Dokumen tersebut membahas tentang gender dalam pendidikan Islam. Secara umum, dokumen menjelaskan tentang konsep gender dan wacana gender dalam pendidikan, faktor-faktor penyebab bias gender dalam pendidikan Islam, serta perbedaan partisipasi antara laki-laki dan perempuan dalam pendidikan.
1. 1
GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM
PENDAHULUAN
Salah satu tuntutan terhadap dunia pendidikan saat ini adalah keadilan dankesetaraan gender,
baik pada aspek akses, mutu dan relevansi maupun pada aspek manajemen pendidikan.
Pengembangan model pembelajaran responsif gender pada Madrasah Ibtida’iyah
merupakan salah satu upaya untuk memutus mata rantai budayabias gender sejak dini.
Merekayasa pembelajaran menjadi responsif gender dapatdilakukan melalui dua aspek yaitu
materi ajar dan proses belajar mengajar.Pengembangan pada materi pelajaran dilakukan
dengan menganalisis setiap pesanterdapat dalam materi pelajaran yang akan disampaikan,
apakah telah memenuhikebutuhan belajar siswa secara adil gender. Sedangkan pengembangan
pada proseskegiatan belajar mengajar dilakukan sejak merancang desain model
pembelajaransampai pada proses implementasi pembelajaran di kelas dan dikemas
sedemikianrupa sehingga keterterapan parameter keadilan dan kesetaraan gender dapat
dilihatdari aspek akses, partisipasi, kontrol, dan penerimaan manfaat dalam setiapkomponen
desain pembelajaran.Dalam proses pendidikan di Indonesia secara umum, masih terdapat bias
atauketimpangan gender. Gender adalah sebuah konsep yang dijadikan parameter
dalampengidentifikasian peran laki-laki dan perempuan yang didasarkan pada pengaruhsosial
budaya masyarakat social contruction dengan tidak melihat jenis biologissecara equality
dan menjadikannya sebagai alat pendiskriminasian salah satu pihak karena pertimbangan yang
sifatnya biologis. Kaum laki-laki lebih dominan dalammemilih jurusan dan mempelajari
kemampuan atau keterampilan pada bidangkejuruan teknologi dan industri dan seolah-olah
secara khusus kaum laki-lakidipersiapkan untuk menjadi pemain utama dalam dunia produksi.
2. 2
Sementara itu,perempuan lebih dipersiapkan untuk melaksanakan peran pembantu,
misalnyaketatausahaan dan teknologi kerumah-tanggaan. Perbaikan dalam sistem kurikulum
yangmenjamin terwujudnyacontent pendidikanyangberperspektif
gender,dalammengkombinasi-kan antara hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan.Fakta
menunjukkan bahwa ketimpangan gender dalam relasi laki-laki danperempuan masih sering
terjadi. Ketimpangan gender merupakan masalah sosial yangharus diselesaikan secara
integratif holistik dengan menganalisis berbagai faktor danindikator penyebab yang ikut aktif
melestarikannya, termasuk faktor hukum danpendidikan yang kerapkali mendapat justifikasi
agama. Kesenjangan pada bidangpendidikan telah menjadi faktor utama yang sangat
berpengaruh terhadap bidang laindi Indonesia, hampir semua sektor, seperti lapangan
pekerjaan, jabatan, perandimasyarakat, sampai pada masalah menyuarakan pendapat antara
laki-laki danperempuan yang menjadi faktor penyebab bias gender adalah karena
faktorkesenjangan pendidikan yang belum setara selain masalah-masalah klasik
yangcenderung menjustifikasi ketidakadilan seperti interpensi teks-teks keagamaan
yangtekstual dan kendala sosial budaya lainnya.Adanya berbagai hasil penelitian yang
menunjukkan terjadinya bias genderpada berbagai dimensi pendidikan sekolah, seperti pada
materi pembelajaran, dan inidiyakini dapat melestarikan ideologi gender yang timpang.
