baccillariaceae (9 jenis), Ciliata (1 jenis) dan Dinoflagellata (1 jenis). Tabel 2. Hasil analisa Proximat Hasil Analisis Asal Kadar Kadar Protein Lem Serat BETN Baby Air (%) Abu (%) (%) ak (%) (%) Crab (%) Hapa 15.73 29.62 27.53 2.58 3.39 21.15 Bak 14.97 28.73 20.47 2.57 2.9 30.36 C. Tes Organoleptik (Uji Kesukaan) Dari hasil penyebaran formulir uji kesukaan terhadap sampel baby crab yang telah di olah sehingga siap dimakan (snack baby crab) didapatkan bahwa tidak ada perbedaan antara baby crab yang dipelihara di hapa maupun yang dipelihara di bak terhadap rasa, aroma, warna, tekstur maupun penampakannya. Sebagian besar responden (35% - 50%) memberi nilai 5 (suka) terhadap parameter rasa, aroma, warna dan tekstur serta penampakan dari snack baby crab yang disajikan. Dimana skor penilaian menunjukkan angka (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak tidak suka, (4) agak suka, (5) suka, (6) sangat suka dan (7) amat sangat suka (Gambar 3 – Gambar 7).
  • 9. 35.0 50.0 30.0 40.0 25.0 Persentase (%) 30.0 Bak 20.0 Bak Persentase (%) 20.0 Hapa 15.0 Hapa 10.0 10.0 5.0 0.0 0.0 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 Nilai kesukaan terhadap Aroma Nilai Kesukaan terhadap Rasa Gambar 3. Grafik nilai kesukaan terhadap Gambar 4. Grafik nilai kesukaan terhadap rasa aroma 50.0 40.0 40.0 30.0 Persentase (%) Bak Persentase (%) 30.0 Bak 20.0 Hapa 20.0 Hapa 10.0 10.0 0.0 1 2 3 4 5 6 7 0.0 1 2 3 4 5 6 7 Nilai kesukaan terhadap Warna Nilai kesukaan terhadap Tekstur Gambar 5. Grafik nilai kesukaan Gambar 6. Grafik nilai kesukaan terhadap terhadap warna tekstur 40.0 Persentase (%) 30.0 Bak 20.0 Hapa 10.0 0.0 1 2 3 4 5 6 7 Nilai Kesukaan terhadap Penampakan Gambar 7. Grafik nilai kesukaan terhadap penampakan D. Biaya Produksi Dari penghitungan terhadap komponen pakan (ikan rucah) dan biaya benih pada crab 5, didapatkan bahwa biaya produksi untuk menghasilkan sebanyak 1 kg baby crab di bak dengan kepadatan 250 ekor/m2 memberikan biaya yang paling murah dibandingkan yang lainnya (Tabel 3). Dimana biaya pembelian benih crab 5 di
  • 10. hitung sebesar @Rp.50,- dan pakan ikan rucah Rp.5.000/kg sedangkan berat akhir baby crab sebesar 1,8 gram/ekor. Tabel 3. Biaya produksi baby crab di hapa dan bak. Kepadatan SR Biaya Biaya 2 2 Awal akhir Produksi/m Total produksi/m produksi/kg (ekor/m2) (%) (gram) pakan (kg) (Rp) (Rp) Hapa 250 22,3 100,35 1,2 18.000 184.355 500 16,3 146,70 2,4 37.000 252.215 Bak 250 30,3 136,35 1,2 18.500 135.680 500 26,0 234,00 2,4 37.000 158.120 IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari kajian produksi baby crab yang dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal: 1. Hingga umur pemeliharaan 14 hari (C-19) belum didapatkan berat baby crab yang diharapkan (< 0,5 gr) sehingga pemeliharaan ditambah menjadi 24 hari (C-29). 2. Sampai umur pemeliharaan 14 hari (C-19) tidak ada perbedaan kelulushidupan pada pemeliharaan di hapa maupun di bak dengan kepadatan 250 ekor/m2 atau pun kepadatan 500 ekor/m2. Namun, pada umur pemeliharaan hingga 24 hari (C-29) terdapat perbedaan sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai kelulushidupan pemeliharaan baby crab di bak dan di hapa baik dengan kepadatan 250 ekor/ m2 maupun dengan kepadatan 500 ekor/m2. 3. Nilai kelulushidupan yang lebih baik dihasilkan pada pemeliharaan di bak sebesar 30,3% pada kepadatan 250 ekor/m2 dan 26,8% pada kepadatan 500 ekor/m2. 4. Dari hasil analisa proximat, baby crab yang dipelihara pada hapa mengandung protein yang lebih tinggi sebesar 27,5% dibandingkan baby crab yang dipelihara di bak sebesar 20,5%. 5. Sedangkan dari tes organoleptik yang dilakukan, tidak ada perbedaan antara baby crab yang dipelihara di hapa maupun di bak terhadap rasa, warna, aroma maupun tekstur. 6. Biaya produksi baby crab di bak dengan kepadatan 250 ekor/m2 sebesar Rp. 135.000/kg merupakan yang termurah dibandingkan yang lainnya. B. Saran Perlu dilakukan kajian lebih mendalam dengan menambah frekuensi pemberian pakan hingga 3x sehari sehingga diharapkan dapat meningkatkan nilai kelulushidupan benih hingga menjadi baby crab. Peningkatan kelulushidupan pada produksi baby crab hingga >50% dapat mengurangi biaya produksi perkg baby crab
  • 11. yang dihasilkan. Hal ini, kedepannya akan menjadikan produksi baby crab sebagai alternatif usaha baru yang lebih menguntungkan bagi masyarakat. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kapada rekan-rekan di tim rajungan (Sdr. Nur Hamid, Rudi Prastowo dan Jasmo) atas kerjasama yang solid selama ini di dalam pengembangan teknologi rajungan di produksi pembenihan maupun di produksi baby crab. Serta kepada Sdr.Agus Basyar yang membantu di dalam pengemasan produk akhir (snack baby crab). Daftar Pustaka Hakim, N.Yusuf, Lubis, Sutopo, Amin,D. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Badan Penerbit Universitas Lampung. 448 hal. Marshall, S., Kevin.W, Brian P. and David. M. 2005. Cannibalism in Juvenile Blue Swimmer Crabs Portunus pelagicus: effect of body size, moult stage and refug availability. Applied Animal Behaviour Science No.90 (2005) 65 – 82. Nur, Abidin dan Z.Arifin. 2004. Nutrisi dan Formulasi Pakan Ikan. Departemen Kelautan dan Perikanan. BBPBAP Jepara. Hal 2 – 40. Ruliaty, L., M. Mardjono dan R. Prastowo 2005. Pertumbuhan dan Sintasan Juvenile Rajungan pada Bak Terkendali. Prosiding Pertemuan Lintas UPT Payau dan Laut di Makasar tgl 2 – 5 Juli 2005. Dirjen Perikanan Budidaya DKP. Susanto, Bambang, I.Setyadi, Heyanti dan A.Hanafi, 2005. Pedoman teknis Teknologi Perbenihan Rajungan (Portunus pelagicus). Pusat Riset Perikanan Budidaya. Jakarta. Hal. 2-17.