1. Bab ini membahas tentang semantik leksikal dan organisasi memori semantik menurut para ahli. Teori komponensial dan jaringan semantik digunakan untuk menjelaskan proses pemahaman makna kata.
Psikolinguistik Leksikal Semantik : Dari Kata Ke Makna
1. BAB IV
DARI KATA KE MAKNA : LEKSIKAL SEMANTIK
LAPORAN MEMBACA BUKU
“An Introduction to Psycholinguistics”
karya Jean Caron
Disusun Oleh :
SUEDI
YULI ASTUTI
TRI NURSANTO
2.
3.
4. Studi linguistik perlu dilengkapi dengan studi
antardisipilin antara linguistik dan psikologi, yang lazim
disebut psikolinguistik
Menurut Slobin, Meller, Slama Cazuhu, psikolinguistik
mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang
berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-
kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi
dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh
manusia.
Untuk lebih memahami mengenai psikolinguistik, dalam makalah ini
penulis akan membahas dalam isi buku “An Introduction to
Psycholinguistics” karya Jean Caron. Khusus makalah ini penulis akan
mengkaji pada bab’IV yang berjudul “ From Words to Meaning: Lexical
Semantics” (Dari Kata Ke Makna : Semantik Leksikal ) berdasarkan
pandangan-pandangan yang disampaikan oleh para ahli.
5.
6. 2. Acuan Pertanyaan
Berdasarkan gambaran umum tersebut maka
sebagai pedoman pembahasan dalam
makalah ini, dirumuskan acuan
pertanyaan sebagai berikut.
1. Bagaimanakah Semantik Psikologis dan
Semantik Komponensial?
2. Bagaimanakah Pengorganisasian
memori semantik?
7. b. Jari
nga
n
se
ma
nti
k
c. Ma
kna
,
kon
tek
s
dan
8. 1. Semantik Psikologis dan Semantik Komponensial
Teori yang paling besar adalah teori komponensial dan paling
terdahulu berpengaruh terhadap para psikolinguis. H, Clark (1970)
mengajukan interpretasi ulang terhadap data klasik berkaitan
dengan ‘asosiasi kata’ dengan sekilas hipotesis komponensial; jika
struktur semantik suatu kata dianggap sebagai seperangkat unsur,
produksi suatu asosiasi dapat diinterpretasi sebagai suatu operasi
yang berisi perubahan, penambahan, atau penghapusan satu atau
lebih unsur ini, contoh yang paling sederhana dengan melakukan
inversi sederhana sebuah unsur (contohnya, ‘man’ menjadi
‘woman’, dimana unsur tunggal (+- ‘male’) dirubah. Ini akan
menjelaskan frekuensi tinggi asosiasi yang berbeda.
9. Meskipun pengamatan-pengamatan ini sesuai dengan teori komponensial, mereka tidak
membawa bukti nya secara langsung. Sejumlah penelitian berikutnya berusaha membangun
lebih langsung realitas psikologis unsur-unsur semantik.
•Dalam serangkaian percobaan, H. Clark dan koleganya berusaha
mendemonstrasikan bahwa ‘kompleksitas semantik’ suatu kata
(yaitu sejumlah unsur yang dimiliki suatu kata) berakibat pada waktu
pemahaman karena sebuah kalimat dimana ia timbul. Penelitian-
penelitian ini berkonsentrasi pada pasangan-pasanang yang antonim
seperti ‘long’/’short’. Salah satu istilah ini ‘ditandai’ –dengan
maksud, berhubungan dengan istilah lain yang memiliki unsur
tambahan (negatif). Istilah ‘yang tidak ditandai’ , menerangkan
keseluruhan dimensi: kita bisa mengatakan, ‘How long is it?’ tapi
tidak ‘How short is it?’, dan istilah ‘yang ditandai’ (dalam contoh ini
‘short’) karena itu membawa spesifikasi tambahan yang hanya
merujuk pada dimensi yang lebih rendah. Diamati bahwa ‘short’
memerlukan waktu pemahaman lebih lama dibandingkan istilah
‘long’ (dalam tugas memberi alasan, misalnya).