Pendidikan pada tingkatusia sekolah dasar (MI) merupakan waktu yang paling tepat untuk
membentukkarakter manusia. (character building).1 ,sehingga lembaga pendidikan dasar
(MI)dipilih menjadi sasaran kegiatan ini. Karena lembaga pendidikan dasar (MI)
memilikiperan penting dalam penanaman nilai-nilai terhadap diri siswa, termasuk
tentangkeadilan dan kesetaraan gender. Nilai-nilai tersebut ditransfer
3. 3
danditumbuhkembangkan melalui proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang
efektifuntuk mentransfer dan menumbuhkembangkan nilai-nilai keadilan dan
kesetaraangender harus didukung oleh komponen-komponen seperti; kebijakan
pendidikan,kompetensi guru, kurikulum (tujuan pembelajaran. bahan ajar,
metode/strategipembelajaran, evaluasi) serta fasilitas dan media pendidikan lainnya.
1Slamet PH, Pembentukan Karakter Peserta Didik, Jumat Mimbar
Pendidikan,(IKIP
PEMBAHASANA.
Wacana Gender
Kata gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin. Dalam
Ensiklopedia Feminisme.1 gender diartikan sebagai kelompok atribut dan perilaku yang
dibentuk secara kultural yang ada pada laki-laki atau perempuan. Perbedaan gender antara
manusia laki-laki dan perempuan telah terjadi melalui proses panjang.2 Mengungkapkan
bahwa pembentukan gender ditentukan oleh sejumlah faktor yang ikut membentuk, kemudian
disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi melalui sosial atau kultural, dilanggengkan
oleh interpretasi agama dan mitos-mitos seolah-olah telah menjadi kodrat laki-laki
danperempuan. Pembedaan laki-laki dan perempuan sesungguhnya tidak menjadi masalah.
Pembedaan tersebut menjadi bermasalah ketika menghasilkan ketidak adilan terhadap jenis
1 Maggie. Humm, Ensiklopedia Feminisme . (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002),
hal.177- 178.
2 Mufidah Ch.Paradigma Gender .(Malang: Bayumedia Publishing, 2003). H.44
4. 4
kelamin tertentu. Ivan Illich mendefinisikan gender dengan pembeda-bedaan tempat, waktu,
alat-alat, tugas-tugas, bentuk pembicaraan, tingkah laku danpersepsi yang dikaitkan dengan
perempuan dalam budaya sosial.3 .Gender merupakan analisis yang digunakan dalam
menempatkan posisi setaraan antara laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan tatanan
masyarakat sosial yang lebih egaliter.
Jadi, gender bisa dikategorikan sebagai perangkat operasional dalammelakukan
measure (pengukuran) terhadap persoalan laki-laki dan perempuanterutama yang terkait
dengan pembagian peran dalam masyarakat yang dikonstruksioleh masyarakat itu sendiri.
Gender bukan hanya ditujukan kepada perempuansemata, tetapi juga kepada laki-laki. Hanya
saja, yang dianggap mengalami posisitermarginalkan sekarang adalah pihak perempuan, maka
perempuanlah yang lebihditonjolkan dalam pembahasan untuk mengejar kesetaraan gender
yang telah diraiholeh laki-laki beberapa tingkat dalam peran sosial, terutama di bidang
pendidikan karena bidang inilah diharapkan dapatmendorong perubahan kerangka berpikir,
bertindak, dan berperan dalam berbagaisegmen kehidupan sosial.
Masalah gender dalam masyarakat telah menempatkan perempuan sebagai objek
yang selalu dikendalikan sehingga menimbulkan reaksi dari kelompok perempuan di seluruh
dunia.
mereka menuntut seksualitas sebagai sebuah wilayah yang memberikan kesempatan
pada perempuan untuk dapat menolak penindasan atas dirinya. Mereka menyoroti masalah
pemahaman tentang seksualitas perempuan yang telah diterima, yang mengaitkan subordinasi
ekonomi dan sosialperempuan dengan subordinasi seksualnya. Heddy Shri Ahimsa Putra
3 Ivan Illich,Gender,diterjemahkan oleh Omi Intan Naomi dengan judul Gender,cet.
I(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hal. 3.
