1. Makalah
ISLAM DAN GENDER
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Terstruktur Dalam
Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
Endang Lastri
.
Dosen Pembimbing
Dr. Ghazali, M.Ag
JURUSAN TARBIYAH PROG RAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SJECH M.JAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI
BAB I
2. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Isu gender dalam persepektif Islam merupakan isu yang menarik
dibicarakan di kalangan akademisi, karena banyak hal yang dapat kita gali dan
kita pelajari untuk lebih mengetahui nilai-nilai serta kandungan di balik isu yang
berkembang tersebut lewat kacamata Al-Qur’anul Karim dan hadits Nabi
Muhammad SAW.
Islam tidak membedakan antara hak dan kewajiban yang ada pada
anatomi manusia, hak dan kewajiban itu selalu sama di mata Islam bagi kedua
anatomi yang berbeda tersebut. Islam mengedepankan konsep keadilan bagi
siapun dan untuk siapapun tanpa melihat jenis kelamin mereka. Islam adalah
agama yang telah membebaskan belenggu tirani perbudakan, persamaan hak dan
tidak pernah mengedapankan dan menonjolkan salah satu komunitas anatomi
saja. Islam hadir sebagai agama yang menyebarkan kasih sayang bagi siapa saja.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang di maksud dengan Islam ?
2. Apa yang dimaksud dengan gender ?
3. Bagaimana gender dalam perspektif Islam ?
4. Apa prinsip dasar gender dalam Islam ?
3. BAB II
ISLAM DAN GENDER
A. Islam
Islam adalah agama yang berasal dari Allah SWT yang di turunkan
melalui utusannya, yakni Nabi Muhammad SAW. Ajaran-ajaran Islam tertuang
di dalam Aquran dan hadist berupa petunjuk, perintah, larangan demi kebaikan
umat manusia.
Menurut bahasa Islam berasal dari kata Aslama (menyerah), sullamun
(tangga), dan salima (selamat). Jadi Islam adalah jalan untuk mencapai ridha
Allah dan keselarasan diri sepenuhnya kepada kemauan Allah SWT1
.
Menurut istilah, Islam adalah suatu agama yang berasal dari Allah. Kata
Islam tidak tidak mempuinyai hubungan dengan orang tertentu dari golongan
manusia atau dari suatu negeri. Kata Islam adalah nama yang diberikan Tuhan
sendiri.2
B. Pengertian Gender
Secara umum, pengertian gender adalah perbedaan yang tampak antara
laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Sejauh ini
persoalan Gender lebih didominasi oleh perspektif perempuan, sementara dari
perspektif pria sendiri belum begitu banyak dibahas. Dominannya perspektif
perempuan sering mengakibatkan jalan buntu dalam mencari solusi yang
1
Ahmad Dimiati Badruzzaman, Panduang Kuliah Agama Islam, (Bandung: Sinar Baru, 2004)
2
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998)
4. diharapkan, karena akhirnya berujung pada persoalan yang bersumber dari kaum
laki-laki. Ada beberapa fenomena yang sering kali muncul pada persoalan
Gender.
Kata Gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin.
Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki
dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies
Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya
membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan
karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam
masyarakat3
.
Dalam buku Sex and Gender yang ditulis oleh Hilary M. Lips
mengartikan Gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan
perempuan4
. Misalnya; perempuan dikenal dengan lemah lembut, cantik,
emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan
perkasa. Ciri-ciri dari sifat itu merupakan sifat yang dapat dipertukarkan,
misalnya ada laki-laki yang lemah lembut, ada perempuan yang kuat, rasional
dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke
waktu dan dari tempat ke tempat yang lain.
Epistimologi penelitian Gender secara garis besar bertitik tolak pada
paradigma feminisme yang mengikuti dua teori yaitu; fungsionalisme struktural
dan konflik. Aliran fungsionalisme struktural tersebut berangkat dari asumsi
bahwa suatu masyarakat terdiri atas berbagai bagian yang saling mempengaruhi.
3
Muhamad Haitsam Al-Kayyah, Problema Muslimah di Era Medern, {Jakarta, Erlangga, 2007)
4
Muhamad Haitsam Al-Kayyah, Problema Muslimah di Era Medern, {Jakarta, Erlangga, 2007
5. Teori tersebut mencari unsur-unsur mendasar yang berpengaruh di dalam
masyarakat.