10. •Kelompok penelitian kedua melangkah mendukung teori komponensial dengan mengambil
‘penguasaan’ makna leksikal pada anak-anak. Dalam sebuah artikel yang penting, Eve Clark (1973)
mencoba menginterpretasi perkembangan makna dalam kamus anak-anak karena penguasaan unsur-
unsur semantik yang beragam terus menerus dilekatkan pada kata. Ada dua tipe data diinterpretasi
dengan cara ini :
•Pertama, ‘perluasan yang berlebihan’ yang sering diteliti pada anak-anak muda:
sebuah kata digunakan pada suatu kategori objek yang lebih luas dibandingkan
penggunaan orang dewasa diperbolehkan (misalnya, ‘dog’ digunakan pada semua
hewan berkaki empat) karena, bagi anak-anak, kata tersebut belum memiliki
semua unsur semantik yang membatasi penggunaannya.
•Kedua, anak-anak nampak bingung pada –sering terkejut—istilah-istilah yang
berbeda hanya karena satu unsur, contoh terbaik adalah bahwa anak-anak berusia
3-4 tahun berdasarkan pengamatan Donaldson dan Balfour (1968) lebih banyak
atau sedikit tampak bingung. Menurut Eve Clark, dua istilah ini memiliki unsur
(+kuantitas) yang sama dan berbeda hanya karena unsur (polaritas), unsur
berikutnya tidak diperlukan sampai anak-anak dewasa. Pengamatan analog
dilakukaan berkiatan dengan pasangan-pasangan kata lain: ‘same’/’different’,
‘before’/’after’, ‘come’/’go’, dsb. Dalam banyak hal, usnur pembeda yang khusus
tampaknya dipelajari selanjutnya dibandingkan unsur yang umum dari kedua kata.
11. •Akhirnya, tugas—tugas pembelajaran dan teori diulangi lagi untuk mencari bukti
bahwa makna dibagi menjadi unit-unit paling sederhana. Misalnya, dengan
membandingkan waktu penelitian yang dibutuhkan untuk mempelajari daftar-
daftar kalimat, Le Ny dan koleganya (1973) memberitahu bahwa hal ini tergantung
pada kompleksitas semantik (diukur dengan sejumlah unsur semantik yang ada di
dalam kata); dan, juga (Cordier dan Le Ny, 1975), bahwa fasilitas pembelajaran
(transfer positif) dapat diamati ketika para subjek telah mempelajari kalimat-
kalimat yang mengandung unsur-unsur semantik yang sama dengan kata-kata yang
diteliti. Percobaan lain oleh Johnson-Laird, Gibbs dan de Mowbray (1978) juga
membawa bukti terang tentang realitas psikologis unsur-unsur semantik. Dalam
sautu daftar kata-kata, para subjek yang diteliti harus menemukan kata-kata milik
kategori tertentu (contohnya, benda padat yang dapat dikonsumsi). Kemudia
mereka diminta mengingat sebanyak mungkin kata-kata dari daftar. Kata-kata
yang cocok dengan kategori (misalnya ‘bread’) yang paling banyak diingat,
sedangkan kata-kata yang memiliki unsur semantik sama dengan kategori
(misalnya, benda-benda padat seperti ‘beer’ atau benda-benda padat yang tidak
dapat dimakan seperti ‘coal’) lebih baik diingat dibandingkan kata-kata yang tidak
memiliki unsur semantik (misalnya, ‘petrol’).
12. •Kesimpulannya, ketika hipotesis komponensial merupakan hal yang
menarik (setidaknya memberi inspirasi pada studi pertama tentang
makna), data eksperimen pada analisis akhir belum cukup
membuktikan. Data tersebut meragukan bisa membawa bukti terang,
dalam kasus-kasus tertentu, mengenai pencapaian makna ke dalam
unit-unit terkecil, tetapi pencapaian ini tampaknya lebih
dihubungkan dengan tugas-tugas yang digunakan (verifikasi,
prosedur, strategi pembelajaran) dibandingkan dengan proses
pemahaman itu sendiri. Kami seharusnya menambahkan bahwa
analisis komponensial dapat diterapkan secara memuaskan hanya
pada domain semantik tertentu yang didefinisikan dengan baik.