5. 5
menegaskan bahwa istilah gender dapat dibedakanke dalam beberapa pengertian berikut ini.
Menurut Mosse.4
1. Gender sebagai istilah asing dengan makna tertentu Sering orang berpandanganbahwa
perbedaan gender disamakan dengan perbedaan seks sehinggamenimbulkan pengertian
yang keliru.
2. Gender sebagai Fenomena Sosial Budaya Perbedaan seks adalah alami dan
kodratidengan ciri-ciri fisik yang jelas, tidak dapat dipertukarkan.
Penghapusan diskriminasi gender tanpa mengindahkan perbedaan seks yang ada
sama halnya dengan mengingkari suatu kenyataan yang jelas. Sebagai fenomena sosial,
gender bersifat relatif dan kontekstual. Gender yang dikenal orang Minang, berbedadengan
gender dalam masyarakat Bali, dan berbeda juga dengan gender.bagi masyarakat Jawa. Hal itu
diakibatkan, oleh konstruksi sosial budaya yangmembedakan peran atas dasar jenis
kelaminnya.
a) Gender sebagai Suatu Kesadaran sosial Pemahaman gender dalam wacanaak ademik
perlu diperhatikan pemaknaannya sebagai suatu kesadaran sosial.
b) Gender sebagai Suatu Persoalan Sosial Budaya Fenomena pembedaan laki- laki dan
perempuan sesungguhnya bukan menjadi masalah bagi mayoritasorang. Pembedaan
tersebut menjadi bermasalah ketika menghasilkanketidakadilan, di mana jenis kelamin
tertentu memperoleh kedudukan yanglebih unggul dari jenis kelamin lainnya.
c) Gender sebagai sebuah Konsep untuk Analisis Gender sebagai sebuah konsepuntuk
analisis merupakan gender yang digunakan oleh seorang ilmuwandalam mempelajari
gender sebagai fenomena sosial budaya.
4
Maggie, Ensiklopedia Feminisme....hal. 69-70
6. 6
Gender sebagai Sebuah Perspektif untuk memandang suatu Kenyataan. Seorang
peneliti menggunakan ideologi gender untuk mengungkap pembagian peran atas dasar jenis
kelamin serta implikasi-implikasi sosial budayanya, termasuk ketidak adilan yang
ditimbulkannya. Masalah gender juga menyentuh bidang sastra dan memunculkan sebuah
bentuk kajian yang disebut kritik sastra feminis. Kritik sastra feminis seperti yang
disampaikan.5 merupakan salah satu komponen dalam bidang kajian perempuan, yang di
Barat dimulai sebagai suatu gerakan sosial pada masyarakat akar rumput karena studi
perempuan dianggap sebagai suatu bagian dari agenda politik feminis. Bagi kritikus sastra
feminis, semua interpretasi bersifat politis. Oleh karena itu, padamasa sekarang,
pengkajianperempuan dansastra terlebihPenjelasan lebihjauh mengenai proses kerja yang
dilakukan dalam kritik sastra feminis disampaikan.6
sebagai sebuah kerja berkesinambungan. Kritikus feminis meneliti bagaimana kaum
perempuan ditampilkan dan bagaimana suatu teks membahas relasi gender dan perbedaan
jenis kelamin. Dari perspektif feminis, sastra tidak boleh diisolasi dari konteks atau kebudayaan
karena karya sastra menjadi salah satu bagian dari konteks atau kebudayaan tersebut. Suatu
teks sastra mengajak para pembacanya.7
1. jenisnya, partisipasi perempuan dalam pendidikan formal jauh lebih rendah
Dinegara-negara dunia ketiga di mana pendidikan dasar belum diwajibkan, jumlah
murid perempuan umumnya hanya separuh atau sepertiga jumlah murid laki-laki.8
5
Hellwig, Tinneke. In The Shadow of Change; Citra Perempuan dalam Sastra
Indonesia(diterjemahkan oleh Rika Iffati Farikha). (Jakarta: Desantara, 2003), hal. 17.