C. Gender dalam Perspektif Islam
Gender, merupakan istilah yang baru dalam Islam, karena sesungguhnya
gender sendiri merupakan suatu istilah yang muncul di barat pada sekitar ± tahun
1980. digunakan pertama kali pada sekelompok ilmuan wanita yang juga
membahas tentang peran wanita saat itu. Islam sendiri tidak mengenal istilah
gender, karena dalam Islam tidak membedakan kedudukan seseorang
berdasarkan jenis kelamin dan tidak ada bias gender dalam Islam. Islam
mendudukkan laki-laki dan perempuan dalam posisi yang sama dan kemuliaan
yang sama. Contoh konkretnya adalah islam Tidak membedakan laki-laki dan
wanita dalam hal tingkatan takwa, dan surga juga tidak dikhususkan untuk laki-
laki saja. Tetapi untuk laki-laki dan perempuan yang bertakwa dan beramal
sholih5
.
Islam adalah sistem kehidupan yang mengantarkan manusia untuk
memahami realitas kehidupan. Islam juga merupakan tatanan global yang
diturunkan Allah sebagai Rahmatan Lil-’alamin. Sehingga sebuah konsekuensi
logis, bila penciptaan Allah atas makhluk-Nya laki-laki dan perempuan, memiliki
missi sebagai khalifatullah fil ardh, yang memiliki kewajiban untuk
menyelamatkan dan memakmurkan alam, sampai pada suatu kesadaran akan
tujuan menyelamatkan peradaban kemanusiaan.
5
Imam Rachman, Islam Menjawab Semua Masalah Hidup, (Jakarta:Erlangga,2011)
6. Islam mendudukkan wanita dan laki-laki pada tempatnya. Tak dapat
dibenarkan anggapan para orientalis dan musuh Islam bahwa Islam menempatkan
wanita pada derajat yang rendah atau di anggap masyarakat kelas dua. Dalam
Islam, sesungguhnya wanita dimuliakan. Banyak sekali ayat Al-qur’an ataupun
hadis nabi yang memuliakan dan mengangkat derajat wanita. Baik sebagai ibu,
anak, istri, ataupun sebagai anggota masyarakat sendiri. Tak ada diskriminasi
antara laki-laki dan perempuan dalam Islam, akan tetapi yang membedakan
keduanya adalah fungsionalnya, karena kodrat dari masing-masing.
: ﴾
Pergaulilah mereka (istrimu) dengan baik (An-Nisa’:19)
Potongan ayat 19 surah An-Nisa’ di atas merupakan kaidah robbani yang
baku yang ditujukan kepada kaum laki-laki yang di sebut kaum bapak agar
berbuat baik kepada kaum wanita/ibu, baik dalam pergaulan domestik (rumah
tangga) maupun masyarakat luas6
.
Kesetaraan yang telah di akui oleh Al Qur’an tersebut, bukan berarti
harus sama antara laki- laki dan perempuan dalam segala hal. Untuk menjaga
kesimbangan alam ( sunnatu tadafu’ ), harus ada sesuatu yang berbeda, yang
masing-masing mempunyai fungsi dan tugas tersendiri. Tanpa itu, dunia, bahkan
alam ini akan berhenti dan hancur. Oleh karenanya, sebagai hikmah dari Allah
untuk menciptakan dua pasang manusia yang berbeda, bukan hanya pada bentuk
dan postur tubuh serta jenis kelaminnya saja, akan tetapi juga pada emosional
dan komposisi kimia dalam tubuh. Hal ini akibat membawa efek kepada
6
http://sharenexchange.blogspot.com/2021/05/islam-dan- gender_19.html
7. perbedaan dalam tugas, kewajiban dan hak. Dan hal ini sangatlah wajar dan
sangat logis. Ini bukan sesuatu yang di dramatisir sehingga merendahkan wanita,
sebagaimana anggapan kalangan feminis dan ilmuan Marxis7
. Tetapi merupakan
bentuk sebuah keseimbangan hidup dan kehidupan, sebagiamana anggota tubuh
manusia yang berbeda- beda tapi menuju kepada persatuan dan saling
melengkapi. Oleh karenanya, suatu yang sangat kurang bijak, kalau ada beberapa
kelompok yang ingin memperjuangkan kesetaraan antara dua jenis manusia ini
dalam semua bidang.