Dalam banyak kasus, sulit mendefinisikan ‘unsur-unsur’ dasar yang
membedakan makna tiap kata dari kata-kata yang sama: misalnya,
jika unsur (‘male’) membedakan antara ‘horse’ dan ‘mare’, unsur
semantik apa yang membedakan ‘horse’ dari ‘donkey’? Apakah
unusr-unsur dimana kata benda konkrit didefinisikan sama sifatnya
seperti kata-kata yang merupakan makna kata-kata fungsi (artikel,
konjungsi, dsb).
13. 2. Pengorganisasian memori semantik
Menurut Tulving (1972) membandingkan memori
semantik dengan memori ‘kadang-kadang’, yang memuat
peristiwa-peristiwa khusus dan tanggal-tanggal berkaitan
kehidupan sendiri. Perbedaan yang berikutnya sekarang
dengan sendirinya ditinggalkan, akibatnya, istilah ‘memori
semantik’ digunakan untuk menutupi keseluruhan isi
memori jangka panjang. Pertama-tama kita harus
memeriksa model-model yang secara umum berhubungan
dengan aspek makna leksikal, dan yang kedua model-
model yang lebih luas dan ambisius yang menunjang
masalah menggambarkan pengetahuan lebih umum.
14. •Makna leksikal
Bagaimana makna kata disimpan di
dalam memori? Ini bisa
dipertimbangkan dengan dua cara:
Pertama. Dalam bentuk seperangkat
hubungan yang dimiliki kata dengan
kata-kata lain.
Kedua. Atau dalam bentuk daftar
sifat (atau ‘unsur-unsur’) yang terdapat
dalam kata.
15. •Model Collins dan Quillian
Model memori semantik yang pertama, diajukan tahun 1966
oleh Quillian (lihat Quillian, 1967) yang kemudian menyaring
dan mengembangkkannya dengan berkolaborasi bersama
Collins, yakni menerapkan jenis representasi pertama yaitu
‘jaringan’/network.
Modelnya seperti kamus: pendefinisian suatu kata yang
diberikan dengan bentuk kata-kata lain yang berhubungan
dengan berbagai cara. Pada saatnya, kata-kata ini merujuk
pada definisi mereka sendiri yang membawa kata-kata lain
untuk digunakan dsb. Misalnya, kata ‘plant’ (didefinisikan
sebagai PLANT: bentuk makhluk hidup, bukan binatang,
seringnya memiliki daun-daun, memperoleh makanannya dari
udara, air atau bumi’) merujuk pada kata-kata ‘struktur’,
‘makhluk hidup’, ‘hewan’ ‘makanan’, dsb
16. Glass dan Holyoak (1975) mengajukan model yang telah
diatur dan sesuai untuk data percobaan dengan sangat
memuaskan. Data yang sama dapat dijelaskan dengan
cara yang berbeda, dengan dugaan bahwa kata disimpan
secara terpisah, masing-masing melambangkan satu
daftar sifat (atau unsur-unsur semantik). Verifikasi
kalimat tidak akan lagi menjadi masalah dalam
menelusuri jaringan, melainkan perbandingan antara dua
perangkat unsur. Model ini diajukan oleh Smith, Shoben
dan Rips (1974) dan didukung oleh banyak data
eksperimen.
17.
18. •Jaringan semantik
Sekarang mari kita perhatikan model-model yang lebih umum
dengan jangkauan yang lebih khusus dan ambisius. Model-model
tersebut berurusan dengan ‘gambaran pengetahuan’, dan kaitannya
dengan psikolinguistik yang kadang-kadang lemah –terpisah dari
fakta bahwa pengetahuan pertanyaan yang umumnya dipelajari (dan
diformulasikan) dalam bentuk verbal. Sementara model ini hanya
memberikan penjelasan terbatas pada proses aktual pemahaman
bahasa, model tersebut memperhatikan bentuk akibat proses ini
dalam memori. Sehingga, untuk alasan ini, psikolinguis tidak dapat
mengabaikan model tersebut.
Lagipula, tujuan model mempertanggungjawabkan keseluruhan
rangkaian kegiatan kognitif (pemberian alasan, pemecahan masalah,
formasi konsep, dst) dan pemahaman bahasa. Menariknya model-
model tersebut terletak pada cara model-model tersebut
mensituasikan bahasa dalam kerangka yang lebih luas dari
keseluruhan aktivitas mental.