6
Mosse, Julia Cleves.,Gender dan Pembangunan. (Diterjemahkan oleh Hartian
Silawati.Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2003), hal. 29
7
osse, Julia Cleves.,Gender dan Pembangunan (Diterjemahkan oleh Hartian
Silawati.Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2003), hal. 29
8
Amasari (Member of PSG LAIN), Laporan Penelitian Pendidikan Berujatuasan Gender,
Banjarmasin: IAIN Antasari, 2005), hlm. 31.
7. 7
2. Kurangnya keterwakilan (under-representarion) Partisipasi perempuan dalampendidikan
sebagai tenaga pengajar maupun pimpinan juga menunjukkan kecenderung disparitas
progresif. Jumlah guru perempuan pada jenjang pendidikan dasar umumnya sama atau
melebihi jumlah guru laki-laki. Namun, pada jenjang pendidikan lanjutan dan
pendidikan tinggi, jumlah tersebut menunjukkan penurunan drastis.
3. Perlakuan yang tidak adil (unfair treatment) Kegiatan pembelajaran dan prosesinteraksi
dalam kelas seringkali bersifat merugikan murid perempuan.
11. Faktor Penyebab Bias Gender dalam Pendidikan Islam
Faktor-faktorpenyebab bias gender dapat dikategorisasikan ke dalam tiga aspek, yaitu
partisipasi,akses, dan kontrol. Namun, tidak semua aspek yang disebutkan dapat
dipaksakanuntukmenjelaskan masing-masing bias gender yang terjadi secara empiris
dalambidang pendidikan.Dengan kata lain faktor-faktor penyebab bias gender akan
sangattergantung dari situasinya masingmasing.Adapun faktor yang menjadi penyebab
bias gender berkaitan denganperolehan kesempatan belajar pada setiap jenjang
pendidikan dasar adalah :Perbedaan angkatan partisipasi pendidikan pada tingkat
SD/Madrasah Ibtida’iyah sudah mencapai titik optimal yang tidak mungkin diatasi
hanya dengan kebijakanpendidikan, sehingga perbedaan itu menjadi semakin sulit
ditekan ke titik yang lebihrendah lagi. Kesenjangan ini lebih dipengaruhi oleh faktor-
faktor struktur karena.9 (10.
Ace Suryadi dan Ecep Idris, Kesetaraan Gender dalam Bidang
Pendidikan,hal. 20.
9 Ace Suryadi dan Ecep Idris, Kesetaraan Gender dalam Bidang Pendidikan,hal. 20.
laporan Biro Pusat Statistik, Indikator Wanita dan Anak , Jakarta, 2001.
8. 8
laporan Biro Pusat Statistik, Indikator Wanita dan Anak , Jakarta, 2001.
Dalam Laporan tersebutdiuraikan bahwa dalam hal pendidikan, upah kerja,
partisipasi politik, posisi dalam pekerjaan, danpartisipasi dalam birokrasi, kaum
wanita berada pada posisi yang jauh lebih terkebelakang daripadakaum pria.