Al Qur’an telah meletakkan batas yang jelas dan tegas di dalam masalah
ini, salah satunya adalah ayat- ayat yang terdapat di dalam surat An- Nisa.
Terutama yang menyinggung konsep pernikahan poligami, hak waris dan dalam
menentukan tanggung jawab di dalam masyarakat dan keluarga8
.
Gender merupakan konstruksi sosial, masyarakat sendiri yang
membentuk konsep gender tersebut. Gender adalah arti yang di berikan menurut
klasifikasi jenis kelamin (biologis) juga merupakan tuntutan dalam masyarakat
bagaimana seseorang harus bersikap menurut jenis kelaminnya. Kata kata س ج
yang di artikan sebagai gender sendiri mengalami banyak perdebatan/penolakan
di kalangan cendekiawan ataupun ulama’ Islam sendiri karena bukan berasal dari
akar kata bahasa arab. Dalam Islam kita mengenal kata س ج yang sering di
artikan sebagai gender. Kata tersebut sesungguhnya berasal dari bahasa yunani9
.
Apabila di telaah lebih jauh, perlakuan dan anggapan masyarakat yang
merendahkan wanita dan menganggap wanita sebagai masyarakat kelas dua
7
Imam Rachman, Islam Menjawab Semua Masalah Hidup, {Jakarta:Erlangga,2011)
8
Abu Su’ud, Islamologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001)
9
Imam Rachman, Islam Menjawab Semua Masalah Hidup, {Jakarta:Erlangga,2011)
8. sesungguhnya merupakan pengaruh cultural (kebudayaan) yang berlaku di
masyarakat tertentu. Bukan berasal dari ajaran Islam. Sebagai contoh adalah
kultur atau budaya masyarakat jawa, terutama masyarakat zaman dulu yang
menganggap bahwa wanita tidak perlu menuntut ilmu (sekolah) tinggi-tinggi
karena nantinya mereka hanya akan kembali ke dapur, walaupun akhirnya seiring
dengan perkembangan dan kemajuan teknologi, anggapan seperti ini mulai pudar
namun tidak jarang kebanyakan kaum adam, khususnya dalam pergaulan rumah
tangga menganggap secara mutlak bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi wanita.
juga anggapan bahwa wanita tugasnya 3M (macak, manak, masak) ataupun
pandangan bahwa wanita akan ikut menanggung perbuatan suaminya (surga
nunut neraka katut). Padahal dalam Alqur’an sendiri dijelaskan bahwa tiap orang
menanggung akibat/dosa dari perbuatannya masing-masing dan Islam tidak
mengenal dosa turunan. Bentukan cultural yang merendahkan wanita ini
menyebabkan laki-laki memegang otoritas di segala bidang kehidupan
masyarakat (patriarki), baik dalam pergaulan domestic (rumah tangga), pergaulan
sosial ataupun dalam politik10
.
Ayat Alqur’an surah An-Nisaa’ ayat 34, seringkali di jadikan dalil bagi
mereka yang beranggapan bahwa dalam Islam, kedudukan laki-laki lebih mulia
dari pada wanita. Padahal jika di telaah lebih dalam, sesungguhnya ayat tersebut
sebenarnya memuliakan wanita karena dalam ayat tersebut, tugas mencari nafkah
di bebankan kepada laki-laki. Ayat tersebut juga menjelaskan secara implisit
bahwa tidak ada diskriminasi antara laki-laki dan wanita, akan tetapi yang
10
Imam Rachman, Islam Menjawab Semua Masalah Hidup, {Jakarta:Erlangga,2011)
9. membedakan antara keduanya adalah dari segi fungsionalnya karena kodrat
masing-masing.
ج
: ﴾
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian
yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka, sebab itu maka wanita yang saleh ialah yang
ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada.