19. •Model Rumelhart, Lindsay, dan Norman
Sekarang mari kita diskusikan model yang diusulkan oleh
Rumelhart, Lindsay dan Norman (1972) dan elaborasi selanjutnya
(Norman dan Rumelhart, 1975).
Seperti pada teori Kintsch, elemen dasar dari ‘proposisi’, disajikan
dengan suatu hubungan seperangkat node. Dengan demikian ‘toko
makna’ dasar berisi dua macam elemen:
•Hubungan : skenario yang memiliki peran bervariasi (kasus
Fillmore). Dengan begitu, kata kerja ‘fall’/jatuh (Tabel 4.3)
disajikan dengan tipe tertentu dari tindakan (‘move’/bergerak) yang
mempengaruhi objek tertentu (dikhususkan), sesuai jalan khusus
(dispesifikasikan), di bawah pengaruh instrumen tertentu
(gravitasi);
•Konsep : secara tetap mengisi tempat-tempat kosong dalam
hubungan itu,
20.
21. •Makna, konteks dan referensi
Dalam analisis terakhir, pertanyaan apakah
kami menyajikan makna kata dalam bentuk
komponen-komponen semantik, jaringan atau
dalil-dalil makna hanyalah masalah kecil.
Penyajian ini berakibat sepadan dan pada saat
ini sangat mungkin melihat jenis data empiris
apa yang yang dapat membantu kami
memeutuskannya. Masalah utamanya adalah
mengidentifikasi fakta karena penyajian-
penyajian ini tidak bisa
dipertanggungjawabkan
22. •Articles
Seperti banyak bahasa-bahasa lain, bahasa Perancis mempunyai dua kategori
artikel yang berfungsi sebagai determiner/penentu bagi frasa kata benda:
artikel tertentu (le, la, les= ‘the’ untuk maskulin, feminin dan bentuk jamak)
dan artikel tak tentu (un, une = ‘a/an’ dalam bentuk maskulin dan feminin,
dan des = sama). Disamping perannya yang nampak tidak penting, kata-kata
kecil ini mempunyai tampilan yang sangat bervariasi.
•Konektivitas
Sering dianggap untuk mengekspresikan suatu hubungan (logis, sebab,
temporal, dsb) di anatara klausa, konektif –dan, atau, jika, tetapi, dengan
demikian, dsb -sebenarnya memiliki fungsi yang luas dalam bahasa alamiah.
Kami membatasi pada beberapa konjungsi bahasa Perancis ‘si’ (=’if’/jika), yang
paling banyak diteliti. Pertama. Nilai yang dibawa oleh ‘si’ bisa dikenal dan
ditemukan di semua bahasa.
Kedua, peran ‘si’ menetralisir pernyataan yang berisi klausa yang diperkenalkan. Akan tetapi
penetralan ini sendiri disampaikan dengan berbagaii bentuk: dari hipotesis yang sederhana (‘S’il pleut
demain ...= ‘If it rains tomorrow...) untuk penyaranan (‘Si nous allions faire un tour? = ‘(How about) If
we go far a walk?’) atau untuk menyatakan fakta yang telah dikenal dan dianggap penting (‘S’ll a
reaverse ce peiton, ce n’est pas sa faute’= ‘If he did knock down that pedestrian, it wasn’t his fault’).
23. •Fleksibilitas semantik
Masalah yang dikenal mula-mula adalah masalah polisemi (atau kedwiartian leksikal) dari
kata-kata tertentu. Cara sederhana untuk memecahkan masalah ini adalah dengan
menerima ambiguitas kata, faktanya, menghubungkan beberapa unit leksikal yang berbeda.
Misalnya, kata ‘study’ terdiri dari dua makna –‘reading room’ (ruang baca) dan ‘periode of
research’ (penelitian).
•Fleksibilitas semantik ini telah diujicobakan oleh Bransford dan para koleganya
(Barclay dkk, 1976). Guna menunjukkan bahwa interpretasi kata bervariasi
dengan konteks yang dihadirkan, para pengarang lebih menyandarkan pada
tugas ingatan yang disyaratkan. Mereka menampilkan daftar kalimat kepada
para subjek, misalnya, salah satu dari dua kalimat berikut:
•The main lifted the piano.