11 Siti Musda Mulia, Muslimah Reformis Perempuan Pembaru Keagamaan,Cet. I
(Bandung:Mizan, 2004), hal. 124-125.
fasilitas pendidikan SD sudah tersebar relatif merata. Faktor-faktor struktural itu diantaranya
adalah nilai-nilai sosial budaya, dan ekonomi keluarga yang lebihmenganggap pendidikan
untuk anak laki-laki lebih penting dibandingkan denganperempuan. Faktor ini berlaku
terutama di daerah-daerah terpencil yang jarangpenduduknya serta pada keluarga-keluarga
berpendidikan rendah yang mendahulukanpendidikan untuk anak lakilaki.10
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebab bias gender dalam bidang kurangnya kontrol
kebijakan pendidikan adalah13:
1. Faktor kesenjangan antar gender dalam bidang pendidikan jauh lebih dominanlaki-laki.
Khususnya dalam lembaga birokrasi di lingkungan pendidikan sebagaipemegang
kekuasaan atau kebijaksanaan, maupun dalam jabatan-jabatan akademiskependidikan
sebagai pemegang kendali pemikiran yang banyak mempengaruhikebijakan pendidikan.
10
Rukmina, Fenomena Bias Gender Dalam Pendidikan Islam (artikel Juli - Desember
2007), hal. 40.
9. 9
Keadaan ini akan semakin bertambah parah jika parapemikir atau pemegang kebijaksanaan
pendidikan tersebut tidak memilikisensitivitas gender.
2. Khusus pada kebijaksanaan pendidikan, khususnya menyangkut sistem seleksidalam
pendidikan. Kontrol dalam penerimaan karyawan terutama di sektor swastasangat
dirasakan bias gender. Kenyataan menunjukkan bahwa jika suami istriberada dalam salah
satu perusahaan, misalnya Bank, baik milik pemerintahmaupun swasta, maka salah
satunya harus memilih untuk keluar, danbiasanyaperempuanlah yang memilih keluar dari
pekerjaan. Ini bagian dari faktor-faktorbias gender dalam bidang pendidikan.
3. Faktor struktural, yakni yang menyangkut nilai, sikap, pandangan, dan perilakumasyarakat
yang secara dominan mempengaruhi keputusan keluarga untuk memilih jurusan-jurusan
yang lebih dianggap cocok untuk perempuan, sepertipekerjaan perawat, kesehatan,
teknologi kerumahtanggaan, psikologi, guru sekolah
2. Selanjutnya ke seluruh dunia digaungkan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)
dengan strategi
Gender Mainstreaming (Pengarusutamaan Gender) yangberarti : sebuah strategi yang
mengintegrasikan kepedulian gender dalam segalaaspek kehidupan sehingga tercapai
relasi yang adil dan setara bagi semua pihak.
D.Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Gender
1. Marginalisasi proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yangmengakibatkan
kemiskinana.
a) Kerja domestik tidak dihargai setara dengan pekerjaan publik
10. 10
b) Perempuan sering tidak mempunyai akses terhadap sumber daya ekonomi,waktu
luang dan pengambilan keputusan .
c) Perempuan kurang didorong atau memiliki kebebasan kultural untuk memilih karir
daripada rumah tangga atau akan mendapat sanksi sosial.
d) Perempuan sering mendapat upah yang lebih kecil dibanding lelaki untuk jenis
pekerjaan yang setara
e) Perempuan sering menjadi korban pertama jika terjadi PHK
f) Izin usaha perempuan harus diketahui ayah (jika masih lajang & suami jikas
udah menikah, permohonan kredit harus seizin suami
g) Pembatasan kesempatan di bidang pekerjaan tertentu terhadap perempuan
h) Ada beberapa pasal hukum dan tradisi yang memperlakukan perempuan tidak setara
dengan laki-laki : harta waris, gono-gini, dst.
i) Kemajuan teknologi sering meminggirkan peran serta perempuan.
2. Sub-Ordinasi atau penomorduaan
a) Masih sedikit perempuan yang berperan dalam level pengambil keputusandalam
organisasi / pekerjaan
b) Perempuan yang tidak menikah atau tidak punya anak dianggap lebihrendah secara
sosial sehingga ada alasan untuk poligami.
c) Perempuan dibayar sebagai pekerja lajang atau bahkan dikeluarkan karenaalasan
menikah atau hamil,
d) Ada aturan pajak penghasilan perempuan lebih tinggi dari laki-laki karenaperempuan
dianggap lajang.