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya maka nasehatilah
mereka dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka menta’atimu, maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi Lagi Maha Benar.”(an-Nisa’/4:34)
Dari ayat tersebut, sesungguhnya dapat kita ketahui bahwa keistimewaan
laki-laki dari pada wanita salah satunya adalah karena tanggung jawabnya dalam
memberi nafkah pada keluarganya. Maka ketika seorang laki-laki tidak
menunaikan tanggung jawab sebagai kepala keluarga, maka boleh jadi
kedudukannya tidak jauh berbeda11
11
Muhamad Haitsam Al-Kayyah, Problema Muslimah di Era Modern, {Jakarta, Erlangga, 2007
10. D. Prinsip Dasar Gender dalam Islam
Pertama, posisi laki-laki dan perempuan dalam ajaran Islam
sesungguhnya adalah sederajat. Islam mengajarkan bahwa selama laki-laki
ataupun perempuan memiliki dua hal, mereka akan mendapatkan balasan dari
Allah berupa hayatan thayyibah, kehidupan yang baik. Kedua hal tersebut adalah
iman dan amal saleh. Lihat QS an-Nahl [16]: 9712
.
Bahkan, dalam QS al-Ahzab [33]: 35, Allah menggambarkan kesetaraan
hubungan laki-laki dan perempuan dalam konteks yang lebih luas. Intinya, baik
laki-laki maupun perempuan, selama mereka taat dan tunduk terhadap aturan
Allah dan se nan tiasa berusaha mengamal kan ajaran Islam dengan baik dan
benar, mereka akan mendapatkan ampunan dan pahala.
Perbedaan yang mungkin terjadi adalah pada kualitas iman dan amal
saleh yang dilakukan. Jika perempuan memiliki kualitas iman dan amal saleh
yang lebih baik dari laki-laki maka tentu reward-nya akan lebih besar. Demikian
pula sebaliknya. Karena itu, jenis kelamin tidak otomatis membuat posisi
seseorang lebih baik dari yang lain, tetapi kualitas iman dan amal saleh yang
menentukan apakah seseorang lebih baik dalam pandangan- Nya atau lebih
buruk.
Kedua, dalam kehidupan sosial, Islam pun mengajarkan persamaan
derajat antara laki-laki dan perempuan, yaitu keduanya dapat memiliki peran dan
12
Muhamad Haitsam Al-Kayyah, Problema Muslimah di Era Modern, {Jakarta, Erlangga, 2007
11. dapat berkiprah secara bersama-sama dalam membangun tatanan kehidupan
masyarakat yang adil, tenteram, dan senantiasa mendapat rahmat Allah13
.
Pada QS at-Tau bah [9]: 71, kerja sama dan sinergi antara mukmin laki-
laki dan perempuan merupakan prasyarat mutlak bagi terwujudnya tali
persaudaraan. Kekuatan ukhuwah ini merupakan hal yang sangat fundamental
dan sangat memengaruhi keberhasilan pembangunan sosial masyarakat14
.
Ayat ini juga mengisyaratkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki
peran dan peluang yang sama besar dalam upaya menggali dan mengoptimalkan
potensi umat dan bangsa. Keduanya harus saling bekerja sama dalam
membangun kekuatan umat di seluruh bidang kehidupan, seperti membangun
kekuatan politik dan ekonomi, agar bangsa ini tidak mudah didikte dan
dikendalikan oleh kekuatan asing yang merusak.
Sebaliknya, kerja sama antara laki-laki dan perempuan yang memiliki
karakter kepribadian orang-orang munafik bisa menjadi penyebab hancurnya
tatanan sosial kemasyarakatan. (QS at- Taubah [9]: 67). Kerusakan ini tidak bisa
diciptakan oleh salah satu pihak, apakah oleh perempuan saja ataupun oleh laki-
laki saja, jika tanpa diiringi kerja sama yang kuat di antara keduanya.
Ini menunjukkan bahwa hubungan antara laki-laki dan perempuan adalah
hubungan yang saling melengkapi, yang bisa memberikan dampak positif mau
pun negatif dalam kehidup an sosial, bergantung pada dasar apa hubungan
tersebut dibangun.