•The man tuned the piano.
•Metafor merupakan masalah khusus dalam fleksibilitas semantik. Penggunaan
bahasa metafor sangat sering dan tidak bisa diabaikan oleh teori psikologi
makna. Meskipun demikian, metafor baru mulai menjadi daya tarik bagi
psikolinguis
24. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
•Semantik Psikologis dan Semantik Komponensial
Penelitian-penelitain penting yang pertama dalam semantik
psikologis mulai berkembang ketika teori-teori makna
kebahasaan telah cukup digabungkan sehingga dapat
menyediakan teori-teori dengan kerangka teoritis. Teori yang
paling besar adalah teori komponensial dan paling terdahulu
berpengaruh terhadap para psikolinguis. H, Clark (1970)
mengajukan interpretasi ulang terhadap data klasik berkaitan
dengan ‘asosiasi kata’ dengan sekilas hipotesis komponensial;
jika struktur semantik suatu kata dianggap sebagai seperangkat
unsur, produksi suatu asosiasi dapat diinterpretasi sebagai suatu
operasi yang berisi perubahan, penambahan, atau penghapusan
satu atau lebih dari unsur ini.
25. •Pengorganisasian memori semantik
•Makna leksikal
Bagaimana makna kata disimpan di dalam memori? Ini bisa
dipertimbangkan dengan dua cara: Pertama. Dalam bentuk
seperangkat hubungan yang dimiliki kata dengan kata-kata lain.
Kedua. Atau dalam bentuk daftar sifat (atau ‘unsur-unsur’) yang
terdapat dalam kata.
•Jaringan semantik
Model-model tersebut berurusan dengan ‘gambaran pengetahuan’,
dan kaitannya dengan psikolinguistik yang kadang-kadang lemah-
terpisah dari fakta bahwa pengetahuan pertanyaan yang umumnya
dipelajari (dan diformulasikan) dalam bentuk verbal. Sementara
model ini hanya memberikan penjelasan terbatas pada proses aktual
pemahaman bahasa, model tersebut memperhatikan bentuk akibat
proses ini dalam memori. Sehingga, untuk alasan ini, psikolinguis
tidak dapat mengabaikan model tersebut.
26. •Makna, konteks dan referensi
Masalah utamanya adalah mengidentifikasi fakta
karena penyajian-penyajian ini tidak bisa
dipertanggungjawabkan. Penyajian tersebut
seperti kata-kata fungsi, yakni kata-kata yang
luas yang mengkaji semantik psikologis sering
dilihat hanya dengan setengah hati, dan tidak
mempermainkan peran penting dalam bahas,
yang dikaji adalah articles dan konektivitasnya
27. •Fleksibilitas semantik
•Masalah yang dikenal mula-mula adalah masalah polisemi (atau ke dwiartian
leksikal) dari kata-kata tertentu.
•Guna menunjukkan bahwa interpretasi kata bervariasi dengan konteks yang
dihadirkan, para pengarang lebih menyandarkan pada tugas ingatan yang
disyaratkan. Mereka menampilkan daftar kalimat kepada para subjek, misalnya,
salah satu dari dua kalimat berikut: a). The main lifted the piano. b). The man
tuned the piano.
•Metafor merupakan masalah khusus dalam fleksibilitas semantik. Penggunaan
bahasa metafor sangat sering dan tidak bisa diabaikan oleh teori psikologi makna.
Meskipun demikian, metafor baru mulai menjadi daya tarik bagi psikolinguis.
•Semua fenomena ini fleksibilitas semantik, ambiguitas, metafora-tidak mudah
dipertemukan dengan hipotesis makna leksikal yang berbeda yang melekat pada
tiap-tiap kata. Bahasa digunakan untuk ‘membicarakan sesuatu’, yakni tentang
realitas di luar bahasa tertentu – yang bersifat persepsi atau konsep; dan melalui
hubunganya dengan realitas tertentu ini yang menyebabkan maknanya. Ilmu
semantik tidak dapat menghindar dari masalah ‘rujukan’ ini.