11. 11
e) Beberapa pasal hukum tidak menganggap perempuan setara dengan laki-laki
misalnya : pendirian izin usaha, pengelolaan harta (suami wajib mengemudikan harta
pribadi isteri)
f) Dalam materi pendidikan agama Islaam tentang hukum waris masih menjdisebuah
fenomena.
3.Stereotipe (Pelabelan Negatif)
Perempuan : sumur – dapur – kasur - macak - masak – manak : “sekedar ibu rumah
tangga” dan dianggap sebagai pengangguran, kalaupun beke rjadianggap sebagai
perpanjangan peran domestik : guru TK, sekretaris, bagian penjualan, dst.
a) Perempuan emosional, tidak rasional dan tidak mandiri sehingga tidak berhak pada
fungsi perwakilan danpemimpin.
b) Perempuan tidak mampu mengendalikan syahwat jika diberi kekebasan :tradisi
sunatperempuan,perdatentang larangankeluarmalambagiperempuan, janda
dianggap sebagai berpotensi mengganggu rumah tanggaorang.
c) Pria adalah tulang punggung keluarga danpencari nafkah tidak peduliseperti apapun
d) kondisinya, jika gagal dicap sbg “tidak bertanggungjawab”.
e) Pria adalah Kehebatannya dilekatkan pada kemampuan seksual dankarirnya,
menganggap “wajar” jika laki -laki menggoda perempuan, selingkuh, poligami.
4.BebanGanda (Double Burden)
12. 12
a) Beban pekerjaan di rumah tidak berkurang dengan adanya peran publik danperan
pengelolaan komunitas (walaupun perempuan telah masuk dalamperanpublik/meniti
karier peran dalam rumah tangga masih besar).
b) Pekerjaan dalam rumah tangga, sebagian besar dikerjakan ibu dan anak perempuan
sedangkan ayah dananak lelaki terbebas dari pekerjaan domestik.
c) Perempuansebagaiperawat, pendidikanak,pendampingsuami,jugapencari nafkah
tambahan,
d) Perempuan pencari nafkah utama masih harus mengerjakan tugasdomestik,
e) Lelaki meski bekerja sebagai mencari nafkah, tetap harus terlibat dalamperan sosial
kemasyarakatan, karena tidak dapat diwakili oleh perempuan.
5.Violence atau KekerasanTerhadap Perempuan baik Fisik &NonFisik a.
Larangan untuk belajar atau mengembangkan karir
a) Penggunaan istilahyangmenyebut cirifisik atau statussosial :bahenol,janda
kembang, perawan tua, nenek lincah, dst,
b) Tindakan yang diasosiasikan sebagai pernyataan hasrat seksual : kerdipan,suitan,
rangkulan, green jokes,
c) Pemaksaan atau sebaliknya pengabaian penggunaan kontrasepsi,
d) Pencabulan, perkosaan, inses,
e) Pembatasan atau pengabaian pemberian nafkah
f) Penggunaan genitalitas perempuan sbg alat penaklukan baik pada masadamai
ataupun perang,
g) Perselingkuhan atau poligami tanpa izin isteri,
13. 13
h) Pemukulan atau penyiksaan fisik lain,
i) Pengurungan di dalam rumah,
j) Pemasungan hak-hak politik
k) Pemaksaan perkawinanm. Pemaksaan pindah agama mengikuti agama pasangan,
l) Perendahan martabatlaki-laki dan perempuansemata- mata sebagaiobjekseks dalam
iklan,
m) Pria yang tidak “macho” atau maskulin atau gagal di bidang karir
dianggap
n) kurang laki-laki, dan akan dilecehkan dalam masyarakat. Kesetaraan dan Keadilan
Gender yang belum mendalam.