Oleh karena itu, sebagai prinsip yang ketiga, Islam mengibaratkan
hubungan antara laki-laki dan perempuan sebagai “pakaian” yang saling
13
Imam Rachman, Islam Menjawab Semua Masalah Hidup, (Jakarta:Erlangga, 2011)
14
Imam Rachman, Islam Menjawab Semua Masalah Hidup, (Jakarta:Erlangga, 2011
12. menutupi dan saling menjaga sebagai mana yang termaktub dalam QS al-
Baqarah [2]: 187, yaitu “ Hunna libaasul lakum wa antum libaasul lahunna”,
yang artinya, “Mereka (perempuan) adalah pakaian bagi kalian (laki-laki) dan
kalian adalah pakaian bagi mereka.”
Sebuah analogi yang sangat indah dan luar biasa. Dengan prinsip ini,
kalaupun ada perbedaan, itu lebih kepada perbedaan fungsi, bukan diskriminasi.
Jika perempuan maupun laki-laki tidak melaksanakan perannya dengan baik,
kehidupan pasti tidak akan berjalan dengan baik.
Misalnya, ikhtiar seorang ayah dalam mencari nafkah bagi keluarganya
sama besar pahalanya dengan ikhtiar seorang ibu yang mendidik anaknya di
rumah sehingga menjadi generasi yang tangguh. Dalam QS Luqman [31]: 14,
manusia diperintahkan untuk bersyukur kepa da Allah dan kepada orang tua nya
yang telah mendidiknya, terutama sang ibu yang telah mengandungnya dalam
keadaan lemah dan telah menyapihnya selama dua tahun.
Jika seandainya tidak ada sinergi antara sang ayah dan sang ibu di mana
keduanya berjalan masing-masing dan meng anggap dirinya lebih berjasa di
bandingkan yang lain, dipastikan rumah tangga tersebut akan kacau dan
berantakan. Seorang istri boleh saja bekerja, asalkan mendapat izin dari suami
dan tidak mengganggu fungsinya dalam mendidik anak-anaknya.
Demikian indahnya Islam mengatur hubungan dan peran laki-laki dan
perempuan. Karena itu, upaya sebagian pihak untuk “mengaburkan” dan
“mendiskreditkan” konsep Islam tentang hubungan gender ini merupakan
langkah mundur.
13. BAB III
PENUTUP
Secara umum, pengertian gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-
laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Sejauh ini persoalan
Gender lebih didominasi oleh perspektif perempuan, sementara dari perspektif pria
sendiri belum begitu banyak dibahas. Dominannya perspektif perempuan sering
mengakibatkan jalan buntu dalam mencari solusi yang diharapkan, karena akhirnya
berujung pada persoalan yang bersumber dari kaum laki-laki.
Islam sendiri tidak mengenal istilah gender, karena dalam islam tidak
membedakan kedudukan seseorang berdasarkan jenis kelamin dan tidak ada bias
gender dalam islam. Islam mendudukkan laki-laki dan perempuan dalam posisi yang
sama dan kemuliaan yang sama. Contoh konkretnya adalah islam tidak membedakan
laki-laki dan wanita dalam hal tingkatan takwa, dan surga juga tidak dikhususkan
untuk laki-laki saja. Tetapi untuk laki-laki dan perempuan yang bertakwa dan
beramal sholih.
Islam mendudukkan wanita dan laki-laki pada tempatnya. Banyak sekali ayat
Al-qur’an ataupun hadis nabi yang memuliakan dan mengangkat derajat wanita. Baik
sebagai ibu, anak, istri, ataupun sebagai anggota masyarakat sendiri. Tak ada
diskriminasi antara laki-laki dan perempuan dalam Islam, akan tetapi yang
membedakan keduanya adalah fungsionalnya, karena kodrat dari masing-masing.
14. DAFTAR KEPUSTAKAAN
Dimiati Badruzzaman, Ahmad, Panduag Kuliah Agama Islam, Bandung: Sinar Baru,
2 4
Nata ,Abudin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998
Rachman, Imam, Islam Menjawab Semua Masalah Hidup, Jakarta:Erlangga,2011
Su’ud ,Abu, Islamologi, Jakarta: Rineka Cipta, 2001
http://sharenexchange.blogspot.com/2021/05/islam-dan- gender_19.html