G.Bias-bias gender dalam istinbat hukum Islam hubungan dengan
pengembangan materi Ke-MI-an 14
a) 1.Masalah hak memilih jodoh
Dalam hal ini masih banyak wali yang memaksakan kehendaknya untukmemilihkan
jodoh untuk anak perempuan unutk meujudkan kehidupan rumahtangga mawaddah
wa rahmah, kaibatnya adalah kemungkinan terjadinya dis harmonisasi dalam
kehidupan rumah tangga anaknya.
b) Masalah kepemimpinan dalam rumah tanggaAda dua alasan mengapa Allah SWT
memilih laki-laki memilih laki untukmenjadi seorang pemimpin keluarga, pertama
adanya kelebihan oleh AllahSWT dan kemampuan memberi nafkah dari harta hasil
usahanya sendiri.
14. 14
c) Masalah kewarisanKonsep pembagian harta warisan dengan perbanding 2:1 yang
menurutketentuan-ketetuan nas yang sudah bersifat qat’iy, maka ketettuan
ini tidak bisadi tawar menawar atau ruang waktu historikal dan kontekstual.
d) Masalah imamah.Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan dan apabila
seorang kaumperempuan yang menjadi pemimpin maka akan menimbulkan bencana.
Darisini kemutlakan seorang laki-laki adalah suatu keniscyaan yang abadi
dalammemimpin kaum dan bakan sudah menjadi kodrati untuk selalu
menjadipelindung bagi kaum perempuan11
H. Upaya Penanggulangan Dampak Negatif dari Bias Gender Pendidikan
dalamIslam
Adapun upaya untuk mengatasi bias gender dalam pendidikan Islam melaluiupaya sebagai
berikut :
1) Reinterpretasi ayat-ayat al-Qur’an
2) dan hadis yang bias gender, dilakukan secarakontinu agarajaran agama tidak dijadikan
justifikasi sebagai kambing hitam untuk memenuhi keinginan segelintir orang.
3) Muatan kurikulum nasional yang menghilangkan dikotomis antara laki-laki
danperempuan,demikian pula kurikulum lokal dengan berbasis kesetaraan,
keadilan,dan keseimbangan.Kurikulum disusun sesuai dengan kebutuhan dan
tipologidaerah, yang di mulai dari tingkatpendidikan taman kanak-kanak sampai
ketingkat perguruan tinggi.
11 Waryono Abdul Gafur, Gender dan Islam dalam teks dan Konteks ,
(Yogyakarta: PSWIAIN Sunan Kalijaga, 2002), hal. 142-144.
15. 15
4) Pemberdayaan kaum perempuan di sektor pendidikan informal seperti
pemberianfasilitas belajarmulai di tingkat kelurahan sampai kepada tingkat
kabupaten/kotadan disesuaikan dengankebutuhan daerah.
5) Pemberdayaan di sektor ekonomi untuk meningkatkan pendapatan keluargaterutama
dalamkegiatan industri rumah tangga (home industri)dengan demikianperlahan-
lahan akanmenghilangkan ketergantungan ekonomi kepada laki-laki.Karena salah
satu terjadinyamarginalisasi pada perempuan adalah ketergantunganekonomi
keluarga kepada laki-laki.
6) Pendidikan politik bagi perempuan agar dilakukan secara intensif untuk menghilang
melek politikbagi kaum perempuan. Karena masih ada anggapanbahwa politik itu
hanya milik laki-laki, danpolitik itu adalah kekerasan, padahalsebaliknya politik adala
seni untuk mencapai kekuasaan.Dengan demikian kuota30% sesuai dengan amanah
Undang-Undang segara terpenuhi, mengingatpemilihterbanyak adalah perempuan.
7) Pemberdayaan di sektor ketrampilan (skill) baik ketrampilan untuk kebutuhanrumah
tangga,maupun yang memiliki nilai jual di tingkatkan terutama kaumperempuan di
pedesaan agar terjadikeseimbangan antara perempuan yang tinggaldi perkotaan
dengan pedesaan sama-sama memilikiketrampilan yang relatif bagus.
8) Sosialisasi Undang-Undang Anti Kekerasan dalam Rumah tangga lebih
intensdilakukan agarkaum perempuan mengetahui hak dan kewajiban yang
harusdilakukan sesuai dengan amanah dari UU K
16. 16
KESIMPULAN
Pembedaan laki-laki dan perempuan sesungguhnya tidak menjadi
masalah.Pembedaan tersebut menjadi bermasalah ketika menghasilkan ketidakadilan
terhadapjenis kelamin tertentu. Proses pembelajaran yang efektif untuk mentransfer
danmenumbuhkembangkan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan gender harus didukungoleh
komponen-komponen seperti; kebijakan pendidikan, kompetensi guru,kurikulum (tujuan
pembelajaran. bahan ajar, metode/strategi pembelajaran, evaluasi)serta fasilitas dan media
pendidikan lainnya. Gender merupakan analisis yang digunakan dalam menempatkan posisi
setaraantara laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan tatanan masyarakat sosial yanglebih
egaliter. Jadi, gender bisa dikategorikan sebagai perangkat operasional dalammelakukan
measure (pengukuran) terhadap persoalan laki-laki dan perempuanterutama yang terkait
dengan pembagian peran dalam masyarakat yang dikonstruksioleh masyarakat itu
sendiri.Adapun faktor yang menjadi penyebab bias gender berkaitan dengan
perolehankesempatan belajar pada setiap jenjang pendidikan dasar adalah : Perbedaan
angkatanpartisipasi pendidikan pada tingkat SD/Ibtidaiyah sudah mencapai titik optimal
yangtidak mungkin diatasi hanya dengan kebijakan pendidikan, sehingga perbedaan
itumenjadi semakin sulit ditekan ke titik yang lebih rendah lagi. Kesenjangan ini
lebihdipengaruhi oleh faktor-faktor struktur karena fasilitas pendidikan SD sudah
tersebarrelatif merata. Faktor-faktor struktural itu di antaranya adalah nilai-nilai sosialbudaya,
dan ekonomi keluarga yang lebih menganggap pendidikan untuk anak laki-laki lebih penting
dibandingkan dengan perempuan. Faktor ini berlaku terutama didaerah-daerah terpencil yang
jarang penduduknya serta pada keluarga-keluargaberpendidikan rendah yang mendahulukan
pendidikan untuk anak lakilaki
17. 17
DAFTAR PUSTAKA
Amasari (Member of PSG LAIN), Laporan Penelitian Pendidikan
BerujatuasanGender, (Banjannasin:IAIN Antasari, 2005).
Gonibala, Rukmina, Fenomena Bias Gender dalam Pendidikan Islam (artikel
STAINManado Juli - Desember 2007).Hellwig, Tinneke.
In The Shadow of Change; Citra Perempuan dalam Sastra Indonesia
(diterjemahkan oleh Rika Iffati Farikha). (Jakarta: Desantara, 2003)
.Illich Ivan , Gender, diterjemahkan oleh Omi Intan Naomi dengan judul Gender, cet.I
(Yogyakarta: ustaka Pelajar, 1998).
Maggie. Humm, Ensiklopedia Feminisme .(Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002),
Mufidah Ch. Paradigma Gender .(Malang: Bayumedia Publishing, 2003).
Mosse, Julia Cleves., Gender dan Pembangunan . (Diterjemahkan oleh HartianSilawati.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003).
Murniati, A. Nunuk P. Getar Gender .(Magelang: Indonesiatera, 2004).
Siti Musda Mulia, Muslimah Reformis Perempuan Pembaru Keagamaan,
cet. I(Bandung: Mizan, 2004).
18. 18
Slamet PH, Pembentukan Karakter Peserta Didik, Jumat Mimbar Pendidikan,
(IKIPBandung Edisi Juli 1994).
Waryono Abdul Gafur, Gender dan Islam dalam teks dan Konteks , (Yogyakarta:PSW
IAIN Sunan Kalijaga, 2002)